• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN. ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN. ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

25 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

2.1. Pengertian Tindak Pidana

Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum, masalah istilah adalah sangat penting. Demikian pula halnya dengan istilah terhadap tindak pidana. Istilah tindak pidana ini sebenarnya bersumber dari terjemahan strajbaar feit atau delict (bahasa Belanda) dimana terjemahan strajbaar feit tersebut dalam bahasa Indonesia hingga kini belum terdapat adanya kesamaan pendapat dikalangan para saijana. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai macam istilah dalam menterjemahkan strajbaar feit tersebut, seperti peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang boleh dihukum, dan juga dengan sebutan tindak pidana.

Menurut Moeljatno dengan menggunakan istilah perbuatan pidana memberikan rumusan sebagai berikut: ’’Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.36

Sedangkan menurut A. Ridwan Halim. S, menyebutkan tindak pidana sebagai ’’delik” yaitu suatu perbuatan atau tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh Undang- undang (pidana).37 Disamping terjemahan stafbaar feit diatas, Van Apeldoom juga menyebutkan sebagai peristiwa pidana yakni suatu tindakan (berbuat atau lalai berbuat) yang bertentangan dengan hukum positif, jadi yang bersifat tanpa hak yang menimbulkan akibat yang oleh

36Moeliatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta, 1985, h. 54.

37Ridwan Halim, Hukum Pidana dalam Tanva Jawab. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991, h. 33.

(2)

26 hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa unsur yang diperlukan untuk peristiwa pidana adalah sifat tanpa hak (onrechtmatigheid) yakni sifat melanggar hukum dimana tidak terdapat unsur tanpa hak, tidak ada peristiwa pidana. Dengan demikian dalam suatu peristiwa pidana ciri khas yang paling utama adalah melanggar hukum (sifat tanpa hak).38

Pengertian lain untuk terjemahan strajbaar feit diberikan pula oleh S.Kartanegara, dimana beliau lebih condong dengan istilah tindak pidana dengan rumusannya yakni ”suatu perbuatan (melakukan atau lalai melakukan) yang bertentangan hukum positif, yaitu yang menimbulkan akibat yang oleh hukum dilarang dan diancam hukuman”.39

Berdasarkan kedua pandangan tersebut dengan demikian, dapat kita lihat adanya persamaan pendapat antara S. Kartanegara dan Van Apeldoom yang mana unsur tanpa hak, yaitu melanggar hukum merupakan unsur yang penting untuk suatu strajbaar feit. Strajbaar feit dalam bahasa Indonesia memang perbedaan dalam sebutannya, namun harus tetap diakui terjemahan dalam bahasa Indonesia. Walaupun berbeda-beda, tetapi unsur melanggar hukum dan hak tetap ada yang merupakan ciri khasnya. Kita mengetahui apakah perbuatan tersebut melawan hukum haruslah dilihat dasar undang-undang. rumusan undang-undang menunjukkan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan boleh dilakukan. Ada suatu asas pidana yang mengatakan bahwa suatu perbuatan tidak boleh dihukum apabila ada peraturan yang mengatur sebelum perbuatan itu dilakukan. Asas ini disebut Nullum

38Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, h. 338. 2'Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian II. Balai Lektur Mahasiswa, 1989, h. 64.

(3)

27 Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali atau asas tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut: 'Tiada suatu perbutan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu. Makna yang terkandung dalam asas legalitas itu ada tiga pengertian, yaitu ada perbuatan yang dilarang yang diancam dengan pidana kalau hal itu lebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang maka dapat ditentukan bahwa adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan secara penafsiran secara analogi.

2.2. Unsur-unsur Tindak Pidana

Sehubungan dengan perumusan tindak pidana yang mempunyai sejumlah unsur di dalam tiap-tiap tindak pidana, maka nampak adanya jalan pikiran yang berlainan antara para ahli untuk secara mendasar dan adanya pula pendapat yang membagi unsur-unsur perumusan tindak pidana secara terperinci. Pembagian secara mendasar didalam melihat unsur perumusan tindak pidana, hanya mempunyai dua (2) unsur yaitu:

1. Unsur obyektif. 2. Unsur subyektif.

Menurut Lamintang yang dimaksud dengan unsur-unsur ’’obyektif’ itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan- keadaan mana tindakan yang dimaksud unsur ’’subyektif’ adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala yang tergantung di

(4)

28 dalam hatinya.40 Dalam hal ini C. S. T. Kansil mempertegasnya dengan menyebutkan unsur-unsur obyektif tersebut adalah mengenai perbuatan, akibat, dan keadaan. Unsur-unsur subyektif ialah mengenai keadaan dapat dipertanggungjawabkan dan schuld (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian).41

Satochid Kartanegara dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Kumpulan kuliah, mengemukakan bahwa unsur obyektif adalah unsur-unsur yang terdapat di luar diri manusia, yaitu yang berupa: 1. Suatu tertentu; 2. Keadaan yang kesemuanya dilarang dan diancam dengan pidana atau hukuman oleh undang-undang. Sedangkan unsur-unsur subyektif, adalah sebagaimana disebutkan oleh Simon, yaitu harus memuat unsur- unsur sebagai berikut:

“Pertama Suatu perbuatan manusia, disini dimaksudkan bahwa tidak saja perbuatan, akan tetapi juga mengabaikan; sedangkan yang kedua yakni Perbuatan (perbuatan dan mengabaikan) dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; dan yang ketiga yaitu Perbuatan itu harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan.”42

Jadi, pembagian unsur-unsur secara mendasar seperti diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur yang obyektif adalah unsur yang terdapat diluar diri manusia yang dapat berupa kelakuan yang bertentangan dengan hukum, sedangkan unsur yang subyektif ialah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku yang ditentukan dalam perundang-undangan dan dapat dipertanggungjawabkan.

40P. A. F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1983, h.84.

41

C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1989, h. 284.

(5)

29 Pembagian perumusan tindak pidana secara terperinci, melihat unsur tindak pidana didasarkan atas susunan perumusan dari tiap-tiap tindak pidana yang bersangkutan, sehingga secara alternatif, setiap tindak pidana harus mempunyai unsur-unsur yang pada umumnya dikenal dengan ilmu pengetahuan. Di dalam doktrin tidak terdapat keseragaman didalam menentukan adanya unsur-unsur dalam suatu tindak pidana.

Apabila kita lihat rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana, yaitu:

a. Unsur tingkah laku; b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan;

d. Unsur akibat konstitutif;

e. Unsur keadaan yang menyertai;

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; h. Unsur syarat untuk dapatnya dipidana;

i. Unsur obyek hukum tindak pidana;

j. Unsur kualitas subyek hukum tindak pidana;

k. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.43

Sedangkan, menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah: 1. Perbuatan;

43

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel Pidana. Tindak pidana. Teori- Teori Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana). Cet. I., PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi I), h. 82.

(6)

30 2. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

3. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).44

Dalam hukum pidana dikenal beberapa kategorisasi tindak pidana (delik), yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, diantaranya:

1. Menurut KUHP, dapat dibagi atas Kejahatan (misdrijven), dalam ketentuan KUHP diatur dalam buku II, Pasal 104 sampai dengan Pasal 488. Contoh: pencurian, pembunuhan, penggelapan. Pelanggaran (overtredingen), dalam ketentuan KUHP diatur dalam buku III, Pasal 489 sampai dengan Pasal 569. 2. Menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, tindak pidana itu dapat dibagi

menurut beberapa sudut:

a. Berdasarkan bentuk kesalahanya, dapat dibedakan atas dolus dan culpa. Dolus, yaitu perbuatan sengaja yang dilarang dan diancam dengan pidana. Dalam hal ini akibat yang ditimbulkan oleh delik tersebut memang dikehendaki oleh pelaku. Culpa, perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja, hanya karena kealpaan (ketidakhati-hatian) saja.

b. Berdasarkan wujudnya, dapat dibedakan atas:

- Delik komisionis, yaitu delik yang terjadi karena seseorang melanggar larangan, yang dapat meliputi baik delik formil maupun materiil.

- Delik omisionis, yaitu delik yang teijadi karena seseorang melalaikan suruhan (tidak berbuat), biasanya delik formil

44

(7)

31 - Delik komisionis peromisionim, yaitu delik yang pada umumnya dilaksanakan dengan perbuatan, tetapi mungkin terjadi pula bila orang tidak berbuat (berbuat tapi yang tampak tidak berbuat).

c. Berdasarkan pada perumusan tindak pidana, dapat dibedakan atas: - Delik materiil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada

akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. - Delik formil, yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.

3. Menurut segi pandangan dari sudut-sudut lain yakni:

a. Berdasarkan sumbernya, maka tindak pidana itu dibedakan atas: - Delik umum, yaitu semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP

sebagai kodifikasi hukum pidana materiil (Buku II dan Buku III KUHP).

*

- Delik khusus, yakni semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika dan psikotropika.

b. Berdasarkan faktor waktu atau lamanya tindak pidana itu dilakukan, maka

dapat dibedakan atas:

- Delik terjadi seketika, yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga untuk terwujudnya atau teijadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja, disebut juga dengan

(8)

32 aflopende delicten. Misalnya, pencurian, jika perbuatan mengambilnya selesai, tindak pidana itu menjadi selesai secara sempurna.

- Delik terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus, yaitu tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu masih berlangsung terus, yang disebut juga dengan voortdurende delicten. Tindak pidana ini dapat disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang.

c. Berdasarkan faktor syarat-syarat untuk dapat dituntut, tindak pidana itu dapat dibedakan atas:

- Delik aduan, yaitu tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan. Misalnya, tindak pidana pencabulan.

- Delik biasa, yaitu tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak. Sebagian besar tindak pidana adalah tindak pidana biasa yang dimaksudkan ini. Misalnya, pencurian, penganiayaan.

d. Berdasarkan subyek hukum tindak pidana, tindak pidana itu dapat dibedakan atas:

(9)

33 - Delik Communia, yaitu tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua

orang (delicta communia).

- Delik propria, yaitu tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu (delicta propria).

Misalnya, pegawai negeri (pada kejahatan jabatan), atau nakhoda (pada kejahatan pelayaran) dan sebagainya.

2.3. Pengertian Pencurian

Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang marak sekali terjadi. Kejahatan terhadap harta benda ini adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak). Jenis-jenis kejahatan terhadap harta benda orang dimuat dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII.

2. Pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab XXIII.

3. Penggelapan (versduistering), diatur dalam Bab XXIV. 4. Penipuan (bedrog), diatur dalam Bab XXV.

5. Penghancuran dan perusakan benda (vemieling of beschadiging van goederen), diatur dalam Bab XXVII.

6. Penadahan (heling), diatur dalam Bab XXX.45

Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam golongan ’’kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik”, adalah kejahatan-kejahatan:

1. Pencurian. 2. Pemerasan. 3. Penggelapan.

45Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda. Bayumedia, Malang, 2006, (selanjutnya disingkat Adami Chazawi II), h. 1.

(10)

34 4. Penipuan.

5. Pengerusakan.46

Pada umumnya kejahatan tersebut merupakan tindak pidana formil yang berarti perbuatannya yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang. Diantara kejahatan-kejahatan terhadap milik orang, yang paling marak terjadi di Indonesia adalah pencurian.

Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam Bab XXII Buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur dari tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok itu diatur dalam Pasal 365 KUHP yang rumusan aslinya berbahasa Belanda. Kemudian beberapa sarjana meterjemahkan rumusan tersebut dengan versinya masing-masing.

R. Sugandhi menterjemahkan Pasal 365 KUHP yaitu “Barang siapa mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena melawan hukum dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah”.47

Menurut R. Soesilo, pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut: “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9000,-”.48

46P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Tarsito, Bandung, 1979, h. 7.

47R. Sugandhi, op.cit., h. 376. 48

(11)

35 Pasal 365 KUHP diterjemahkan menurut Moch. Anwar adalah: ’’Barang siapa mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki barang itu secara melawan hukum, dihukum karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali enam puluh rupiah”.49

Terjemahan pasal 365 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan Moch. Anwar memiliki kesamaan versi, namun ada beberapa sarjana memiliki pandangan tersendiri walaupun pada prinsipnya menjelaskan tentang pencurian dalam bentuk pokok. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut:

Barang siapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena salahnya melakukan pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.50

Dilihat dari rumusan tersebut, segera dapat kita ketahui bahwa pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formil atau yang disebut juga delict met formele omschrijving, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan mengambil atau wegnemen.

Berbeda dengan terjemahan pasal 362 KUHP menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, dimana didalam terjemahannya diatas, P. A. F. Lamintang

Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor. 1990. h. 249. 49

Moch. Anwar. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II). Alumni, Bandung, 1980, h. 17.

(12)

36 dan Djisman Samosir dengan sengaja menterjemahkan ”zich toeeigenen” itu dengan 'menguasai” yang mana mempunyai pengertian berbeda dengan ’’memiliki” yang ternyata sampai saat sekarang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, walaupun benar bahwa perbuatan ’’memiliki” itu sendiri termasuk didalam pengertian ”zich toeeigenen” seperti yang dimaksudkan didalam pasal 362 KUHP.51 Mengenai hal ini lebih lanjut akan dibicarakan pada pembahasan berikutnya.

2.4. Unsur-unsur pencurian.

Untuk dapat mengetahui apa yang sebenarnya diatur didalam pasal 365 KUHP yang berbunyi “barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”. Pertama-tama perlu diketahui unsur-unsur dari perbuatan pencurian tersebut. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 365 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur-unsur-unsur obyektif.52

Menurut pasal 365 KUHP, pencurian itu mengandung dua unsur pokok

51

Ibid.

(13)

37 yaitu:

1. Unsur obyektif: - Mengambil

- Memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan - Barang

- Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain 2. Unsur Subyektif

- Dengan maksud

- Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Mengambil merupakan unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan ’’mengambil” {wegnemen). Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat lain. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir bahwa perbuatan mengambil ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaanya yang nyata dan mutlak. Noyon Langemeyer mengemukakan pandangannya yakni pengertian mengambil tersebut adalah selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu benda berada dalam penguasaannya (pelaku). Berikutnya, Simon memberikan pengertian mengambil adalah membawa sesuatu benda menjadi berada dalam penguasaannya atau membawa benda tersebut secara mutlak berada dibawah penguasaannya yang nyata.

Perbuatan mengambil sudah dimulai pada saat seseorang berusaha melepaskan kekuasaan atas benda dari pemiliknya. Pada umumnya perbuatan

(14)

38 mengambil dianggap selesai, terlaksana apabila benda itu sudah berpindah dari tempat asalnya, tetapi dalam praktek ditafsirkan secara luas dan mengalami perkembangan dalam pengertiannya, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertian dalam tata bahasa. Sebagai contoh: mengendarai mobil orang lain yang sedang terparkir tanpa izin pemiliknya dan setelah mempergunakannya mobil dikembalikan pada tempatnya. Mempergunakan mobil itu adalah perbuatan mengambil bensin karena bensin dalam tank mobil itu terpakai. Dengan demikian, perbuatan mengambil harus dilihat dari kasusnya yang dihadapi sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Mengenai barang yang diambil itu harus berharga, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Tentang harga barang yang diambil itu tidak selalu harus bersifat ekonomis, misalnya barang yang diambil itu tidak mungkin dapat terjual kepada orang lain, akan tetapi bagi si korban barang tersebut berharga sebagai suatu kenang-kenangan. Van Bemmelen memberi contoh, yaitu berupa beberapa halaman yang disobek dari suatu buku catatan atau surat kabar; berupa beberapa helai rambut (hearlok) dari seseoarang yang wafat yang dicintai.53

Menurut Memorie van Toelichting mengenai pembentukan Pasal 365 KUHP, dapat diketahui bahwa ’’benda” tersebut haruslah diartikan sebagai benda berwujud yang menurut sifatnya dapat dipindahkan. Dalam prakteknya sekarang pengertian tentang benda ini juga mengalami perkembangan, dimana yang dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian itu bukan lagi terbatas pada ’’benda berwujud dan bergerak”, melainkan secara umum dapat dikatakan bahwa menurut

53Sudradjat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Remadja Karya, Bandung, 1986, h. 64.

(15)

39 pengertian masa kini yang dapat dijadikan obyek pencurian adalah setiap benda baik itu merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak, baik itu merupakan benda berwujud maupun tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu juga benda-benda yang tergolong res nullius.

Mengenai perkembangan atau penyimpangan yang demikian jauh dari maksud semula dari undang-undang tentang pengertian barang/benda di dalam Pasal 362 KUHP itu dapat dilihat dari putusan-putusan pengadilan seperti berikut: a. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1921 (N. J. 1921 halaman 564, W.

10728), tentang pencurian listrik (stroom). Arrest ini kemudian dikenal dengan apa yang disebut ’’Electriciteits-arrest”;

b. Arrest Hoge Raad tanggal 9 Nopember 1932 (N. J. 1932 W. 12409), tentang pencurian gas;

c. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1911 (N. J. 1911 W. 9205), tentang pencurian pohon atau kayu.54

Dari beberapa contoh diatas dapat diketahui, bahwa benda-benda tidak berwujud seperti tenaga listrik dan gas serta benda-benda tidak bergerak seperti pohon itu dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain:

Barang yang dicuri tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang yang sudah dibuang oleh pemiliknya dan

54

(16)

40 sebagainya. Unsur-unsur pencurian tersebut mengandung persamaan dengan Pasal 365 KUHP.

Perkataan dengan maksud dalam rumusan pasal 362 KUHP itu mempunyai arti yang sama dengan opzet atau kesengajaan, dimana harus ditafsirkan sebagai opzet dalam arti sempit atau ’’opzet als oogmerk” saja. Opzet atau maksud itu haruslah diartikan untuk menguasai benda yang diambilnya itu bagi dirinya sendiri secaramelawan hak. Ini berarti bahwa harus dibuktikan:

a. Bahwa maksud orang itu adalah demikian atau bahwa orang itu mempunyai maksud untuk menguasai barang yang dicurinya itu bagi dirinya sendiri.

b. Bahwa pada waktu orang tersebut mengambil barang itu, ia harus mengetahui bahwa barang yang diambilnya adalah kepunyaan orang lain. c. Bahwa dengan perbuatannya itu, ia tahu bahwa ia telah melakukan suatu

perbuatan yang melawan hak atau bahwa ia tidak untuk berbuat demikian untuk memiliki/untuk menguasai:

Secara umum para sarjana menggunakan istilah memiliki. Dalam kaitannya dengan hal ini P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir menggunakan istilah menguasai, oleh karena didalam kenyataannya diketahui bahwa pengertian menguasai adalah lebih luas dari pengertian memiliki bagi dirinya sendiri. Bahkan lebih tepat jika diartikan sebagai menguasai bagi dirinya sendiri, karena dengan kenyataan bahwa seseorang itu dapat menjual, memberikan, menyembunyikan, menggadaikan, sampai pada merusak sesuatu benda kepunyaan orang lain, tentulah orang tersebut perlu lebih dahulu menguasai benda itu.

(17)

41 Memiliki bagi diri sendiri atau untuk kepentingan orang lain seperti pencurian adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya. Setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan- akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik. Noyon-Langemeyer memberi definisi memiliki barang” adalah menjelmakan menjadi perbuatan tertentu suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak sendiri.55 Maksud untuk memiliki barang itu perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada, meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang.

Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil barang, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki barang orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum. Pada dasarnya melawan hukum (wederrechtelijk) adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. Dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum tertulis, sedangkan melawan hukum materiil ialah disamping bertentangan dengan hukum tertulis, juga bertentangan dengan asas-asas hukum umum yang ada dalam kehidupan masyarakat.

55Sudradjat Bassar, op.cit, h. 65.

(18)

42 Sebagaimana diterangkan dalam Memorie van Toelichting, maksud dicantumkannya melawan hukum secara tegas dalam suatu tindak pidana, didasarkan pada suatu pertimbangan pembentuk undang-undang bahwa ada kekhawatiran orang-orang tertentu yang melakukan perbuatan seperti yang dirumuskan itu yang tidak bersifat melawan hukum akan dapat juga dipidana. Demikian juga halnya dengan memasukkan unsur melawan hukum kedalam rumusan pencurian dan pencurian. Pembentuk undang-undang merasa khawatir adanya perbuatan-perbuatan mengambil benda milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya tanpa dengan melawan hukum. Apabila unsur melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan hukum, maka orang seperti itu dapat dipidana. Keadaan ini bisa terjadi, misalnya seorang calon pembeli di toko swalayan dengan mengambil sendiri barang yang akan dibelinya.56

2.5. Klasifikasi Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP

Sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pencurian diatur dalam Pasal 365 yakni :

ayat (1)

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang

56Adami Chazawi II, op.cit., h. 19.

(19)

43 dicuri.

ayat (2)

Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat

atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

ayat (3)

Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

ayat (4)

Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3.

Dalam kaitannya dengan pembahasan karya tulis ini, penulis hanya menjelaskan lebih jauh dua ketentuan pasal saja yakni Pasal 365 dan 368, karena kedua ketentuan pasal tersebut memiliki spesifikasi atau

(20)

kekhususan-44 kekhususan dalam kaitannya dengan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor.

Sehubungan dengan Pasal 365 tersebut, dalam Pasal 363 KUHP diuraikan tentang Pencurian dengan pemberatan. Pasal 363 KUHP berbunyi sebagai berikut :

(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: 1. Pencurian ternak.

2. Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, ledakan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang.

3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.

5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Pencurian dalam Pasal 363 KUHP ini dinamakan pencurian dengan pemberatan. Yang dimaksud dengan ’’pencurian dengan pemberatan” (gequalificeerde diefstal) adalah bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian bentuk pokoknya.

Pencurian Ternak:

Obyek pencuriannya adalah ternak, sebagai unsur obyektif tambahan. Pengertian ternak dapat dilihat dari rumusan Pasal 101 KUHP, yakni semua jenis

(21)

45 binatang yang memamah biak (kerbau, lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Pencurian ternak dianggap berat, karena ternak tersebut merupakan milik petani ternak atau peternak yang terpenting.

Pencurian pada waktu:

Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hura, pemberontakan atau bahaya perang, maka pencurian ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semacam itu orang-orang semua ribut dan barang-barang dalam keadaan tidak teijaga, sedangkan orang yang mempergunakan saat orang lain mendapat celaka ini berbuat jahat, adalah orang yang rendah budinya. Sebenarnya para pelaku pencurian berkewajiban untuk menolong para korban sesuai dengan rasa kemanusiaan.

Antara terjadinya malapetaka dengan pencurian itu harus ada hubungannya, artinya pencuri betul-betul mempergunakan itu untuk mencuri. Tidak termasuk disini misalnya orang yang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu di bagian kota teijadi suatu kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang ada karena kebakaran itu.

Pencurian pada waktu malam:

- dalam suatu rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya; - dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa sepengetahuan atau tanpa

(22)

46 Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh Pasal 98 KUHP adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit kembali. Yang dimaksud rumah disini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, gerbong kereta api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam termasuk dalam pengertian rumah.

Adapun yang dimaksud pekarangan tertutup adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-tanda batas yang nyata, tanda-tanda mana menunjukkan bahwa tanah dapat dibedakan dari bidang-bidang tanah sekelilingnya. Tertutup tidak selalu dikelilingi dengan tembok atau pagar sebagai tanda-tanda batas. Tanda-tanda batas dapat juga terdiri atas salinan air, tumpukan batu-batu, pagar tumbuh-tumbuhan, pagar bambu. Tidak perlu tertutupi rapat-rapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri harus betul-betul masuk ke dalam rumah dan sebagainya dan melakukan pencurian di situ.

Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih:

Dalam hal ini dua orang atau lebih itu harus bertindak bersama-sama sebagaimana dimaksud oleh Pasal 55 KUHP, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh Pasal 56 KUHP, yakni yang seorang bertindak, sedang yang lainnya hanya sebagai pembantu saja.

Pencurian dengan cara-cara tertentu:

(23)

47 mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. Yang diartikan membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu, jendela dan sebagainya. Yang diartikan memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memecah kaca jendela dan sebagainya.

Tentang pemanjatan terdapat pada Pasal 99 KUHP. Menurut arti sesungguhnya, memanjat ialah membawa diri ke suatu ketinggian tertentu (guna memperoleh sesuatu yang dimaksud), dengan menggunakan atau tanpa sesuatu alat. Dalam ketentuan ini termasuk juga dalam sebutan memanjat adalah:

- ke dalam rumah melalui lubang yang telah ada yang sedianya tidak untuk jalan masuk atau ke luar.

- masuk ke dalam rumah melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali (biasa disebut dengan perbuatan menggangsir).

- masuk ke dalam rumah melalui selokan atau parit yang gunanya sebagai penutup jalan.

Selanjutnya, mengenai penggunaan anak kunci palsu diatur dalam Pasal 100 KUHP, yakni yang dimaksud dengan anak kunci palsu ialah segala macam anak kunci yang tidak diperuntukkan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seperti almari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas barang itu. Anak kunci duplikat bila tidak dipergunakan oleh yang berhak masuk pula dalam pengertian anak kunci palsu. Anak kunci yang telah hilang dari tangan yang

(24)

48 berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu. Selain daripada itu menurut bunyi Pasal 100 KUHP, semua perkakas meskipun tidak berupa anak kunci yang berupa apa saja, misalnya kawat atau paku yang kegunaannya bukan untuk membuka kunci, apabila digunakan oleh pencuri membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu.

Dalam ketentuan Pasal 363 ayat (1) sub ke 5 juga menyebutkan cara-cara pencurian dengan perintah palsu dan pakaian jabatan palsu. Perintah palsu yaitu suatu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tetapi sebenarnya bukan. Sedangkan pakaian jabatan palsu merupakan pakaian yang dipakai oleh orang, akan tetapi ia tidak berhak untuk itu. Misalnya, pencuri dengan memakai seragam polisi pura-pura sebagai seorang polisi dengan membawa surat keterangan palsu agar dapat dengan mudah masuk ke rumah seseorang untuk melakukan pencurian.

Pada Pasal 363 ayat (2) menetapkan, bahwa gabungan dari kejahatan tersebut dalam No.3 dengan salah satu yang tersebut dalam No.4 dan 5 merupakan masalah yang memperberat hukumannya.

Contoh: Dalam salah satu berita kriminal di harian Bali Post edisi hari Minggu, 15 April 2007 disebutkan bahwa satu unit sepeda motor Honda Grand milik Hadiman Baruh dicuri di areal parkir Jalan Kamboja Denpasar. Pada saat memarkir, korban telah memastikan bahwa sepeda motornya dalam kondisi terkunci stang. Pelaku dalam beraksi menggunakan kunci palsu (kupal). Dalam hal ini, kasus pencurian

(25)

49 sepeda motor tersebut termasuk dalam jenis pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP).57

Sedangkan dalam Pasal 365 KUHP mengatur mengenai pencurian dengan kekerasan.

Pasal 365 KUHP menentukan bahwa:

(1) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tangannya.

(2) Pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

Ke-1. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di j alam umum, atau di dalam kereta api, atau tram yang sedang beijalan;

Ke-2. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih; Ke-3. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;

Ke-4. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati.

(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama- lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.

Pasal 365 ayat (1) KUHP memuat unsur-unsur sebagai berikut: 1. Obyektif:

- pencurian dengan didahului; disertai; diikuti.

- oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang. 2. Subyektif:

- dengan maksud untuk.

(26)

50 - mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu.

- jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu untuk melarikan diri, untuk mempertahankan kepemilikan atas barang yang dicuri.

Kekerasan adalah setiap perbuatan yang mempergunakan tenaga badan yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Penggunaan kekerasan terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul dengan senjata, mengikat, menahan dan sebagainya. Dalam ketentuan Pasal 89 KUHP yang disamakan dengan melakukan kekerasan yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi. Sebagai perluasan dari pengertian kekerasan ditetapkan oleh Pasal 89 KUHP. bahwa perbuatan yang mengakibatkan orang pingsan, atau tidak sadarkan diri dan perbuatan yang menimbulkan orang tidak berdaya lagi termasuk perbuatan kekerasan. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang. Seseorang tidak perlu para rernilik barang, misalnya pelayan rumah yang sedang menjaga rumah majikannya.

Lebih lanjut, untuk dapat dituntut menurut pasal ini, kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut harus dilakukan terhadap orang, bukan pada barang, dan dapat dilakukan sebelumnya, bersamaan atau setelah pencurian itu dilakukan, asal maksudnya untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, dan apabila tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi diri atau kawannya yang turut melakukan pencurian tersebut untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada di tangannya. Pencuri yang masuk ke dalam rumah dengan merusak bagian rumah (pintu, jendela dan sebagainya) tidak

(27)

51 tergolong dalam pencurian ini, karena kekerasan yang dilakukan itu tidak dikenakan pada orang.

Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat (Pasal 365 ayat (2)), apabila disertai salah satu hal seperti di bawah ini:

1. Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum, atau di . dalam kereta api atau tram yang sedang beijalan. Apabila pencurian tersebut dilakukan di dalam kereta api atau tram yang sedang berhenti, tidak masuk disini. Yang dimakud jalan umum adalah dataran tanah yang dipergunakan untuk lalu lintas umum, baik milik pemerintah atau swasta, asal dipergunakan untuk umum (siapapun boleh berlalu lintas di situ).

2. Apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 3. Apabila si pelaku masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.

4. Apabila perbuatan itu mengakibatkan ada orang yang mendapat luka berat. Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat lagi, apabila perbuatan ini mengakibatkan kematian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (3) KUHP. Kematian itu harus hanya sebagai akibat belaka dari pencurian ini, dan tidak merupakan tujuan semula dari si pelaku.58 Sedangkan Pasal 365 ayat (4) KUHP menyatakan bahwa menjatuhan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, apabila perbuatan itu:

1. Menimbulkan akibat luka berat pada seseorang atau akibat matinya

58R. Sugandhi, op.cith. 384.

(28)

52 seseorang.

2. Dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.

3. Disertai salah satu masalah tersebut dalam No. 1 dan 3 (ayat 2), yakni: No.l: pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di j alam umum, di dalam kereta atau tram yang sedang bergerak.

No.2: yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara: membongkar, memanjat, memakai anak kunci palsu, memakai perintah palsu atau memakai pakaian jabatan palsu.

Contoh: Dalam salah satu berita kriminal pada harian Radar Bali edisi hari Kamis, :anggal 22 Maret 2007 disebutkan bahwa seorang pelaku pencurian sepeda motor yakni I Ketut Bayu Winasa, diciduk oleh Tim Buser Polsek Densel lantaran merampas sepeda motor Yamaha Mio milik Komang Wirasa di Jalan Pulau Bungin, Sesetan. Ketika korban berhenti di tepi jalan, tiba-tiba saja pelaku mendekat dan mendaratkan bogem ke mukanya. Setelah korban teijatuh, kemudian pelaku merampas motor tersebut dan membawanya kabur.59 Dalam hal ini perbuatan pelaku :ermasuk ke dalam jenis pencurian dengan kekerasan, sesuai dengan ketentuan Pasal 365 KUHP.

Referensi

Dokumen terkait

istrinya dijadikan sekumtum bunga laru pulang. Di tengah perjalanan, ia singgah kembali di negeri Pasir Sigara dan melihat orang berperang memperebutkan Putri

Sejalan dengan hal tersebut, penulis menyarankan Perlu adanya kesadaran dari masing-masing pelaku pencurian energi listrik yang dilakukan didesa Gununganyar agar tidak

Boiler merupakan suatu alat dengan prinsip kerja seperti ketel, yang digunakan sebagai tempat pemanasan air (feedwater) menjadi uap kerja (steam). Perubahan dari fase cair

Kami juga menyatakan dengan sebenarnya bahwa isi tesis ini tidak merupakan jiplakan dan bukan pula dari karya orang lain, kecuali kutipan dari literatur dan atau hasil

Berdasarkan masalah tersebut, pengusul dan mitra akan mengatasi masalah-masalah tersebut yaitu di bidang produksi dan manajemen usaha dengan konsep pemberdayaan masyarakat

Untuk pembeli dengan cara bayar KPR 1, KPR 2 dan KPR 3, wajib mengikuti syarat Ketentuan yang berlaku 5 Harga dan ketentuan dapat berubah sewaktu waktu tanpa pemberitahuan

Dari hasil temuan itu kemudian dilakukan autopsi oleh tim forensik RS Bhayangkara Semarang dan hasilnya disebutkan ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban

Sehubungan dengan ini, maka penelitian ini menjadi penting untuk mengungkap bagaimana peranan sertifikasi halal, dan variabel minat beli (sikap, norma subjektif, dan kontrol