• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns)

Oleh

FIETRA ALBAJURI

Pencurian dengan kekerasan atau lazim dikenal di masyarakat dengan istilah perampokan , sebenarnya istilah antara pencurian dengan kekerasan dan perampokan dari segi redaksional kedua istilah tersebut berbeda namun mempunyai makna yang sama, kalau disebutkan pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sama halnya dengan merampok. Seperti pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dengan Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan? (2) Apakah pidana yang dijatuhkan dalam putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns sudah sesuai dengan rasa keadilan?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Analisis data pada penelitian ini adalah akan dilakukan dengan analisis kualitatif yaitu dengan mengkaji secara mendalam fenomena hukum yang telah diperoleh untuk mendapatkan kualitas data yang berupa uraian kalimat yang tersusun secara sistematis dan selanjutnya ditulis dengan menggambarkan secara deskriptif yang kemudian ditarik kesimpulan melalui cara berfikir induktif, sehingga merupakan jawaban permasalahan berdasarkan hasil penelitian.

(2)

Fietra Albajuri keyakinan hakim sehingga terdakwa dinyatakan bersalah. Selain itu yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini, yaitu tidak sependapat dengan tuntutan pidana dari penuntut umum yang menuntut terdakwa selama 5 (lima) bulan penjara, dan terdakwa juga masih berusia 15 (lima belas) tahun yang dikategorikan sebagai anak anak sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. (2) Putusan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan belum memenuhi rasa keadilan dapat disimpulkan dari hasil wawancara penulis terhadap responden relatif tergantung dari pihak mana yang menilainya , belum memenuhi rasa keadilan jika dilihat keadilan bagi terdakwa seharusnya hukuman penjaranya lebih ringan dari terdakwa lainnya. Bahwa berdasarkan fakta dipersidangan terdakwa hanya bertugas berjaga-jaga diatas sepeda motor dan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perbuatannya.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Seharusnya Anak yang terkena pidana tidak diberi sanksi berupa hukuman penjara karena dikhawatirkan bila terlalu lama di Rumah Tahanan justru akan membawa dampak yang lebih buruk bagi anak yang terkena pidana dan lingkungan penjara juga kurang kondusif bagi perkembangan mental anak tersebut .(2) Hakim dalam menjatuhkan putusannya janganlah hanya mempertimbangakan unsur kepastian hukumnya saja dalam perkara yang dihadapinya tersebut melainkan juga harus mempertimbangkan keadilan dan kemanfaatan hukumnya, serta melihat unsur-unsur lainnya seperti filosofis, maupun sosiologisnya sehingga terpenuhi dan terwujudnya perlindungan terhadap masyarakat dalam mencari keadilan.

(3)

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns) (Skripsi)

Oleh : Fietra Albajuri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns) (Skripsi)

Oleh : Fietra Albajuri

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 10

E. Sistematika Penulisan 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertimbangan Hakim 17

B. Pengertian Tindak Pidana 21 C. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan 22 D. Tinjauan Umum Tentang Anak 23 III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah 33

B. Sumber dan Jenis Data 34

C. Penentuan Narasumber 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data 36

(6)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan 38

B. Putusan Pidana Penjara Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Putusan

No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns Sudah Memenuhi

Rasa Keadilan 54 V. PENUTUP

A. Simpulan 59 B. Saran 60 DAFTAR PUSTAKA

(7)
(8)
(9)

MOTO

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesungkar-sungkarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.

(Ibu Kartini)

Dan bersabar lah dalam menggapai sesuatu, karena sabar tak pernah ber ujung hingga allah memberi petunjuk atau menggantinya dengan yang lebih baik.

(Al-Hadist)

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu , tetapi dibalas dengan buah.

(10)

PERSEMBAHAN

Maha Suci Allah dan Segala Puji untuk-Nya, sejumlah makhluk-Nya, Keridhaan diri-Nya, perhiasan ‘Arsy-Nya dan sebanyak tinta

kalimah-Nya

Untuk-Nya yang tidak pernah tidur dan lupa akan makhluknya,

Sang penguasa alam semesta beserta isinya

Untaian huruf, kata dan kalimat berpadu dengan angka, menjadi sebuah bentuk karya kecil bernama skripsi ini ku persembahkan untuk mereka yang ditakdirkan menjadi lumbung kasih sayang yang

tiada pernah bertemu tepi dan mengenal sebuah akhir….

Kedua orang tuaku tercinta A. Hilali,SH dan Ibunda Sunarti yang dalam sembah sujudnya tiada henti selalu mendoakanku, memberi cinta dan kasih sayangnya, dan tiada hentinya selalu membimbing

dan mengarahkan ananda diperjuangan dunia menuju akhirat , terima kasih banyak atas pengorbanan yang telah ananda terima ,

tidak ada yang dapat ananda berikan, semoga Allah membalas kebaikan papa dan mama selam ini .

Saudara-saudaraku, Fanie Wirha Kesuma, S.Sos., Yuni Aryani, S.E., Tresia Atriana, S.Sos., Izie Khutnul Khotimi S.IP., dan Nadya Trimay

Sari yang telah menjadi penyemangat, perhatian dan penuh kasih sayang , sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fietra Albajuri , putra dari ayahanda A.Hilali, S.H., dan Ibunda Sunarti . Penulis dilahirkan pada Tanggal 25 Desember 1993 di Bandar Lampung.

Penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) Tunas Harapan diselesaikan Tahun 2005, Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 8 Bandar Lampung pada tahun 2008 , dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Taman Siswa , yang diselesaikan pada tahun 2011.

Pada Tahun 2011, berkat ridho Allah SWT penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur penerimaan mahasiswa perluasan akses pendidikan (PMPAP).

Penulis

(12)

SANWACANA

Segala ucapan rasa syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang maha berhak menguasai seluruh langit dan bumi, yang tidak akan pernah memejamkan mata-Nya untuk selalu tetap mengawasi ciptaan-Nya yang paling mulia, serta yang akan menjadi hakim sangat adil di hari akhir nanti. Segala puji bagi Allah sejumlah apa yang di langit dan bumi. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi

dengan judul, “Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns). ” merupakan hasil penelitian yang dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana di bidang Hukum Pidana.

Peneyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan , bimbingan dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(13)

3. Bapak Dr. Maroni , S.H., M.H. selaku Pembimbing Satu yang telah membantu, membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan, saran motivasi sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini;

4. Bapak Eko Raharjo , S.H., M.H. selaku Pembimbing Dua yang telah meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Ahmad Syofyan ,S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik;

6. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dan meneteskan ilmu-ilmu yang luar biasa selama ini kepada penulis dalam masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

7. Untuk Ayahanda ku tercinta A. Hilali S.H yang selalu menjadi penyemangat terima kasih atas pengorbanan dan kasih sayang papa selama ini , walaupun papa telah tiada didunia namun jiwa raga papa selalu tetap ada;

8. Untuk Ibuku tercinta Sunarti terima kasih atas doa,dorongan dan semangat serta nasihat yang telah diberikan selama ini;

9. Untuk keluargaku Fanie Wirha Kesuma, S.Sos., Yuni Aryani, S.E., Tresia Atriana, S.Sos., Izie Khutnul Khotimi, S.IP., dan Nadya Trimay Sari yang telah jadi penyemangat, perhatian dengan penuh rasa sabar dan penuh kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

(14)

11.Untuk keluarga besarku Bang Randi, Zahra , Wawan , Abim , Uni Octa ,Duli, Titah , atu , Batin, Uti terimakasih atas masukannya dan bimbingan nya selama ini;

12.Untuk teman seperjuangan Hendra ari saputra S.H , Andrean S.H , Tomi S.H , Adi S.H , M. Yusuf S.H , Arahmat Panca S.H , Tara Sabili S.H terimaksih telah membantu dan memberi masukan selama kita berjuang; 13.Tim Futsal Elevenlaw khususnya Abi Zuliansyah, Ado, Fima Agatha ,

Arviando YS, Feri Ferdianto, Imam mukhlasin ,Arnol, Agus Hermawan, Beni Yulianto, Fani Apriyata, Dika Permadi, Sofran Rizal , Jevi Tornado, Nicko Cahya Y, Febri Minsi, Fadil dll atas segala kekompakan dan kebersamaannya selama ini;

14.Untuk kawan-kawan mbk Dewi Ambasador , Eka Purnama Sari, Iis Priyatun , Mia terimakasih atas masukannya selama ini;

15.Untuk kelurga besar Scooter Adventure Club (SAC) bang Ecang , bang Aden , bang Oi , bang Riski ,bang Agus, bang Tedi , bang Arif , Ifan , Rio , Ari dll terimakasih telah memberikan dorongannya sehingga penulis mampu untuk menyelesaiakan perjuangan akhir mahasiswa yaitu Skripsi; 16.Tim KKN Tulang Bawang Kec.Meraksa Aji Desa Marga Jaya ,

(15)

mendampingi penulis sebagai bentuk kekeluargaan dan bentuk soliditas diantara kita;

17.Terimakasih Banyak atas semua pihak yang terlibat, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga apa yang telah kalian berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT;

Akhir kata penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dalam proses penulisan skripsi ini, dan penulis sangat menyadari bahwasanya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki dalam penulisan ini. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat menjadi hal yang berguna dan bermanfaat bagi pembacanya, dan bagi penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya dibidang hukum.

Bandar Lampung, 2015 Penulis

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan diketahui dari hal-hal yang melekat dalam diri pelaku atau terdakwa, baik latar belakang terdakwa, pengakuan dan penyesalan terdakwa yang diungkapkan dalam persidangan maupun sikap terdakwa selama menjalani persidangan memiliki nilai tersendiri bagi hakim untuk mempertimbangkan dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap terdakwa.

Putusan merupakan produk lembaga peradilan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat, baik dalam hubungan-hubungan privat keperdataan (umum dan agama), hubungan negara dengan warganya atas terlanggarnya aturan-aturan hukum pidana , putusan bukan hanya menjadi media untuk menyatakan seseorang bersalah atau sebagai sarana bagi seseorang untuk bisa mngambil kembali haknya yang dikuasai orang lain, namun secara substansial putusan adalah kolaborasi dari hasil olah pikir dan pendalaman nurani yang dikemas dengan sentuhan-sentuhan teori dan pengetahuan hukum sehingga sebuah putusan akan mengandung nilai-nilai akademik, logis dan yuridis1 Putusan tidak cukup

1

(17)

2

hanya dituangkan dalam bentuk tulisan, tetapi juga harus dinyatakan secara lisan dalam sidang terbuka untuk umum. Prinsip keterbukaan untuk umum bersifat imperatif. Persidangan dan putusan yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari asas fair trial2.

Pertimbangan putusan terdiri dari dua bagian, yaitu pertimbangan tentang fakta hukum dan pertimbangan hukumnya. Pertimbangan tentang fakta diperoleh dengan cara memeriksa alat bukti seecara empiris dalam persidangan. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan selanjutnya diuji menggunkan teori kebenaran koresponden untuk memperoleh fakta hukum dan petunjuk. Pertimbangan hukum merupakan bagian pertimbangan yang memuat uji verifikasi antara fakta hukum dengan berbagai teori dan peraturan perundang-undangan. Terbukti tidaknya suatu tindak pidana sangat tergantung pada pertimbangan hukumnya.3

Segala putusan pengadilan selain untuk memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Alasan yang dimaksud berupa rangkaian argumentasi yuridis yang disusun secara sistematis dan rasional. Argumentasi disusun dan dikonstruksi sedemikan rupa, sehingga dapat menunjukkan arah, alur dan pola berpikir yang jelas.

Pertimbangan fakta hukum merupakan pokok dari keseluruhan fakta yang menimbulkan akibat hukum. Dengan kata lain, pertimbangan fakta hukum

2

M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika , Jakarta , 2005, hlm.803. 3

(18)

3

merupakan hasil pemeriksaaan alat bukti yang terungkap di persidangan, disusun secara sistematis dan kronologis menjadi suatu rangkaian perbuatan atau tindakan pidana yang dilakukan terdakwa dan dapat menimbulkan akibat hukum. Fakta-fakta hukum dapat diperoleh melalui dua cara : proses dialektika dan memeriksa alat bukti, antara lain keterangan saksi-saksi, keterangan ahli,surat petunjuk,dan keterangan terdakwa. Fakta hukum yang benar dapat memberikan gambaran secara kronologis semua perbuatan terdakwa beserta akibat hukum yang ditimbulkannya. Pertimbangan fakta hukum yang lengkap dan akurat dapat menghasilkan pertimbangan hukum yang tepat, logis yang dan realistis.

Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Generasi muda sebagai subjek merupakan pelaku dan pelaksanaan pembangunan yang harus dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama membangun bangsanya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo 35 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak juga berhak mendapat perlindungan dari orang tua, keluarga dan pemerintah.

(19)

4

dan prasarana hukum untuk mengantisipasi segala permasalahan yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud menyangkut kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan prilaku yang menjadi anak terpaksa dihadapkan dimuka pengadilan.

Mental anak yang masih dalam pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan disekitarnya. Sehingga jika lingkungan tempat anak berada tersebut buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit tindakan tersebut akhirnya membuat mereka berurusan dengan aparat penegak hukum.

Lingkungan keluarga sebagai faktor yang akan menentukan kearah mana pertumbuhan pribadi seorang anak, memang kondisi-kondisi tertentu yang berbeda-beda dalam corak sifat keluarga tertentu dengan keluarga lain. Salah satu ciri yang menjadi perhatian didalam menelaah dari suatu kejahatan adalah The Broken Home.4

Sutherland menyebutkan bahwa broken home itu sebagai unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah kejahatan. Kurangnya waktu orang tua untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak merupakan penyebab terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan anak melibatkan diri kearah kejahatan yang tidak diinginkan. Bahkan sering kali orang tua itu hampir tidak mempunyai waktu untuk membantu anak menyelesaikan persoalan-persoalan yang harus dikerjakan sendiri, mungkin persoalan pelajaran atau mungkin persoalan kehidupan praktis

4

(20)

5

dari teman anak tersebut. Kesibukan dapat pula membuat orang tua acuh tak acuh terhadap pertanyaan anak yang ingin mengetahui sesuatu, atau mungkin pula ayah memberikan jawaban yang menimbulkan kejengkelan anak. Dengan demikian memupuk kecemasan pada tunas yang mulai tumbuh itu. Oleh sebab itu disini betul-betul perlu diperhatikan mengenai pentingnya peranan kedua orang tua didalam mendidik anaknya dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.5

Kita ketahui bersama bahwa kenakalan anak dan remaja memang diperlukan dalam upaya mencari jati diri. Namun demikian ada batas-batas yang harus dipatuhi sehingga suatu kenakalan masih relevan untuk digunakan sebagai wahana menentukan identitas diri (self identification). Bila batas-batas itu dilanggar, maka perbuatan tersebut masuk kedalam ranah hukum pidana.

Dalam studi interdisiplin ilmu pengetahuan, juvenile delinquency menjadi konsepsi yang hampir sangat sulit untuk dipahami dengan gamblang. B Simanjuntak, memberi tinjauan secara sosiokultural tentang arti juvenile delinquency. Suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti sosial terkandung unsur-unsur anti normatif6.

Psikolog Bimo Walgito merumuskan arti selengkapnya juvenile deliquen sebagai berikut: tiap perbuatan ,jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa,maka

5

Ibid., hlm. 90.

6

(21)

6

perbuatan itu merupakan kejahatan , jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak khususnya anak remaja7.

Adapun kronologis peristiwa bahwa terdakwa Oji Kusuma Atmaja bin Rumiyono yang dalam perkara tersebut masih berusia 15 (lima belas) Tahun bersama-sama dengan Febri,Aidil Kurniawan,M. Hapidz,Rizal, Diansah (yang perkaranya diajukan terpisah) dan Apriyan (yang saat ini masih belum tertangkap) pada hari selasa tanggal 18 November 2014, bertempat di kamp. Rejosari Mataram Kec. Seputih Mataram Kab.Lampung Tengah atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Gunung Sugih, telah mengambil suatu barang berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk Yamaha Mio J Warna Merah Nomor Polisi BE 5222 HH, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan milik orang lain yaitu milik saksi Rio Permana bin Sabar, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu atau untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk menguasai barang yang dicurinya, yang dilakukan dijalan umum, oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan cara bersekutu.

Dalam hal Anak yang belum berumur antara 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk menyerahkan kembali kepada orang tua/Wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan,

7

(22)

7

pembinaan dan pembimbingan di instansi pemerintah atau di instansi LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial), baik di tingkat pusat maupun daerah , paling lama 6 (enam) bulan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di atas 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dijatuhkan pidana .

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih tanggal 12 Desember 2014 Nomor: 14/Pid.sus-Anak/2014/PN.Gns, yang menyatakan terdakwa telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “

Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Keadaan Memberatkan ”, sebagaimana dalam tuntutan Penuntut Umum dalam Pasal 365 Ayat (2) ke-1 dan ke-2 KUHP agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa selama 5 (lima) bulan, kemudian majelis hakim mempunyai pendapat sendiri atas perkara ini sehingga pendapat penuntut umum dalam nota tuntutannya dikesampingkan , maka majelis memutus terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 15 (lima belas) hari .

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur” ( Studi Putusan14/Pid.Sus -Anak/2014)

(23)

8

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan? b. Apakah pidana yang dijatuhkan dalam putusan

No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns sudah sesuai dengan rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan ini dibatasi pada kajian ilmu hukum pidana dan hukum acara pidana, tentang analisis pertimbangan hakim dalam perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak dibawah umur pada Putusan Pengadilan Negeri Gunung Sugih No. 14/Pid.Sus-Anak/2014. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015, Sedangkan ruang ruang lingkup wilayah penelitian adalah Pengadilan Negeri Gunung Sugih.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian skripsi antara lain:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan

(24)

9

2. Kegunaan Penelitian a. Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kajian hukum pidana yang berhubungan dengan tindak pidana pencurian.

b. Praktis

Penelitian ini dapat diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum khususnya, serta kepada masyarakat umumnya untuk mengetahui dan turut serta dalam penanggulangan anak yang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka acuan atau konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran yang pada dasarnya bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti8. Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.9

a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peran hakim sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah

8

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI press Jakarta 1986, hlm: 125

9

(25)

10

melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHP, menurut KUHP harus ada alat bukti yang sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Alat bukti inilah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga mendapatkan hasil yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu Pasal 8 Ayat (2) : “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat dari

terdakwa”.

Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu :10

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana bagi terdakwa (pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHP).

10

(26)

11

2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Pendekatan seni digunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi dari pada pengetahuan hakim. Hakim dengan keyakinannya akan menyesuikan dengan keadaan dan hukuman yang sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatuhan tersebut, dapat dipertanggungjawabkan.

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok-pokok perkara yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan dari dalam diri hakim.

6. Teori Kebijaksanaan

(27)

12

solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara dan mendidik pelaku tindak pidana anak, serta sebagai pencegahan umum kasus. Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian menghubungkannya dengan hukum yang berlaku.

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasar pada penafsiran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat, juga faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Menurut Sudarto, untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi beberapa unsur, sebagai berikut :11

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan

2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus) ataupun kealpaan (culpa)

3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau alasan pemaaf

Suatu hal yang wajar apabila memidana pelaku delik dengan melihat unsur perbuatan dan harus memenuhi unsur kesalahan karena tidak adil apabila menjatuhkan pidana terhadap orang yang tidak mempunyai kesalahan. Sesuai dengan asas pertanggungjawaban pidana yang berbunyi : tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld : actus non facit reum nisi mens sit rea). Adapun kesalahan tersebut dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.

b. Tujuan Hukum , kemanfaatan, keadilan

11

(28)

13

Menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu : kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum atau peraturannya, kemanfaatan menekankan kepada kemanfaatan bagi masyarakat, keadilan menekankan pengambilan putusan majelis hakim dilakukan setelah masing-masing hakim anggota majelis mengemukakan pendapat atau pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah atau mufakat.12

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti.13Kerangka konseptual ini menjelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga mempunyai batasan-batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah. Maksudnya tidak lain untuk menghindari kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

Demikian pula dengan generalisasi esensi dari konsep-konsep tertentu yang memiliki kesamaan-kesamaan pada intinya, dijadikan suatu pengertian khusus, yang akan memudahkan menulusuri maksud penulis. Pengertian-pengertian khusus tersebut antara lain:

12

Teori-Pemidanaan. https://apbisma.blogspot.com/2013/11/teori-pemidanaan.html?m=1 diakses pada tanggal 24 Agustus 2015, pada pukul 15.30 Wib.

13

(29)

14

1. Analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa karangan, perbuatan, dan sebagainya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya.14

2. Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, Pertimbangan Hakim adalah pemikiran-pemikiran atau pendapat hakim dalam menjatuhkan putusan dengan melihat hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan pelaku. Setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat terlulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

3. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau lazimnya dikenal di masyarakat dengan istilah perampokan. Sebenarnya istilah antara pencurian dengan kekerasan dan perampokan dari segi redaksional kedua istilah tersebut berbeda namun mempunyai makna yang sama, misalnya kalau disebutkan pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sama halnya dengan merampok. Merampok juga adalah perbuatan jahat, oleh karena itu walaupun tidak dikenal dalam KUHPidana namun perumusannya sebagai perbuatan pidana jelas telah diatur sehingga patut dihukum seperti halnya pencurian dengan kekerasan.15

4. Pengertian Anak adalah Apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka

pengertian “anak” diartikan sebagai orang yang belum dewasa, orang yang

14

Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, hlm 32.

15

(30)

15

dibawah umur atau keadaan dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang di bawah pengawasan wali.16

E. Sistematika Penulisan

Penulisan sistematika ini memuat keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan mempermudah pemahaman konteks skripsi ini, maka penulis menyajikan penulisan dengan sistematika sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang dari permasalahan yang diselidiki, masalah yang dijadikan fokus studi, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual yang dipergunakan, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori meliputi pertimbangan hakim, tindak pidana , tindak pidana pencurian dengan kekerasan dan tinjauan umum tentang anak yang melakukan tindak pidana

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang metode yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, metode pengumpulan data yang merupakan penjelasan tentang darimana data itu diperoleh dan pengolahan data serta metode analisis dan pembahasan.

16

(31)

16

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan bab ini juga memberikan jawaban mengenai permasalahan yang penulis teliti yaitu Analisis pertimbangan hakim dalam perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan oleh anak dibawah umur.

V. PENUTUP

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertimbangan Hakim

BAB IX Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24 dan Pasal 25 menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas, serta penjelasan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009, yaitu Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

(33)

18

Konstitusi. Seorang hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal, hal ini menjadi ciri suatu negara hukum1

Seorang hakim diwajibkan menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Istilah tidak memihak ini diartikan tidak harfiah, tidak memihak dalam pengertian tersebut artinya hakim tidak dibenarkan untuk memilih (clien) yang akan dibela karena dalam menjatuhkan putusannya harus memihak kepada kebenaran. Tidak memihak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Dinyatakan dalam Undang-undang No.48 Tahun 2009 pasal 5 ayat

(1) bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak

membeda-bedakan orang”.

Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, terlebih putusan pemidanaan, hakim harus benar-benar menghayati dan meresapi arti amanat dan tanggungjawab yang diberikan yang diberikan kepadanya sesuai dengan fungsi kewenangannya, masing-masing kearah tegaknya hukum itu sendiri yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dengan berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Lilik mulyadi mengemukakan bahwa hakikat pada pertimbangan yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu delik apakah perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh penuntut umum sehingga pertimbangan tersebut relevan terhaadap amar/ diktum putusan hakim.2

1

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, hlm. 94. 2

(34)

19

Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argumen atau alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik pradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan. Maka hakim akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan pada saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti.

Pertimbangan hakim dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni, pertimbangan yuridis dan pertimbangan non-yuridis. Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-undang ditetapkan sebagaimana yang harus dimuat dalam putusan misalnya dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana. Sedangkan pertimbangan non-yuridis dapat dilihat dari latar belakang terdakwa, kondisi terdakwa dan agama terdakwa.3

Fakta-fakta persidangan yang dihadirkan,berorientasi dari lokasi kejadian (lokal delicti) tempat kejadian (tempus delicti), dan modus operandi tentang cara tindak pidana itu dilakukan. Selain itu dapat pula diperhatikan aspek akibat langsung dari perbutan terdakwa, jenis barang bukti yang digunakan, serta perbuatan terdakwa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Apabila fakta-fakta persidangan telah terungkap, barulah putusan hakim mempertimbangkan unsur-unsur delik yang didakwakan oleh penuntut umum, setelah sebelumnya dipertimbangkan korelasi antara fakta-fakta, delik yang

3

(35)

20

didakwakan dan unsur-unsur kesalahan terdakwa. Barulah kemudian majelis hakim mempertimbangkan dan meneliti terpenuhinya unsur-unsur delik pidana yang didakwakan terhadap terdakwa dan terbuti secara sah menyakinkan menurut hukum. Selain pertimbangan yuridis dari delik yang didakwakan, hakim juga harus menguasai aspek teoritik, pandangan doktrin, yurisprudensi, dan posisi kasus yang ditangani, barulah kemudian secara limitatifditetapkan pendiriannya.

Setelah diuraikan mengenai unsur-unsur delik yang didakwakan, ada tiga bentuk tanggapan dan pertimbangan hakim antara lain:4

1. Ada majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail, terperinci dan subtansial terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.

2. Ada pula majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.

3. Ada majelis hakim sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dari pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.

Setelah pencantuman unsur-unsur tersebut, dalam praktek putusan hakim, selanjutnya dipertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan atau memberatkan terdakwa tidak jujur, terdakwa tidak mendukung program pemerintah, terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya, dan lain sebagainya. Sementara hal-hal yang bersifat meringankan ialah terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa bersikap baik selama persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya, terdakwa masih muda, dan lain sebagainya.

B. Pengertian Tindak Pidana

4

(36)

21

Istilah tindak pidana berasal dari istilah dalam hukum pidana Belanda yaitu

Strafbaar Feit yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Atau perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan perundang-undangan.5

Menurut pandangan Monisme dalam pendekatan terhadap tindak pidana terdapat empat rumusan yakni “dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan, yang pelakunya dapat dikenakan hukuman, asal dilakukan oleh seseorang yang karena itu dapat disalahkan, dan dilakukan oleh

seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya”.

Penganut pandangan ini adalah JE Jonkers, Wirjono Prodjodikoro, Simons, Van Schravendijk. Sedangkan menurut pandangan Dualisme menurut Pompe merumuskan bahwa suatu Strafbaar Feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”6 dan menurut Vos merumuskan bahwa Strafbaar Feit adalah “suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan perundang-undangan, melawan hukum, yang patut dipidana dan

dilakukan dengan kesalahan”.7

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas

5

Wirjono Prodjodikoro, , Op.Cit, hlm 55. 6

Lamintang, Delik-Delik Khusus. Bandung: Sinar Baru, 1990, hlm.174. 7

(37)

22

tindakan yang dilakukannya seperti anak dianggap jahat, sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem peradilan pidana. Diversi bertujuan: mencapainya perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak.

C. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau lazimnya dikenal di masyarakat dengan istilah perampokan. Sebenarnya istilah antara pencurian dengan kekerasan dan perampokan dari segi redaksional kedua istilah tersebut berbeda namun mempunyai makna yang sama, misalnya kalau disebutkan pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan sama halnya dengan merampok. Merampok juga adalah perbuatan jahat, oleh karena itu walaupun tidak dikenal dalam KUHP namun perumusannya sebagai perbuatan pidana jelas telah diatur sehingga patut dihukum seperti halnya pencurian dengan kekerasan.

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan itu oleh pembentuk undang-undang telah diatur dalam Pasal 365 KUHPidana, yang rumusannya sebagai berikut:

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(38)

23

berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

Dengan demikian maka yang diatur dalam Pasal 365 KUHP sesungguhnya hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yang terdiri atas kejahatan pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang, ataupun bukan merupakan suatu samenloop dari kejahatan pencurian dengan kejahatan pemakaian kekerasan terhadap orang.

Pencurian dengan kekerasan bukanlah merupakan gabungan dalam artian gabungan antara tindak pidana pencurian dengan tindak pidana kekerasan maupun ancaman kekerasan, kekerasan dalam hal ini merupakan keadaan yang berkualifikasi, maksudnya adalah kekerasan adalah suatu keadaan yang mengubah kualifikasi pencurian biasa menjadi pencurian dengan kekerasan. Dengan demikian unsur-unsurnya dikatakan sama dengan Pasal 362 KUHP ditambahkan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.

D. Tinjauan Umum Tentang Anak 1. Pengertian Anak

Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak di dalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(39)

24

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak

Pada Pasal 1 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak

Pada Pasal 1 Ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012, anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pada Pasal 1 Ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

(40)

25

Batasan umur anak menurut dokumen internasional yaitu sebagai berikut:

a. Task Force on juvenlie Delinquency Prevention, menentukan bahwa seyogyanya batas usia penentuan seseorang sebagai anak dalam konteks pertanggungjawaban pidana ditetapkan usia terendah 10 tahun dan batasan usia atas antara 16-18 tahun.

b. Resolusi PBB No.40/33 tentang UN standrad Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) menetapkan batasan usia anak adalah seseorang yang berusia 7-18 tahun (CommentaryRule

2.2) serta Resolusi PBB No. 45/113 menentukan batasan atas yaitu 18 tahun.8

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang akan penulis gunakan sebagai acuan mengenai pengertian dan batasan umur anak di dalam penelitian ini adalah pengertian anak di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Proses Penanganan Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana.

Proses peradilan adalah suatu proses yuridis, dimana harus ada kesempatan orang berdiskusi dan dapat memperjuangkan pendirian tertentu yaitu mengemukakan kepentingan oleh berbagai macam pihak, mempertimbangkannya dan dimana keputusan yang diambil tersebut mempunyai motivasi tertentu.9 Seperti halnya

8

Tri Andrisman,Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung. Bandar Lampung,2011,hlm.42.

9

(41)

26

orang dewasa, anak sebagai pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, arti

kata identik disini mengandung arti ”hampir sama”, yang berbeda hanya lama serta cara penanganannya.

Penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan serta perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Proses penanganan anak yang berhadapan dengan hukum erat kaitannya dengan penegakan hukum itu sendiri, dimana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system). Dikaji dari perspektif Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) maka di Indonesia dikenal 5 (lima) institusi yang merupakan sub Sistem Peradilan Pidana. Terminologi lima institusi tersebut dikenal sebagai Panca Wangasa penegak hukum, yaitu Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan dan advokat.10

3. Jenis-jenis Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak Pelaku Tindak Pidana Menjatuhkan pidana mensyaratkan bahwa sesorang harus melakukan perbuatan yang aktif atau pasif seperti yang ditentukan oleh undang-undang pidana, yang melawan hukum, dan takadanya alasan pembenar serta adanya kesalahan dalam arti luas (yang meliputi kemampuan bertanggung jawab, sengaja atau kelalaian) dan tidak adanya alasan pemaaf.

Terpenuhinya syarat-syarat tersebut mengakibatkan si pembuat atau pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman atas perbuatannya. Berdasarkan Undang-Undang

10

(42)

27

Nomor 11 Tahun 2012 jenis-jenis sanksi yangdapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak Pidana di bawah umur meliputi Pidana,baik Pidana Pokok maupun Pidana Tambahan, dan Tindakan.

Tindakan atau maatregel sering dikatakan berbeda dengan Pidana, maka Tindakan bertujuan melindungi masyarakat sedangkan Pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi kepada pelaku suatu perbuatan. Tetapi secara teori sukar dibedakan dengan cara demikian, karena pidanapun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan memperbaiki terpidana.

Perbedaan tindakan dengan Pidana agak samar karena tindakanpun bersifat merampas kemerdekaan, misalnya memasukkan orang tidak waras ke rumah sakit jiwa. Selanjutnya pembagian sanksi berdasarkan kriteria Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terdapat pada Pasal 21 yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 21 menentukan:

1) Dalam hal anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja social Profesional mengambil keputusan untuk:

a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau

(43)

28

2) Keputusan sebagaimana pada ayat (1) diserahkan kepengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan ,pembinaan, dan pembimbingan kepada anak sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf b.

4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan,masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

5) Instansi pemerintah dan LPKS ( Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada bapas secara berkala setiap bulan.

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Syarat penjatuhan sanksi berupa Pidana terhadap Anak Nakal tercantum dalam Pasal 73, Pasal 77, Pasal 79, dan Pasal 81 yang menyatakan sebagai berikut: Pasal menentukan:

1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.

(44)

29

4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.

5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dengan masa pidana paling lama dari pada Pidana dengan syarat umum.

6) Jangka waktu masa Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.

7) Selama menjalani masa Pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan.

8) Selama anak menjalani Pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud dengan ayat (7), anak harus mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun.

Pasal 77 menentukan:

1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 Ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

2) Dalam hal anak dijatuhi Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anak ditempatkan dibawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan.

Pasal 79 menentukan:

(45)

30

2) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap

orang dewasa.’

3) Minimum khusus Pidana Penjara tidak berlaku terhadap anak.

4) Ketentuan mengenai Pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

Pasal 81 menentukan:

1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.

2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

4) Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

5) Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terahir.

6) Jika tindak Pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatukan adalah pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(46)

31

Pasal 82 menentukan:

1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi: a. Pengembalian kepada orang tua atau/wali;

b. Penyerahan kepada seseorang; c. Perawatan dirumah sakit jiwa; d. Perawatan di LPKS;

e. Kewajiban mengikuti Pendidiken formal dan/atau Pelatihan yang diaadakan oleh Pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan g. Perbaiakan akibat tindak Pidana.’

2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama (satu) tahun.

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana diancam dengan pidana Penjara Paling singkat 7 (tujuh) tahun.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 84 menenentukan:

1) Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS.

2) Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh Pelayanan, Perawatan, Pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, Serta hak lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

(47)

32

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat Soerjono Soekanto yang menyatakan bahwa pendekatan masalah dalam penelitian hukum menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut ini:

a. Pendekatan yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan (library

research) dengan mempelajari dan menelaah ketentuan-ketentuan hukum yang

berlaku, dokumen atau literatur berkaitan permasalahan yang diteliti.

(49)

34

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat Soerjono Soekanto yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research), yang terbagi menjadi:

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara studi kepustakaan (library research) melalui membaca, mengutip, menyalin dan menelaah berbagai literatur, teori-teori dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yaitu :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri dari : a. Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen ke 4

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pemberlakuan Wetboek

van Straafrecht sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

di Indonesia.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)..

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;

(50)

35

g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014.

2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan atau membahas bahan hukum primer misalnya buku-buku, referensi, literatur atau karya tulis yang terkait dengan materi penelitian.

3) Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder seperti kamus Bahasa Inggris dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, majalah, surat kabar dan internet.

2. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara penelitian langsung terhadap obyek penelitian yaitu di Pengadilan Negeri Gunung Sugih dengan cara observasi dan wawancara.

C. Penentuan Narasumber

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah wawancara terhadap para narasumber/informan Wawancara dilakukan kepada :

1) Hakim Pada Pengadilan Negeri Gunung Sugih : 1 orang 2) Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Gunung Sugih : 1 orang 3) Lembaga Bantuan Hukum Kota Bandar Lampung : 1 orang 4) Balai Pemasyarakatan Kota Metro : 1 orang 5) Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UNILA : 1 orang

(51)

36

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini digunakan prosedur pengumpulan data yang terdiri dari data sekunder, yaitu pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan library research. Studi kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah literatur-literatur yang menunjang, serta bahan-bahan ilmiah lainnya yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan kegiatan merapihkan dan menganalisis data. Kegiatan ini meliputi seleksi data dengan cara memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya dan pengelompokan data secara sistematis. Kegiatan pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

a. Editing data, yaitu meneliti data yang keliru, menambah data yang kurang lengkap.

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data menurut bahasa yang ditentukan. c. Sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara

(52)

37

E. Analisis Data

(53)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan yang Dilakukan Anak dibawah umur (Studi Putusan Pengadilan Negeri No.14/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Gns) maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dalam memutus perkara, Majelis Hakim mempunyai banyak pertimbangan dengan terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar , hal-hal yang meringankan dan memberatkan , dan fakta-fakta yuridis yang ditemukan dalam proses pemeriksaan serta yang diperkuat adanya keyakinan hakim sehingga terdakwa dinyatakan bersalah. Selain itu yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini, yaitu tidak sependapat dengan tuntutan pidana dari penuntut umum yang menuntut terdakwa selama 5 (lima) bulan penjara, dan terdakwa juga masih berusia 15 (lima belas) tahun yang dikategorikan sebagai anak anak sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(54)

60

yang menilainya , belum memenuhi rasa keadilan jika dilihat keadilan bagi terdakwa seharusnya hukuman penjaranya lebih ringan dari terdakwa lainnya. Bahwa berdasarkan fakta dipersidangan terdakwa hanya bertugas berjaga-jaga diatas sepeda motor dan tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perbuatannya.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Seharusnya Anak yang terkena pidana tidak diberi sanksi berupa hukuman penjara karena dikhawatirkan bila terlalu lama di Rumah Tahanan justru akan membawa dampak yang lebih buruk bagi anak yang terkena pidana dan lingkungan penjara juga kurang kondusif bagi perkembangan mental anak tersebut .

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2008. Pertimbangan Hukum Putusan pengadilan, PT. Bina Ilmu Offset, Surabaya.

Andrisman, Tri ,2011. Buku Ajar Hukum Peradilan Anak. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Agung Dewantara,Nanda, 1987. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana Aksara Persada Indonesia, Jakarta.

Bawengan, G.W,1997. Masalah kejahatan dengan sebab dan akibat, Pradya paramitha. Dellyana, Shanty,1998. Wanita Dan Anak Dimata Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Harahap,M.Yahya,2005. Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika , Jakarta.

Lamintang,1990. Delik-Delik Khusus. Sinar Baru, Bandung.

Maidin, Goeltom,2006. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, RefikaAditama, Bandung.

Mulyadi, Lilik,2010. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktik Peradilan, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

---, 2005. Pengadilan Anak Di Indonesia, (Teori Praktek dan Permsalahannya) CV.Mandar Maju, Bandung.

---, 2007. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Muhammad, Rusli, 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer ,Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung.

(56)

Rahardjo, Satjipto,1991. Ilmu Hukum, Citra Adhitya Bhakti, Bandung.

Rifai, Ahmad, 2012. Peran Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Preogratif, Sinar Grafika,Jakarta.

Sahetapy, J.E. & B.Mardjono Reksodiputro,1989. Paradok dalam Kriminologi , Rajawali Press, Jakarta.

Simanjuntak, 2007. Penggantar Kriminologi dan Sosiologi , Rineka Cipta, Jakarta.

Soedarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Soekanto,Soerjono,1986 Pengantar Penelitian Hukum, UI press Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Walgito, Bimo,2012. Kenakalan Anak ( Juvenile Deliquency ), Rineka Cipta , Jakarta.

Witanto, Darmoko Yuti & Arya Putra Negara Kutawaringi,2013. Diskresi Hakim Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Subtantif dan Perkara Pidana, Alfabeta , Bandung.

Undang-undang no 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Undang-undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Internet :

1. Hadisiti, Teori Keadilan Menurut Para Ahli, http://hadisiti.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-menurut-para-ahli.html diakses pada tanggal 12 Oktober 2015, pada pukul 13.00 Wib.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengarang narasi siswa melalui media Teks Wawancara pada pelajaran Bahasa Indonesia yang berdampak pada hasil

Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar. Teknik tes ini dilakukan setelah perlakuan diberikan

Analisa statistik yang digunakan adalah koefisien korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan faktor internal dan faktor eksternal terhadap motivasi kerja karyawan

[r]

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya salah satu kegiatan pemerintah yang berusaha untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan melalui

Make sure that you keep a certain portion above the ground level to prevent surface water from flowing inside. waste water from a factory, waste water from workers’ village,

Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi dife- rensiasi, yang terkait

Gambar 6 Kapas Sebagai Media Budi Daya Semut Jepang. Universitas