• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL KE DALAM SEJARAH NASIONAL UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP MENGHARGAI SEJARAH DAN PEJUANG INDRAGIRI HILIR:Studi Deskriptif di SMA Negeri 1 Tembilahan Indragiri Hilir Riau.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTEGRASI PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL KE DALAM SEJARAH NASIONAL UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP MENGHARGAI SEJARAH DAN PEJUANG INDRAGIRI HILIR:Studi Deskriptif di SMA Negeri 1 Tembilahan Indragiri Hilir Riau."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN……….………..i

PERNYATAAN ………ii

KATA PENGANTAR ………...iii

ABSTRAK ………iv

DAFTAR ISI ………v

DAFTAR TABEL ………vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….… 1

B. Rumusan Masalah ……….… 7

C. Defenisi Operasional ……….… 8

D. Tujuan Penelitian ………..… 9

E. Manfaat Penelitian ……… 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Esensi Studi Sejarah dan Posisi Sejarah Lokal……….. 11

B. Pembelajaran Sejarah Lokal dalam Pengajaran Sejarah………. 14

C. Pentingnya Pembelajaran Sejarah Lokal dan Peranannya dalam Integrasi Bangsa………... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian ……… 34

B. Desain Penelitian ………... 34

C. Analisis Data ……… 40

BAB IV TEMUAN dan PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..………..………..………..44

B. Temuan, Analisis dan Pembahasan Masalah………..……….…………49

C. Analisis dan Pembahasan Komponen Sejarah Indragiri Hilir ke dalam Pembelajaran Sejarah Nasional ……….………53

D. Analisis dan Pembahasan Dampak Pembelajaran Sejarah Lokal ……….……….………70

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ………..88

B. Rekomendasi ………..90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(2)
[image:2.595.90.508.210.628.2]

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

Tabel Halaman

II.1. Mata Pelajaran Sejarah Nasional dan Umum Kelas 1………23

II.2. Mata Pelajaran Sejarah Nasional dan Umum Kelas 2………....25

II.3. Mata Pelajaran Sejarah Nasional dan Umum Kelas 3………28

II.4. Bagan Pemikiran Pembelajaran Sejarah Lokal ke dalam Sejarah Nasional...30

III.1 Kisi-Kisi Instrumen ...37

IV.1 Materi Sejarah Indragiri Hilir terkait Pokok Bahasan Sejarah Nasional…...54

IV.2 Pola dan Nilai-Nilai Kepemimpinan Pahlawan Nasional diBandingkan Perjuangan Panglima Besar Tengku Sulung...67

IV.3 Deskripsi Data………71

IV.4 Pengenalan dan Pemahaman Siswa terhadap Sejarah Lokal ... ...72

IV.5 Penerimaan Siswa terhadap Sejarah Lokal ... ...72

IV.6 Pengintegrasian Siswa terhadap Sejarah Lokal ... ...73

IV.7 Pandangan Siswa akan Jiwa Patriotik Tengku Sulung ... ...74

IV.8 Pandangan Siswa akan Jiwa Kepemimpinan Tengku Sulung ... ...75

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa: berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuh karakteriristik manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional itu, hanya satu yang secara tersurat menekankan dimilikinya ilmu pengetahuan, enam lainnya menuntut terwujudnya hasil pendidikan dalam bentuk nilai, sikap, dan prilaku seorang manusia Indonesia. Ini berarti bahwa pendidikan baik melalui jalur sekolah maupun jalur luar sekolah harus bermuara kepada terbentuknya nilai, sikap yang mewujud dalam tingkah laku seseorang. Dengan demikian semua mata pelajaran, termasuk pengajaran sejarah, harus mampu menyumbang terbinanya manusia yang utuh tersebut.

(5)

tujuan pembelajaran sejarah nasional yaitu: mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.

Hal tersebut menuntut perubahan dan pembenahan pembelajaran sejarah yang mencakup berbagai aspek baik aspek metodologis maupun aspek lain yang memang mempengaruhi kualitas pembelajaran sejarah. Robinson (dalam Sjamsuddin (1996: 199)) yang menganggap perlu perubahan dari sejarah lama (the old history) ke sejarah baru (the new history), perubahan ini antara lain berupa sejarah yang berorientasi politik semata ke sejarah yang juga memperhatikan aspek-aspek sosial-ekonomi, budaya, pertanian, psikologi, pendidikan, teknologi, dan sebagainya. The new history berarti lebih luas, dan merupakan sejarah sosial.

Sejalan dengan perubahan paradigma tersebut, juga terjadi dalam pendidikan sejarah (Hasan, 1999:9) sebagai konsekwensi logis adanya pergeseran filsafat dalam pembelajaran sejarah. Hasan berpendapat bahwa perubahan itu mencakup:

(1) Keterkaitan pelajaran sejarah dengan kehidupan sehari-hari.

(2) Pemahaman dan kesadaran akan karakteristik cerita sejarah yang tidak bersifat final.

(3) Perluasan tema sejarah politik dengan tema-tema sejarah sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi.

(6)

masalah-masalah sosial-budaya lainnya mengarah kepada disintegrasi bangsa. Oleh karenanya, materi sejarah berlandaskan rekonstruksi sosial dan paradigma new history membawa siswa belajar sejarah pada lingkungan kehidupan dan kelompoknya

jauh lebih mudah dipahami.

Perubahan tersebut sangat diperlukan mengingat selama ini data empirik mengidentifikasikan bahwa kegiatan pembelajaran sejarah kurang berhasil, tidak menarik, bahkan sering dianggap membosankan. Pelajaran sejarah sering dirasakan sebagai uraian fakta-fakta kering berupa urutan tahun dan peristiwa belaka. Sering terjadi pengulangan pelajaran sejarah yang sama dari SD, SMP sampai ketingkat SMA, bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. Pengajaran sejarah yang sangat didominasi oleh pengajaran hapalan dengan terlalu banyak menekankan pada “chalk and talk” di kelas sangat lemah dalam hal mendorong keterlibatan murid dalam

proses belajarnya. Penekanan pada memorisasi telah mengabaikan usaha mengembangkan kemampuan intelektual yang lebih tinggi sehingga sejarah tidak relevan dengan kebutuhan serta minat siswa, karena sulit dimengerti pada peristiwa sejarah yang terlalu memperhatikan tingkah laku orang dewasa yang ada di luar jangkauan pengalaman siswa. (Partington dalam Widja, 1989: 92).

(7)

yang berada pada lingkungan sekitar dapat disampaikan dengan cara-cara yang bermakna.

Sejalan pemikiran di atas Douch (1967) dan Mahoney (1981) dalam Widja (1998) ia mengatakan bahwa pembelajaran sejarah lokal lebih mudah dihayati oleh peserta didik karena langsung berkenaan dengan lingkungan mereka. Sejarah lokal dapat membawa langsung siswa mengenal masyarakatnya. Selain itu sejarah lokal memiliki peran sebagai upaya pengembangan potensi siswa kearah berfikir aktif dan kreatif serta mampu mengkritisi kejadian atau pristiwa sejarah nasional.

Unsur pendukung usaha pengembangan pembelajaran sejarah lokal ini dapat dilihat dalam ketetapan MPR No. IV/1999 bidang pendidikan tentang pembaharuan sistem pendidikan dan Undang-Undang No. 22/1999 tentang otonomi daerah yang menuntut dilakukannya pembaharuan berupa diverifikasi kurikulum yang memberi kesempatan kepada daerah untuk mengembangkannya dalam rangka melayani keberagaman peserta didik, diverifikasi jenis pendidikan secara professional, dan sesuai dengan kepentingan daerah. (Diknas, 2003:1).

(8)

lebih dari itu, akan mendekatkan siswa dengan lingkungan dan menghindarkan dari keterasingan dengan lingkungannya.

Lampiran Keputusan Menteri P dan K tersebut, menyebutkan tujuan diterapkannya kurikulum muatan lokal itu adalah:

1. Bahan pengajaran akan lebih mudah diserap oleh murid

2. Sumber belajar di daerah dapat lebih mudah dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan

3. Murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan soial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya.

4. Murid dapat meningkatkan pengetahuannya mengenai daerahnya

5. Murid diharapkan dapat menolong orang tuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

6. Murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan disekitarnya

7. Murid menjadi akrab dengan lingkunganya dan terhindar dari keterasingan dengan lingkungannya sendiri.

(Lampran Keputusan Menteri P dan K no. 0412/U1987)

Secara keseluruhan bila diperhatikan tujuan penerapan kurikulum muatan lokal ini maka di dalamnya dapat dilihat dasar-dasar yang menunjang pengembangan pengajaran sejarah lokal. Belajar dari lingkungan setempat membawa anak pada dunia nyata yang dihadapi. Begitupun bahan ajar yang mudah didapat sehingga baik guru maupun siswa dapat memaknai keaadan sekarang berpedoman dari masa lalu sesuai dengan lingkungannya (pembelajaran meaning full learning).

(9)

Penelitian Dadang Supardan (2004: 262) tentang pentingnya pembelajaran sejarah lokal diajarkan dalam mata pelajaran sejarah nasional, terutama untuk mengkritik sejarah Indonesia serta membentuk integrasi bangsa, dalam penelitian yang berjudul: “Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global, Untuk Integrasi Bangsa”. Ia menegaskan

bahwa pembelajaran sejarah lokal, perlu di perkenalkan kepada siswa untuk mengenali identitas kelokalannya maupun menghargai identitas etnis/daerah lain yang ada di Indonesia dengan mempertimbangkan asas belajar dan tahap perkembangan siswa. Pemerintah pusat dan daerah, guru-guru sejarah di lapangan berusaha sekuat-kuatnya mendorong terlaksananya pembelajaran sejarah lokal di sekolah-sekolah. Sejarah lokal dalam posisi ini meliputi materi sejarah keluarga, desa, kelurahan, kecamatan dan seterusnya menjadi penting karena siswa hidup di lingkungan tersebut sampai kepada sejarah bangsa di mana mereka sebagai warganya.

Penelitian Dewi Suhartini (2001), berkenaan dengan pembentukan sikap terhadap siswa SMU Negeri di kota Bandung, dalam ”Minat Siswa terhadap Topik-topik Mata Pelajaran Sejarah dan Beberapa Faktor yang Melatarbelakanginya”,

mengungkapkan bahwa topik-topik pelajaran sejarah nasional dan umum yang cenderung diminati siswa adalah topik-topik yang mengandung cerita-cerita sejarah yang membangkitkan rasa ingin tahu mereka, mengandung nilai-nilai dan semangat perjuangan, dan tidak berkaitan dengan sejarah politik.

(10)

orang-orang, objek, atau situasi di lingkungannya yang berpedoman dari pengalaman masa lampau. Serta kesediaan ikut serta mengambil bagian unsur penting dari belajar sejarah. Sikap seseorang dapat terbentuk melalui intensitas pengalaman atau proses belajar, termasuk belajar menghargai sejarah dan pahlawan (pejuang) di lingkungan tempat mereka berada. Menurut Soedijarto (1998:11) menumbuhkan kesadaran serta menanamkan nilai-nilai melalui pembelajaran sejarah adalah melalui proses penididikan sejarah perjuangan bangsa dalam membentuk sikap dan prilaku. Bertindak serta meneladani nilai-nilai sejarah dan pejuang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, dengan berbuat positif.

Tujuan tersebut dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang baik dengan melibatkan seluruh komponen terkait. Oleh karena itu, penting sekali mengangkat permasalahan ini dengan harapan bisa menumbuhkan sikap siswa untuk dapat menghargai sejarah dan pejuang melalui pembelajaran sejarah lokal ke dalam pembelajaran sejarah nasional.

Berdasarkan gambaran tersebut, maka penulis menetapkan judul penelitian ini adalah Integrasi Pembelajaran Sejarah Lokal ke dalam Pembelajaran Sejarah Nasional untuk Menumbuhkan Sikap Menghargai Sejarah dan Pejuang Indragiri

Hilir.

B. Rumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

(11)

Rumusan masalah tersebut dirinci ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran pembelajaran sejarah lokal sebelum dikaitkan dengan sejarah nasional?

2. Komponen sejarah Indragiri Hilir apakah yang dapat dikaitkan ke dalam pembelajaran sejarah nasional?

3. Bagaimana dampak dari pembelajaran sejarah lokal terhadap kesadaran siswa menghargai sejarah dan pejuang Indragiri Hilir.

C. Definisi Operasional.

(12)

sikap bekerjasama untuk membangun bangsa (Soedijarto, 1998: 11). Sikap menghargai pejuang dikaitkan dengan nilai-nilai perjuangan Panglima Besar Tengku Sulung adalah: sikap keingin-tahuan serta melakukan kegiatan berdasarkan semangat nasionalisme dan patriotik, sikap pantang menyerah, sikap kebersamaan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan, menjunjung tinggi tanggung jawab sebagai pemimpin, berpegang teguh pada norma-norma agama, bijaksana di dalam mengambil keputusan dan menjalankan pemerintahan dengan penuh tanggung jawab, tidak membeda-bedakan orang, pandai dalam mengambil keputusan dan cerdik dalam strategi perang, serta karakter kepemimpinan yang merakyat. (Suwardi. MS, et.al, 1998: 66-75). Untuk membatasi sikap menghargai terhadap pejuang Panglima Besar Tengku Sulung, maka yang dilihat dalam penelitian ini adalah sikap patriotik, sikap kepemimpinan, sikap kehidupan pribadi.

D. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum

(13)

sekitar Proklamasi di Tembilahan) pada pembelajaran sejarah nasional, sehingga siswa menyadari nilai-nilai positif pembelajaran sejarah nasional dan bermakna dalam kehidupannya.

2. Tujuan Khusus.

1. Mengetahui gambaran sebelum pembelajaran sejarah lokal dikaitkan dalam pelajaran sejarah nasional.

2. Untuk mengetahui komponen sejarah Indragiri Hilir yang dapat dikaitkan dalam pembelajaran sejarah nasional.

3. Mengetahui dampak (implikasi) penanaman nilai-nilai sejarah lokal terhadap sikap menghargai sejarah dan pejuang Indragiri Hilir.

E. Manfaat penelitian

(14)
(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2006 dan pelaksanaan observasi awal telah peneliti lakukan pada bulan Agustus 2005. Tempat pelaksanaan penelitian di SMA Negeri 1 Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau pada Kelas XI (sebelas) IPS 1. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan alasan bahwa selama ini pembelajaran sejarah lokal khususnya sejarah Indragiri Hilir di SMA tersebut belum pernah dilakukan. Padahal Riau khususnya Kabupaten Indragiri Hilir menyimpan banyak peristiwa berharga yang patut diajarkan dan dikenalkan kepada anak didik. Akibatnya, siswa dan bahkan guru sejarah banyak yang tidak mengetahui dan mengenal sejarah dan pejuang masyarakat lokalnya.

B. Desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah suatu upaya sistematis dalam menemukan, menganalisis dan menafsirkan bukti-bukti empirik untuk memahami gejala-gejala atau untuk menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan yang terkait dengan gejala itu. Sesuai dengan latar (setting) permasalahan dan fokus penelitian, maka penelitian yang dilakukan ini

(16)

Sudjana dan Ibrahim, 1989: dan Sumanto, 1995). Analisis secara mendalam dilakukan berdasarkan kejadian secara teoritik, setelah dihadapkan fakta yang lengkap dan jelas tentang aspek-aspek yang diteliti dan informasi atau data empiris dilapangan.

(17)

2. Peran Peneliti sebagai Pengumpul Data

Pada penelitian ini peneliti berada pada peran sebagai pengamat dan pengumpul data. Data dikumpulkan melalui pengamatan dengan menggunakan pedoman lembaran observasi dan wawancara (terlampir) terhadap keadaan sebenarnya, sehingga data yang diperoleh bersifat alami (natural). Karena peneliti sekaligus bertindak sebagai pengumpul data maka data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kemudian di interpretasikan.

3. Subjek dan Instrumen Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS.1 dengan jumlah siswa 39 orang dan guru sejarah yang mengajar di kelas itu. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperoleh dari proses pembelajaran sejarah lokal dalam pelajaran sejarah nasional adalah peneliti sendiri dan juga digunakan instrument Skala Sikap Likert yang dikembangkan sendiri oleh peneliti untuk mengukur sikap siswa. Langkah awal sebelum proses penelitian dilaksanakan, peneliti mengembangkan instrumen Skala Sikap Likert. Uji validitas isi instrument dilakukan dengan judgement analisis oleh tiga orang pakar untuk menguji keterbacaan dan isi yang ditimbang oleh tiga pakar sejarah lokal yaitu Suwardi MS, Isjoni Ishak (sejarawan Riau) dan Nana Supriatna.

(18)
[image:18.595.84.522.218.729.2]

Pernyataan-pernyataan yang disusun berdasarkan aspek dan indikator menurut penimbang baik aspek 1 tentang sikap menghargai sejarah lokal dan aspek 2 tentang sikap menghargai pejuang Indragiri Hilir telah sesuai dengan apa-apa yang hendak diketahui, dan susunan redaksional dapat dimengerti. Hasil pertimbangan ketiga pakar tersebut telah terangkum dalam table III.1, dan instrumen penelitian (lihat lampiran).

TABEL. III-1

KISI-KISI INSTRUMEN TENTANG:

SIKAP MENGHARGAI SEJARAH DAN PEJUANG TENGKU SULUNG

Aspek Indikator Ruang Lingkup Instrumen Nomor

item 1. Sikap Menghargai Sejarah Lokal

1.1 Pengenalan & Pemahaman

1.2 Penerimaan

1.3 Pengintegrasi an

1.1.1 Keikutsertaan siswa dalam pembicaraan, usaha mencari tahu informasi tentang sejarah lokal di kelas maupun di luar kelas

1.2.1 Siswa meyakini kebenaran tentang sejarah lokal

1.3.1 Kemampuan siswa menghubungkan peristiwa sejarah lokal dengan sejarah nasional

Skala likert Idem Idem 1-9 10-15 16-19 2. Sikap Menghargai Pejuang Tengku Sulung 2.1 Patriotik 2.2 Kepemimpin an

2.1.1 Siswa tertarik terhadap perjuangan Tengku Sulung yang pantang menyerah

2.1.2 Siswa meyakini kebenaran tentang perjuangan Tengku Sulung tanpa menyerah 2.1.3 Pantang menyerah dalam

membela perjuangan Tengku Sulung 2.2.1 Siswa memahami

kepemim pinan Tengku

Skala likert

Idem

20-25

(19)

2.3 Kehidupan Pribadi

Sulung yang terbuka dan meminta saran maupun pendapat dalam

mengambil keputusan 2.2.2 Kemampuan siswa

meyakini kebenaran dari kepemimpinan Tengku Sulung

2.2.3 Kepastian siswa untuk mengikuti kepemimpinan Tengku Sulung

2.3.1 Siswa tertarik

mempelajari kepribadian Tengku Sulung

2.3.2 Kehidupan pribadi Tengku Sulung dijadikan acuan dalam tindakan dan perbuatan 2.3.3 Kemampuan siswa

mengatasi masalah yang muncul berpedoman dari kepribadian Tengku Sulung

Idem 35-39

Untuk Uji Reliabilitas instrumen dilaksanakan pada kelas lain yang homogen dengan kelas XI IPS.1 yaitu di kelas XI IPS.2. Reliabilitas instrument dihitung menggunakan rumus alpha Cronbach dengan hasil: r = 0,85 yang artinya instrumen penelitian ini memiliki tingkat reliabilitas tinggi.

4. Alur Penelitian

(20)

Tingkat pemahaman nilai-nilai sejarah lokal Indragiri Hilir bagi siswa SMA 1 Tembilahan yang rendah diharapkan dapat diatasi melalui pendidikan (pendidikan formal), khususnya melalui mata pelajaran sejarah lokal di integrasikan dengan Sejarah Nasional. Untuk itu dituntut kemampuan guru dalam menentukan komponen pembelajaran yang tepat, agar dapat menunjang keberhasilan kegiatan pembelajarannya sejarah.

(21)

Skema III.2. Alur Penelitian

C. Analisis Data

1. Skenario proses pembelajaran sejarah lokal Kajian Kurikulum 1994 Mata

Pelajaran Sejarah

Kajian Pustaka tentang Pembelajaran Sejarah Lokal

dan Sejarah Indragiri Hilir

Subjek Penelitian Skenario Pembelajaran

Sejarah Lokal

Observasi Proses Pembelajaran Sejarah Indragiri Hilir

Penyusunan instrumen

Uji coba Instrumen

Pelaksanaan Tes Skala Sikap Wawancara

dengan guru dan siswa

Data

Analisis Data

Pembahasan

(22)

Ada empat tahap yang dilakukan dalam proses pembelajaran sejarah lokal, yaitu: tahap pendahuluan, tahap pembentukan konsep, tahap pemantapan konsep dan evaluasi/tes sikap.

Tahap pendahuluan, satu minggu sebelum masuk pada pembelajaran sejarah lokal, guru memberikan tugas kelompok kepada siswa untuk melakukan observasi (ke perpustakaan dan arsip daerah). Siswa disuruh mencari sumber-sumber tentang sejarah Indragiri Hilir. Kemudian dengan tema yang diberikan kepada masing-masing kelompok yaitu: (1) proses masuk dan berkembang Agama Islam di Riau (khususnya) di daerah Indragiri Hilir, (2) sejarah perjuangan Rakyat Indragiri Hilir di bawah pimpinan Panglima Besar Tengku Sulung melawan Belanda tahun 1858, (3) jasa dan pengorbanan Tengku Sulung serta nilai-nilai apa saja yang dapat diangkat dari perlawanan tersebut, (4) masa revolusi kemerdekaan Indonesia (suasana sekitar proklamasi di Tembilahan). Kemudian masing-masing kelompok membuat laporan hasil diskusi dan disajikan di depan kelas.

Tahap selanjutnya, yaitu tahap pembentukan konsep dalam proses pembelajaran sejarah lokal. Pada tahap ini materi sejarah lokal Perjuangan Panglima Tengku Sulung melawan Belanda dimasukan, dengan panduan dan arahan guru, kemudian siswa ditugaskan untuk mencari hubungan antara perjuangan Indragiri Hilir dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan (Belanda).

(23)

Setelah tiga kali pertemuan diskusi kelas membahas materi sejarah Indragiri Hilir yang menekankan pada aspek nilai-nilai ketauladanan dari perjuangan Tengku Sulung, diadakan tes instrumen skala sikap terhadap sejarah Indragiri Hilir dan perjuangan Panglima Besar Reteh (Tengku Sulung) melawan imprealisme Belanda tahun 1858.

Dilanjutkan dengan tahap pemantapan konsep, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan kemudian guru memberikan penjelasan yang berkaitan dengan sejarah Indragiri Hilir.

2. Tes Skala Sikap dan Wawancara

Tahapan terakhir yaitu melaksanakan tes skala sikap, dan diikuti dengan mengadakan wawancara kepada beberapa siswa (3 orang) tentang sikap siswa terhadap sejarah Indragiri Hilir (pedoman tes dan wawancara terlampir) untuk melihat pengaruh pembelajaran sejarah lokal terhadap pengetahuannya tentang sejarah lokal Indragiri Hilir. Tes skala sikap ini digunakan untuk mengukur sikap siswa setelah pembelajaran sejarah lokal terutama yang berkenaan dengan sikap menghargai sejarah dengan perjuangan rakyat Indragiri Hilir.

3. Analisis Data

(24)

penelitian secara menyeluruh dan memperoleh pemahaman yang diangkat dari hasil analisis data dengan berbagai penjelasan, perbandingan/komparasi, sebab akibat, dan deskripsi

Analisis data dilakukan secara bertahap. Data yang diperoleh selama proses pembelajaran sejarah lokal melalui observasi dan wawancara dianalisis, data yang diperoleh dari tes skala sikap dianalisis secara statistik deskriptif. Kemudian kedua data dibandingkan dan dilihat apakah terdapat hubungan antara kedua data, adakah persamaan atau justru pertentangan atau kontradiksi dalam pandangan berbagai responden.

(25)

88 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini peneliti dapat menarik kesimpulan dan rekomendasi dengan tidak terlepas dari fokus masalah yang telah dirumuskan dalam bab 1 tesis ini. Adapun kesimpulan-kesimpulan dan rekomendasi yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Integrasi pembelajaran sejarah Indragiri Hilir ke dalam sejarah nasional sangat memungkinkan dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas. Mengingat tersedianya sumber-sumber bacaan sejarah lokal, serta media sejarah lokal yang dapat dijadikan alat bantu media pembelajaran tersebut. Guru sejarah dituntut mampu mengemas skenario pembelajaran sejarah lokal yang lebih menekankan pada kreatifitas siswa guna menjadikan pembelajaran yang bermakna.

1. Integrasi pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarah nasional menuntut kemampuan guru:

(26)

lagu-89

lagu daerah Indragiri Hilir yang berhubungan dengan sejarah dan CD perjuangan Tengku Sulung, kliping, dan sebagainya. Evaluasi menggunakan tes maupun nontes untuk melihat peningkatan proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarah nasional.

b. Integrasi pembelajaran sejarah lokal ke dalam pembelajaran sejarah nasional dapat dilakukan dengan baik yaitu guru melakukan identifikasi materi sejarah Indragiri Hilir yang dapat dikaitkan dengan Pokok bahasan dan Subpokok Bahasan kemudian dibandingkan antara materi sejarah lokal dengan materi sejarah nasional dengan mencari persamaan maupun perbedaan kedua materi tersebut, seperti tabel IV.1.

2. Implikasi (dampak) dari integrasi pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarah nasional terhadap sikap siswa menghargai sejarah dan pejuang Tengku Sulung.

(27)

90

menjadi muatan sejarah nasional yang menarik, melibatkan siswa dalam menentukan materi yang relevan dengan sejarah nasional dan dalam proses belajar mengajar.

b. Ketertarikan pada sosok nyata seorang pejuang lokal seperti Panglima Besar Tengku Sulung dalam membela marwah bangsa ketimbang sejarah Indragiri Hilir secara umum terlihat dari hasil tes. Sikap siswa terhadap pejuang Tengku Sulung (patriotik, kepemimpinan, dan kehidupan pribadi) pada umumnya menunjukkan kategori tinggi kecuali pada kehidupan pribadi Tengku Sulung dengan kategori sedang. Disebabkan krisis kepemimpinan yang melanda negeri ini, sehingga sosok pemimpin Panglima Besar Tengku Sulung merupakan figur kepemimpinan yang tak lekang oleh zaman serta patut diteladani.

c. Disarankan kajian materi sejarah lokal yang diberikan lebih menunjukkan bukti atau sosok yang dapat diteladani baik dalam kepemipinan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rekomendasi

Penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas serta usaha-usaha yang dilakukan sebagai berikut:

(28)

91

Dengan memanfaatkan berbagai metode dan pendekatan, menggunakan berbagai alat bantu media pembelajaran, serta evaluasi yang tepat sehingga pembelajaran sejarah menjadi lebih bermakna.

2. Rekomendasi kepala sekolah, pada hakekatnya proses pembelajaran sejarah lokal yang mengangkat nilai-nilai perjuangan sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah memerlukan dukungan dan andil dari kepala sekolah sebagai menejer dan supervisor. Sehingga dengan kesabaran dan ketelatenannya kepala sekolah harus mampu memerankan diri untuk membimbing dan memotivasi guru sejarah dan bidang studi lainnya agar secara serempak membawa visi dan misi yang sama dalam upaya mengenalkan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai sejarah lokal di lingkungan sekolah tersebut.

3. Rekomendasi pembuat kebijakan, khususnya Dinas Pendidikan (Kasubdin kurikulum dan pengajaran) bisa memfasilitasi atau memotivasi guru-guru mengembangkan kompetensi muatan (sejarah) lokal sehingga menjadi pembelajaran lebih bervariasi. Sebagai pemegang kebijakan hendaknya memberikan suatu rambu-rambu dalam menerjemahkan kurikulum yang memberikan bobot lebih dalam upaya menanamkan nilai-nilai sejarah lokal dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Sebagai bukti penghargaan kepada sejarah dan pejuang lokal, pihak pemerintah dan masyarakat hendaknya sangat mendukung terlaksanannya pembelajaran nilai-nilai sejarah lokal di lapangan.

(29)

tokoh-92

tokoh lokal tersebut. Nilai-nilai tersebut hendaknya diteladani agar bisa melangkah kedepan lebih baik, bila berkaca dan belajar dari kegagalan dan keberhasilan sebuah perjuangan.

5. Penelitian ini baru menggambarkan bagaimana upaya pelaksanaan integrasi pembelajaran sejarah lokal ke dalam sejarah nasional untuk menumbuhkan sikap menghargai sejarah dan pejuang Indragiri Hilir, diperlukan penelitian lebih lanjut dan lebih spesifik, khususnya di daerah-daerah lainnya yang memiliki segudang sejarah lokalnya.

(30)
(31)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. (Ed). (1990). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Abdullah, Taufik. (Ed). (1985). Ilmu Sejarah dan Historigrafi Arah dan Perspektif. Jakarta: PT. Gramedia.

Badan Pengembangan Penelitian dan Pembangunan. (2005). Indragiri Hilir dalam Angka. Jakarta: Bali Intermedia.

Collingwood, R.G. (1973). The Idea of History. London: Oxford University Press. Hasan, S.H. (2004). ”Kurikulum Sejarah dan Pendidikan Sejarah Lokal”. Makalah pada Seminar Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: UPI. Hasan, S.H. (1999). ”Pendidikan Sejarah Untuk Membangun Manusia Baru

Indonesia”. Mimbar Pendidikan, 2/XVIII, 4-11.

Haji, Raja Ali. (2000). Gurindam Duabelas (Pengantar dan Keterangan Karya Hasan Yunus). Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.

Ibrahim, Alfian. (1983). Sebuah Catatan Bagaimana Lokalnya Sejarah Lokal. Dalam Panel Sejarah Lokal. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Depdikbud.

Kartodirdjo, Sartono. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam metodologi sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. (1994). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Kurikulum 1994. Mata Pelajaran Sejarah Nasional dan Dunia. Jakarta: Depdikbud.

Lapian, A.B. (1980). ”Memperluas Cakrawala Melalui Sejarah Lokal” dalam Prisma No. 8, Tahun IX, Jakarta: LP3ES.

Lutfi, Muchtar. et al. (1977). Sejarah Riau. Team Penyusunan dan Penulisan Sejarah Riau. Pekanbaru: Universitas Riau Press.

(32)

Moleong, L. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muchtaruddin. (1996). ”Cut Nyak Dien”. Jakarta: Depdikbud.

Nasution. (1998). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Sagimun. (1985). ”Tuanku Imam Bonjol”. Jakarta: Depdikbud.

Semiawan, Conny. et al. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.

Sjamsuddin, Helius. (2001). Pegustian dan Temenggung Akar Sosial, Politik, dan Dinasti. Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906. Jakarta: Balai Pustaka.

Sjamsuddin, Helius. (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta : Depdikbud Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Soedijarto. (1998). “Pengajaran Sejarah Sebagai Wahana Pendidikan Nilai dan Sikap”. Simposium Pengajaran Sejarah (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Depdikbud.

Soedjatmoko. (1976). ”Kesadaran Sejarah dan Pembangunan” dalam Prisma (Penerbit Khusus) No. 7, Tahun V. Jakarta: LP3ES.

Suhartini, Dewi. (2001). Minat Siswa Terhadap Topik-Topik Mata Pelajaran Sejarah dan Beberapa Faktor yang Melatarbelakanginya. Thesis pada SPs Bandung: tidak diterbitkan.

Supardan, Dadang. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global, Untuk Integrasi Bangsa. Disertasi Doktor pada SPs Bandung: tidak diterbitkan.

Sutjiatiningsih, Sri. (1995). Pengajaran Sejarah Kumpulan Makalah Simposium. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Suwardi. et al. (1998). Sejarah Perjuangan Panglima Besar Reteh Tengku Sulung Melawan Belanda Tahun 1858. Pekanbaru: Universitas Riau Press.

Syafrizal. (2002). ”Pengajaran Sejarah Lokal: Sejarah Kontemporer Sumatra Barat Sebagai Perbandingan” dalam Historia: Jurnal Pendidikan Sejarah, No. 5, Vol. III. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

(33)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.

Widja, I Gde. (2002). Menuju Wajah Baru Pendidikan. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

Widja, I Gde. (1998). Sejarah Lokal Perspektif dalam Pengajaran sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Wiriaatmadja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional dan Global. Bandung: Historia Utama Press.

Wallen, Norman. dan Fraenkel, Jack R. (1990). How To Design And Evaluate Research In Education. Singapore: Mc Graw- Hill, inc.

Yamin, Muhammad. (1945). Dipanegara. Djakarta: Penerbit Pembangunan. Zainul, Asmawi. (2004). ”Penerapan Assesmen Alternatif dalam Pembelajaran

Gambar

Tabel
TABEL. III-1 KISI-KISI INSTRUMEN TENTANG:

Referensi

Dokumen terkait

Kata urgensi menjadi sangat penting sekali keberadaan dalam proposal ini, dengan berbagai kekhawatiran diatas itulah kemudian bidang Perkaderan Pimpinan Wilayah

SELAIN GENDHONG PITU MASIH BANYAK LAGI IRAMA YANG BIASANYA TERDENGAR / SAAT. WARGA DESA USAI MELAKUKAN PANEN RAYA // IRAMA MERDU YANG DIHASILKAN DARI GEJOG LESUNG / KINI

PENGARUH MOD EL D IRECT INSTRUCTION D AN MOD EL KOOPERATIF TERHAD AP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN PERMAINAN SEPAKBOLA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

Hasil FGD dengan pakar juga diperoleh rumusan formula penentuan bobot sks yakni bobot sks mata kuliah dihitung berdasarkan bobot mata kuliah (bersumber dari keluasan dan kedalaman

DPKP07.05/POKJA~KONSULTAN/XI/2012 tanggal 09 Nopember 2012 untuk pekerjaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Jaringan Irigasi Kecamatan Pelabai,. Lebong Atas

PEilERINTAH KABUPATEH LEBONI,. UNIT LAYAIUAN PfhlGADAAhl

• Kapasitas anak untuk menyesuaikan diri terhadap masalah tergantung pada perasaan aman yang diperoleh dari lingkungan keluarga.. • Kompensasi yang dapat diungkapkan