• Tidak ada hasil yang ditemukan

Physical Quality of Fermented Sausage with Lactobacillus plantarum 2C12 or Lactobacillus acidophilus 2B4 as Starter Culture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Physical Quality of Fermented Sausage with Lactobacillus plantarum 2C12 or Lactobacillus acidophilus 2B4 as Starter Culture"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK PADA SOSIS

FERMENTASI DAGING SAPI YANG DIBERI KULTUR

L. plantarum

2C12 ATAU

L. acidophilus

2B4

SKRIPSI

AUDITIA KUSUMAWANTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii RINGKASAN

AUDITIA KUSUMAWANTI. D14080188. 2012. Kualitas Fisik dan Organoleptik pada Sosis Fermentasi Daging Sapi yang diberi Kultur L. plantarum 2C12 atau

L. acidophilus 2B4. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si.

Daging merupakan bahan pangan asal ternak yang mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan masyarakat terhadap produk olahan daging semakin meningkat. Hal ini mendorong berkembangnya teknologi dan diversifikasi pengolahan daging. Pengolahan dilakukan untuk meningkatkan nilai guna, daya simpan produk, dan nilai jual. Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan menggunakan kultur bakteri asam laktat yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Sosis fermentasi mampu meningkatkan kesehatan dengan menambah jumlah bakteri baik dalam saluran pencernaan. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995) sosis merupakan makanan sumber protein karena mengandung lebih dari 13% protein. Bakteri asam laktat sebagai probiotik berfungsi untuk mengatur keseimbangan mikroflora dalam sistem pencernaan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus acidophilus adalah bakteri gram positif, berbentuk batang, bersifat non motil, non spora, dan anaerob. L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 merupakan kandidat probiotik yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi, diharapkan menghasilkan sosis fermentasi dengan kualitas fisik yang baik.

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan membandingkan kualitas fisik dan organoleptik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2011 hingga April 2012 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini terdiri atas dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah pembiakan kultur murni L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 yang dibiakkan pada media de Man Rogosa Sharp Broth. Kultur induk dibuat untuk dijadikan kultur antara, kemudian kultur antara dijadikan kultur kerja. Kultur kerja di tumbuhkan pada media susu dan dihitung populasinya. Populasi kultur kerja yang digunakan adalah  108 CFU/ml. Penelitian utama adalah pembuatan sosis fermentasi. Peubah yang diamati pada sosis fermentasi ini adalah populasi bakteri asam laktat, pH, totat asam tertitrasi, aktivitas air, warna dan uji organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik.

(3)

iii penambahan L. plantarum 2C12, dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Uji organoleptik menggunakan rancangan non-parametrik yaitu Kruska-Wallis.

Hasil kualitas fisik pada sosis fermentasi daging sapi yang diberi kultur probiotik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4, menunjukan bahwa penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 pada sosis fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH dan nilai TAT yang menunjukan bahwa sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 lebih rendah dibanding dengan sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12, dan warna kuning sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 lebih tinggi dibanding dengan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4, namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada aktivitas air, kecerahan, dan warna merah. Hasil pengujian organoleptik yaitu uji mutu hedonik pada sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 berbeda nyata (P<0,05) yang ditunjukan dengan warna lebih coklat sedangkan pada uji hedonik, sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 berbeda nyata (P<0,05) yang menunjukan bahwa panelis lebih menyukai pada sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 dibanding dengan sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 pada warna dan penampakan umum. Secara umum, hasil evaluasi sensori menghasilkan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 lebih baik daripada L. plantarum 2C12.

(4)

iv ABSTRACT

Physical Quality of Fermented Sausage with Lactobacillus plantarum 2C12 or

Lactobacillus acidophilus 2B4 as Starter Culture Kusumawanti, A., I. I. Arief , dan Z. Wulandari

Fermented sausage contains lactic acid bacteria as starter culture. The aim of this research was to study physical quality of fermented sausage with Lactobacillus plantarum 2C12 or Lactobacillus acidophilus 2B4 as starter culture. Nine samples of fermented sausage were devided into three treatments, there were fermented sausage without addition of starter culture (as control sample), fermented sausage with L. plantarum 2C12 and fermented sausage with L. acidophilus 2B4. Tested of physical properties were performed by population lactic acid bacteria, pH, water activity, total acid titration, and color parameters (brightness, redness, and yellowness). The result of this research showed that L. plantarum 2C12 or L. acidophilus 2B4 addition to the fermented sausage significantly effected (P<0.05) on pH, total acid titration and yellow color but had no significantly effect (P>0.05) on water activity, brightness and red color. The result of hedonic quality test proved that fermented sausage with L. plantarum 2C12 addition had significantly effect (P<0.05) to color, but for hedonic test, fermented sausage with L. plantarum 2C12 or L. acidophilus 2B4 addition had significantly effect (P<0.05) to color and general appearance. Result of sensory indicated that fermented sausage with L. acidophilus 2B4 better than fermented sausage with L. plantarum 2C12.

(5)

v

KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK PADA SOSIS

FERMENTASI DAGING SAPI YANG DIBERI KULTUR

L. plantarum

2C12 ATAU

L. acidophilus

2B4

AUDITIA KUSUMAWANTI D14080188

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)
(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Oktober 1989 di Sleman, DIY. Yogyakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Sarjono dan Ibu Dra. Purwanti. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK. Bhayangkari Tuban tahun 1996-1997, SDN. Kebonsari I Tuban tahun 1997-2002, SMPN 3 Tuban tahun 2002-2005, SMAN I Tuban tahun 2005-2008.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) dan diterima di Depertemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Penulis aktif di Ikatan Perhimpunan Mahasiswa Ronggolawe Tuban. Pelatihan yang pernah diikuti penulis yaitu pelatihan HACCP yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian dan Fakultas Peternakan pada tahun 2012. Prestasi yang dicapai oleh penulis adalah penulis lolos untuk mengikuti program PKM bidang Kewirausahaan tahun 2012.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Kualitas Fisik dan Organoleptik pada Sosis Fermentasi Daging Sapi yang diberi Kultur L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4“. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Data penelitian sebelumnya yang menyatakan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 terbukti sebagai kandidat probiotik diantaranya tahan pH rendah, garam empedu, dan mempunyai aktivitas antimikroba yang baik terhadap bakteri patogen. Probiotik berfungsi untuk mengatur keseimbangan mikroflora dalam sistem pencernaan dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dinginkan. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk mencoba mengaplikasikan pada bahan pangan yaitu sosis fermentasi agar dapat dikonsumsi oleh manusia.

Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan-kekurangan dalam penelitian maupun penulisan dalam skripsi ini, namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Bogor, 6 Agustus 2012

(9)

ix

Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik... 11

(10)

x

Prosedur... 14

Penelitian Pendahuluan... 14

Penelitian Utama... 16

Rancangan dan Analisis Data... 17

Peubah yang diamati... 17

Rancangan Percobaan... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN... 22

Penelitian Pendahuluan... 22

Populasi Kultur Starter... 22

Sifat Fisik Daging Segar... 23

Penelitian Utama... 24

Pengaruh Fermentasi Terhadap Nilai pH, TAT, dan aw 24 Nilai pH... 25

Nilai TAT... 27

Nilai aw... 28

Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna... 30

Uji Organoleptik... 31

Uji Mutu Hedonik... 32

Uji Hedonik... 34

KESIMPULAN DAN SARAN... 37

Kesimpulan... 37

Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA... 38

(11)

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat Fisik Produk-Produk Sosis Fermentasi... 5

2. Nilai Hue dan Daerah Warna Kromatisitas....………... 19

3. Populasi Bakteri Asam Laktat yang Digunakan untuk Pembuatan Sosis Fermentasi... 22 4. Sifat Fisik Daging Segar... 23

5. Sifat Fisik Sosis Fermentasi... 25

6. Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna... 30

7. Nilai Rataan Uji Mutu Hedonik Sosis Fermentasi Probiotik... 32

(12)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pembiakan Kultur Starter………...……… 15

2. Pembuatan Kultur Cair………..……. 16

3. Pembuatan Sosis Fermentasi……… 17

4. Kultur Starter yang Digunakan dalam Pembuatan Sosis Fermentasi... 23

5. Grafik Perubahan Nilai pH Selama Proses Fermentasi... 25

6. Grafik Perubahan Nilai TAT Selama Proses Fermentasi... 27

7. Grafik Perubahan Nilai aw Selama Proses Fermentasi... 29

(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Format Organoleptik Uji Hedonik Salami Probiotik... 42

2. Format Organoleptik Uji Mutu Hedonik Salami Probiotik... 43

3. Foto Tahap Pembuatan Sosis Fermentasi... 43

4. Foto Pengujian Sampel... 45

5. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Mutu Hedonik Warna Sosis Fermentasi... 46

6. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Mutu Hedonik Tekstur Sosis Fermentasi... 46

7. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Mutu Hedonik Aroma Sosis Fermentasi ... 46

8. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Mutu Hedonik Keempukan Sosis Fermentasi... 46

9. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Mutu Hedonik Penampakan Umum Sosis Fermentasi... 46

10. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Hedonik Warna Sosis Fermentasi... 47

11. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Hedonik Tekstur Sosis Fermentasi... 47

12. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Hedonik Aroma Sosis Fermentasi... 47

13. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Hedonik Keempukan Sosis Fermentasi... 47

14. Uji Non Parametrik Kruskal Wallis Hedonik Penampakan Umum Sosis Fermentasi... 47

15. Analisa Ragam pH Sosis Fermentasi... 48

16. Analisa Ragam aw Sosis Fermentasi... 48

17. Analisa Ragam TAT Sosis Fermentasi... 48

18. Analisa Ragam Warna L Sosis Fermentasi... 48

19. Analisa Ragam Warna a+ Sosis Fermentasi... 48

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan bahan pangan asal ternak yang memiliki peranan penting bagi tubuh manusia karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh terutama pada masa pertumbuhan. Kebutuhan masyarakat semakin meningkat dalam berbagai macam hasil olahan pangan termasuk hasil olahan dari daging. Hal ini mendorong berkembangnya teknologi dan diversifikasi pangan dalam pengolahan daging untuk meningkatkan nilai guna, pemberian cita rasa yang menarik dalam bentuk yang berbeda sehingga meningkatkan nilai jual dan daya simpan dari daging, contohnya pada sosis fermentasi.

Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat (BAL), yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Secara alami, terdapat spesies bakteri asam laktat yang tumbuh pada daging sapi murni, salah satunya adalah L. plantarum (Arief et al., 2005). Sosis fermentasi bermanfaat meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri yang baik dalam saluran pencernaan. Karakteristik dari sosis fermentasi adalah bentuknya yang lebih besar dibanding dengan sosis yang ada di pasar, berdiameter 4,5 cm, tekstur sedikit kasar, serta proses pengolahan dengan cara pengasapan. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), sosis memiliki komposisi nilai gizi yang baik harus mengandung kadar air maksimal 67%, kadar abu maksimal 3%, kadar protein minimal 13%, kadar lemak maksimal 25% dan kadar karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein.

(15)

2 plantarum. L. acidophilus dan L. plantarum adalah bakteri gram positif, berbentuk batang, bersifat non motil dan non spora, tumbuh tanpa oksigen. L. plantarum dan L. acidophillus yang diaplikasikan pada pembuatan sosis fermentasi memberikan produk dengan mutu terbaik.

Penambahan kultur starter diharapkan menghasilkan sosis fermantasi dengan kualitas fisik dan organoleptik yang lebih baik. L. acidophilus dan L. plantarum pada penelitian ini digunakan sebagai starter sosis fermentasi. Kualitas fisik sosis fermentasi yang dipelajari meliputi nilai pH, total asam tertitrasi, aktivitas air, dan warna. Uji organoleptik perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas sensori dari sosis fermentasi.

Tujuan

(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), daging adalah urat daging atau otot yang terdapat dan melekat pada kerangka, kecuali urat bagian bibir, hidung dan telinga berasal dari sapi yang sehat waktu di potong. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini. Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokan menjadi : 1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan; 2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin); 3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku); 4) daging masak; 5) daging asap; dan 6) daging olahan (Soeparno, 2005).

Komponen fisik utama daging yaitu otot dan lemak. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas daging dan kualitas daging berbeda pada tiap hewan. Kualitas daging terdiri dari struktur kimia dan biokimia, warna, keempukan, tekstur, serta marblingnya. Komposisi kimia daging tergantung pada spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, lokasi anatomi urat daging, aktivitas tubuh, tingkat pemberian pakan, dan keragaman pada ternak (Lawrie, 2003).

Sosis

Menurut Buckle et al. (2009), sosis merupakan bahan pangan yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu. Dapat langsung disiapkan dan segera dimasak untuk dimakan. Walaupun demikian, bahan pangan ini juga dapat dibiarkan mengalami fermentasi oleh mikroorganisme, dimana kegiatan bahan pengawet dapat memperpanjang daya simpan produk daging ini. Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995), sosis memiliki komposisi nilai gizi yang baik harus mengandung kadar air maksimal 67%, kandungan abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, dan karbohidrat maksimal 8%.

(17)

4 Standarisasi Nasional, 1995). Menurut Soeparno (2005), pada dasarnya sosis terdiri dari lima kelas sosis yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sosis segar, yang diasap, sosis masak, sosis kering dan agak kering, dan sosis spesialitas daging masak. Daging tanpa lemak pada daging sapi merupakan bahan dasar yang paling digemari dengan penggunaan lemak dapat menambah palatabilitas formulasi sosis.

Sosis Fermentasi

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganime atau telah ada dalam bahan pangan. Sifat bahan pangan hasil fermentasi ini ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan interaksi yang terjadi di antara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat yang merupakan pembentuk bahan pangan tersebut. Salami berasal dari kata suh-lah-mee. Salami merupakan famili produk sosis fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar, bentuk adonannya kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995).

Sosis fermentasi merupakan produk olahan daging yang melibatkan mikroorganisme yang konsisten khususnya bakteri asam laktat sehingga produk menjadi lebih awet disamping dapat meningkatkan cita rasa yang diinginkan (Fardiaz, 1992). Proses fermentasi akan menurunkan pH sosis kering dan semi kering dari 5,8-6,2 menjadi 4,8-5,3. Fermentasi juga memberikan kesempatan pada air sosis menjadi menyebar ke seluruh bagian sosis secara cepat dan merata. Asam laktat akan menyebabkan denaturasi protein daging. Denaturasi protein daging ini mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak (Bacus, 1984).

(18)

5 penurunan aw ≤ 0,90. Menurut Josquin et al. (2012) nilai pH sosis fermentasi setelah dilakukan fermentasi dan pematangan menjadi 4,3-4,5.

Beberapa produk sosis fermentasi telah banyak dilakukan pengujian sifat fisik seperti nilai aktivitas air dan nilai pH. NSW Food Authority (2009) melakukan survei pada beberapa produk sosis fermentasi. Hasil survei dari NSW Food Authority (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisik Produk-Produk Sosis Fermentasi

Nama Produk aw pH

Aust. Danish Salami 0,96 4,7

Sliced Danish Salami 0,92 4,8

Salami Sopresso 0,92 5,7

Hot Hungarian Samali 0,9 4,7

Casalingo Salame 0,94 6,0

Gourmet Salami Hot 0,93 4,9

Salami Sopresso 0,89 4,7

Hot Spanish Salami 0,97 4,6

Sumber : NSW Food Authority (2009)

Bahan Pembuatan Sosis

Bahan utama terdiri atas daging, lemak, dan garam. Bahan tambahan terdiri pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu, dan bahan makanan lain yang diizinkan. Daging

Daging pada umumnya yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging yang kurang nilai ekonomisnya, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak mengandung mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusak, daging dada, dan daging tetelan (Soeparno, 2005). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995) menjelaskan bahwa syarat mutu pH daging segar berkisar antara 5,3-5,8.

Lemak

(19)

6 babi, karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh, dapat dilumatkan pada temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak babi lebih mudah mencair pada temperatur yang lebih rendah. Sosis masak harus mengandung lebih dari 30% lemak (Kramlich, 1971).

Gula

Penggunaan gula dalam produk yang difermentasi merupakan sumber karbohidrat dalam proses fermentasi untuk membentuk asam laktat. Gula akan difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat menghasilkan produk fermentasi dengan flavor yang tajam. Fungsi gula sebagai preservatif pada sosis fermentasi, karena terbentuknya asam laktat di dalam produk mengakibatkan pH menurun dan produk menjadi agak kering selama proses pematangan. Gula mampu untuk memberikan stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika dalam konsentrasi yang cukup (diatas 70% padatan terlarut). Gula digunakan untuk teknik pengawetan dalam bahan pangan (Buckle et al., 2009).

Garam

Garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme

pencemaran tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik serta pembentuk

spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah

sekalipun (yaitu sampai 6%). Garam juga berfungsi sebagai penambah aroma dan

cita rasa atau flavor. Garam meningkatkan tekanan osmosis medium atau bahan

makanan yang juga direfleksikan dengan rendahnya aktivitas air. Sejumlah bakteri

terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2%. Garam juga mempengaruhi

aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan

suatu metode yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle el al., 2009).

Lada Halus

(20)

7 Jahe Halus

Menurut Badan Standarisasi Nasional (1992), jahe segar adalah rimpang (rhizoma) dari tanaman jahe (Zingiber officinale, Roscoe) jenis besar yang sudah tua (matured), berbentuk utuh dan segar serta dibersihkan. Jahe memiliki aroma yang harum dan rasanya yang pedas. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang menimbulkan aroma yang khas jahe, diantaranya zingberene, curcumine, philander, dan lain sebagainya. Jahe juga mengandung gingerols dan shogaols yang menimbulkan rasa pedas. Jahe mampu menutupi bau beberapa flavor dan memberikan kesegaran terhadap bahan pangan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Pala Halus

Menurut Badan Standarisasi Nasional (1987), Pala adalah biji dari buah tanaman Myristica spp yang telah dikeringkan dan dikupas kulit batoknya, berbentuk bulat dan lonjong yang panjangnya antara 20-40 mm. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala digunakan sebagai penyedap untuk bahan pangan dan minuman penyegar. Komposisi kimia pala bubuk per 100 gram terdiri dari air 8,2 gram, protein 6,7 gram, lemak 32,4 gram, abu 2,2 gram, dan karbohidrat 50,5 gram (Farrell, 1990).

Nitrit Pokeln Salt (NPS)

Nitrit Pokeln Salt (NPS) merupakan campuran antara garam dapur (NaCl) dan sodium nitrit (NaNO2). Nitrit mempunyai tiga fungsi dalam pengolahan yaitu menstabilkan warna daging, bersifat bakteriostatik terutama pada Clostridium batulinum dan mencegah ketengikan (Savic, 1985). Nitrit juga menghambat pertumbuhan Clostridium perfringens (Swatland, 1984). NPS bersifat sebagai antioksidan dan dapat menghambat oksidasi lemak. Jika tidak menggunakan nitrit akan menyebabkan terbentuknya senyawa karbonil yang beresiko pada ketengikan atau ransiditas produk (Soeparno, 2005).

Casing

(21)

8 bagian tengah, caecum dan kandung kencing. Selongsong alami berdiameter besar seperti usus besar bagian tengah dan caecum sapi yang dipisahkan dari produk sebelum sosis dimakan. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami sekitar 40% garam, dan sebelum digunakan harus dicuci dengan air dingin (Soeparno, 2005).

Pada dasarnya, selongsong alami merupakan kolagen kulit regenerasi atau selongsong selulosa fibrus yang telah banyak dipergunakan dalam pengolahan sosis kering dan sosis agak kering. Selama pengolahan sosis, selongsong alami dalam keadaan basah mudah ditembus oleh asap dan cairan. Cairan dan panas akan menyebabkan selongsong lebih lunak dan porus, sehingga proses pengasapan dan pemasakan harus dikendalikan sehubungan dengan kelembaban (Bacus, 1984). Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok (Bacus, 1984) yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak layak dimakan, dan plastik. Selongsong kolagen untuk produk asap berdiameter kecil dirancang menjadi empuk selama proses pemanasan. Selama proses pemanasan dan pengasapan, selongsong akan mengeras karena pengeringan dan pengasapan.

Pengasapan

Tujuan dari pengasapan daging adalah meningkatkan flavor dan penampakan permukaan produk yang menarik. Selongsong daging asap juga dapat membantu memperbaiki permukaan daging. Kayu keras pada umumnya mengandung 40-60% selulose, 20-30% hemiseluose, dan 20-30% lignin. Asap akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, memperbaiki flavor, dan menghambat oksidasi lemak (Soeparno, 2005). Asap kayu mengandung lebih dari 200 senyawa (Judge et al., 1989) dan terdiri dari dua fase dispersi (Foster dan Simpson, 1961), yaitu fase cairan yang mengandung partikel asap, dan fase gas dispersi. Partikel asap tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap proses pembuatan daging asap.

(22)

9 berat kira-kira 5-10%. Selama pengasapan, suhu produk dipertahankan antara 28-32oC selama 12-16 jam pada saat fermentasi asam laktat berlangsung di dalam sosis. Proses pengasapan dapat dilakukan dengan proses konvensional dengan menggantungkan produk dalam ruang pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35-40oC. Proses pengasapan berpengaruh pada sifat pengawetan yang ditimbulkan oleh penyimpanan atau penimbunan di permukaan daging (Buckle et al., 2009).

Bakteri Asam Laktat

Salah satu bentuk dari bakteri asam laktat adalah lactobacillus. Bakteri ini adalah bakteri gram positif fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang atau basil maupun kokus atau coccobacillus, tidak memiliki sitokrom, bersifat anaerobik tetapi toleran terhadap O2, mampu menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir fermentasi karbohidrat (Wahyudi et al., 2008). Bakteri asam laktat termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa pertumbuhan jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme yang bersifat homofermentatif dan heterofermentatif.

Karakteristik untuk menentukan strain bakteri asam laktat sebagai probiotik meliputi : (1) mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat, (2) mampu menggandakan diri, (3) tahan terhadap suasana asam sehingga mampu hidup dan bertahan dalam saluran pencernaan, (4) menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen, dan (5) mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan, dan distribusi (Hoier, 1992).

Lactobacillus plantarum

(23)

10 L. plantarum 2C12 mampu memperbaiki konsumsi ransum dan meningkatkan berat badan yang diujikan pada tikus yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi beberapa enzim pencernaan, misalnya enzim proteolitik. L. plantarum 2C12 mampu beradaptasi dan hidup pada saluran pencernaan. L. plantarum 2C12 mampu melewati berbagai hambatan disaluran pencernaan, diantaranya pH rendah (dilambung) dan adanya garam empedu di usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. L. plantarum 2C12 juga mampu berkembang biak dengan baik di saluran pencernaan yang menyebabkan total BAL di usus termasuk di isi sekum meningkat (Arief et al., 2010). Pernyataan tersebut diperkuat dengan penelitian sebelumnya yaitu Gross et al. (2008) yang menyatakan bahwa L. plantarum 299v memproduksi senyawa adesin manosa pada dinding selnya dapat menempel pada mukosa usus lebih baik dibandingkan dengan spesies Lactobacillus lainnya.

L. plantarum 2C12 memiliki kemampuan untuk menghambat populasi E. coli pada mukosa sekum. L.plantarum 2C12 menghasilkan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli (Arief et al., 2010). Menurut Astawan et al. (2011b) L. plantarum 2C12 terkait dengan kemampuannya menghasilkan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli enteropatogenik sehingga mengurangi kerusakan epitel usus.

L. plantarum 2C12 juga mampu mencegah diare (Arief et al., 2010). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Astawan et al. (2011b) yang menyatakan bahwa L. plantarum 2C12 dapat mencegah diare yang diujikan pada tikus yang diinfeksi E. coli enteropatogenik, mempertahankan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, serta kadar hemoglobin tikus dalam jumlah normal. L. plantarum 2C12 mempunyai sifat sebagai immunodulator yaitu mampu memproduksi sel limposit (Astawan et al., 2011a).

(24)

11

Lactobacillus acidophilus

L. acidophilus ditemukan terutama di dalam usus halus menghasilkan zat pembunuh kuman alami yang disebut dengan lactocidin dan acidophilin. L. acidophilus meningkatkan kekebalan inang melawan jamur dan bakteri berbahaya seperti Salmonella, E. coli, Staphylococcus aureus, Candida albicans. L. acidophilus berkoloni menempel pada dinding usus atau saluran reproduksi dengan demikian mencegah organisme lain berkembang biak pada tingkat cukup untuk menyebabkan infeksi dan peradangan.

L. acidophilus 2B4 yang diujikan pada tikus mampu memperbaiki konsumsi ransum dan berat badan yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya mampu meningkatkan absorbsi nutrien dengan memproduksi beberapa enzim pencernaan, misalnya enzim proteolitik. L. acidophilus 2B4 mampu melewati berbagai hambatan di saluran pencernaan, diantaranya pH rendah (lambung) dan adanya garam empedu usus sehingga sampai di usus halus bagian sekum dan menempel pada mukosa sekum. Selain itu, L. acidophilus 2B4 mampu menghambat populasi E. coli pada mukosa sekum (Arief et al., 2010).

L. acidophilus 2B4 memiliki kemampuan mencegah diare (Arief et al., 2010). L. acidophilus 2B4 yang diujikan pada tikus mampu mempertahankan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, serta kadar hemoglobin tikus dalam jumlah normal (Astawan et al., 2011b). L. acidophilus 2B4 mampu menekan terbentuknya malonaldehida akibat pengaruh infeksi E. coli enteropatogenik. L. acidophilus 2B4 mempunyai sifat sebagai immunodulator yaitu mampu memproduksi sel limposit (Astawan et al., 2011a).

Nilai pH L. acidophilus 2B4 dengan formulasi L. bulgaricus + S. Thermophilus + L. acidophilus 2B4 adalah 4,51 pada formulasi yoghurt. L. acidophilus 2B4 dalam formulasi L. bulgaricus + S. Thermophilus+ L. acidophilus 2B4 memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli enteropatogenik yang baik pada susu fermentasi sinbiotik berbasis yoghurt (Astawan et al., 2012).

Perubahan Sifat Fisik dan Organoleptik Nilai pH

(25)

12 pangan berkisar antara 3-8, karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH 5,0-8,0 maka hanya jenis tertentu yang dapat ditemukan pada bahan pangan yang mempunyai pH rendah. Bakteri-bakteri yang tahan asam dari golongan Lactobacillus dan Streptococcus yang sangat penting perannya dalam fermentasi produk daging (Buckle et al., 2009). Bakteri asam laktat disebut sebagai preservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen. Preservatif yang dilakukan bakteri asam disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri selama fermentasi pangan yang akan menurunkan pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Gula yang ditambahkan dalam pembuatan sosis fermentasi oleh bakteri akan menghasilkan asam laktat. Akumulasi asam laktat akan mengakibatkan penurunan pH. Nilai pH rendah pada sosis fermentasi berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Nilai pH produk sosis fermentasi dipengaruhi oleh temperatur dan lama pengasapan. Kisaran nilai pH untuk sosis fermentasi adalah 4,3-5,2 (Pederson, 1979).

Aktivitas Air

Kebutuhan mikroorganisme akan air dinyatakan sebagai aktivitas air atau yang bisa disebut dengan water activity (aw). Aktivitas air adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solvent murni pada temperatur yang sama (aw = p/po). Nilai aw daging segar adalah 0,99 atau lebih tinggi (Kusnandar, 2010). Kusnandar (2010) menyatakan kisaran nilai aw sosis fermentasi adalah 0,91-0,87. Sejumlah bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik pada aw lebih kecil dari 0,91, tetapi aw minimum untuk pertumbuhan sangat bervariasi. Produk daging proses sosis mengandung air kira-kira 45-60% dari beratnya, tergantung pada jumlah cairan yang ditambahkan dan jenis daging. Misalnya pada sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno et al., 2005).

Warna

(26)

13 (Muchtadi, 2009). Selama penyimpanan dapat terjadi perubahan warna. Terdapat lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu pigmen yang ada secara alami pada makanan, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi antara senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna (Winarno, 1997). Aroma

Aroma daging terbentuk dari kompleks eter-aldehid beserta asam amino, garam mineral, dan asam lemak. Aroma daging yang khas berbeda-beda tergantung dari jenis hewan, perlakuan pemasakan (Muchtadi, 2009).

Keempukan

(27)

14 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium IPT Ruminansia Besar dan Laboratorium Organoleptik, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai bulan Desember 2011 sampai April 2012.

Materi

Alat yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor, stuffer, casing (selongsong), timbangan, sealer, termometer, alat pengasapan, refrigerator, dan peralatan dapur (talenan, pisau, baskom kecil, panci, pengaduk, dan lain-lain). Alat yang digunakan dalam pembuatan kultur starter meliputi autoclave, tabung schott, tabung reaksi, tabung corning dan inkubator, cawan dan pipet. Alat yang digunakan dalam untuk analisa fisik dan organoleptik adalah pH meter daging, aw meter, chromameter, biuret, labu takar, pipet, gelas piala, labu Elenmeyer, dan ruang organoleptik.

Bahan yang digunakan adalah daging sapi segar dari bangsa sapi Brahman cross yang diperoleh dari rumah potong hewan Elders. Daging yang digunakan adalah bagian knuckle dengan lama postmortem 24 jam. Bahan lain yang digunakan adalah media kultur starter (susu skim), bakteri Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus acidophilus 2B4, akuades, lemak sapi, gula, garam, lada, jahe, pala, dan NPS.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu pembiakan kultur L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 dan aplikasi kultur starter pada sosis fermentasi.

Penelitian Pendahuluan Pembiakan Kultur

(28)

15 acidophilus 2B4 hasil isolasi dari daging sapi (Arief et al., 2005). Proses pembiakan kultur tersebut pada media de Man Rogosa Sharp Broth. Komposisi pada de Man Rogosa Sharp Broth meliputi peptone 10 gram, ‘Lab-Lemco’ powder 8 gram, yeast extract 4 gram, glucose 20 gram, sorbitan mono-oleate 1 ml, di-potassium hydrogen phosphate 2 gram, sodium acetate 3H2O 5 gram, tri-ammonium citrate 2 gram, magnesium sulphate 7H2O 0,2 gram, manganese sulphate 4H2O 0,05 gram.

kultur murni L. plantarum dan L. acidophilus hasil isolasi dari daging sapi

penyegaran pada media de Man Rogosa Sharp Broth

10% diinokulasikan ke dalam larutan susu skim steril

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam (hasilnya disebut sebagai kultur induk)

ditumbuhkan 2% dari kultur induk ke larutan susu skim 10%, diinkubasi 37oC selama 24 jam (hasilnya disebut kultur antara)

ditumbuhkan 2% dari kultur antara ke larutan susu skim

10%, diinkubasi 37oC selama 24 jam (hasilnya disebut kultur kerja) Ditumbuhkan pada media MRS-A

Dihitung populasinya

Populasi  108 CFU/ml Populasi  108 CFU/ml

Kultur starter siap dijadikan kultur starter cair

Gambar 1. Pembiakan Kultur Starter (Arief, 2000)

(29)

16 2% untuk dijadikan kultur kerja. Kultur kerja ditumbuhkan pada media susu selanjutnya dihitung populasinya. Populasi yang diharapkan adalah  108 CFU/ml untuk dijadikan sebagai kultur starter kering pada pembuatan sosis fermentasi. Proses pembiakan starter disajikan pada Gambar 1.

Pembuatan Kultur Cair

Pembuatan kultur cair ini diawali dengan membuat campuran susu skim 20% dan sukrosa 10%, kemudian disterilkan dan ditambahkan dengan L. plantarum dan L. acidophilus populasi minimal 107 CFU/ml pada masing-masing kultur, setelah itu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dan terbentuklah kultur cair dan dihitung viabilitasnya. Diagram alir pembuatan kultur cair dapat dilihat pada Gambar 2.

Campuran susu skim 20% + sukrosa 10%

Disterilkan

Ditambahkan L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 (populasi pada masing-masing kultur minimal 107 CFU/ml)

Inkubasi 37oC selama 24 jam

Kultur cair Dihitung viabilitasnya Gambar 2. Pembuatan Kultur Cair

Penelitian Utama Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief, 2000)

(30)

27-17 300C, selama 24 jam. Pengasapan dilakukan setelah conditioning pada suhu 28-300C selama 4 jam. Proses conditioning dilakukan berkala sebanyak 4 kali dan pengasapan sebanyak 3 kali secara bergantian.

Sosis yang telah diasap kemudian disimpan dalam chilling room pada suhu 27oC. Sosis diamati dan dianalisis kualitas fisik dan organoleptik pada sosis fermentasi dengan kultur L. plantarum 2C12, L. acidophilus 2B4, dan kontrol. Tahapan proses pembuatan sosis fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Sosis fermentasi yang dibuat pada penelitian ini menggunakan bahan baku daging sapi, lemak dan bumbu.

Daging (80%) lemak (20%)

distandarisasi distandarisasi

digiling

Dibekukan (24 jam) Kultur kering 2%, bumbu

(garam 2%, gula 1,25%, NPS 2%, lada 0,5%, jahe 0,5%, pala 0,25%)

Pencampuran

Dimasukkan kedalam casing (T = 2oC) Conditioning (suhu ruang, 24 jam) Pengasapan suhu ruang (T < 30oC, 4jam)

Dilakukan fermentasi (3 hari) Sosis fermentasi

Gambar 3. Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief, 2000) Peubah yang diamati

(31)

18 organoleptik yang diamati adalah warna, aroma, kekerasan, rasa, dan penampakan umum.

Penentuan Populasi Bakteri Asam Laktat (Bacteriological Analytical Manual, 2001)

Tahap penentuan jumlah kultur ini bertujuan untuk menentukan banyaknya kultur starter cair yang digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi. Presentase jumlah kultur starter cair yang ditambahkan dalam pembuatan sosis fermentasi adalah 2% dari jumlah adonan (1200 gram) yaitu 24 ml. Populasi kultur untuk pembuatan sosis fermentasi  108 CFU/ml. Populasi bakteri asam laktat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

N : jumlah koloni per ml atau g dari produk C : jumlah semua koloni pada semua cawan n1 : jumlah dari cawan pada pengenceran pertama n2 : jumlah dari cawan pada pengenceran kedua d : pengenceran ke berapa yang dapat dihitung Analisis Kualitas Fisik Salami Probiotik

Peubah yang diamati pada sifat fisik sosis fermentasi adalah nilai pH, aktivitas air (aw), Total Asam Tertirasi (TAT), dan nilai warna. Sifat fisik produk olahan daging menentukan kualitas produk olahan daging.

Nilai pH (Association of Official Analytical Chemist, 1995)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan meat pH meter Hanna HI 99163. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian pada sampel salami probiotik sebanyak 5 gram dihancurkan dengan blender dan dilarutkan ke dalam 45 ml aquades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam larutan daging dan dilihat nilai pH-nya.

Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)

(32)

19 berlangsung, sehingga diasumsikan total asam tertitrasi adalah asam laktat. Sampel sebanyak 5 gram dihaluskan dan diencerkan dengan 45 ml aquades. Sampel tersebut dihomogenkan dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam laktat dengan rumus:

% asam laktat = Keterangan :

N = normalitas

BM = berat molekul asam laktat (90), 1 ml NaOH 0,1 N = 0,009 gram asam laktat

FK = faktor pengencer

Aktivitas Air (Association of Official Analytical Chemist, 1995)

Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan aw meter Novasina ms1. Alat aw meter dikalibrasi dengan media kalibrasi 75 kemudian 53. Sampel dipotong dengan ketebalan 0,2 cm dan diletakkan dalam cawan pengukur. Sampel diletakkan pada alat aw meter dengan menutup pengunci alat dan tunggu sampai tanda completed dan dapat dibaca.

Warna (Andarwulan et al., 2011)

Pengukuran intensitas warna dilakukan menggunakan metode Hunter (L, a, dan b) dengan menggunakan chromameter. Nilai Hue dan daerah warna kromatis dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Nilai Hue dan Daerah Warna Kromatisitas

Nilai Hue Daerah Kisaran Warna Kromatisitas

342 o - 18 o Red Purple (RP)

18 o - 54 o Red (R)

54 o - 90 o Yellow Red (YR) 90 o - 126 o Yellow (Y)

126 o -162 o Yellow Green (YG)

162 o - 198 o Green (G)

198 o - 234 o Blue Green (BG)

234 o - 270 o Blue (B)

270 o - 306 o Blue Purple (BP)

306 o - 342 o Purple (P)

(33)

20 Konversi nilai L, a, dan b menjadi nilai Hue (OHue) dan nilai Chroma (C) dapat dilakukan dengan menggunakan rumus (Hutchings, 1999) :

O

HUE = tan -1 (b2a) C = (a2 + b2)

Alat chromameter menggunakan sistem warna L, a, dan b. Notasi L menunjukan kecerahan dengan nilai 0 (gelap hitam) hingga 100 (terang putih). Notasi a menunjukan warna kromatik dengan nilai +100 warna merah (a positif) dan nilai -80 warna hijau (a negatif). Notasi b menunjukan intensitas warna dengan kisaran nilai +70 warna kuning (b positif) dan nilai -70 warna biru (b negatif).

Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991)

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji mutu hedonik dan uji hedonik. Uji mutu hedonik dan uji hedonik dilakukan pada hari yang sama dengan panelis yang berbeda. Uji mutu hedonik dilakukan oleh 25 panelis sedangkan uji hedonik dilakukan oleh 50 panelis. Panelis yang dibutuhkan untuk uji mutu hedonik terlebih dahulu diberi pengarahan dan persamaan persepsi mengenai sampel yang akan di uji. Parameter yang diamati meliputi warna, tekstur, aroma, keempukan dan penampakan umum. Panelis diminta untuk mengemukakan tanggapan mengenai sampel dengan parameter tersebut. Tanggapan untuk uji mutu hedonik meliputi sangat suka, suka, netral, tidak suka, sangat tidak suka (Lampiran 1). Tanggapan untuk uji mutu hedonik (Lampiran 2) meliputi warna : sangat merah, merah, merah kecoklatan, coklat, hitam; tekstur : sangat halus, halus, sedang, kasar, sangat kasar; aroma (asam) : tajam menusuk, tajam, sedang, kurang tajam, tidak bau; keempukan : sangat empuk, empuk, kurang empuk, alot, sangat alot; dan penampakan umum : sangat baik, baik, sedang, kurang baik, sangat kurang baik.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan kali ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu :

(34)

21 Model persamaan yang digunakan menurut Steel dan Torie (1989) adalah sebagai berikut :

Yij =  + i + ij

Keterangan :

Yij : hasil pengamatan pada perlakuan ke–i dan ulangan ke–j  : rataan umum

i : pengaruh penambahan kultur cair pada kultur L. plantarum2C12, L. achidophilus 2B4, dan kontrol

ij : pengaruh perlakuan ke–i dan ulangan ke–j

(35)

22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan Populasi Kultur Starter

Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan ini dilakukan pembiakan dua kultur starter. Kultur yang digunakan adalah kultur murni L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 hasil isolasi dari daging sapi.

Proses pembiakan kultur tersebut pada media de Man Rogosa Sharp Broth. Tahap selanjutnya dilakukan penyegaran kultur menggunakan media susu skim yang menghasilkan kultur cair. Kultur cair tersebut dihitung viabilitasnya dari masing-masing bakteri L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4. Perhitungan populasi bakteri probiotik disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Populasi Bakteri Asam Laktat yang Digunakan untuk Pembuatan Sosis Fermentasi

Hasil perhitungan pada Tabel 3. menjelaskan bahwa antara kedua bakteri probiotik tersebut dapat tumbuh dengan baik dengan populasi yang dapat tumbuh hingga 108 CFU/ml dengan kualitas yang baik. Jumlah ini sesuai dengan Arief (2000) populasi yang diharapkan adalah  108 CFU/ml untuk dijadikan sebagai kultur starter pada pembuatan sosis fermentasi. Bakteri asam laktat L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 dikatakan berkualitas baik pada hasil akhir pembiakan kultur karena terjadi pembentukan curd atau penggumpalan (Gambar 4).

Mekanisme pembentukan curd menurut Tamine dan Marshall (1997) yaitu bakteri asam laktat mengubah gula susu (laktosa) menjadi asam laktat sehingga meningkatkan keasaman susu disertai dengan penurunan pH. Hal ini mengakibatkan terkoagulasinya protein susu dan membentuk curd yang kompak. Menurut Malaka (2010) mekanisme pembentukan curd terjadi ketika bakteri asam laktat mengubah laktosa menjadi asam laktat, kemudian asam laktat bereaksi dengan kalsium dari kasein menyebabkan kasein mengendap karena terjadinya penggabungan dan

Bakteri Asam Laktat Populasi Kultur Starter

L. plantarum 2C12 2,35 x 109 CFU/ml

(36)

23 molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi pH yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam susu, kemudian kasein menjadi bermuatan dan akhirnya terjadi tarik menarik antar molekul yang bermuatan listrik berbeda sehingga kasein saling berikatan dan menggumpal.

Gambar 4. Kultur Starter yang Digunakan dalam Pembuatan Sosis Fermentasi. No.1 adalah Kultur L. acidophilus 2B4 dan No.2 adalah L. plantarum 2C12. Huruf a adalah

curd.

Sifat Fisik Daging Segar

Pengukuran karakteristik daging untuk mengetahui kualitas daging segar yang baik digunakan dalam bahan utama pembuatan sosis fermentasi. Peubah sifat fisik yang diukur meliputi pH, aktivitas air, dan total asam tertitrasi. Pengukuran sifat fisik pada daging segar dan daging giling disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Fisik Daging Segar

Peubah Daging Segar pH 5,59  0,04

aw 0,90  0,01

TAT 0,57  0,05

(37)

24 jaringan akan melanjutkan metabolisme secara lokal. Mekanisme tersebut dimulai dari urat daging tidak berkontraksi secara aktif, namun dapat menghasilkan energi yang digunakan untuk mempertahankan suhu dan integrasi sel. Proses tersebut dilakukan oleh enzim ATP-ase kontraktil dari aktomiosin dan ATP-ase non kontraktil dari miosin. Proses selanjutnya darah dari sapi akan banyak keluar sehingga pembawa oksigen ke urat daging hilang, akibatnya enzim sitokrom tidak dapat bekerja sehingga ATP tidak dapat terbentuk. Kerja ATP-ase non kontraktil dari miosin yang terus menerus akan menurunkan tingkat ATP, akibatnya akan menghasilkan P-organik yang merangsang perubahan glikogen menjadi asam laktat (Komariah, 2008).

Pengukuran aktivitas air bertujuan sebagai indikator adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan untuk media pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air paling umum digunakan sebagai kriteria untuk keamanan dan kualitas pangan terutama dalam menentukan tingkat stabilitas dan keawetan bahan. Pengukuran aw daging segar menunjukkan nilai 0,90+0,01. Nilai aw daging lebih rendah dari standar aw daging segar yaitu 0,99 (Kusnandar, 2010). Nilai aw yang rendah menunjukkan bahwa daging terhindar dari kontaminasi bakteri pembusuk yang bekerja pada aw > 0,95.

Total Asam Tertitrasi (TAT) pada penelitian ini menunjukkan persentase asam laktat dalam bahan yang ditentukan secara titrasi dengan NaOH 0,1 N. Pengukuran TAT ini bertujuan sama dengan pH yaitu untuk mengukur keasaman suatu bahan. Nilai rataan TAT yang diperoleh pada pengujian daging segar 0,57+0,05. Hasil pengukuran karakteristik sifat fisik daging segar menunjukkan bahwa daging segar tersebut memiliki kualitas yang baik. Daging segar ini dapat digunakan untuk bahan utama dalam pembuatan sosis fermentasi.

Penelitian Utama

Pengaruh Fermentasi terhadap Nilai pH, TAT dan aw Sosis Fermentasi

(38)

25 Tabel 5.Sifat Fisik Sosis Fermentasi

Parameter Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12

pH 4,750,16a 4,200,05b 4,370,14b TAT 0,900,07b 1,040,04ab 1,080,09a aw 0,900,006 0,900,003 0,890,004

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Nilai pH Sosis Fermentasi

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman sosis fermentasi. Pengontrolan nilai pH merupakan parameter yang kritis karena adanya perubahan nilai pH akan menentukan kualitas bahan pangan. Nilai pH optimum harus dipertahankan selama fermentasi hingga dikonsumsi oleh manusia.

Gambar 5. Grafik Perubahan Nilai pH Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1 pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12.

(39)

26 penambahan kultur L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 sesuai dengan Pederson (1979), yang menyatakan kisaran nilai pH untuk sosis fermentasi adalah 4,3-5,2.

Secara deskriptif, nilai pH pada pengasapan hari ke-3 (Gambar 5) mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pH yang tidak diinginkan selama fermentasi ini terjadi akibat kemampuan bakteri asam laktat yang kurang optimal dalam menghasilkan asam laktat. Berkurangnya kemampuan bakteri asam laktat dalam menghasilkan asam laktat diakibatkan bakteri asam laktat telah mencapai fase stasioner. Fase stasioner yaitu jumlah sel yang dihasilkan seimbang dengan jumlah sel yang mati (Gaman dan Sherrington, 1992). Bakteri asam laktat mencapai fase stasioner ditandai dengan penurunan kembali nilai pH namun tidak signifikan.

Penurunan nilai pH disebabkan adanya bakteri asam laktat dalam daging maupun yang ditambahkan mampu memproduksi asam laktat hasil metabolisme karbohidrat. Nilai pH yang rendah pada sois fermentasi berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al., (2009) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat disebut sebagai preservatif karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen. Preservatif yang dilakukan bakteri asam disebabkan oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri selama fermentasi pangan yang akan menurunkan pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

(40)

27 Nilai TAT Sosis Fermentasi

Total asam tertirasi adalah hasil pengukuran asam melalui proses metabolisme karbohidrat oleh bakteri asam laktat. Pengukuran TAT dilakukan untuk mengetahui asam laktat yang terdapat pada sosis fermentasi. Kandungan asam laktat di dalam sosis fermentasi dalam jumlah tertentu sangat diharapkan karena dapat memberi cita rasa dan sebagai pengawet. Nilai total asam tertitrasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 6. Grafik Perubahan Nilai TAT Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1 pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12.

Hasil analisis ragam sosis fermentasi menunjukkan bahwa penambahan L. plantarum 2C12 berpengaruh nyata terhadap peningkatan TAT dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berpengaruh nyata meskipun nilai TAT lebih tinggi dari kontrol. Peningkatan nilai TAT disebabkan oleh aktivitas metabolisme glukosa dan glikogen oleh L. plantarum 2C12 dan L. acidophilus 2B4 yang menghasilkan asam laktat (Arief, 2000). Semakin lama kandungan glukosa sebagai nutrien untuk mikroba akan semakin habis sehingga bakteri asam laktat menggunakan glikogen dalam jaringan daging sebagai nutrisi. Menurunnya kadar asam laktat pada akhir fermentasi disebabkan oleh bakteri asam

(41)

28 laktat mencapai fase stasioner (Gambar 6) sehingga dalam metabolismenya untuk memproduksi asam laktat mengalami penurunan. Sosis fermentasi dengan penambahan kultur starter bermutu baik karena memiliki nilai TAT pada kisaran 0,8-1% (Bacus, 1984).

Nilai aw Sosis Fermentasi

Aktivitas air (aw) dalam bahan pangan menunjukkan jumlah air yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pengurangan kandungan air baik secara pengeringan maupun secara pengasapan akan mengakibatkan produk menjadi lebih awet. Pengukuran nilai aktivitas air dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pengukuran aw menunjukkan nilai aw sosis fermentasi pada kisaran 0,89-0,90. Hal ini sesuai dengan Kusnandar (2010), yang menyatakan kisaran nilai aw sosis fermentasi adalah 0,91-0,87. Nilai aw pada sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 maupun tanpa penambahan kultur starter menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti tidak terjadi penurunan yang signifikan. Menurut Arief (2000), nilai aw yang relatif konstan disebabkan oleh pertumbuhan mikroba mencapai fase stasioner. Fase stasioner terjadi ketika jumlah sel yang dihasilkan seimbang dengan jumlah sel yang mati (Gaman dan Sherrington, 1992). Hal ini mengakibatkan jumlah air bebas yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba tetap, sehingga nilai aw turun namun tidak signifikan.

Nilai aw pada hari ke-2 pengasapan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh penurunan nilai pH yang mencapai titik isoelektrik (Gambar 7). Penurunan nilai pH mencapai titik isoelektrik protein miofibril mengakibatkan pelepasan air menjadi air bebas sehingga aw meningkat (Cahyadi, 1999). Nilai aw pada hari ke-3 pengasapan mengalami penurunan kembali yang disebabkan oleh proses pengasapan yang masih dilakukan, sehingga proses pengeluaran air dalam produk menjadi lebih mudah.

(42)

29

Gambar 7. Grafik Perubahan Nilai aw Selama Proses Fermentasi. H 1 adalah hari ke-1

pengasapan, H 2 adalah hari ke-2 pengasapan, H 3 adalah hari ke-3 pengasapan. Simbol adalah kontrol, simbol adalah L. acidophilus 2B4, dan simbol adalah L. plantarum 2C12.

Faktor lain penyebab menurunnya aw adalah terjadinya penguapan air bebas dari sosis karena pengaruh pengasapan dan selongsong sosis yang bersifat permeabel terhadap air dan udara sehingga air bebas dalam produk mudah keluar. Penurunan nilai pH juga mempengaruhi penurunan aw. Menurut Arief (2000) nilai pH yang rendah akan mengakibatkan daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat. Hal ini mengakibatkan daya ikat air sosis fermentasi menurun sehingga air mudah dilepas dari produk akibatnya nilai aw juga menurun. Bahan yang ditambahkan dalam pembuatan adonan sosis juga memiliki peranan dalam menurunkan nilai aw yaitu gula dan garam nitrit. Gula dan garam mengikat air dalam bahan pangan sehingga meningkatkan tekanan osmotik medium yang juga berimplikasi dengan rendahnya nilai aw (Soeparno, 2005).

Produk-produk sosis fermentasi telah banyak dilakukan pengujian sifat fisik seperti nilai aw. Salah satu contoh dari produk sosis fermentasi yang telah diteliti menurut NSW Food Authority (2009) yaitu Hot Hungarian Salami yang memiliki nilai aw 0,90. Nilai aw sosis fermentasi kontrol, sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 sesuai dengan produk Hot Hungarian Salami yaitu 0,90. Nilai aw sosis fermentasi tersebut dapat dikatakan nilai aw semakin

(43)

30 rendah menunjukkan sosis fermentasi tersebut terhindar dari bakteri patogen dan pembusuk.

Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna Sosis Fermentasi

Warna memiliki arti dan peranan penting pada penampilan suatu produk. Peranan warna dalam produk adalah dari tingkat kesegaran, kualitas, daya tarik, dan tanda pengenal suatu produk. Pengukuran intensitas warna yang dilakukan dengan menggunakan metode Hunter yang ditunjukan dengan notasi L, a, dan b. Data warna sosis fermentasi disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6.Pengaruh Fermentasi Terhadap Warna

Keterangan : Peubah L = kecerahan, a+ = warna merah, dan b+ = warna kuning. Superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan nilai kecerahan (L) sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6). Secara keseluruhan nilai kecerahan sosis fermentasi baik kontrol maupun dengan penambahan kultur starter berkisar antara 28-32 sehingga tergolong gelap karena kurang dari 50 (sedang). Warna sosis fermentasi tergolong gelap disebabkan oleh adanya H2O2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme hasil metabolisme aerobik (Arief et al., 2006). Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikroba. Selain itu, senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen (Ray dan Bhunia, 2008). H2O2 dapat menyebabkan warna merah sosis menurun karena terbentuknya metmioglobin yang berwarna coklat (Varnam dan Sutherland, 1995).

Nilai a+ sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sosis fermentasi secara keseluruhan berwarna lebih coklat karena berada pada kisaran 13-18. Nilai a+ yang mendekati nol menunjukkan warna merah kecoklatan. Warna sosis fermentasi

Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12

L 28,101,45 31,942,64 30,581,05

a+ 13,230,55 16,682,72 17,612,05

(44)

31 menjadi kecoklatan karena denaturasi mioglobin dan pembentukan nitrosil-hemokrom akibat proses pengasapan (Kramlich, 1971). Warna sosis fermentasi juga disebabkan oleh proses pengasapan yang menyebabkan warna menjadi semakin coklat. Menurut Lawrie (2003) selama proses pengasapan komponen asap akan diserap oleh permukaan produk dan menimbulkan warna kecoklatan akibat reaksi antara gugus karbonil dari asap dengan protein yang terdapat pada daging.

Nilai b+ sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata dengan kontrol dan L. plantarum 2C12. Sosis fermentasi kontrol cenderung berwarna kebiruan yang dideteksi semakin mendekati nilai b negatif. Sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 cenderung berwarna kuning karena semakin mendekati b positif. Warna kekuningan disebabkan oleh asam lemak rantai pendek hasil dari proses lipolisis lemak. Lipolisis terjadi karena adanya air dan pemanasan. Lipolisis adalah reaksi pelepasan asam lemak bebas dari gliserin dalam struktur molekul lemak. Lipolisis dapat dipicu oleh adanya aktivitas enzim lipase atau pemanasan yang menyebabkan pemutusan ikatan ester dan pelepasan asam lemak bebas (Kusnandar, 2010). Asam lemak rantai pendek juga dihasilkan oleh metabolisme Lactobacillus (Kompiang, 2009). Hal ini menyebabkan sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 lebih cenderung kekuningan.

Uji Organoleptik

(45)

32

Gambar 8. Penampilan Sosis Fermentasi. Keterangan : no. 1 adalah salami kontrol, no. 2 adalah salami dengan kultur L. acidophilus 2B4, dan no. 3 adalah salami

dengan kultur L. plantarum 2C12.

Uji Mutu Hedonik

Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui mutu produk sosis fermentasi. Uji mutu hedonik (Tabel 7) meliputi parameter warna, tekstur, aroma, keempukan, dan penampakan umum.

Tabel 7. Nilai Rataan Uji Mutu Hedonik Sosis Fermentasi Probiotik

Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12

Warna 2,240,78a 3,441,33a 4,320,63b

Tekstur 3,120,73 2,840,85 3,480,92

Aroma (asam) 3,081,00 3,161,03 2,801,29

Keempukan 2,801,08 3,040,93 3,280,98

Penampakan Umum 2,761,01 3,081,04 2,801,00

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05).

Skor warna : Skor tekstur : Skor aroma : Skor keempukan : Skor penampakan umum : 1 : sangat

merah

1 : sangat halus 1 : tajam menusuk

1 : sangat empuk 1 : sangat baik

2 : merah 2 : halus 2 : tajam 2 : empuk 2 : baik 3 : merah

kecoklatan

3 : sedang 3 : sedang 3 : kurang empuk 3 : sedang

4 : coklat 4 : kasar 4 : kurang tajam 4 : a lot 4 : kurang baik 5 : hitam 5 : sangat kasar 5 : tidak bau 5 : sangat alot 5 : sangat kurang baik

Warna

(46)

33 dengan penambahan L. plantarum 2C12 panelis merespon warna coklat. Menurut Arief (2006) warna coklat pada sosis fermentasi ini menentukan bahwa kultur L. plantarum 2C12 lebih banyak menghasilkan H2O2 selama fermentasi yang menyebabkan warna produk lebih berwarna coklat, dibandingkan dengan warna pada sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4. Hal ini terbukti melalui pengukuran objektif warna menggunakan chromameter yaitu sosis fermentasi dengan penambahan L. plantarum 2C12 lebih cenderung berwarna kuning karena nilainya yang semakin mendekati b positif.

Tekstur

Hasil analisa non parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada tekstur sosis fermentasi ini adalah sedang atau tidak kasar dan tidak halus. Tekstur berhubungan erat dengan nilai pH yang dihasilkan oleh sosis fermentasi. Nilai pH yang rendah akan mengakibatkan daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat.

Aroma

Hasil analisa non parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada aroma sosis fermentasi ini adalah sedang atau tidak bau asam dan bau asam. Aroma asam yang dihasilkan dari sosis fermentasi probiotik dan kontrol cenderung sama. Aroma sosis fermentasi dipengaruhi oleh asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme baik dalam produk maupun yang ditambahkan, bumbu, komponen volatil, dan pengasapan.

Keempukan

(47)

34 daging mengkerut karena struktur daging akan saling berikatan kuat, selain itu tekstur daging juga semakin mengeras (Arief, 2000). Jumlah dan komposisi asam amino juga mempengaruhi keempukam daging. Protein pada jaringan otot akan menggumpal jika dipanaskan, sedangkan protein pada jaringan ikat akan menjadi lunak jika dipanaskan. Demikian juga, pemasakan akan mencairkan lemak, sehingga daging menjadi lunak (Muchtadi, 2009).

Penampakan Umum

Hasil analisa non parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada penampakan umum sosis fermentasi ini adalah baik. Respon penelis terhadap penampakan umum sosis fermentasi probiotik berkisar antara baik dan sedang. Penampakan umum berpengaruh pada daya tarik konsumen.

Uji Hedonik

Uji hedonik digunakan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap produk sosis fermentasi. Uji hedonik (Tabel 8) meliputi parameter warna, tekstur, aroma, keempukan, dan penampakan umum.

Tabel 8. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Fermentasi Probiotik

Peubah Kontrol L. acidophilus 2B4 L. plantarum 2C12

Warna 2,381,16a 2,780,76b 3,280,97b

Tekstur 2,640,92 2,980,80 2,900,81

Aroma 2,700,84 2,660,80 2,560,81

Keempukan 2,660,98 2,860,86 2,800,88

Penampakan Umum 2,640,98a 2,780,93ab 3,100,81b

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0,05). Skor : 1=Sangat suka, 2=Suka, 3=Netral, 4=Tidak suka, 5=Sangat tidak suka.

Warna

(48)

35 penambahan L. acidophilus 2B4 panelis merespon cenderung netral sedangkan pada sosis fermentasi kontrol panelis merespon cenderung suka. Hal ini menunjukan bahwa panelis lebih menyukai sosis fermentasi tanpa penambahan kultur probiotik (kontrol). Hal ini disebabkan sosis fermentasi dengan penambahan kultur probiotik baik L. plantarum 2C12 atau L. acidophilus 2B4 memiliki warna yang lebih gelap. Tekstur

Hasil analisa non parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada tekstur sosis fermentasi ini adalah cenderung netral. Lemak yang ditambahkan pada saat pembuatan sosis fermentasi dapat memperbaiki tekstur dan cita rasa sosis fermentasi yang dihasilkan (Puspitasari, 2008).

Aroma

Hasil analisa non parametrik sosis fermentasi dengan penambahan kultur L. plantarum 2C12, sosis fermentasi kontrol dan sosis fermentasi dengan penambahan L. acidophilus 2B4 tidak berbeda nyata. Panelis merespon pada aroma sosis fermentasi ini adalah cenderung netral. Buckle et al. (2009) menyatakan bahwa rempah-rempah berperan dalam pembentukan flavor yang diperkuat dengan adanya pengasapan. Bakteri asam laktat yang ditambahkan maupun yang terdapat dalam daging sendiri juga berperan dalam pembentukan aroma. Metabolisme bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat mengakibatkan sosis fermentasi memiliki aroma asam.

Keempukan

(49)

36 Penampakan Umum

Gambar

Tabel 1. Sifat Fisik Produk-Produk Sosis Fermentasi
Gambar 1. Pembiakan Kultur Starter (Arief, 2000)
Gambar 2. Pembuatan Kultur Cair
Gambar 3. Pembuatan Sosis Fermentasi (Arief, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode EOQ ini untuk mengetahui berapa besar kuantitas yang harus dipesan dan berapa kali harus melakukan pemesanan agar biaya persediaan bahan

Hasil Penelitian Dengan Instrumen Siklus Ii Skala Penilaian Anggota Kelompok Terhadap Aspek Peningkatan Kemandirian Belajar Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Teknik

Selain itu, organisasi perlu memperhatikan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi motivasi karyawan, dalam hal ini diperlukan adanya peran organisasi

Melihat-lihat kondisi lingkungan rumah Bapak Kadek Somenada sekaligus menanyakan permasalahan yang dihadapi

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) dapat meningkatkan aktivitas

Variabel BOPO secara parsial memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap CAR pada Bank Pembangunan Daerah di Jawa periode 2009 sampai dengan triwulan II

Penilaian yang akan dilakukan dalan adalah Model Evaluasi produk pratikan yang telah disepakati lembaga penyelenggara pendidikan antara lain untuk penilaian

Judul :Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.. Dengan ini kami menilai tesis tersebut dapat