• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis perbandingan efisiensi usahatani padi organic dengan anorganik (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis perbandingan efisiensi usahatani padi organic dengan anorganik (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI USAHATANI PADI ORGANIK DENGAN ANORGANIK

(Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

ANTARI POETRYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

ANTARI POETRYANI. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Bogor. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan efisiensi

usahatani, mengestimasi perbandingan pendapatan, serta mengetahui faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan usahatani padi organik

dengan anorganik di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

Metode yang digunakan pada penelitian ini, yaitu analisis efisiensi usahatani,

analisis pendapatan usahatani, dan analisis regresi. Penelitian ini membandingkan

biaya dan pendapatan usahatani padi organik dengan dan organik pada satu

musim tanam periode September-Desember 2010 per hektar.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa tersebut, diketahui

bahwa usahatani padi organik lebih efisien dari segi biaya dan pendapatan. Hal

tersebut terlihat dari R/C rasio atas biaya total usahatani padi organik adalah

sebesar 5,87 artinya setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi

organik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 5,87, sedangkan R/C rasio atas

biaya total usahatani padi anorganik sebesar 3,43 yang berarti bahwa setiap Rp 1

dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik akan memberikan

penerimaan sebesar Rp 3,43. Kemudian R/C rasio tunai usahatani organik adalah

sebesar 5,96, yang berarti bahwa setiap Rp 1 dari biaya tunai yang dikeluarkan

oleh petani organik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 5,96. Namun rasio

R/C atas biaya tunai usahatani anorganik adalah 3,47, yang berarti bahwa setiap

Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik akan

memberikan penerimaan sebesar Rp 3,43 dan setiap Rp 1 dari biaya tunai yang

dikeluarkan oleh petani padi anorganik akan memberikan penermaan sebesar Rp

3,47. Hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa pendapatan total rata-rata

usahatani padi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik, yaitu

masing-masing sebesar Rp 7,90 juta dan Rp 6,81 juta.

Hasil estimasi menunjukan bahwa faktor-faktor yang berbengaruh nyata

(3)

jumlah tenaga kerja. Selanjutnya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

pendapatan usahatani padi organik adalah produksi gabah organik dan harga

gabah organik. Pada usahatani padi anorganik faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap biayanya adalah jumlah pupuk urea, jumlah tenaga kerja, dan jumlah

pestisida kimia. Pada usahatani padi anorganik, faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap pendapatan adalah biaya tenaga kerja dan produksi gabah anorganik.

(4)

ANALISIS PERBANDINGAN EFISIENSI PADI ORGANIK DENGAN ANORGANIK

(Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

Antari Poetryani

H44070094

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Perbandingan Efisiensi

Usahatani Padi Organik dengan Anorganik: Kasus Desa Purwasari, Kecamatan

Dramaga, Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Antari Poetryani

(6)

Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik. (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

Nama : Antari Poetryani

NRP : H44070094

Menyetujui,

Pembimbing,

Adi Hadianto, SP, M.Si NIP. 19790615 200501 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen,

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 4 Agustus 1989 di Kertak Hanyar, Kalimantan

Selatan. Penulis bernama lengkap Antari Poetryani yang merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara dari pasangan Donny Jandiana dan Siti Ariyani. Tahun 2001

penulis menyelesaikan studi di Sekolah Dasar Negeri Tebet Timur 03 Pagi Jakarta

Selatan. Tahun 2004 penulis lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 73

Jakarta Selatan. Tahun 2007 penulis lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 48

Jakarta Timur, lalu pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SMPB)

dan diterima sebagai mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai bendahara divisi Coorporate Social Responsibility pada tahun (2008-2009) dan sebagai staf divisi Study Research and Development pada tahun (2009-2010). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti, SPORTAKULER tahun 2008 dan 2009,

Biopore on Situgede (BIOS) pada tahun 2008, dan Green Base pada tahun 2009. Selain itu, penulis pernah menerima beasiswa Prestasi dan Peningkatan Akademik

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

baik. Skripsi yang berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi

Organik dengan Anorganik. (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor)” ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak

baik secara moril maupun materil. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu serta memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi, yaitu kepada :

1. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing,

mentransfer ilmu, dan memberi arahan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik

dan saran untuk skripsi ini

3. Novindra, SP selaku penguji wakil departemen yang telah memberi masukan

dan saran kepada penulis untuk skripsi ini.

4. Mamah Siti Ariyani dan Papah Donny Jandiana tercinta yang selalu

mendoakan dan memberi dukungan baik materi dan moral kepada penulis

selama ini. Serta saudara penulis Gita dan Hakim yang selalu memberi

semangat kepada penulis.

5. Suhanda dan Tatang yang telah membantu penulis penelitian di Desa

Purwasari.

6. Staf pengajar dan semua staf di Departemen ESL yang telah membantu dalam

penulis.

7. Hadhianto Utomo yang selalu membantu, mendoakan, memberi semangat

kepada penulis hingga saat ini.

8. Seluruh teman-teman ESL 44 dan teman-teman dekat penulis yang telah

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pertanian Anorganik ... 7

2.2. Pertanian Organik ... 8

2.2.1. Pengertian Pertanian Organik ... 8

2.2.2. Kendala Pertanian Organik ... 9

2.2.3. Tujuan Pertanian Organk ... 9

2.2.4. Kegunaan Pertanian Organik ... 11

2.3. Perbedaan Pertanian Organik dan Anorganik ... 12

2.4. Usahatani ... 12

2.5. Analisis Regresi ... 14

2.4. Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1. Kerangka Teoritis ... 18

3.1.1. Model Regresi ... 18

3.1.2. Analisis Usahatani ... 19

3.1.2.1. Analisis Return Cost Ratio ... 19

3.1.2.2. Pendapatan Usahatani ... 19

3.2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 23

4.4. Metode Analisis Data ... 24

4.4.1. Analisis Regresi ... 24

4.4.1.1. Uji Normalitas ... 28

4.4.1.2. Uji Hipotesis Model ... 28

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 31

4.4.4. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ... 32

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

5.1.Gambaran Lokasi Penelitian ... 34

(11)

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 35

5.2. Karakteristik Responden Petani Organik dan Anorganik ... 36

5.2.1. Umur Petani ... 36

5.2.2. Status Kepemilikan Lahan ... 37

5.2.3. Luas Lahan Garapan ... 37

5.2.4. Status Usahatani ... 38

5.2.5. Pengalaman Usahatani ... 39

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

6.1. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dan Anorganik ... 40

6.2. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik ... 41

6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi ... 49

6.3.1. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya Usahatani Padi Organik ... 50

6.3.2. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Usahatani Padi Organik ... 52

6.3.3. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya Usahatani Padi Anorganik ... 55

6.3.4. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Usahatani Padi Anorganik ... 58

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

7.1. Kesimpulan ... 62

7.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(12)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Luas Panen-Produktivitas-Produksi Tanaman Padi Provinsi Jawa

Barat ... 2

2. Luas Wilayah di Desa Purwasari Menurut Penggunaan, Tahun

2010 ... 34

3. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Purwasari, Tahun

2010 ... 35

4. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik

Berdasarkan Umur di Desa Purwasari, Tahun 2011 ... 36

5. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Purwasari,

Tahun 2011 ... 37

6. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik

Berdasarkan Status Usahatani, Tahun 2011 ... 38

7. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik

Berdasarkan Pengalaman Usahatani, Tahun 2011 ... 39

8. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Organik dan Anorganik per Hektar pada Musim Tanam September-Desember 2010 di Desa

Purwasari ... 41

9. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik per Hektar pada Musim Tanam September-Desember

2010 di DesaPurwasari ... 42

10. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya Usahatani Padi Organik ... 50

11. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan

Usahatani Padi Organik ... 53

12. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Biaya Usahatan Padi Anorganik ... 56

13. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 22

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik per Hektar Pada Musim Tanam September-Desember 2010 di Desa

Purwasari ... 67

2. Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Anorganik Pada Musim

Tanam September-Desember 2010 di DesaPurwasari ... 68

3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Biaya

Usahatani Padi Organik ... 69

4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Biaya

Usahatani Padi Anorganik ... 71

5. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Usahatani Padi Organik ... 73

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis yang cocok untuk

kegiatan pertanian serta didukung dengan lahan yang luas dan subur. Sebagian

besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Pertanian merupakan salah

satu pendorong terbesar pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertanian juga

digunakan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk, terutama untuk kebutuhan

pangan seperti padi.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berperan sebagai

lumbung padi nasional. Komoditas padi ini diupayakan peningkatan produksi dan

produktivitasnya oleh pemerintah daerah Jawa Barat. Peningkatan yang dicapai

selama ini diperoleh melalui penanaman varietas-varietas padi baru dan dengan

menggunakan teknik bercocok tanam yang telah disempurnakan. Tetapi teknologi

yang dilaksanakan pada umumnya masih bertumpu pada penggunaan pupuk kimia

(anorganik) dan penggunaan pestisida kimia yang telah meninggalkan aspek

kelestarian lingkungan (Plosorejo, 2009).

Produksi padi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 sampai tahun 2009

terus meningkat. Pada tahun 2006 produksi padi sebesar 9,42 juta ton dan pada

tahun 2009 sebesar 11,32 juta ton. Begitu pula produktivitas dan luas panen padi

dari tahun 2006 sampai tahun 2009 semakin meningkat. Peningkatan produksi,

luas panen, dan produktivitas padi harus dipertahankan setiap tahunnya, guna

meningkatkan ketersediaan bahan pangan bagi masyarakat. Data mengenai luas

(16)

Tabel 1.Luas Panen dan Produksi Padi Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009

Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas

(Ku/ha) Produksi (ton)

2006 2007 2008 2009

1.798.260 1.829.085 1.803.628 1.950.203

52,38 54,20 56,06 58,06

9.418.572 9.914.019 10.111.069 11.322.681

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Kemampuan petani padi dalam mengelola usahataninya, pada saat ini

cenderung semakin menurun, akibat dari dampak krisis ekonomi yang hingga kini

masih dirasakan. Sarana produksi seperti benih, pupuk, dan obat-obatan terus

meningkat harganya sehingga pembiayaan bagi penyediaan sarana produksi dan

proses produksi semakin menurun. Hal ini menjadikan produktifitas padi semakin

menurun dan akan mempengaruhi pendapatan serta kesejahteraan petani.

Pada awal tahun 2010 pemerintah menaikan Harga Eceran Tertinggi

(HET) pupuk bersubsidi sebesar 33,4%. Hal ini menyebabkan penurunan

pendapatan petani. Kenaikan HET pupuk hanya menguntungkan pengusaha

pupuk dan distributor-distributor pupuk tetapi tidak menguntungkan petani.

Sekarang ini sudah saatnya petani lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhannya.

Pertanian organik merupakan jawaban untuk membuat petani menjadi

mandiri. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang

terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem

secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas,

dan berkelanjutan (Anonymous dalam Widodo, 2008). Pertanian organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia,

melainkan dengan menggunakan bahan organik. Pupuk organik dapat dibuat

(17)

organik lainnya. Hal ini akan menurunkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh

petani, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

Produksi padi organik sampai saat ini masih belum memenuhi permintaan

pasarnya. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat

akan pentingnya kesehatan dan pertumbuhan produksi padi organik yang masih

lebih lambat dibandingkan pertanian anorganik, sehingga banyak permintaan akan

beras organik, namun persediaan beras organik tersebut masih sedikit di pasaran

(Widodo, 2008).

Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang telah lama

membudidayakan pertanian organik, khususnya pada tanaman padi. Sebagian

petani di beberapa desa di Kabupaten Bogor sudah melaksanakan usahatani padi

organik salah satunya yaitu di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Bogor. Pelaksanaan usahatani padi di Desa Purwasari diupayakan dapat

meningkatkan pendapatan petani dan meminimumkan biaya produksi. Oleh

karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan efisiensi usahatani

padi organik dan anorganik di Desa Purwasari untuk mengetahui apakah usahatani

padi organik lebih efisien dibanding usahatani padi anorganik.

1.2. Perumusan Masalah

Petani padi di wilayah Jawa Barat masih banyak menggunakan system

pertanian anorganik. Petani padi anorganik yang masih sangat bergatung pada

sarana produksi seperti penggunaan benih yang tinggi, pupuk kimia pabrik, dan

pestisida kimia. Ketergantungan ini menyebabkan petani anorganik semakin

merugi. Hal tersebut dikarenakan setiap tahunnya harga pupuk kimia, dan

(18)

menyebabkan pendapatan petani menjadi menurun. Sarana produksi tersebut

sangat membantu petani padi anorganik dalam memperoleh hasil produksi padi

yang cepat dan banyak. Permasalahan lainnya jika petani padi yang memiliki

modal kecil hanya dapat membeli sarana produksi semampunya, sehingga kualitas

produksi padi yang dihasilkan pun menjadi kurang baik.

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan pertanianan organik

dengan mengubahnya menjadi pertanian organik. Pertanian organik menggunakan

sarana produksi seperti benih yang digunakan sedikit, pupuk organik, dan

pestisida organik. Pertanian organik ini membuat petani menjadi mandiri karena

dapat membuat sarana produksi sendiri dengan menggunakan bahan-bahan

organik yang mudah didapat seperti kotoran ternak dan limbah pertanian sebagai

pupuk, serta tumbuhan-tumbuhan sekitar sebagai pestisida nabati. Akibatnya

pertanian organik juga dapat menekan biaya produksi dan petani pun dapat

meningkatkan pendapatannya.

Sistem pertanian organik sudah mulai diterapkan di Jawa Barat, salah

satunya di Kabupaten Bogor, yaitu di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga.

Sebagian besar petani di Desa ini merupakan petani padi. Beberapa petani padi

tersebut sudah mulai sadar akan keuntungan dari sistem pertanian organik dan

sudah mulai menerapkannya. Petani setempat juga membuat pupuk organik

sendiri. Setelah beberapa tahun menerapkan pertanian organik, lahan di daerah

tersebut menjadi subur kembali tetapi hasil produksi padi organik setempat masih

lebih kecil di banding hasil produksi padi anorganik. Oleh karena itu, masih perlu

dikaji apakah dengan pertanian organik petani dapat lebih menekan biaya

(19)

pertanian anorganik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk melihat

bagaimana efisiensi usahatani padi organik dengan anorganik dilihat dari sisi

biaya produksi dan pendapatan.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan

anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Desa

Purwasari?

2. Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan

anorganik di Desa Purwasari?

3. Apa saja faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan

usahatani padi organik dengan anorganik di Desa Purwasari?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah yang telah dirumuskan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perbandingan efisiensi usahatani padi organik dengan

anorganik dilihat dari sisi biaya produksi dan pendapatan di Desa

Purwasari.

2. Mengestimasi perbandingan pendapatan usahatani padi organik dengan

anorganik di Desa Purwasari.

3. Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya

meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan dari

usahatani padi.

2. Memberikan manfaat bagi pembaca, baik sebagai tambahan pengetahuan

maupun sebagai informasi untuk melaksanakan studi yang relevan di masa

mendatang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten

Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis usahatani yang

membandingkan efisiensi usahatani padi organik dan anorganik yang dilihat dari

sisi biaya produksi dan pendapatan. Data dalam penelitian ini diambil melalui

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Anorganik

Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

menggunakan varietas unggul untuk berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk

kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan

memanen hasil. Paket pertanian anorganik tersebut yang memberikan hasil panen

tinggi namun berdampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, residu yang

dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian anorganik telah

mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi kesehatan

manusia. Hasil produk pertanian organik juga berbahaya bagi kesehatan manusia

yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002).

Menurut Ayatullah (2009) keberhasilan pertanian anorganik diukur dari

berapa banyaknya hasil panen yang dihasilkan. Semakin banyak, semakin

dianggap maju. Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan

bagian dari Revolusi Hijau, pada zaman Orde Baru untuk memacu hasil produksi

pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun

1970-an.

Revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat

itu, pemerintah mengupayakan penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit

impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat

menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai

kesulitan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan

pemakaian pupuk dan pestisida yang semakin meningkat dan harga gabah

(22)

memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani

merupakan komunitas mandiri.

Pertanian modern atau anorganik tidak menjadikan petani mandiri.

Padahal, FAO (lembaga pangan PBB), telah menegaskan Hak-Hak Petani

(Farmer‘s Rights) sebagai penghargaan bagi petani atas sumbangan mereka. Hak-hak Petani merupakan pengakuan terhadap petani sebagai pelestari, pemulia, dan

penyedia sumber genetik tanaman.

2.2. Pertanian Organik

2.2.1. Pengertian Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras

dengan alam untuk mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat manusia

(Daryanto dalam Winangun, 2005). Sistem pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian dimana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang

sudah mati, merupakan faktor penting dalam proses produksi. Penggunaan pupuk

organik dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit dan gulma secara

biologis merupakan contoh penerapan sistem pertanian organik (Sugito dkk,

1995).

Menururt Sutanto (2002), pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa

sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan

organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun

ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman.

Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan

(23)

menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman. Strategi pertanian organik

adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk

kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses

mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Hal ini berbeda dengan

pertanian konvensional atau anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat

dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan

waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto, 2002).

2.2.2. Kendala Pertanian Organik

Pertanian organik masih sering dianggap sebagai pertanian yang

memerlukan biaya mahal, tenaga kerja yang banyak, kembali pada sistem

pertanian tradisional, serta hasil produksi yang rendah. Hal tersebut merupakan

pemahaman yang keliru yang dinilai oleh masyarakat atau petani. Terdapat

beberapa kendala mengenai pertanian organik, yaitu ketersediaan bahan organik

terbatas dan takarannya harus banyak, menghadapi persaingan dengan

kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman dan limbah organik, dan

tidak adanya nilai tambah dari harga produk pertanian organik (Sutanto, 2002).

2.2.3. Tujuan Pertanian Organik

Menurut Sutanto (2002) tujuan pertanian organik terdiri dari tujuan jangka

panjang dan tujuan jangka pendek.

1. Tujuan Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan

(24)

a. Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam

bidang pertanian.

b. Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam

mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga menunjang

kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.

c. Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida

dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.

d. Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga

mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

e. Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah

erosi akibat pengolahan tanah yang intensif.

f. Mengembangkan dan mendorong kembali munculnya teknologi pertanian

organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun, dan merangsang

kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.

g. Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan

produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk, dan bahan kimia

pertanian lainnya.

h. Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik maupun global

dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak

dalam bidang pertanian.

2. Tujuan Jangka Pendek

(25)

a. Ikut serta mensukseskan program pengentasan kemiskinan melalui

peningkatan pemanfaatan peluang pasar dan ketersediaan lahan petani yang

sempit.

b. Mengembangkan agribisnis dengan jalan menjalin kemitraan antara petani

sebagai produsen dan para pengusaha.

c. Membantu menyediakan produk pertanian bebas residu bahan kimia

pertanian lainnya dalam rangka ikut meningkatkan kesehatan masyarakat.

d. Mengembang dan meningkatkan minat petani pada kegiatan budidaya

organik baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan yang

mampu meningkatkan pendapatan tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan

lingkungan.

e. Mempertahankan dan melestarikan produktivitas lahan, sehingga lahan

mampu berproduksi secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan

generasi sekarang dan mendatang.

2.2.4. Kegunaan Pertanian Organik

Kegunaan pertanian organik pada dasarnya adalah meniadakan atau

membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya

kimiawi. Pertanian organik dapat menghemat penggunaan hara tanah, sehingga

dapat memperpanjang umur produktif tanah. Selain itu, pertanian organik juga

dapat memelihara ekosistem tanah karena tidak membahayakan flora dan fauna

tanah, bahkan dapat menyehatkannya. Serta, pertanian organik tidak menimbulkan

pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran sumberdaya air, karena zat-zat

kimia yang terkandung berkadar rendah dan berbentuk senyawa yang mudah larut

(26)

2.3. Perbedaan Pertanian Organik dan Anorganik

Pertanian organik dan anorganik memiliki perbedaan baik dari aspek input

maupun output produksinya. Pada pertanian organik olah tanah bersifat minimum,

sedangkan pertanian anorganik olah tanahnya bersifat intensif. Pupuk yang

digunakan pada pertanian organik merupakan sumber makanan untuk tanaman

dan tanah, sedangkan pupuk kimia merupakan bahan sintetis dan bukan alami.

Pestisida yang digunakan pada pertanian organik merupakan pestisida hayati yang

terbuat dari bahan alami, sedangkan pestisida kimia terdiri dari insektisida,

herbisida dan rodentsida. Pertanian organik berorientasi ekonomi dan ekologi,

serta jangka panjang, sedangkan pertanian anorganik berorientasi produk dan

jangka pendek (Salikin dalam Rachmiyanti, 2009). 2.4. Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola

input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efeisien, dan kontinu untuk

menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat

(Rahim dan Hastuti, 2007). Menururt Soekartawi (2002), ilmu usahatani biasanya

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh

keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau

produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya,

dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan

(27)

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi suatu usahatani adalah lahan,

tenaga kerja, modal, dan manajemen. Adapun empat faktor produksi tersebut

adalah sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007):

a. Lahan

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi

komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap),

semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan

pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are.

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus

mempunyai kualitas berpikir yang maju, seperti petani yang mampu mengadopsi

inovasi-inovasi baru terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian

komoditas yang bagus sehingga nilai jualnya tinggi. Penggunaan tenaga kerja

dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja, yaitu besarnya tenaga kerja efektif

yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja

(HOK).

c. Modal

Kegiatan proses produksi pertanian membutuhkan modal. Modal dapat

dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam

sekali proses produksi. Sedangkan modal yang tidak tetap terdiri dari benih,

(28)

d. Manajemen

Dalam usahatani, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam

mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation).

2.5. Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan suatu analisis yang digunakan untuk

menjelaskan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel tidak

bebas (Soekartawi, 2002). Dalam model regresi faktor-faktor yang mempengaruhi

variabel tak bebasnya harus diketahui terlebih dahulu. Menurut Juanda (2009)

untuk menduga parameter dari persamaan regresi digunakan metode kuadrat

terkecil atau metode OLS (Ordinary Least Square). Prinsip dasar dari metode kuadrat terkecil adalah meminimumkan jumlah kuadrat simpangan antara data

aktual dengan data dugaannya.

Terdapat beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi agar metode OLS dapat menghasilkan estimator yang paling baik pada model-model regresi.

Pertama, model regresi linier: linier dalam parameter, terspesifikasi dengan benar

dan memiliki error term yang bersifat additif. Kedua, nilai rata-rata atau nilai yang diharapkan dari variabel disturbance atau error term adalah nol. Ketiga, kovarian antara variabel disturbance, Ui dengan variabel Xi adalah nol. Keempat,

varian dari variabel residu, disturbance adalah sama atau homoskedastisitas.

Kelima, tidak ada otokorelasi antar variabel disturbance pada pengamatan satu

dengan pengamatan yang lain. Keenam, tidak ada korelasi sempurna antar

(29)

2.6. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai pertanian organik telah dilakukan

sebelumnya. Setiap penelitian memiliki perbedaan masing-masing. Perbedaan

terlihat dari sisi komoditas, lokasi penelitian, alat analisis yang digunakan, serta

hasil akhir dari penelitian tersebut.

Rachmiyanti (2009), melakukan penelitian mengenai analisis

perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmiyanti ini

adalah menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani, dari usahatani non

organik menjadi usatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani

terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini menggunakan beberapa alat

analisis, yaitu analisis pendapatan, uji t, dan imbangan dari penerimaan dan biaya

(R/C rasio). Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan

atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode

SRI lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas

biaya total padi konvensional. Namun dari hasil uji t terlihat bahwa perubahan

sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak berpengaruh nyata

terhadap pendapatan petani. Hasil dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C

rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi

organik metode SRI (Rp 1,98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani

padi konvensional (Rp 2,46). Hal ini berarti dari setiap satu rupiah biaya yang

dikeluarkan oleh petani padi organik metode SRI hanya akan memberikan

(30)

padi konvensional. R/C rasio tatas biaya total, untuk petani padi organik metode

SRI (Rp 1,54) lebih kecil dari petani padi konvensional (Rp 2,16). Hal ini berarti

penerimaan yang diperoleh padi konvensional lebih besar dari petani padi organik

metode SRI.

Selanjutnya, Rahmawati (2007) melakukan penelitian mengenai analisis

usahatani sayuran organik pada perusahaan Benny’s Organic Garden di Bogor,

Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis keragaan usahatani secara deskriptif

dengan membandingkan keragaan antara usahatani milik sendiri dengan usahatani

sistem bermitra. Alat analisis usahatani yang digunakan, yaitu analisis pendapatan

dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Hasil dari analisis

pendapatan memperlihatkan bahwa usaha sayuran organik di lahan milik pribadi

memperoleh pendapatan perusahaan yang lebih tinggi (Rp 27.000.616)

dibandingkan dengan pendapatan yang diterima pada lahan bermitra (Rp 11,8

juta). Selain itu, pendapatan kerja perusahaan untuk lahan pribadi (Rp 21,6 juta)

lebih besar dari pendapatan kerja perusahaan di laha bermitra (Rp 9,1 juta). Nilai

R/C rasio pada usahatani dengan lahan pribadi lebih besar 0,5 jika dibandingkan

dengan nilai R/C pada usahatani dengan lahan bermitra. Nilai R/C menunjukan

bahwa nilai tersebut lebih dari satu, hal ini mengindikasikan bahwa usahatani

tersebut pada lahan pribadi maupun lahan bermitra layak dan menguntungkan.

Penelitian yang dilakukan Kusumah (2004) mengenai analisis

perbandingan usahatani dan pemasaran antara padi organik dan padi anorganik di

Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat

menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai petani padi organik lebih rendah

(31)

bahwa perubahan sistem usahatani yang dilakukan oleh petani padi ternyata tidak

berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani. Sedangkan pada pendapatan atas

biaya total, padi organik lebih besar dibandingkan dengan padi anorganik.

Berdasarkan hasil R/C rasio diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang

diperoleh petani padi organik (1,95) lebih rendah dari R/C rasio padi anorganik

(2,23).

Perbedaan hasil penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian ini terletak

pada perbedaan lokasi dan salah satu metode yang digunakan. Penelitian ini akan

dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat. Penelitian yang akan dilakukan ini selain menggunakan analisis pendapatan

dan imbangan penerimaan dan biaya, juga menganalisis fungsi biaya produksi dan

pendapatan dari pertanian organik dan anorganik dengan menggunakan

(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Model Regresi

Model regresi menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan

variabel tidak bebas. Model regresi double-log merupakan bentuk paling umum untuk variabel-variabel non linier, tetapi koefisiennya tetap linier. Untuk menaksir

parameter dalam bentuk double logaritme natural (ln) sehingga merupakan bentuk linier berganda yang kemudian dianalisis dengan metode kuadrat terkecil

(ordinary least square), secara umum dituliskan sebagai berikut: Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 +…+ bn Ln Xn + u

Keterangan:

Y = biaya produksi atau pendapatan usahatani padi

b0 = intersep

b1,b2,…,bn = parameter variabel penduga

X1, X2,…, Xn = faktor-faktor biaya produksi atau faktor-faktor

pendapatan usahatani

e = bilangan natural (e = 2,7182)

u = galat

Dalam menganalisis kaitan antara faktor-faktor biaya produksi dengan

biaya produksi maupun faktor-faktor pendapatan usahatani dengan pendapatan

usahatani diperlukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi

(33)

3.1.2. Analisis Usahatani

Macam atau jenis analisis usahatani beragam, macam analisis yang dipilih

tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Pada prakteknya, seringkali analisis

usahatani dipilah menjadi analisis parsial dan analisis keseluruhan usahatani.

Analisis parsial dilakukan pada satu cabang usahatani, sedangkan analisis

keseluruhan usahatani dilakukan pada semua cabang usahatani (Soekartawi,

2002).

3.1.2.1. Analisis Return Cost Ratio

Return cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Suatu usahatani dikatakan untung apabila return cost ratio lebih besar dari satu. Sebaliknya, apabila return cost ratio kurang dari satu maka usahatani rugi. Namun, bila return cost ratio sama dengan satu, maka usahatani tidak untung maupun tidak rugi (Soekartawi, 2002).

3.1.2.2. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor

adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi

biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007). Penerimaan usahatani merupakan

perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya usahatani

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya non tunai Biaya tunai

merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai. Sedangkan biaya yang

diperhitungkan merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi

diperhitungkan dalam usahatani (Hernanto, 1991). Dalam analisis ekonomi

(34)

analisis finansial seluruh biaya usahatani selalu lebih kecil daripada

penerimaannya. Oleh karena itu, setiap kali melakukan analisis perlu disebutkan

analisis apa yang digunakan (Soekartawi, 2002).

3.2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pertanian anorganik yang sampai saat ini masih banyak digunakan oleh

petani padi. Pertanian anorganik tersebut dapat menyebabkan permasalahan

dimasa yang akan datang. Hal tersebut diakibatkan oleh penggunaan bahan-bahan

kimia sebagai input produksi yang menyebabkan pencemaran lingkungan,

penurunan produktivitas di masa yang akan datang, serta dapat mengganggu

kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, peningkatan harga input-input

produksi kimia yang digunakan membuat biaya produksi semakin tinggi sehingga

petani organik semakin terpuruk.

Pertanian organik yang dikatakan sebagai solusi dari pertanian anorganik

karena menggunakan input produksi ramah lingkungan dan biaya produksi yang

lebih minim, sampai saat ini masih diragukan oleh sebagian petani. Hal tersebut

dikarenakan hasil produksi dari pertanian organik dalam jangka pendek masih

lebih rendah dibandingkan hasil produksi pertanian anorganik, ketersediaan pupuk

organik yang masih terbatas, serta adanya persaingan dengan kepentingan lain

dalam memperoleh input produksi. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada

pertanian organik maupun anorganik, maka perlu dilakukan analisis perbandingan

efisiensi usahatani dari sisi biaya produksi dan pendapatan dan pendapatan

usahatani padi organik dan anorganik sehingga didapatkan saran kebijakan untuk

(35)

Operasional dari penelitian ini, yaitu dengan cara membandingkan

efisiensi usahatani dari rasio R/C, dan pendapatan dari usahatani padi organik dan

anorganik. Selanjutnya menganalisis persamaan biaya produksi dan pendapatan

usahatani padi organik dan anorganik. Analisis persamaan biaya produksi dan

pendapatan dilakukan agar diketahui hubungan antara faktor-faktor biaya dan

pendapatan dengan biaya dan pendapatan usahatani padi organik maupun

anorganik menggunakan analisis regresi. Selain komponen biaya dan pendapatan

yang dibandingkan pada penelitian ini juga akan membandingkan komponen

penerimaan dengan komponen biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan perbandingan

tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi yang menjelaskan perbedaan nilai

R/C rasio biaya, dan pendapatan yang diperoleh usahatani padi organik dengan

usahatani padi anorganik. Untuk lebih jelasnya mengenai gambaran dari

(36)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[image:36.595.97.506.80.600.2]

 

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Masalah Usahatani:

1. Penggunaan input produksi yang tidak ramah

lingkungan

2. Produktivitas semakin menurun dalam jangka panjang

3. Biaya produksi tinggi

Masalah Usahatani:

1. Produksi rendah dalam jangka pendek

2. Terbatasnya pupuk organik 3. Persaingan memperoleh

input produksi

Usahatani Padi Anorganik Usahatani Padi Organik

Analisis Perbandingan: 1. Analisis R/C rasio 2. Analisis Pendapatan

3. Analisis Persamaan Biaya Produksi dan Pendapatan

Hasil Analisis Efisiensi

Usahatani Organik Usahatani Anorganik

(37)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

tertuju (purposive) dengan alasan Desa Purwasari merupakan salah satu produsen beras organik di Kabupaten Bogor. Serta di desa tersebut juga terdapat produsen

beras anorganik. Pengambilan data penelitian akan dilakukan pada bulan

Maret-April 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang diambil mencakup dua jenis data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada petani padi

organik dan petani padi anorganik dengan menggunakan kuesioner yang telah

disiapkan. Data sekunder diperoleh melalui beberapa instansi, yaitu Badan Pusat

Statistik dan buku monografi Desa Purwasari.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada responden petani dalam penelitian ini dilakukan

secara sensus untuk petani padi organik dan random sampling untuk petani padi anorganik. Jumlah sampel petani padi organik adalah 15 orang, supaya terjadi

kesetaraan, maka jumlah petani padi anorganik yang dijadikan sampel juga 15

orang. Petani padi organik maupun anorganik yang masing-masing berjumlah 15

orang ini dinilai cukup mewakili untuk dilakukannya analisis perbandingan dua

(38)

4.4. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran

umum dan menjelaskan mengenai biaya dan pendapatan petani padi organik dan

anorganik di lokasi penelitian yang diurai secara deskriptif. Analisis kuantitatif

yang digunakan adalah analisis biaya dan pendapatan usahatani, analisis rasio

penerimaan dan biaya (R/C ratio), dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan pendapatan usahatani padi organik maupun anorganik.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer,

yaitu Microsoft excel 2007 dan Minitab14. 4.4.1. Analisis Regresi

Analisis regresi menjelaskan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas

dan variabel tidak bebas. Analisis regresi pada penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan

pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik. Persamaan

regresi yang digunakan adalah persamaan regresi bentuk double-log.

Pada usahatani padi organik faktor-faktor biaya produksi yang digunakan

yaitu jumlah benih padi, jumlah pupuk organik, jumlah POC, jumlah tenaga kerja,

harga benih, dan harga POC. Faktor-faktor pendapatan usahatani padi organik,

yaitu biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja, biaya alat bajak, produksi

gabah organik, dan harga gabah organik.

Pada biaya usahatani padi anorganik faktor-faktor yang digunakan yaitu

jumlah benih, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk TSP, jumlah tenaga kerja, jumlah

(39)

usahatani padi anorganik, yaitu biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida kimia,

biaya tenaga kerja, biaya alat bajak, produksi gabah anorganik, dan harga gabah

anorganik.

Pada usahatani padi organik persamaan biaya produksi dituliskan sebagai

berikut:

Ln Co = Ln b0 + b1 Ln BP1o + b2 Ln Pu2o +…+ b6o Ln HPC6o + u

b1,b2, b3, b4, b5, b6 > 0

Keterangan:

Co = biaya usahatani padi organik per musim (Rp)

b0 = intersep

b1,b2,…,b6 = parameter variabel penduga

BP1o = jumlah benih padi organik per musim (kg)

Pu2o = jumlah pupuk organik per musim (kg)

PC3o = jumlah POC per musim (liter)

TK4o = jumlah tenaga kerja per musim (HOK)

HB5o = harga benih (Rp/kg)

HPC6o = harga POC (Rp/liter)

u = galat

Persamaan untuk pendapatan usahatani padi organik dituliskan sebagai

berikut:

Ln Po = Ln b0 + b1 Ln BBPo+ b2 Ln BPuo +…+ b6 Ln HGOo + u

b1,b2, b3, b4 < 0 dan b5, b6 > 0

Keterangan:

(40)

b0 = intersep

b1,b2,…,b6 = parameter variabel penduga

BBPo = biaya benih per musim (Rp/ha)

BPuo = biaya pupuk per musim (Rp/ha)

BTKo = biaya tenaga kerja per musim (Rp)

BABo = biaya alat bajak per musim (Rp)

PrGo = produksi gabah organik (kg)

HGo = harga gabah organik (Rp/kg)

u = galat

Pada usahatani padi anorganik, persamaan biaya produksi dituliskan

sebagai berikut:

Ln Ca = Ln b0 + b1 Ln BPa + b2 Ln PuUa +…+ b6 Ln HBa + u

b1,b2, b3, b4, b5, b6 > 0

Keterangan:

Ca = biaya usahatani padi anorganik per musim (Rp)

b0 = intersep

b1,b2,…,b6 = parameter variabel penduga

BPa = jumlah benih padi anorganik per musim (kg)

PuUa = jumlah pupuk urea per musim (kg)

PuTa = jumlah pupuk TSP per musim (kg)

TKa = jumlah tenaga kerja per musim (HOK)

Pesa = jumlah pestisida kimia (liter)

HBa = harga benih (Rp/kg)

(41)

Persamaan untuk pendapatan usahatani padi anorganik dituliskan sebagai

berikut:

Ln Pa = Ln b0 + b1 Ln BBPa+ b2 Ln BPua + … + b7 Ln HGa + u

b1, b2,..., b5 < 0 dan b6, b7 > 0

Keterangan:

Pa = pendapatan usahatani padi anorganik per musim (Rp)

b0 = intersep

b1,b2, … b7 = parameter variabel penduga

BBPa = biaya benih per musim (Rp/ha)

BPua = biaya pupuk per musim (Rp/ha)

BPesa = biaya pestisida kimia per musim (Rp/ha)

BTKa = biaya tenaga kerja per musim (Rp)

BABa = biaya alat bajak per musim (Rp)

PrGa = produksi gabah anorganik per musim (kg)

HGa = harga gabah anorganik per musim (Rp/kg)

u = galat

Dalam menduga parameter dari persamaan-persamaan tersebut, digunakan

metode kuadrat terkecil atau metode OLS (Ordinary Least Square). Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menganalisis persamaan regresi tersebut

untuk memperoleh nilai t-hitung, F-hitung, dan R2. Nilai t-hitung untuk menguji

apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas (faktor biaya produksi

atau faktor pendapatan usahatani padi) yang digunakan secara terpisah

berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (biaya produksi atau

(42)

bebas (faktor biaya produksi atau faktor pendapatan usahatani padi) yang

digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel

tidak bebas (biaya produksi atau pendapatan usahatani padi). Nilai koefisien

determinasi (R2) digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang

diterangkan oleh variabel bebas (faktor-faktor biaya produksi atau faktor-faktor

pendapatan usahatani) terhadap variabel tidak bebas (biaya produksi atau

pendapatan usahatani padi).

4.4.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah serangkaian data

mendekati distribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan

bantuan software komputer,yaitu Minitab 14. Uji inidilakukan dengan melihat sebaran Residual (RES), jika nilai probabilitasnya lebih besar dari α maka error term berdistribusi normal.

4.4.1.2. Uji Hipotesis Model 1. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah semua peubah bebas yang

digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : b1 = b2 = ... = b5 = 0

H1 : minimal ada satu bi ≠ 0

Rumus uji F, yaitu:

F hitung 1 / k 1/ n k

Dimana :

(43)

K = jumlah parameter (peubah bebas)

n = jumlah pengamatan (contoh)

Kriteria uji:

F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0

F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : tolak H0

Jika H0 diterima berarti semua peubah bebas tidak berpengaruh nyata

terhadap peubah tidak bebas. Sebaliknya, jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada

satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. Selain

itu, dapat dilihat dari nilai peluangnya. Apabila nilai peluangnya lebih kecil dari α maka peubah bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebasnya.

2. Uji t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap peubah bebas

berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas.

Hipotesis:

H0 : bi = 0

H1 : bi≠ 0

Rumus uji t, yaitu:

t hitung

dimana:

bi = koefisien regresi ke-i yang diduga

Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga

Kriteria uji:

t-hitung > t-tabel (α/2, n-k), maka tolak H0

(44)

Jika H0 ditolak berarti peubah bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap

peubah tidak bebas (Y). Sebaliknya, Jika H0 diterima berarti peubah bebas (Xi)

tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas (Y). Selain itu, dapat dilihat

dari nilai peluangnya. Apabila nilai peluangnya lebih kecil dari α maka peubah bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebasnya.

3. Goodness of Fit

Besarnya nilai koefisien determinasi (R2) dihitung untuk mengetahui

seberapa jauh keragaman biaya produksi atau pendapatan usahatani yang dapat

diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Jika nilai R semakin tinggi,

maka akan semakin baik model karena semakin besar keragaman biaya produksi

atau pendapatan usahatani yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas. Rumus

koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

R JJ

4. Uji Pelanggaran OLS

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah tidak ada hubungan

linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut. Jika hubungan tersebut

ada, maka dapat dikatakan peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda

sempurna (perfect multicollinearity) (Juanda, 2009).

Salah satu cara mengukur multikolinearitas adalah variance inflation factor (VIF). Variance Inflation Factor merupakan suatu cara mendeteksi multikolinearitas dengan melihat sejauh mana variabel penjelas dapat diterangkan

oleh variabel penjelas lainnya di dalam persamaan regresi. Terdapat satu VIF

untuk masing-masing variabel penjelas di dalam sebuah persamaan regresi.

(45)

VIF b 1 R1

Dimana:

R = koefisien determinasi

Selain dengan menggunakan rumus diatas, masalah multikolinearitas juga

dapat dilihat langsung melalui keluaran komputer. Semakin tinggi nilai VIF maka

semakin berat dampak multikolinearitas. Apabila nilai VIF suatu variabel

melebihi 10 maka terjadi multikolinearitas.

Selanjutnya dilakukan uji heteroskedastisitas dengan melihat grafik

residuals terhadap fitted values, jika titik-titik pada grafik tersebut menyebar secara acak, maka tidak ada masalah heteroskedastisitas.

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua

biaya. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan

pendapatan atas biaya total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara

penerimaan total dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan yang diperhitungkan

merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya yang diperhitungkan.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual produk (Soekartawi, 2002). Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai

dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

yang diterima petani dari hasil produksi yang benar-benar dijual. Sedangkan

penerimaan yang diperhitungkan merupakan penerimaan didapat dari hasil

produksi yang digunakan sendiri oleh petani tetapi tetap diperhitungkan. kepada

orang lain. Secara matematis penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut:

(46)

Keterangan:

TR = total penerimaan

Y = produksi yang diperoleh suatu usahatani

Py = Harga Y

Menurut Hernanto (1991), biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan

biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara

tunai. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan biaya yang tidak

termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan dalam usahatani. Rumus

biaya usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:

TB = Bt + Bd

Dimana: TB = total biaya

Bt = biaya tunai

Bd = biaya diperhitungkan

Jadi, perhitungan pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pd tunai = TR – Bt

Pd total = TR – TB

Dimana: Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan

TB = total biaya

4.4.3. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C ratio)

Analisis perbandingan antara penerimaan dan biaya dilakukan untuk

mengetahui efisiensi dan kelayakan usahatani (Soekartawi, 2002). Rasio R/C

dapat diperhitungkan pada usahatani organik maupun usahatani anorganik. Rumus

(47)

rasioRC

rasioRC

Dimana: R = Py.Y

Ct = Bt + Bd

Cd = Bt

R = penerimaan

C = biaya

Py = harga output Y = output

Bt = biaya tunai

Bd = biaya diperhitungkan

Jika nilai R/C > 1 maka usahatani tersebut layak atau sudah efisien, sedangkan

jika nilai R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak layak atau tidak efisien.

(48)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian 4.1.1. Geografi

Desa Purwasari yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan

Dramaga, Kabupaten Bogor. Menurut data monografi desa, sebelah utara Desa

Purwasari berbatasan dengan Desa Petir, sebelah selatan berbatasan dengan Desa

Sukajadi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Petir, dan sebelah barat

berbatasan dengan Desa Situ Daun. Jarak tempuh dari Kecamatan Dramaga ke

desa ini sejauh 7 km, serta dari Ibukota Kabupaten dan Ibukota Provinsi Bogor

masing-masing sejauh 40 km dan 157 km. Dilihat dari kondisi geografisnya desa

ini berada 535 m dari permukaan laut. Berdasarkan data iklimnya, desa ini

memiliki curah hujan 2000 mm hingga 2500 mm/tahun dan suhu udara rata-rata

280 C sampai 320 C.

Tabel 2. Luas Wilayah di Desa Purwasari Menurut Penggunaan, Tahun 2010

No Penggunaan Wilayah Luas (ha) Persen (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 Pemukiman Persawahan Perkebunan Pekarangan Pemakaman Taman Perkantoran

Prasarana Umum Lain

30,42 158,23 12,28 1,75 1,44 0,10 0,15 8,40 14,41 74,98 5,81 0,83 0,68 0,04 0,07 3,98

Jumlah 211,02 100

Sumber: Buku Monografi Desa Purwasari, 2010

Luas lahan di Desa Purwasari mencapai 211,02 ha yang dimanfaatkan

untuk pemukiman, persawahan, perkebunan, pekarangan, taman, pemakaman,

perkantoran, serta prasarana umum lainnya. Pada Tabel 2 dapat dilihat persentase

luas lahan untuk persawahan sebesar 74,98%, pemukiman sebesar 14,41%,

[image:48.595.108.511.465.604.2]
(49)

0,83%, taman sebesar 0,04%, perkantoran sebesar 0.07%, dan sisanya untuk

prasarana lainnya sebesar 43,98%. Berdasarkan luas pemanfaatan lahannya,

terlihat bahwa Desa purwasari ini memiliki potensi besar di bidang pertanian.

4.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah penduduk desa Purwasari secara keseluruhan berjumlah 6.747 jiwa

yang terdiri dari 3.474 laki-laki dan 3.273 perempuan. Jumlah kepala keluarga di

desa ini adalah 1.791 orang. Dilihat dari angkatan kerja, jumlah penduduk di desa

ini yang telah masuk angkatan kerja sebanyak 2.971 orang, masih sekolah dan

tidak bekerja sebanyak 2.933 orang, ibu rumah tangga sebanyak 1.228 orang,

penduduk bekerja penuh sebanyak 2.520 orang, dan 630 orang bekerja tidak tentu.

Mata pencaharian penduduk Desa Purwasari terdiri dari pertanian, peternakan,

perikanan, dan kerajinan. Struktur mata pencaharian penduduk di Desa Purwasari

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Purwasari, Tahun 2010 No Struktur Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persen (%)

1 2 3 4

Pertanian Peternakan Perikanan Kerajinan

649 13 15 125

80,92 1,62 1,87 15,59

Jumlah 802 100

Sumber: Buku Monografi Desa Purwasari, 2010

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa sebagian besar mata pencaharian

penduduk Desa Purwasari adalah sebagai petani (80,92%), khususnya petani

tanaman padi dengan luas lahan 58,56 ha. Sisanya sebagai pengrajin (15,59%),

peternak ikan (1,87%), dan peternak (1,62%). Oleh karena itu, dapat dinyatakan

[image:49.595.114.510.448.537.2]
(50)

4.2. Karakteristik Petani Responden Padi Organik dan Anorganik

Karakteristik petani responden yang akan dibahas dalam penelitian ini baik

petani padi organik maupun anorganik meliputi umur petani, status kepemilikan

lahan, luas lahan garapan, status usahatani, dan pengalaman usahatani.

4.2.1. Umur Petani

Responden petani padi organik dan anorganik dalam penelitian ini

masing-masing berjumlah 15 orang. Berdasarkan hasil wawancara, umur responden petani

padi organik mulai dari yang terkecil 25 tahun sampai yang tertua 70 tahun,

sedangkan umur responden petani anorganik mulai dari yang terkecil 30 tahun

sampai yang tertua 80 tahun. Karakteristik responden berdasarkan umur untuk

petani padi organik dan petani padi anorganik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Umur di Desa Purwasari, Tahun 2011

Umur Petani (Th)

Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik Jumlah (Orang) Persen (%) Jumlah (Orang) Persen (%) 20 – 30

31 – 40 41 – 50 > 50

2 0 5 8

13,33 53,3 33,33 0,00

0 1 2 12

0,00 6,67 13,33 80,00

Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer diolah (2011)

Petani padi organik dan anorganik sebagian besar berumur lebih dari 50

tahun, hal tersebut dapat terlihat dari Tabel 4 yaitu sebanyak 53,33% responden

petani organik berumur lebih dari 50 tahun dan sebanyak 80,00% untuk petani

padi anorganik. Pada selang umur 41 sampai 50 tahun, responden petani padi

organik sebanyak 33,33% dan petani padi anorganik sebanyak 13,33%. Sisanya

hanya petani padi anorganik yang umurnya berada pada selang umur dari 31

sampai 40 tahun yaitu sebanyak 6,67% dan pada selang umur 20 sampai 30

[image:50.595.105.512.405.516.2]
(51)

petani yang berumur lebih dari 50 tahun ,menunjukan bahwa petani padi organik

maupun anorganik di Desa Purwasari cukup banyak memiliki ilmu di bidang

pertanian.

4.2.2. Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan oleh petani padi organik maupun anorganik

berdasarkan data wawancara menunjukan semua responden petani tersebut

merupakan petani pemilik lahan. Lahan pertanian yang dimiliki tersebut didapat

secara turun temurun. Sehingga para petani tersebut tidak perlu mengeluarkan

biaya sewa lahan.

4.2.3. Luas Lahan Garapan

Luas lahan yang garapan yang dimiliki oleh petani padi organik mulai dari

0,1 ha sampai 1ha. Sedangkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani padi

anorganik mulai dari 0,03 ha sampai 0,5 ha. Karakteristik responden berdasarkan

luas garapan baik pada petani padi organik maupun anorganik di Desa Purwasari

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Desa Purwasari, Tahun 2011 Luas Lahan

Garapan (ha)

Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik

Jumlah (Orang) Persen (%) Jumlah (Orang) Persen (%)

≤ 0,25 > 0,25

8 53,33 7 46,67

10 5

66,67 33,33

Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer diolah (2011)

Berdasarka Tabel 5 diatas terlihat bahwa luas lahan garapan petani padi

organik maupun anorganik sebagian besar kurang dari sama dengan 0,25 ha. Pada

petani padi organik yang memiliki luas lahan garapan kurang dari sama dengan

0,25ha sebanyak 53,33% dan petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,25 ha

(52)

dari sama dengan 0,25 berjumlah 66,67%, sedangkan yang memiliki luas lahan

garapan lebih besar dari 0,25 ha berjumlah 33,33%. Hal tersebut menunjukan

bahwa petani padi organik maupun anorganik termasuk golongan petani kecil.

4.2.4. Status Usahatani

Responden petani padi organik dan anorganik dalam penelitian ini

sebagian besar menjadikan bertani sebagai pekerjaan pokok. Hal ini terlihat dari

Tabel 6 yang menunjukan bahwa 73,33% status usahatani pada petani organik

sebagai pekerjaan pokok dan 80,00% status usahatani pada petani padi anorganik

adalah sebagai pekerjaan pokok. Sisanya, sebanyak 26,67% dari petani organik

dan 20,00% petani padi anorganik menjadikan pekerjaan usahatani padi ini

sebagai pekerjaan sampingan.

Tabel 6. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Status Usahatani, Tahun 2011

Status Usahatani

Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik

Jumlah (Orang) Persen (%) Jumlah (Orang) Persen (%) Pokok

Sampingan

11 4

73,33 26,67

12 3

80,00 20,00

Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer diolah (2011)

Petani padi organik dan anorganik di lokasi penelitian yang menjadikan

bertani sebagai pekerjaan sampingan, pada umumnya selain bertani mereka ada

yang menjadi guru, supir angkutan umum, pengrajin kayu, dan pedagang.

Banyaknya responden yang pekerjaan pokoknya sebagai petani, mengindikasikan

bahwa pekerjaan sebagai petani cukup dapat memenuhi kebutuhan pokok

responden.

(53)

Lamanya pengalaman usahatani merupakan hal yang sangat mendukung

keberhasilan petani. Pada umumnya, semakin lama petani melakukan usahatani,

maka ia akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam bertani.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi organik di Desa Purwasari

rata-rata sudah menjalankan usahatani padi organik selama 3 tahun. Pengalaman

usahatani tiap responden cukup beragam, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik Responden Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Pengalaman Usahatani, Tahun 2011

Pengalaman Usahatani

(Th)

Petani Padi Organik Petani Padi Anorganik

Jumlah (Orang) Persen (%) Jumlah (Orang) Persen (%)

0 – 10 11 – 20 > 20

2 3 10

13,33 66,67 20,00

2 4 9

13,33 60,00 26,67

Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer diolah (2011)

Pada Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar petani padi organik dan

anorganik memiliki pengalaman usahatani diatas 20 tahun, dengan komposisi

66,67% petani padi organik dan 60,00% petani padi anorganik. Selanjutnya

sebanyak 20% petani organik dan 26,67% petani padi anorganik memiliki

pengalaman usahatani antara 11 tahun sampai 20 tahun. Serta sisanya sebanyak

13,33% petani padi organik dan anorganik memiliki pengalaman usahatani antara

0 tahun sampai 10 tahun. Banyaknya petani padi organik dan anorganik yang

memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun, maka hal tersebut menunjukan bahwa

petani padi di Desa Purwasari ini memiliki pengetahuan yang banyak dalam

[image:53.595.108.513.278.377.2]
(54)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dan Anorganik Analisis efisiensi yang dilakukan yaitu membandingkan antara penerimaan

rata-rata dengan biaya rata-rata pada usahatani padi organik dan usahatani padi

anorganik. Perbandingan penerimaan dengan biaya (rasio R/C) ini terdiri dari

rasio R/C total yang merupakan rasio antara penerimaan total rata-rata dengan

biaya total rata-rata dan rasio R/C tunai yang merupakan rasio antara penerimaan

total rata-rata dengan biaya tunai rata-rata.

Pada Tabel 8 diketahui bahwa penerimaan total rata-rata usahatani organik

adalah sebesar Rp 10,82 juta, biaya total rata-rata usahatani organik adalah

sebesar Rp 1,85 juta, dan biaya tunai rata-rata usahatani organik adalah sebesar

Rp 1,81 juta. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh R/C rasio total usahatani padi

organik adalah sebesar 5,87, artinya setiap Rp 1 dari biaya total yang dikeluarkan

oleh petani padi organik akan memberikan penerimaan sebesar Rp 5,87.

Kemudian R/C rasio tunai usahatani organik adalah sebesar 5,96, yang berarti

bahwa setiap Rp 1 dari biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani organik akan

memberikan penerimaan sebesar Rp 5,96. Namun, untuk usahatani padi anorganik

penerimaan total rata-rata sebesar Rp 10,48 juta, biaya total rata-rata sebesar Rp

3,05 juta dan biaya tunai rata-rata se

Gambar

Tabel 1.Luas Panen dan Produksi Padi Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2009
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 2. Luas Wilayah di Desa Purwasari Menurut Penggunaan, Tahun 2010
Tabel 3. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Purwasari, Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reliabilitas merupakann sesuatu yang dibutuhkan tetapi bukan persyaratan mutlak untuk validitas suatu instrument (Rasyid dan Mansur,2007).. Masalah dalam penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur (CaCO3) berpengaruh pada pertambahan bobot, panjang total, panjang abdomen, dan frekuensi moulting udang

Sementara,  baik  psikoterapi  pada  umum‐ nya  maupun  psikoterapi  transpersonal  pada  khususnya  sudah  mencoba  melakukan  integrasi.  Psikoterapi  integral 

Sensor elektrik ini digunakan untuk perekaman data sistem penginderaan jauh non fotografik, karena proses perekaman onjek permukaan bumi tidak didasarkan

Kesehatan, pelengkap makanan, cucu dan suami senang mengkonsumsi buah-buahan terutama yang segar mengandung air seperti jeruk, terkadang juga membeli pisang jika cucu ingin

dipakai Metode Penelitian Hasil Penelitian Ali Sakti, 2009 Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia - Finc : Total Pinjaman yang diberikan oleh

DFD memperlihatkan bagaimana aliran informasi dan transformasi data dalam suatu data informasi. DFD dapat digunakan untuk merancang logika sebuah program atau

Seperti Menjaga pola makan yang sangat sulit untuk mendapatkan proporsi tubuh ideal sesuai permintaan klien, menghadapi klien 'nakal' yang ternyata bukan memberi pekerjaan tapi