• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator Dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb Dan Sn Di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator Dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb Dan Sn Di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI VEGETASI FITOREMEDIATOR DAN BAKTERI

RIZOSFER RESISTEN LOGAM BERAT Pb DAN Sn DI LAHAN

BEKAS TAMBANG TIMAH PULAU BANGKA

EKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Eka Sari

(3)
(4)

RINGKASAN

EKA SARI. Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan GIYANTO.

Timbal (Pb) dan timah (Sn) merupakan logam berat yang paling umum ditemukan di lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka, dan oleh karena itu berisiko untuk memasuki rantai makanan. Salah satu metode prospektif yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mempercepat penurunan toksisitas logam berat pada tanah atau tailing bekas tambang timah adalah bioremediasi. Bioreme-diasi merupakan salah satu metode remeBioreme-diasi yang memanfaatkan organisme, baik vegetasi maupun mikrob, untuk menurunkan toksisitas limbah termasuk logam berat di lahan bekas tambang. Oleh karena itu, vegetasi dominan yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator dan bakteri rizosfer yang resisten terhadap logam berat Pb dan Sn sangat perlu dieksplorasi dan dimanfaatkan dalam kerangka bioremediasi dan reklamasi lahan bekas tambang timah di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis: (1) komposisi dan struktur vegetasi, (2) kadar dan karakteristik akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, dan (3) vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn, serta (4) menghitung jumlah populasi, mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah Pulau Bangka.

(5)

uji hipersensitivitas dianalisis dengan metode 16S rRNA sequencing dan dikarakterisasi fisiologi dan biokimianya untuk mengidentifikasi spesies.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sn di tanah tidak terdeteksi. Kadar PbTCLP tanah di LBTR dan LBTB melebihi baku mutu. Kadar tertinggi PbTCLP

tanah (50.53 ppm) terukur di LBTR. Kadar Pb dan Sn pada jaringan vegetasi dominan tidak melebihi batas normal. Pohon Acacia auriculiformis berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn di lahan Hutan, sedangkan rumput Eragrostis chariis sebagai fitoremediator Pb di LBTB. Kedua spesies memiliki nilai TF >1. Total populasi bakteri rizosfer di Hutan lebih tinggi daripada di LBTR dan LBTB. Diperoleh tiga isolat bakteri yang resisten terhadap logam berat dengan kadar hingga 100 ppm Pb dan 400 ppm Sn, yaitu isolat yang diberi kode 1R, 8RP dan 12 RP. Ketiga isolat bakteri tersebut juga tidak patogen terhadap tumbuhan, hewan dan manusia Hasil analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat 1R memiliki homologi 98.8% dan query cover 98.8% dengan Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolat 8RP memiliki homologi 98.8% dan

query cover 98.8% dengan Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolat 12RP memiliki homologi 99.9% dan query cover 99.9% dengan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1.

Interaksi antara vegetasi dengan potensi fitoremediator dan bakteri rizosfer resisten Pb dan Sn yang dihasilkan dari penelitian ini perlu dikembangkan agar dapat dimanfaatkan sebagai agen bioremediator (phytoextractor dan/atau phyto-stabilizator) di lahan bekas tambang timah atau lahan lain yang tercemar Pb dan Sn. Dalam upaya meningkatkan kemampuan vegetasi Acacia auriculiformis dan

Eragrostis chariis serta bakteri Bacillus subtilis strain 2C-62, Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 dan Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 sebagai agen bioremediator Pb dan Sn untuk reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah perlu dilakukan penelitian lanjutan. Penelitian lanjutan yang disarankan meliputi: uji pertumbuhan vegetasi terpilih secara ex situ dengan perlakuan kadar Pb dan Sn hingga batas toleransi tanaman; uji efektivitas metode fitoremediasi, seperti pemilihan soil amendments, manipulasi kelat logam-senyawa organik dan penetapan umur panen aktif; uji keefektifan isolat bakteri terpilih dalam menurunkan ketersediaan Pb dan Sn pada medium cair; uji in situ

penanaman vegetasi dan aplikasi isolat bakteri terpilih secara terpadu pada skala plot percobaan bioremediasi, serta uji kompabilitas ketiga spesies bakteri.

(6)

SUMMARY

EKA SARI. Exploration of Phytoremediator Vegetation and Rhizosphere Bacteria Resistant to Heavy Metal Pb and Sn in Ex tin-mined Lands of Bangka Island. Supervised by UNTUNG SUDADI and GIYANTO.

(7)

The results of this research showed that soil-Sn was undetected. Total level of soil-PbTCLP in LBTR and LBTB exceeded their quality standards. Highest level

of total soil-Pb TCLP (50.53 ppm) was measured in LBTR. Pb and Sn concentration

in vegetation tissues did not exceed their normal limits. Acacia auriculiformis tree was found potential to be utilized as Pb and Sn phytoremediator in forested site, while Eragrostis chariis grass as Pb phytoremediator in LBTB. Both species possessed metal translocation factor value of >1. Total population of rhizosphere bacteria in forested site was higher than those in LBTR and LBTB. Three isolates of bacteria resistant to heavy metals up to concentration of 100 ppm Pb and 400 ppm Sn were isolated and encoded as 1R, 8RP, and 12RP. They were also found not pathogenic to plant, animal and human. Results of 16S rRNA sequencing analysis of the three bacteria revealed that isolate encoded as 1R had 98.8% homology of 98.8% cover query with Bacillus subtilis strain 2C-62. Isolate 8RP had 98.8% homology and 98.8% cover query with Enterobacter aerogenes strain KNUC5001. Isolate 12 RP had 99.9% homology and 99.9% cover query with

Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1.

Interaction between the above described vegetations with phytoremediator potential and the Pb and Sn resistant rhizosphere-bacteria are important to be developed further in order to be utilized as bioremediator agents (phytoextractor and/or phytostabilizator) in ex tin-mined lands or other lands contaminated with Pb and Sn. In an effort to improve the capacity of vegetation Acacia auri-culiformis and Eragrostis chariis and bacteria Bacillus subtilis strain 2C-62,

Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 and Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 as bioremediator agents for reclamation and revegetation of ex tin-mined lands, it is necessary to do further research. The recommended further research are: ex situ growth test of the chosen vegetations with Pb and Sn treatment concentration up to the plant tolerance limit; effectivity test of phytoremediation methods, such as selection of soil amendments, metal-organic substance chelating manipulation, and determination of the active harvesting time; effectivity test of the chosen bacteria isolates in reducing bioavailability of Pb and Sn in liquid media; and in situ test of planting the chosen vegetations and applying the chosen bacteria isolates in an integrated bioremediation experimental plot scale, and compatibility test of the three bacteria species.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi

Bioteknologi Tanah dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

EKA SARI

EKSPLORASI VEGETASI FITOREMEDIATOR DAN BAKTERI

RIZOSFER RESISTEN LOGAM BERAT Pb DAN Sn DI LAHAN

(10)
(11)

Judul Tesis : Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka.

Nama : Eka Sari

NIM : A154130111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak Mei 2014 sampai April 2015 dengan judul “Eksplorasi Vegetasi Fitoremediator dan Bakteri Rizosfer Resisten Logam Berat Pb dan Sn di Lahan Bekas Tambang Timah Pulau Bangka”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Untung Sudadi, MSc dan Dr Ir Giyanto, MSi selaku Komisi Pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada PT Timah (Persero) Tbk yang telah memberikan izin dan bantuan di lapangan, PT Timah (Persero) Tbk Kabupaten Bangka yaitu Bapak Ronanta (Wasprod), Bapak Nirwan (Kasie Lingkungan Hidup), Deni Hefriansyah (Bagian Reklamasi) serta Bapak Taufan (pembimbing lapangan). Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prodi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan, Jurusan Biologi Universitas Bangka Belitung, Laboratorium Biologi dan Laboratorium Dasar/MIPA, Universitas Bangka Belitung yang telah memberikan izin penelitian dan peminjaman alat laboratorium, Bapak. Dr Eddy Nurtjahya, MSc atas saran dan bantuan alat penelitian, Bidang Botani LIPI, Balai Penelitian Tanah Bogor, Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB, Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah IPB dan Bapak Eman Sulaiman yang telah memberikan bahan kimia. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Feri Erwanto, Muhammad Samsu, Nengsih, Debby Arisandi, Marsidi, Muhammad Erlan, Othurio Mustari, Reza, Deranda, Astomo Arbi, Siswanto, Umajaya, Atika Rukmana, Sarlinda, Winda Ika Susanti, Fuzi Suciati, Deni Pratama, Bayu Ardianto, Ani Suryanti dan teman-teman Bioteknologi Tanah dan Lingkungan serta mahasiswa Biologi, Universitas Bangka Belitung. Ungkapan terima kasih disampaikan sebesar-besarnya kepada ayah, ibu, kakak beserta keluarga besar atas dukungan doa, dana dan pengertiannya.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

3. Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis sebagai Fitoremediator Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka

Pendahuluan 4. Bakteri Rizosfer Resisten Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah

(14)

DAFTAR TABEL

1. Sifat fisika dan kimia tanah dan metode yang digunakan 10 2. Karakterisasi akumulasi logam berat oleh vegetasi berdasarkan TF, BCF

dan BAC 11

3. Lima vegetasi dominan berdasarkan akumulasi INP semua fase

pertumbuhan vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian 15 4. Kadar Pb dan Sn pada tanah dan vegetasi dominan di lahan penelitian 16 5. Nilai TF, BCF, BAC dan status akumulasi Pb dan Sn pada vegetasi

dominan di lahan penelitian 18

6. Rerata jumlah sel bakteri per gram tanah pada rizosfer vegetasi dominan

di lahan penelitian 25

7. Uji resistensi logam berat Pb dan Sn, hemolisis dan patogenitas terhadap

isolat bakteri 27

8. Hasil analisis sekuens 16s rRNA isolat bakteri 30 9. Karakterisasi fisiologis biokomia tiga isolat bakteri terpilih dari ketiga

lahan penelitian 34

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Tipe lahan penelitian 4

2. Ilustrasi petak kurva spesies area 5

3. Kurva spesies area pada tiga tipe lahan penelitian dengan luas petak

berbeda 12

4. Grafik komposisi vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian 13 5. Grafik indeks vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian 14 6. Hasil Cluster analysis berdasarkan INP vegetasi 14

7. Vegetasi dominan 15

8. Kadar Pb pada akar dan tajuk vegetasi dominan di lahan penelitian 17 9. Biplot antara komposisi struktur vegetasi dan tanah pada tiga tipe lahan

penelitian 19

10. Contoh beberapa isolat pada tiga tipe lahan 25

11. Hasil uji hemolisis terhadap isolat bakteri 28

12. Hasil uji hipersensitivitas terhadap isolat bakteri pada daun tembakau 29

13. Isolat bakteri murni 1R, 8RP, dan 12RP 29

14. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR 30

15. Analisis filogeni molekuler isolat 1R dengan metode Maximum

Likelihood 31

16. Analisis filogeni molekuler isolat 8RP dengan metode Maximum

Likelihood 32

17. Analisis filogeni molekuler isolat 12RP dengan metode Maximum

Likelihood 33

18. Biplot hubungan antara sifat fisika kimia tanah dengan jumlah sel bakteri dan jumlah jenis isolat pada tipe lahan berbeda

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lokasi penelitian di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten

Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 48

2. Data iklim Pangkalpinang tahun 2013 dan curah hujan Pemali 49 3. Kurva spesies area di lahan bekas tambang timah yang sudah menjadi

hutan sekunder, sudah direklamasi, dan belum direklamasi 49 4. Jumlah individu, jumlah jenis dan jumlah famili pada tingkat semai,

sapihan, tiang dan pohon di hutan, lahan bekas tambang timah sudah

direklamasi dan belum direklamasi 50

5. Hasil analisis vegetasi fase semai di hutan 51

6. Hasil analisis vegetasi fase sapihan di hutan 52

7. Hasil analisis vegetasi fase tiang di hutan 53

8. Hasil analisis vegetasi fase pohon di hutan 53

9. Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah sudah

direklamasi 54

10. Hasil analisis vegetasi fase sapihan di lahan bekas tambang timah sudah

direklamasi 55

11. Hasil analisis vegetasi fase semai di lahan bekas tambang timah belum

direklamasi 55

12. Hasil analisis tanah di hutan, LBTR, dan LBTB 56 13. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di hutan sekunder di Desa

Pemali, Kabupaten Bangka 57

14. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang

timah sudah direklamasi di Desa Pemali, Kabupaten Bangka 57 15. Jenis isolat pada rizosfer E. chariss di lahan bekas tambang timah sudah

ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa Pemali,

Kabupaten Bangka 58

16. Jenis isolat pada rizosfer A. auriculiformis di lahan bekas tambang timah sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi di Desa

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu daerah penghasil timah terbesar di Indonesia adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau Bangka dan Belitung termasuk ke dalam jalur timah Asia Tenggara (Sujitno 2007). Ketersediaan bijih timah tersebar secara merata di seluruh wilayahnya, baik di darat, sungai maupun pantai (Hermawan et al. 2010). Sebagai operator penambangan timah terbesar di Pulau Bangka dan Belitung, PT. Timah (Persero) Tbk melaporkan rata-rata produksi bijih dan logam timahnya dari tahun 2006-2011 berturut-turut sebesar 44,968 ton dan 45,945 mton Sn (PT. Timah (Persero) Tbk 2009; 2010; 2011).

Seperti halnya aktivitas penambangan lainnya, penambangan timah juga menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif terutama terkait dengan penerimaan devisa negara, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta pengembangan perekonomian lokal, regional maupun nasional. Dampak negatif terutama terhadap kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka dan Belitung juga berdampak negatif terhadap perubahan bentang alam dan kondisi lahan pasca tambang yang tidak mendukung pertumbuhan vegetasi (Nurtjahya 2008); hilangnya keberadaan hutan dan terakumulasinya limbah (tailing) yang mencemari lingkungan perairan (PT. Timah (Persero) Tbk 2009); pengendapan limbah padat dengan volume besar pada tanah (Nouri et al. 2009); munculnya masalah air asam tambang (Alshaeby

et al. 2009); perubahan sifat fisik dan kimia tanah (Sujitno 2007) serta terbentuknya danau atau kolam bekas galian tambang berisi air yang disebut

kolong” (Tjhiaw & Djohan 2009).

Salah satu kontaminan utama di area tambang timah adalah logam berat, baik di badan air (Younger 2001), tanah (Nwuche & Ugoji 2008) maupun biota (Wilson & Pyatt 2007). Tailing menyebabkan kondisi yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan vegetasi sebagai akibat dari pH tanah dan air yang rendah (Wong et al. 1998), akumulasi logam dalam kadar beracun (Zvinowanda et al.

2009) serta rendahnya tingkat ketersediaan hara vegetasi (Wong 2003). Pb di lahan bekas tambang timah berumur >40 tahun di lokasi eks tambang semprot (TS) open pit Pemali, Pulau Bangka (Veriady 2007) dan Sn di lahan bekas tambang timah Bestari Jaya, Semenanjung Malaysia (Ashraf et al. 2010) memiliki kadar logam paling tinggi di masing-masing lokasi.

(18)

kesehatan hewan dan manusia (Chayed 2009). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menurunkan ketersediaan kedua logam berat tersebut di lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka.

Salah satu metode prospektif yang dapat diterapkan di Indonesia untuk mempercepat penurunan toksisitas logam berat pada tanah dan tailing lahan bekas tambang adalah bioremediasi. Bioremediasi merupakan salah satu metode yang menggunakan organisme, baik vegetasi maupun mikrob, untuk menurunkan toksisitas limbah di lahan bekas tambang timah, khususnya logam berat.

Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah dihipotesiskan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai akumulator logam berat. Demikian pula dengan mikrob yang hidup di zona perakaran (rizosfer) vegetasi dominan tersebut untuk menurunkan toksisitas logam berat. Pemanfaatan vegetasi dominan dan mikrob rizosfer tanah bekas tambang timah tersebut dapat dijadikan salah satu solusi dalam reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka dan Belitung. Salah satu mikrob yang dapat digunakan sebagai agen bioremediator di lahan bekas tambang timah adalah bakteri.

Penelitian eksplorasi, isolasi, identifikasi dan karakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian mengenai hal tersebut perlu dilakukan agar dapat dimanfaatkan hasilnya untuk pengembangan ilmu dan aplikasi bioremediasi tanah tercemar Pb dan Sn, khususnya pada lahan bekas tambang timah di Indonesia.

Perumusan Masalah

Penambangan timah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan karena

tailing mengandung logam berat yang berpotensi mencemari air dan tanah serta tertransfer ke rantai makanan. Pb dan Sn merupakan logam berat yang dilaporkan terkandung dalam kadar tertinggi pada tanah dan tailing di lahan bekas tambang timah. Kadar Pb dan Sn diduga paling tinggi di lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi. Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah dan mikrob rizosfer berpotensi sebagai agen fitoremediasi dan bioremediasi tanah tercemar Pb dan Sn terkait reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang timah. Keberadaan dan karakteristik vegetasi dominan dan mikrob rizosfernya tersebut dalam memetabolisme Pb dan Sn berkaitan dengan sifat fisika-kimia tanah atau tailing

habitatnya. Berdasarkan hal tersebut, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. bagaimana kadar dan karakteristik akumulasi logam berat Pb dan Sn pada tanah dan jaringan vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah?

2. bagaimana karakteristik bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah:

(19)

2. mengidentifikasi dan mengkarakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah.

Tujuan Khusus

Untuk mencapai Tujuan Umum, secara lebih spesifik penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) komposisi dan struktur vegetasi, (2) kadar dan karakteristik akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, dan (3) vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn, serta (4) menghitung jumlah populasi, mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah Pulau Bangka.

Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi, data dan pengetahuan baru mengenai kualitas media tumbuh vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah serta dapat dilakukan isolasi, identifikasi dan karakterisasi bakteri rizosfer yang resisten terhadap Pb dan Sn, sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan fitoremediasi dan bioremediasi untuk reklamasi lahan bekas tambang timah.

Struktur Tesis

Tesis ini terdiri atas tujuh bab. Setelah Bab 1 Pendahuluan dan Bab 2 Metodologi, pada Bab 3 dan 4 disajikan hasil penelitian dalam bentuk paper

pertama yang akan diterbitkan dalam Jurnal Tanah dan Lingkungan volume 18

tahun 2015 berjudul “Acacia auriculiformis dan Eragrostis chariis sebagai fitoremediator Pb dan Sn dari Lahan Bekas Tambang Timah di Pulau Bangka” dan paper kedua berjudul “Bakteri Rizosfer Resisten Pb dan Sn dari Lahan Bekas

(20)

2 METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan selama 12 bulan, yaitu sejak Mei 2014 hingga April 2015 di area tambang timah Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang mewakili lahan bekas tambang timah yang sekarang sudah menjadi hutan sekunder, lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi (LBTR) dan lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi (LBTB) (Lampiran 1). Setiap jenis lahan terdiri atas 3 ulangan lokasi (Gambar 1). LBTR direklamasi pada tahun 1997, namun dibongkar lagi karena ditambang ulang dan sebagian lokasinya dijadikan areal penimbunan tanah lapisan atas dari kegiatan tersebut (PT Timah [Persero] Tbk 2012). Lahan tersebut direklamasi dengan penanaman beberapa jenis vegetasi, baik vegetasi endemik maupun lokal seperti pohon sempur, semak melastoma dan bambu halus serta vegetasi introduksi fungsional untuk mempercepat proses reklamasi seperti legum atau kacang‐kacangan dan vegetasi ekonomis seperti kelapa sawit, karet, lada, dan pohon hutan (PT. Timah [Persero] Tbk. 2010). Dalam tahapan kegiatan revegetasi tersebut dilakukan aplikasi amelioran berupa kompos atau pupuk organik padat serta pemupukan NPK. Pengambilan sampel tanah dan spesimen vegetasi dilakukan pada akhir musim kemarau yaitu pada September 2014. Kondisi iklim dan curah hujan di lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 2.

(21)

Metode

Survei Pendahuluan

Survei bertujuan mengetahui kondisi lingkungan penelitian. GPS digunakan untuk menentukan koordinat lokasi penelitian. Pemilihan lokasi berdasarkan topografi dan vegetasi (Ashraf et al. 2011) dengan memperhatikan gradien lingkungan dan informasi masyarakat melalui wawancara.

Kurva Spesies Area dan Analisis Vegetasi

KSA merupakan langkah awal analisis vegetasi menggunakan petak contoh (kuadrat). Ilustrasi KSA disajikan pada Gambar 2. KSA dilakukan untuk menentukan luas petak minimum. Luas petak minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif untuk suatu tipe vegetasi pada habitat tertentu yang dipelajari. Bentuk kuadratnya adalah 2 x 2 m2 untuk vegetasi tingkat semai dan/atau vegetasi bawah (diameter

batang ≤ 2 cm, tinggi ≤ 1.5 cm), 5 x 5 m2 untuk tingkat sapihan (diameter 2-10 cm), 10 x 10 m2 untuk tingkat tiang (diameter 10-20 cm) dan 20 x 20 m2 untuk tingkat pohon (diameter >20 cm).

Keterangan:

Petak contoh 1 = 1 m2; petak contoh 2 = petak contoh 1 + 2 = 2 m2; petak contoh 3 = petak contoh 1 + 2 + 3 = 4 m2;

petak contoh 4 = petak contoh 1 + 2 + 3 + 4 = 8 m2;

petak contoh 5 = petak contoh 1 + 2 + 3 + 4 + 5 =16 m2, dan seterusnya. (Setiadi & Muhadiono 2001)

Gambar 2 Ilustrasi petak kurva spesies area

1 2

3 5

(22)

Perhitungan dalam analisis vegetasi (Setiadi & Muhadiono 2001; Odum 1992) meliputi:

Kerapatan mutlak jenis i atau KM (i)

Jumlah individu suatu jenis i

KM (i) = --- Jumlah total luas area yang digunakan

Kerapatan relatif jenis i atau KR (i)

Kerapatan mutlak jenis i

KR (i) = --- x 100% Kerapatan total jenis yang terambil dalam penarikan contoh

Frekuensi mutlak jenis i atau FM (i)

Jumlah petak ditemukannya jenis (i)

FM (i) = --- Jumlah petak keseluruhan

Frekuensi relatif jenis i atau FR (i)

Jumlah frekuensi mutlak jenis (i)

FR (i) = --- x 100% Jumlah frekuensi seluruh jenis

Dominansi mutlak jenis i atau DM (i)

Jumlah luas bidang dasar jenis (i)

DM (i) = --- Luas petak contoh

Dominasi relatif jenis i atau DR (i)

Jumlah dominasi jenis (i)

DR (i) = --- x 100% Jumlah dominasi seluruh jenis

Stadium pertumbuhan vegetasi tingkat semai dan/atau vegetasi bawah serta vegetasi tingkat sapihan:

I N P = D R + F R

(23)

2 x INP jenis sama dua lokasi

Indeks kimiripan dua lokasi (IS) = --- INP yang dibandingkan

Indeks dominansi suatu lokasi (c) = (INP suatu jenis/INP semua jenis)2

Indeks diversitas Shannon dan Wiener suatu lokasi (Ĥ) = individu suatu jenis log individu suatu jenis --- x ---

individu semua jenis individu semua jenis

Indeks spesies richness suatu lokasi (d) = jenis minus satu

--- log individu di suatu lokasi

Indeks evenness suatu lokasi (e) = indeks diversitas semua jenis

--- log jenis suatu lokasi

Analisis Data

Data dianalisis secara diskriptif, ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Data juga dianalisis menggunakan analisis statistika multivariate

dengan metode cluster analysis dan principal component analysis biplots (PCA biplot). Cluster analysis merupakan sekelompok teknik multivariate yang tujuan utamanya adalah mengelompokkan obyek berdasarkan karakteristik yang dimiliki (Setyaningsih 2012). PCA Biplotmerupakan salah satu teknik statistika deskriptif berupa penyajian grafik secara simultan antara obyek dan variabel dalam satu grafik berdimensi dua (Bro & Smilde 2014). Menurut Kohler dan Luniak (2005), informasi yang diperoleh dari biplot, meliputi:

Hubungan (korelasi) antar peubah

(24)

peubah tidak berkorelasi jika dua garis membentuk atau mendekati sudut 90o (siku-siku).

Keragaman peubah

Peubah tertentu ada yang nilainya hampir sama. Setiap obyek ada yang sama besar dan ada juga yang sangat kecil. Melalui informasi ini bisa diperkirakan pada peubah mana strategi tertentu harus ditingkatkan ataupun sebaliknya. Peubah dengan keragaman besar dinyatakan sebagai vektor panjang, sedangkan peubah dengan keragaman kecil dinyatakan dengan vektor pendek.

Kedekatan antar objek

Dua objek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan.

Nilai peubah dalam suatu obyek

Objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah dikatakan bahwa objek tersebut nilainya lebih besar dari rata-rata. Sebaliknya, jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari peubah tersebut maka objek tersebut memiliki nilai dekat dengan rata-rata.

(25)

3

Acacia auriculiformis

DAN

Eragrostis chariis

SEBAGAI FITOREMEDIATOR Pb DAN Sn DARI

LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA

Pendahuluan

Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah penghasil timah terbesar di Indonesia. Lokasi penambangan timah di kepulauan ini tersebar di seluruh wilayahnya. Salah satunya adalah tambang timah primer terbuka (open pit) di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka. Kontribusi penambangan di Kabupaten Bangka terhadap produksi timah PT Timah (Persero) Tbk hingga tahun 2008 sebesar 17.61%. Cadangan timah di Pemali diprediksi dapat ditambang hingga tahun 2025 dengan total produksi 8,346 ton Sn (PT Timah (Persero) Tbk 2010). Meskipun memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB dan peningkatan perekonomian wilayah, dampak negatif pertambangan timah terhadap lingkungan perlu terus diupayakan remediasinya.

Risiko dan potensi dampak negatif dari penambangan timah di darat meliputi kerusakan bentang alam, sifat fisik dan kimia tanah, sedimentasi dan pendangkalan badan air, pola drainase dan kualitas air, satwa liar, biota air dan vegetasi. Lebih lanjut, kerusakan hutan di Pulau Bangka setiap tahunnya meningkat akibat penambangan timah sehingga mengubah, menurunkan dan menghilangkan komposisi dan struktur vegetasi serta memicu krisis keanekaragaman hayati. Kegiatan tambang dan pengolahan bijih timah menyisakan limbah batuan dan mineral-mineral ikutan yang mengandung logam berat. Kadar Pb di lokasi bekas tambang semprot open pit Pemali yang berusia lebih dari 40 tahun mencapai 60.1 ppm (Veriady 2007). Kadar Sn pada tailing

tambang timah di Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah mencapai 350 ppm (Herman 2005). Pb dan Sn bukan hara esensial bagi vegetasi dan jika tertransfer ke rantai makanan berpotensi menurunkan kesehatan manusia dan hewan (Chayed 2009). Toksisitas kedua logam berat tersebut mempengaruhi sel darah merah, menyebabkan kerusakan otak dan saluran ginjal, menurunkan kemampuan sistem reproduksi dan bahkan menyebabkan kematian (Palar 2004).

Dalam rangka meminimalkan toksisitas logam berat di lingkungan bekas tambang mineral perlu dilakukan upaya remediasi. Fitoremediasi merupakan teknologi berbasis aktivitas vegetasi untuk menangani akumulasi logam berat dalam tanah (Malik & Biswas 2012) dan prospektif untuk dikembangkan pada lahan bekas tambang timah. Metode ini lebih murah, ramah lingkungan dan mudah dilakukan daripada metode fisik dan kimia. Vegetasi seperti Sonneratia caseolaris, Avicennia marina (Hamzah & Setiawan 2010) dan Acacia mangium

(Ang et al. 2010) dilaporkan dapat digunakan untuk fitoremediasi Pb.

(26)

akumulasi Pb dan Sn di dalam tanah dan jaringan vegetasi dominan, serta vegetasi potensial untuk dimanfaatkan sebagai fitoremediator Pb dan Sn dari lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka

Bahan dan Metode

Pengambilan Sampel Tanah dan Spesimen Vegetasi

Vegetasi dominan ditentukan berdasarkan hasil pengukuran kurva spesies area (KSA) dengan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat (Setiadi & Muhadiono 2001). Vegetasi dominan disampling secara acak dan spesimen dari masing-masing jenis vegetasi dikompositkan. Spesimen vegetasi dominan dibuatkan herbarium kering dan dilakukan identifikasi nama spesies vegetasi di Herbarium Bangka Belitungense dan Herbarium Bogoriense, LIPI. Spesimen vegetasi dibagi atas stadium semai/vegetasi bawah dan komposit dari semua bagian tajuk (daun, batang, buah dan biji) maupun akar. Kadar Pb dan Sn dalam jaringan vegetasi dominan dianalisis dengan metode Morgan dan ditetapkan menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA).

Sampel tanah diambil di rizosfer vegetasi dominan pada kedalaman 0-40 cm dengan bor tanah dan dikompositkan sebanyak ±1 kg. Jarak antar titik sampling tanah pada area setiap jenis vegetasi dominan adalah 50 cm (Nurtjahya et al.

2009a). Analisis dilakukan terhadap sifat fisika dan kimia tanah (kadar air, densitas, tekstur, pH H2O, pH KCl, C-organik, N-Total, C/N, P dan K potensial, P

dan K tersedia, kapasitas tukar kation (KTK), Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd, kejenuhan basa, Al-dd, H-dd, serta kadar Pb dan Sn). Kadar Pb dan Sn tanah diekstrak menggunakan pengekstrak Morgan (kadar tersedia) dan TCLP (kadar total) dan ditetapkan menggunakan SSA (Tabel 1).

Tabel 1 Sifat fisika dan kimia tanah dan metode analisis yang digunakan

Sifat fisika kimia tanah Metode

Kadar air Gravimetri

Densitas Gravimetri; ring sampler

Tekstur Pipet

pH H2O & KCl; pH meter

C Walkey & Black

N Kjeldahl

C/N Perhitungan

P potensial HCl 25%; spektrofotometer

K potensial HCl 25%; flamefotometer

P tesedia Bray; spektrofotometer

K tersedia Morgan; flamefotometer

Ca-dd; K-dd, Mg-dd, Na-dd NH4-OAc; flamefotometer dan SSA

KTK NH4-OAc; destilasi

KB Perhitungan

Al-dd, H-dd KCl; titrasi

Pb dan Sn total TCLP HNO3 & HClO4; SSA

Pb dan Sn tersedia Morgan; SSA

(27)

Karakterisasi Akumulasi Logam oleh Vegetasi

Karakterisasi akumulasi Pb dan Sn oleh vegetasi dominan didasarkan atas nilai translocation factor (TF), bioconcentration factor (BCF) dan bioaccumulat-ion coefficient (BAC) untuk selanjutnya digunakan menyeleksi jenis vegetasi yang menunjukkan potensi fitoekstraksi dan fitostabilisasi (Zabin & Howladar 2015). TF didefinisikan sebagai nisbah kadar logam berat di tajuk terhadap nisbah kadar logam di akar (Li & Yang 2008). BCF dihitung sebagai nisbah kadar logam di akar terhadap kadar logam di tanah (Mnganga et al. 2011). BAC dihitung sebagai nisbah kadar logam di tajuk terhadap kadar logam di tanah (Sekabira et al. 2011). Karakterisasi akumulasi logam berat oleh vegetasi dan kategorisasinya berdasarkan nilai TF, BCF dan BCA (Balabanova et al. 2015; Tsibangu et al.

2014) disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakterisasi akumulasi logam berat vegetasi berdasarkan TF, BCF dan BAC

TF <1 BCF BAC

<1 >1 <1 >1

Non-accumulator (<0.01)

Low accumulator (0.01-0.1) dan/ - Phytostabilisator Metal excluder

Hyperaccumulator - Phytoextractor - Phytoextractor

TF: translocation factor; BCF: bioconcentration factor; BAC: bioaccumulation coefficient Sumber: Tsibangu et al. (2014); Balabanova et al. (2015)

Hasil dan Pembahasan

Kurva Spesies Area dan Komposisi Struktur Vegetasi

(28)

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi

Gambar 3 Kurva spesies area pada tiga tipe lahan penelitian dengan luas petak berbeda

Dari hasil cluster analysis berdasarkan tingkat indeks nilai penting diperoleh dua cluster yaitu cluster 1 hutan dan cluster 2 LBTR dan LBTB (Gambar 6). Artinya, vegetasi di LBTR dan LBTB memiliki karakter yang lebih mirip daripada di hutan. Berdasarkan akumulasi nilai INP pada semua fase pertumbuhan, vegetasi dominan di hutan dan di LBTR adalah Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth, sementara di LBTB adalah Eragrostis chariis

(29)

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi

(30)

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi

Gambar 5 Indeks vegetasi pada tiga tipe lahan penelitian. a). indeks dominansi; b). indeks diversitas; c) indeks spesies richness dan d). indeks evennes pada fase semai/vegetasi bawah, sapihan, tiang dan pohon.

LBTA LBTR

Hutan 96,41

97,61

98,80

100,00

Tipe lahan

S

im

il

ia

ri

ta

s

(

%

)

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi

(31)

Tabel 3 Lima vegetasi dominan berdasarkan akumulasi INP semua fase pertumbuhan vegetasi pada tiga tipe lahan

Tipe lahan Spesies INP (%) Jumlah

Semai Sapihan Tiang Pohon

Hutan Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth 1.87 37.19 234.80 260.83 534.70

Schima wallichii (DC.) Korth 7.49 29.88 36.97 26.57 100.90

Panicum sarmentosum Roxb. 89.6 0.00 0.00 0.00 89.60

Melastomapolyanthum Blume 10.96 40.77 0.00 0.00 51.73

Vitex pinnata L. 11.69 36.40 0.00 0.00 48.09

LBTR Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth 4.27 112.50 0.00 0.00 116.8

Imperata cylindrica (L.) Beauv 66.82 0.00 0.00 0.00 66.82

Panicum sarmentosum Roxb. 47.32 0.00 0.00 0.00 47.32

Baccaurea lanceolata (Miq) Mull.Arg.Di.Dc 0.00 29.17 0.00 0.00 29.17

Trema orientalis (L.) Bl. 5.10 14.58 0.00 0.00 19.68

LBTB Eragrostis chariis (Schult.) Hitchc. 94.43 0.00 0.00 0.00 94.43

Scleria laevis Retz 48.52 0.00 0.00 0.00 48.52

Cyperus haspan L. 35.43 0.00 0.00 0.00 35.43

Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth 14.47 0.00 0.00 0.00 14.47

Lepironia articulata ( Retz. ) Domin 7.23 0.00 0.00 0.00 7.23

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting

(32)

Kadar Pb dan Sn pada Tanah dan Vegetasi

Kadar Pb dan Sn tanah dan vegetasi dominan di hutan, LBTR dan LBTB disajikan pada Tabel 4. Variasi kadar logam dari satu lahan ke lahan lainnya diduga terkait dengan distribusi geologi mineral dan akumulasi logam akibat proses penambangan timah secara terbuka dengan metode hydromining. Selain itu, variasi kadar logam berat tersebut diduga berkaitan dengan sifat fisika dan kimia tanah serta jenis dan sifat logam (Widowati et al. 2008; Klos et al. 2012).

Tabel 4 Kadar Pb dan Sn pada tanah dan vegetasi dominan di lahan penelitian Tipe

Lahan Vegetasi Titik lokasi

Logam pada tanah (ppm) Logam pada vegetasi (ppm) Tersedia Total Akar Tajuk

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting

Menurut Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Baku Mutu TCLP Zat Pencemar dalam Limbah untuk Penentuan Karakteristik Sifat Racun, baku mutu untuk Pb adalah 5 ppm (PP No 85 1999). Dengan demikian, kadar Pb di tanah pada LBTR dan LBTB telah melewati baku mutunya dan diasumsikan berpotensi toksik terhadap lingkungan. Baku mutu toksisitas logam Sn di dalam tanah belum tersedia di Indonesia. Logam Pb dan Sn pada vegetasi dominan juga memiliki kadar bervariasi antar lahan penelitian.

Kadar Pb di akar dan tajuk semua jenis vegetasi di semua lahan berada di dalam batas normal. Menurut Malik et al. (2010), kadar normal Pb dalam vegetasi berkisar 5 mg.kg-1 berat kering (1 mg.kg-1 = 1 ppm). Kadar normal Sn di dalam vegetasi juga belum tersedia di Indonesia. Dilaporkan bahwa kadar Pb dan Sn di Pulau Bangka bervariasi nilainya. Kadar logam berat pada padi di lahan bekas tambang timah dilaporkan 0.34 - 0.50 ppm Sn dan 0.06 - 0.12 ppm Pb (Nurtjahya

(33)

kelarutan logam dalam tanah yang terkontaminasi dan mobilitasnya dalam jaringan vegetasi.

Logam Pb lebih banyak ditemukan di akar daripada di tajuk (Gambar 8). Menurut Zarinkamar et al. (2013), hal tersebut disebabkan oleh: (1) detoksifikasi dimulai segera setelah akumulasi awal Pb di dalam akar dan/atau (2) imobilitas Pb dan keberadaan endodermis akar menghalangi transportasi Pb dengan cara menyimpannya di dalam dinding sel dan vakuola dengan ikatan terhadap

metallothionin dan phytochelatin.

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah sudah tinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi

Gambar 8 Kadar Pb pada akar dan tajuk vegetasi dominan di lahan penelitian

Karakteristik Akumulasi Logam oleh Vegetasi Dominan

(34)

logam, jenis logam, serta kemampuan vegetasi untuk menahan, menyerap dan mengakumulasi logam di jaringan atas vegetasi (Al-qahtani 2012).

Tabel 5 Nilai TF, BCF, BAC dan status akumulasi Pb dan Sn pada vegetasi dominan di lahan penelitian

Tipe lahan Vegetasi Titik lokasi

TF BCF BAC Status

Pb Sn Pb Sn Pb Sn Pb Sn

Hutan A. auriculiformis 1 0.50 1.33 0.27 - 0.13 - mac;mte hpa 2 0.75 - 0.10 - 0.08 - mac;mte -

3 1.67 0.33 0.08 - 0.13 0.05 hpa mac;mte

LBTR A. auriculiformis 1 0.41 - 0.11 - 0.04 - mac;mte - 2 0.86 - 0.08 - 0.07 - mac;mte - 3 0.27 - 0.08 - 0.02 - mac;mte - LBTB E. chariis 1 0.58 - 0.95 - 0.55 - mac;mte -

2 1.04 - 0.12 - 0.12 - hpa -

3 0.75 - 0.11 - 0.09 - mac;mte - LBTB A. auriculiformis 1 0.41 - 0.15 - 0.06 - mac;mte - 2 0.34 - 0.17 - 0.06 - mac;mte - 3 0.86 - 0.35 - 0.30 - mac;mte -

-: tidak terdeteksi; mac: moderate accumulator; mte: metal excluder; hpa: hyperaccumulator; TF: translocation factor; BCF: bioconcentration factor; BAC: bioaccumulation coefficient; LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting

Hubungan antara Komposisi Struktur Vegetasi dengan Sifat Tanah

Komposisi struktur vegetasi dan sifat tanah dapat dikaji hubungannya melalui analisis biplot (Gambar 9). Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa komposisi struktur vegetasi paling dominan ditemukan di lahan hutan. Sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi komposisi struktur vegetasi di lahan hutan adalah kadar C-organik, N-total, pH dan klei, sementara di LBTR yang lebih berpengaruh adalah kadar Ca-dd, K-potensial, debu, K-tersedia, Mg-dd, KB, P-potensial, H-dd, kadar air, Al-dd, Pb-total, Pb-tersedia dan Na-dd. Persentase pasir, Sn-total, KTK dan P-tersedia lebih berpengaruh di LBTB pada rizozfer E. chariis. Pada LBTB rizosfer A.auriculiformis yang lebih berpengaruh adalah C/N dan densitas tanah.

Komposisi struktur vegetasi berkorelasi kuat dan positif dengan C-organik, N-total, pH, klei, Na-dd, Al-dd, kadar air, H-dd, Mg-dd, Ca-dd, potensial, K-dd, K-tersedia, KB dan P-potensial. Sebaliknya, kadar PbTCLP, PbMorgan, C/N,

densitas tanah, pasir, SnTCLP dan KTK berkorelasi kuat dan negatif terhadap

komposisi struktur vegetasi. Komposisi dan struktur vegetasi dominan di hutan berkaitan dengan rendahnya KTK, SnTCLP, pasir, densitas tanah, C/N, PbTCLP,

(35)

4

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah sudah tinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; IDM: indeks dominansi; IDS: indeks diversitas; ISC: indeks spesies richness;IDE: indeks evenness;JIU: jumlah individu; JJS: jumlah jenis; JFI: jumlah famili; den. tan: densitas tanah; Kd.air: kadar air; dd: dapat ditukar; Mg: Magnesium; K: Kalium; Ca: Kalsium; Na: Natrium; Al: Alumunium; H: Hidrogen; C: Karbon organik; N: Nitrogen; P: Fosfat; dd: dapat ditukar; KB: kejenuhan basa; tot.: total, pot.: potensial; tsd:tersedia

Gambar 9 Biplot antara komposisi struktur vegetasi dan tanah pada tiga tipe lahan penelitian.

Simpulan

Komposisi dan struktur vegetasi di hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di lahan bekas tambang timah yang sudah maupun belum direklamasi. Kadar PbTCLP di tanah di kedua lahan bekas tambang timah telah melewati baku mutu.

Rerata kadar PbTCLP di tanah tertinggi terukur di lahan bekas tambang timah yang

sudah direklamasi, yaitu 50.53 ppm. Sn tidak terukur di tanah rizosfer A. auriculiformis lahan bekas tambang timah yang sudah direklamasi dan di jaringan vegetasi di semua lahan bekas tambang timah. Kadar Pb yang terdeteksi pada jaringan vegetasi masih di dalam batas normal. A. auriculiformis dari hutan sekunder berpotensi sebagai fitoremediator Pb dan Sn, sedangkan E. chariis dari lahan bekas tambang timah yang belum direklamasi berpotensi sebagai fitoremediator Pb pada program reklamasi lahan bekas tambang timah di pulau Bangka.

(36)

4 BAKTERI RIZOSFER RESISTEN Pb dan Sn DARI LAHAN

BEKAS TAMBANG TIMAH DI PULAU BANGKA

Pendahuluan

Kegiatan penambangan timah menghasilkan berbagai macam limbah, yaitu akar kayu, overburden, oversize grizlly, clay ball, limbah hidrokarbon dan limbah cair (PT. Timah (Persero) Tbk. 2010). Logam berat juga termasuk kontaminan utama di lahan bekas tambang, baik di tanah (Nwuche & Ugoji 2008), biota (Wilson & Pyatt 2007) maupun badan air (Younger 2001). Beberapa logam yang tergolong ke dalam logam berat yaitu Pb dan Sn (Shin et al. 2013).

Pb dan Sn termasuk logam yang banyak ditemukan di lahan bekas tambang timah. Ashraf et al. (2003) melaporkan bahwa kadar logam berat pada tanah di lahan bekas penambangan timah di Bestari Jaya, Semenanjung Malaysia mencapai 105 ppm Pb dan 404 ppm Sn. Menurut Veriady (2007), kadar Pb di lokasi Eks TS Open pit Pemali (usia >40 tahun) adalah 60.1 ppm. Herman (2005) melaporkan bahwa kadar Sn pada tailing di daerah Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 350 ppm.

Logam Pb dan Sn jika tertransfer ke dalam rantai makanan akan menurunkan kesehatan hewan dan manusia. Toksisitas dari kedua logam tersebut dapat mempengaruhi sel-sel darah merah, kerusakan pada otak dan saluran ginjal, perkembangan penyakit kardiovaskuler, berkurangnya kemampuan sistem reproduksi, bahkan bisa menyebabkan kematian (Palar 2004; Iqbal 2012). Oleh karena itu, perlu suatu upaya untuk menangani pencemaran logam berat di lahan bekas tambang timah.

Bioremediasi merupakan salah satu metode pemanfaatan organisme (vegetasi dan mikrob) untuk mengurangi kadar pencemar tanah, seperti logam berat (Chibuike & Obiora 2014). Menurut Garbisu dan Alkorta (2003), metode ini berpotensi lebih efektif dan ekonomis dibandingkan metode kimia fisik secara konvensional. Bioremediasi melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu: mikrobiologi, rekayasa, ekologi, geologi, dan kimia. Sebagian besar metode remediasi konvensional tidak memberikan solusi optimal untuk meremediasi logam berat dari tanah. Mikrob yang menggunakan logam sebagai akseptor elektron terminal sehingga mengurangi ketersediaan logam berat sebagai mekanisme detoksifikasi lingkungan dapat digunakan untuk meremediasi logam lingkungan yang terkontaminasi. Penggunaan asosiasi mikrob rizosfer vegetasi bisa menurunkan toksisitas logam dan mengimobilisasi berbagai kontaminan dari tanah tercemar, sedimen dan air. Rajbansi (2008) melaporkan beberapa bakteri yang resisten terhadap logam, yaitu Staphylococcus spp., Escherichia coli, dan Klebsiella spp. resisten Cr; Acinetobacter spp., Flavobacterium spp. dan

Citrobacter spp. resisten Cd; Staphylococcus spp. dan Bacillus spp. resisten Ni;

Pseudomonas spp. resisten Cu; dan Methylobacterium spp. resisten Co.

(37)

menghitung jumlah populasi serta mengisolasi, mengkarakterisasi dan mengiden-tifikasi bakteri rizosfer resisten logam berat Pb dan Sn di lahan bekas tambang timah.

Bahan dan Metode

Bahan

Bahan penelitian meliputi sampel tanah, alkohol 70%, NaCl, nutrient agar (NA), tripcase soy broth (TSB), agar pati, agar susu, agar tributirin, agar darah, media Pikovskaya, media James Nitrogen Free Malat Bromtiomol Biru (JNFB), glukosa, dekstrosa, fruktosa, laktosa, maltosa, sukrosa, indikator merah fenol, indikator merah metil, pepton, gliserol, Methyl Red Voges Proskaur (MR-VP) Broth, Simmons Sitrat, Urea Broth, agar tegak Sulfit Indol Motility (SIM), larutan H2O2 3%, larutan iodium, reagen Barrit’s A, Barrit’s B, malakit hijau,

FeCl3, reagen pewarnaan gram, reagen Kovac, bromtimol blue, sodium dodecyl

sulfate (SDS) 10%, isopropanol, cationic hexadecyl trimethyl ammonium bromide

(CTAB)-NaCl, kloroform-isoamil (PCi), isopropanol dan etanol 70%, minyak imersi, buffer Tris-EDTA (TE), Tris-Asetat EDTA (TAE) pH 8 dan DNA marker, aquabidest, gel agarose 1%, loading dye dan ethidium bromide (EtBr), SnCl2 dan

PbCl2 (larutan uji resistensi logam) dan isolat bakteri rizosfer.

Alat

Alat yang digunakan meliputi bor tanah berdiameter 8 cm, laminar air flow

(LAF), cawan petri, tabung reaksi, sentrifus, vortex, colony counter, autoklaf, elektroforesis, mesin Polymerase Chain Reaction (PCR), shaker, kolom NucleoSpin Extract II, alat sinar UV, pemanas air, freezer, mikropipet, dan tabung Eppendorf.

Metode

1. Pengambilan sampel tanah

Sampel tanah diambil di rizosfer vegetasi dominan dengan jarak 50 cm dari vegetasi dominan dan dikompositkan dari empat titik (Nurtjahya et al. 2009a). Vegetasi dominan yang telah ditetapkan pada penelitian bagian terdahulu dan dipilih berdasarkan hasil perhitungan indeks nilai penting dan diambil pada fase semai/vegetasi bawah. Vegetasi tersebut adalah Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex. Benth di hutan sekunder dan di lahan bekas tambang timah sudah direklamasi. Vegetasi dominan di lahan bekas tambang timah yang ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi adalah Eragrostis chariis (Schult.) Hitch. dan A.auriculi-formis sebagai pembanding vegetasi yang sama dengan vegetasi di hutan dan lahan bekas tambang timah sudah direklamasi.

2. Isolasi dan purifikasi bakteri rizosfer

(38)

petri steril berisi media NA dan kemudian dengan metode pour plate (1 mL dari pengenceran terakhir) dimasukkan ke cawan petri NA baru, dicampurkan dan dihomogenkan. Suspensi tanah yang telah disebar dalam cawan petri

diinkubasikan pada suhu 37 oC selama ±72 jam, kemudian koloni bakteri yang tumbuh dihitung jumlahnya (Saraswati et al. 2007).

Koloni bakteri rizosfer yang tumbuh dipurifikasi hingga didapatkan kultur murni. Satu koloni isolat bakteri diambil secara aseptis dengan jarum ose dan diinokulasikan ke media padat NA dengan metode 16 goresan dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama ±72 jam. Satu koloni yang tumbuh diambil lagi kemudian dipindahkan ke media NA baru.

3. Skrining bakteri rizosfer resisten logam Pb dan Sn

Skrining bakteri rizosfer yang resisten terhadap logam Pb dan Sn dilakukan dengan metode streak plate pada media NA-SnCl2 dan NA-PbCl2 (Zulaika et al.

2012). Menurut von Canstein et al. (2002) isolat yang dapat tumbuh pada media sintetis yang mengandung logam berat ≥ 5 ppm merupakan isolat yang memiliki resistensi tinggi terhadap logam berat. Kadar Sn pada tailing di daerah Merbuk/Nibung, Kabupaten Bangka Tengah sebesar 350 ppm (Herman 2005). Veriady (2007) melaporkan bahwa kadar Pb di lokasi tambang yang telah ditinggalkan setelah 40 tahun di Kecamatan Pemali sebesar 60.1 ppm. Oleh karena itu, kadar Pb yang digunakan pada uji resistensi yaitu 0; 12.5; 25; 50; 100 ppm, sedangkan kadar Sn yang digunakan 0; 25; 50; 200; 400 ppm. Isolat bakteri yang tumbuh setelah masa inkubasi selama ±72 jam merupakan isolat yang resisten terhadap logam Pb dan Sn.

4. Uji hemolisis dan uji hipersensitivitas

Agar darah merupakan media differensial untuk membedakan bakteri berdasarkan kemampuan melisiskan sel darah merah. Karakterisasi sifat hemolisis bakteri dilakukan dengan menginokulasikan satu ose isolat pada permukaan media agar darah domba, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 18-24 jam. Pengamatan karakter hemolisis didasarkan atas bentuk zona hemolisis di sekeliling koloni bakteri (Balashova et al. 2006).

Pada uji hipersensitivitas, isolat bakteri diinokulasikan ke media NB selama 2 hari. Suspensi bakteri kemudian disuntikkan pada sisi absial daun tembakau. Pengamatan dilakukan setelah 48 jam dengan melihat gejala nekrotik pada daun tembakau.

5. Identifikasi bakteri rizosfer secara molekuler

Isolat murni terpilih yang resisten logam berat Pb dan Sn serta lolos hasil uji hemolisis dan hypersensitivitas kemudian diidentifikasi secara molekuler dengan metode konvensional. Tahapan untuk identifikasi bakteri secara molekuler adalah:

Isolasi total DNA genom

(39)

pelet dicuci dengan 250 µL buffer TE, diresuspensi menggunakan mikropipet, diinkubasikan pada suhu 37 oC (bakteri Gram positif ± 2 jam; bakteri Gram negatif ± 30 menit), kemudian ditambahkan 60 µL NaCl, 80 µL CTAB-NaCl dan diinkubasikan pada waterbath pada suhu 65 oC selama 20 menit. Setelah itu ditambahkan 450 µL PCi dan dibolak-balikkan secara perlahan. Suspensi yang teremulsi disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada 4 oC selama 15 menit. Pelet dibuang, supernatan dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru, ditambahkan isopropanol dingin sebanyak supernatanan yang didapat, disentrifus lagi pada kecepatan 10,000 rpm pada 4 oC selama 20 menit. Supernatan dibuang, pelet diambil, dicuci dengan etanol 70% sebanyak 500 µL, disentrifus lagi pada kecepatan 10,000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, kemudian pelet diambil, dikeringkan dan ditambahkan 40 µL ddH2O.

Elektroforesis

Sebanyak 1 g agarose dan 100 mL buffer 1x TAE dipanaskan di atas hot plate hingga larutan menjadi bening, diangkat, kemudian didinginkan pada suhu 50 oC. Agarose dicetak di atas cetakan gel yang telah dipasang sisir dan ditunggu hingga agar memadat. Gel agarose diletakkan di dalam tangki elektroforesis, ditambahkan 1x buffer TAE hingga terendam (±500 mL). DNA yang sudah diisolasi ditambahkan 5 µL 6x loading dye, kemudian dimasukkan ke dalam sumuran gel sebanyak 8 µL sampel, lalu dimasukkan 5–8 µL (posisinya di tengah dan dimasukkan paling akhir). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam sumuran

running elektroforesis ± 30 menit, 100 Volt. Gel diambil, direndam dalam EtBr 10 menit, dicuci dengan air 3 kali, kemudian didokumentasikan dengan UV transiluminator.

Amplifikasi DNA

Isolat bakteri yang memperlihatkan pita genom DNAnya diamplifikasi dengan DNA pengkode 16S rRNA dengan menggunakan primer universal yaitu

27F 5’ –AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’ dan 1492R 5’ –

(40)

Analisis Sekuen 16S rRNA

Penentuan urutan DNA murni (sekuensing) dilakukan dengan mengirimkan DNA hasil purifikasi dari produk PCR ke Sequensing Laboratory 1st Base di Singapura. Setelah diketahui aligment sekuen 16S rRNA dari masing-masing isolat maka sekuennya dibandingkan dengan database gen 16S rRNA untuk mengidentifikasi spesies dari masing-masing isolat serta tingkat hubungan kekerabatannya dengan spesies bakteri lainnya yang telah teridentifikasi sebelumnya. Setelah didapatkan spesies bakteri melalui analisis sekuens 16s rRNA, maka bakteri dikarakterisasi secara fisiologis dan biokimia.

6. Karakterisasi fisiologis dan biokimia

Karakterisasi fisiologis dan biokimia secara konvensional dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil identifikasi secara molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Pengujian dilakukan berdasarkan karakter kunci bakteri hasil identifikasi menggunakan kunci identifikasi konvensional Bergey’s Manual Determinative Bacteriology 9th 1994 (Holt et al. 1994)

7. Preservasi bakteri dalam gliserol

Isolat bakteri hasil identifikasi dan karakterisasi disimpan dalam gliserol. Caranya: 1) isolat murni bakteri ditumbuhkan selama 24 jam dalam media NB, 2) sebanyak 1 mL gliserol steril 20% disiapkan dalam tabung Eppendorf, 3) isolat bakteri dimasukan ke dalam Eppendorf berisi gliserol 20% sebanyak 1 mL suspensi. Eppendorf ditutup rapat, larutan dihomogenkan dan disimpan pada suhu -40 oC (Badjoeri 2010).

Hasil dan Pembahasan

Isolasi dan Total Populasi Bakteri

(41)

Tabel 6 Rerata jumlah sel per gram tanah pada rizosfer vegetasi dominan di lahan penelitian

Tipe

Lahan Vegetasi

Jumlah sel (CFU g-1) x 104

Jumlah jenis isolat

Hutan A. auriculiformis 5,770,000 3

LBTR A. auriculiformis 1.01 16

LBTB E. chariis 1.09 15

LBTB A. auriculiformis 4.22 11

LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting

(42)

Hasil perhitungan koloni bakteri rizosfer di ketiga lahan penelitian menunjukkan bahwa jumlah sel bakteri di hutan lebih tinggi dibandingkan dengan di kedua lahan bekas tambang timah. Tinggi rendahya jumlah sel bakteri kemungkinan disebabkan oleh sifat kimia fisik tanah di lahan tersebut. Hutan memiliki kadar klei dan bahan organik tanah yang tinggi. Menurut Berger et al.

(2013), akumulasi bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi dan meningkatkan kualitas fisik dan kimia tanah. Mikrob biasanya memineralisasi 40-60% karbon yang terkandung dalam bahan organik sebagai CO2 (Bernard et al.

2012).

Tingginya jumlah sel bakteri di hutan kemungkinan disebabkan oleh tingginya keanekaragaman vegetasi. Menurut Liu et al. (2007), sebagian besar mikrob tanah bersifat heterotropik dan menggunakan eksudat tanaman atau mendekomposisi bahan tanaman sebagai nutrisinya. Sebagai pasokan utama bahan organik pada ekosistem terestrial, vegetasi juga memegang peranan pentig dalam komunitas tanah dan prosesnya, khusususnya pada rizosfer. Populasi mikrob di setiap lahan sangat bervariasi dan hal ini diduga sesuai dengan sifat kimia fisik tanah dan kenekaragaman vegetasinya.

Selain sifat kimia fisik tanah dan keanekaragaman vegetasi, jenis vegetasi dan kedalaman tanah juga diduga mempengaruhi jumlah bakteri tanah di rizosfer vegetasi. Total populasi mikrob di hutan mangrove di India dilaporkan sejumlah 13.529 x 106 g-1 (Das et al. 2011). Meliani et al. (2012) melaporkan bahwa pada wilayah Mascara, Algeria ditemukan total bakteri tanah pada rizosfer vegetasi

Lens sp. dengan kedalaman tanah 0-5 cm sejumlah 1.8 x 1011 g-1 dan pada rizosfer vegetasi Vicia sp. dengan kedalaman tanah 5-10 cm dan 10-20 cm sejumlah 2.7 x 109 g-1. Tingginya kadar logam Pb baik secara total maupun tersedia di tanah diduga juga menjadi penyebab jumlah bakteri tanah di LBTR lebih rendah dibandingkan di LBTB. Rerata kadar PbTCLP di tanah LBTR 50.53 ppm,

sementara di LBTB 21.40-26.80 ppm.

Jumlah jenis isolat bakteri di kedua lahan bekas tambang lebih tinggi dibandingkan di hutan. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman jenis bakteri di kedua lahan bekas tambang adalah tinggi. Tingginya kelimpahan individu bakteri kemungkinan disebabkan melimpahnya nutrisi di lahan tersebut. Nutrisi yang dibutuhkan bakteri langsung tersedia tanpa harus disuplai oleh bantuan jenis bakteri lainnya. Dalam kondisi lingkungan marginal seperti di lahan bekas tambang timah, bakteri kemungkinan membutuhkan jenis bakteri lainnya untuk memperoleh kebutuhan nutrisinya. Tingginya jumlah jenis isolat bakteri di LBTR dan LBTB juga diduga karena bakteri tersebut berasal dari rizosfer vegetasi dominan dimana bakteri tersebut lebih baik hidup di rizosfer dibadingkan dengan tanah di luar rizosfer.

Hasil Skrining Bakteri Resisten Logam Pb dan Sn, Uji Hemolisis dan Uji Hipersensitivitas

(43)

berat kering tanah. Chen et al. (2011) melaporkan Bacillus pumilus dan

Pseudomonas aeruginosa memiliki kemampuan untuk meningkatkan remediasi melalui peningkatan adsorpsi logam berat oleh tanaman dan bakteri. B. pumilus

bisa menurunkan kadar PbMorgan dari 1000 mg/kg menjadi 46.2 mg/kg, sementara

P. Aeruginosa dapat menurunkan kadar Pb dari 800 mg/kg menjadi 48.9 mg/kg. Isolat-isolat yang resisten logam berat Pb dan Sn juga melewati tahap uji hemolisis dan uji hipersensitivitas.

Tabel 7 Uji resistensi logam berat Pb dan Sn, hemolisis dan patogenitas terhadap isolat bakteri pada lahan penelitian

Tipe

v: resisten; x: tidak resisten; LBTR: lahan bekas tambang timah sudah direklamasi; LBTB: lahan bekas tambang timah yang sudah ditinggalkan 3-12 bulan dan belum direklamasi; INP: indeks nilai penting

Menurut von Canstein et al. (2002) isolat yang dapat tumbuh pada media

sintetis yang mengandung logam berat ≥ 5 ppm merupakan isolat yang memiliki

(44)

Sn 25 ppm-400 ppm memiliki resistensi tinggi terhadap kedua logam berat tersebut.

Dari uji hemolisis (Gambar 11) dan hipersensitivitas (Gambar 12) terhadap isolat-isolat bakteri terpilih didapatkan tiga isolat yang terdeteksi bersifat tidak patogen terhadap manusia/hewan maupun vegetasi. Isolat-isolat tersebut yaitu isolat dengan kode 1R, 8RP dan 12 RP (Gambar 13).

Gambar 11 Hasil uji hemolisis terhadap isolat bakteri dengan kode: a). 1R dan b). 8RP dan 12 RP

Hasil uji hemolisis dengan agar darah dan uji hipersensitivitas dengan daun tembakau menghasilkan tiga isolat bakteri yang tidak patogen terhadap hewan, manusia dan vegetasi. Yeh et al. (2009) menyatakan bahwa sifat hemolisis ada tiga tipe, yaitu alpha, beta, dan gamma. Gamma hemolisis berarti sel darah merah tidak mengalami lisis dan tidak ada perubahan medium di sekitar koloni. Alpha hemolisis yaitu sel darah merah mengalami lisis dengan reduksi hemoglobin menjadi methemoglobin dan menghasilkan lingkaran kehijauan di sekitar zona pertumbuhan bakteri. Beta hemolisis adalah sel darah merah mengalami lisis dan dilengkapi kerusakan dan penggunaan hemoglobin oleh organisme, menghasilkan zona bening di sekeliling koloni. Sebagian besar isolat-isolat bakteri yang diuji menunjukkan hemolisis beta.

(45)

Gambar 12 Hasil uji hipersensitivitas terhadap isolat bakteri pada daun tembakau. a). contoh respon hipersensitivitas menurut Aeny et al.

(2007); b). isolat kode 1R; c). isolat kode 8RP dan 12 RP; c).

Gambar 13 Isolat bakteri murni 1R, 8RP, dan 12RP

b

(46)

Identifikasi Molekuler dan Karakterisasi Fisiologis dan Biokimia

Hasil amplifikasi fragmen DNA berukuran sekitar 1400 bp disajikan pada Gambar 14. Dari identifikasi molekuler 16S rRNA diperoleh ketiga isolat bakteri dengan spesies yang berbeda (Tabel 8). Hasil analisis sekuen 16S rRNA dari isolat 1R (Gambar 15); 8RP (Gambar 16); dan 12 RP (Gambar 17) dianalisis filogeninya dengan metode maximum likelihood. Ketiga isolat tersebut kemudian dikarakterisasi sifatnya, yaitu: pertumbuhan pada media miring, pertumbuhan pada cawan petri, pewarnaan Gram, bentuk sel, uji fisiologis biokimia, dan kemampuan dalam memfiksasi N2 dan melarutkan fosfat (Tabel 9).

Gambar 14 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR. 1) Marker 1 KB; 2) Isolat 1R; 3) Isolat 8RP; 4) Isolat 12RP

Tabel 8 Hasil analisis sekuen 16S rRNA isolat bakteri

Kode

Isolat Spesies

Homology

(%)

Query

Cover (%) Accession

1R Bacillus subtilis strain 2C-62 98.9 98.9 KR061403.1

Bacillus vallismortis strain WA1-1 98.9 98.9 JF496465.1

Bacillus amyloliquefaciens strain EA1-10 98.8 98.8 JF496398.1

Bacillus amyloliquefaciens strain T004 98.8 98.8 HQ840415.1

Bacillus methylotrophicus strain HB25 98.8 98.8 KM659226.1

8RP Enterobacter aerogenes strain KNUC5001 98.9 98.9 JQ682628.1

Enterobacter aerogenes strain NCTC10006T 98.9 98.9 AJ251468.1

Enterobacter aerogenes 98.9 98.9 AB099402.1

Uncultured bacterium clone nck322b04c1 98.9 98.9 KF107081.1

Uncultured bacterium clone nck323d06c1 98.9 98.9 KF107169.1

12 RP Paenibacillus sp. TA_AM1 strain TA_AM1 99.9 99.9 HG942124.1

Paenibacillus sp. HB12039 99.9 99.9 KC765109.1

Paenibacillus ginsengagri isolate TS IW 08 99.9 99.9 AM992187.1

Paenibacillus lautus strain TSWCS3 99.8 99.8 GQ284372.1

(47)

Bacillus subtilis strain BPZ1.

(48)

Pantoea sp. strain IC4111

Enterobacter aerogenes Strain An10-1

Uncultured bacterium clone f10

Enterobacter aerogenes strain An2-1

Enterobacter aerogenes strain NBRC 13534

Enterobacter aerogenes strain C1111

Uncultured bacterium clone nck 321d03c1

Uncultured bacterium clone nck 319b05c1

Uncultured bacterium clone nck 322a08c1

Uncultured bacterium clone nck 321e02c1

Enterobacter sp. ES392 KACC 91568P

Uncultured bacterium clone nck 327d04c1

Uncultured bacterium clone nck 318c11c1

Uncultured bacterium clone nck 324h08c1

Uncultured bacterium clone nck 321g06c1

Uncultured bacterium clone nck 318d03c1

Uncultured Enterobacter sp. clone

Uncultured bacterium clone nck 312c11c1

Enterobacter aerogenes strain An19-2

Uncultured bacterium clone nck 324d09c1

Uncultured bacterium clone nck 327b02c1

Uncultured bacterium clone nck 322d12c1

Uncultured bacterium clone ncd2100c04c1

Uncultured bacterium clone nck 322b04c1

Uncultured bacterium clon nck 310a04c1

Uncultured bacterium clone nck 323d06c1

Enterobacter aerogenes strain AJ110637.

Kluyvera sp. ES392

Enterobacter aerogenes strain KNUC5009

Uncultured organism clone ELU0040-T218-S-NIPCRAMgANa 000053

Uncultured bacterium clone T60 2A07

Enterobacter aerogenes strain QTYC24b

Uncultured bacterium clone SJTU B 13 69

Uncultured bacterium clone SJTU B 05 50

Enterobacter sp. R4M-B

Enterobacter aerogenes strain B2

Enterobacter sp. SCPB-2

Uncultured bacterium clone 9

Uncultured bacterium clone 4g

Uncultured organism clone ELU0040-T218-S-NIPCRAMgANa 000103

Enterobacter aerogenes strain KNUC5001

(49)

Isolat 12RP

Paenibacillus lautus strain TSWCS3

Paenibacillus ginsengagri isolate TS IW 08 Paenibacillus sp. HB12039

Paenibacillus sp. TA AM1 strain TA AM1 Paenibacillus sp. 10-141-2E

Paenibacillus sp. strain 5LF 18T Paenibacillus sp. H25-07 Paenibacillu sp. Ts IW 27 Paenibacillus sp. YH6

Paenibacillus sp. 6495m-C2 isolate 6495m-C2 Paenibacillus ginsengagri strain Gsoil 3125

Paenibacillus sp. P30

Paenibacillus sp. enrichment culture clone JULS-12 Paenibacillus lautus strain ESS9

Gambar 17 Hasil analisis filogeni molekuler isolat 12RP dengan metode

Gambar

Gambar 1 Tipe lahan penelitian. a). tepi hutan 1; b). dalam hutan 1; c). tepi hutan
Gambar 2 Ilustrasi petak kurva spesies area
Tabel 1 Sifat fisika dan kimia tanah dan metode analisis yang digunakan
Gambar 3   Kurva spesies area pada tiga tipe lahan penelitian dengan luas petak
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

pakan hijauan dapat meningkatkan daya tahan hidup jangkrik kalung ( Gryllus. bimaculatus )

a.Merumuskan tujuan pembelajaran (tujuan instruksional). Tujuan adalah suatu rencana atau rumusan yang akan diperoleh. Rumusan tujuan akan sangat membantu guru dalam

Kegiatan OMK tahun 2015 merupakan kegiatan ke–2 yang sebelumnya dilaksanakan pada tahun 2013 merupakan salah satu jenis kegiatan untuk peningkatan kapasitas SDM

Dari hasil percobaan, alat ini dapat membuat lem kayu dengan volume 20 liter dan berat 34 kg dan didapatkan nilai Rotary per Minute (RPM) yang konstan sesuai dengan

memfasilitasi perkembangan identitas etnis mahasiswa kerjasama UPI tahun.

Pengantar Sejarah Indonesia baru: Sejarah pergerakan nasional Indonesia dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid II.. Pendekatan ilmu sosial dalam metodologi

Dalam pelaksanaan PPL II banyak sekali pengalaman dan informasi yang dapat kami peroleh, baik itu yang berhubungan dengan praktik pengajaran maupun kompetensi yang