ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
(PERIODE 2005:07 – 2012:06)
Oleh
SAUT MANGARATA PANJAITAN
(Skripsi)
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEREKONOMIAN TERBUKA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA
(PERIODE 2005:07 – 2012:06)
Oleh
SAUT MANGARATA PANJAITAN
Perekonomian terbuka adalah salah satu dari banyak variabel yang mempengaruhi tingkat Inflasi suatu negara. Ekonomi global menuntut setiap negara untuk
berperan aktif, bersaing dalam kegiatan ekonomi dunia.Ini berupa memenangkan persaingan pasar produk di pasar global. Indonesia yang juga ikut didalamnya juga semakin berbenah untuk menjadi yang terbaik. Memburuknya ekonomi dunia di pertengahan 2008, juga membuat banyak ekonomi banyak negara memburuk. Dengan semakin tingginya globalisasi ekonomi menyeret negara yang terlibat di dalamnya ikut memburuk, tidak terkecuali Indonesia pun ikut terkena dampak krisis global. Perekonomian terbuka diduga dapat membawa pengaruh yang buruk bagi negara importir yang dibawa dari negara eksportir. Inflasi yang tinggi di negara mitra dagang utama diduga dapat berpengaruh pada ikut naiknya tingkat inflasi dalam negri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perekonomian terbuka, Jumlah Uang Beredar (M2),Suku Bunga Bank Indonesia, Nilai Tukar Rupiah terhdap Yuan ,dan Inflasi China terhadap tingkat Inflasi Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan adalah data rangkai waktu (Time series) tahun 2005:07 – 2012:06. Model dalam penelitian ini diestimasi dengan menggunakan Eror Corection Model (ECM).
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
DAFTAR ISI……… i
DAFTAR TABEL………... iv
DAFTAR GAMBAR………... v
I. PENDAHULUAN……….. 1
A.Latar Belakang………. 1
B.Rumusan Masalah……….... 11
C. Tujuan………. 12
D. Kerangka Pemikiran………....……... 12
E. Hipotesis………. 15
F. Sistematika Penulisan... 15
II. TINJAUAN PUSTAKA……… 17
A. Perekonomian Terbuka...……….... 17
B. Inflasi... 26
C. Agregat Moneter(M2)...……… 33
D. Nilai Tukar...……….. 33
E. Suku Bunga...……….. 35
F. Inflasi Mitra Dagang... 36
G. Tinjawan Empirik...………..………... 37
III. METODE PENELITIAN……… 42
A. Jenis dan Sumber data………. 42
B. Batasan Variabel.……….... 43
1. Uji Stasionaritas... 47
2. Uji Konintergasi... 48
3. ModelKoreksi Kesalahan... 49
F. Uji Asumsi Klasik……….. 50
1. Uji Normalitas... 50
2. Uji Multikolineritas... 51
3. Uji Autokolerasi... 51
4. Uji Heteroskedastisitas... 52
G. Uji Hipotesis... 54
1. Uji T... 54
2. Uji F... 54
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 56
A. Hasil dan Pembahasan Uji Stasionaritas... 56
1. Uji Stationary Data Pada Level... 56
2. Uji Stationary Data Pada First Difference... 57
B. Uji Kointgrasi... 58
C. Estimasi Error Correction Model (ECM)... 59
D. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik... 60
1. Hasil Uji Normalitas... 60
2. Hasil Uji Multikolinearitas... 61
3. Hasil Uji Autokorelasi... 62
4. Hasil Uji Heteroskedastisitas... 63
E. Hasil dan Pembahasan Uji Hipotesis... 64
1. Pengujian Parsial (Uji t-Statistik)... 64
2. Pengujian Simultan (Uji F-statistik)... 66
F. Implikasi Hasil... 67
4. YUAN... 70
5. INFCHY... 71
V. SIMPULAN DAN SARAN... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perekonomian terbuka merupakan perekonomian yang melibatkan diri dalam
perdagangan internasional (ekspor dan impor) barang dan jasa serta modal dengan
negara lain. Perekonomian terbuka menjadi topik hangat yang diperbincangkan
para ekonom dunia dewasa ini. Hubungan antara keterbukaan ekonomi
(khususnya perdagangan) dan inflasi merupakan satu diantara proposisi menarik
yang ditemukan dalam setiap buku teks perdagangan internasional. Ada beberapa
teori berbeda yang menjelaskan dampak terbalik dari keterbukaan perdagangan
terhadap inflasi. Menurut pandangan konvensional, inflasi lebih rendah di
negara-negara yang memiliki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi karena depresiasi riil
yang disebabkan oleh ekspansi moneter yang tidak terantisipasi, sehingga
menimbulkan pengaruh buruk seperti kenaikan biaya produksi yang lebih besar
dengan semakin besarnya tingkat keterbukaan, maka pemerintah akan membatasi
kenaikan laju inflasi dan berusaha menurunkan tingkat inflasi tersebut (Romer,
1993). Ketergantungan yang tinggi pada tarif impor sebagai sumber pendapatan
pemerintah adalah aspek utama yang menghalangi proses keterbukaan
perdagangan dalam perekonomian, namun perlahan mulai berkurang dengan
pembatasan kuantitatif, dan hambatan nontarif lainnya merupakan instrumen
kebijakan utama yang pada awalnya digunakan untuk melindungi industri yang
merupakan substitusi impor domestik. Dengan adanya liberalisasi perdagangan,
perekonomian diharapkan semakin membaik. Dalam penerapan dan pelaksanaan
liberalisasi perdagangan diduga akan menyebabkan inflasi tinggi. Inflasi ini di
duga berasal dari barang impor yang membawa inflasi yang berasal dari mitra
dagang. Selain menjalin hubungan baik dengan negara tetangga, Indonesia juga
menjadi pelopor berdirinya beberapa organisasi multilateral yang sampai sekarang
tumbuh dan berkembang menjadi organisasi besar, yaitu ASEAN (Asosiation Of
South East Nation) yang merupakan kumpulan negara-negara Asia Tenggara.
Organisasi ini membidangi masalah ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan
lain-lain. Sampai sekarang ASEAN menjadi organisasi yang besar. Belum lama ini
ASEAN telah sampai pada tahap perdagangan bebas (free trade) yang dikenal
dengan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area), sehingga Indonesia dan
seluruh negara-negara ASEAN lainnya harus berlomba untuk menjadi yang
terbaik. Dengan demikian tiap-tiap negara anggota harus lebih aktif dan inovatif,
Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia
Gambar 1. Derajat Keterbukaan Ekonomi Indonesia
Berdasarkan gambar 1 derajat keterbukaan didasarkan pada shared total trade
pada GDP. Terlihat bahwa hubungan antara perekonomian nasional dengan
internasional melaui perdagangan, yaitu melalui ekspor dan impor tidak dapat
terhindari. Ini menunjukkan keterkaitan yang kuat terhadap kondisi ekonomi
negara mitra dagang. Adanya relevansi antara keterbukaan ekonomi dengan harga
domestik, yaitu menyebabkan harga barang domestik akan dipengaruhi struktur
perekonomian negara mitra dagang. Banyak hal yang mendorong suatu negara
melakukan perdagangan Internasional atau menganut perekonomian terbuka,
seperti perbedaan sumber daya yang dimiliki untuk memperluas pangsa pasar
produksi nasional dengan menjalin hubungan politik dagang internasional dan
banyak hal lain yang mempengaruhi (Boediono,1981).
Pada penelitian ini akan dianalisis dampak perekonomian terbuka terhadap inflasi.
Pengaruh yang besar akan terjadi ketika suatu negara melakukan perdagangan
besar. Inflasi dipengaruhi melalui sisi permintaan dan sisi penawaran.
Perdagangan internasional akan mempengaruhi melalui penawaran. Import akan
mempengaruhi ketersedian barang dan jasa dalam negeri, sehingga kelangkaan
akan dapat di hindari. Terdapat perbedaan terhadap teori yang terdahulu. Pada
teori terdahulu diduga perekonomian terbuka akan berpengaruh negatif terhadap
inflasi. Teori David Ricardo, keunggulan komparatif (komparatif advantage),
beranggapan bahwa negara akan mengekspor barang yang memiliki keunggulan
komparatif tinggi dan akan mengimpor barang yang memiliki keunggulan
komparatif yang rendah. Dengan demikian semakin tinggi derajat keterbukaan,
maka inflasi cenderung menurun. Karena kelebihan permintaan dalam negeri akan
tercukupi oleh barang-barang import dari negara yang memiliki kelebihan akan
barang tersebut. Secara empiris, sejumlah studi telah meneliti efek keterbukaan
perdagangan terhadap inflasi dan telah mencapai hasil yang kurang jelas.
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi efek negatif dari keterbukaan
perdagangan terhadap inflasi (Triffin dan Grubel(1962) Whitman (1969) Iyoha
(1973); Romer (1993); Lane (1997); Sachsida (2003) IMF (2006 )) yang lain
menegaskan hubungan yang tidak signifikan atau bahkan positif (Alfaro( 2005);
Kim dan Beladi (2005); Evans, 2007). Atau, Bleaney (1999) menetapkan bahwa
korelasi negatif yang kuat antara keterbukaan dan inflasi muncul hanya pada
periode 1970-an sampai 1980-an dan menghilang pada periode 1990-an. Ada
sejumlah alasan untuk kesimpulan yang bertentangan termasuk penelitian
berbeda untuk menganalisis efek perbedaan dalam tingkat keterbukaan. Namun
demikian perdebatan tetap terjadi baik dalam hal tataran teoritis maupun empiris.
Argumentasi tentang relevansi cara pandang The Globe-Centric dalam
menjelaskan peningkatan peran integrasi ekonomi terhadap pembentukan inflasi
atau dampaknya terhadap perilaku inflasi. Di sisi lain, ada cara pandang The
Country-Centric yang menganggap bahwa ekses permintaan sebagai penentu
tingkat inflasi berada pada ruang lingkup satu negara sehingga inflasi bersifat
eksklusif. Pengaruh internasional semata-mata hanya ada dalam nilai tukar dan
harga import (Borio dan Filardo,2006). Pada penelitian lain, para ekonom
berpendapat bahwa ada kecenderungan inflasi meningkat ketika derajat
keterbukaan perekonomian suatu negara semakin tinggi atau dengan kata lain
terdapat hubungan positif antara perekonomian terbuka terhadap inflasi
(Zakaria,2007).
Inflasi merupakan kenaikan jumlah uang beredar (JUB) secara keseluruhan tanpa
diikuti peningkatan produksi barang dan jasa dalam negeri (Soediyono,1981).
Inflasi begitu penting dan menarik karena masalah ekonomi yang dialami seluruh
negara diseluruh dunia, termasuk Indonesia yang tidak luput dari masalah inflasi.
Inflasi akan baik pada proporsi yang tepat. Bila tidak ada inflasi atau terjadi
deflasi (deflation), maka merupakan masalah baru bagi suatu negara. Bank Sentral
sebagai pengatur kebijakan moneter yang masuk didalamnya jumlah uang
beredar menetapkan sasaran utama dan sasaran antara. Berdasarkan
Undang-Undang No.3 Tahun 2004, perubahan dari UU No.23 Tahun 1999, tugas pokok BI
Sumber: Data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia- Bank Indonesia
Gambar 2. Tingkat Inflasi Indonesia
Dengan tercapainya tujuan akhir kebijakan moneter berupa inflasi yang stabil dan
rendah, maka secara tidak langsung akan mendukung kesinambungan neraca
pembayaran dan perekonomian nasional. Untuk Bank Indonesia memiliki sasaran
utama atau tujuan utama yaitu menjaga kestabilan nilai rupiah, baik kedalam
maupun keluar. Kedalam menjaga kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan
jasa, sedangkan keluar adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Indonesia dan hampir seluruh negara dunia menerapkan perekonomian terbuka,
dimana menjalin kerja sama dalam banyak hal dengan negara lain terutama dalam
perdagangan. Di dalam perekonomian terbuka memasukkan unsur perdagangan
luar negeri dalam perhitungan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang
digambarkan melalui eksport dan import. Pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat
disediakan dalam negeri atau perbedaan sumber daya alam yang dimiliki dapat
dipenuhi dengan perdagangan tersebut. Ini adalah salah satu faktor utama dari
banyak faktor yang mendorong perdagangan internasional baik bilateral maupun
multilateral. Ketika melakukan perdagangan atau membuka jalur perekonomian
negara yang disebut Perekonomian Terbuka, keadaan ekonomi Internasional dapat
mempengaruhi perekonomian dalam negeri.
Fluktuasi atau guncangan ekonomi dapat disebabkan oleh perubahan permintaan
agregat (demand shock) maupun perubahan penawaran agregat (supply shock)
seperti meningkatnya harga impor dari barang-barang intermediate misal harga
bahan baku utama. Implikasi kenaikan harga barang impor terhadap
perekonomian secara umum dapat dipahami melalui mekanisme permintaan dan
penawaran. Mekanisme permintaan dan penawaran dapat diterjemahkan melalui
dua saluran transmisi, yaitu :
1. Kenaikan harga barang impor akan menimbulkan goncangan yang negatif
pada sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya kenaikan harga,
misalkan harga barang modal akan menyebabkan naiknya biaya bagi
perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan
mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah jumlah produksi
atau untuk produk tertentu perusahaan bahkan mengurangi jumlah
produksi.
2. Kenaikan harga mempresentasikan pergeseran dasar tukar perdagangan
(terms of trade) dari negara-negara importir/konsumen ke negara-negara
eksportir/produsen. Akibatnya, pendapatan dan belanja riil di
Dengan demikian, transmisi kenaikan harga barang impor melalui kedua saluran
tersebut akan menyebabkan berkurangnya permintaan agregat (aggregate
demand) dan penawaran agregat (aggregate supply), selanjutnya akan membawa
implikasi turunnya output atau melemahnya pertumbuhan ekonomi. Terdapat
peningkatan harga dari barang impor (dengan asumsi perekonomian hanya
tergantung dari impor serta biaya upah bersifat tetap/ kaku (rigid)). Hal ini akan
meningkatkan biaya produksi dan harga dari barang-barang domestik yang
ditawarkan oleh produsen. Implikasi dampak kenaikan harga ini akan mengurangi
output. Dengan kata lain, guncangan penawaran mengakibatkan stagflasi yaitu
kondisi perekonomian akan mengalami stagnasi (penurunan output) dan inflasi
(kenaikan harga). Dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian kondisi
ekuilibrium perekonomian.
Efek peningkatan harga ini akan berdampak pada pengurangan upah riil (W/P).
Ketika kontrak kerja diperbaharui dengan upah nominal yang lebih rendah
(kondisi full employment). Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa peningkatan
harga barang impor akan menyebabkan transfer pendapatan riil dari negara
pengimpor kepada negara eksportir. Transfer pendapatan riil dari negara
pengimpor ini merefleksikan penurunan output dalam perekonomian yang
memproduksi dengan ketersediaan tenaga kerja (net of the real cost of the
imported input). Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang guncangan
penawaran agregat dapat berdampak stagflasi yaitu kondisi perekonomian akan
Lebih lanjut, secara spesifik efek perubahan harga barang Impor terhadap kinerja
variabel makroekonomi dapat dijelaskan melalui 6 (enam) mekanisme transmisi,
yaitu:
1. Efek guncangan sisi penawaran (supply-side shock effect) adalah fokus
pada dampak langsung perubahan biaya marginal produksi dan
pengurangan keuntungan perusahaan yang disebabkan oleh guncangan
harga impor bahan mentah terhadap output.
2. Efek transfer pendapatan (wealth transfer effect) adalah menekankan pada
perubahan angka konsumsi marginal dari dan surplus perdagangan,
dengan kata lain akan terjadi transfer pendapatan (peningkatan pendapatan
riil) dari negara pengimpor ke negara pengekspor melalui pergeseran
terms of trade.
3. Efek inflasi (inflation effect) adalah menganalisa hubungan antara inflasi
domestik dan harga barang impor. Kenaikan inflasi merupakan implikasi
dari efek inflasi yang sangat berpengaruh dari pass-through inflation effect
harga-harga barang impor terhadap inflasi domestik. Kebijakan suatu
negara merespon kebijakan moneter ketat yang dilakukan masing-masing
negara untuk mengurangi tekanan inflasi. Reaksi konsumen terhadap
penurunan pendapatan riil dengan meminta kenaikan gaji yang lebih
tinggi, serta bagaimana produsen berupaya mengembalikan profit margin.
4. Efek keseimbangan riil (real balance effect) adalah menginvestigasi
5. Efek penyesuaian sektor adalah mengestimasi pernyesuaian biaya sektoral
dari industri, terutama dipergunakan untuk menjelaskan dampak
guncangan harga.
6. Efek yang tidak diantisipasi (unexpected effect) adalah fokus pada tentang
ketidakpastian harga dunia dan dampaknya.
Dalam perkembangannya sekarang ini, banyak peneliti berpandangan bahwa
globalisasi telah mengurangi peran faktor domestik dan meningkatkan peran
ekonomi global dalam proses pembentukan inflasi. Dengan demikian telah terjadi
pergeseran pemikiran yang relatif besar dari para peneliti dengan menurunkan
derajat peran domestik dengan menempatkan peran ekonomi global sebagai faktor
yang lebih menentukan inflasi.
Dari pemaparan sebelumnya, pada penelitian ini akan menganalisis pengaruh
derajat keterbukaan perekonomian terhadap inflasi Indonesia. Serta melihat
variabel mana yang lebih besar pengaruhnya terhadap pembentukan inflasi di
Indonesia antar variabel derajat perekonomian terbuka dengan variabel dari dalam
dan luar negeri yang diduga berpengaruh terhadap pembentukan inflasi di
Indonesia. Varibael derajat keterbukaan perekonomian diperoleh dari Persentase
Penjumlahan Ekspor dan Impor dibagi dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
(Zakaria, 2010). Variabel dalam dan luar negeri yang diduga mempengaruhi
inflasi pada penelitian ini yaitu jumlah uang beredar (M2), nilai tukar nominal,
Tabel 1. Negara Importir Indonesia. Negara
Importir 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Negara lain 24.0 25.2 23.3 21.0 23.1 21.4 20.3 23.1
Korea Selatan 4.2 4.0 3.3 4.9 4.9 5.2 5.1 5.5
Amerika Serikat 9.5 9.4 9.0 7.3 9.0 8.6 8.9 7.7
RRC 11.3 13.1 15.1 15.2 17.3 18.2 23.7 18.7
Jepang 17.1 13.0 12.3 15.1 12.6 15.6 17.3 13.6
Uni Eropa 14.4 14.3 14.6 10.7 11.1 9.0 8.8 8.9
ASEAN 19.5 20.9 21.4 25.4 21.9 22.0 22.8 22.5
Sumber : BPS.
Berdasarkan Tabel diatas dapat ditarik kesimpulan adalah RRC merupakan mitra
dagang yang mendominasi impor Indonesia sehingga data dalam penelitian ini
akan mengunakan data RRC untuk Nilai Tukar dan Inflasi mitra dagang terbesar
.Untuk Nilai tukar dan Inflasi mitra dagagang menggunakan data Nilai Tukar
Rupiah terhadap Yuan RRC, dan laju inflasi RRC. Variabel-variabel tersebut
diduga secara signifikan mempengaruhi tingkat inflasi berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis tertarik untuk menganalisis apakah
keterbukaaan perekonomian memiliki kecenderungan akan mempengaruhi tingkat
inflasi di Indonesia. Maka dirumuskan bahwa:
1. Apakah keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap inflasi domestik ?
2. Apakah jumlah uang beredar (M2), nilai tukar rupiah terhadap Yuan
dagang utama, suku bunga kebijakan dan inflasi negara mitra dagang
C . Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Membuktikan dan menganalisis pengaruh keterbukaan perekonomian
terhadap tingkat inflasi di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh tingkat jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi
di Indonesia.
3. Menganalisis pengaruh tingkat nilai tukar rupiah terhadap Yuan terhadap
inflasi di Indonesia.
4. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga kebijakan terhadap inflasi di
Indonesia.
5. Menganalisis pengaruh inflasi negara mitra dagang terhadap inflasi di
Indonesia.
D. Kerangka Berfikir
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, penulis membuat suatu alur kerangka
berfikir yang menghantarkan pada apa yang diharapkan dipenelitian ini. Menurut
Teori, inflasi akan dipengaruhi oleh sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada
penelitian ini dititikberatkan pada sisi penawaran yaitu melihat seberapa besar
pengaruh keterbukaan perekonomian terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Pada
teori klasik, inflasi suatu negara akan disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam
negeri seperti jumlah uang beredar, tingkat suku bunga kebijakan, faktor alam
yang mempengaruhi produksi dan distribusi. Kemudian berkembang, dengan
penawaran tidak hanya dari dalam negeri, namun juga dari luar negeri. Dengan
demikian dari sisi penawaran dipengaruhi oleh keterbukaan. Pada mulanya, para
ekonom beranggapan bahwa impor sangat mempengaruhi inflasi.
Menurut pandangan konvensional impor akan mengurangi inflasi karena jumlah
barang di dalam negeri akan naik, sehingga kebutuhan dalam negeri akan
terpenuhi dan jauh dari kelangkaan. Menurut teori pertumbuhan baru,
keterbukaan perekonomian mengurangi inflasi melalui pengaruh positif pada
output, terutama melalui peningkatan efisiensi alokasi sumber daya yang lebih
baik dengan cara pemanfaatan kapasitas ditingkatkan dan peningkatan investasi
asing (Jin, 2000). Selanjutnya, pendapat yang berlawanan muncul yaitu
keterbukaan perdagangan tidak harus mengurangi inflasi, melainkan
meningkatkan inflasi. Evans (2007), berpendapat bahwa efek positif dari
keterbukaan terhadap inflasi didorong oleh fakta bahwa otoritas moneter meneliti
tingkat kekuatan monopoli di pasar internasional. Konsumen asing memiliki
beberapa derajat sifat kaku dalam permintaan mereka untuk barang-barang yang
diproduksi di negara asal. Keputusan otoritas moneter untuk menyeimbangkan
manfaat pertumbuhan uang meningkat yang berasal dari pengaturan
perekonomian terbuka dengan terkenal biaya pajak konsumsi inflasi. Selanjutnya,
hal ini juga memungkinkan untuk perekonomian terbuka untuk mengimpor inflasi
dari seluruh dunia melalui harga barang jadi yang di produksi impor atau impor
bahan baku. Selain itu, dengan adanya perekonomian terbuka otoritas fiskal dan
moneter cenderung kehilangan kemampuan mereka untuk mengendalikan inflasi
melalui kebijakan fiskal dan moneter. Berdasarkan alasan atau asumsi ini maka
inflasi. Beberapa peneliti sebelumnya, telah banyak menitikberatkan masalah ini
dan hasilnya signifikan bahwa keterbukaan berpengaruh negatif terhadap inflasi.
Variabel perekonomian terbuka digambarkan melalui penjumlahan ekspor
ditambah dengan impor. Dalam penelitian ini akan digunakan data ekspor dan
impor keseluruhan (migas + non migas). Selain variabel perekonomian terbuka,
peneliti juga memasukan variabel -variabel kontrol yang juga diduga secara
signifikan mempengaruhi inflasi berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya.
Berdasarkan penelitian sebelumya peneliti membuat kerangka berfikir sebagai
berikut :
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Adapun variabel kontrol yaitu jumlah uang beredar yang digambarkan tingkat
salah satu mitra dagang indonesia. Jika selanjutnya perekonomian terbuka secara
signifikan mempengaruhi inflasi Indonesia, selanjutnya akan dilihat variabel mana
yang paling mempengaruhi inflasi di Indonesia.
E. Hipotesis
Bedasarkan teori dan penelitian sebelumnya, mengenai pengaruh keterbukaan
perekonomian terhadap inflasi, maka :
1. Diduga Derajat Perekonomian Terbuka (OPENC)berpengaruh terhadap
inflasi di Indonesia.
2. Diduga Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh terhadap inflasi di
Indonesia.
3. Diduga Nilai Tukar Rupiah Terhadap Yuan berpengaruh terhadap inflasi
di Indonesia.
4. Diduga Suku Bunga Kebijakan berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia
5. Diduga Inflasi mitra dagang utama berpengaruh terhadap inflasi di
Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, permasalahan, tujuan penelitian, kerangka pemikiran,
hipotesis penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab III. Metode penelitian. Terdiri dari tahapan penelitian, sumber data, batasan variabel, alat analisis serta pengujian hipotesis.
Bab IV. Hasil Perhitungan dan Pembahasan. Bab V. Simpulan dan Saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Perekonomian Terbuka (open economy)
Pada umumnya, perekonomian yang dianut negara di dunia adalah perekonomian
terbuka dan perekonomiam tertutup. Pengertian perekonomian terbuka adalah
perekonomian suatu negara yang terlibat luas dalam perdagangan antar negara.
Sedangkan perekonomian tertutup, tidak mengenal adanya perdagangan
internasional. Hampir seluruh negara di dunia menganut perekonomian terbuka.
Dengan ikut dalam perdagangan internasional, dapat memacu ekonomi nasional,
karena dengan perdagangan internasional akan memperluas pangsa pasar dan
meningkatkan daya saing produksi dalam negeri. Kegiatan perdagangan
internasional meliputi ekspor dan impor. Perdagangan internasional merupakan
salah satu sumber penerimaan negara yang berupa devisa.
1. Faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional
Dalam perdagangan internasional, terdapat 4 faktor yang menjadi pendorong
kepada semua negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri,
a. Memperoleh barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri
Alasan berbagai negara melakukan perdagangan satu sama lain adalah
karena setiap negara tidak menghasilkan semua barang yang dibutuhkannya.
Negara-negara maju memerlukan sumber daya alam yang hanya dihasilkan
dari negara-negara di Asia Tenggara terutama di Indonesia, Malaysia dan
Thailand, sedangkan negara-negara tersebut tidak mampu menghasilkan
beberapa hasil industri modern seperti negara-negara maju.
b. Mengimpor teknologi yang lebih moderen dari negara lain
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari
teknik produksi yang lebih modern dan cara-cara memimpin perusahaannya
yang lebih modern. Yang lebih penting lagi, perdagangan luar negeri
memungkinkan negara tersebut mengimpor mesin-mesin atau alat-alat yang
lebih modern untuk mewujudkan teknik produksi dan cara yang lebih baik
tersebut. Keuntungan ini akan dinikmati di negara berkembang. Di
negara-negara tersebut kegiatan ekonominya masih banyak yang menggunakan
teknik produksi dan manajemen yang tradisional. Oleh karena itu,
produktivitas masih sangat rendah dan produksinya sangat terbatas dengan
mengimpor teknologi yang lebih modern, negara tersebut dapat
meningkatkan produktivitasnya dan ini akan mempercepat pertambahan
c. Memperluas pasar produk-produk dalam negeri
Beberapa jenis industri telah dapat memenuhi permintaan dalam negeri
sebelum mesin-mesinnya sepenuhnya digunakan. Ini berarti bahwa industri
itu masih dapat menaikkan produksinya dan memperbesar keuntungannya
apabila masih terdapat pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh
industri itu. Karena seluruh permintaan dari dalam negeri telah dipenuhi,
satu-satunya cara untuk memperoleh pasarannya adalah dengan
mengekspornya ke luar negeri. Apabila kapasitas dari mesin-mesin yang
digunakan masih sangat rendah sehingga pengunaan mesin-mesin itu belum
mencapai tingkat yang optimal ekspor luar ngegeri akan mempertinggi
efisiensi dari mesin-mesin yang digunakan dan mengurangi ongkos
produksi. Faktor yang balakangan ini selanjutnya akan menimbulkan
keuntungan yang lebih banyak lagi.
d. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab yang terutama dari kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk
memperoleh keuntungan yang ditimbulkan oleh spesialisasi di antara
berbagai negara. Walaupun suatu negara dapat memproduksikan
barang-barang yang sama jenisnya dengan yang dishasilkan di negara lain, tetapi
mungkin negara tersebut lebih suka mengimpor barang-barang tersebut dari
luar negeri dan bukan menghasilkannya sendiri. Sebagai gantinya negara itu
akan memperluas kegiatannya di dalam menghasilkan barang-barang yang
dapat dijual dengan menguntungkan ke luar negri. Dengan cara ini negara
lebih efisien, dan penduduk negara tersebut akan dapat menikmati lebih
banyak barang daripada barang apabila negara itu tidak melakukan
spesialisasi dan perdagangan.
2. Keuntungan atau Manfaat Perdagangan Internasional
a. Teori Keuntungan Absolut (Adam Smith)
Teori keunggulan mutlak disampaikan pada Adam Smith pada tahun 1776
dalam bukunya, The Wealth of Nations, yang menganjurkan perdagangan
bebas sebagai suatu kebijakan yang paling baik untuk negara-negara di
dunia. Dengan perdagangan bebas, setiap negara dapat berspesialisasi
dalam produk komoditas yang memiliki keunggulan mutlak dan megimpor
komoditas yang mengalami kerugian mutlak. Spelisasi ini akan
menghasilkan pertambahan produk dunia yang dapat dimanfaatkan
bersama-sama melalui antarnegara. Dengan demikian teori menerangkan
bagaimana perdagangan internasional dapat menguntungkan kedua belah
pihak. Keuntungan mutlak adalah keuntungan yang diperoleh sesuatu
negara dari melakukan spesialisasi dalam kegiatan menghasilkan
produksinya kepada barang-barang yang efesiensinya lebih tinggi daripada
dinegara-negara lain.
b. Teori Keuntungan Komparatif (David Ricardo)
Perdagangan luar negeri dapat pula berlangsung di anatara 2 negara dimana
salah satu negara tersebut lebih efisien dari negara lain di dalam
pihak akan memperoleh keuntungan dari perdagangan tersebut.
Perdagangan itu dimungkinkan oleh wujudnya suatu bentuk keuntungan
yang dinamakan keuntungan komparatif. Untuk memperoleh keuntungan
dari spesialisasi haruslah setiap negara menghasilkan barang-barang yang
memiliki keuntungan mutlak atau komparatif. Dengan melakukan
spesialisasi tersebut suatu negara dapat mempertinggi efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi dan penduduknya dapat menikmati lebih banayak
barang.
Mundell-Fleming ekstensi dari Barro dan Gordon (1983) model yang
menunjukkan ada hubungan terbalik antara keterbukaan dan inflasi. Dalam model
ini kebijakan moneter ekspansif menyebabkan peningkatan output domestik dan
penurunan yang signifikan pada perdagangan. Sebagai efek dari perekonomian
terbuka, insentif pembuat kebijakan (diskresi) moneter mengalami perubahan
karena keterbukaan mengubah kemiringan kurva Phillips dan pengaruh kebijakan
moneter terhadap output.
Model Mundell-Flemming
Hubungan antara nilai tukar dengan harga dalam makroekonomi dapat melalui
pasar uang dan pasar barang. Salah satu model yang digunakan untuk memahami
hubungan tersebut adalah model Mundell-Flemming yang dikembangkan sekitar
tahun 1960-an oleh Robert A. Mundell dan J. Marcus Flemming. Model
Mundell-Flemming membuat suatu asumsi penting dan ekstrem: perekonomian
terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Yaitu, perekonomian bisa
dunia dan akibatnya, tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga
dunia. Secara matematis, kita bisa menulis asumsi itu sebagai (Mankiw, 2000)
r = r*
Model Mundell-Flemming adalah versi perekonomian terbuka untuk model
IS-LM. Model ini menuliskannya dalam persamaan berikut (Mankiw, 2000)
IS*
LM*
Persamaan pertama menjelaskan keseimbangan di pasar barang dan persamaan
kedua menjelaskan keseimbangan di pasar uang. Variabel eksogen adalah
kebijakan fiskal G dan T, kebijakn moneter M, tingkat harga P, dan tingkat bunga
dunia r*. Variabel endogen adalah pendapatan Y dan kurs e.
Gambar Mundell-Flemming ini menunjukkan kondisi keseimbangan pasar barang
IS* dan kondisi keseimbangan pasar uang LM*. Kedua kurva mempertahankan
tingkat bunga konstan pada tingkat bunga dunia. Perpotongan kedua kurva ini
menunjukkan tingkat pendapatan dan kurs yang memenuhi keseimbangan baik di
pasar barang maupun pasar uang. Titik e* merupakan kurs keseimbangan, dan Y*
Sumber: Mankiw, 2000: 295
Gambar 4. Model Mundell-Flemming
Sumber: Mankiw, 2000: 297
Gambar 5. Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang
Dalam perekonomian terbuka kecil, tingkat bunga ditentukan oleh tingkat bunga
dunia. Begitu kenaikan dalam penawaran uang menekan tingkat bunga domestik,
modal mengalir keluar dari perekonomian, karena investor mencatat peluang yang
lebih menguntungkan di mana saja. Aliran modal keluar ini melindungi tingkat
bunga domestik agar tidak turun. Selain itu, karena aliran modal keluar
meningkatkan penawaran mata uang domestik di pasar kurs mata uang asing, kurs
.
… 3.…dan meningkatkan
mengalami depresiasi. Penurunan dalam kurs membuat barang-barang domestik
menjadi relatif mahal terhadap barang-barang luar negeri dan meningkatkan
ekspor bersih. Maka, dalam perekonomian terbuka kecil, kebijakan moneter
mempengaruhi pendapatan melalui kurs, bukan tingkat bunga (Mankiw, 2000).
Implikasi bagi kebijakan moneter dari model ini adalah bahwa semakin sempurna
mobilitas kapital, kebijakan moneter akan semakin efektif. Hal ini dapat
diterangkan sebagai berikut (Santoso dan Iskandar, 1999):
a. Kebijakan moneter yang kontraktif akan mendorong suku bunga dalam negeri
meningkat dan nilai tukar akan cenderung apresiatif. Nilai tukar yang
apresiatif akan mendorong impor dan menurunkan ekspor sehingga neraca
transaksi berjalan akan memburuk. Suku bunga yang tinggi akan mendorong
aliran model masuk sehingga transaksi modal membaik. Overall BOP akan
mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan
nilai tukar yang menguat.
b. Transmisi ke harga domestik dapat dijelaskan melalui dua saluran sebagai
berikut:
i. Apresiasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menurunkan
biaya produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran
agregat ke kanan bawah sehingga harga dalam negeri turun.
ii. Kenaikan suku bunga akan mengurangi permintaan uang dari
masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kiri atas dan
c. Kebijakan moneter yang ekspansif akan mendorong menurunnya suku bunga
dan nilai tukar akan cenderung depresiatif. Nilai tukar yang depresiatif akan
menurunkan impor dan menaikkan ekspor sehingga neraca transaksi berjalan
akan membaik. Suku bunga yang rendah akan menghambat aliran modal
masuk sehingga neraca transaksi modal akan memburuk. Overall BOP akan
mencapai keseimbangan baru dengan tingkat output yang lebih tinggi dan
nilai tukar yang melemah.
d. Transmisi ke tingkat harga domestik dapat dijelaskan melalui tiga saluran
sebagai berikut:
i. Depresasi nilai tukar rupiah pada saat yang sama akan menaikkan biaya
produksi perusahaan sehingga akan menggeser kurva penawaran
agregat ke kiri atas sehingga harga dalam negeri meningkat.
ii. Penurunan suku bunga akan menambah permintaan uang dari
masyarakat sehingga kurva permintaan agregat bergeser ke kanan
bawah dan menyebabkan harga-harga dalam negeri semakin meningkat.
iii. Kenaikan harga-harga dalam negeri akan memacu para buruh untuk
menaikkan upah nominalnya sehingga akan menaikkan biaya produksi
dan semakin meningkatkan harga-harga.
e. Namun demikian, model ini tidak memasukkan unsur ekspektasi. Ekspektasi
yang bersifat regresif akan memberikan efek yang berbeda dari kebijakan
moneter maupun kebijakan fiskal yang diambil. Selain itu, model ini
menggaris bawahi beberapa asumsi sebagai berikut:
i. Perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri merupakan faktor
ii. Suku bunga dan nilai tukar memiliki hubungan yang negatif dan erat.
iii. Kondisi Marshall-Lerner terpenuhi, yaitu elastisitas harga dari
penawaran ekspor dan permintaan impor harus lebih dari satu.
B. Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapatkan
perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya Inflasi meupakan kenaikan harga
secara ummum dan berlangsung terus-menus (FE UI,2006). Inflasi menurut
keparahannya dalam perekonomian dapat bervariasi. Semakin tinggi inflasi
maka semakin parah dampak yang ditimbulkanya pada perekonomian. Berikut
ini merupakan jenis-jenis inflasi:
A.1 Inflasi Berdasarkan Tingkat Keparahannya Berdasarkan tingkat keparahanya inflasi dibagi menjadi:
A.1.1 Inflasi Ringan
Inflasi ringan terjadi ketika tingkat harga umum mengalami kenaikan
dibawah 10 % per tahunya. Inflasi ringan merupakn salah satu gejala
ekonomi yang wajar karena masih mudah dikendalikan. Harga-harga secara
umum mengalami kenaikan, namun tidak menyebabkan krisis ekonomi.
Inflasi ringan sering pula disebut single digit inflation atau inflasi satu digit.
A.1.2 Inflasi Sedang
Inflasi sedang berkisar antara 10% hingga 25% per tahun. Inflasi ini belum
membahayakan perekonomian, namun sudah menye.babkan penurunan
tingkat kesejahtraan masyarakat, terutama masyarakat yang ber penghasilan
A.1.3 Inflasi Berat
Pada tingkat berat sudah mengacaukan kondisi perekonomian. Harga-harga
barang mengalami lonjakan yang drastis, sehingga masyarakat cenderung
untuk menimbun barang. Kenaikan harga barang umum pada inflasi berat
bisa mencapai 25% hingga 100%per tahun. Dalam kondisi ini, masyarakat
enggan menabung, karena bunga tabungan lebih rendah dari pada tingkat
inflasi.
A.1.4 Hiperinflasi (Inflasi Sangat Berat)
Dalam kondisi hiperinflasi, perekonomian sudah sangant kacau balau.
Kebijakan fiskal maupoun moneter yang ditempuh sudah tidak mampu untuk
mengendalikan situasi perekonomian. Inflsi ini bisa mencapai lebih dari
100% per tahun dan tidak hanya berdampak bada bidang ekonomi namun
berdampak pula pada bidang sosial politik.
A.2 Inflasi Berdasarkan Penyebabya
Sedangkan inflasi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Inflasi permintaan. Istilah lain untuk inflasi semacam ini atara lain
demand-pull inflation, inflasi tarikan permintaan dan demand inflation
b. Inflasi Penawaran. Istilah lain yang banyak dipakai untuk inflasi semacam
ini yaitu cost-push inflation dan supply inflation.
c. Inflasi campuran. Yaitu inflasi yang mempuyai unsur bail demand pull
maupun cost-push. Atau dapat disimpulkan inflasi campuran (mixed
A.2.1 Inflasi permintaan (Demand-Pull Inflation)
Seperti tersirat pada namanya inflsi permintaantimbul sebagai akibat dari pada
terjadinya peningkatan permintaan agregatif. Ada beberapa teori atau model
analisa ekonomi yang dapat dimasukkan kategori inflaso permintaan,
diantaranya:
A.2.1.a Pendekatan teori kuatitas Uang
A.2.1.b Pendekatan celah inflasi
A.2.1.a. Pendekatan Teori Kuantitas Uang
Menurut teori kuantias uang, berpendapat bahwa naik-turunnya tingkat harga
disebabkan oleh naik-turunya jumlah uang yang beredar dalam perekanomian
.sebagai akibat daripada meningkatnya saldo kas yang dimiliki oleh
rumah-rumah tangga dikarenankan karna menngkatnya jumlah uang yang
beredar,angka banding jumlah saldo kas dengan besarnya pendapatan, dirasakan
terlalu tinggi. Untuk mengurangi kelebihan salo kas tersebut, menurut teori
kuantitas uang , rumah tangga akan langsung mempergunakannya untuk
memperbesar peneluaran konsumsi mereka. Ini yang menyebkan meningkatnya
permintaan agregatif
A2.1.b Inflasi Permintaan Dengan Pendekatan Celah Inflasi
Masalah celah inflasi atau Inflationary gap terjadi apabila besarnya investasi
yang terjadi melebihi besarnya penabungan atau saving pada tingkat pendapatan
full-employment. Pernyataan tersebut tepat jika diterapkan pada perekonomian
lebih luas ialah bahwa ugkapan inflationary gap terjadi dalam keadaan dimana
besarnya permintaan agregatif , yaitu hasil penjumlahan (C+I+G+(X-M)),
melebihi kapasitas produksi nasional.
Tekanan permintaan digambarkan bergesernya kurva AD0 ke AD1. Tekanan
permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah ditunjukan dari
bergesernya Y0 ke Y1, tetapi diikuti kenaikan harga dari P0 ke P1 .
Gambar 6. Inflasi Tekanan Permintaan.
Dalam inflasi tekanan permintaan, tidak selalu berarti penawaran agregat (AS)
tidak bertambah . pada dararnya ketika terjadi peningkatan penawaran,
jumlahnya akan lebih kecil dari peniningkatan permintaan agregat (AD).
A.2.2 Inflasi Dorongan Biaya
Inflsi dorongan biaya terjadi karena kenaikan biaya produksi. Kenaikan biaya
produksi. Kenaikan biaya produsi dapat berupa kenaikan harga bhan baku, harga
bahan bakar, atau adanya kenaikan upah pekerja. AS0
AD1
AD0
P0
P1
Y1 Y2
Y P
Gambar 7. Inflasi Dorongan Biaya.
Kenaikan biaya produksi akan memaksa perusahaan mengurangi penawaranya.
Penawaran agregat akan berkurang dan tingkat harga umum akan naik dari P0 ke
P1 . jika demikian yang terjadi, maka inflasi akan disertai penurunan kegiatan
ekonomi Sehingga jumlah produksi nasional turun dari Y0 ke Y1.
A.2..3 Inflasi Campuran (Mixed Inflation)
Dalam pratik , kedua jenis inflasi diatas jarang sekali dijumpai secara terpiasah.
Pada umumnya, inflsi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah campuran
antara tekanan permintaan (demand-pull inflation) dengan inflasi dorongan Biaya
(cosh-push inflation).
A.3 Inflasi Berdasarkan Asalnya
Berdasarkan asalya, inflsi terbagi menjadi:
A.3.1 Inflasi dari Dalam Negri (Domestic Inflation) Y2
P1
P
P2
Y 0
AS0
AD 0 AS1
Inflasi ini berasal dari dalam negri. Adapun penyebabnya, adanya defisit
anggaran pemerintah yang mendorong pencetakan uang, kenaikan upah
pekerja, dan gagal panen.
A.3.2 Inflasi yang berasal dari Luar Negri (Imported Inflation)
Inflasi ini merupakan dampak dari perekonomian terbuka, dimana terjadi
karena adanya pengaruh kebikan harga barang impor . Jika barang-barang
impor berasal dari negarayang mengalami inflasi, maka harganya akan
semakin mahal. Kenaikan harga barang impor ini akan mempengaruhi biaya
produksi industri bahan baku atau barang modal yang diimpor.
Beberapapa indikator inflasi yang sering digunakan untuk mengukur inflasi:
a. Indeks Harga Konsumen (IHK)/ Consumer Price Index (CPI)
Menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam
satu periode tertentu, dangan menghitung harga barang dan jasa utama,
masing-masing diberi bobot sesuai dengan tingkat keutamaannya. Semakin
penting diberi bobot semakin besar. Jika IHK semakin besar maka telah terjadi
inflasi.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Whosale Price Index/ Producer Price
Index). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen maka IHPB/ PPI melihat
inflasi dari sisi produsen.
c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang sederhana, ekonom menggunakan
IHI, angka deflator ini diperkenalkan dalam pembahasan PDB/GDP
pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya
merupakan inflasi.
Consumer Price Index (CPI) disebut juga Indeks Harga Konsumen (IHK) paling
banyak digunakan untuk menghitung laju inflasi, termasuk Indonesia. IHK dapat
digunakan untuk menghitung laju inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan
tahunan (www.bps.com). Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
LIt : Laju inflasi pada tahun atau periode t
IHKt :Indeks Harga Konsumen pada tahun atau periode t
IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada tahun t-1 atau peiode t-1
Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain:
1. Indeks biaya hidup
2. Indeks harga perdagangan besar
3. GNP deflator
C. Agregat Moneter (M2)
Definisi tentang uang yang lebih luas sering disebutkan sebagai M2. M2 diperoleh
dai penjumlahan M1 (uang kartal dan uang giral) dengan uang kuasi (near
money). Uang kuasi merupakan kekayaan finansial yang dapat segera dicairkan.
Meskipun secara langsung tidak berfungsi menjadi media tukar atau alat
giral.cotohnya adalah deposito berjangka pendek (jatuh tempo kurang dari satu
tahun) dan rekening simpanan atau tabungan di bank umum.(Mishkin,2008)
D. Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs (exchange rate)
adalah harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain disebut. Fluktuasi
kurs mempengaruhi inflasi maupun output, dan menjadi pertimbangan penting
dalam mengambil kebijakan moneter. Ketika nilai uang jatuh, harga barang
yang diimpor menjadi lebih mahal yang secara langsung akan menaikkan tingkat
harga inflasi. Penurunan nilai uang, membuat barang-barang menjadi lebih
murah bagi orang asing, memeningkatkan permintaan barang dalam negeri dan
mendorong produksi output yang lebih tinggi. Transaksi yang dilakukan di
pasar valuta asing menentukan harga dari mata uang-mata uang yang
dipetukarkan yang selanjutnya menentukan biaya dari pembelian barang-barang
dan aset keuangan asing. Apabila suatu mata uang nilainya meningkat, disebut
mengalami apresiasi dan jika menurun disebut mengalami depresiasi.
Tempat jual beli kurs disebut sebagai pasar valuta asing. Pasar valuta asing
diperdagangkan sebagai pasar over-the-counter dimana beberapa ratus pialang
(sebagian besar bank-bank) siap untuk membeli dan menjual simpanannya
dalam denominasi mata uang asing. Oleh karena pialang ini intensif
berhubungan dengan telepon dan komputer, pasar menjadi sangat bersaing,
akibatnya fungsinya tidak bebeda dengan pasar yang terpusat. Sebagian besar
berbagai mata uang yang berbeda. Volume di pasar ini sangat besar. Sedangkan
kita membeli valuta asing di pasar ritel dari pialang seperti bank-bank. Oleh
karena harga ritel lebih tinggi dari harga perdagangan besar, ketika kita membeli
valuta asing, kita memperoleh lebih sedikit unit dari mata uang asing per dollar
kurs (Mishkin, 2008).
Menurut Mankiw (2008) nilai tukar terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Kurs nominal (nominal exchange rate), yaitu harga relatif dari mata uang
dua negara yang melakukan perdagangan internasional.
2. Kurs riil (real exchange rate), yaitu harga relatif dari barang-barang ke
dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari
negara lain.
Dampak tidak langsung (indirect pass-through) depresiasi nilai tukar nominal
terhadap inflasi melalui output gap berdampak menurunkan pertumbuhan
ekonomi sehingga mengurangi tekanan inflasi. Kemungkinan penyebabnya
adalah dampak depresiasi terhadap penurunan impor barang modal untuk
kebutuhan investasi dan penurunan impor bahan baku untuk produksi, baik
untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Disamping itu, depresiasi nilai tukar
menurunkan kualitas neraca perusahaan sehingga mengurangi kemampuan
berinvestasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
E. Suku Bunga Kebijakan
yang sering dipantau oleh para pelaku ekonomi. Tingkat suku bunga dipandang
memiliki dampak langsung terhadap kondisi perekonomian. Berbagai keputusan
yang berkenaan dengan konsumsi, tabungan dan investasi terkait erat dengan
kondisi tingkat suku bunga. Konsep mengenai tingkat suku bunga terdiri dari
berbagai macam pendekatan. Pertama adalah konsep tentang real interest rate,
yaitu tingkat suku bunga yang merupakan tingkat suku bunga nominal dikurangi
dengan tingkat inflasi. Kedua adalah konsep atau pendekatan yang dikenal
sebagai yield to maturity. Tingkat suku bunga nominal adalah tingkat suku bunga
yang tidak memperhitungkan nilai inflasi. Tingkat suku bunga riil adalah tingkat
suku bunga yang memperhitungkan inflasi, sehingga perhitungan tingkat suku
bunga tersebut lebih mencerminkan cost of borrowing yang sebenarnya (Mishkin,
2007). Tingkat suku bunga riil yang memperhitungkan ekspektasi perubahan
tingkat harga disebut sebagai ex ante real interest rate. Sedangkan tingkat suku
bunga riil yang memperhitungkan perubahan tingkat harga aktual disebut sebagai
ex post real interest rate. Tingkat suku bunga riil , tingkat suku bunga dan inflasi
dihubungkan oleh persamaan fisher (fisher equation) sebagai berikut:
i = ir+ πe ir = i - πe
Pada saat tingkat suku bunga riil rendah, maka borrowing cost juga menjadi
rendah, sehingga insentif untuk meminjam lebih besar jika dibandingkan dengan
F. Inflasi Negara Mitra Dagang (I*)
Seperti pada penjelasan sebelumnya, dipaparkan bahwa diduga bahwa inflasi
dipengaruhi faktor dari dalam dan dari luar negri. Dan Inflasi mitra dagang diduga
akan mempengaruhi tingkat inflasi suatu negara yang menerapkan perekonomian
terbuka. Inflasi negara mitra mempengaruhi inflasi domestik melalui jalur harga
barang impor yang mengalami kenaikan akibat inflasi dari negara asal.
G. Tinjauan Empirik
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencoba mempelajari hasil-hasil
penelitian relevan yang telah dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Tabel 2
dibawah ini berupa ringkasan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Zakaria
2010. Penelitian ini penulis gunakan sebagai rujukan utama untuk menggunakan
variabel yang diteliti dalam penulisan skripsi ini, namun dengan sedikit
modifikasi dengan mengganti variabel openness , yang pada penelitian ini
merupakan share perdagangan internasinal terhadap PBD yaitu ekspor +impor
menjadi Ekspor +Impor dibagi dengan GDP. Dan tidak memasukkan variabel
Term of trade dan demokrasi.
Tabel 2. Ringkasan Penelitian “ Openness and Inflation”
Judul Opennest and Inflation Penulis/Tang
gal
Muhamad Zakaria (2010)
Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan
Model
Estimasi dan Variabel
Estimatimation: GMM (Generalized Method of Moment) Inflation = β0 + β1 openness + β3 Control + µt
Variabel: Inflation (CPI)
Opennes (shared trade on GDP(export + import) M2 (agregate money)
Foreign debt Democracy
Jenis Data Data time series Pakistan 1947 sampai 2007, sumber data International Financial Statistic.
Hasil dan Kesimpulan
Perekonomian terbuka secara signifikan mempengaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan
berpengaruh positif. Disamping itu, semua fariabel koontrol, yaitu : M2, Nilai tukar, defisit fiskal, term of trade, utang luar negri, serta demokrasi, berpengaruh secara signifikan pada porsi yang diharapkan. Sehingga kesimpulanya bahwa perekonomian terbuka secara signifikan berpengaruh positif pada kasus Pakistan.
Ringkasan Tabel 3 dibawah ini merupakan penelitian dari Chung-Shu Wu and
Jin-Lung Lin yang menggunakan analisis VAR dengan tujuan menganalisis
hubungan atara perekonomi terbuka dan inflasi pada NIEs ( Newly Industrialized
Economis) dan G7. Dimana NIEs terdiri dari : Hong Kong, Korea, Meksiko,
Filipina, Singapura, Taiwan, sedangkan G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman ,
Itali, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada penelitian ini mengunakan
regresi panel .
Tabel 3. Ringkasan Penelitian “The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7”
Judul The Relationship between Openness and Inflation in NIEs and the G7
Penulis/Tang gal
Chung-Shu Wu and Jin-Lung Lin(2002)
Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan pada perekonomian negara-negara yang tergabung dalam NIEs dan G7.
Model
Estimasi dan Variabel
Estimatimation: VAR (Vector AutoRegression)
π = a0 + a1 openness it + a3 Yit + ε it Variabel:
Inflation (CPI)
Opennes (shared imports on GDP(export /GDP) Y =Pendapatan Perekapita
Jenis Data Data time series dan panel data NIEs dan G7 1973 sampai 2001, sumber data International Financial Statistic
Kesimpulan perekonomian terbuka secara signifikan mempenhgaruhi inflasi , dan terbukti bahwa inflasi dan perekonomian di pakistan berpengaruh positif.
Pada Tabel 4 merupakan penelitian dari Muhamad Nadeem Hanif dan Irem
Batool yang meneliti tentang hubungan antara inflasi dan perekonomian terbuka
pada Negara Pakistan. Berikut rangkuman penelitianya:
Tabel 4. Ringkasan Penelitian “Openness and Inflation: A Case Study of
Pakistan”
Judul Openness and Inflation: A Case Study of Pakistan Penulis/Tang
gal
Muhamad Nadeem Hanif dan Irem Batool (2005)
Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan dan inflasi di Pakistan
Model Over night interest rates(ω4 Δi) Harga Gandum (ω5 gspwt )
Jenis Data Data time series Pakistan 1973 sampai 2005, sumber data International Financial Statistic.
Hasil dan Kesimpulan
Pada penelitian ini ditemulkan bahwa, perekonomian terbuka secara signifikan dampak positif terhadap inflasi di Pakistan.
Ringkasan tabel 5 merupakan penelitian dari Sunil Asra yang menganalisis
pengaruh perekonomian terbuka terhadap inflasi pada beberapa negara
berkembang, Yaitu : Indoesia, Bangladesh, Chili, Kolombia, Brazil, Malaysia,
Nepal, Pakistan, India, Mesiko, Korea Selatan, Pilipina, Thailand, Sri Langka.
Berikut rangkuman penelitiannya:
Judul INFLATION AND OPENNESS:
A STUDY OF SELECTED DEVELOPING ECONOMIES Penulis/Tang
gal
Sunil Asra (2005)
Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan positif antara keterbukaan perdagangan negara-negara berkembang
Model
Estimasi dan Variabel
Estimatimation: FGLS (Feasible generalized laeast squares Y = β0 + β1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] + ε
Variabel:
Inflation (CPI)( Y)
X1 = rate of growth real agriculcultural Value Added X2 = M2 (agregate money)(ω2 gmt-1 )
X3 = Opennes (shared trade on GDP(export + import)
Jenis Data Data panel 1980-1990an, sumber data International Financial Statistic.
Hasil dan Kesimpulan
Pada penelitian ini ditemulkan bahwa,terdapat hubungan antara perekonomian terbuka terhadap inflasi di negara-negara
berkembang.
Ringkasan tabel 6 merupakan penelitian dari David Romer yang menganalisis
hubungan perekonomian terbuka dan tingkat inflasi di beberapa negara dunia.
Berikut rangkuman penelitannya:
Tabel 6. Ringkasan Penelitian “OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE”
Judul OPENNESS AND INFLATION: THEORY AND EVIDENCE Penulis/Tang
gal
David Romer (1993)
Tujuan Analisis empiris menunjukkan bahwa hubungan antara perekonomian terbuka dan inflasi.
Model
X1 = Opennes (shared import to GDP) X2 = fixed exchange rates
X3 = log pendapatan real perkapita X4 = variabel dummydari domestik
Jenis Data Data panel 1973-1990an, sumber data International Financial Statistic.
Hasil dan Kesimpulan
Rangkuman Tabel 7 merupakan rangkuman penelitian dari Ricard W Evans,
dimana meneliti kembali hubungan antara perekonomian terbka dan inflasi
berdasrkan beberapa tulisan sebelumnya tentang perekonomian terbuka dan
inflasi. Berikut rangkuman penelitiannya:
Tabel 7. Ringkasan Penelitian “IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON AND MONETARY MARKET POWER”
Judul IS OPENNESS INFLATIONATARY? IMPERFECT COMPETITON
AND MONETARY MARKET POWER Penulis/Tang
gal
Ricard W Evans (2007)
Tujuan Tulisan ini mengajukan pertanyaan tentang bagaimana derajat keterbukaan ekonomi akan mempengaruhi tingkat inflasi kesetimbangan dalam suatu model twocountry OLG sederhana, dengan persaingan tidak sempurna di mana otoritas moneter di masing-masing negara memilih tingkat pertumbuhan uang untuk memaksimalkan kesejahteraan warganya.
Model
Estimasi dan Variabel
Two-country OLG General eqilibrium Y = β0 + (β1 [X1] + β2 [X2] + β3 [X3] )+ ε Variabel:
Inflation (CPI)( Y)
X1 = Opennes (impor shared on GDP) X2 = M2 (agregate money)
X3 = Pajak konsumsi
Jenis Data Data panel 1982-2005, sumber data International Financial Statistic.
Hasil dan Kesimpulan
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Tabel 8. Deskripsi Data Input
Nama Data Selang periode runtun
waktu Satuan pengukuran Sumber Data
Inflasi (CPI) Bulanan Tahun Dasar
2000 Indeks BPS
Ekspor (Migas dan
non migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS
Impor (Migas dan
Migas) Bulanan Miliar Rupiah BPS
PDB Triwulanan Miliar rupiah (SEKI) – Bank
Indonesia
M2 Bulanan Persentase (SEKI) – Bank
Indonesia
Nilai Tukar Bulanan Rupiah/Yuan(RRC) (SEKI) – Bank
Indonesia
Suku Bunga Bulanan Persentase (SEKI) – Bank
Indonesia
Inflasi negara mitra Bulanan Persentase (SEKI) – Bank
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan cara
mempelajari berbagai sumber baik literatur, makalah, karya ilmiah yang terkait
dengan penelitian ini.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder (time series) yaitu.
B. Batasan Variabel
Batasan Variabel dalam penulisan ini adalah :
1. Inflasi
Merupakan kecendrungan harga-harga untuk naik secara umum dan
terus-menerus. Data Inflasi yang digunakan adalah data bulanan laju Inflasi di
indonesia dari tahun 2005:07 sd 2012 :06.
2. Perekonomian Terbuka (OPENC)
Merupakan kegiatan suatu negara membuka diri dalam banyak hal
terutama dalam bidang ekonomi. Perekonomian terbuka ditunjukkan
dengan adanya kegiatan Ekspor dan Impor. Pada penelitan ini
perekonomian terbuka digambarkan ekspor total ditambah dengan impor
total dibagi dengan PDB. Data yang digunakan adalah data bulanan untuk
ekspor dan impor, dan data triwulanan untuk PDB indonesia dari tahun
2005:07 sd 2012 :06. Derajat Perekonomian terbuka diperoleh dari Total
Trade (ekspor + impor) / Y (PDB).
3. Nilai tukar
Kurs valuta asing yang digunakan kurs tengah mata uang rupiah terhadap
Yuan (independen variabel). Yuan dipilih, sebagai mata uang mitra
berupa data triwulanan diperoleh dari data SEKI Bank Indonesia dengan
mengambil data di bulan 2005:07 sd 2012 :06. Yuan sebagai mata uang
negara RRC, dipilih dari beberapa negara, sebagai pengimpor terbesar
Indonesia
4. Suku Bunga Kebijakan BI
Data yang digunakan penelitian ini dengan mengambil data bulanan pada
periode 2005:07 sd 2012 :06.
5. Inflasi Mitra Dagang Utama
Inflasi Negara mitra dagang yang dipakai pada penelitian ini adalah inflasi
RRC, sebagai pengimpor terbesar Indonesia. Data yang digunakan
penelitian ini dengan mengambil data di bulan periode 2005:07 sd 2012
:06.
C. Metode Pengolahan Data 1. Interpolasi Data
Interpolasi data adalah suatu metode yang digunakan untuk menaksir
nilai data time series yang pempunyai rentang waktu lebih besar ke
data yang memiliki rentang waktu yang lebih kecil, atau
sebaliknya(tahunan ke triwulanan,triwulan kebulanan). Sebelum
interpolasi dilakukan, kita harus membedakan karakteristik data yang
akan kita gunakan, yaitu perolehan data dari rata-rata atau akumulasi.
Metode interpolasi data dalm penelitian ini adalah menaksir nilai data
bulanan dari data triwulanan, alat yang digunakan adalah Conversion
option – Eviews 4.0. Interpolasi digunakan untuk memperoleh data
D. Metode Analisis
Pada prinsipnya dalam ECM terdapat keseimbangan yang tetap dalam
jangka panjang antar variable ekonomi, tetapi dalam jangka pendek bisa
saja terjadi ketidakseimbangan. Namun pada dasarnya ketidakseimbangan
dalam suatu periode akan dikoreksi pada periode berikutnya. Jadi proses
koreksi kesalahan dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka
pendek dan jangka panjang.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda. Berdasarkan permasalahan dan hipotesis diatas, maka:
Model Ekonomi:
Π = f (OPC,M2,Exc,i,Π*)
Π = Inflasi
opc = Openness
M2 = Agregat Moneter
Exc = Rp/$
i = Suku Bunga BI
Model Matematika
Π = opc + M2 + Exc + i + Π*
Dimana:
Π = Laju Inflasi
opc = Openness
M2 = Agregat Moneter
Exc = Nilai Tukar Rp/$
i = Suku bunga BI
Π* = Inflasi Mitra Dagang
Model ekonometrika dengan menggunakan ECM
Π = β0 + β1 opc + β2 M2 + β3 Exc + β4i + β4 Π*+ β5 Ect-1 + εt
Dimana:
Π = Laju Inflasi
β0 = Intercept
β1, β2, β3, β4, β5 = Parameter
opc = Openness
M2 = Agregat Moneter
Exc = Nilai Tukar Rp/$
Π* = Inflasi Mitra Dagang
Ect-1 = Error Corection Model
Εt = kesalahan stokastik
dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan ECM (Error Corection Model)
guna mengatasi regresi lancung atau mengantisipasi adanya pergerakan fluktuasi
jangka pendek antar variabel terikat dan variabel bebas (Granger, C.W.J., 1983).
E. Proses dan Identifikasi Model
1. Uji Stationary
Sebelum melakukan analisa regresi dengan menggunakan data time-series, perlu dilakukan uji stationary terhadap seluruh variabel untuk mengetahui apakah
variabel-variabel tersebut stationary atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan pengujian unit root, yang bertujuan untuk mengetahui apakah
data tersebut mengandung unit root atau tidak. Jika variabel mengandung unit
root, maka data tersebut dikatakan data yang tidak stationary. Penentuan orde
integrasi dilakukan dengan uji unit root untuk mengetahui sampai berapa kali
diferensiasi harus dilakukan agar series menjadi stasionary. Terdapat beberapa
metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas
dipergunakan adalah Augmented Dickey-Fuller dan Phillips–Perron unit root test.
Prosedur pengujian stationary data adalah sebagai berikut :
a. Melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menunjukkan
b. Selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari
series.
c. Jika hasilnya tidak ada unit root, berarti pada level first difference, series
sudah stationary atau semua series terintegrasi pada orde I(1).
Jika setelah di-first difference-kan series belum stationary maka perlu dilakukan
second difference.
2 Uji Kointegrasi
Menurut Engle-Granger (1987) pendekatan uji kointegrasi digunakan untuk
memberi indikasi awal bahwa model yang kita gunakan memiliki hubungan
jangka panjang (cointegration relation) dalam melakukan uji kointegrasi harus
diyakini dulu bahwa variabel yang kita pakai mempunyai derajat integrasi yang
sama.
Salah satu bentuk pengujian kointegrasi adalah Engle-Granger test (1987). Alat
analisisnya menggunakan uji CRDW (cointegration regression durbin watson)
selain itu juga dapat kita gunakan Johansen test (1988)i menggunakan
multivariate VAR approach. Perbedaan antara keduanya adalah jika johansen test
dapat menghasilkan lebih dari satu nilai cointegration relation. Sedangakan
Engle-Granger hanya 1 kali nilai cointegration relation yang dapat dihasilkan.
Jika terdapat lebih dari satu cointegration relation maka Engle-Granger test
menjadi misleading. Johansen test hanya dapat dinyatakan valid jika data time
series diketahui tidak statonary, jika sudah statonary dapat langsung dilakukan
3. Model Koreksi Kesalahan
Agus Widarjono (2007) jika ada dua atau lebih variabel yang tidak statonary dan
statonary pada tingkat diferensi dan variabel tersebut terkointegrasi. Namun jika
terdapat semua data tidak stationary maka harus melaksanakan uji CRDW
(cointegration regression durbin watson) untuk melihat ada tidaknya kointegrasi
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Adanya kointegrasi berarti adanya
hubungan atau keseimbangan jangka panjang antar variabel. Dalam jangka
pendek mungkin saja terdapat ketidakseimbangan (disequilibirium).
Ketidakseimbangan inilah yang sering kita temui pada prilaku ekonomi. Artinya,
bahwa apa yang diinginkan pelaku ekonomi (desired) belum tentu sama dengan
apa yang terjadi sebenarnya. Adanya gap tersebut maka diperlukan adanya
penyesuaian (adjustment). Model yang memasukan penyesuaian untuk
melakukan koreksi bagi ketidak seimbangan tersebut disebut model koreksi
kesalahan (error correction model = ECM).
Pendekatan model ECM mulai timbul sejak perhatian para ahli ekonometrika
membahas secara khusus ekonometrika time series. Model ECM pertama kali
diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Hendry
dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger. Model ECM mempunyai
beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah
mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi
lancung (spurius regression).