DAFTAR PUSTAKA
Casavera. 2008. Mudah Mengisi SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Pajak. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2007, tentang perubahan Ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak. Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
Fidel. 2008. Pajak Penghasilan. Jakarta: KKPF-SMART
Ilyas, Suhartono. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Mardiasmo. 2009. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Andi Offset.
Pandiangan, Liberty. 2002. Pemahaman Praktis Undang – Undang Perpajakan
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Suandy, Erly. 2009. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
BAB III
URAIAN TEORITIS DAN GAMBARAN DATA PRAKTIK A. Uraian Teoritis
1. Pengertian Pajak
Menurut Andriani dalam Pandiangan (2002:1) Pajak adalah iuran kepada kas
negara yang dapat dipaksakan yang dapat terhutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan - peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat
langsung ditujukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran -
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintah.
Menurut Soeparman Soemahamidjaya dalam Suandy (2009:9) Pajak adalah
iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
norma - norma hukum guna menutupi biaya produksi barang - barang dan jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Menurut Rochmat Soemitro dalam Waluyo (2010:3) Pajak adalah iuran
kepada kas negara berdasarkan Undang - Undang yang dapat dipaksakan dengan
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri yang
melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang serta aturan pelaksanaannya yang
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontrapestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public
investment.
5. Pajak dapat pula menpunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
1.1 Fungsi Pajak
Pajak yang dikenakan kepada masyarakat dalam Fidel (2008:3) mempunyai 2
(dua) fungsi, yaitu :
a. Fungsi Finansial (Budgeter)
Fungsi pajak adalah untuk mengumpulkan dana yang diperlukan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran belanja Negara guna kepentingan dan keperluan
seluruh masyarakat. Tujuan ini disebut revenue adequacy, yaitu bahwa
pemungutan pajak tersebut ditujukan untuk mengumpulkan penerimaan yang
memadai atau yang cukup untuk membiayai belanja Negara.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Sebenarnya fungsi mengatur adalah tujuan agar memberikan kepastian hukum.
Terutama dalam menyusun undang – undang pajak senantiasa perlu diusahakan,
agar ketentuan yang dirumuskan jangan sampai dapat menimbulkan interpretasi
1.2 Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:5) pajak dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
a. Menurut golongannya
1. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
b. Menurut sifatnya
1. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
c. Menurut lembaga pemungutnya
1. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
2. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
a. Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor.
b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak
Hiburan.
1.3 Subjek Pajak
Menurut Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat 1, yang
termasuk ke dalam subjek PPh meliputi : Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT). Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri .
a. Subjek pajak dalam negeri adalah :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia;
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. Kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria :
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan;
b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Subjek pajak luar negeri adalah :
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; dan
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dapat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. pertambangan dan penggalian sumber alam;
h. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
i. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
j. gudang;
k. ruang untuk promosi dan penjualan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Menurut Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 3, yang tidak
termasuk subjek pajak adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat – pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat – pejabat lain
dari negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbale balik;
c. organisasi – organisasi internasional dengan syarat :
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat – pejabat perwakilan organisai internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
1.4 Objek Pajak
Menurut Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat 1, yang
menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang – Undang Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan
sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang
bersangkutan; dan
5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang yang
mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
2. Pajak Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak penghasilan (PPh) adalah suatu pungutan resmi menurut undang –
undang yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak untuk kepentingan negara bagi
masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang
harus dilaksanakan dan diatur dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1991, diubah
lagi dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1994, diubah lagi dengan Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan Undang – Undang Nomor
36 Tahun 2008.
2.1 Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Pajak penghasilan didasarkan atas peralihan kekayaan dari sektor publik
(pribadi) tanpa jasa timbal (kontraprestasi) yang ditunjuk langsung dan digunakan
untuk pengeluaran negara berdasarkan kepentingan umum. Pajak penghasilan
merupakan salah satu dari sumber pajak yang dikelola oleh negara sebagai salah satu
sumber keuangan bagi kas negara.
Berdasarkan Undang – Undang Pajak Penghasilan (2008), pajak penghasilan
dalam negeri berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti
dinyatakan dalam undang – undang pajak penghasilan.
Pengenaan di dalam pajak penghasilan orang pribadi tersebut harus dapat
dibayar melalui kantor – kantor yang telah ditetapkan dan tidak mungkin dapat
dibebankan kepada orang lain.
Dari uraian tersebut diatas pegawai tetap wajib pajak orang pribadi yang
meliputi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI atau POLRI, karyawan
Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, para penerima pensiun, tunjangan hari tua,
tabungan hari tua. Bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI atau
POLRI dan pensiun yang menerima pajak penghasilan pasal 21 bersifat final.
2.2 Sanksi – Sanksi Perpajakan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Sanksi perpajakan bagi wajib pajak orang pribadi diatur dalam Undang –
Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 13. Adapun sanksi tersebut dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Denda sebesar (Pasal 7 ayat 1 UU KUP)
a) Rp 100.000,00 apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak
disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu,
b) Rp 100.000,00 apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan orang
pribadi tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas
waktu, yaitu paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c) Rp 1.000.000,00 apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Badan
tidak disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu, yaitu paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2. Bunga sebesar (Pasal 9, 13, dan 14 UU KUP)
a) 2 % sebulan untuk selama – lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar dalam hal :
- Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar
sebelum dilakukannya pemeriksaan.
- PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan/atau dari
hasil penelitian Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
- Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Keputusan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain.
- Perhitungan sementara pajak yang terutang dari jumlah pembayaran
pajak yang sebenarnya terutang akibat diberikan izin penundaan
b) 2 % sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c) 48 % dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal Wajib
Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d) 2 % sebulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai
dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan apabila pembayaran
atau penyetoran terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah
jatuh tempo pembayaran atau penyetoran.
3. Kenaikan sebesar (Pasal 13 Ayat 1 Huruf b dan c UU KUP)
a) 50 % (lima puluh persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar
dalam satu Tahun Pajak;
b) 100 % (seratus persen) dari jumlah PPh yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c) 100 % (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang bayar.
b. Sanksi Pidana Wajib Pajak Orang Pribadi
1. Karena alpa (Pasal 38 UU KUP)
b) Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah yang pertama kali sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar,
atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1
(satu) tahun.
2. Dengan sengaja wajib pajak orang pribadi (Pasal 39 UU KUP)
a) Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak;
b) Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak;
c) Tidak menyampaikan SPT;
d) Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau
tidak lengkap;
e) Menolak untuk dilakukan pemerksaan;
f) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah – olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan
g) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya;
h) Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia; atau
i) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2.3 Cara Perhitungan PPh Orang Pribadi
a. Perhitungan PPh Orang Pribadi Karyawan
Adapun perhitungan PPh tahunan bagi orang pribadi karyawan adalah sebagai
berikut :
1. Bagi WP OP yang berstatus sebagai karyawan, maka laporan pajaknya
2. SPT 1770-SS digunakan untuk karyawan yang mempunyai gaji dan
tunjangan semata – mata dari satu pemberi kerja dengan jumlah tidak
melebihi Rp 60 juta dan penghasilan lain yang bersifat final;
3. Apabila karyawan mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja atau
penghasilannya melebihi Rp 60 juta atau mempunyai penghasilan lain yang
tidak bersifat final, wajib menggunakan formulir 1770-S;
4. Perhitungan PPh dalam SPT tersebut menggunakan data utama yaitu bukti
potong PPh Pasal 21 berupa 1721-A1 dari perusahaan atau 1721-A2 dari
instansi. Pindahkan data dari penghasilan neto dari bukti potong tersebut.
Selanjutnya kurangi dengan PTKP dan hitung pajaknya. Setelah itu kurangi
dengan pajak yang telah dipotong dalam 1721-A1 atau 1721-A2;
5. Hitung penghasilan neto dengan cara penghasilan bruto dikurangi dengan
pengurang atau biaya. Pengurangnya adalah iuran pensiun/THT yang berasal
dari gaji dan biaya jabatan. Sementara itu penghasilan lain – lain, seperti
dividen, komisi atau hadiah pengurangnya adalah biaya yang terkait dengan
perolehan penghasilan tersebut;
6. Jumlah seluruh penghasilan neto (termasuk penghasilan isteri yang digabung
dan penghasilan anak yang belum dewasa);
7. Hitung penghasilan kena pajak dengan cara penghasilan neto dikurang
8. PPh yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena
Pajak (PKP) dengan tarif pasal 17 UU PPh.
b. Perhitungan PPh Orang Pribadi Usaha
Adapun penghitungan PPh Tahunan bagi orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha sebagai berikut :
1. Penghasilan final tidak dihitung lagi dalam SPT Tahunan karena sifatnya
final dan sudah dipotong pada saat penerimaan penghasilan tersebut, hanya
dilaporkan dalam SPT Tahunan;
2. Jenis SPT untuk Wajib Pajak orang pribadi lapangan usaha adalah Formulir
1770;
3. Penghasilan yang melebihi omset Rp 4.800.000.000,00 harus membuat
pembukuan, sedangkan penghasilan yang tidak melebihi omset Rp
4.800.000.000,00 menggunakan norma penghitungan dan tidak harus
menggunakan pembukuan;
4. Dalam menghitung penghasilan neto dengan cara penghasilan bruto
dikurangi dengan pengurang atau biaya. Pengurang untuk wajib pajak
usahawan adalah biaya – biaya usaha yang terkait dengan usaha seperti biaya
pegawai, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya penyusutan atau biaya
sewa. Perhatikan juga dalam biaya ini, biaya yang dapat dibebankan dan
biaya yang tidak dapat dibebankan;
6. Hitung Penghasilan Kena Pajaknya (PKP). PKP diperoleh dari total
penghasilan neto dikurangi dengan zakat atau usaha, kompensasi kerugian
dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
7. Kemudian hitung pajak terutang dengan cara mengalikan PKP dengan tarif
pasal 17.
c. Contoh Soal Perhitungan PPh Orang Pribadi
Bapak Rama Silalahi seorang pegawai pada perusahaan PT Maju Bersama,
menikah tanpa anak. Memperoleh gaji sebulan Rp 2.000.000,00. PT Maju Bersama
mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing – masing 0,5% dan 0,3%
dari gaji. PT Maju Bersama menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar
3,7% dari gaji sedangkan Rama Silalahi membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar
2% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Maju Bersama juga mengikuti program
pensiun untuk pegawainya. PT Maju Bersama membayar iuran pensiun untuk Rama
Silalahi ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Rama Silalahi membayar iuran
pensiun sebesar Rp 50.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Gaji Sebulan Rp 3.500.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 17.500,00
Premi Jaminan Kematian Rp 10.500,00
Penghasilan Bruto Rp 3.528.000,00
Pengurang :
1. Biaya Jabatan
5 % x Rp 3.528.000,00 Rp 176.400,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 70.000 ,00 +
Rp 296.400,00
Penghasilan neto sebulan Rp 3.231.600,00 _
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 3.231.600,00 Rp 38.779.200,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000 ,00
- tambahan WP kawin Rp 2.025.000,00
+
Rp 26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 12.454.200,00 -
Pembulatan Rp 12.454.000,00
PPh terutang :
5 % x Rp 12.454.000,00 Rp 622.710,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Perpajakan dalam Mardiasmo (2009:144) pengenaan tarif pajak atas
penghasilan memiliki lapisan – lapisan Penghasilan Kena Pajak, yang diatur dalam
Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 1 adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5 %
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15 %
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25 %
di atas Rp 50.000.000,- 30 %
Dalam penghitungan pajak penghasilan juga diatur tentang Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). PTKP merupakan kebijaksanaan pemerintah untuk meringankan
beban wajib pajak di dalam menentukan atau menghitung besarnya penghasilan kena
pajak sehingga besarnya jumlah utang pajak penghasilan tidak merugikan dan
memberatkan.
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun pajak 2013
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak disesuaikan menjadi sebagai
berikut :
1 Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib
Pajak orang pribadi;
2 Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
3 Rp 24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
denga
4 Rp 2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga.
3. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi adalah surat yang
digunakan oleh wajib pajak orang pribadi untuk melaporkan identitas diri, harta,
kewajiban/utang, penghasilan dan penghitungan serta pembayaran pajak setiap tahun.
Fungsi SPT Tahunan PPh orang pribadi adalah sebagai sarana wajib pajak untuk
menetapkan sendiri besarnya pajak yang terutang, dengan cara :
3.1 Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya;
3.2 Melaporkan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu tahun
pajak/bagian tahun pajak;
3.3 Melaporkan pemotongan/pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain
3.4 Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek
pajak;
3.5 Melaporkan harta dan kewajiban.
Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi terdapat beberapa
jenis. Adapun jenis – jenis SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah :
a. FORMULIR SPT TAHUNAN 1770 diisi oleh orang pribadi yang memiliki
sumber penghasilan dari usaha dan/atau pekerjaan bebas.
b. FORMULIR SPT TAHUNAN 1770S diisi oleh orang pribadi yang memiliki
sumber penghasilan dari satu pemberi kerja (sebagai karyawan) atau lebih
dan/atau penghasilan lainnya yang bukan dari usaha atau pekerjaan bebas.
c. FORMULIR SPT TAHUNAN 1770SS diisi oleh orang pribadi yang memiliki
sumber penghasilan dari hanya satu pemberi kerja yang jumlah bruto penghasilan
setahun tidak melebihi Rp 60.000.000 dan tidak mempunyai penghasilan lainnya
kecuali dari bunga bank dan bunga koperasi.
Pasal 3 Ayat (6) UU KUP
Yang wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan warisan yang belum
dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Wajib pajak tersebut antara
lain :
a. Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
b. Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
modal dan lain – lain.
c. Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan, dan atau yang memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan lebih dari satu
pemberi kerja.
d. Kuasa warisan yang belum terbagi.
e. Pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI dan pegawai
BUMN/BUMD sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1986.
f. Warga negara Indonesia yang bekerja pada Perwakilan Negara Asing dan
Perwakilan Organisasi Internasional.
g. Orang Asing yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau orang yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
h. Masing – masing suami isteri yang dikenakan Pajak Penghasilan secara
terpisah dalam hal suami isteri telah hidup berpisah.
i. Dikehendaki secara tertulis oleh suami/isteri berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan.
Dengan demikian suami maupun isteri wajib memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) sendiri dikecualikan dari kewajiban untuk menyampaikan SPT
penghasilan netonya tidak melebihi jumlah penghasilan tidak kena pajak. Pasal 2 ayat
1 huruf a dan c, Pasal 2A ayat (1) UU PPh dan Pasal 3 ayat (8) UU KUP.
B. Gambaran Data Praktik
1. Penetapan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
Adapun pengertian dari Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang
meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Mengingat tujuan dan peranan daripada surat ketetapan pajak, maka bentuk
dari surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorak Jenderal Pajak (DJP)
dapat bermacam – macam tergantung dari hasil pemeriksaan dan penelitian terhadap
surat pemberitahuan. Adapun bentuk atau macam dari penetapan dan ketetapan pajak
dalam Waluyo dan Ilyas (2003) adalah sebagai berikut :
1.1 Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat tagihan pajak adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan
pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
1.2 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat ketetapan pajak kurang bayar adalah surat ketetapan pajak yang
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
1.3 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan adalah surat ketetapan pajak yang
diterbitkan untuk menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan dalam SKPKBT.
1.4 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat ketetapan pajak lebih bayar adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan
untuk menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
1.5 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat ketetapan pajak nihil adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
1.6 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Surat pemberitahuan pajak terutang adalah surat yang diterbitkan oleh DJP
untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak.
Adapun gambaran data tentang banyaknya jumlah Surat Ketetapan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi/Badan yang telah dikeluarkan pada tahun 2010 dan tahun
TABEL 1
LAPORAN PENETAPAN PAJAK DI KPP PRATAMA BINJAI
TAHUN 2010 – 2012 JENIS
PENETAPAN 2010 2011
STP 8.234 4.433
SKPKB 74 102
SKPKBT - -
SKLB 3 6
SKPN 62 157
JUMLAH 8.373 4.698 Sumber : KPP Pratama Binjai, 2013
Dalam penetapan pajak terdapat daluwarsa penetapan. Daluwarsa penetapan
merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan undang – undang untuk dapat
menerbitkan surat ketetapan pajak atas utang pajak wajib pajak, yang tujuannya tidak
lain agar wajib pajak memperoleh kepastian hokum atas utang pajaknya.
2. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
Menurut Casavera dalam bukunya yang berjudul “Mudah Mengisi SPT
Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi”, wajib pajak dapat dikelompokkan menjadi
2.1 Wajib Pajak Orang Pribadi
Wajib pajak orang pribadi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Wajib Pajak PPh Orang Pribadi Karyawan
Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih
pemberi kerja dari dalam negeri (atau bekerja sebagai karyawan).
Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja sebagai karyawan atau mendapat
penghasilan yang dikenakan PPh final, wajib melaporkan besar pajak
Tahunan yang terutang menggunakan formulir 1770S. Pemajakan PPh orang
pribadi karyawan dalam (Ilyas dan Suhartono, 2007:142) adalah sebagai
berikut :
1. Pemajakan PPh orang pribadi secara umum akan dikenakan kepada suami
sebagai satu kesatuan dalam keluarga. Sehingga orang pribadi yang wajib
mempunyai NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan maupun SPT Masa
adalah suami.
2. Apabila suami bekerja sebagai karyawan dan tidak melakukan pekerjaan
bebas/usaha, sedangkan isterinya melakukan kegiatan usaha/pekerjaan
bebas, maka wajib pajak tersebut melakukan kegiatan usaha sehingga
wajib mengisi formulir 1770.
3. Oleh karena itu pemajakan orang pribadi karyawan (1770S) akan
diterapkan apabila orang pribadi beserta isterinya menerima penghasilan
Jenis penghasilan orang pribadi karyawan/ yang tidak melakukan kegiatan
usaha antara lain :
1. Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan
2. Penghasilan dalam negeri lainnya (tidak termasuk penghasilan yang telah
dikenakan PPh bersifat final), antara lain : bunga, deviden, royalti, sewa,
penghargaan dan hadiah, keuntungan penjualan/pengalihan harta dan lain
– lain.
Penghasilan yang dikenakan PPh final Pasal 4 (2), antara lain :
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanha dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
b. Wajib Pajak PPh Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha
Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas (wirausaha) yang menyelenggarakan pembukuan dan
norma penghitungan penghasilan neto. Wajib pajak OP dengan usaha bebas
wajib melaporkan besarnya pajak menggunakan formulir 1770. Klasifikasi
Lapangan Usaha wajib pajak OP ini adalah industri, dagang dan jasa.
Pemajakan PPh orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dalam (Ilyas
dan Suhartono, 2007:130) adalah sebagai berikut :
1. Pemajakan PPh orang pribadi secara umum akan dikenakan kepada suami
sebagai satu kesatuan dalam keluarga. Sehingga orang pribadi yang wajib
mempunyai NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan maupun SPT Masa
adalah suami.
2. Apabila suami bekerja sebagai karyawan dan tidak melakukan pekerjaan
bebas/usaha, sedangkan isterinya melakukan kegiatan usaha/pekerjaan
bebas, atau sebaliknya maka wajib pajak tersebut melakukan kegiatan
usaha sehingga wajib mengisi formulir 1770.
3. Oleh karena itu pemajakan orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
(1770) akan diterapkan apabila orang pribadi atau isterinya menerima
penghasilan yang salah satunya melakukan kegiatan usaha.
Jenis penghasilan orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha antara lain :
1. Penghasilan sehubungan usaha dagang, industri, dan jasa
3. Penghasilan dalam negeri lainnya (tidak termasuk penghasilan yang telah
dikenakan PPh bersifat final), antara lain : bunga, dividen, royalti, sewa,
penghargaan dan hadiah, keuntungan penjualan/pengalihan harta dan lain
– lain.
Penghasilan yang dikenakan PPh final Pasal 4 (2), antara lain :
1. Bunga deposito/tabungan/simpanan
2. Penjualan saham di Bursa Efek
3. Hadiah undian
4. Pesangon, tunjangan hari tua dan tebusan pensiun yang dibayar
sekaligus
5. Honorarium atas beban APBN/APBD
6. Nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
7. Sewa atas tanah dan atau bangunan
8. Penghasilan lain yang dikenakan pajak bersifat final
Adapun gambaran data tentang banyaknya jumlah wajib pajak orang pribadi
dan penerimaan pajak tahun 2010 sampai tahun 2012 di Kantor Pelayanan Pajak
TABEL 3
LAPORAN PENERIMAAN PAJAK PASAL 17 PADA KPP PRATAMA BINJAI
TAHUN 2010 SAMPAI 2012 Klasifikasi
Jenis Usaha
Penerimaan Pajak (Rupiah)
2010 2011 2012
Indutri 379.141.283 453.805.914 424.745.642
Dagang 1.662.198.599 2.240.396.123 1.848.523.967
Jasa 834.618.960 1.298.933.610 964.410.019
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
Dari data yang telah disajikan secara menyeluruh yang diperoleh selama
penelitian akan dilakukan analisa terhadap setiap data dan fakta yang didapat melalui
penelitian yang telah penulis lakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
A. Penetapan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
Dari data yang terdapat pada tabel 1, berdasarkan pemeriksaan dan penelitian
Surat Pemberitahuan (SPT) pada tahun 2010 Surat Tagihan Pajak (STP) yang masuk
adalah sebanyak 8234 dan tahun 2011 menurun sebesar 3801 menjadi 4433. Dan juga
dapat kita ketahui bahwa dari tahun 2010 sampai tahun 2011 jumlah Wajib Pajak
yang patuh meningkat.
Jika di tahun 2010 ada sebanyak 74 jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB), pada tahun 2011 meningkat sebanyak 28 menjadi 102 jumlah Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Hal ini diakibatkan Wajib Pajak dalam
menyetorkan pajaknya masih kurang bayar dibandingkan pajak yang sebenarnya yang
harus dibayarkan.
Sedangkan untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
pada tahun 2010 sampai tahun 2011 tidak ada. Untuk Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) dari tahun 2010 sampai tahun 2011, terjadi peningkatan sebanyak 3.
Jika pada tahun 2010 jumlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) sebanyak
3, sedangkan untuk tahun 2011 meningkat menjadi 6. Hal tersebut dikarenakan masih
Sedangkan jumlah Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dari tahun 2010
sampai pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 95. Jika di tahun 2010 ada 62
jumlah SKPN, di tahun 2011 meningkat menjadi 157.
B. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi
1. Industri
Wajib Pajak orang pribadi yang bergerak di bidang industri dalam melaporkan
pajaknya menggunakan Formulir SPT 1770. Jika omset penghasilan melebihi Rp 4,8
Milyar harus membuat atau menyelenggarakan pembukuan. Sedangkan Wajib Pajak
yang omsetnya kurang dari atau tidak melebihi Rp 4,8 Milyar, tidak diwajibkan untuk
membuat pembukuan tetapi dengan menggunakan norma perhitungan. Bila pajak
yang dilaporkan tidak benar, maka petugas pajak dapat mengeluarkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) menurut hasil pemeriksaan.
2. Dagang
Wajib Pajak orang pribadi yang bergerak di bidang perdagangan dalam
melaporkan pajaknya menggunakan Formulir SPT 1770. Jika omset penghasilan
melebihi Rp 4,8 Milyar harus membuat atau menyelenggarakan pembukuan.
Sedangkan Wajib Pajak yang omsetnya kurang dari atau tidak melebihi Rp 4,8
Milyar, tidak diwajibkan untuk membuat pembukuan tetapi dengan menggunakan
norma perhitungan. Bila pajak yang dilaporkan tidak benar, maka petugas pajak dapat
3. Jasa
Wajib Pajak orang pribadi yang bergerak di bidang jasa dalam melaporkan
pajaknya menggunakan Formulir SPT 1770. Jika omset penghasilan melebihi Rp 4,8
Milyar harus membuat atau menyelenggarakan pembukuan. Sedangkan Wajib Pajak
yang omsetnya kurang dari atau tidak melebihi Rp 4,8 Milyar, tidak diwajibkan untuk
membuat pembukuan tetapi dengan menggunakan norma perhitungan. Bila pajak
yang dilaporkan tidak benar, maka petugas pajak dapat mengeluarkan Surat
Ketetapan Pajak (SKP) menurut hasil pemeriksaan.
4. Karyawan
Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja sehingga pajak terutangnya
langsung dipotong oleh pemberi kerja.
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 3, bahwa penerimaan pajak
penghasilan yang terbesar dari Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) adalah dari bidang
perdagangan., yaitu sebesar Rp 1.662.198.599 (tahun 2010), Rp 2.240.396.123 (tahun
2011), dan Rp 1.848.523.967 (tahun 2012). Lalu dalam bidang jasa, yaitu sebesar Rp
834.618.960 (tahun 2010), Rp 1.298.933.610 (tahun 2011), dan Rp 964.410.019
(tahun 2012). Dan yang paling terkecil adalah dari bidang industri, yaitu sebesar Rp
379.141.283 (tahun 2010), Rp 453.805.914 (tahun 2011), dan Rp 424.745.642 (tahun
2012). Untuk penerimaan pajak penghasilan Orang Pribadi (Karyawan) di KPP
Pratama Binjai termasuk di jasa.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa Klasifikasi Lapangan
meningkat. Hal ini dikarenakan dilakukannya penghimbauan terhadap Wajib Pajak
dalam hal membayar pajak. Juga pada tahun tersebut terdapat banyak proyek yang
dilakukan oleh Wajib Pajak pada KPP Pratama Binjai yang rata – rata proyek adalah
kontraktor, dimana kontraktor termasuk dalam bidang jasa.
Dan pada tahun 2011 sampai 2012 penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)
menurun. Hal ini disebabkan kondisi krisis ekonomi global. Krisis itu membuat
aktivitas ekspor impor menurun yang selanjutnya tidak memaksimalkan penerimaan
pajak. Ada sejumlah Wajib Pajak dalam pembayaran pajaknya menurun. Penurunan
inilah yang menyebabkan pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2012 tidak sebesar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang ditulis pada bab sebelumnya, penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Adapun prosedur dan tata cara Penetapan dan Pengenaan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Orang Pribadi adalah :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi mengisi sendiri SPT Tahunannya.
c. Setelah mengisi, Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunannya kepada petugas.
d. Petugas pajak memproses data – data yang terdapat pada SPT wajib pajak
dan mengklasifikasikannya sesuai dengan sumber penghasilannya baik
lapangan usaha atau karyawan dan sesuai peraturan Direktorak Jenderal
Pajak (DJP).
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai bekerjasama dengan Kanwil DJP
SUMUT I untuk mencari data, sehingga pencarian data menjadi efektif, apabila
data yang diterima belum mencukupi maka petugas pajak bisa melakukan
pencarian data yang diperlukan. Perkembangan jumlah Wajib Pajak Orang
Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Binjai sejak tahun 2010 sampai tahun 2012
disebabkan masih banyaknya wajib pajak yang belum melaporkan SPT ke Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi munculnya masalah dalam penetapan dan
pengenaan PPh orang pribadi yaitu :
a. Masih banyak masyarakat yang kurang mengerti atau paham secara
menyeluruh tentang pajak dan manfaatnya bagi negara dan masyarakat.
b. Masih belum meratanya penyuluhan yang diberikan Petugas Pajak kepada
masyarakat tentang pajak.
c. Masih ada masyarakat yang memanipulasi data – data yang dilaporkan ke
KPP Pratama dengan tujuan memperkecil beban pajaknya.
B. Saran
Secara ringkas penulis telah menguraikan beberapa sebab – sebab wajib pajak
tidak memenuhi atau mematuhi kewajiban perpajakan, dari uraian tersebut penulis
memberi saran – saran sebagai berikut :
1. Untuk mempermudah wajib pajak harus diberikan penyuluhan dan
pendidikan yang khusus oleh fiskus tentang pelaksanaan pajak yang terutang.
2. Melakukan pendataan ulang wajib pajak yang tidak melaporkan pajak
terutangnya dari peredaran usahanya.
3. Melakukan kegiatan penyuluhan dalam memberikan informasi mengenai
kewajiban membayar, melaporkan pajak terutangnya dengan lebih intensif
4. Wajib pajak harus menjunjung tinggi dan bertanggung jawab secara pribadi
penuh untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan mekanisme
yang ada agar terhindar dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.
5. Bagi wajib pajak yang dengan sengaja mengurangi jumlah pajak terutangnya,
dan terlambat dalam menyampaikan SPT serta melanggar Undang – Undang
Perpajakan, sebaiknya ditindak secara tegas dengan memberi sanksi yang
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
Berdasarkan sumber dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai,
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai didirikan pada tanggal 1 April 1994,
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
94/KMK-01/1994 tanggal 29 Maret 1994, dengan wilayah kerja sebagai berikut :
1. Kotamadya Binjai
2. Kabupaten Langkat
3. Kabupaten Deli Serdang
3.1 Kec. Labuhan Deli
3.2 Kec. Sunggal
3.3 Kec. Pancur Batu
3.4 Kec. Hamparan Perak
3.5 Kec. Sibolangit
3.6 Kec. Kutalimbaru
Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama
Binjai yang artinya KPP Pratama Binjai telah menjadi KPP Modern dimana
pelayanan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai
memiliki wilayah kerja yang meliputi 26 kecamatan, antara lain sebagai berikut :
1. Kota Binjai
1.1 Kec. Binjai Timur
1.2 Kec. Binjai Kota
1.3 Kec. Binjai Utara
1.4 Kec. Binjai Barat
1.5 Kec. Binjai Selatan
2. Kabupaten Langkat
2.1 Kec. Pangkalan Susu
2.2 Kec. Gebang
2.3 Kec. Hinai
2.4 Kec. Secanggang
2.5 Kec. Sawit Sebrang
2.6 Kec. Babalan
2.7 Kec. Sei Lepan
2.8 Kec. Stabat
2.9 Kec. Sirapit
2.10 Kec. Tanjung Pura
2.12 Kec. Pematang Jaya
2.13 Kec. Brandan Barat
2.14 Kec. Kuala
2.15 Kec. Selese
2.16 Kec. Bahorok
2.17 Kec. Kutambaru
2.18 Kec. Padang Tualang
2.19 Kec. Sei Bingai
2.20 Kec. Batang Serangan
2.21 Kec. Salapian
Seiring perubahan organisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak,
pelayanan Perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kota Binjai telah
diserahkan Pemerintah Daerah terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013.
B. Lokasi Geografi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di Jalan Jambi Nomor
1 Rambung Barat, Binjai Selatan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ini
mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib
Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Pajak Tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan
perundang - undangan yang berlaku.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai dikepalai oleh seorang Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terdiri atas Kepala Kantor, Sub Bagian Umum,
dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing – masing seorang kepala seksi agar
dapat lebih jelas dan transparan tentang keadaan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Binjai. Maka disini, penulis akan menggambarkan tentang struktur
organisasi.
C. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
Struktur organisasi adalah wadah bagi sekelompok orang yang bekerjasama
dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Struktur organisasi sangat
penting untuk terlaksanakan fungsi pengorganisasi dengan baik sebab dengan adanya
struktur organisasi akan terlihat jelas tugas dan wewenang dari setiap bagian yang
terdapat dalam hierarki organisasi dan akan memudahkan setiap karyawan untuk
menjalankan tugas dan fungsinya.
Dalam melaksanakan tugas, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai memiliki
fungsi :
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,
penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
4. Penyuluhan perpajakan;
5. Pelaksanaan registrasi wajib pajak;
6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
10. Pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi;
11. Pembetulan ketetapan pajak;
12. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan;
13. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.
Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai adalah
sebagai berikut :
1. Kepala Kantor
Tugasnya adalah mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan
pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan Pajak Tidak langsung lainnya dalam wilayah
2. Subbagian Umum
Subbagian Umum memiliki tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,
tata usaha, dan rumah tangga.
3. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,
penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat
lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta
melakukan kerjasama perpajakan.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan
pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan,
perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan
aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan
laporan kinerja.
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (I, II, III)
Seksi Pengawasan dan Konsultasi mempunyai tugas melakukan pengawasan
kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib
pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis
intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan, serta melakukan evaluasi hasil banding.
6. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang
pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen - dokumen penagihan.
7. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal
Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan
penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan,
penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya, pemantauan pengendalian intern, pengelolaan
risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil
pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
8. Seksi Ekstensifikasi
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan
pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing - masing berdasarkan peraturan perundang -
D. Mandat yang dibebankan
Dalam melaksanakan tugas sebagai pengemban penerimaan APBN, Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Binjai sebagai instansi vertikal di bawah Direktorat
Jenderal Pajak, secara langsung mendapat mandat mengumpulkan dana bagi
pembiayaan Negara (APBN). Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak, besarnya beban yang diberikan kepada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Binjai pada tahun anggaran 2012 sebesar Rp 295.610.000.000,00.
E. Sumber Daya Manusia
Aspek kepegawaian yang mendukung operasional Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Binjai dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki- laki
Perempuan
49
20
Total 69
2. Berdasarkan Jabatan
Jabatan Jumlah
Kepala Kantor Kasi/Kasubbag Fungsional Account Representative Pelaksana 1 9 8 17 34
Total 69
Sumber : KPP Pratama Binjai, 2013
3. Berdasarkan Seksi
Seksi Jumlah
Subbag Umum
Seksi Pelayanan
Seksi PDI
Seksi Waskon I
Seksi Waskon II
Seksi Waskon III
Seksi Penagihan Seksi Ekstensifikasi Seksi Pemeriksaan Fungsional 7 9 9 6 8 7 5 5 4 8
Total 68
4. Berdasarkan Pangkat dan Golongan
Golongan Jumlah
IV
III
II
I
1
33
35
0
Total 69
SEKSI PENGOLAHAN
DATA DAN INFORMASI
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI KPP PRATAMA BINJAI
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai KEPALA KANTOR
KPP PRATAMA BINJAI
SUB BAGIAN UMUM
SEKSI PENGAWASAN
DAN KONSULTASI SEKSI
INTENSIFIKASI PERPAJAKAN
SEKSI PEMERIKSAAN DAN KEPATUHAN
INTERNAL
SEKSI PELAYANAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah satu cara kerja yang
langsung dapat membimbing kita ke dalam dunia kerja yang nyata guna memberikan
kita arah dan cara yang baik dalam melakukan pekerjaan PKLM yang dilakukan oleh
mahasiswa secara mandiri yang langsung berhubungan dengan teori - teori yang
diterima dari dosen jurusan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Penerimaan dari sektor pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, disamping penerimaan negara dari
sektor minyak dan gas alam. Menurut Undang - Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat. Oleh
karena itu, pemerintah terus mengupayakan pemungutan pajak agar setiap tahunnya
semakin meningkat dan meluas serta diharapkan mampu mengurangi ketergantungan
negara terhadap pinjaman luar negeri (Waluyo, 2010:23).
Berdasarkan sistem pemungutan pajak di Indonesia, yaitu Self Assessment
memperhitungkan, memotong, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang terutang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Penetapan dan pengenaan pajak penghasilan atas Wajib Pajak berdasarkan
penghasilan yang diperoleh baik di Indonesia maupun di luar negeri dalam satu tahun
pajak, bagian tahun pajak, atau tahun buku. Biasanya pajak penghasilan disebut juga
pajak langsung karena dikenakan langsung atas penghasilan sesuai dengan daya
pikulnya.
Pada prinsipnya Orang Pribadi yang menjadi Subjek Pajak dalam negeri
adalah Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk
dalam pengertian Orang Pribadi yang bertempat di Indonesia adalah mereka yang
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Keberadaan Orang Pribadi di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut -
turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sebagai Subjek
Pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar negeri.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau bagian tahun
pajak. Undang - Undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat
Sebagaimana diketahui juga, pemerintah telah mengeluarkan Undang -
Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
bahwa penetapan pengenaan pajak penghasilan orang pribadi diatur berdasarkan
jumlah penghasilan, daya pikulnya, dan disesuaikan dengan tarif pengenaannya yang
berlaku. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mempelajari dan memahaminya yang
akan penulis tuangkan dalam laporan tugas akhir penulis dengan judul “PROSEDUR
PENETAPAN DAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) ORANG PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA BINJAI”.
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat yang
wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam melakukan Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM) ini adalah sebagai berikut :
1.1 Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai prosedur penetapan Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
1.2 Untuk mengetahui dan mempelajari mengenai tata cara pengenaan Pajak
Penghasilan (PPh) Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Binjai.
1.3 Untuk mengetahui kendala - kendala yang terjadi dalam penetapan dan
pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama Binjai.
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tentunya sangat bermanfaat bagi
semua pihak, diantaranya adalah :
2.1 Bagi Mahasiswa
a. Sebagai sarana bagi mahasiswa dalam menerapkan ilmu secara langsung
pada bidang yang ditekuni sehingga dapat membandingkan antara teori yang
telah diperoleh di bangku perkuliahan dengan praktik di lapangan.
b. Menambah wawasan dan pengalaman serta mengembangkan keterampilan
dan kreativitas dalam menghadapi berbagai macam masalah di bidang
perpajakan yang akan dijadikan modal penting untuk bekerja di perusahaan.
c. Melatih mahasiswa untuk berdisiplin dan bertanggung jawab terhadap
pekerjaan yang diberikan serta mengembangkan dan mengubah sikap,
kemampuan, keterampilan dalam berkomunikasi di lingkungan instansi
d. Meningkatkan motivasi belajar mahasiswa dalam bidang perpajakan seiring
dengan adanya undang - undang perpajakan yang sewaktu - waktu dapat
berubah dan memperoleh prestasi terbaik.
e. Menyiapkan mahasiswa untuk mendapatkan pekerjaan setelah menamatkan
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan dan memperoleh karir
melalui penilaian yang terbaik.
2.2 Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai
a. Membina hubungan kerja sama yang baik antara pihak Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan dengan instansi pemerintah khususnya
Kantor Pelayanan Pajak.
b. Dapat menjadi sumbang saran dan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak
khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.
c. Menyediakan mutu program kerja jangka pendek di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Binjai.
d. Membangun citra instansi pemerintahan yang baik khususnya citra
Direktorat Jenderal Pajak.
2.3 Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU
a. Menjalin hubungan baik antara fakultas dengan instansi pemerintahan
khususnya KPP Pratama Binjai.
b. Mempromosikan sumber - sumber potensi dari Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan.
d. Sebagai bahan masukan guna melakukan evaluasi sejauh mana kualitas teori
yang diberikan bila dibandingkan dengan perkembangan ilmu yang berada
dalam praktik di lapangan.
e. Mendorong kemajuan alumni di masa akan datang.
C. Uraian Teoritis 1. Defenisi Pajak
Menurut Feldmann dalam Waluyo (2010:2) Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma – norma
yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata – mata
digunakan untuk menutup pengeluaran – pengeluran umum.
Menurut Soeparman Soemahamidjaja dalam Waluyo (2010:3) Pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan
norma – norma hukum, guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa – jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Menurut Smeets dalam Waluyo (2010:3) Pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum dan yang dapat
dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Rochmat Soemitro dalam Waluyo (2010:3) Pajak adalah iuran
tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Fungsi Pajak
Pajak yang dikenakan kepada masyarakat menurut Fidel (2008:3) mempunyai
2 (dua) fungsi, yaitu :
2.1 Fungsi Finansial (Budgeter)
Fungsi pajak adalah untuk mengumpulkan dana yang diperlukan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran belanja Negara guna kepentingan dan keperluan
seluruh masyarakat. Tujuan ini disebut revenue adequacy, yaitu bahwa
pemungutan pajak tersebut ditujukan untuk mengumpulkan penerimaan yang
memadai atau yang cukup untuk membiayai belanja Negara.
2.2 Fungsi Mengatur (Regulerend)
Sebenarnya fungsi mengatur adalah tujuan agar memberikan kepastian
hukum. Terutama dalam menyusun undang – undang pajak senantiasa perlu
diusahakan, agar ketentuan yang dirumuskan jangan sampai dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda, antar Fiskus dan Wajib Pajak.
3. Pajak Penghasilan
Menurut Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal (4) tentang Pajak
Penghasilan, Penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
Pajak Penghasilan dalam Mardiasmo (2009:129) adalah pajak yang dikenakan
terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam
Undang – Undang PPh diebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula
dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak
subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Orang Pribadi yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri adalah Orang Pribadi
yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian Orang
Pribadi yang bertempat di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia. Keberadaan Orang Pribadi di Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut - turut, tetapi ditentukan oleh
jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sedangkan Orang Pribadi yang menjadi
Subjek Pajak Luar Negeri adalah Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan dan yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia, serta yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia (Undang - Undang PPh Nomor 36 Tahun
Pajak penghasilan didasarkan atas peralihan kekayaan dari sektor publik tanpa
jasa timbal balik. Pajak penghasilan merupakan salah satu dari sumber pajak yang
dikelola oleh negara sebagai salah satu sumber keuangan bagi kas negara.
Berdasarkan Undang - Undang Pajak Penghasilan, pajak penghasilan dinyatakan
sebagai pajak yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi berupa
gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang berhubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti yang dinyatakan dalam Undang -
Undang Pajak Penghasilan.
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
` Adapun ruang lingkup dari Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai
berikut :
1. Prosedur penetapan Paj