• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Ruth Tora Suci Sihotang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Ruth Tora Suci Sihotang"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Ruth Tora Suci Sihotang

140200457

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan

Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

Ruth Tora Suci Sihotang 140200457

Ketua Departemen Hukum Pidana

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. M. Hamdan, SH, M.H.

NIP :195703261986011001

Dr. M. Hamdan, SH, M.H.Dr. Mohammad Ekaputra SH.M.Hum

2018

. NIP :195703261986011001 NIP. 197110051998011001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE DITINJAU DARI HUKUM PIDANA DI INDONESIA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKuntuk memperoleh gelar Sarjana HukumUniversitas Sumatera Utara.

Penulisan judul ini didasari atas ketertarikan terhadap permasalahan penerapan pembuktian tindak pidana penipuan dalam hukumn pidana di Indonesia.Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, walaupun disadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan serta masukan dari berbagai pihak, sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : a. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

b. Bapak Dr. OK Saidin S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

c. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

d. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

e. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.H, selaku Ketua Departemen Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

f. Ibu Liza Erwina, S.H, M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

g. Bapak Dr. Muhammad Hamdan , SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi ini.

h. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul di awal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

i. Kedua orang tua yang sangat saya cintai Papi (Toga Pardamean Sihotang, SH.M.Hum) dan Mami (Ingrid Chandra Panggabean, S.Sos) yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta, pengertian dan membimbing penulis serta menyediakan segala kebutuhan penulis, penulis ucapkan terima kasih yang tak tehingga untuk semuanya.

j. Buat Adik – adik saya, Madeleine, Lesley, Lawrence yang telah memberikan motivasi, doa dan dukungan kepada penulis sehingga penulis memiliki semangat untuk menyelesaikan penulisan ini.

(5)

k. Teja Thymoty yang selalu bersedia dan tidak pernah lelah memberikan semangat dalam segala hal kepada saya dalam menyelesaikan skripsi saya.

l. Teman seperjuangan di Fakultas Hukum, Ristirahma, Barita Raja, Adlan, Fikri, Raisa Napitupulu, Rossa Pakpahan, Debby, Jonathan Hasibuan, Bintang David, Rani, Gary Christian, Aldrian, dan semua teman teman angkatan 2014 lainnya yang saya cintai dan selalu memberikan semangat dalam pengerjaan skripsi saya.

m. Teman-teman terkasih dan seperjuangan saya yaitu Nadya Elisabeth, Yohana Panjaitan yang selalu mendukung dan memberi semangat.

n. Dan segenap pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungan semangat yang dibagikan bersama.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan.Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata penulis memanjatkan doa dan puji kehadiratNya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2018 Penulis

RuthTora Suci Sihotang NIM.1402004

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. KeaslianPenulisan... 9

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

G. Metode Penelitian ... 21

H. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II :PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE ... 26

A. PengaturanHukumterhadapTindak Pidana Penipuan Online di dalam pasal 378 KUHP ... 26

B. PengaturanHukumPidanaterhadapTindakPidana Penipuan OnlinemenurutUndang-undangNomor 19 Tahun 2016 TentangPerubahanAtasUndang-undangNomor 11 Tahun 2008 TentangInformasidanTransaksiElektronik ... 30

(7)

BAB III : PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE MENURUT KUHAP DAN UNDANG UNDANG

NOMOR 19 TAHUN 2016. ... 42

A. Asas-asasHukumPembuktian ... 42

B. Pembuktiandalam KUHAP (Kitab Undang-undang HukumAcaraPidana) ... 43

C. Kedudukan Alat Bukti Elektronik dalam Pembuktian Tindak Pidana Penipuan Online ... 52

BAB IV :ANALISISPENERAPAN HUKUM MENGENAI PERKARA TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE DALAM PUTUSAN NO.22/PID.SUS/2017/PN/PGP ... 56

A. GambarKasus ... 56

1. Kronologi ... 56

2. Dakwaan ... 59

3. TuntutanPidana ... 60

4. FaktaHukum ... 62

5. Putusan ... 66

B. AnalisisPutusan ... 67

1. Dakwaan ... 67

2. Tuntutan ... 69

3. Putusan ... 70

(8)

BAB IV :PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(9)

ABSTRAK

*)Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum*

**)Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum

***)Ruth Tora Suci Sihotang

Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat tidak selaku memberikan dampak positif bagi kehidupn bermasyarakat, akan tetapi juga dapat memberikan dampak negatif apabila disalahgunakan oleh oknum tertentu secara melawan hukum. Pelaku tindak pidana penipuan menjadi salah satu indikator sebagai bentuk penyalahgunaan teknologi informasi yang berdampak buruk bagi masyarakat. Bukan hanya secara offline, namun juga online.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana penipuan online.Selain itu ditujukan pula untuk mengetahui pembuktian tindak pidana penipuan melaluiPutusan Nomor 22/Pid.sus/2017/PN/PGP, dan bagaimana analisis putusan hakim dalam perkara mengenai putusan tersebut.Guna mencapai tujuan tersebut maka peneletian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.Data sekunder yang terkumpul kemudian diolah, disajikan, dan dianalisa secara kualitatif dengan penyajian data teks naratif. Hasil penelitian menyatakan bahwa, alat bukti yang digunakan hakim dalam membuktikan tindak pidana penipuan melalui putusan Nomor 22/Pid.sus/2017/PN/PGP, antara lain keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Hakim dalam hal ini mengutamakan tiga alat bukti sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yaitu surat, keterangan saksi dan juga keterangan terdakwa. Walaupun alat bukti keterangan saksi dan keterangan terdakwa tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna, namun hakim menilai kedua alat bukti ini memiliki relevansi yang erat dalam membuktikan perbuatan terdakwa. Pembuktian tindak pidana penipuan melalui Putusan Nomor 22/Pid.sus/2017/PN/PGP dilakukan dengan membuktikan keterkaitan satu persatu alat bukti baik surat, keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang menghasilkan petunjuk dan membuktikan terpenuhinya unsur penipuan. Oleh karena telah terpenuhinya unsur-unsur dari Pasal 45 ayat (2) Undang Undang Nomor 19 tahun 2016 yaitu dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, sehingga terdakwa dijatuhi dengan pidana selama 1 tahun 6 bulan.

Kata Kunci: Pembuktian, Tindak Pidana, Penipuan Online.

*)Dosen Pembimbing I

**)Dosen Pembimbing II

***)Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi informasi telah membuka mata dunia akan sebuah dunia baru, proses jual-beli melalui internetpun tentu sudah tidak asing lagi. Proses jual-beli melalui internet atau Electronic Commerce yakni merupakan suatu proses jual- beli, transfer, pertukaran produk, servis, dan informasi yang dilakukan melalui jaringan komputer, termasuk internet1

Belakangan ini banyak sekali kasus-kasus tindak pidana penipuan secara online.Penipuan dengan modus penjualan handphone dan elektronik via online marak terjadi di Facebook akhir-akhir ini, dengan mengaku barang BM (Black Market) dari Batam serta harga yang jauh lebih murah dari harga pasaran membuat banyak orang tertarik untuk memesan barang yang ditawarkan. Iman Sjahputra mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya

. Pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaan dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia.Sehingga dibentuklah Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

1 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2017), hlm. 20.

(11)

dianggap tidak terlalu besar. Penipuan dalam transaksi elektronik masih banyak

karena hingga saat ini

(12)

belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan dalam Pasal 10 Undang-undang ITE. Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping membawa dampak positif, ternyata dalam perkembangannya juga dapat membawa dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu ditandai dengan adanya kejahatan.Salah satu jenis kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan tekhnologi informasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan aplikasi dari internet.Saat ini banyak sekali terjadi penyalahgunaan internet dan internet dapat berubah menjadi sarana untuk melakukan kejahatan atau tindak pidana.

Jenis tindak pidana atau kejahatan yang semula dapat dikatakan sebagai kejahatan konvensional, seperti halnya pencurian, pengancaman, pencemaran nama baik bahkan penipuan kini modus operandinya dapat beralih dengan menggunakan internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dengan resiko minim untuk tertangkap oleh pihak yang berwajib dan situs di Internet (website) dapat digunakan sebagai media perantara untuk melakukan transaksi melalui internet, dimana isi dari situs tersebut seolah-olah terdapat kegiatan penjualan barang.Bisnis online adalah bisnis yang dilakukan via internet sebagai media pemasaran dengan menggunakan website sebagai katalog.Bisnis ini dianggap sangat potensial karena kemudahan dalam pemesanan dan harga yang cukup bersaing dengan bisnis biasa.Selain itu bisnis ini tidak memerlukan toko melainkan dengan media jejaring sosial, blog, maupun media lainnya yang dihubungkan dengan internet.

(13)

Di samping itu, teknologi informasi dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia.Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online.

Semua itu dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan orang lain.

Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet, jejaring sosial, maupun layanan e-banking.

Layanan bisnis online ini tertunya merupakan suatu peluang yang besar untuk dijadikan media atau tempat sebagai lahan kejahatan atau tindak pidana.Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.2

Bisnis online sekarang sering dilakukan orang untuk memperjualbelikan barang dagangannya.Banyak hal yang menjadi alasan mereka menggunakan internet untuk memperluas usahanya seiring dengan perkembangan internet yang semakin pesat.Disamping banyak kemudahan Internet di Indonesia dimulai pertama kali pada tahun 1990an. Saat itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network.Masyarakat menggunakan internet pada saat itu masih sangat terbatas, bisanya masyarakat yang berada dikota-kota besar yang menggunakannya.Berbeda dengan sekarang, masyarakat dari segala kalangan dapat menggunakan internet untuk berbagai macam hal.Kalangan tua,muda, sampai anak-anak sekarang mampu menggunakannya untuk kebutuhannya.

2Ollie,Membuat Toko Online dengan Multiply, (Jakarta: Media Kita,2008), hlm. 3.

(14)

yang diberikan dalam jual-beli ini, tapi banyak juga yang dialami oleh penjual dalam memasarkan dagangannya.Tetapi banyak juga kasus-kasus penipuan jual-beli lewat online, dikarenakan jual-beli tidak seperti jual-beli pada umumnya.Mereka bertemu kemudian ada transaksi.Sedangkan jual beli online misalnya lewat facebook, blackberry messanger, maupun pelayanan online shop lainnya yang hanya berkomunikasi lewat facebook, chatting atau lewat SMS.Hal ini menyebabkan banyak terjadi tindak pidana penipuan yang merugikanpara pihak yang bertransaksi yang dalam hal ini adalah penjual dan pembeli karena tidak saling bertemu secara fisik untuk melakukan jual beli.

Adanya faktor transaksi secara tidak langsung yang dilakukan antara penjual dengan pembeli, hal ini sering mengakibatkan terjadinya tindak pidana penipuan dalam jual beli secara online.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah disalahgunakan sebagai sarana kejahatan.Hal ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga tindak pidana penipuan online yang terjadi dapat dilakukan upaya penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya.

Dikatakan teramat penting karena dalam penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, disamping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan Undang Undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga perbuatan mana yang didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai

(15)

dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP), yakni sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal 1 ayat 1 (KUHP)3

Salah satu jenis tindak pidana dalam teknologi adalah penipuan berupa jualbeli/bisnis online dalam internet. Penipuan jenis ini semakin banyak terjadi antara lain disebabkan karena banyaknya masyarakat yang ingin memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang mudah dan menghemat waktu serta biaya.

Penipuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara.

“Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” atau dalam istilah lain dapat dikenal “tiada pidana tanpa kesalahan”.

Bila dikaitkan dengan tindak pidana penipuan online, maka unsur membuktikan dengan kekuatan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya untuk diantisipasi disamping unsure kesalahan dan adanya perbuatan pidana.Dengan melihat pentingnya persoalan pembuktian dalam tindak pidana penipuan online, penulis hendak mendskripsikan pembahasan pembuktian terhadap tindak pidana penipuan online dalam hukum acara pidana.

4

Tindak pidana penipuan menggunakan internet termasuk dalam kelompok kejahatan Illegal Contents dalam kajian penyalahgunaan teknologi informasi berupa Computer Related Fraud.Illegal contents adalah merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau

3 Kitab Undang Undang Hukum Pidana, hal 1.

4Wahyu Sasongko,Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen.

(Bandar Lampung: Unila. 2007), hlm. 31

(16)

mengganggu ketertiban umum. Dan Computer Related Fraud ini diartikan sebagai kecurangan atau merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk merugikan orang lain. Sebagai contohnya, penyebaran berita bohong dan penyesatan melalui internet.Dimana pihak pembeli sering dirugikan atas tindak perbuatan dari penjual yang berlaku curang yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagai penjual. Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain:5

1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku.

2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undangundang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual pelaku usaha / merchant.

3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.

4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet. Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas, masing- masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual / pelaku usaha / merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual/pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini.

5 Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 90.

(17)

Pada dasarnya proses transaksi ecommerce tidak jauh berbeda dengan proses transaksi jual beli biasa didunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:6

1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual.

Penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.

2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi.

Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.

3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada system keuangan nasional, yang mengacu pada system keuangan lokal.

4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang tersebut.

pada kenyataannya, barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.

Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang menjadi perbedaan hanya pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana tindak pidana konvensional yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 KUHP, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun

6 Ibid.

(18)

menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan online?

2. Bagaimana pembuktian terhadap tindak pidana penipuan online menurut KUHAPdan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

3. Bagaimana analisis penerapan hukum dalam perkara tindak pidana penipuan online dalam putusan No.22/Pid.sus/2017/PN.Pgp?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana penipuan online.

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum yang mengatur tentang pembuktian terhadap tindak pidana penipuan online.

3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum terhadap tindak pidana penipuan online khususnya dalam putusan No.22/Pid.sus/2017/PN.Pgp.

(19)

D. Manfaat Penelitian

Bahwa terdapat manfaat penelitian diantaranya sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat bagi para akademisi yang melakukan penelitian lanjutan, menambah khasanah ilmu hukum khususnya tentang peranan pembuktian dalam tindak pidana penipuan online yang terjadi di Indonesia.

2. Manfaat praktis

Manfaat secara praktis adalah :

a. Sebagai pedoman bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan mengenai tindak pidana penipuan online.

b. Sebagai informasi untuk membuka inspirasi bagi seluruh penegak hukum dalam melakukan tugas dalam menangani tindak pidana penipuan online.

c. Menumbuhkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat, khususnya bagi pelaku tindak pidana penipuan online agar meminimalisir terjadinya tindak pidana penipuan online di Indonesia.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Penipuan OnlineBerdasarkan Hukum Acara Pidana dan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas

(20)

Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, penulis akan bertanggung jawab.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Hukum Pidana

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang

menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Adapun pengertian hukum pidana menurut para ahli menurut Moeljatno7

7Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 2008) ,hlm. 37.

, yaitu hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

4. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

5. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

(21)

6. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

2. Tindak Pidana

a. Pengertian Hukum Pidana Menurut Moeljatno8

Mengenai isidari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Sebagai gambaran umum pengertian kejahatan atau tindak pidana yang dikemukakan oleh Djoko Prakoso

, pada dasarnya tindak pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak pidana.

Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar- dasar pembenaran pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan.

Perlu disampaikan di sini bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda ”straf”

yang dapat diartikan sebagai hukuman.

9

8 Ibid.

9Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologidalam Konteks KUHAP.(Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm 137.

bahwa secara yuridis pengertian kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi”, selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah

“perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut.

(22)

Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan

”strafbaarfeit” untuk mengganti istilah tindak pidana di dalam KitabUndang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan perkataan strafbaarfeit, sehingga timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Hamel dan Pompe.Hamel mengatakan bahwa ”Strafbaarfeitadalah kelakuan orang(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawanhukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan”. Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit adalah sebagai berikut : ”Strafbaarfeit itu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang sengaja atau juga tidak sengaja dilakukan oleh pelaku”. 10

Menurut Sudarto11, bahwa ”penghukuman” berasal dari kata ”hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai ”menetapkan hukum” atau ”memutuskan tentang hukum” (berechten). Menurut Sudarto yang dimaksud dengan hukumanpidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh mengatakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu.12

10Lamintang,Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia.(Bandung: Sinar Baru.,1984), hlm.

173-174.

11Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori - teori dan Kebijakan Hukum Pidana. (Bandung:

Alumni,2005). hlm. 1.

12Muladi,Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 1985), hlm. 22.

Sir Rupert Cross (dalam bukunya Muladi) mengatakan bahwa pidana berarti pengenaan penderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah dipidana karena suatu kejahatan.Dengan menyebut cara yang lain Hart mengatakan bahwa pidana harus :

-Mengandung penderitaan atau konsenkuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan;

-Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana;

-Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum;

(23)

-Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana;

-Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. 13

• Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat yang lain yang tak menyenangkan;

Sejalan dengan perumusan sebagaimana dikemukakan tersebut di atasAlf Ross mengatakan bahwa pidana adalah reaksi sosial yang :

• Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);

• Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. 14

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu,

syarat-syarat tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana.Jadi seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi syarat-syarat tindak pidana (strafbaarfeit).

MenurutSudarto,pengertian unsur tindak pidana hendaknya dibedakan dari pengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tersebut dalam rumusan undang-undang.Pengertian yang pertama (unsur) ialah lebih luas dari pada kedua (unsur-unsur).Misalnya unsur-unsur (dalam arti sempit) dari tindak pidana pencurian biasa, ialah yang tercantum dalam Pasal 362 KUHP.15

Yang dimaksud dengan unsur-unsur ”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur ”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang

13https://nurainiajeeng.wordpress.com/2011/11/01/electronic-commerce-e-commerce/, diakses pada tanggal 23 Desember 2017, pada pukul 12.45.

14Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung:

PT. Citra Adittya,20050, hlm. 32.

15Sudarto, 1990/1991.Op. cit., hlm. 12.

(24)

ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 16

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus);

Unsur-unsur subyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poggingseperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

c. Macam- macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan – kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

e. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur dari suatu tindak pidana adalah :

a. Sifat melanggar hukum;

b. Kualitas si pelaku;

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.17

Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit) ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis dan menurut aliran dualistis. Para sarjana yang berpandangan aliran monistis, yaitu :18

16Lamintang, 1984.Op. cit., hlm. 12.

17Ibid.

18 Sudarto, Op.Cit. hlm. 12.

(25)

a. D. Simons, sebagai menganut pandanganmonistis Simons mengatakanbahwa pengertian tindak pidana (strafbaarfeit) adalah ”Een strafbaargestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar persoon”.Atas dasar pandangan tentang tindak pidana tersebut di atas, unsur-unsur tindak pidana menurut Simons adalah :

• Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);

• Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);

• Melawan hukum (onrechtmatig);

• Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad);

• Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaarpersoon).19

b. Van Hamel, menyatakanStafbaarfeitadalaheen weterlijk omschre enmensschelijke gedraging onrechmatig, strafwardig en aan schuld te wijten. Jadi menurutVan Hamelunsur-unsur tindak pidana adalah :

1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;

2. Bersifat melawan hukum;

3. Dilakukan dengan kesalahan dan 4. Patut dipidana.23

c. E. Mezger, menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untukadanya pidana, dengan demikian usnur-unsurnya yaitu :

1. Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau membiarkan);

2. Sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun bersifat subyektif);

3. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;

4. Diancam dengan pidana.

d. J. Baumman, menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalahperbuatan yang memenuhi rumusan delik :

1. Bersifat melawan hukum; dan 2. Dilakukan dengan kesalahan. 20

Dari pendapat para sarjana yang beraliran monistis tersebut dapatdisimpulkan bahwa tidak adanya pemisahan antara criminal act dan

19Sudarto, Hukum Pidana 1, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990), hlm. 31.

20Ibid.

(26)

criminalresponsibility. Lebih lanjut mengenai unsur-unsur tindak pidana menurutpendapat para sarjana yang berpandangan dualistis adalah sebagai berikut :

a. H.B. Vos, menyebutkanStrafbaarfeithanya berunsurkan : 1. Kelakuan manusia;

2.Diancam pidana dengan undang-undang.

b. W.P.J. Pompe, menyatakan : menurut hukum positifstrafbaarfeitadalahtidak lain dari feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, jadi perbuatan itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

c. Moeljatno, memberikan arti tentangstrafbaarfeit, yaitu sebagaiperbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :

- Perbuatan (manusia);

- Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil) dan

- Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat meteriil pun harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat. Dengan demikian pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility.

Baik aliran monistis maupun dualistis, tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil dalam menentukan adanya pidana.Apabila orang menganut pendirian yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen, agar tidak terjadi kekacauan pengertian. Bagi orang yang berpandangan monistis, seseorang yang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi yang berpandangan dualistis, sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada si pembuat atau pelaku pidana. Jadi menurut pandangan dualistis semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap adanya.

3. Pembuktian

a. Pengertian Pembuktian dalam Perkara Pidana

(27)

Kata ”pembuktian” berasal dari kata ”bukti” artinya ”sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa”, kemudian mendapat awalan ”pem”

dan akhiran ”an”, maka pembuktian artinya ”proses perbuatan, cara membuktikan sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa”, demikian pula pengertian membuktikan yang mendapat awalan ”mem” dan akhiran ”an”, artinya memperlihatkan bukti, meyakinkan dengan bukti”.21Pembuktian merupakan bagian penting dalam pencarian kebenaran materiil dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sistem Eropa Kontinental yang dianut oleh Indonesia menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat bukti dengan keyakinannya sendiri.Hakim dalam pembuktian ini harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa.Kepentingan masyarakat berarti orang yang telah melakukan tindak pidana harus mendapatkan sanksi demi tercapainya keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas dalam masyarakat.

Sedangkan kepentingan terdakwa berarti bahwa ia harus diperlakukan dengan adil sesuai dengan asas Presumption of InnocenceProses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.22Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya.23

21Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 133.

22Martiman Prodjohamidjojo, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 1984), hlm. 11.

23Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 1998), hlm.

133.

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan

(28)

yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara - cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.24 Hukum pembuktian merupakan sebagian dart hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalampembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.25

Pengertian pembuktian sangat beragam, setiap ahli hukum memiliki definisi masing-masing mengenai pembuktian.Banyak ahli hukum yang mendefinisikan pembuktian ini melalui makna kata

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian. KUHAP hanya memuat rumusan pembuktian dalam Pasal 183 bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

b. Hukum Pembuktian

24M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

PemeriksaanSidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan KembalI,(Jakarta:

SinarGrafika, 2006), hlm. 273.

25Hari Sasangka dan Lily Rosita,Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, (Bandung:Mandar Maju, 2003), hlm. 10

(29)

membuktikan.Membuktikan menurut Sudikno Mertokusumo26 disebut dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.Lain halnya dengan definisi membuktikan yang diungkapkan oleh Subekti.Subekti27

Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.

menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Berdasarkan definisi para ahli hukum tersebut, membuktikan dapat dinyatakan sebagai proses menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan didasarkan pada dalil-dalil yangdikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan siapa yang benar dan siapa yang salah.

28Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya.29

26Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2010), hlm. 135.

27Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2001), hlm. 1

28Martiman Prodjohamidjojo, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,(Jakarta: Pradnya Paramitha, 1984), hlm. 11.

29Darwan Prinst,Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 1998), hlm. 133.

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara- cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga merupakan ketentuan yang

(30)

mengatur alat-alat bukti yangdibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara Mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.30

5. keterangan terdakwa.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian pembuktian. KUHAP hanya memuat peran pembuktian dalam Pasal 183 bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. dan jenis-jenis alat bukti yang sah menurut hukum, yang tertuang dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu :

1 . keterangan saksi;

2. keterangan ahli;

3 . surat;

4 . petunjuk; dan

4. Alat Bukti

30Hari Sasangka dan Lily Rosita,Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,(Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 10.

(31)

a. Pengertian Alat Bukti

Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita31

b. Macam-Macam Alat Bukti

:“Alat Bukti adalah segala sesuatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktianguna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang terlah dilakukan terdakwa.”

Darwan Prinst mengatakan bahwa: “Sedangkan definisi alat-alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.”

Setelah pada bagian sebelumya dijelaskan mengenai bagaimana tentang sistem atau teori dari suatu pembuktian dan apa saja sistempembuktian yang diatur oleh KUHAP, pada bagian ini akandipaparkan bagaimana pengaturan alat bukti yang diatur dalam KUHAP. Sebagaimana yang diuraikan terdahulu, Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara limintatif alat bukti yang sah menurut Undang-undang.Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum. Terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja.Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya di luar alat bukti yangditentukan.

31Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op.cit, hlm.20.

(32)

- Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita:32

“Yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.”

- Selain itu, Lilik Mulyadi beranggapan bahwa:

“Pada dasarnya perihal alat-alat bukti diatur sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Oleh karena itu apabila ditelaah secara global proses mendapatkan kebenaran materiel (materieelewaarheid) dalam perkara pidana alat-alat bukti memegang peranansentral dan menentukan. Oleh, karena itu secara teoritis dan praktik suatu alat bukti haruslah dipergunakan dan diberi penilaian secara cermat, agar tercapai kebenaran sejati sekaligus tanpa mengabaikan hak asasi terdakwa.”

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan.Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkironisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menganalisa yang dilakukan dengan cara memaparkan atau menggambarkan permasalahan mengenai pembuktian

32Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. (Jakarta: Djambatan, 1989), hlm 30.

(33)

tindak pidana online.Sifat analisis deskriptif maksudnya adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subyek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukannya.Disini penulis tidak melakukan justifikasi terhadap hasil penelitian.

3. Sumber Data

Penelitian ini diperlukan jenis sumber data yang berasal dari literatur- literatur yang berhubungan dengan penelitian, sebab penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan normatif yang bersumber pada data sekunder. Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan.33

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Data dari pemerintah yang berupa dokumen- dokumen tertulis, yaitu di antaranya:

2) Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penipuan b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa buku,

penelusuran internet, jurnal, surat kabar, makalah, skripsi, tesis maupun disertasi.34

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, berupa kamus

33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6.

34 Sri Mamuji, Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: UI Press, 2006), hal. 12.

(34)

dan ensiklopedia. Selain itu juga buku mengenai metode penelitian dan penulisan hukum untuk memberikan penjelasan mengenai teknik penulisan.35

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder berupa buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:36

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan degan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel – artikel media cetak maupun elektronik, dokumen – dokumen pemerintah dan peraturan perundang- undangan.

c. Mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

5. Analisa Data

35Ibid.

36Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 63.

(35)

Setelah pengumpulan data dilakukan, data tersebut dianalisa secara kualitatif37

H. Sistematika Penulisan

denganmengadakan melakukan kajian terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.Secara sederhana analisa data disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah ada.

Untuk mempermudah pemahaman isi skripsi, penulis menggunakansistematika didalam pembahasannya, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

BAB I ini memuat latar belakang pembuatan penelitian,perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitiandan sistematika penulisan penelitian ini.

BAB II :PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN

BAB II ini membahas dari dua sub, yaitu: Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penipuan Online di dalam pasal 378 KUHP dan Pengaturan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Penipuan Online menurut Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016.

37 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), Hal.10.

(36)

BAB III : PEMBUKTIAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINEMENURUT KUHAP DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB III ini terdiri dari 3 sub, yaitu: Asas-asas Terkait Hukum Pembuktian, Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana, Kedudukan Alat Bukti Elektronik dalam Pembuktian Tindak Pidana Penipuan Online.

BAB IV :ANALISIS PENERAPAN HUKUMDALAM PERKARA TINDAK

PIDANA PENIPUAN ONLINE DALAM PUTUSAN

NO.22/PID.SUS/2017/PN/PGP

Bab IV iniberisi hasil analisa penulis mengenai putusan No.22/Pid.sus/2017/PN/Pgp, dimulai dari dakwaan, tuntutan, dan putusan.

BAB V : PENUTUP

BAB V Merupakan bab penutup yang membahas tentangkesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran didalampenelitian ini.

(37)

BAB II

PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN ONLINE

A. Pengaturan Hukum terhadap Tindak Pidana Penipuan Online di dalam KUHP

Perkembangan yang pesat dalam pemanfaatan jasa internet mengundang untuk terjadinya kejahatan ataupun tindak pidana.Dengan meningkatnya jumlah permintaan terhadap akses internet, kejahatan terhadap penggunaan teknologi informatika semakin meningkat mengikuti perkembangan dari teknologi itu sendiri.Semakin banyak pihak yang dirugikan atas perbuatan dari pelaku tindak pidana tersebut apabila tidak tidak ada ketersediaan hukum yang mengaturnya.Sebelum diberlakukan UU ITE, aparat hukum menggunakan KUHP dalam menangani kasus-kasus kejahatan dunia siber. Ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam KUHP, Teguh Arifiady38

6. Kejahatan terhadap ketertiban umum terdapat dalam Pasal 154 KUHP mengkategorikan beberapa hal secara khusus diatur dalam KUHP dan disusun berdasarkan tingkat intensitas terjadinya kasus tersebut yaitu :

1. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian pada Pasal 362 KUHP 2. Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan/penghancuran barang terdapat

dalam Pasal 406 KUHP

3.Delik tentang pornografi terdapat dalam Pasal 282 KUHP 4. Delik tentang penipuan terdapat dalam Pasal 378 KUHP

5. Delik tentang penggelapan terdapat dalam Pasal 372 KUHP & 374 KUHP

38Pemberantasan Cyber Crime dengan KUHP http://kominfo.go.id/index.php/content/

diakses pada tanggal 2 Januari 2018, pada pukul 09.15.

(38)

Tindak pidana penipuan atau bedrog itu diatur didalam Pasal 378, 395 KUHP, Buku II Bab ke XXV. Di dalam Bab ke XXV tersebut dipergunakan perkataan “Penipuan” atau “Bedrog”, “karena sesungguhnya didalam bab tersebut diatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dalam mana oleh si pelaku telah dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau dipergunakan tipu muslihat.”Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 378 KUHP.Pasal 378 KUHP berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu ataupun mempergunakan tipu muslihat atau susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu bendaatau mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena salah telah melakukan penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Mengenai tindak pidana penipuan pada Pasal 378 KUHP, Soesilo39

1. Kejahatan ini dinamakan kejahatan penipuan merumuskan sebagai berikut :

Penipu itu pekerjaannya :

a. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.

b. Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

c. Membujuknya itu dengan memakai : 1) Nama palsu atau keadaan palsu 2) Akal cerdik (tipu muslihat) atau 3) Karangan perkataan bohong

2. Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.

39Lamintang, Op.Cit. hlm 12.

(39)

3. Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya.

4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuanpun jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut dalam Pasal 367 jo 394.

Syarat dalam pembebanan pertanggungjawaban pidana pada pelaku tindak pidana penipuan online adalah terpenuhinya segala unsur tindak pidana dan tujuan dari perbuatan tersebut dapat dibuktikan bahwa memang sengaja dilakukan dengan keadaan sadar akan dicelanya perbuatan tersebut oleh undang- undang terkhusus untuk tindak pidana penipuan yang ada dalam Pasal 378 KUHP, berikut adalah unsur-unsur pada Pasal 378 KUHP, yaitu:40

40 R. Soesilo, BukuKitab Undang-undang Hukum Pidana, (Bogor: Politeia, 1991), hal 261.

Unsur subjektif :

a. Dengan maksud atau met het oogmerk dalam hal ini beritikad buruk;

b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dalam hal ini mencari keuntungan dengan memanfaatkan kondisi kebutuhan masnyarakat;

c. Secara melawan hukum atau wederrechtelijk dalam hal ini dengan perbuatan yang menentang undang undang atau tanpa izin pemilik yang bersangkutan.

Unsur-unsur objektif :

a. Barangsiapa dalam hal ini pelaku;

b. Menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut : 1. Menyerahkan suatu benda

2. Mengadakan suatu perikatan utang 3. Meniadakan suatu piutang

c. Dengan memakai : nama palsu, kedudukan palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kata-kata bohong.

Meskipun unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP tersebut terpenuhi seluruhnya, tetapi terdapat unsur dari tindak pidana penipuan online yang tidak terpenuhi dalam pengaturan Pasal 378 KUHP, yaitu :

(40)

a. Tidak terpenuhinya unsur media utama yang digunakan dalam melakukan tindak pidana penipuan online yaitu media elektronik yang belum dikenal dalam KUHP maupun KUHAP;

b. Cara-cara penipuan yang berbeda antara penipuan konvensional dengan penipuan online;

c. Terdapat keterbatasan dalam KUHP yaitu tidak dapat membebankan pertanggungjawaban pidana pada subyek hukum yang berbentuk badan hukum (korporasi) yang melakukan tindak pidana penipuan online.

Berdasarkan penjelasan menurut R.Soesilo disebutkan bahwa:41

- Membujuk = melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutinya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.

- Memberikan barang = barang itu tidak perlu harus diberikan (diserahkan) kepada terdakwa sendiri, sedang yang menyerahkan itupun tidak perlu harus orang yang dibujuk sendiri, bisa dilakukan oleh orang lain.

- Menguntungkan diri sendiri dengan melawan hak = menguntungkan diri sendiri dengan tidak berhak.

- Nama palsu = nama yang bukan namanya sendiri. Misalnya nama “Saimin” dikatakan “Zaimin” itu bukan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, itu dianggap sebagai menyebut nama palsu.

- Keadaan palsu = misalnya mengaku dan bertindak sebagai agen polisi, notaris, yang sebenarnya ia bukan penjabat itu.

- Akal cerdik atau tipu muslihat = suatu tipuan yang demikian liciknya, sehingga seorang yang berpikiran normal dapat tertipu. Suatu tipu muslihat sudah cukup, asal cukup liciknya.

- Rangkaian kata-kata bohong : satu kata bohong tidak cukup, disini harus dipakai banyak kata-kata bohong yang tersusun sedemikian rupa, sehingga kebohongan yang satu dapat ditutup dengan kebohongan yang lain, sehingga

41 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, (Politea:

Bogor, 1996), hal.261.

(41)

keseluruhannya merupakan suatu ceritera sesuatu yang seakan-akan benar.42

- Tentang “barang” tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain. Jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen lain dipenuhinya.

B. Pengaturan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Penipuan Onlinemenurut Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-undang ITE telah mengatur tindak pidana akses ilegal (Pasal 30), gangguan terhadap Sistem Komputer (Pasal 32 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016). Selain tindak-tindak pidana tersebut, Undang-undang Nomor 19 tahun 2016juga mengatur tindak pidana tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 “…dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”. Akan tetapi, apabila untuk menyimpulkan suatu computer related fraud penyidik harus membuktikan tindak-tindak pidana tersebut terlebih dahulu, maka dapat menimbulkan masalah tersendiri, dan ketidakefisiensian. Penyebaran berita bohong dan penyesatan merupakan padanan kata yang semakna dengan penipuan. Penipuan dapat dilakukan dengan motivasi, yaitu untuk menguntungkan dirinya sendiri atau paling tidak untuk merugikan orang lain atau bahkan dilakukan untuk menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain secara sekaligus.

42 Ibid.

(42)

Dengan motivasi-motivasi tersebut, maka penyebaran berita bohong dan penyesatan dapat dikategorikan sebagai penipuan. Secara umum penipuan itu telah diatur sebagai tindak pidana oleh Pasal 378 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Pemahaman dari Pasal tersebut masih umum yaitu diperuntukan untuk hal di alam nyata ini.Berbeda dengan penipuan di internet yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2016.Penipuan ini memiliki ruang yang lebih sempit daripada pengaturan dalam KUHP.Dalam Undang- undang ITE mengatur tentang berita bohong dan penyesatan melalui internet, berita bohong dan penyesatan ini dapat dipersamakan dengan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 KUHP. Pasal 45A ayat (1) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016berbunyi : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Pengaturan dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 ini terbatas dalam hal transaksi elektronik.Nilai strategis dari kehadiran Undang- undang ITE sesungguhnya pada kegiatan transaksi elektronik dan pemanfaatan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).Sebelumnya sektor ini tidak mempunyai payung hukum, tapi kini makin jelas sehingga bentuk-bentuk transaksi elektronik sekarang dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik

(43)

sah.Oleh karena itu, sesungguhnya undang-undang ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan yang jelas dan berkekuatan hukum tetap terhadap berbagai macam transaksi elektronik kearah negatif.Namun tetap saja bahwa pengaturannya dalam hal ini masih memiliki keterbatasan.Keterbatasan itu terletak pada perbuatan hukum yang hanya digantungkan pada hubungan transaksi elektronik, yaitu antara produsen dan konsumen serta dalam lingkup pemberitaan berita bohong dalam internet.Pembuktian sebenarnya telah dimulai pada tahap penyidikan;

pembuktian bukan dimulai pada tahap penuntutan maupun persidangan. Dalam penyidikan, Penyidik akan mencari pemenuhan unsur pidana berdasarkan alat- alat bukti yang diatur dalam perundangan. Pada tahap penuntutan dan persidangan kesesuaian dan hubungan atara alat-alat bukti dan pemenuhan unsur pidana akan diuji. Sejak adanya laporan mengenai terjadinya tindak pidana, Penyidik telah mendapatkan satu bagian dari keseluruhan bagian teka-teki gambar, dan setelah menemukan bagian pertama itu, Penyidik harus mencari bagian-bagian lain dari gambar untuk disusun sehingga ia memperoleh gambar yang utuh mengenai suatu tindak pidana dan pelakunya.

Dalam Pasal 45A ayat (1) Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 yang berbunyi, ”Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan

(44)

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”Terdapat unsur-unsur yaitu :

Unsur obyektif :43

• Perbuatan menyebarkan

• Yang disebarkan adalah berita bohong dan menyesatkan

• Dari perbuatan tersebut timbul akibat konstitutifnya yaitu kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Unsur subyektif :

• Unsur kesalahan yaitu dengan sengaja melakukan perbuatan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik;

• Melawan hukum tanpa hak.

Kemudian tindak pidana penipuan online ini mengakibatkan kerugian konsumen di media internet maka tindak pidana penipuan pada Pasal 378 KUHP dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Pasal 45A ayat 1 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.” Dengan sanksi pidana yang berbunyi: “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah ).”44

43Undang-undang nomor 11 tahun 2008.

44 Ibid.

Dari pengertian penipuan diatas menerangkan bahwa penipuan bisnis online adalah penipuan yang terjadi karena adanya rekayasa atau kebohongan informasi elektronik oleh pelaku kejahatan dalam bisnis online kepada orang lain sehingga menggerakan orang lain untuk membeli sejumlah

(45)

barang kepadanya untuk kepentingan pelaku. Penipuan ini dimulai dari trend banyak orang yang membuka usaha mereka dengan menggunakan sistem online karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membuka tempat berjualan, mudah dalam mempromosikan barang mereka dengan mendaftar satu akun untuk masuk forum disitus forum.Adanya hal ini, membuat orang yang ingin membuka usaha beralih dengan bisnis online. Pada umumnya dalam bisnis online yang sekarang banyak di jejaring sosial atau forum jual-beli online, ada 2 jenis transaksi yang biasa ditawarkan yaitu:45

Melihat perbandingan pengaturan antara kedua Pasal tersebut, maka untuk pembebanan pertanggungjawaban pidana tentu saja akan memiliki perbedaan yaitu perbedaan sanksi pidana pada Pasal 378 KUHP dan Pasal 45A

1. Sistem pembeli order barang yang dipesan lewat sms, kemudian penjual mengirimkan rekening atas nama penjual untuk pembeli transfer terlebih dahulu baru penjual mengirim barang yang di order pembeli dengan jasa pengiriman.

2. Sistem transaksi langsung dengan bertemu satu sama lain antara penjual dan pembeli di lokasi yang disepakati oleh kedua belah pihak (Cash on Delivery).

Terdapat beberapa frasa yang dapat memiliki multitafsir serta beberapa unsur yang kurang tepat tercantum dalam Pasal tersebut seperti tidak jelasnya kepada siapa keuntungan melakukan tindakan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang merugikan konsumen dalam transaksi elektronik, adanya frasa tanpa hak yang dapat ditafsirkan adanya pihak yang memiliki hak untuk menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.

45https://www.kompasiana.com/raldila/pidana-penipuan-dalam-transaksi-jual-beli- online_58eb1eba40afbd2d0adfbcb6, diakses pada tanggal 6 Desember 2017, pada pukul 14.35.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkara ini, perbuatan terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama yaitu dalam Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Secara umum penipuan itu telah diatur sebagai tindak pidana oleh pasal 378 KUHP yang berbunyi: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan dirinya diri sendiri

Perumusan masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana pengawasan sebagai sarana penegakan hukum dalam Hukum Administrasi Negara, Bagaimana tugas pokok dan

73 Ahmad Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Revisi , Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal 77.. regulasi-regulasi yang relevan untuk

Kelemahan dalam pasal ini adalah, tidak disebutkannya bentuk perjudian apa yang diperbolehkan tersebut, ataukah sama bentuk perjudian sebagaimana yang

memperoleh kompensasi atas kerugian yang diderita maka konsumen dapat menuntut pertanggungjawaban secara perdata kepada pelaku usaha. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyelesaian kredit yang mengalami kemacetan pada Kredit Usaha Rakyat di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Kota Binjai

Meskipun Koperasi Kredit Harapan Kita Kota Medan adalah Koperasi yang masih menimbulkan faktor kekeluargaan, Koperasi Harapan Kita Kota Medan lebih ,mengambil