ANALISIS EKUITAS MEREK KEDAI TELAPAK
Oleh
TANHAUSER SIHALOHO H24086046
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
TANHAUSER SIHALOHO H24086046. Analisis Ekuitas Merek Kedai Telapak, dibawah bimbingan Ibu SITI RAHMAWATI
Pertumbuhan bisnis dengan nama kafe sangat dipengaruhi oleh fasilitas yang ditawarkan kafe tersebut seperti live music, internet gratis, tampilan kafe yang menarik dan lain-lain. Fasilitas-fasilitas yang diberikan tersebut akan memberi tambahan nilai bagi pihak kafe yang disebut dengan brand image. Dengan adanya brand image atau pandangan merek yang baik dari konsumen akan mempengaruhi perkembangan bisnis kedepannya dimana jika pandangan merek usaha memberi kesan yang baik pada konsumen berarti usaha tersebut telah memberi pelayanan yang memuaskan konsumen sebaliknya jika pandangan merek tidak memberi kesan yang baik berarti kegiatan usaha tersebut sudah gagal memberi kepuasan bagi konsumen. Merek adalah nama, istilah, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing, sehingga perlu bagi setiap perusahaan untuk mengetahui posisi merek mereka dibenak konsumen seperti halnya Kedai Telapak perlu mengetahui posisi merek mereka dibenak konsumennya.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana posisi elemen-elemen brand equity merek Kedai Telapak di benak konsumen Kedai Telapak.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana posisi elemen-elemen brand kedai telapak yang meliputi brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty di benak konsumen Kedai Telapak.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berasal dari penyebaran kuesioner kepada responden dan wawancara dengan pihak perusahaan, serta data sekunder yang diperoleh dari profil perusahaan, studi pustaka, dan internet. Metode pengolahan dan analisis data yaitu dengan Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Skala Likert, Rataan, uji Cochran dan analisis faktor
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekuitas merek Kedai Telapak belum kuat, hal ini berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan brand awareness Kedai Telapak belum kuat dimana Kedai Telapak hanya menempati posisi ketiga setelah Starbuck dan J.Co. Analisis brand association menunjukkan hanya 4 dari 10 atribut yang diberikan menjadi pembentuk merek Kedai Telapak yaitu: Kafe santai yang nyaman, Kafe dengan lokasi strategis, Kafe yang mencerminkan gaya hidup aktif, Kafe dengan suasana nyaman dan bersih. Hasil analisis perceived quality menunjukkan hasil skala puas (3,69) dengan rentang skala baik (3,41-4,20) dengan 3 faktor pembentuk persepsi kualitas yaitu 1. Pelayanan 2. Fasilitas dan Lokasi dan 3. Kualitas Produk . Hasil analisis brand loyalty menunjukkan konsumen belum kuat dimana berdasarkan hasil perhitungan
commited buyer 22,3 persen konsumen adalah konsumen setia (commited buyer)
ANALISIS EKUITAS MEREK KEDAI TELAPAK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
TANHAUSER SIHALOHO
H24086046
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
: Analisis Ekuitas Merek Kedai Telapak
Nama Mahasiswa : Tanhauser Sihaloho
NRP
: H24086046
Menyetujui:
Dosen Pembimbing
Dra. Siti Rahmawati, M.Pd.
NIP. 19591231 198601 2 003
Mengetahui:
Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar. M.Sc.
NIP. 19610123 1986 01 1 002
iv
RIWAYAT HIDUP
Tanhauser Sihaloho dilahirkan di Simarmata, pada tanggal 12 Maret 1986, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pinus Sihaloho dan Ibu Wartini br. Simarmata.
Pada tahun 1992 memulai pendidikan di SD Negeri 173803 Simarmata dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 2 Simanindo dan lulus tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU swasta Methodist 1 Medan dan lulus tahun 2004.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan YME
yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana
Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangan, hal ini disebabkan semata-mata karena
keterbatasan waktu dan kemampuan serta pengetahuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diperlukan untuk
hal yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis secara pribadi, maupun bagi para
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai karena bimbingan,
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ibu Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan saran kepada penulis selama penelitian.
2.
Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM dan Hardiana Widyastuti, S. Hut, MM selaku dosen
penguji sidang dan telah bersedia memberi kritik dan masukan yang membangun
penulis.
3.
Staf Pendidik dan staf Kependidikan Departemen Sarjana Manajemen
4.
Kedai Telapak, Bapak Ridwan dan karyawan yang telah memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian dan membantu selama penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
5.
Kedua orang tua tercinta atas segala doa dan dorongannya, yang selalu memberi
dorongan semangat yang besar kepada penulis.
6.
Hendro Shaloho “My Big Bro”, Andar Sihaloho ”My Young Bro” n Hartati Sihaloho
“My Sweet Sister” atas segala doa dan dorongannya, yang selalu memberi dorongan
semangat yang besar kepada penulis..
7.
Teman-temanku di Naposo HKBP Bogor, atas segala doa dan dorongannya, yang selalu
memberi dorongan semangat yang besar kepada penulis.
vii
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMAKASIH ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Pengertian Restoran dan Kafe ... 6
2.2. Persaingan Usaha ... 8
2.3. Merek ... 11
2.4. Ekuitas Merek ... 12
2.5. Kesadaran Merek ... 15
2.6. Asosiasi Merek ... 16
2.7. Kesan Kualitas ... 19
2.8. Loyalitas Merek ... 23
2.9. Penelitian Terdahulu ... 25
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1. Kerangka Pemikiran ... 29
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
3.3. Jenis dan Sumber Data ... 29
3.4. Metode Pengambilan Data ... 29
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30
3.5.1 Uji Validitas……… 31
3.5.2 Uji Reliabilitas ... 31
3.5.3 Analisis Deskriptif ... 32
3.5.4 Skala Likert dan Rataan ... 33
3.5.5 Analisis Faktor ... 33
viii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1. Profil Kedai Telapak ... 37
4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan ... 38
4.1.2 Struktur Organisasi ... 38
4.2. Uji Instrumen Penelitian ... 39
4.2.1 Uji Validitas ... 40
4.1.2 Uji Reliabilitas ... 40
4.3. Karakteristik Responden ... 40
4.4. Analisis Brand Awareness ... 48
4.4.1 Top of Mind ... 49
4.4.2 Brand Recall ... 50
4.4.3 Brand Recognition ... 51
4.4.4 Brand Unaware ... 51
4.5. Analisis Asosiasi Merek (Brand Association) ... 53
4.6. Analisis Kesan Kualitas (Perceived Quality) ... 55
4.7. Analisis Brand Loyalty ... 59
4.7.1 Switcher ... 59
4.7.2 Habitual Buyer ... 60
4.7.3 Satisfied Buyer ... 61
4.7.4 Liking The Brand ... 62
4.7.5 Commited Buyer ... 63
4.7.6 Piramida Brand Loyalty ... 65
4.8. Ekuitas Merek Kedai Telapak ... 66
4.9. Implikasi Manajerial ... 67
KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
1. Kesimpulan ... 69
2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ………. ... ….……. 71
ix
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor ... 3
2. Jumlah Karyawan Kedai Telapak ... 39
3. 10 Top of Mind ... 49
4. 10 Brand Recall ... 50
5. Hasil Uji Cochran ... 53
6. Rataan Nilai Perceived Quality ... 55
7. Hasil Analisis Faktor ... 57
8. Hasil perhitungan Switcher Kedai Telapak ... 59
9. Hasil perhitungan Habitual Buyer Kedai Telapak ... 61
10. Hasil Perhitungan Satisfied Buyer Kedai Telapak ... 62
11. Hasil Perhitungan Liking The Brand Kedai Telapak ... 63
x
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Model Lima Kekuatan Persaingan ... 9
2. Konsep Brand Equity ... 14
3. Piramida Kesadaran Merek ... 15
4. Nilai Asosiasi Merek ... 19
5. Piramida Loyalitas ... 24
6. Piramida Loyalitas Harapan ... 25
7. Kerangka Pemikiran ... 28
8. Struktur Organisasi ... 39
9. Penyebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41
10. Penyebaran Responden Berdasarkan Usia ... 42
11. Penyebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 43
12. Penyebaran Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 44
13. Penyebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan… ... ………. 45
14. penyebaran Responden Berdasarkan Pendapatan... 46
15. Penyebaran Responden Berdasarkan Pengeluaran ... 47
16. Penyebaran Responden Berdasarkan Media Informasi ... 48
17. Pengenalan Merek ... 52
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 73
2. Hasil Uji Validitas Asosiasi Merek dan Persepsi Kualitas ... 74
3. Hasil Uji Reliabilitas Asosiasi Merek dan Persepsi Kualitas ... 80
4. Hasil Uji Cochran ... 85
5. Hasil Uji Analisis Faktor ... 90
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kondisi perekonomian dewasa ini banyak dipenuhi oleh persaingan yang
ketat diantara perusahaan-perusahaan yang baru maupun yang sedang
berkembang dan berorientasi pada bidang yang sama. Dalam menghadapi
persaingan yang ketat tersebut maka setiap perusahaan harus berusaha untuk
memenuhi tuntutan dari konsumennya agar dapat bertahan dan memenangkan
persaingan.
Perkembangan dunia yang semakin maju dan modern ditambah dengan
perbaikan ekonomi yang semakin membaik disertai dengan kian maraknya
mobilisasi manusia melakukan aktifitas di luar rumah mengakibatkan semakin
suburnya industri jasa dewasa ini. Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan
yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi
dengan peralatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan
minuman bagi umum ditempat usahanya dan memenuhi ketentuan persyaratan
yang ditetapkan dalam keputusan.
Kafe merupakan salah satu kelompok restoran, makan atau berkunjung ke
kafe mempunyai nilai tersendiri yang biasanya disebut “tempat yang Gaul”.
Pada masa sekarang kafe merupakan suatu lahan bisnis yang menarik
khususnya di kota-kota besar dengan dunia anak mudanya. Pertumbuhan bisnis
dengan nama kafe sangat dipengaruhi oleh fasilitas yang ditawarkan kafe
tersebut seperti live music, internet gratis, tampilan kafe yang menarik dan
lain-lain. Fasilitas-fasilitas yang diberikan tersebut akan memberi tambahan nilai
bagi pihak kafe yang disebut dengan brand image. Adanya brand image atau
pandangan merek yang baik dari konsumen akan mempengaruhi perkembangan
bisnis kedepannya dimana jika pandangan merek usaha memberi kesan yang
baik pada konsumen berarti usaha tersebut telah memberi pelayanan yang
memuaskan konsumen sebaliknya, jika pandangan merek tidak memberi kesan
yang baik berarti kegiatan usaha tersebut sudah gagal memberi kepuasan bagi
konsumen. Merek adalah nama, istilah, simbol, atau rancangan, atau kombinasi
produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang
dihasilkan oleh pesaing.
Pertumbuhan restoran di kota Bogor dari tahun ke tahun cenderung
mengalami peningkatan. Usaha tersebut saat ini menunjukkan tingkat
persaingan yang cukup tinggi. Secara umum, pada periode tersebut telah terjadi
peningkatan jumlah restoran, walaupun pada tahun 2008 ada penurunan
persentase dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini dipicu oleh
adanya kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak akibat
kenaikan harga minyak mentah dunia. Hal ini menyebabkan pengusaha perlu
mengeluarkan biaya operasional yang lebih besar jika akan mendirikan restoran
di tahun 2008, akan tetapi ditahun 2009 perkembangan restoran dikota Bogor
kembali meningkat. Perkembangan jumlah restoran di kota Bogor periode
2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun 2004 – 2009
Tahun Jumlah (Unit) Persentase (%)
2004 84 -
2005 86 2.3
2006 91 5.8
2007 93 2.1
2008 88 -5.3
2009 92 4.5
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bogor, 2010
Jumlah restoran yang terus meningkat, khususnya di kota Bogor
menyebabkan terjadinya persaingan yang ketat antar restoran. Persaingan
tersebut mengharuskan para pengusaha restoran menerapkan strategi pasar
dengan menitikberatkan kepada konsumen . Usaha restoran semakin
berkembang karena beberapa alasan yakni:
1. Potensi pasar sangat besar dan akan selalu berubah.
2. Alat-alat yang menghidangkan makanan, sistem kontrol serta pertolongan
fisik lainnya yang telah berkembang selain akan membuat bisnis restoran
menjadi semakin mudah dan lancar, juga akan semakin menguntungkan.
3. Semakin meningkatnya travelling, banyaknya waktu luang, serta berbagai
hal lain yang mengakibatkan keadaan tertentu yang menambah alasan untuk
Hal ini dikarenakan konsumen sangatlah memegang peranan yang sangat
penting di dalam menentukan keberhasilan suatu usaha. Setiap restoran harus
bisa menciptakan kualitas produk dan pelayanan yang sebaik mungkin untuk
dapat memuaskan dan memenuhi harapan dari para konsumen. Kualitas produk
disini berarti produk tersebut telah dapat memuaskan konsumennya, dengan
kata lain produk tersebut menawarkan mutu, kinerja, dan pelengkap inovatif
yang terbaik dan unggul.
Melihat persaingan yang semakin besar pihak manajemen Kedai Telapak
harus meningkatkan kualitas mereka. Kedai Telapak berada di dalam kawasan
Pool Damri, Botani Square dan Kampus IPB Baranangsiang menyediakan
berbagai macam fasilitas, selain tempat makan, diantaranya hot spot area, live
music dan berhubung kafe ini berada di dalam kawasan Pool Damri, Botani
Square dan Kampus IPB membuat orang-orang setelah berkunjung dari kafe
dapat berbelanja atau ketempat lain.
Kedai Telapak sebagai salah satu kafe penting untuk selalu menjaga mutu
dari pelayanan demi memuaskan para pelanggannya sehingga memberi kesan
baik pada konsumen, dari kesan tersebut merek kafe akan selalu diingat dan
akan menjadi prioritas kunjungan jika ingin bersantai. Pelayanan yang
berkualitas dan memuaskan akan memberikan suatu dorongan kepada
konsumen untuk selalu menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan Kedai
Telapak. Pihak Kedai Telapak tentunya dapat meningkatkan kualitas dan
kepuasan para pelanggannya dengan cara memaksimumkan pengalaman yang
menyenangkan mereka dan meminimumkan ataupun menghilangkan
pengalaman yang kurang menyenangkan bagi para konsumen tersebut. Bila
konsumen telah merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan, tidak jarang
konsumen akan memberikan informasi kepada rekan dan kerabatnya mengenai
apa yang telah mereka dapatkan di Kedai Telapak. Secara tidak langsung hal ini
akan sangat membantu Kedai Telapak dalam mempromosikan produknya.
Memperoleh konsumen yang loyal terhadap suatu merek tertentu restoran
tersebut haruslah memiliki kelebihan atau keunggulan tertentu yang tidak
dimiliki oleh para pesaingnya, salah satu keunggulan tersebut adalah jasa
pelayanan yang diberikan kepada para konsumen. Kepuasan yang dirasakan
1.2. Perumusan Masalah
Kedai Telapak akan memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar
merek tersebut menjadi merek yang kuat. Penelitian ini dianggap penting bagi
Kedai Telapak dalam mengetahui seberapa jauh persepsi dari merek Kedai
Telapak di benak konsumen. Oleh karena itu, analisis ekuitas merek sangat
perlu dilakukan terhadap merek Kedai Telapak.
Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana brand awareness merek Kedai Telapak dibenak konsumen?
2. Bagaimana brand association merek Kedai Telapak dibenak konsumen?
3. Bagaimana perceived quality merek Kedai Telapak dibenak konsumen?
4. Bagaimana brand loyalty merek Kedai Telapak dibenak konsumen?
5. Bagaimana Posisi ekuitas merek Kedai Telapak dibenak Konsumen?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengkaji posisi brand awareness dibenak konsumen Kedai Telapak
terhadap merek Kedai Telapak.
2. Menganalisis brand association dibenak konsumen Kedai Telapak terhadap
merek Kedai Telapak.
3. Menganalisis perceived quality dibenak konsumen Kedai Telapak terhadap
merek Kedai Telapak.
4. Menganalisis brand loyalty dibenak konsumen Kedai Telapak terhadap
merek Kedai Telapak.
5. Mengetahui posisi ekuitas merek Kedai Telapak dibenak konsumen Kedai
Telapak.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
perusahaan dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen
dalam mengambil keputusan mengenai strategi pemasaran. Selain itu hasil
penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman praktis dalam
upaya penerapan konsep ekuitas merek pada suatu merek produk, khususnya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Restoran dan Kafé
Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat
disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan
peralatan, penyimpanan, penyanyian dan penjualan makanan dan minuman
bagi umum ditempat usahanya dan memenuhi ketentuan persyaratan yang
ditetapkan dalam keputusan.
Usaha restoran merupakan suatu bentuk usaha yang dalam
pelaksanaannya mengkombinasikan antara produk dan jasa. Adapun tujuan
operasionalnya adalah mencari keuntungan dan memberikan kepuasan bagi
konsumen (Kotler, 2002). Menurut Saidi (2007), ada delapan jenis restoran
yang berkembang saat ini, yaitu:
1. Fast food (Restoran layanan cepat)
Restoran jenis ini hanya dapat menyanyikan makanan tertentu saja. Jenis
restoran ini sangat popular di kota-kota besar. Sebagian restoran fast food
juga menyediakan delivery order (layanan pesan antar)/take out
(dibungkus untuk makan di luar restoran).
2. Gourmet (Restoran ala ruang makan di rumah mewah)
Restoran ini menawarkan suasanan yang tenang dan terdapat pada
sebagian besar lokasi hotel- hotel bercita rasa tinggi. Biasanya restoran
ini berbiaya operasional tinggi, karena membutuhkan dekorasi yang
berkelas dan membutuhkan banyak pelayan terlatih. Restoran jenis ini
pada umumnya memiliki konsumen tertentu.
3. Buffet (Prasmanan/masak sendiri)
Ciri utama restoran buffet ini adalah berlakunya satu harga untuk makan
sepuasnya apa yang disajikan pada buffet. Pelanggan dapat dengan
leluasa memilih dan masak sendiri menu-menu yang diinginkannya.
Sentuhan pelayan dari waiters (pelayan) relatif sedikit pada jenis restoran
4. Bistro/Grill (Restoran keluarga)
Jenis restoran ini umumnya memiliki banyak menu makanan dan
minuman dengan harga terjangkau. Pelayan yang ramah dan
kekeluargaan untuk memuaskan pelanggan menjadi ciri khas restoran ini.
Namun dari sisi dekorasi tidak semewah restoran jenis gourmet.
5. Restoran Istimewa
Restoran jenis ini biasanya terdapat jauh dari keramaian dan memberikan
kesan khusus, seperti di daerah pegunungan yang indah dan mudah
dijangkau banyak orang.
6. Restoran sederhana
Restoran ini menyanyikan menu yang tidak istimewa, yang terpenting
menu makanan dan minuman yang ditawarkan memiliki rasa enak,
higienis dan relatif murah bila dibandingkan dengan jenis restoran
lainnya.
7. Restoran Etnik
Restoran jenis ini menyajikan masakan daerah tertentu dan spesifik.
Dekorasi disesuaikan dengan etnik bersangkutan ditambah dengan
alunan musik etnik, bahkan pakaian seragam para pekerjanya bernuansa
etnik.
8. Restoran Padang
Restoran ini menyediakan makanan-makanan khas Padang. Restoran ini
biasanya dimiliki oleh sebagian besar orang Padang. Saat ini restoran
Padang sudah luas sampai ke berbagai belahan dunia, seperti Eropa dan
Amerika.
Pemerintah Indonesia yang terkait dengan jenis industri jasa boga yang
bergerak dalam bidang penyediaan pangan bagi masyarakat yaitu dinas
Pariwisata belum memisahkan batasan café secara spesifik. Selama ini
secara umum café masih termasuk bagian dari sebuah restoran. Hal ini
disebabkan karena konsep café yang terus berubah seiring dengan
Pada mulanya kafe hanyalah sebuah kedai kecil di suatu pasar malam
yang didirikan oleh pascal, seorang Armenia. Kedai ini digunakan orang
sebagai tempat untuk menghabiskan waktu luang sambil minum kopi. Ini
terjadi pada tahun 1672 di kota Paris. Namun perkembangan zaman telah
membawa perubahan pada Kafe. Kafe yang hadir saat ini tidak lagi hadir
dalam nuansa sederhana tetapi dalam nuansa kemewahan dengan layout
ruangan yang cukup nyaman, menu-menu spesial dan beberapa kafe juga
menyuguhkan music hidup (live music) bagi konsumennya. Oleh sebab itu
batasan tentang kafe kabur dan sulit ditetapkan.
Marsum dalam Sidabutar (1998), mendefenisikan kafe sebagai suatu
restoran kecil yang mengutamakan penjualan kue-kue, roti isi (sandwich),
kopi dan teh. Sedangkan kafe menurut Arifin (1995), yang dikutip oleh
Sidabutar (1998) kafe adalah suatu tempat yang menyajikan atau
menyediakan makanan atau minuman untuk sejumlah orang dengan sistem
penyajian yang singkat dan cepat. Namun pengaruh globalisasi yang
membawa masuk gaya hidup masyarakat luar perlahan-lahan telah berubah
konsep kafe pada saat ini. Kafe-kafe di kota besar kini tidak hanya
menyuguhkan kue-kue serta kopi dan teh saja namun juga minuman
beralkohol serta suguhan musik hidup (live music).
2.2. Persaingan Usaha
Satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai daya saing
perusahaan adalah besar laba ekonomi yang diperoleh perusahaan tersebut.
Sebuah perusahaan dapat dikatakan mempunyai daya saing yang kuat jika
perusahaan itu mampu memperoleh laba ekonaomi diatas rata-rata
perolehan laba ekonomi para pesaingnya didalam industri atau pasar yang
sama (Herlambang, 2002). Suatu Perusahaan akan memiliki daya saing
dalam suatu pasar hanya jika Perusahaan itu dapat menciptakan
nilaiekonomi yang lebih tinggi dibandingkan pesaingnya.
Menurut Anderson dalam Siswanto (2002) berpendapat bahwa
persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan
yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antar manusia,
bidang ekonomi adalah persaingan usaha (bussines competition) yang
secara sederhana bisa didefenisikan sebagai persaingan antar penjual
didalam merebut pembeli dan pangsa pasar.
Persaingan dalam suatu industri terbentuk karena adanya lima kekuatan
pembentuk persaingan seperti halnya yang di kemukakan oleh Porter
(2008). Model analisis terhadap lima kekuatan persaingan yang
dikemukakan oleh Porter secara skematis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Lima Kekuatan Persaingan (Porter, 2008)
1. Masuknya pendatang baru
Ancaman masuknya pendatanag baru ke dalam industri tergantung pada
rintangan masuk yang ada serta reaksi dari para pesaing yang sudah ada
yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. Sumber utama rintangan
masuk yaitu sakala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal,
biaya peralihan pemasok, akses ke saluran distribusi, biaya tidak
menguntungkan terlepas dari skala, dan kebijakan pemerintah.
2. Ancaman produk pengganti
Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan
menetapkan harga pagu (ceiling price) yang dapat diberikan oleh
perusahaan dalam idustri. Makin menarik alternatif harga yang
ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba
industri.
3. Kekuatan tawar- menawar pembeli
Kekuatan tawar pembeli yang besar tidak diinginkan dan akan
menyulitkan perusahaan, sehingga diperlukan usaha-usaha untuk Ancaman Produk
Pengganti
Persaingan diantara para Pesaing yang ada
Kekuatan tawar-menawar pembeli Kekuatan
tawar-menawar pemasok
meniadakan atau mengurangi kekuatan yang dapat menurunkan daya
tarik industri di perusahaan yang akan beroperasi.
Kelompok pembeli disebut kuat jika terdapat tujuh indikator sebagai
berikut:
a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif
terhadap penjualan pihak penjual.
b. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau
pembelian yang cukup besar dari pembeli.
c. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak
terdiferensiasi
d. Pembeli mengahadapi biaya pengalihan yang kecil.
e. Pembeli mendapatkan laba yang kecil.
f. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik
g. Pembeli mempunyai informasi yang lengkap.
4. Kekuatan tawar- menawar pemasok
Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:
Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih
terkonsentrasi dibandingkan dengan industri dimana mereka menjual.
a. Pemasok tidak mengahadapi produk pengganti lain untuk dijual
kepada industri.
b. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok
pemasok.
c. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.
d. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah
menciptakan biaya pengalihan.
e. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan
untuk melakukan integrasi maju.
5. Persaingan diantara para pesaing yang ada
Persaingan yang tajam merupakan akibat dari sejumlah faktor-faktor
struktural yang saling berinteraksi, yaitu:
a. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang.
c. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi.
d. Ketiadaan diferensiasi atau biaya peralihan.
e. Penambahan kapasitas dalam jumlah besar.
f. Pesaing yang beragam.
g. Taruhan strategi yang besar.
h. Hambatan penguduran diri yang tinggi.
2.3. Merek
Menurut American Marketing Asscociation dalam Rangkuti (2002).
Defenisi merek adalah sebagai berikut:”Merek adalah nama, istilah, tanda,
symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang bertujuan
untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk atau jasa yang dihasilkan
oleh pesaing.
Kotler (2002) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan
penjualan atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo,
atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten
memberikan keistimewaan, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli.
Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.
Menurut Simamora (2002), manfaat merek bagi pembeli adalah untuk
menjamin kekonsistenan mutu produk, meningkatkan efisiensi pembeli
karena dalam merek terkandung informasi tentang produk terbaru dalam
mencegah peniruan dari pesaing. Dalam sebuah merek terkandung
nilai-nilai yang mendukung merek produk. Menurut Aaker (1997), setiap merek
mengandung tiga hal, yaitu:
1. Nilai Fungsional
Nilai atribut produk yang mengutamakan kegunaan kepada konsumen.
2. Nilai Emosional
Nilai atribut produk yang melibatkan emosi pembeli atau pemakaian
dalam menawarkan produk.
3. Nilai Ekspresi Diri
Nilai atribut produk yang menonjolkan perasaan bangga, nyaman, dan
Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten
memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih
dari sekedar jaminan kualitas karena didalamnya tercakup enam pengertian
berikut ini (Durianto, dkk, 2001).
1. Atribut produk, seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain,
dan lai-lain.
2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen
sebenarnya membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut
merek diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau
manfaat emosional.
3. Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.
4. Budaya. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.
5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali
produk tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk
mendongkrak atau menopang merek produknya
6. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut.
2.4. Ekuitas Merek
Menurut Durianto.dkk (2001), brand equity adalah seperangkat aset
dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan
simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan. Agar aset
dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas mendasari
ekuitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol,
sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek,
beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas akan
berubah pula. Ekuitas dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen
dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu
dalam penggunaan kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
Kenyataannya, kesan kualitas dan asosiasi merek dapat mempertinggi
Menurut Aaker (1991), Ekuitas merek adalah Is a set of a brand assets
and liabilities; is linked to the brand’s name and Symbols: can substract
from as well as add to, the value provided by a product or service; and
provides value to customers as well as to the firm. Brand equity adalah
seperangkat aset dan liabilitas yang berkaitan dengan suatu nama merek dan
simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.
Menurut Aaker dalam Durianto, dkk (2001), ekuitas merek dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori yang dapat terlihat pada Gambar 2.
Merek bervariasi dalam hal kekuatan dan nilai yang dimilikinya di
pasar, perusahaan harus dapat mengembangkan suatu produk yang memiliki
ekuitas merek yang kuat. Menurut Aaker (1991) ekuitas merek dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori yang meliputi:
1. Kesadaran merek
Kesadaran merek menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu.
2. Asosiasi merek mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu
kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat,
atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
3. Kesan kualitas
Kesan kualitas mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan
dengan maksud yang diharapkan.
4. Loyalitas merek mencerminkan tingkat keterkaitan konsumen dengan
suatu merek produk.
5. Aset-aset merek lainnya
Keempat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal
dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek, elemen ekuitas merek
yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat
Konsep ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada gambar 2. Pada
gambar 2 juga memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam
menciptakan nilai bagi perusahaan maupun konsumen atau pelanggan atas
dasar lima elemen yang telah disebutkan.
Gambar 2. Konsep Brand Equity (Aaker, 2001)
Menurut Aaker dalam Kotler (2002), terdapat lima tingkat sikap
pelanggan terhadap merek mulai dari terendah hingga tertinggi, yaitu:
1. Pelanggan akan mengerti merek terutama untuk alasan harga. Tidak ada
kesetiaan merek.
2. Pelanggan puas. Tidak ada alasan untuk berganti merek.
3. Pelanggan puas dan merasa rugi bila berganti merek.
4. Pelanggan menghargai merek itu dan menganggapnya sebagai teman.
5. Pelanggan terikat dengan merek itu.
Ekuitas merek sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan
suatu merek berada pada tingkat 3, 4 dan 5. Ekuitas merek juga sangat
berkaitan dengan tingkat pengukuran merek, mutu merek yang diyakini,
asosiasi mental dan emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti paten,
merek dagang dan hubungan saluran distribusi.
Menurut Kotler (2002), ekuitas merek yang tinggi memberikan
sejumlah keunggulan kompetitif, yaitu:
Brand
Equity
Brand Awareness
Other proprietary Brand assets Brand Loyalty
Brand Association
Memberikan nilai kepada Pelanggan dengan memperkuat: 1. Intrepretasi
2. Rasa percaya diri dalam pembelian
3. Pencapaian kepuasan pelanggan
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat: 1. Effesiensi dan Efektifitas
promosi 2. Loyalitas merek 3. Harga/ laba 4. Perluasan merek
5. Peningkatan perdagangan 6. Keuntungan kompetitif
1. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil, karena
tingkat kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
2. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negosiasi
dengan distributor dan pengecer, karena pelanggan mengharapkannya
mempunyai merek tersebut.
3. Perusahaan dapat mengenalkan biaya yang lebih tinggi dari pesaingnya,
karena merek tersebut memiliki mutu yang diyakini lebih tinggi.
4. Perusahaan dapat lebih mudah meluncurkan perluasan merek, karena
merek tersebut memiliki kredibilitas tinggi.
5. Merek tersebut memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang
ketat.
2.5. Kesadaran merek
Menurut Aaker (1991) Brand Awareness adalah the ability of a
potential buyer recognize or recall that a brand is a member of a certain
product category. Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek
menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen, yang dapat
menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan
kunci dalam brand equity (Durianto dkk., 2001). Kesadaran merek dapat
digambarkan sebagai piramida dan dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah
ini.
Top Of Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Brand Unaware
Gambar 3. Piramida Kesadaran Merek (Durianto dkk, 2001)
Kesadaran merek dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yakni:
Tingkat ini merupakan tingkat yang paling rendah dalam kesadaran
merek. Pada posisi ini konsumen sama sekali tidak menyadari
keberadaan produk.
2. Pengenalan merek (brand recognition)
Pada tingkat ini, konsumen mengenal merek produk tetapi diperlukan
bantuan untuk mengenalnya.
3. Pengingatan kembali merek (brand recall)
Tingkat pengingatan kembali didasarkan pada permintaan seseorang
untuk merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan
dengan pengingatan pada bantuan.
4. Puncak pikiran (top of mind)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan
pengingatan dan ia menyebutkan secara spontan satu nama merek
tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dibenak
konsumen.
Agar pengenalan merek dicapai dan diperbaiki dapat ditempuh dengan
cara berikut (Durianto, dkk., 2001).
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda
dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek
dengan kategorinya.
2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik, sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.
3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereknya.
4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar mereka semakin banyak
diingat pelanggan.
5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang
sesuai kategori produk, mereka atau keduanya.
6. Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan, karena
2.6. Asosiasi merek
Semakin banyaknya asosiasi yang berhubungan, maka semakin kuat
pula citra merek tersebut (Durianto, dkk, 2001). Asosiasi-asosiasi yang
terkait dengan merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut:
1. Product Attributes
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan
strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan
asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna,
asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian
suatu merek.
2. Intangible Attributes
Suatu faktor tidak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya
persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang
mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.
3. Customers Benefits
Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi dua, yaitu rational benefit
(manfaat rasional) dan Psycological benefits (manfaat psikologis).
Manfaat rasional berkaitan dengan atribut dari produk yang dapat
menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.
Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem daalm
pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika
membeli atau menggunakan merek tersebut.
4. Relatives Price
Evaluasi terhadap suatu merek disebagian kelas produk ini akan awali
dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat
harga.
5. Application
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan
suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. Users/Customers
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan
7. Celebrity/Person
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat
mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek
tersebut.
8. Life style/Personality
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh para
pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan gaya hidup
yang hampir sama.
9. Product Class
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Competitiors
Mengetahui pesaing dan berusaha menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.
11. Country/Geographic Area
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki
hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Contoh:
Negara Perancis diasosikan dengan mode pakaian dan parfum. Asosiasi
tersebut dapat dieksploitasikan dengan mengaitkan merek pada sebuah
negara.
Menurut Rangkuti (2002), terdapat lima keuntungan brand association,
yaitu:
1. Membantu proses penyusunan informasi
Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu
mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan
mudah dikenal oleh pelanggan.
2. Differensiasi
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi
usaha pembedaan. Asosiasi- asosiasi merek dapat memainkan peran
penting dalm membedakan suatu merek dengan merek yang lain.
3. Alasan untuk membeli
Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk
4. Penciptaan sikap atau perasaan positif
Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya
akan berdampak positif terhdap produk yang bersangkutan.
5. Landasan untuk keluasan
Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan
merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek
dan sebuah produk baru
Adapun nilai-nilai asosiasi merek dapat dilihat pada Gambar 4.
[image:30.612.189.482.242.386.2]
Gambar 4. Nilai Asosiasi Merek (Durianto, dkk 2001)
2.7. Kesan Kualitas
Menurut Aaker (1991), perceived quality didefinisikan sebagai the
customer’s perception of the overall quality or superiority of a product or
service with respect to its intended purpose. Kesan kualitas adalah persepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau
jasa layanan berkenaan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Kesan kualitas ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk
di mata pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk
atau jasa dapat menentukan nilai dari suatu produk atau jasa tersebut dan
berpengaruh secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan
loyalitas mereka terhadap merek. Kesan kualitas yang positif akan
mendorong keputusan pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap suatu
produk. Sebaliknya, jika kesan kualitas pelanggan negatif, produk tidak
akan bertahan lama di pasar.
Membantu proses penyusunan informasi
Differensiasi /posisi
Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap/ perasaan positif
Kesan kualitas merupakan persepsi dari pelanggan maka kesan kualitas
tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan
apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki
kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu
produk atau jasa.
Berbagai hal yang harus diperhatikan dalm membangun kesan kualitas
(Aaker, 1997):
1. Komitmen terhadap kualitas
Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta
memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas
bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
2. Budaya kualitas
Komitmen kualitas baru terefleksi dalam budaya perusahaan, norma
perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada
kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
3. Informasi masukan dari pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun kesan kualitas pelangganlah yang
mendefenisikan kualitas. Sering kali para pemimpin keliru dalam
memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya.
4. Sasaran/standar yang jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran
kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat.
Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami dan
diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan
membahayakan perusahaan itu sendiri.
5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta
dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan
pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif
Menurut Garvin dalam Durianto, dkk (2001) kesan kualitas dibagi
dalam tujuh dimensi yaitu:
1. Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena
faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain. Sering kali
pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut
kinerja.
2. Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam
produk tersebut.
3. Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
4. Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari
satu pembelian ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan
ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek
produk terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberikan
penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang
dinamis sesuai perkembangan.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan dan diuji.
7. Hasil: mengarah kepada kualias yang dirasakan yang melibatkan enam
dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “ hasil
akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan
mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Aritonang
(2005), dimensi kualitas jasa terdiri dari dimensi: Tangibles, Reliability,
Responsiveness, Assurance dan Empathy. Kelima dimensi ini dikenal
sebagai SERVQUAL.
Penjelasan mengenai kelima dimensi SERVQUAL dikemukakan sebagai
berikut:
1. Tangibles
Dimensi ini mencakup kondisi peralatan, serta penampilan pekerja.
kali berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam
melakukan evaluasi.
2. Reliability
Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggung jawab,
atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan
dan selalu memenuhi janjinya.
3. Responsiveness
Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, selalu memperoleh definisi
yang tepat dan segera mengenai pelanggan. Dimensi ketanggapan ini
merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanannya
tepat pada waktunya. Dimensi ini berkaitan dengan keinginan dan atau
kesiapan pekerja untuk melayani.
4. Assurance
Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan pekerja serta
kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan.
Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan keramahan kepada
pelanggan , dan keamanan operasinya.
5. Empathy
Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap
pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk
menyelami perasaan pelanggan sebagaimana jika pekerja itu sendiri
mengalaminya.
Selain dimensi kualitas jasa, dimensi kualitas yang berkaitan yang berkaitan
dengan barang dikemukakan oleh Garvin (1988) dalam Aritonang (2005),
mengemukakan beberapa dimensi mengenai kualitas barang.
1. Performance, yaitu kepuasan atas karakteristik utama beroperasinya
produk.
2. Features, yaitu karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar
3. Reliability, yaitu kemungkinan produk gagal atau tidak berfungsi selama
satu periode tertentu.
4. Conformance, yaitu seberapa dekat kesesuaian antara desaindan operasi
produk sebagaimana spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya atau
harapan pengguna.
5. Durability, yaitu jumlah manfaat yang diperoleh dari produk sebelum
produk itu secara fisik memburuk atau menjadi tidak terpakai
6. Serviceability, yaitu kecepatan, keramahan, kompetensi, dan kemudahan
transaksi.
7. Asthetics, yaitu unsur penilaian subjektif pribadi mengenai bagaimana
suatu produk terlihat.
8. Reputation, yaitu citra dan reputasi umum perusahaan.
2.8. Loyalitas merek
Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek (Rangkuti, 2002). Menurut Aaker (1991) “Brand
loyalty is a measure of the attachment that a customer has to a brand”.
Loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah
merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin
tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain. Terutama jika
pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga
ataupun atribut lain.
Loyalitas merek merupakan salah satu indikator inti dari ekuitas merek
yang terkait dengan peluang penjualan, yang berarti jaminan perolehan laba
perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan
melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak
alternatif merek produk pesaing. Terdapat beberapa tingkatan loyalitas
merek dan memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5
Commited buyer
Menyukai merek
Pembeli yang puas dengan biaya peralihan
Pembeli yang puas/ bersifat kebiasan, tidak ada masalah untuk beralih
[image:35.612.212.493.83.213.2]Berpindah-pindah, peka terhadap perubahan harga, tidak ada loyalitas merek
Gambar 5. Piramida Loyalitas (Rangkuti, 2002)
1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama
sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan
demikian, merek memainkan peran kecil dalam keputusan pembelian.
Pada umumnya, jenis konsumen ini suka berpindah-pindah merek atau
disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih
memperhatikan harga didalam melakukan pembelian).
2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang ia
gunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya,
tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk
mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain
memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut
pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul
biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang, atau resiko
sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain.
Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan
adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan pergantian ke merek
lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer
4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek
tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu
asosiasi seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya,
atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut
sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai
5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia, mereka mempunyai
suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu
merek. Merek tersebut sangat penting bagi mereka baik dari segi
fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya
(commited buyer).
Meskipun demikian, bagi merek dengan ekuitas merek yang kuat,
tingkatan dalam loyalitas mereknya diharapkan membentuk segitiga
terbalik. Maksudnya, semakin keatas semakin melebar, sehingga diperoleh
jumlah commited buyer yang lebih besar daripada switcher seperti pada
tampak pada Gambar 6.
Commited Buyer
Liking The Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
[image:36.612.245.405.283.427.2]Switcher
Gambar 6. Piramida Loyalitas Harapan (Durianto dkk, 2001)
2.9. Penelitian Terdahulu
Funi Murdianti (2011) melakukan Analisis Faktor yang
Dipertimbangkan Pelanggan dalam Melakukan Pembelian Jasa di Kedai
Telapak Bogor. Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik
umum pelanggan Kedai Telapak, mengindentifikasi keputusan pembelian
pelanggan di Kedai Telapak, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang
dipertimbangkan pelanggan dalam melakukan pembelian jasa di Kedai
Telapak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kedai Telapak telah berhasil
membidik segmentasi pengunjungnya yaitu kelas menengah dengan
pelanggan berusia 21-30 tahun, berpendidikan Sarjana (S1) dan
berpendapatan Rp 3.000.000 – Rp 4.000.000. Keputusan pembelian
informasi mengenai keberadaan Kedai Telapak diperoleh dari teman dan hal
yang penting yang ingin diketahui pelanggan adalah jenis & rasa makanan
dan minuman. Pelanggan melakukan pembelian di Kedai Telapak karena
lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Pelanggan datang terencana ke
Kedai Telapak dan tujuan utama datang adalah untuk meeting/keperluan
pekerjaan. Yang mempengaruhi kunjungan adalah teman dan biasanya
pelanggan datang ke Kedai Telapak di hari tak tentu, demikian pula dengan
waktu kunjungan. Pelanggan setidaknya melakukan kunjungan lebih dari 5
kali dalam sebulan. Promosi penjualan yang dirasa akan menarik pelanggan
adalah keragaman menu. Pelanggan merasa biasa saja setelah melakukan
kunjungan ke Kedai Telapak. Jika ada kenaikan harga, maka pelanggan
akan mengurangi frekuensi pembelian selanjutnya. Pada umumnya
pelanggan akan melakukan kunjungan kembali setelah kunjungan
sebelumnya. Variabel yang menjadi pertimbangan pelanggan dalam
melakukan pembelian jasa di Kedai Telapak adalah kepekaan karyawan
menerima keluhan pelanggan, kepekaan karyawan memahami kebutuhan
pelanggan, kecepatan waktu tunggu pemesanan dan ketanggapan karyawan
mengenai produk. Komponen utama pada keputusan pembelian jasa di
Kedai Telapak adalah sikap dan kemampuan karyawan, produk, hospitality
& caretaking, dan pelayanan.
Pratama (2006) melakukan analisis brand equity Pocari Sweat, dalam
persaingan industri minuman. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
brand equity Pocari Sweat pada elemen brand awareness, brand
association, perceived quality, dan brand loyalty. Untuk melihat adanya
tingkat persaingan dalam industri minuman secara keseluruhan, dalam
penelitian ini melibatkan beberapa merek minuman lainnya yaitu ProSweat,
Mizone, Aqua, dan Coca-cola. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis
yang berupa metode Spearman-Brown, Product Moment, Alfa Cronbach,
Skala Likert, Skala Semantic Differential, Uji Cochran, Analisis Biplot dan
analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elemen kesadaran
merek Pocari Sweat mendapatkan dua brand image yaitu rasa aman dan
menunjukkan bahwa merek Pocari Sweat lebih unggul dibandingkan merek
lainnya dalam atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan
dehidrasi dan memulihkan stamina. Analisa pada loyalitas merek
menunjukkan Pocari Sweat belum memiliki loyalitas merek yang kuat. Hal
ini tercermin dari bentuk piramida loyalitas merek yang mengecil pada
tingkatan liking the brand dan commited buyer.
Muchlis (2005) dengan judul Analisis Ekuitas Merek Pada Merek Kopi
Bubuk dan Merek Kopi Instan di Wilayah Jakarta timur yang bertujuan
menganalisis ekuitas merek kopi bubuk dan kopi instan, serta
mengidentifikasi segmen pasar dari kopi bubuk berdasarkan rataan
pengeluaran responden yang terhadap merek kopi. Dalam menjawab tujuan
tersebut digunakan alat analisis uji Reliabilitas Hoyt, Uji Cochran, model
Fishbein dan analisis deskriptif. Data primer diperoleh dengan melakukan
observasi melalui wawancara dengan konsumen, sedangkan data sekunder
diperoleh dari BPS dan literatur lainnya.
Hasil analisis kesadaran merek diperoleh bahwa kopi instan merek
Nescafe dan merek Kapal Api untuk produk kopi bubuk mencapai
kesadaran merek yang ideal. Semua responden mengingat merek ini tanpa
bantuan dalam mengingatnya.
Merek yang mempunyai ekuitas merek yang paling kuat diantara
merek-merek kopi instan adalah merek Nescafe dan kopi bubuk merek yang
mempunyai ekuitas merek kuat adalah merek Kapal Api. Segmen pasar
prioritas untuk kopi instan merek adalah konsumen golongan menengah ke
atas. Segmen pasar prioritas untuk merek Torabika dan ABC adalah
konsumen pada golongan menengah ke bawah. Segmen pasar untuk kopi
bubuk menunjukkan adanya persaingan kedua merek, yaitu Kapal Api dan
Ayam Merak sama-sama bersaing untuk memperebutkan segmen
pengeluaran menengah ke bawah.
Manuhutu (2003) menganalisis ekuitas merek atas merek-merek the
dalam botol. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Hoyt, uji
Cochran dan Brand Switching Pattern Matrix. Hasil penelitian ini
tertinggi. Seluruh merek yang diteliti belum ada yang memiliki tingkat
kesetiaan merek yang cukup kuat disegmen responden Bogor. Urutan
ekuitas merek dari yang paling tinggi berturut-turut sampai yang paling
rendah yaitu teh botol Sosro, Tehkita, Fruit tea, Freshtea, 2Tang, Teh Giju,
dan S-Tee. Persamaan yang terdapat pada penelitian tersebut dengan
penelitian ini yaitu memiliki tujuan yang sama untuk menganalisis posisi
tingkat kesadaran merek, menganalisis asosiasi merek, menganalisis kesan
kualitas dan menganalisis loyalitas merek dengan metode yang sama pula
menggunakan analisis deskriptif, skala Semantic differential, skala likert,
nilai rata-rata dan uji Cochran. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian,
judul penelitian yang menganalisa mengenai Analisis brand equity Kafe
Kedai Telapak, yang bertujuan menganalisis bagaimana posisi merek Kedai
III. METODE PENELITIAN
[image:40.612.70.486.116.567.2]3.1. Kerangka Pemikiran
Gambar 7. Kerangka pemikiran
Ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan
dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan.
Terdapat empat elemen utama ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek,
kesan kualitas merek dan loyalitas merek.
Pertama dilakukan analisis kesadaran merek untuk mengetahui posisi kesadaran
merek Kedai Telapak dibenak konsumen Kedai Telapak. Kedua, dilakukan asosiasi
merek untuk mengetahui asosiasi merek atau brand image Kedai Telapak dibenak
pelanggan. Ketiga, dilakukan analisis kesan kualitas untuk mengetahui persepsi mutu
Merek
Pemilihan salah satu merek Kafe
Kedai Telapak
Analisis brand equity
Analisis brand awareness
Analisis brand association
Analisis perceived
quality
Analisis brand loyalty
Analisis Deskriptif
Uji Cochran
Skala likert & Rataan Analisis Deskriptif
Piramida Brand Loyalty
Ekuitas Merek Kedai Telapak
Implikasi manejerial 1. Top Of Mind
2. Brand Recall 3. Brand Recognition 4. Brand unaware
1. Switcher
2. Habitual Buyer 3. Satisfied Buyer 4. Liking The Brand 5. Commited Buyer
Analisis Deskriptif Skala likert &
Rataan
Brand image
Analisis Faktor
merek Kedai Telapak yang dirasakan konsumen. Keempat,dilakukan analisis loyalitas
merek untuk mengetahui loyalitas pelanggan Kedai Telapak terhadap merek Kedai
Telapak. Suatu produk yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat membentuk
landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan merek dalam
persaingan apa pun dalam waktu yang lama. Konsumen menjadikan merek sebagai
salah satu pertimbangan penting ketika hendak membeli suatu produk atau jasa.
Kedai Telapak akan memperoleh informasi yang dapat dijadikan salah satu modal
untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif Kedai Telapak dengan
mengetahui kekuatan merek. Kerangka pemikiran dalam penilitian ini dapat dilihat
pada Gambar 7. Hasil seluruh analisis tersebut dapat diketahui sebagai kekuatan merek
Kedai Telapak. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan loyalitas dari
konsumen terhadap perusahaan semakin kuat.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kedai Telapak yang berlokasi di Gedung Alumni IPB
Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Adapun waktu
penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2011.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan didalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada responden dan
wawancara dengan pihak manjemen perusahaan, sedangkan data sekunder diperoleh
melalui studi literatur, baik yang diperoleh dari data dan dokumen perusahaan, studi
pustaka, internet, dan berbagai sumber lainnya.
3.4. Metode Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara,
dan penyebaran kuesioner untuk mendapatkan data primer, sedangkan untuk
mendapatkan data sekunder berasal dari studi pustaka.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Wawancara dengan pihak manajemen perusahaan, hal ini dilakukan dalam bentuk
diskusi dan melalui percakapan dua arah atas inisiatif dengan terlebih dahulu
menyusun daftar pertanyaan sebelumnya untuk memudahkan memperoleh informasi
2. Kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan data mengenai pelayanan yang
diharapkan oleh para konsumen dan bagaimana tingkat kepuasan terhadap
pelayanan yang telah diberikan oleh Kedai Telapak. Sebelum kuesioner disebarkan,
dilakukan uji coba kuesioner terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner. Kuesioner selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1.
3. Studi Pustaka dengan cara mengumpulkan data dan informasi baik yang berasal dari
data internal perusahaan maupun pihak eksternal seperti pustaka, literatur,
laporan-laporan serta penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi.
Teknik pemilihan sampel menggunakan metode non-probability sampling (sampel
tidak acak) dengan insidental sampling adalah pemilihan sampel tidak direncanakan
atau secara kebetulan. Sampel yang dipilih adalah konsumen yang kebetulan sedang
makan atau minum di Kedai Telapak. Jumlah sampel yang diwawancarai dalam
penelitian ini ditentukan dengan rumus Slovin, dengan rumus:
………. (1)
dimana:
n = Ukuran Sampel
N = Populasi Pengunjung Kedai Telapak
e = Kesalahan dalam pengambilan sampel ditetapkan 10%
Berdasarkan data kunjungan konsumen, diperoleh jumlah rata kunjungan perbulan
sekitar 3000 pengunjung, maka diproleh nilai sebesar:
= 96.77 100
Berdasarkan perhitungan di atas maka jumlah responden yang akan diambil adalah
sebanyak 100 responden dan 30 responden pembanding yang berasal dari luar Kedai
Telapak, sehingga total responden berjumlah 130 responden.
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan rumus
statistika melalui program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows. Hasil tersebut
kemudian dianalisis menggunakan metode analisis ekuitas merek. Alat analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif, skala likert dan nilai rata-rata, analisis faktor serta
3.5.1 Uji Validitas
Setelah Kuesioner terbentuk, langkah awal yang dilakukan adalah menguji
validitas kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi
Product Moment, uji validitas ini digunakan untuk menghitung korelasi (r) antara data
pada masing-masing pertanyaan dengan skor total. Validitas menunjukkan sejauh mana
alat ukur dapat mengukur apa yang ingin diukur. Kuesioner yang dikatakan memiliki
butir-butir pertanyaan kuesioner yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang
diinginkan. Apabila ada pertanyaan yang tidak berhubungan, maka pertanyaan tersebut
tidak valid, dan akan dihilangkan atau diganti dengan konsep pertanyaan lain yang
lebih sahih (Umar, 2003).
Rumus yang digunakan:
………. (2)
Keterangan :
rxy = Korelasi antara X dan Y x = Skor pernyataan
y = Skor Total
n = Jumlah responden
Uji validitas dilakukan pada 30 responden di mana nilai korelasi yang dihitung
dinyatakan sahih apabila nilai r lebih dari 0,361. Pengujian validitas diolah dengan
menggunakan software SPSS dan excel.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat
diandalkan. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur ketepatan atau kejituan suatu
instrument jika dipergunakan untuk mengukur himpunan objek yang sama berkali-kali
akan mendapatkan hasil yang serupa.
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur
didalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur memiliki kemampuan untuk
memberikan hasil pegukuran yang konsisten. Dalam hal ini terdapat beberapa teknik
yang digunakan dalam pengukuran reliabilitas. Dalam penelitian ini, teknik reliabilitas
yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach dan Metode Spearman-Brown. Teknik
Alpha Cronbach digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan
0-1, tetapi merupakan rentangan antara beberapa nilai, misalnya 0-10