• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2005:07 – 2012:06)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA (PERIODE 2005:07 – 2012:06)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

(PERIODE 2005:07 – 2012:06)

Oleh

SAUT MANGARATA PANJAITAN

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

(PERIODE 2005:07 – 2012:06)

Oleh

SAUT MANGARATA PANJAITAN

Perekonomian terbuka adalah salah satu dari banyak variabel yang mempengaruhi tingkat Inflasi suatu negara. Ekonomi global menuntut setiap negara untuk

berperan aktif, bersaing dalam kegiatan ekonomi dunia.Ini berupa memenangkan persaingan pasar produk di pasar global. Indonesia yang juga ikut didalamnya juga semakin berbenah untuk menjadi yang terbaik. Memburuknya ekonomi dunia di pertengahan 2008, juga membuat banyak ekonomi banyak negara memburuk. Dengan semakin tingginya globalisasi ekonomi menyeret negara yang terlibat di dalamnya ikut memburuk, tidak terkecuali Indonesia pun ikut terkena dampak krisis global. Perekonomian terbuka diduga dapat membawa pengaruh yang buruk bagi negara importir yang dibawa dari negara eksportir. Inflasi yang tinggi di negara mitra dagang utama diduga dapat berpengaruh pada ikut naiknya tingkat inflasi dalam negri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perekonomian terbuka, Jumlah Uang Beredar (M2),Suku Bunga Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah terhdap Yuan ,dan Inflasi China terhadap tingkat Inflasi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan adalah data rangkai waktu (Time series) tahun 2005:07 – 2012:06. Model dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan Eror Corection Model (ECM).

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

DAFTAR ISI……… i

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR………... v

I. PENDAHULUAN……….. 1

A.Latar Belakang………. 1

B.Rumusan Masalah……….... 11

C. Tujuan………. 12

D. Kerangka Pemikiran………....……... 12

E. Hipotesis………. 15

F. Sistematika Penulisan... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 17

A. Perekonomian Terbuka...……….... 17

B. Inflasi... 26

C. Agregat Moneter(M2)...……… 33

D. Nilai Tukar...……….. 33

E. Suku Bunga...……….. 35

F. Inflasi Mitra Dagang... 36

G. Tinjawan Empirik...………..………... 37

III. METODE PENELITIAN……… 42

A. Jenis dan Sumber data………. 42

B. Batasan Variabel.……….... 43

(7)

1. Uji Stasionaritas... 47

2. Uji Konintergasi... 48

3. ModelKoreksi Kesalahan... 49

F. Uji Asumsi Klasik……….. 50

1. Uji Normalitas... 50

2. Uji Multikolineritas... 51

3. Uji Autokolerasi... 51

4. Uji Heteroskedastisitas... 52

G. Uji Hipotesis... 54

1. Uji T... 54

2. Uji F... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 56

A. Hasil dan Pembahasan Uji Stasionaritas... 56

1. Uji Stationary Data Pada Level... 56

2. Uji Stationary Data Pada First Difference... 57

B. Uji Kointgrasi... 58

C. Estimasi Error Correction Model (ECM)... 59

D. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik... 60

1. Hasil Uji Normalitas... 60

2. Hasil Uji Multikolinearitas... 61

3. Hasil Uji Autokorelasi... 62

4. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 63

E. Hasil dan Pembahasan Uji Hipotesis... 64

1. Pengujian Parsial (Uji t-Statistik)... 64

2. Pengujian Simultan (Uji F-statistik)... 66

F. Implikasi Hasil... 67

(8)

4. YUAN... 70

5. INFCHY... 71

V. SIMPULAN DAN SARAN... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian terbuka merupakan perekonomian yang melibatkan diri dalam

perdagangan internasional (ekspor dan impor) barang dan jasa serta modal dengan

negara lain. Perekonomian terbuka menjadi topik hangat yang diperbincangkan

para ekonom dunia dewasa ini. Hubungan antara keterbukaan ekonomi

(khususnya perdagangan) dan inflasi merupakan satu diantara proposisi menarik

yang ditemukan dalam setiap buku teks perdagangan internasional. Ada beberapa

teori berbeda yang menjelaskan dampak terbalik dari keterbukaan perdagangan

terhadap inflasi. Menurut pandangan konvensional, inflasi lebih rendah di

negara-negara yang memiliki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi karena depresiasi riil

yang disebabkan oleh ekspansi moneter yang tidak terantisipasi, sehingga

menimbulkan pengaruh buruk seperti kenaikan biaya produksi yang lebih besar

dengan semakin besarnya tingkat keterbukaan, maka pemerintah akan membatasi

kenaikan laju inflasi dan berusaha menurunkan tingkat inflasi tersebut (Romer,

1993). Ketergantungan yang tinggi pada tarif impor sebagai sumber pendapatan

pemerintah adalah aspek utama yang menghalangi proses keterbukaan

perdagangan dalam perekonomian, namun perlahan mulai berkurang dengan

(10)

pembatasan kuantitatif, dan hambatan nontarif lainnya merupakan instrumen

kebijakan utama yang pada awalnya digunakan untuk melindungi industri yang

merupakan substitusi impor domestik. Dengan adanya liberalisasi perdagangan,

perekonomian diharapkan semakin membaik. Dalam penerapan dan pelaksanaan

liberalisasi perdagangan diduga akan menyebabkan inflasi tinggi. Inflasi ini di

duga berasal dari barang impor yang membawa inflasi yang berasal dari mitra

dagang. Selain menjalin hubungan baik dengan negara tetangga, Indonesia juga

menjadi pelopor berdirinya beberapa organisasi multilateral yang sampai sekarang

tumbuh dan berkembang menjadi organisasi besar, yaitu ASEAN (Asosiation Of

South East Nation) yang merupakan kumpulan negara-negara Asia Tenggara.

Organisasi ini membidangi masalah ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan

lain-lain. Sampai sekarang ASEAN menjadi organisasi yang besar. Belum lama ini

ASEAN telah sampai pada tahap perdagangan bebas (free trade) yang dikenal

dengan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area), sehingga Indonesia dan

seluruh negara-negara ASEAN lainnya harus berlomba untuk menjadi yang

terbaik. Dengan demikian tiap-tiap negara anggota harus lebih aktif dan inovatif,

(11)

Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia

Gambar 1. Derajat Keterbukaan Ekonomi Indonesia

Berdasarkan gambar 1 derajat keterbukaan didasarkan pada shared total trade

pada GDP. Terlihat bahwa hubungan antara perekonomian nasional dengan

internasional melaui perdagangan, yaitu melalui ekspor dan impor tidak dapat

terhindari. Ini menunjukkan keterkaitan yang kuat terhadap kondisi ekonomi

negara mitra dagang. Adanya relevansi antara keterbukaan ekonomi dengan harga

domestik, yaitu menyebabkan harga barang domestik akan dipengaruhi struktur

perekonomian negara mitra dagang. Banyak hal yang mendorong suatu negara

melakukan perdagangan Internasional atau menganut perekonomian terbuka,

seperti perbedaan sumber daya yang dimiliki untuk memperluas pangsa pasar

produksi nasional dengan menjalin hubungan politik dagang internasional dan

banyak hal lain yang mempengaruhi (Boediono,1981).

(12)

Pada penelitian ini akan dianalisis dampak perekonomian terbuka terhadap inflasi.

Pengaruh yang besar akan terjadi ketika suatu negara melakukan perdagangan

besar. Inflasi dipengaruhi melalui sisi permintaan dan sisi penawaran.

Perdagangan internasional akan mempengaruhi melalui penawaran. Import akan

mempengaruhi ketersedian barang dan jasa dalam negeri, sehingga kelangkaan

akan dapat di hindari. Terdapat perbedaan terhadap teori yang terdahulu. Pada

teori terdahulu diduga perekonomian terbuka akan berpengaruh negatif terhadap

inflasi. Teori David Ricardo, keunggulan komparatif (komparatif advantage),

beranggapan bahwa negara akan mengekspor barang yang memiliki keunggulan

komparatif tinggi dan akan mengimpor barang yang memiliki keunggulan

komparatif yang rendah. Dengan demikian semakin tinggi derajat keterbukaan,

maka inflasi cenderung menurun. Karena kelebihan permintaan dalam negeri akan

tercukupi oleh barang-barang import dari negara yang memiliki kelebihan akan

barang tersebut. Secara empiris, sejumlah studi telah meneliti efek keterbukaan

perdagangan terhadap inflasi dan telah mencapai hasil yang kurang jelas.

Beberapa penelitian telah mengidentifikasi efek negatif dari keterbukaan

perdagangan terhadap inflasi (Triffin dan Grubel(1962) Whitman (1969) Iyoha

(1973); Romer (1993); Lane (1997); Sachsida (2003) IMF (2006 )) yang lain

menegaskan hubungan yang tidak signifikan atau bahkan positif (Alfaro( 2005);

Kim dan Beladi (2005); Evans, 2007). Atau, Bleaney (1999) menetapkan bahwa

korelasi negatif yang kuat antara keterbukaan dan inflasi muncul hanya pada

periode 1970-an sampai 1980-an dan menghilang pada periode 1990-an. Ada

sejumlah alasan untuk kesimpulan yang bertentangan termasuk penelitian

(13)

berbeda untuk menganalisis efek perbedaan dalam tingkat keterbukaan. Namun

demikian perdebatan tetap terjadi baik dalam hal tataran teoritis maupun empiris.

Argumentasi tentang relevansi cara pandang The Globe-Centric dalam

menjelaskan peningkatan peran integrasi ekonomi terhadap pembentukan inflasi

atau dampaknya terhadap perilaku inflasi. Di sisi lain, ada cara pandang The

Country-Centric yang menganggap bahwa ekses permintaan sebagai penentu

tingkat inflasi berada pada ruang lingkup satu negara sehingga inflasi bersifat

eksklusif. Pengaruh internasional semata-mata hanya ada dalam nilai tukar dan

harga import (Borio dan Filardo,2006). Pada penelitian lain, para ekonom

berpendapat bahwa ada kecenderungan inflasi meningkat ketika derajat

keterbukaan perekonomian suatu negara semakin tinggi atau dengan kata lain

terdapat hubungan positif antara perekonomian terbuka terhadap inflasi

(Zakaria,2007).

Inflasi merupakan kenaikan jumlah uang beredar (JUB) secara keseluruhan tanpa

diikuti peningkatan produksi barang dan jasa dalam negeri (Soediyono,1981).

Inflasi begitu penting dan menarik karena masalah ekonomi yang dialami seluruh

negara diseluruh dunia, termasuk Indonesia yang tidak luput dari masalah inflasi.

Inflasi akan baik pada proporsi yang tepat. Bila tidak ada inflasi atau terjadi

deflasi (deflation), maka merupakan masalah baru bagi suatu negara. Bank Sentral

sebagai pengatur kebijakan moneter yang masuk didalamnya jumlah uang

beredar menetapkan sasaran utama dan sasaran antara. Berdasarkan

Undang-Undang No.3 Tahun 2004, perubahan dari UU No.23 Tahun 1999, tugas pokok BI

(14)

Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia

Gambar 2. Tingkat Inflasi Indonesia

Dengan tercapainya tujuan akhir kebijakan moneter berupa inflasi yang stabil dan

rendah, maka secara tidak langsung akan mendukung kesinambungan neraca

pembayaran dan perekonomian nasional. Untuk Bank Indonesia memiliki sasaran

utama atau tujuan utama yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah, baik kedalam

maupun keluar. Kedalam menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan

jasa, sedangkan keluar adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Indonesia dan hampir seluruh negara dunia menerapkan perekonomian terbuka,

dimana menjalin kerja sama dalam banyak hal dengan negara lain terutama dalam

perdagangan. Di dalam perekonomian terbuka memasukkan unsur perdagangan

luar negeri dalam perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang

digambarkan melalui eksport dan import. Pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat

disediakan dalam negeri atau perbedaan sumber daya alam yang dimiliki dapat

dipenuhi dengan perdagangan tersebut. Ini adalah salah satu faktor utama dari

(15)

banyak faktor yang mendorong perdagangan internasional baik bilateral maupun

multilateral. Ketika melakukan perdagangan atau membuka jalur perekonomian

negara yang disebut Perekonomian Terbuka, keadaan ekonomi Internasional dapat

mempengaruhi perekonomian dalam negeri.

Fluktuasi atau guncangan ekonomi dapat disebabkan oleh perubahan permintaan

agregat (demand shock) maupun perubahan penawaran agregat (supply shock)

seperti meningkatnya harga impor dari barang-barang intermediate misal harga

bahan baku utama. Implikasi kenaikan harga barang impor terhadap

perekonomian secara umum dapat dipahami melalui mekanisme permintaan dan

penawaran. Mekanisme permintaan dan penawaran dapat diterjemahkan melalui

dua saluran transmisi, yaitu :

1. Kenaikan harga barang impor akan menimbulkan goncangan yang negatif

pada sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya kenaikan harga,

misalkan harga barang modal akan menyebabkan naiknya biaya bagi

perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan

mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah jumlah produksi

atau untuk produk tertentu perusahaan bahkan mengurangi jumlah

produksi.

2. Kenaikan harga mempresentasikan pergeseran dasar tukar perdagangan

(terms of trade) dari negara-negara importir/konsumen ke negara-negara

eksportir/produsen. Akibatnya, pendapatan dan belanja riil di

(16)

Dengan demikian, transmisi kenaikan harga barang impor melalui kedua saluran

tersebut akan menyebabkan berkurangnya permintaan agregat (aggregate

demand) dan penawaran agregat (aggregate supply), selanjutnya akan membawa

implikasi turunnya output atau melemahnya pertumbuhan ekonomi. Terdapat

peningkatan harga dari barang impor (dengan asumsi perekonomian hanya

tergantung dari impor serta biaya upah bersifat tetap/ kaku (rigid)). Hal ini akan

meningkatkan biaya produksi dan harga dari barang-barang domestik yang

ditawarkan oleh produsen. Implikasi dampak kenaikan harga ini akan mengurangi

output. Dengan kata lain, guncangan penawaran mengakibatkan stagflasi yaitu

kondisi perekonomian akan mengalami stagnasi (penurunan output) dan inflasi

(kenaikan harga). Dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian kondisi

ekuilibrium perekonomian.

Efek peningkatan harga ini akan berdampak pada pengurangan upah riil (W/P).

Ketika kontrak kerja diperbaharui dengan upah nominal yang lebih rendah

(kondisi full employment). Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa peningkatan

harga barang impor akan menyebabkan transfer pendapatan riil dari negara

pengimpor kepada negara eksportir. Transfer pendapatan riil dari negara

pengimpor ini merefleksikan penurunan output dalam perekonomian yang

memproduksi dengan ketersediaan tenaga kerja (net of the real cost of the

imported input). Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang guncangan

penawaran agregat dapat berdampak stagflasi yaitu kondisi perekonomian akan

(17)

Lebih lanjut, secara spesifik efek perubahan harga barang Impor terhadap kinerja

variabel makroekonomi dapat dijelaskan melalui 6 (enam) mekanisme transmisi,

yaitu:

1. Efek guncangan sisi penawaran (supply-side shock effect) adalah fokus

pada dampak langsung perubahan biaya marginal produksi dan

pengurangan keuntungan perusahaan yang disebabkan oleh guncangan

harga impor bahan mentah terhadap output.

2. Efek transfer pendapatan (wealth transfer effect) adalah menekankan pada

perubahan angka konsumsi marginal dari dan surplus perdagangan,

dengan kata lain akan terjadi transfer pendapatan (peningkatan pendapatan

riil) dari negara pengimpor ke negara pengekspor melalui pergeseran

terms of trade.

3. Efek inflasi (inflation effect) adalah menganalisa hubungan antara inflasi

domestik dan harga barang impor. Kenaikan inflasi merupakan implikasi

dari efek inflasi yang sangat berpengaruh dari pass-through inflation effect

harga-harga barang impor terhadap inflasi domestik. Kebijakan suatu

negara merespon kebijakan moneter ketat yang dilakukan masing-masing

negara untuk mengurangi tekanan inflasi. Reaksi konsumen terhadap

penurunan pendapatan riil dengan meminta kenaikan gaji yang lebih

tinggi, serta bagaimana produsen berupaya mengembalikan profit margin.

4. Efek keseimbangan riil (real balance effect) adalah menginvestigasi

(18)

5. Efek penyesuaian sektor adalah mengestimasi pernyesuaian biaya sektoral

dari industri, terutama dipergunakan untuk menjelaskan dampak

guncangan harga.

6. Efek yang tidak diantisipasi (unexpected effect) adalah fokus pada tentang

ketidakpastian harga dunia dan dampaknya.

Dalam perkembangannya sekarang ini, banyak peneliti berpandangan bahwa

globalisasi telah mengurangi peran faktor domestik dan meningkatkan peran

ekonomi global dalam proses pembentukan inflasi. Dengan demikian telah terjadi

pergeseran pemikiran yang relatif besar dari para peneliti dengan menurunkan

derajat peran domestik dengan menempatkan peran ekonomi global sebagai faktor

yang lebih menentukan inflasi.

Dari pemaparan sebelumnya, pada penelitian ini akan menganalisis pengaruh

derajat keterbukaan perekonomian terhadap inflasi Indonesia. Serta melihat

variabel mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap pembentukan inflasi di

Indonesia antar variabel derajat perekonomian terbuka dengan variabel dari dalam

dan luar negeri yang diduga berpengaruh terhadap pembentukan inflasi di

Indonesia. Varibael derajat keterbukaan perekonomian diperoleh dari Persentase

Penjumlahan Ekspor dan Impor dibagi dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)

(Zakaria, 2010). Variabel dalam dan luar negeri yang diduga mempengaruhi

inflasi pada penelitian ini yaitu jumlah uang beredar (M2), nilai tukar nominal,

(19)

Tabel 1. Negara Importir Indonesia. Negara

Importir 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Negara lain 24.0 25.2 23.3 21.0 23.1 21.4 20.3 23.1

Korea Selatan 4.2 4.0 3.3 4.9 4.9 5.2 5.1 5.5

Amerika Serikat 9.5 9.4 9.0 7.3 9.0 8.6 8.9 7.7

RRC 11.3 13.1 15.1 15.2 17.3 18.2 23.7 18.7

Jepang 17.1 13.0 12.3 15.1 12.6 15.6 17.3 13.6

Uni Eropa 14.4 14.3 14.6 10.7 11.1 9.0 8.8 8.9

ASEAN 19.5 20.9 21.4 25.4 21.9 22.0 22.8 22.5

Sumber : BPS.

Berdasarkan Tabel diatas dapat ditarik kesimpulan adalah RRC merupakan mitra

dagang yang mendominasi impor Indonesia sehingga data dalam penelitian ini

akan mengunakan data RRC untuk Nilai Tukar dan Inflasi mitra dagang terbesar

.Untuk Nilai tukar dan Inflasi mitra dagagang menggunakan data Nilai Tukar

Rupiah terhadap Yuan RRC, dan laju inflasi RRC. Variabel-variabel tersebut

diduga secara signifikan mempengaruhi tingkat inflasi berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis tertarik untuk menganalisis apakah

keterbukaaan perekonomian memiliki kecenderungan akan mempengaruhi tingkat

inflasi di Indonesia. Maka dirumuskan bahwa:

1. Apakah keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap inflasi domestik ?

2. Apakah jumlah uang beredar (M2), nilai tukar rupiah terhadap Yuan

dagang utama, suku bunga kebijakan dan inflasi negara mitra dagang

(20)

C . Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Membuktikan dan menganalisis pengaruh keterbukaan perekonomian

terhadap tingkat inflasi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh tingkat jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi

di Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh tingkat nilai tukar rupiah terhadap Yuan terhadap

inflasi di Indonesia.

4. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga kebijakan terhadap inflasi di

Indonesia.

5. Menganalisis pengaruh inflasi negara mitra dagang terhadap inflasi di

Indonesia.

D. Kerangka Berfikir

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, penulis membuat suatu alur kerangka

berfikir yang menghantarkan pada apa yang diharapkan dipenelitian ini. Menurut

Teori, inflasi akan dipengaruhi oleh sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada

penelitian ini dititikberatkan pada sisi penawaran yaitu melihat seberapa besar

pengaruh keterbukaan perekonomian terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Pada

teori klasik, inflasi suatu negara akan disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam

negeri seperti jumlah uang beredar, tingkat suku bunga kebijakan, faktor alam

yang mempengaruhi produksi dan distribusi. Kemudian berkembang, dengan

(21)

penawaran tidak hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri. Dengan

demikian dari sisi penawaran dipengaruhi oleh keterbukaan. Pada mulanya, para

ekonom beranggapan bahwa impor sangat mempengaruhi inflasi.

Menurut pandangan konvensional impor akan mengurangi inflasi karena jumlah

barang di dalam negeri akan naik, sehingga kebutuhan dalam negeri akan

terpenuhi dan jauh dari kelangkaan. Menurut teori pertumbuhan baru,

keterbukaan perekonomian mengurangi inflasi melalui pengaruh positif pada

output, terutama melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya yang lebih

baik dengan cara pemanfaatan kapasitas ditingkatkan dan peningkatan investasi

asing (Jin, 2000). Selanjutnya, pendapat yang berlawanan muncul yaitu

keterbukaan perdagangan tidak harus mengurangi inflasi, melainkan

meningkatkan inflasi. Evans (2007), berpendapat bahwa efek positif dari

keterbukaan terhadap inflasi didorong oleh fakta bahwa otoritas moneter meneliti

tingkat kekuatan monopoli di pasar internasional. Konsumen asing memiliki

beberapa derajat sifat kaku dalam permintaan mereka untuk barang-barang yang

diproduksi di negara asal. Keputusan otoritas moneter untuk menyeimbangkan

manfaat pertumbuhan uang meningkat yang berasal dari pengaturan

perekonomian terbuka dengan terkenal biaya pajak konsumsi inflasi. Selanjutnya,

hal ini juga memungkinkan untuk perekonomian terbuka untuk mengimpor inflasi

dari seluruh dunia melalui harga barang jadi yang di produksi impor atau impor

bahan baku. Selain itu, dengan adanya perekonomian terbuka otoritas fiskal dan

moneter cenderung kehilangan kemampuan mereka untuk mengendalikan inflasi

melalui kebijakan fiskal dan moneter. Berdasarkan alasan atau asumsi ini maka

(22)

inflasi. Beberapa peneliti sebelumnya, telah banyak menitikberatkan masalah ini

dan hasilnya signifikan bahwa keterbukaan berpengaruh negatif terhadap inflasi.

Variabel perekonomian terbuka digambarkan melalui penjumlahan ekspor

ditambah dengan impor. Dalam penelitian ini akan digunakan data ekspor dan

impor keseluruhan (migas + non migas). Selain variabel perekonomian terbuka,

peneliti juga memasukan variabel -variabel kontrol yang juga diduga secara

signifikan mempengaruhi inflasi berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya.

Berdasarkan penelitian sebelumya peneliti membuat kerangka berfikir sebagai

berikut :

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Adapun variabel kontrol yaitu jumlah uang beredar yang digambarkan tingkat

(23)

salah satu mitra dagang indonesia. Jika selanjutnya perekonomian terbuka secara

signifikan mempengaruhi inflasi Indonesia, selanjutnya akan dilihat variabel mana

yang paling mempengaruhi inflasi di Indonesia.

E. Hipotesis

Bedasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mengenai pengaruh keterbukaan

perekonomian terhadap inflasi, maka :

1. Diduga Derajat Perekonomian Terbuka (OPENC)berpengaruh terhadap

inflasi di Indonesia.

2. Diduga Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh terhadap inflasi di

Indonesia.

3. Diduga Nilai Tukar Rupiah Terhadap Yuan berpengaruh terhadap inflasi

di Indonesia.

4. Diduga Suku Bunga Kebijakan berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia

5. Diduga Inflasi mitra dagang utama berpengaruh terhadap inflasi di

Indonesia.

F. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka pemikiran,

hipotesis penelitian, dan sistematika penulisan.

(24)

Bab III. Metode penelitian. Terdiri dari tahapan penelitian, sumber data, batasan variabel, alat analisis serta pengujian hipotesis.

Bab IV. Hasil Perhitungan dan Pembahasan. Bab V. Simpulan dan Saran.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Perekonomian Terbuka (open economy)

Pada umumnya, perekonomian yang dianut negara di dunia adalah perekonomian

terbuka dan perekonomiam tertutup. Pengertian perekonomian terbuka adalah

perekonomian suatu negara yang terlibat luas dalam perdagangan antar negara.

Sedangkan perekonomian tertutup, tidak mengenal adanya perdagangan

internasional. Hampir seluruh negara di dunia menganut perekonomian terbuka.

Dengan ikut dalam perdagangan internasional, dapat memacu ekonomi nasional,

karena dengan perdagangan internasional akan memperluas pangsa pasar dan

meningkatkan daya saing produksi dalam negeri. Kegiatan perdagangan

internasional meliputi ekspor dan impor. Perdagangan internasional merupakan

salah satu sumber penerimaan negara yang berupa devisa.

1. Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional

Dalam perdagangan internasional, terdapat 4 faktor yang menjadi pendorong

kepada semua negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri,

(26)

a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri

Alasan berbagai negara melakukan perdagangan satu sama lain adalah

karena setiap negara tidak menghasilkan semua barang yang dibutuhkannya.

Negara-negara maju memerlukan sumber daya alam yang hanya dihasilkan

dari negara-negara di Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan

Thailand, sedangkan negara-negara tersebut tidak mampu menghasilkan

beberapa hasil industri modern seperti negara-negara maju.

b. Mengimpor teknologi yang lebih moderen dari negara lain

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari

teknik produksi yang lebih modern dan cara-cara memimpin perusahaannya

yang lebih modern. Yang lebih penting lagi, perdagangan luar negeri

memungkinkan negara tersebut mengimpor mesin-mesin atau alat-alat yang

lebih modern untuk mewujudkan teknik produksi dan cara yang lebih baik

tersebut. Keuntungan ini akan dinikmati di negara berkembang. Di

negara-negara tersebut kegiatan ekonominya masih banyak yang menggunakan

teknik produksi dan manajemen yang tradisional. Oleh karena itu,

produktivitas masih sangat rendah dan produksinya sangat terbatas dengan

mengimpor teknologi yang lebih modern, negara tersebut dapat

meningkatkan produktivitasnya dan ini akan mempercepat pertambahan

(27)

c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri

Beberapa jenis industri telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri

sebelum mesin-mesinnya sepenuhnya digunakan. Ini berarti bahwa industri

itu masih dapat menaikkan produksinya dan memperbesar keuntungannya

apabila masih terdapat pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh

industri itu. Karena seluruh permintaan dari dalam negeri telah dipenuhi,

satu-satunya cara untuk memperoleh pasarannya adalah dengan

mengekspornya ke luar negeri. Apabila kapasitas dari mesin-mesin yang

digunakan masih sangat rendah sehingga pengunaan mesin-mesin itu belum

mencapai tingkat yang optimal ekspor luar ngegeri akan mempertinggi

efisiensi dari mesin-mesin yang digunakan dan mengurangi ongkos

produksi. Faktor yang balakangan ini selanjutnya akan menimbulkan

keuntungan yang lebih banyak lagi.

d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab yang terutama dari kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk

memperoleh keuntungan yang ditimbulkan oleh spesialisasi di antara

berbagai negara. Walaupun suatu negara dapat memproduksikan

barang-barang yang sama jenisnya dengan yang dishasilkan di negara lain, tetapi

mungkin negara tersebut lebih suka mengimpor barang-barang tersebut dari

luar negeri dan bukan menghasilkannya sendiri. Sebagai gantinya negara itu

akan memperluas kegiatannya di dalam menghasilkan barang-barang yang

dapat dijual dengan menguntungkan ke luar negri. Dengan cara ini negara

(28)

lebih efisien, dan penduduk negara tersebut akan dapat menikmati lebih

banyak barang daripada barang apabila negara itu tidak melakukan

spesialisasi dan perdagangan.

2. Keuntungan atau Manfaat Perdagangan Internasional

a. Teori Keuntungan Absolut (Adam Smith)

Teori keunggulan mutlak disampaikan pada Adam Smith pada tahun 1776

dalam bukunya, The Wealth of Nations, yang menganjurkan perdagangan

bebas sebagai suatu kebijakan yang paling baik untuk negara-negara di

dunia. Dengan perdagangan bebas, setiap negara dapat berspesialisasi

dalam produk komoditas yang memiliki keunggulan mutlak dan megimpor

komoditas yang mengalami kerugian mutlak. Spelisasi ini akan

menghasilkan pertambahan produk dunia yang dapat dimanfaatkan

bersama-sama melalui antarnegara. Dengan demikian teori menerangkan

bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah

pihak. Keuntungan mutlak adalah keuntungan yang diperoleh sesuatu

negara dari melakukan spesialisasi dalam kegiatan menghasilkan

produksinya kepada barang-barang yang efesiensinya lebih tinggi daripada

dinegara-negara lain.

b. Teori Keuntungan Komparatif (David Ricardo)

Perdagangan luar negeri dapat pula berlangsung di anatara 2 negara dimana

salah satu negara tersebut lebih efisien dari negara lain di dalam

(29)

pihak akan memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut.

Perdagangan itu dimungkinkan oleh wujudnya suatu bentuk keuntungan

yang dinamakan keuntungan komparatif. Untuk memperoleh keuntungan

dari spesialisasi haruslah setiap negara menghasilkan barang-barang yang

memiliki keuntungan mutlak atau komparatif. Dengan melakukan

spesialisasi tersebut suatu negara dapat mempertinggi efisiensi penggunaan

faktor-faktor produksi dan penduduknya dapat menikmati lebih banayak

barang.

Mundell-Fleming ekstensi dari Barro dan Gordon (1983) model yang

menunjukkan ada hubungan terbalik antara keterbukaan dan inflasi. Dalam model

ini kebijakan moneter ekspansif menyebabkan peningkatan output domestik dan

penurunan yang signifikan pada perdagangan. Sebagai efek dari perekonomian

terbuka, insentif pembuat kebijakan (diskresi) moneter mengalami perubahan

karena keterbukaan mengubah kemiringan kurva Phillips dan pengaruh kebijakan

moneter terhadap output.

Model Mundell-Flemming

Hubungan antara nilai tukar dengan harga dalam makroekonomi dapat melalui

pasar uang dan pasar barang. Salah satu model yang digunakan untuk memahami

hubungan tersebut adalah model Mundell-Flemming yang dikembangkan sekitar

tahun 1960-an oleh Robert A. Mundell dan J. Marcus Flemming. Model

Mundell-Flemming membuat suatu asumsi penting dan ekstrem: perekonomian

terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Yaitu, perekonomian bisa

(30)

dunia dan akibatnya, tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga

dunia. Secara matematis, kita bisa menulis asumsi itu sebagai (Mankiw, 2000)

r = r*

Model Mundell-Flemming adalah versi perekonomian terbuka untuk model

IS-LM. Model ini menuliskannya dalam persamaan berikut (Mankiw, 2000)

IS*

LM*

Persamaan pertama menjelaskan keseimbangan di pasar barang dan persamaan

kedua menjelaskan keseimbangan di pasar uang. Variabel eksogen adalah

kebijakan fiskal G dan T, kebijakn moneter M, tingkat harga P, dan tingkat bunga

dunia r*. Variabel endogen adalah pendapatan Y dan kurs e.

Gambar Mundell-Flemming ini menunjukkan kondisi keseimbangan pasar barang

IS* dan kondisi keseimbangan pasar uang LM*. Kedua kurva mempertahankan

tingkat bunga konstan pada tingkat bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini

menunjukkan tingkat pendapatan dan kurs yang memenuhi keseimbangan baik di

pasar barang maupun pasar uang. Titik e* merupakan kurs keseimbangan, dan Y*

(31)

Sumber: Mankiw, 2000: 295

Gambar 4. Model Mundell-Flemming

Sumber: Mankiw, 2000: 297

Gambar 5. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang

Dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh tingkat bunga

dunia. Begitu kenaikan dalam penawaran uang menekan tingkat bunga domestik,

modal mengalir keluar dari perekonomian, karena investor mencatat peluang yang

lebih menguntungkan di mana saja. Aliran modal keluar ini melindungi tingkat

bunga domestik agar tidak turun. Selain itu, karena aliran modal keluar

meningkatkan penawaran mata uang domestik di pasar kurs mata uang asing, kurs

.

… 3.…dan meningkatkan

(32)

mengalami depresiasi. Penurunan dalam kurs membuat barang-barang domestik

menjadi relatif mahal terhadap barang-barang luar negeri dan meningkatkan

ekspor bersih. Maka, dalam perekonomian terbuka kecil, kebijakan moneter

mempengaruhi pendapatan melalui kurs, bukan tingkat bunga (Mankiw, 2000).

Implikasi bagi kebijakan moneter dari model ini adalah bahwa semakin sempurna

mobilitas kapital, kebijakan moneter akan semakin efektif. Hal ini dapat

diterangkan sebagai berikut (Santoso dan Iskandar, 1999):

a. Kebijakan moneter yang kontraktif akan mendorong suku bunga dalam negeri

meningkat dan nilai tukar akan cenderung apresiatif. Nilai tukar yang

apresiatif akan mendorong impor dan menurunkan ekspor sehingga neraca

transaksi berjalan akan memburuk. Suku bunga yang tinggi akan mendorong

aliran model masuk sehingga transaksi modal membaik. Overall BOP akan

mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan

nilai tukar yang menguat.

b. Transmisi ke harga domestik dapat dijelaskan melalui dua saluran sebagai

berikut:

i. Apresiasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menurunkan

biaya produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran

agregat ke kanan bawah sehingga harga dalam negeri turun.

ii. Kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan uang dari

masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kiri atas dan

(33)

c. Kebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong menurunnya suku bunga

dan nilai tukar akan cenderung depresiatif. Nilai tukar yang depresiatif akan

menurunkan impor dan menaikkan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan

akan membaik. Suku bunga yang rendah akan menghambat aliran modal

masuk sehingga neraca transaksi modal akan memburuk. Overall BOP akan

mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan

nilai tukar yang melemah.

d. Transmisi ke tingkat harga domestik dapat dijelaskan melalui tiga saluran

sebagai berikut:

i. Depresasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menaikkan biaya

produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran

agregat ke kiri atas sehingga harga dalam negeri meningkat.

ii. Penurunan suku bunga akan menambah permintaan uang dari

masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kanan

bawah dan menyebabkan harga-harga dalam negeri semakin meningkat.

iii. Kenaikan harga-harga dalam negeri akan memacu para buruh untuk

menaikkan upah nominalnya sehingga akan menaikkan biaya produksi

dan semakin meningkatkan harga-harga.

e. Namun demikian, model ini tidak memasukkan unsur ekspektasi. Ekspektasi

yang bersifat regresif akan memberikan efek yang berbeda dari kebijakan

moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil. Selain itu, model ini

menggaris bawahi beberapa asumsi sebagai berikut:

i. Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri merupakan faktor

(34)

ii. Suku bunga dan nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dan erat.

iii. Kondisi Marshall-Lerner terpenuhi, yaitu elastisitas harga dari

penawaran ekspor dan permintaan impor harus lebih dari satu.

B. Inflasi

Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan

perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya Inflasi meupakan kenaikan harga

secara ummum dan berlangsung terus-menus (FE UI,2006). Inflasi menurut

keparahannya dalam perekonomian dapat bervariasi. Semakin tinggi inflasi

maka semakin parah dampak yang ditimbulkanya pada perekonomian. Berikut

ini merupakan jenis-jenis inflasi:

A.1 Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya Berdasarkan tingkat keparahanya inflasi dibagi menjadi:

A.1.1 Inflasi Ringan

Inflasi ringan terjadi ketika tingkat harga umum mengalami kenaikan

dibawah 10 % per tahunya. Inflasi ringan merupakn salah satu gejala

ekonomi yang wajar karena masih mudah dikendalikan. Harga-harga secara

umum mengalami kenaikan, namun tidak menyebabkan krisis ekonomi.

Inflasi ringan sering pula disebut single digit inflation atau inflasi satu digit.

A.1.2 Inflasi Sedang

Inflasi sedang berkisar antara 10% hingga 25% per tahun. Inflasi ini belum

membahayakan perekonomian, namun sudah menye.babkan penurunan

tingkat kesejahtraan masyarakat, terutama masyarakat yang ber penghasilan

(35)

A.1.3 Inflasi Berat

Pada tingkat berat sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Harga-harga

barang mengalami lonjakan yang drastis, sehingga masyarakat cenderung

untuk menimbun barang. Kenaikan harga barang umum pada inflasi berat

bisa mencapai 25% hingga 100%per tahun. Dalam kondisi ini, masyarakat

enggan menabung, karena bunga tabungan lebih rendah dari pada tingkat

inflasi.

A.1.4 Hiperinflasi (Inflasi Sangat Berat)

Dalam kondisi hiperinflasi, perekonomian sudah sangant kacau balau.

Kebijakan fiskal maupoun moneter yang ditempuh sudah tidak mampu untuk

mengendalikan situasi perekonomian. Inflsi ini bisa mencapai lebih dari

100% per tahun dan tidak hanya berdampak bada bidang ekonomi namun

berdampak pula pada bidang sosial politik.

A.2 Inflasi Berdasarkan Penyebabya

Sedangkan inflasi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Inflasi permintaan. Istilah lain untuk inflasi semacam ini atara lain

demand-pull inflation, inflasi tarikan permintaan dan demand inflation

b. Inflasi Penawaran. Istilah lain yang banyak dipakai untuk inflasi semacam

ini yaitu cost-push inflation dan supply inflation.

c. Inflasi campuran. Yaitu inflasi yang mempuyai unsur bail demand pull

maupun cost-push. Atau dapat disimpulkan inflasi campuran (mixed

(36)

A.2.1 Inflasi permintaan (Demand-Pull Inflation)

Seperti tersirat pada namanya inflsi permintaantimbul sebagai akibat dari pada

terjadinya peningkatan permintaan agregatif. Ada beberapa teori atau model

analisa ekonomi yang dapat dimasukkan kategori inflaso permintaan,

diantaranya:

A.2.1.a Pendekatan teori kuatitas Uang

A.2.1.b Pendekatan celah inflasi

A.2.1.a. Pendekatan Teori Kuantitas Uang

Menurut teori kuantias uang, berpendapat bahwa naik-turunnya tingkat harga

disebabkan oleh naik-turunya jumlah uang yang beredar dalam perekanomian

.sebagai akibat daripada meningkatnya saldo kas yang dimiliki oleh

rumah-rumah tangga dikarenankan karna menngkatnya jumlah uang yang

beredar,angka banding jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan, dirasakan

terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan salo kas tersebut, menurut teori

kuantitas uang , rumah tangga akan langsung mempergunakannya untuk

memperbesar peneluaran konsumsi mereka. Ini yang menyebkan meningkatnya

permintaan agregatif

A2.1.b Inflasi Permintaan Dengan Pendekatan Celah Inflasi

Masalah celah inflasi atau Inflationary gap terjadi apabila besarnya investasi

yang terjadi melebihi besarnya penabungan atau saving pada tingkat pendapatan

full-employment. Pernyataan tersebut tepat jika diterapkan pada perekonomian

(37)

lebih luas ialah bahwa ugkapan inflationary gap terjadi dalam keadaan dimana

besarnya permintaan agregatif , yaitu hasil penjumlahan (C+I+G+(X-M)),

melebihi kapasitas produksi nasional.

Tekanan permintaan digambarkan bergesernya kurva AD0 ke AD1. Tekanan

permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah ditunjukan dari

bergesernya Y0 ke Y1, tetapi diikuti kenaikan harga dari P0 ke P1 .

Gambar 6. Inflasi Tekanan Permintaan.

Dalam inflasi tekanan permintaan, tidak selalu berarti penawaran agregat (AS)

tidak bertambah . pada dararnya ketika terjadi peningkatan penawaran,

jumlahnya akan lebih kecil dari peniningkatan permintaan agregat (AD).

A.2.2 Inflasi Dorongan Biaya

Inflsi dorongan biaya terjadi karena kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya

produksi. Kenaikan biaya produsi dapat berupa kenaikan harga bhan baku, harga

bahan bakar, atau adanya kenaikan upah pekerja. AS0

AD1

AD0

P0

P1

Y1 Y2

Y P

(38)

Gambar 7. Inflasi Dorongan Biaya.

Kenaikan biaya produksi akan memaksa perusahaan mengurangi penawaranya.

Penawaran agregat akan berkurang dan tingkat harga umum akan naik dari P0 ke

P1 . jika demikian yang terjadi, maka inflasi akan disertai penurunan kegiatan

ekonomi Sehingga jumlah produksi nasional turun dari Y0 ke Y1.

A.2..3 Inflasi Campuran (Mixed Inflation)

Dalam pratik , kedua jenis inflasi diatas jarang sekali dijumpai secara terpiasah.

Pada umumnya, inflsi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah campuran

antara tekanan permintaan (demand-pull inflation) dengan inflasi dorongan Biaya

(cosh-push inflation).

A.3 Inflasi Berdasarkan Asalnya

Berdasarkan asalya, inflsi terbagi menjadi:

A.3.1 Inflasi dari Dalam Negri (Domestic Inflation) Y2

P1

P

P2

Y 0

AS0

AD 0 AS1

(39)

Inflasi ini berasal dari dalam negri. Adapun penyebabnya, adanya defisit

anggaran pemerintah yang mendorong pencetakan uang, kenaikan upah

pekerja, dan gagal panen.

A.3.2 Inflasi yang berasal dari Luar Negri (Imported Inflation)

Inflasi ini merupakan dampak dari perekonomian terbuka, dimana terjadi

karena adanya pengaruh kebikan harga barang impor . Jika barang-barang

impor berasal dari negarayang mengalami inflasi, maka harganya akan

semakin mahal. Kenaikan harga barang impor ini akan mempengaruhi biaya

produksi industri bahan baku atau barang modal yang diimpor.

Beberapapa indikator inflasi yang sering digunakan untuk mengukur inflasi:

a. Indeks Harga Konsumen (IHK)/ Consumer Price Index (CPI)

Menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam

satu periode tertentu, dangan menghitung harga barang dan jasa utama,

masing-masing diberi bobot sesuai dengan tingkat keutamaannya. Semakin

penting diberi bobot semakin besar. Jika IHK semakin besar maka telah terjadi

inflasi.

b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Whosale Price Index/ Producer Price

Index). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen maka IHPB/ PPI melihat

inflasi dari sisi produsen.

c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang sederhana, ekonom menggunakan

IHI, angka deflator ini diperkenalkan dalam pembahasan PDB/GDP

(40)

pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya

merupakan inflasi.

Consumer Price Index (CPI) disebut juga Indeks Harga Konsumen (IHK) paling

banyak digunakan untuk menghitung laju inflasi, termasuk Indonesia. IHK dapat

digunakan untuk menghitung laju inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan

tahunan (www.bps.com). Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

LIt : Laju inflasi pada tahun atau periode t

IHKt :Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t

IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada tahun t-1 atau peiode t-1

Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:

1. Indeks biaya hidup

2. Indeks harga perdagangan besar

3. GNP deflator

C. Agregat Moneter (M2)

Definisi tentang uang yang lebih luas sering disebutkan sebagai M2. M2 diperoleh

dai penjumlahan M1 (uang kartal dan uang giral) dengan uang kuasi (near

money). Uang kuasi merupakan kekayaan finansial yang dapat segera dicairkan.

Meskipun secara langsung tidak berfungsi menjadi media tukar atau alat

(41)

giral.cotohnya adalah deposito berjangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu

tahun) dan rekening simpanan atau tabungan di bank umum.(Mishkin,2008)

D. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs (exchange rate)

adalah harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain disebut. Fluktuasi

kurs mempengaruhi inflasi maupun output, dan menjadi pertimbangan penting

dalam mengambil kebijakan moneter. Ketika nilai uang jatuh, harga barang

yang diimpor menjadi lebih mahal yang secara langsung akan menaikkan tingkat

harga inflasi. Penurunan nilai uang, membuat barang-barang menjadi lebih

murah bagi orang asing, memeningkatkan permintaan barang dalam negeri dan

mendorong produksi output yang lebih tinggi. Transaksi yang dilakukan di

pasar valuta asing menentukan harga dari mata uang-mata uang yang

dipetukarkan yang selanjutnya menentukan biaya dari pembelian barang-barang

dan aset keuangan asing. Apabila suatu mata uang nilainya meningkat, disebut

mengalami apresiasi dan jika menurun disebut mengalami depresiasi.

Tempat jual beli kurs disebut sebagai pasar valuta asing. Pasar valuta asing

diperdagangkan sebagai pasar over-the-counter dimana beberapa ratus pialang

(sebagian besar bank-bank) siap untuk membeli dan menjual simpanannya

dalam denominasi mata uang asing. Oleh karena pialang ini intensif

berhubungan dengan telepon dan komputer, pasar menjadi sangat bersaing,

akibatnya fungsinya tidak bebeda dengan pasar yang terpusat. Sebagian besar

(42)

berbagai mata uang yang berbeda. Volume di pasar ini sangat besar. Sedangkan

kita membeli valuta asing di pasar ritel dari pialang seperti bank-bank. Oleh

karena harga ritel lebih tinggi dari harga perdagangan besar, ketika kita membeli

valuta asing, kita memperoleh lebih sedikit unit dari mata uang asing per dollar

kurs (Mishkin, 2008).

Menurut Mankiw (2008) nilai tukar terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Kurs nominal (nominal exchange rate), yaitu harga relatif dari mata uang

dua negara yang melakukan perdagangan internasional.

2. Kurs riil (real exchange rate), yaitu harga relatif dari barang-barang ke

dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa

memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari

negara lain.

Dampak tidak langsung (indirect pass-through) depresiasi nilai tukar nominal

terhadap inflasi melalui output gap berdampak menurunkan pertumbuhan

ekonomi sehingga mengurangi tekanan inflasi. Kemungkinan penyebabnya

adalah dampak depresiasi terhadap penurunan impor barang modal untuk

kebutuhan investasi dan penurunan impor bahan baku untuk produksi, baik

untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Disamping itu, depresiasi nilai tukar

menurunkan kualitas neraca perusahaan sehingga mengurangi kemampuan

berinvestasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

E. Suku Bunga Kebijakan

(43)

yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga dipandang

memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian. Berbagai keputusan

yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi terkait erat dengan

kondisi tingkat suku bunga. Konsep mengenai tingkat suku bunga terdiri dari

berbagai macam pendekatan. Pertama adalah konsep tentang real interest rate,

yaitu tingkat suku bunga yang merupakan tingkat suku bunga nominal dikurangi

dengan tingkat inflasi. Kedua adalah konsep atau pendekatan yang dikenal

sebagai yield to maturity. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga

yang tidak memperhitungkan nilai inflasi. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat

suku bunga yang memperhitungkan inflasi, sehingga perhitungan tingkat suku

bunga tersebut lebih mencerminkan cost of borrowing yang sebenarnya (Mishkin,

2007). Tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan ekspektasi perubahan

tingkat harga disebut sebagai ex ante real interest rate. Sedangkan tingkat suku

bunga riil yang memperhitungkan perubahan tingkat harga aktual disebut sebagai

ex post real interest rate. Tingkat suku bunga riil , tingkat suku bunga dan inflasi

dihubungkan oleh persamaan fisher (fisher equation) sebagai berikut:

i = ir+ πe ir = i - πe

Pada saat tingkat suku bunga riil rendah, maka borrowing cost juga menjadi

rendah, sehingga insentif untuk meminjam lebih besar jika dibandingkan dengan

(44)

F. Inflasi Negara Mitra Dagang (I*)

Seperti pada penjelasan sebelumnya, dipaparkan bahwa diduga bahwa inflasi

dipengaruhi faktor dari dalam dan dari luar negri. Dan Inflasi mitra dagang diduga

akan mempengaruhi tingkat inflasi suatu negara yang menerapkan perekonomian

terbuka. Inflasi negara mitra mempengaruhi inflasi domestik melalui jalur harga

barang impor yang mengalami kenaikan akibat inflasi dari negara asal.

G. Tinjauan Empirik

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil

penelitian relevan yang telah dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Tabel 2

dibawah ini berupa ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Zakaria

2010. Penelitian ini penulis gunakan sebagai rujukan utama untuk menggunakan

variabel yang diteliti dalam penulisan skripsi ini, namun dengan sedikit

modifikasi dengan mengganti variabel openness , yang pada penelitian ini

merupakan share perdagangan internasinal terhadap PBD yaitu ekspor +impor

menjadi Ekspor +Impor dibagi dengan GDP. Dan tidak memasukkan variabel

Term of trade dan demokrasi.

Tabel 2. Ringkasan Penelitian “ Openness and Inflation”

Judul Opennest and Inflation Penulis/Tang

gal

Muhamad Zakaria (2010)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: GMM (Generalized Method of Moment) Inflation = β0 + β1 openness + β3 Control + µt

Variabel: Inflation (CPI)

Opennes (shared trade on GDP(export + import) M2 (agregate money)

(45)

Foreign debt Democracy

Jenis Data Data time series Pakistan 1947 sampai 2007, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Perekonomian terbuka secara signifikan mempengaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan

berpengaruh positif. Disamping itu, semua fariabel koontrol, yaitu : M2, Nilai tukar, defisit fiskal, term of trade, utang luar negri, serta demokrasi, berpengaruh secara signifikan pada porsi yang diharapkan. Sehingga kesimpulanya bahwa perekonomian terbuka secara signifikan berpengaruh positif pada kasus Pakistan.

Ringkasan Tabel 3 dibawah ini merupakan penelitian dari Chung-Shu Wu and

Jin-Lung Lin yang menggunakan analisis VAR dengan tujuan menganalisis

hubungan atara perekonomi terbuka dan inflasi pada NIEs ( Newly Industrialized

Economis) dan G7. Dimana NIEs terdiri dari : Hong Kong, Korea, Meksiko,

Filipina, Singapura, Taiwan, sedangkan G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman ,

Itali, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada penelitian ini mengunakan

regresi panel .

Tabel 3. Ringkasan Penelitian “The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7”

Judul The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7

Penulis/Tang gal

Chung-Shu Wu and Jin-Lung Lin(2002)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan pada perekonomian negara-negara yang tergabung dalam NIEs dan G7.

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: VAR (Vector AutoRegression)

π = a0 + a1 openness it + a3 Yit + ε it Variabel:

Inflation (CPI)

Opennes (shared imports on GDP(export /GDP) Y =Pendapatan Perekapita

Jenis Data Data time series dan panel data NIEs dan G7 1973 sampai 2001, sumber data International Financial Statistic

(46)

Kesimpulan perekonomian terbuka secara signifikan mempenhgaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan berpengaruh positif.

Pada Tabel 4 merupakan penelitian dari Muhamad Nadeem Hanif dan Irem

Batool yang meneliti tentang hubungan antara inflasi dan perekonomian terbuka

pada Negara Pakistan. Berikut rangkuman penelitianya:

Tabel 4. Ringkasan Penelitian “Openness and Inflation: A Case Study of

Pakistan”

Judul Openness and Inflation: A Case Study of Pakistan Penulis/Tang

gal

Muhamad Nadeem Hanif dan Irem Batool (2005)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan

Model Over night interest rates(ω4 Δi) Harga Gandum (ω5 gspwt )

Jenis Data Data time series Pakistan 1973 sampai 2005, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemulkan bahwa, perekonomian terbuka secara signifikan dampak positif terhadap inflasi di Pakistan.

Ringkasan tabel 5 merupakan penelitian dari Sunil Asra yang menganalisis

pengaruh perekonomian terbuka terhadap inflasi pada beberapa negara

berkembang, Yaitu : Indoesia, Bangladesh, Chili, Kolombia, Brazil, Malaysia,

Nepal, Pakistan, India, Mesiko, Korea Selatan, Pilipina, Thailand, Sri Langka.

Berikut rangkuman penelitiannya:

(47)

Judul INFLATION AND OPENNESS:

A STUDY OF SELECTED DEVELOPING ECONOMIES Penulis/Tang

gal

Sunil Asra (2005)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan negara-negara berkembang

Model

Estimasi dan Variabel

Estimatimation: FGLS (Feasible generalized laeast squares Y = β0 + β1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] + ε

Variabel:

Inflation (CPI)( Y)

X1 = rate of growth real agriculcultural Value Added X2 = M2 (agregate money)(ω2 gmt-1 )

X3 = Opennes (shared trade on GDP(export + import)

Jenis Data Data panel 1980-1990an, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemulkan bahwa,terdapat hubungan antara perekonomian terbuka terhadap inflasi di negara-negara

berkembang.

Ringkasan tabel 6 merupakan penelitian dari David Romer yang menganalisis

hubungan perekonomian terbuka dan tingkat inflasi di beberapa negara dunia.

Berikut rangkuman penelitannya:

Tabel 6. Ringkasan Penelitian “OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE”

Judul OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE Penulis/Tang

gal

David Romer (1993)

Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan antara perekonomian terbuka dan inflasi.

Model

X1 = Opennes (shared import to GDP) X2 = fixed exchange rates

X3 = log pendapatan real perkapita X4 = variabel dummydari domestik

Jenis Data Data panel 1973-1990an, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

(48)

Rangkuman Tabel 7 merupakan rangkuman penelitian dari Ricard W Evans,

dimana meneliti kembali hubungan antara perekonomian terbka dan inflasi

berdasrkan beberapa tulisan sebelumnya tentang perekonomian terbuka dan

inflasi. Berikut rangkuman penelitiannya:

Tabel 7. Ringkasan Penelitian “IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON AND MONETARY MARKET POWER”

Judul IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON

AND MONETARY MARKET POWER Penulis/Tang

gal

Ricard W Evans (2007)

Tujuan Tulisan ini mengajukan pertanyaan tentang bagaimana derajat keterbukaan ekonomi akan mempengaruhi tingkat inflasi kesetimbangan dalam suatu model twocountry OLG sederhana, dengan persaingan tidak sempurna di mana otoritas moneter di masing-masing negara memilih tingkat pertumbuhan uang untuk memaksimalkan kesejahteraan warganya.

Model

Estimasi dan Variabel

Two-country OLG General eqilibrium Y = β0 + 1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] )+ ε Variabel:

Inflation (CPI)( Y)

X1 = Opennes (impor shared on GDP) X2 = M2 (agregate money)

X3 = Pajak konsumsi

Jenis Data Data panel 1982-2005, sumber data International Financial Statistic.

Hasil dan Kesimpulan

(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Tabel 8. Deskripsi Data Input

Nama Data Selang periode runtun

waktu Satuan pengukuran Sumber Data

Inflasi (CPI) Bulanan Tahun Dasar

2000 Indeks BPS

Ekspor (Migas dan

non migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS

Impor (Migas dan

Migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS

PDB Triwulanan Miliar rupiah (SEKI) – Bank

Indonesia

M2 Bulanan Persentase (SEKI) – Bank

Indonesia

Nilai Tukar Bulanan Rupiah/Yuan(RRC) (SEKI) – Bank

Indonesia

Suku Bunga Bulanan Persentase (SEKI) – Bank

Indonesia

Inflasi negara mitra Bulanan Persentase (SEKI) – Bank

(50)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan cara

mempelajari berbagai sumber baik literatur, makalah, karya ilmiah yang terkait

dengan penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder (time series) yaitu.

B. Batasan Variabel

Batasan Variabel dalam penulisan ini adalah :

1. Inflasi

Merupakan kecendrungan harga-harga untuk naik secara umum dan

terus-menerus. Data Inflasi yang digunakan adalah data bulanan laju Inflasi di

indonesia dari tahun 2005:07 sd 2012 :06.

2. Perekonomian Terbuka (OPENC)

Merupakan kegiatan suatu negara membuka diri dalam banyak hal

terutama dalam bidang ekonomi. Perekonomian terbuka ditunjukkan

dengan adanya kegiatan Ekspor dan Impor. Pada penelitan ini

perekonomian terbuka digambarkan ekspor total ditambah dengan impor

total dibagi dengan PDB. Data yang digunakan adalah data bulanan untuk

ekspor dan impor, dan data triwulanan untuk PDB indonesia dari tahun

2005:07 sd 2012 :06. Derajat Perekonomian terbuka diperoleh dari Total

Trade (ekspor + impor) / Y (PDB).

3. Nilai tukar

Kurs valuta asing yang digunakan kurs tengah mata uang rupiah terhadap

Yuan (independen variabel). Yuan dipilih, sebagai mata uang mitra

(51)

berupa data triwulanan diperoleh dari data SEKI Bank Indonesia dengan

mengambil data di bulan 2005:07 sd 2012 :06. Yuan sebagai mata uang

negara RRC, dipilih dari beberapa negara, sebagai pengimpor terbesar

Indonesia

4. Suku Bunga Kebijakan BI

Data yang digunakan penelitian ini dengan mengambil data bulanan pada

periode 2005:07 sd 2012 :06.

5. Inflasi Mitra Dagang Utama

Inflasi Negara mitra dagang yang dipakai pada penelitian ini adalah inflasi

RRC, sebagai pengimpor terbesar Indonesia. Data yang digunakan

penelitian ini dengan mengambil data di bulan periode 2005:07 sd 2012

:06.

C. Metode Pengolahan Data 1. Interpolasi Data

Interpolasi data adalah suatu metode yang digunakan untuk menaksir

nilai data time series yang pempunyai rentang waktu lebih besar ke

data yang memiliki rentang waktu yang lebih kecil, atau

sebaliknya(tahunan ke triwulanan,triwulan kebulanan). Sebelum

interpolasi dilakukan, kita harus membedakan karakteristik data yang

akan kita gunakan, yaitu perolehan data dari rata-rata atau akumulasi.

Metode interpolasi data dalm penelitian ini adalah menaksir nilai data

bulanan dari data triwulanan, alat yang digunakan adalah Conversion

option – Eviews 4.0. Interpolasi digunakan untuk memperoleh data

(52)

D. Metode Analisis

Pada prinsipnya dalam ECM terdapat keseimbangan yang tetap dalam

jangka panjang antar variable ekonomi, tetapi dalam jangka pendek bisa

saja terjadi ketidakseimbangan. Namun pada dasarnya ketidakseimbangan

dalam suatu periode akan dikoreksi pada periode berikutnya. Jadi proses

koreksi kesalahan dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka

pendek dan jangka panjang.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi berganda. Berdasarkan permasalahan dan hipotesis diatas, maka:

Model Ekonomi:

Π = f (OPC,M2,Exc,i,Π*)

Π = Inflasi

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Rp/$

i = Suku Bunga BI

(53)

Model Matematika

Π = opc + M2 + Exc + i + Π*

Dimana:

Π = Laju Inflasi

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Nilai Tukar Rp/$

i = Suku bunga BI

Π* = Inflasi Mitra Dagang

Model ekonometrika dengan menggunakan ECM

Π = β0 + β1 opc + β2 M2 + β3 Exc + β4i + β4 Π*+ β5 Ect-1 + εt

Dimana:

Π = Laju Inflasi

β0 = Intercept

β1, β2, β3, β4, β5 = Parameter

opc = Openness

M2 = Agregat Moneter

Exc = Nilai Tukar Rp/$

(54)

Π* = Inflasi Mitra Dagang

Ect-1 = Error Corection Model

Εt = kesalahan stokastik

dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan ECM (Error Corection Model)

guna mengatasi regresi lancung atau mengantisipasi adanya pergerakan fluktuasi

jangka pendek antar variabel terikat dan variabel bebas (Granger, C.W.J., 1983).

E. Proses dan Identifikasi Model

1. Uji Stationary

Sebelum melakukan analisa regresi dengan menggunakan data time-series, perlu dilakukan uji stationary terhadap seluruh variabel untuk mengetahui apakah

variabel-variabel tersebut stationary atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan

menggunakan pengujian unit root, yang bertujuan untuk mengetahui apakah

data tersebut mengandung unit root atau tidak. Jika variabel mengandung unit

root, maka data tersebut dikatakan data yang tidak stationary. Penentuan orde

integrasi dilakukan dengan uji unit root untuk mengetahui sampai berapa kali

diferensiasi harus dilakukan agar series menjadi stasionary. Terdapat beberapa

metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas

dipergunakan adalah Augmented Dickey-Fuller dan Phillips–Perron unit root test.

Prosedur pengujian stationary data adalah sebagai berikut :

a. Melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menunjukkan

(55)

b. Selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari

series.

c. Jika hasilnya tidak ada unit root, berarti pada level first difference, series

sudah stationary atau semua series terintegrasi pada orde I(1).

Jika setelah di-first difference-kan series belum stationary maka perlu dilakukan

second difference.

2 Uji Kointegrasi

Menurut Engle-Granger (1987) pendekatan uji kointegrasi digunakan untuk

memberi indikasi awal bahwa model yang kita gunakan memiliki hubungan

jangka panjang (cointegration relation) dalam melakukan uji kointegrasi harus

diyakini dulu bahwa variabel yang kita pakai mempunyai derajat integrasi yang

sama.

Salah satu bentuk pengujian kointegrasi adalah Engle-Granger test (1987). Alat

analisisnya menggunakan uji CRDW (cointegration regression durbin watson)

selain itu juga dapat kita gunakan Johansen test (1988)i menggunakan

multivariate VAR approach. Perbedaan antara keduanya adalah jika johansen test

dapat menghasilkan lebih dari satu nilai cointegration relation. Sedangakan

Engle-Granger hanya 1 kali nilai cointegration relation yang dapat dihasilkan.

Jika terdapat lebih dari satu cointegration relation maka Engle-Granger test

menjadi misleading. Johansen test hanya dapat dinyatakan valid jika data time

series diketahui tidak statonary, jika sudah statonary dapat langsung dilakukan

(56)

3. Model Koreksi Kesalahan

Agus Widarjono (2007) jika ada dua atau lebih variabel yang tidak statonary dan

statonary pada tingkat diferensi dan variabel tersebut terkointegrasi. Namun jika

terdapat semua data tidak stationary maka harus melaksanakan uji CRDW

(cointegration regression durbin watson) untuk melihat ada tidaknya kointegrasi

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adanya kointegrasi berarti adanya

hubungan atau keseimbangan jangka panjang antar variabel. Dalam jangka

pendek mungkin saja terdapat ketidakseimbangan (disequilibirium).

Ketidakseimbangan inilah yang sering kita temui pada prilaku ekonomi. Artinya,

bahwa apa yang diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum tentu sama dengan

apa yang terjadi sebenarnya. Adanya gap tersebut maka diperlukan adanya

penyesuaian (adjustment). Model yang memasukan penyesuaian untuk

melakukan koreksi bagi ketidak seimbangan tersebut disebut model koreksi

kesalahan (error correction model = ECM).

Pendekatan model ECM mulai timbul sejak perhatian para ahli ekonometrika

membahas secara khusus ekonometrika time series. Model ECM pertama kali

diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry

dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger. Model ECM mempunyai

beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah

mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi

lancung (spurius regression).

Gambar

Gambar 1. Derajat Keterbukaan Ekonomi Indonesia
Gambar 2. Tingkat Inflasi Indonesia
Tabel 1. Negara Importir Indonesia.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lopez dkk (2010:81) mengatakan bahwa penerimaan diri adalah kunci utama dari kesejahteraan psikologis individu. Berdasarkan pemaparan di atas, penerimaan diri pada

posttest tinggi dari pada pretest adalah karna siswa yang diajarkan dengan mengunakan model pembelajaran Make a Match salah satu keunggulan teknik ini adalah

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara tingkat harga diri dengan kecenderungan perilaku seks pranikah pada remaja pondok pesantren yang berarti bahwa

Program Feature Dokumenter “1966SK” diharapkan mampu memberikan informasi kepada Masyarakat khususnya masyarakat Kota Semarang tentang sejarah lokalisasi SK, tidak

1) Pendekatan riset sinergitas ABGc (membangun jejaring riset) dirasakan lebih sesuai dengan kultur peneliti Indonesia (kultur gotong-royong dan pertimbangkan keterbatasan

Kunci utama dalam menangani rabies adalah mencegah pada sumbernya yaitu hewan penular rabies (HPR). Sesuai dengan pedoman pengendalian rabies terpadu, metoda pemberantasan

Penulisan ilmiah ini menjelaskan cara membuat website Fashion's Boutique dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP (PHP Hypertext Preprocessor), HTML (Hypertext Markup Language),

Hal ini ditunjukkan dengan peserta didik ikut terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, kelompok remaja di tempat tinggalnya, ikut membagikan masker