• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis Linn.) TERHADAP MORTALITAS LARVA PENGGEREK BATANG JAGUNG (Ostrinia furnacalis Guen.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis Linn.) TERHADAP MORTALITAS LARVA PENGGEREK BATANG JAGUNG (Ostrinia furnacalis Guen.)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis Linn.) TERHADAP MORTALITAS LARVA PENGGEREK BATANG JAGUNG

(Ostrinia furnacalis Guen.)

Oleh Eka Yulianita

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Sarjana Pertanian

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK DAUN MINT (Mentha arvensis Linn.) TERHADAP MORTALITAS LARVA PENGGEREK BATANG JAGUNG

(Ostrinia furnacalis Guen.)

Oleh Eka Yulianita

Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guen.) merupakan salah satu hama penting pada tanaman jagung. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman jagung. Salah satu alternatif pengendalian hama yang aman terhadap lingkungan adalah dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai insektisida nabati. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida nabati adalah mint (Mentha arvensis Linn.). Penelitian tentang penggunaan ekstrak daun mint pada larva penggerek batang jagung dilakukan melalui 3 tahap uji hayati

(bioassay). Bioassay I dilakukan untuk mengetahui aktivitas insektisida antara fraksi lapisan air (H2O) dan fraksi lapisan etil asetat (EtOAc) terhadap mortalitas

penggerek batang jagung. Dari Bioassay I ini diketahui bahwa fraksi yang lebih aktif adalah fraksi lapisan H2O. Fraksi lapisan H2O menyebabkan mortalitas

larva penggerek batang jagung pada pengamatan 240 jsa sebesar 53,33% yang lebih tinggi daripada fraksi EtOAc sebesar 49,33%. Fraksi lapisan H2O ini

(3)

dari polar sampai non polar (fraksi 100% H2O, 20% H2O/MeOH, 50%

H2O/MeOH, 100% MeOH) untuk bioassay II. Dari bioassay II diketahui bahwa

fraksi 100% H2O mempunyai aktivitas insektisida yang lebih tinggi daripada

fraksi campuran air dan metanol. Juga menyebabkan mortalitas penggerek batang jagung sebesar 54,67% pada pengamatan 264 jsa. Oleh karena itu, fraksi 100% H2O dilanjutkan untuk bioassay III dengan konsentrasi 0 ppm, 625 ppm, 1.250

ppm, 2.500 ppm, 5.000 ppm, 10.000 ppm, 20.000 ppm, dan 40.000 ppm. Hasil penelitian tahap akhir ini menunjukkan bahwa toksisitas ekstrak daun mint

berpengaruh terhadap penggerek batang jagung. Ekstrak daun mint pada bioassay III dengan perlakuan 40.000 ppm pada 240 jsa dapat menyebabkan mortalitas penggerek batang jagung sebesar 54,67% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20.000 ppm.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... iii

DAFTAR GAMBAR. ... xv

I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 3

1.3 Kerangka Pemikiran. ... 3

1.4 Hipotesis. .... ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 5

2.1 Tanaman Jagung. ... 5

2.2 Penggerek Batang Jagung. ... 6

2.3 Tanaman Mint. ... 8

III. BAHAN DAN METODE. ... 11

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ... 11

3.2 Bahan dan Alat. ... 11

3.3 Metode Penelitian. .. ... 12

3.4 Pelaksanaan Penelitian. ... 12

(7)

3.4.2 Ekstraksi. .. ... 15

3.4.3 Uji Toksisitas. .. ... 18

3.4.4 Pengamatan. .. ... 19

3.4.5 Daya Racun (LC50). ... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 21

4.1 Mortalitas Larva Penggerek Batang Jagung pada Bioassay I. .. ... 21

4.2 Mortalitas Larva Penggerek Batang Jagung pada Bioassay II. ... 23

4.3 Mortalitas Larva Penggerek Batang Jagung pada Bioassay III. . . 25

4.4 Daya racun (LC50) Ekstrak Daun Mint (Mentha arvensis Linn.). . 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 29

5.1 Kesimpulan. ... 29

5.2 Saran. ... 29

PUSTAKA ACUAN. ... 30

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Persentase mortalitas larva instar III Ostrinia furnacalis pada

beberapa fraksi dari ekstrak daun mintkonsentrasi 20.000 ppm

pada bioassay I. ... 22 2 Persentase mortalitas larva instar III Ostrinia furnacalis

pada beberapa fraksi dari ekstrak daun mintkonsentrasi

40.000 ppm pada bioassay II. ... 24 3 Persentase mortalitas larva instar III Ostrinia furnacalis

dari beberapa konsentrasi fraksi 100% H2O ekstrak daun mint

pada bioassay III. ... 25 4 Nilai LC50 ekstrak daun mint yang diaplikasikan terhadap

larva penggerek batang jagung pada berbagai jam setelah

aplikasi. . ... 28 5 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay I. ... 33 6 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay I. ... 34 7 Persentase larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (%) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay I. ... 35 8 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay II. ... 36 9 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

(9)

10 Persentase larva penggerek batang jagung (O. furnacalis) yang mati (%) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay II. ... 38 11 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay III. ... 39 12 Jumlah larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (ekor) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay III. ... 40 13 Persentase larva penggerek batang jagung(O. furnacalis)

yang mati (%) pada fraksi dari ekstrak daun mint

pada bioassay III. ... 41 14 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jam setelah aplikasi (jsa) pada bioassay I. ... 42 15 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 24 jsa pada bioassay I. ... 42 16 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jsa pada bioassay I. ... 42 17 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay I. ... 43 18 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 48 jsa pada bioassay I. ... 43 19 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay I. ... 43 20 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung pada

72 jsa pada bioassay I. ... 44 21 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek batang

Jagung pada 72 jsa pada bioassay I. ... 44 22 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 72 jsa pada bioassay I. ... 44 23 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 96 jsa pada bioassay I. ... 45 24 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

(10)

25 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 96 jsa pada bioassay I. ... 45 26 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 120 jsa pada bioassay I. ... 46 27 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 120 jsa pada bioassay I. ... 46 28 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 120 jsa pada bioassay I. ... 46 29 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung pada

144 jsa pada bioassay I. ... 47 30 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 144 jsa pada bioassay I. ... 47 31 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 144 jsa pada bioassay I. ... 47 32 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 168 jsa pada bioassay I. ... 48 33 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 168 jsa pada bioassay I. ... 48 34 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 168 jsa pada bioassay I. ... 48 35 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 192 jsa pada bioassay I. ... 49 36 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 192 jsa pada bioassay I. ... 49 37 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 192 jsa pada Bioassay I. ... 49 38 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 216 jsa pada bioassay I. ... 50 39 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 216 jsa pada bioassay I. ... 50 40 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(11)

41 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa pada bioassay I. ... 51 42 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 240 jsa pada bioassay I. ... 51 43 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa pada bioassay I. ... 51 44 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jam setelah aplikasi (jsa) pada bioassay I. ... 52 45 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 264 jsa pada bioassay I. ... 52 46 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jsa pada bioassay I. ... 52 47 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay I. ... 53 48 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 288 jsa pada bioassay I. ... 53 49 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay I. ... 53 50 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 312 jsa pada bioassay I. ... 54 51 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 312 jsa pada bioassay I. ... 54 52 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 312 jsa pada bioassay I. ... 54 53 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 336 jsa pada bioassay I. ... 55 54 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 336 jam jsa pada bioassay I. ... 55 55 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 336 jsa pada bioassay I. ... 55 56 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(12)

57 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 360 jsa pada bioassay I. ... 56 58 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 360 jsa pada bioassay I. ... 56 59 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jsa pada bioassay I. ... 57 60 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 384 jsa pada bioassay I. ... 57 61 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jsa pada bioassay I. ... 57 62 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

penggerek batang jagungpada 408 jsa pada bioassay I. ... 58 63 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 408 jsa pada bioassay I. ... 58 64 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 408 jsa pada bioassay I. ... 58 65 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jsa pada bioassay II. ... 59 66 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 24 jsa pada bioassay II. ... 59 67 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jsa pada bioassay II. ... 59 68 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay II. ... 60 69 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 48 jsa pada bioassay II. ... 60 70 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay II. ... 60 71 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 72 jsa pada bioassay II. ... 61 72 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

(13)

73 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 72 jam setelah aplikasi (jsa) pada bioassay II. ... 61 74 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 96 jsa pada bioassay II. ... 62 75 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 96 jsa pada bioassay II. ... 62 76 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 96 jsa pada bioassay II. ... 62. 77 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 120 jsa pada bioassay II. ... 63 78 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 120 jsa pada bioassay II. ... 63 79 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 120 jsa pada bioassay II. ... 63 80 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 144 jsa bioassay II. ... 64 81 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 144 jsa pada bioassay II. ... 64 82 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 144 jsa pada bioassay II. ... 64 83 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 168 jsa pada bioassay II. ... 65 84 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 168 jsa pada bioassay II ... 65 85 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 168 jsa pada bioassay II. ... 65 86 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada192 jsa pada bioassay II. ... 66 87 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 192 jsa pada bioassay II. ... 66 88 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(14)

89 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 216 jsa pada bioassay II. ... 67 90 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 216 jsa pada bioassay II. ... 67 91 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 216 jsa pada bioassay II. ... 67 92 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa pada bioassay II. ... 68 93 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 240 jsa pada bioassay II. ... 68 94 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa pada bioassay II. ... 68 95 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jsa pada bioassay II. ... 69 96 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 264 jsa pada bioassay II. ... 69 97 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jsa pada bioassay II. ... 69 98 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay II. ... 70 99 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung288 jsa pada bioassay II. ... 70 100 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay II. ... 70 101 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 312 jsa pada bioassay II. ... 71 102 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 312 jsa pada bioassay II. ... 71 103 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 312 jsa pada bioassay II. ... 71 104 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(15)

105 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 336 jsa pada bioassay II. ... 72 106 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 336 jsa pada bioassay II. ... 72 107 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 360 jsa pada bioassay II. ... 73 108 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 360 jsa pada bioassay II. ... 73 109 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 360 jsa pada bioassay II. ... 73 110 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jam jsa pada bioassay II. ... 74 111 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 384 jam jsa pada bioassay II. ... 74 112 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jsa pada bioassay II. ... 74 113 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 408 jsa pada bioassay III. ... 75 114 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 408 jsa pada bioassay III. ... 75 115 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 408 jsa pada bioassay III. ... 75 116 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jsa pada bioassay III. ... 76 117 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 24 jsa pada bioassay III. ... 76 118 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 24 jsa pada bioassay III. ... 76 119 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay III. ... 77 120 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek batang

(16)

121 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 48 jsa pada bioassay III. ... 77 122 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 72 jsa pada bioassay III. ... 78 123 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 72 jsa pada bioassay III. ... 78 124 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 72 jsa pada bioassay III. ... 78 125 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 96 jsa pada bioassay III. ... 79 126 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 96 jsa pada bioassay III. ... 79 127 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 96 jsa pada bioassay III. ... 79 128 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 120 jsa pada bioassay III. ... 80 129 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 120 jsa pada bioassay III. ... 80 130 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 120 jsa pada bioassay III. ... 80 131 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 144 jsa pada bioassay III. ... 81 132 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 144 jsa pada bioassay III. ... 81 133 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 144 jsa pada bioassay III. ... 81 134 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 168 jsa pada bioassay III. ... 82 135 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 168 jsa pada bioassay III. ... 82 136 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(17)

137 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada192 jsa pada bioassay III. ... 83 138 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 192 jsa pada bioassay III. ... 83 139 BNT persentase mortalitas larva O. furnacalis

pada 192 jsa pada bioassay III. ... 83 140 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 216 jsa pada bioassay III. ... 84 141 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 216 jsa pada bioassay III. ... 84 142 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 216 jsa pada bioassay III. ... 84 143 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa bioassay III. ... 85 144 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 240 jsa pada bioassay III. ... 85 145 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 240 jsa pada bioassay III. ... 85 146 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jsa pada bioassay III. ... 86 147 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 264 jsa pada bioassay III. ... 86 148 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 264 jsa pada bioassay III. ... 86 149 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay III. ... 87 150 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 288 jsa pada bioassay III. ... 87 151 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 288 jsa pada bioassay III. ... 87 152 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

(18)

153 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 312 jsa pada bioassay III. ... 88 154 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 312 jsa pada bioassay III. ... 88 155 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 336 jsa pada bioassay III. ... 89 156 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagung pada 336 jsa pada bioassay III. ... 89 157 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 336 jsa pada bioassay III. ... 89 158 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 360 jsa pada bioassay III. ... 90 159 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 360 jsa pada bioassay III. ... 90 160 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 360 jsa pada bioassay III. ... 90 161 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jsa pada bioassay III. ... 91 162 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 384 jsa pada bioassay III. ... 91 163 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 384 jsa pada bioassay III. ... 91 164 Persentase mortalitas larva penggerek batang jagung

pada 408 jsa pada bioassay III. ... 92 165 Analisis ragam persentase mortalitas larva penggerek

batang jagungpada 408 jsa pada bioassay III. ... 92 166 BNT persentase mortalitas larva penggerek batang

jagungpada 408 jsa pada bioassay III. ... 92 167 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

(19)

168 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 96 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 94 169 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 144 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 95 170 Hasil analisis Probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 192 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 96

171 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 240 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 97 172 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 288 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 98 173 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 336 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 99 174 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

pada pengamatan 384 jam setelah aplikasi pada bioassay III. ... 100 175 Hasil analisis probit ekstrak daun mint (M. arvensis)

terhadap mortalitas penggerek batang jagung (O. furnacalis)

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Pembiakan serangga uji larva penggerek batang jagung. ... 14

2 Tahapan pelaksanaan penelitian. ... 17

3 a. Larva Ostrinia furnacalis normal b. Gejala mortalitas larva Ostrinia furnacalis. ... 27

4 Diagram penelitian untuk bioassay I. ... 102

5 Rearing Ostrinia furnacalis Guen. ... 103

6 Larva Ostrinia furnacalis dari instar 1‒5 . ... 104

7 Proses fraksi 100%H2O (atas) dan 20%MeOH/H2O (bawah). ... 105

8 Proses fraksi 50% MeOH/H2O (atas) dan 100%MeOH (bawah). ... 106

9 Ekstrak Mentha arvensis untuk pembuatan konsentrasi 625 ppm sampai dengan 40.000 ppm yang digunakan untuk bioassay 3. ... 107

10 Gejala kematian Ostriniafurnacalis pada bioassay I dan bioassay II. ... 108

(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman jagung merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah padi. Sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan tanaman jagung sebagai komoditas pangan dan pakan. Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat 5,16% per tahun, sedangkan untuk pakan ternak dan industri naik 10,87% per tahun. Namun hingga saat ini hasil panen jagung yang diproduksi Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, sehingga harus mengimpor dari negara lain (Direktorat Jendaral Tanaman Pangan, 2008).

Produksi jagung dapat ditingkatkan melalui perbaikan budidaya tanaman jagung dengan cara perawatan, pemupukan, dan pengendalian hama. Hama yang menyerang tanaman jagung mulai tanam sampai panen sangat banyak jenisnya. Salah satu diantaranya adalah serangan hama penggerek batang jagung (Ostrinia

furnacalis Guen.). Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi

jagung hingga 20-80%. Untuk mengatasi penurunan hasil produksi tersebut diperlukan adanya tindakan pengendalian yang tepat (Saenong dan Sudjat, 2005).

(22)

2

menerus dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, kerusakan lingkungan, resistensi, dan resujensi hama. Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan petani dalam sistem budidanya pertanian yang ramah lingkungan, maka upaya pengendalian hama yang aman dan efektif menjadi prioritas utama. Salah satu pengendalian hama yang ramah lingkungan adalah dengan

menggunakan insektisida nabati.

Insektisida nabati adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya dapat diperoleh dari tumbuhan. Tumbuhan yang berguna untuk membuat insektisida nabati misalnya daun mimba, daun mint, daun pepaya, tembakau, biji mahoni, orok-orok, sereh wangi, laos, kunyit, dan buah makasar. Jenis insektisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak (Dadang dan Prijono, 2008).

Salah satu tumbuhan yang digunakan untuk mengkaji insektisida nabati dalam penelitian ini adalah daun mint (Mentha arvensis Linn.). M. arvensis merupakan tumbuhan berbentuk semak yang dapat digunakan untuk produk kecantikan dan kesehatan. Senyawa yang terdapat pada daun mint dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan hama Tribolium castaneum dan

(23)

3

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui keaktifan antara fraksi lapisan H2O dan EtOAc dari ekstrak

daun mint.

2. Untuk mengetahui keaktifan antara fraksi 100% H2O, 20% MeOH/H2O, 50%

MeOH/H2O, dan 100% MeOH dari ekstrak daun mint.

3. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi ekstrak daun mint terhadap mortalitas larva penggerek batang jagung.

1.3 Kerangka Pemikiran

Salah satu alternatif pengendalian hama yang mudah, praktis, efisien serta aman untuk lingkungan adalah dengan insektisida nabati. Terdapat berbagai jenis insektisida nabati yang telah digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama. Salah satunya adalah daun mint (M. arvensis). Daun mint mengandung senyawa pulegon, mentol, dan menton yang mempunyai aktivitas sebagai insektisida (Tripathi et al., 2000).

Ekstrak daun mint dapat diperoleh dari perendaman tepung daun mint dengan etanol 96%. Filtrat hasil perendaman kemudian di ekstraksi dengan etil asetat hingga diperoleh fraksi lapisan air (H2O) dan fraksi lapisan etil asetat (EtOAc).

(24)

4

EtOAc diketahui aktif selanjutnya fraksi tersebut dimurnikan lebih lanjut dengan cara dimasukkan ke dalam silika gel kolom khromatografi dan dielusi dengan komposisi pelarut yang bersifat non polar hingga semi polar. Senyawa yang bersifat polar hingga non polar mempunyai daya larut yang berbeda terhadap senyawa aktif yang kemungkinan terdapat dalam larutan daun mint.

Mint yang mengandung pulegon, dapat digunakan untuk mengendalikan larva ulat

Peridoroma saucia, karena senyawa pulegon dapat menghambat nafsu makan dan

pertumbuhan yang tidak normal pada proses ganti kulit (Hayes et al., 2007). Daun mint juga mengandung senyawa limonen, dan neomentol yang mempunyai aktivitas sebagai insektisida. Senyawa tersebut dapat menyebabkan mortalitas serangga karena menghambat proses sintesis protein di dalam tubuh serangga (Harwood et al., 1990 dalam Hayes et al., 2007). Oleh kerena itu ekstrak daun mint kemungkinan mempuyai aktivitas terhadap larva penggerek batang jagung. Dalam penelitian ini diharapkan diperoleh ekstrak daun mint yang dapat

menimbulkan mortalitas larva penggerek batang jagung (O. furnacalis).

1.4 Hipotesis

1. Fraksi ekstrak daun mint dengan pelarut polar lebih aktif daripada fraksi pelarut non polar.

2. Fraksi 100% H2O dari ekstrak daun mint lebih aktif daripada fraksi campuran

H2O dengan MeOH.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Tanaman jagung merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah padi. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ternak. Jagung mengandung senyawa karbohidrat, lemak, protein, mineral, air, dan vitamin. Fungsi zat gizi yang terkandung di dalamnya dapat memberi energi, membentuk jaringan, pengatur fungsi, dan reaksi biokimia di dalam tubuh.

Semua bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan. Batang dan daun jagung yang masih muda sangat bermanfaat untuk pakan ternak dan pupuk hijau. Klobot (kulit jagung) dan tongkol jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak, serta dapat digunakan sebagai bahan bakar. Rambut jagung dapat digunakan sebagai obat kencing manis dan obat darah tinggi (Retno, 2008).

(26)

6

Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap jenis tanah, baik tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6‒8.

Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24‒30° C (Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2010).

2.2 Penggerek Batang Jagung

Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guen.) merupakan hama utama pada tanaman jagung yang menyerang daun dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang ditandai dengan adanya kotoran serbuk yang keluar dari liang gerekan. Serangan yang berat menyebabkan batang patah sehingga aliran makanan terhambat. Penurunan produksi jagung akibat serangan hama penggerek batang jagung berkisar antara 20–80%. Serangan hama

penggerek batang jagung mulai muncul pada tanaman jagung sejak tanaman bermur 3-4 minggu sampai masaknya tongkol (Saenong dan Sudjad, 2005).

Penggerek batang jagung dapat hidup selama ± 30 hari dari larva sampai imago. Larva penggerek batang jagung mempunyai lima instar. Instar 1 lama hudup 3-5 hari , instar 2 lama hidup 3-5 hari, instar 3 lama hidup 3-5 hari, instar 4 lama hidup 3-5 hari dan instar 5 lama hidup 3-7 hari. Lama hidup larva penggerek batang jagung dari instar satu sampai instar lima ± 20 hari. Sedangkan lama hidup pupa 7-9 hari dan lama hidup imago 2-7 hari (Nonci dan Baco, 1991 dalam

Surtikanti, 2006)

(27)

7

berkelompok di bagian bawah daun, berbentuk menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Hampir semua telur diletakkan pada daun, terutama daun yang terkulai di pucuk. Telur biasanya diletakkan pada malam hari hingga dini hari. Puncak peletakan telur terjadi pada saat terbentuknya bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji. Sekitar 29,27% kelompok telur diletakkan di atas permukaan daun dan 70,73% di bawah permukaan daun, masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8 dari bawah (Nonci et al., 2000, 2001). Jumlah telur setiap kelompok berbeda-beda, antara 5-90 butir, tetapi ada juga lebih dari 100 butir. Telur penggerek batang menetas 3-5 hari setelah diletakkan. Pada waktu diletakkan telur berwarna bening, kemudian berubah menjadi putih kekuningan setelah hari kedua dan pada hari ketiga berubah menjadi hitam. Warna hitam tersebut menandakan caput (kepala) calon larva (Granados, 2000).

(28)

8

Larva berwarna kristal keputihan, cerah dan bertanda titik hitam pada setiap segmen abdomen (Granados, 2000).

Pupa terbentuk di dalam batang dengan lama stadium bervariasi 7-9 hari atau rata-rata 8,50 hari. Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna cokelat tua. Menurut Valdez and Adalla (1983), ukuran pupa betina lebih besar daripada pupa jantan, yaitu pada ruas terakhir abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, sedangkan pada pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat.

Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi. Seekor ngengat betina menghasilkan telur rata-rata 10-133butir/hari masing-masing dari ngengat yang larvanya diberi makan bagian tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 minggu (Nonci dan Baco, 1991). Menurut Nonci (2004), lama hidup

ngengat antara 2−7 hari. Ngengat jantan dapat dibedakan dengan ngengat betina

dari ukurannya. Ngengat betina lebih besar dari pada ngengat jantan dan warna sayap jantan lebih terang daripada betina. Ruas terakhir abdomen ngengat betina juga berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat jantan.

2.3 Tanaman Mint

(29)

9

Tanaman M. arvensis dikenal dengan nama daerah bijanggut, janggot, janggat, mint, daun poko, mentol, bujanggut, cora mint, dan marah mint. Tanaman ini berbentuk semak. Akarnya tunggang dan berwarna putih. Batangnya tegak, lunak,

bercabang, halus, dan berwarna ungu. Tinggi tanaman ini berkisar antara 30-70 cm. Tanaman mint mempunyai cabang kecil yang tumbuh menjalar, berbuku-buku, batang tajam, berbentuk segi empat, daunnya tunggal, bersilang

berhadapan, sisi atas dan sisi bawah berwarna hijau tua, bertulang daun menyirip, memiliki panjang sekitar 4–9 cm dan lebarnya 1,5–4 cm. Ujung daun runcing, pangkalnya tumpul, dan tepi daun kasar bergigi. Bunganya majemuk, berupa tandan yang terdiri atas karangan-karangan semu bertangkai pendek hingga seluruhnya menyerupai bentuk bulir, pangkal kelopak gundul, dan bertulang. Mahkota bunga berwarna putih keunguan panjang 4-5 mm, berbentuk tabung dengan panjang 2-2,5 mm, di bagian dalam berpusar dengan rambut-

rambut panjang. Buah dan biji termasuk buah buni, kecil, berbentuk bulat telur, halus, dan berwarna coklat tua (Handayani, 2007).

Tanaman mint merupakan salah satu tanaman herbal tertua di dunia. Daun mint mengandung minyak essensial seperti mentol dan menton serta senyawa

flavonoid, penolic asid, triterpenes, vitamin C, provitamin A, dan beberapa mineral fosfor, besi, kalsium, serta potassium (Sastrohamidjojo, 2004).

(30)

10

arvensis dapat memortalitas larva Anopheles sp sebesar 100% pada kosentrasi 9% stadia III-IV (Sudjari et al., 2005)

Minyak mint dapat digunakan sebagai insektisida. Minyak mint memiliki kandungan senyawa menton dan mentol yang tinggi. Oleh karena itu minyak mint 90% efektif untuk mengendalikan Tribolium castanum dan Callosobruchus maculatus setelah 24 jam dan 48 jam setelah aplikasi (Tripathi et al., 2000). Di Jepang minyak mint digunkan sebagai agensia fumigan untuk mengendalikan hama Sitophilus oryzae yang berada pada pertokoan atau gudang sorgum atau jagung (Singh et al., 1994).

(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis Linn.). Selanjutnya uji hayati pada larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guen.) dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan November‒Mei 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva penggerek batang jagung, daun mint, air (H2O), etil asetat (EtOAc), aquades, etanol, dan pakan larva

(32)

12

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada semua uji hayati (bioassay). Bioassay I dilakukan dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan Bioassay I terdiri atas kontrol, EtOAc, dan H2O. Konsentrasi yang

digunakan adalah 20.000 ppm. Bioassay II dilakukan dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan bioassay II adalah kontrol, 100% H2O, 20% MeOH/H2O,

50% MeOH/H2O, dan 100% MeOH. Konsentrasi yang digunakan adalah 40.000

ppm. Bioassay III dilakukan dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan. Konsentrasi fraksi 100% H2O ekstark daun mint yang digunakan adalah 0 ppm,

625 ppm, 1.250 ppm, 2.500 ppm, 5.000 ppm, 10.000 ppm, 20.000 ppm, dan 40.000 ppm.

Ekstrak daun mint sesuai dengan konsentrasi dicampur sampai merata ke dalam pakan uji kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang berisi 25 larva penggerek batang jagung. Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembiakan Serangga Uji

(33)

13

Imago kemudian dipindahkan ke dalam stoples yang lebih besar dan ditutup dengan kawat kasa stenlis. Kurungan yang terbuat dari kain kasa dan kayu dengan ukuran 70 x 50 x 60 cm berfungsi untuk memindahkan imago ke stoples yang lebih besar. Di dalam stoples diletakkan kapas yang telah diolesi madu 50% sebagai pakan imago. Telur yang dihasilkan oleh serangga uji dipelihara sampai menetas dan menjadi larva instar III untuk digunakan dalam pengujian.

(34)

14

Gambar 1. Pembiakan serangga uji larva penggerek batang jagung, (a) lokasi pencarian larva penggerek batang jagung, (b) pemeliharaan penggerek batang jagung, (c) pupa penggerek batang jagung, (d) imago

penggerek batang jagung, (e) kurungan untuk memindahkan imago, (f) toples besar sebagi tempat kawin imago, (g) telur penggerek batang jagung tampak seperti sisik ikan, (h) larva penggerek batang jagung instar 1

a

b

c

d

e

f

g

(35)

15

3.4.2 Ekstraksi

Penelitian dilakukan dengan cara menggunakan sebanyak 2 kg daun mint yang dijemur dengan panas matahari selama 3 hari, kemudian dihaluskan dengan blender kering. Selanjutnya ditimbang dan diperoleh tepung daun mint kering sebanyak 1136,4 g.

Tepung ini kemudian direndam dalam 4,5 L larutan etanol 96% selama 14 hari. Setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Setelah empat belas hari perendaman dengan etanol dilakukan penyaringan, diperoleh filtrat dan residu.

Filtrat kemudian diuapkan dengan rotary evaporator, dan didapat fitrat pekat. Filtrat pekat ini kemudian diekstrak dengan EtOAc (etil asetat) hingga diperoleh fraksi lapisan H2O (air) dan fraksi lapisan EtOAc. Kedua fraksi tersebut

selanjutnya digunakan untuk pengujian aktivitas insektisida (bioassay I). Fraksi air terbukti mempunyai aktivitas insektisida terhadap larva penggerek batang jagung, selanjutnya fraksi air diuapkan hingga kering dan dimasukkan ke dalam diaion Hp 20 kolom khromatografi dan dielusi dengan 100% H2O (1 L), 20%

MeOH/H2O (1 L), 50% MeOH/H2O (1 L), dan 100% MeOH (1 L) secara

berurutan. Demikian pula jika fraksi EtOAc terbukti mempunyai aktivitas insektisida terhadap larva penggerek batang jagung, selanjutnya fraksi EtOAc diuapkan hingga kering dan dimasukkan ke dalam silika kolom khromatografi dan dielusi dengan CHCl3 (500 mL), 3% MeOH/CHCl3 (500 mL), 20% MeOH/CHCl3

(500 mL), dan MeOH (500 mL) secara berurutan. Fraksi yang diperoleh dilakukan untuk bioassay II terhadap larva penggerek batang jagungpada

(36)

16

(37)
(38)

18

3.4.3 Uji Toksisitas

Uji toksisitas ekstrak daun mint (M. arvensis)dilakukan melalui tiga tahap uji hayati (bioassay). Bioassay I merupakan pengujian aktifitas insektisida antara fraksi lapisan air (H2O) dan fraksi lapisan etil asetat (EtOAc). Kedua fraksi tersebut digunakan untuk pengujian aktivitas insektisida terhadap larva penggerek batang jagung (O. furnacalis), dengan cara memaparkan larva penggerek batang jagung instar III sebayak 25 ekor dengan 3 ulangan. Konsentrasi fraksi yang digunakan adalah 20.000 ppm. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui

mortalitas larva penggerek batang jagung pada 24, 48, 72, sampai 408 jam setelah aplikasi (jsa). Salah satu fraksi pada bioassay I yang aktif terhadap mortalitas larva penggerek batang jagung kemudian dielusi dengan air (H2O) dan methanol (MeOH) untuk mengetahui pengaruh polaritas pelarut terhadap mortalitas penggerek batang jagung sebagai bioassay II. Untuk bioassay III, fraksi yang digunakan yaitu fraksi yang paling aktif terhadap penggerek batang jagung dari bioassay II.

(39)

19

tanpa ekstrak daun mint, selanjutnya dimasukkan ke dalam stoples plastik dan ditutup kawat kasa stenlis. Setiap perlakuan diaplikasikan dengan cara

mencampurkan ekstrak daun min kedalam pakan larva penggerek batang jagung sesuai dengan konsentrasi perlakuan masing-masing. Setelah pengamatan 24 jam setelah aplikasi (jsa) pakan diganti dengan pakan yang tidak diberi ekstrak daun mint, dengan cara dipotong persegi dengan ukuran 2x2 cm. Pakan diganti 24 jam sekali sampai selesai pengamatan. Pengamatan mortalitas dilakukan setiap 24, 48,72, sampai 408 jam setelah aplikasi.

3.4.4 Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui persentase mortalitas larva penggerek batang jagung yang dihitung dengan rumus :

Keterangan : A = Jumlah serangga yang mati B = Jumlah serangga uji

Menurut Hasibuan (2003) sebelum melakukan perhitungan faktor kematian (faktor kematian pada kontrol yang disebabkan oleh faktor lain) harus terlebih dahulu dikoreksi dengan rumus Abbot (1925), dengan rumus sebagai berikut :

(40)

20

3.4.5 Daya Racun (LC50)

Untuk mengetahui daya racun (LC50) setelah aplikasi ekstrak daun mint

(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak daun mint (Mentha arvensis Linn.) fraksi lapisan air (H2O)

menyebabkan mortalitas larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guen.) pada pengamatan 240 jsa sebesar 53,33% yang lebih tinggi daripada fraksi EtOAc (etil asetat) sebesar 49,33%.

2. Ekstarak daun mint fraksi 100% H2O menyebabkan mortalitas penggerek batang jagung sebesar 54,67% pada pengamatan 264 jsa yang lebih tinggi dari pada fraksi campuran air dan metanol.

3. Ekstrak daun mint pada bioassay III dengan perlakuan 40.000 ppm pada 240 jsa dapat menyebabkan mortalitas penggerek batang jagung sebesar 54,67% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20.000 ppm.

5.2 Saran

(42)

32

PUSTAKA ACUAN

Anonima. 2011. Budidaya Tanaman Jagung(Zea mays L.). Tersedia di

http://www.ngambarsari.com/2011/04/budidaya-tanaman-jagung-zea- mays-l.html. Diakses tanggal 10 November 2012.

Dadang dan D. Prijono. 2008. Insektisida Nabati. Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor. Bogor. 163 hlm.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2008. Produksi, Luas Panen, Dan Palawija di Indonesia. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Jakarta. Jakarta

Bato, S.M., T.R. Everett, and O.O. Malijan. 1993. Integrated Pest Management for Asian Corn Borer Control. National Crop Protection Centre Series. No.9.4P

Dinas Pertanian Provinsi Lampung. 2010. Data Hasil Panen Tanaman Pangan

dan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura

Provinsi Lampung. Lampung. 89 hlm.

Godfrey, L.D., T.O. Haltzer, and J.M. Norman. 1991. Effects of European corn borer(Lepidoptera: Pyralidae). Tunneling and Drought Stress of field corn gas exchange parameters. Journal of Econ. Entomol. 84(4):1370-1380. Granados, G. 2000. Maize insects, Tropical Maize, Improvement and Production.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. p. 81−349.

Hayes, J., R., N.S. Stavanja, and B., M. Lawrence.2007. Biological and Toxicological Properties of Mint Oils and Their major Isolates: Safety Assessment. In Mint :The Genus Mentha. Edited by B.M. Lawrence, p. 42-495. CRC Press Taylor & Francis Group, New York.

Hasibuan, R. 2003. Modul Praktikum : Pestisida dan Teknik Aplikasi. Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 36 hlm.

Handayani, Y. 2007. Tanaman Obat Indonesia. Tersedia di http://toiusd.multiply. com/journal?page_start=40 . Diakses tanggal 10 Oktober 2012

(43)

31

Laila dan Nunung. 2011. Resep-resep Insektisida Botani yang Efektif untuk Berbagai Jenis Hama Tanaman Padi. Makalah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Noviana, E. Pranoto., Widodo, F.M, and Delianis, P. 2012. Kajian Aktivitas Bioaktif Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Jamur (Candida albicans). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan. Universitas Diponegoro. Malang. 1-8 hlm.

Nonci, N. dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan Penggerek Jagung (Ostrinia

furnacalis) Guenee Pada Berbagai Tingkat Umur Tanaman Jagung (Zea

mays L.). Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros. 6(3): 95-101. Nonci, N., J. Tandiabang, Masmawati, dan A. Muis. 2000. Inventarisasi Musuh

Alami Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis) di sentra produksi Sulawesi Selatan. Penelitian Pertanian19(3): 38−49.

Nonci, N., Masmawati, A. Jabbar, dan D. Baco. 2001. Waktu Pelepasan

Trichogramma evanescens Westwood dalam Pengendalian Penggerek

Batang Jagung (Ostrinia furnacalis Guenee). Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Sulawesi Selatan. 13 hlm.

Nonci, N. 2004. Waktu Pelepasan Biologi dan Musuh Alami Penggerek Batang Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Sulawesi Selatan . 23 hlm.

Retno. 2008. Manfaat Tanaman Jagung. http://muthie-muthie.blogspot. com/2012/05/manfaat-tanaman-jagung.html. Diakses 31 Oktober 2012 Saenong, M., dan Sudjat, 2005. Pengelolaan Hama Penggerek Batang Jagung Ostrinia furnacalis Guenee(Lepidoptera:Pyralidae).Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005 . Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 165 hlm.

Singh, M., S., Srivastava, R. P., Srivastavan, and S. S., Chauhan. 1994. Effect of Japanese mint (Mentha arvensis) Oil as Fumigant on Nutritional Quality of Stored Sorghum. Plant Foods for Human Nutrition (Formerly Qualitas Plantarum) Volume 47, Number 2, 109-114, DOI: 10.1007/BF01089259 Sparks, T., and A. Sparks. 1986. MicroProbit 3.0 analysis for IBM PC

(44)

32

Sudjan, I., Agustin, dan A. S., Telussa. 2005. Pengaruh Dekok Daun Mint (Mentha arvensis) Sebagai Larvasida Nabati Nyamuk Anopheles spdi Pantai Balekambang, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang. Fakultas Pendidikan Kedokteran Universitas Brawijanya. Malang. 35-46 hlm. Surtikanti. 2011. Evaluasi Beberapa Genotipe Provit- A Terhadap Serangan

Penggerek Batang Jagung Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera : Pyralidae) . Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

Surtikanti, 2011. Fluktuasi Hama Utama Jagung Dan Pengendaliannya. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan HPTI XV Sulawesi Selatan ISBN : 979-95026-5-9. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Sulawesi Selatan

Tripathi, A. K., V. Prajapati, K. K. Aggarwal, and S.Kumar. 2000. Effect of volatile oil constituents of Mentha species against the stored pests,

Callosobruchus maculatus and Tribolium castaneum. In Proceedings of the National Seminar on the Research and Development in Aromatic Plants: Current Trends in Biology, Uses, Production and Marketing of Essential Oils, Lucknow, India, 30-31 July, 1999. Journal. Med. Aromatic Plant Sci. 22/1B, 549-556.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 273 hlm.

Gambar

Gambar 1. Pembiakan serangga uji larva penggerek batang jagung, (a) lokasi pencarian larva penggerek batang jagung, (b) pemeliharaan penggerek batang jagung, (c) pupa penggerek batang jagung, (d) imago penggerek batang jagung, (e) kurungan untuk memindahkan imago, (f) toples besar sebagi tempat kawin imago, (g) telur penggerek batang jagung tampak seperti sisik ikan, (h) larva penggerek batang jagung instar 1
Gambar 2. Tahapan pelaksanaan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pola pelayanan konseling yang dilakukan di sekolah-sekolah masih menggunakan model konvensional dengan tatap muka ( face to face ), masalah yang dihadapi oleh

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelas eksperimen yang menerapkan media video pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar

didalam melaksanakan terlebih dahulu memahami muatan atau komponen- kompenen yang ada didalam kurikulum 2013, sehingga disaat pelaksanaannya dapat mengimplementasikan

Dampak penerapan Ekstrakurikuler Tahfidz al-Qur’an di MI Roudlotut Tholibin Dau Malang sesuai dengan teori Az-Zuhri berkata, “Hati seorang penuntut ilmu itu pada umumnya hanya

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui pula bahwa Atribut Citra Toko yang meliputi (kualitas layanan, atmosfer toko, kualitas produk, harga, dan penataan barang

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Limpahan rahmatNya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir (TA) dengan judul “Pembuatan 3D

*Keterangan: Siswa sedang berlatih menyanyikan tembang dolanan.. TurnapeL

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan non psikologi dan ketahanan psikologi rumah tangga korban bencana longsorlahan di Desa Kemawi Kecamatan Somagede