• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN

PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II

PURWAKARTA

DWI RUSMAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul determinan status anemia, prestasi belajar dan aktivitas fisik siswa SDN Pasanggrahan II Purwakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan IKEU TANZIHA

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini adalah 52 siswa sekolah dasar. Data konsumsi diperoleh dengan metode food recall untuk menghitung konsumsi sumber zat besi, data prestasi belajar menggunakan nilai ujian akhir semester dan regresi linear berganda digunakan untuk analisis determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar murid berada dalam status normal sebanyak (51.92%) dan anemia sebanyak (48.08%). Pengetahuan gizi pada kedua kelompok pada kategori kurang, sebagian besar asupan energi pada kategori defisit berat baik pada kelompok anemia (68%) maupun normal (55.5%). Aktivitas fisik siswa anemia dan siswa normal dalam kategori ringan. Prestasi belajar dalam kategori kurang dengan skor kurang dari 60. Hasil uji kolerasi Spearman menunjukan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status anemia(p>0.05) dan hasil uji kolerasi Pearson menunjukan tidak ada hubungan antara prestasi belajar dengan status anemia (p>0.05). Hasil regresi linear berganda menunjukan konsumsi daging unggas berpengaruh negatif signifikan terhadap status anemia.

Kata kunci: Konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar.

ABSTRACT

DWI RUSMAWATI. Determinant of anemia status, physical activity and academic achievement of students at SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Supervised by HIDAYAT SYARIEF and IKEU TANZIHA.

This study was aimed to examine determinant of anemia status, physical activity and academic achievement of students. This research used a cross sectional study. The number of samples were 52 elementary school student. Food consumption recall was used to measure iron source food consumption, academic achievement data was taken from exam semester and linear regression used for analysis determinants. Result showed a large number of children in normal status (51.92%) while the rest was anemia (48.08%). Nutritional knowledge of anemia student and normal student was low. Both anemia (68%) and normal student (55.6%) experience severe energy deficit, physical activity of anemia and normal students was classified as light. Academic achievement of students were very low with the score only below 60. Spearman correlation showed there was no relationship between physical activity with anemia status (p>0.05) and Pearson’s correlation showed there’s no relationship between academic score with anemia status (p>0.05). The result of regression analysis showed that poultry has negative significant effect anemia status.

(5)

RINGKASAN

DWI RUSMAWATI. Determinan status anemia ,aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Di bawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan IKEU TANZIHA

Penelitian ini bertujuan mempelajari hubungan pengetahuan, konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia serta kaitannya terhadap aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Adapun tujuan khusus yaitu 1) Mempelajari status anemia siswa; 2) Mempelajari karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status anemia siswa; 3) Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa; 4) Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status anemia; 5) Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia; 6) Mengkaji hubungan status anemia dan aktifitas fisik

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, Contoh penelitian adalah siswa kelas empat dan lima sekolah dasar Pasanggrahan II, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat yang berjumlah 52 siswa. Cara penarikan contoh diambil secara purposive sampling yaitu siswi bersedia berpartisipasi dan diwawancarai sampai selesai dan telah mengisi inform consent. Jumlah siswa yang mengalami anemia sebanyak 25 siswa (48.1%) dan normal sebanyak 27 siswa (51.9%).

Karakteristik siswa yang diamati meliputi usia siswa, jenis kelamin, dan uang saku siswa. Usia sebanyak 18 siswa (34.6%) berumur 9-10 tahun, 6 siswa (11.5%) berumur 11 tahun dan 10 siswa (19.2%) berumur 12 tahun.Jenis kelamin kelompok siswa anemia sebanyak 14 siswa perempuan (56%) dan 11 siswa laki-laki (44%) demikian pula pada kelompok siswa normal sebanyak 16 siswi perempuan (59.3%) dan 11 siswa laki-laki (42.3). Rata-rata uang saku yang dimiliki kelompok siswa anemia yaitu Rp. 1920±972.9 dan pada kelompok siswa normal yaitu sebesar Rp. 1740.7 ± 891.96.

(6)

Pengetahuan gizi sebagian besar baik kelompok siswa anemia (88%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat pengetahuan dalam kategori kurang. Berdasarkan uji beda T-Test menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pengetahuan p>0.05 pada kedua kelompok tersebut.

Konsumsi pangan sumber zat besi yang diteliti terdiri dari kebiasaan makan, khususnya sumber pangan hewani seperti daging berwarna merah,daging berwarna putih (ayam, burung), telur dan ikan segar. Berdasarkan hasil uji beda didapatkan hasil bahwa pada kelompok siswa anemia dan normal konsumsi pangan sumber zat besi (konsumsi daging merah, telur dan ikan segar) tidak berbeda signifikan sebesar p>0.05, sedangkan untuk konsumsi daging putih berbeda signifikan terhadap status anemia pada kelompok anemia dan normal. Berdasarkan uji beda T-test memiliki nilai p<0.05. Konsumsi daging merah baik kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normak (74.1%) sebagian besar pada kategori tidak pernah menkonsumsi. Konsumsi daging berwarna putih pada kelompok siswa anemia (56%) tidak pernah menkonsumsi dan kelompok siswa normal (59.3%) dalam kategori jarang. Frekuensi konsumsi telur baik pada kelompok siswa anemia (56%) dan normal (63%) dalam kategori jarang dan kemudian pada frekuensi ikan pada anemia (80%) dan normal (58.1%) dalam kategori jarang.

Tingkat kecukupan energi baik kelompok siswa anemia (68%) maupun normal (55.5%) tergolong dalam tingkat defisit berat. Tingkat kecukupan protein pada kelompok siswa anemia (28%) tergolong difisit tingkat berat sedangkan kelompok normal (29.6%) kategori cukup, demikian pula pada tingkat kecukupan zat besi kelompok siswa anemia (52%) kategori kurang tetapi kelompok siswa normal (55.6%) dalam kategori cukup.Tingkat kecukupan kalsium, Vitamin B, Vitamin C, berada dalam kategori kurang pada kedua kelompok dan tingkat kecukupan vitamin A tergolong dalam kategori cukup pada kedua kelompok.

Prestasi belajar siswa dilihat bersadarkan evaluasi belajar didapatkan bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (72%) maupun normal (63%) mempunyai prestasi belajar pada kategori kurang.

Aktivitas fisik siswa didapatkan sebagian besar kelompok siswa anemia (64%) maupun normal (55.6%) mempunyai aktivitas fisik pada kategori ringan Bedasarkan uji beda T-Test didaptkan nilai p>0.05, hal tersebut dapat dikatakan bahwa status anemia siswa tidak berbeda signifikan pada kedua kelompok. Dan berdasarkan uji spearman tidak ada hubungan yang nyata antara status anemia dengan aktivitas fisik.

Berdasarkan analisis regresi linear berganda yang dilakukan bahwa factor factor yang berpengaruhi status anemia didapatkan hasil bahwa dari semua factor yang independen yang diuji terlihat bahwa tidak berpengaruh signifikan terhadap factor dependen (status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar) dengan p>0.05. Keywords: konsumsi pangan sumber zat besi, status anemia, aktivitas fisik dan

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DETERMINAN STATUS ANEMIA, AKTIVITAS FISIK DAN

PRESTASI BELAJAR SISWA DI SDN PASANGGRAHAN II

PURWAKARTA

DWI RUSMAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul : Determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta

Nama : Dwi Rusmawati NIM : I14104028

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS Pembimbing I

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini :

1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi.

2. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skipsi.

3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi. 4. Yayasan Nurani Dunia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), serta para

guru dan siswa SDN Pasanggrahan II yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

5. Komisi Pendidikan Departemen Gizi masyarakat IPB yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan S1.

6. Kedua orang tua Bapak Mansyur dan Ibu Rusmini tercinta serta keluarga Besarku karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa dan kasih sayang mereka laporan ini tidak akan pernah terselesaikan.

7. Teman-teman gizi masyarakat alih jenis 04 yang telah banyak membantu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat penulis masih dalam tahap belajar sehingga terdapat keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Demikian laporan ini dibuat dengan harapan semoga bermanfaat bagi penulis serta pembaca lainnya

Bogor, Mei 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Kegunaan Penelitian 2

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA 3

KERANGKA PEMIKIRAN 13

METODE PENELITIAN 15

Desain, Tempat, dan Waktu 15

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 15

Pengolahan dan Analisis Data 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Keadaan Umum Sekolah 19

Status anemia Siswa 19

Karakteristik Siswa 20

Karakteristik Keluarga 21

Pengetahuan Gizi 24

Kebiasaan Makan 26

Asupan Energi dan Protein 31

Prestasi Belajar 33

Aktivitas Fisik 35

KESIMPULAN DAN SARAN 38

Kesimpulan 38

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 42

(11)

DAFTAR TABEL

1. Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah ... 7

2. Kadar Hb dan volume hematokrit sebagai indikator anemia ... 7

3. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 15

4. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ... 18

5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 18

6. Sebaran siswa berdasarkan status anemia ... 19

7. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia ... 20

8. Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia ... 22

9. Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan gizi dan status anemia ... 25

10. Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia ... 26

11. Sebaran siswa berdasarkan frekuensi makan sehari,sarapan serta status anemia ... 27

12. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan sumber hewani dan turunannya serta status anemia ... 28

13. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi pangan nabati dan status anemia ... 29

14. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi sayur,buah dan status anemia ... 30

15. Sebaran siswa berdasarkan konsumsi teh dan status anemia ... 31

16. Sebaran siswa berdasarkan kecukupan zat gizi serta status anemia ... 32

17. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata asupan zat gizi dan status anemia ... 33

18. Sebaran siswa berdasarkan uji statistika ... 34

19. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata nilai dan status anemia ... 34

20. Sebaran siswa berdasarkan tingkat prestasi belajar dan status anemia ... 34

21. Sebaran siswa berdasarkan aktivitas fisik dan status anemia ... 35

22. Sebaran siswa berdasarkan rata-rata alokasi waktu dan status anemia ... 35

DAFTAR GAMBAR

1. Penyebab langsung dan tidak langsung anemia gizi besi di Indonesia ... 9

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal dalam pembangunan dan kemajuan suatu Negara. Oleh karena itu kualitas sumberdaya manusia menentukan kemajuan dan keberhasilan kehidupan. Hal tersebut akan terwujud apabila individu-individu dalam suatu bangsa bisa bertahan dari tantangan dan persaingan yang ada. Generasi muda merupakan ujung tombak sebagai penerus kelangsungan hidup suatu bangsa di masa yang akan datang.

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesehatan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Soekirman 2000). Salah satu masalah gizi utama yaitu kekurangan zat besi, disamping masalah kekurangan energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY), dan kekurangan vitamin A (KVA).

Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita karena kelompok usia sekolah mudah dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi pada anak sekolah yang kurang memuaskan, misalnya berat badan yang kurang, anemia defisiensi besi, defisiensi seng dan vitamin A yang banyak dialami oleh anak sekolah (Sediaoetama 2000).

Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa hendaknya memiliki status gizi yang baik untuk mendukung proses belajar yang optimal. Saat ini istilah gizi tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi gizi juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier 2004).

Fungsi dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak adalah untuk menghasilkan energi yang diperlukan anak untuk melakukan kegiatan dan aktivitas fisik. Kekurangan energi dan protein pada anak sekolah menyebabkan anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan konsentrasi belajar (Depkes 2005).

Fungsi dari Vitamin A, besi dan seng berperan dalam membantu proses pertumbuhan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak (Almatsier 2004). Defisiensi zat besi pada anak dapat menyebabkan anemia, menghambat pertumbuhan, menurunkan kemampuan fisik dan dapat menurunkan konsentrasi belajar serta meningkatkan kejadian penyakit infeksi. Defisiensi zat besi juga dapat mengganggu perkembangan mental dan motorik anak.

(14)

kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu > 15% (Depkes RI, 1996). Prevalensi anemia mencapai 40% maka tergolong masalah berat, prevalensi 10-39% tergolong sedang dan kurang dari 10% tergolong masalah ringan (WHO 2000).

Pengetahuan gizi diperoleh seseorang melalui pendidikan formal dan non formal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya.

Berdasarkan prevalensi anemia seperti yang disebutkan di atas diketahui bahwa kejadian anemia merupakan masalah gizi yang masih menyerang anak sekolah. Efek yang ditimbulkan anemia sangat merugikan bagi perkembangan anak, akibat yang paling jelas terlihat dari anemia gizi besi pada anak sekolah adalah menurunnya kemampuan berpikir seperti konsentrasi dan kecerdasan berkurang dan terganggunya aktivitas fisik karena kondisi badan yang mudah lelah. Selain itu anemia gizi besi dapat mengganggu respons sistem kekebalan, terutama sel limfosit-T, sehingga mempermudah terserang penyakit infeksi (Almatsier 2004). Mengingat pentingnya status anemia terhadap prestasi belajar anak dan aktivitas fisik maka peneliti tertarik untuk meneliti determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut 1. Mempelajari status anemia siswa.

2. Mempelajari karakteristik siswa dan keluarga siswa berdasarkan status anemia siswa.

3. Mempelajari pengetahuan gizi siswa berdasarkan status anemia siswa. 4. Mempelajari kebiasaan makan sumber zat besi siswa berdasarkan status

anemia.

5. Mengkaji hubungan kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dengan status anemia.

6. Mengkaji hubungan status anemia dan aktivitas fisik. 7. Mengkaji hubungan status anemia dan prestasi belajar.

Kegunaan Penelitian

(15)

3 Hipotesis

1. Status anemia berhubungan dengan aktivitas fisik siswa sekolah dasar Pasanggrahan II Purwakarta.

2. Status anemia berhubungan dengan prestasi belajar siswa sekolah dasar Pasanggrahan II Purwakarta

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah

Usia anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini masih terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak. Menurut UU no 20 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan WHO yang dikatakan masuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin) hingga usia 21 tahun. Batas usia anak tersebut ditentukan berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak, dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap (Arisman 2004).

Kebutuhan yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang ditingkatkan. Suatu peraturan yang baik adalah dengan memberikan makanan kepada anak yang mengandung minimal tiga zat gizi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal (Nasoetion & Riyadi 1996).

Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok anak yang sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat dan bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang. Tetapi apabila anak sekolah mengalami anemia akan menyebabkan berbagai macam dampak yang tidak menguntungkan. Anak usia sekolah yang menderita anemia gizi besi akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, penurunan kemampuan belajar, dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar.

Menurut Almatsier (2004), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan fungsi otak. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf). Akibatnya, kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh juga menurun.

(16)

bagi mereka untuk mengetahui dan memahami permasalahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah yang cukup luas dan kompleks. Deteksi dini gangguan kesehatan anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi dan permasalahan yang diakibatkan menjadi lebih berat lagi. Peningkatan perhatian terhadap kesehatan anak usia sekolah tersebut, diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat dan berprestasi.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk (Suhardjo 1996). Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pendidikan formal, informal dan nonformal. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizinya

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Usia ibu yang relatif masih muda cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak (Hurlock 1998).

Pengukuran Pengetahuan Gizi

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda atau multiple choice test. Instrumen ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar. Alternatif jawaban yang benar dari berbagai opsi disebut jawaban, sedangkan alternatif yang salah disebut distracter. Distracter yang baik mempunyai ciri karakteristik yang hampir mirip dengan jawaban, dengan demikian responden harus berpikir dahulu sebelum menentukan pilihan jawaban yang benar. Multiple choice test dapat digunakan untuk mengukur berbagai aspek yang terkait di dalam ranah kognitif. Bentuk soal multiple choice test akan menghilangkan antivalensi dari persoalan yang ditanyakan sehingga pertanyaan dapat dijawab sesuai dengan yang diminta. Bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak (Khomsan 2000).

(17)

5 domain pengetahuan gizi tertentu. Tahapan penilaian dilakukan dengan memberi skor tertentu pada jawaban yang salah atau benar, untuk soal berbentuk correct-answer multiple choice atau soal dengan satu jawaban benar maka penilaian dilakukan dengan memberi skor 1 untuk opsi jawaban benar dan 0 untuk opsi jawaban salah. Sedangkan untuk soal best answer multiple choice, maka opsi yang paling benar diberi skor tertinggi misalnya 3 kemudian berturut-turut 2,1 dan 0 untuk jawaban yang tingkat kebenarannya kurang. Skor 0 bisa diterapkan pada opsi tidak tahu (Khomsan 2000).

Kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang dan kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan persen. Kategori pengetahuan gizi yaitu 1) baik apabila skor > 80%; 2)sedang apabila skor 60-80%; 3) kurang apabila skor <60% (Khomsan 2000).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan akan mempengaruhi pilihan terhadap makanan yang akan dimakan. Apabila hal ini terjadi dan berlangsung dalam waktu lama, maka akan dapat membentuk pola konsumsi pangan suatu individu atau masyarakat. Kebiasaan makan yang salah dapat mempengaruhi konsumsi pangan, dalam hal ini penyerapan zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan. Apabila zat-zat gizi yang diserap tidak cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, maka dalam jangka panjang dapat mempengaruhi status gizi individu (Suhardjo 1989).

Kebiasaan makan mencakup empat komponen antara lain konsumsi pangan, preferensi makanan, ideologi makanan dan sosial budaya pangan. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi kedua informasi ini (jenis dan jumlah pangan) merupakan hal yang penting (Nasoetion & Riyadi 1996).

Konsumsi pangan baik keluarga, individu, maupun golongan tertentu dapat diamati dengan cara metode recall. Metode ini umum digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan yang telah lalu (1-3 hari terakhir) baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Metode ini melibatkan peran serta yang cukup tinggi dari responden. Responden harus mengingat-ingat lagi apa yang telah dikonsumsi selama 1-3 hari terakhir. Alat bantu yang dapat digunakan dalam metode ini adalah ukuran rumah tangga, model pangan (food model) dan sebagainya untuk menentukan perkiraan konsumsi pangan yang lebih mendekati (Sanjur 1982).

Frekuensi makan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat konsumsi gizi, artinya semakin tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar.

(18)

lemak yang banyak. Pangan hewani mengandung protein yang lebih berkualitas karena mudah digunakan tubuh dan memiliki komposisi asam amino yang lengkap (Hardinsyah & Martianto 1989).

Penilaian Konsumsi Pangan dan Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Energi

Energi merupakan tiga macam zat gizi (karbohidrat, lemak, dan protein) yang jika dioksidasi akan menghasilkan energi dalam bentuk panas yang oleh tubuh diubah menjadi energi gerak atau mekanis (Moehji 2007). Zat-zat gizi yang memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas (Almatsier 2002).

Protein

Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan, karena itu protein disebut unsur pembangun. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting yaitu Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Sediaoetama 2010).

Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan dan pengganti sel tubuh yang rusak. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002).

Kekurangan konsumsi protein banyak terjadi di kalangan bayi dan anak-anak, terutama akibat dari kemiskinan. Hal ini tidak saja menyebabkan pertumbuhan terhambat, tetapi juga perkembangan otaknya, sehingga akan berakibat pada terbentuknya sumberdaya manusia dengan kualitas rendah

Besi (Fe)

Zat besi (Fe) merupakan komponen penting dalam Hb darah, peranan zat besi pada umumnya berkaitan dengan proses respirasi sel. Kebutuhan zat besi jika dihitung berdasarkan jumlah yang dapat diserap sekitar 1-3.2 mg per hari (Karyadi & Muhilal 1995). Penyerapan besi diatur pada tingkat mukosa intestinal dan ditentukan oleh kebutuhan tubuh. Jika tubuh memerlukan banyak besi, transferrin menjadi tidak jenuh dan dapat mengikat lebih banyak besi (Almatsier 2002).

(19)

7 lebih banyak mengandung besi non heme yang sulit untuk diserap tubuh (Flourenvce & Setright 1994).

Besi heme memiliki penyerapan 10-20% dan besi non heme memiliki penyerapan 2-5%, agar dapat diasorbsi besi non heme di dalam usus halus harus berada dalam bentuk terlarut dan besi non heme diionisasi oleh asam lambung. Zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat, dan tanin yang terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh sedangkan vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi dalam tubuh.

Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferrin di dalam plasma ke ferritin hati (Almatsier 2002).

Vitamin C juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi di dalam duodenum, sehingga sangat dianjurkan untuk menyertakan sumber vitamin C pada setiap waktu makan. Sumber vitamin C pada umumnya terdapat pada pangan nabati yaitu di dalam sayur daun-daunan dan jenis kol serta buah terutama yang asam seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, dan tomat (Almatiser 2002).

Pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging dan makanan laut. Angka kecukupan zat besi untuk anak-anak dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Kecukupan zat besi untuk anak usia sekolah

Kelompok/ Umur Kecukupan Besi (mg)

Anak 7-9 tahun 10

Laki-laki 10-12 tahun 13

Perempuan 10-12 tahun 20

Sumber AKG 2004

Hemoglobin

Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Kadar hemoglobin yang cenderung normal akan memungkinkan seseorang mempunyai ketahanan dalam berkonsentrasi yang baik salah satunya konsentrasi dalam belajar. Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia dapat disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia

Usia/Jenis kelamin Kadar Hb (g/L)2 Hematokrit (g/L)

Anak 6bulan-2 tahun <110 <0.33

Anak 5-11 tahun <115 <0.34

Anak 12-14 tahun <120 <0.36

Lelaki Dewasa <130 <0.39

Wanita tak hamil <120 <0.36

Wanita Hamil <110 <0.33

(20)

Anemia

Anemia merupakan suatu keadaan fisiologis dimana kandungan hemoglobin (Hb) darah dibawah normal. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran sel darah merah yaitu anemia makrositik, mikrositik dan normositik serta berdasarkan kandungan hemoglobin didalamnya yaitu anemia hipokromik dan normokromik. Pada anemia mikrositik yaitu ukuran sel darah merah dan jumlah hemoglobin dalam tiap sel darah merah berkurang, sehingga warna sel darah merah menjadi pucat(Stopler 2004).

Anemia gizi yang umum terjadi adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi beresiko terjadi pada anak. Husaini (1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya anemia gizi besi yaitu kehilangan darah karena perdarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi darah merah tidak cukup. Anemia defisiensi zat besi salah satunya disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan hewani sumber zat besi, seng dan selenium yang banyak di dalam daging, hati dan telur. Kalsium dan seng berperan dalam pertumbuhan dan berbagai proses dalam tubuh. Zat besi bersama zat gizi lainnya berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah hemoglobin. Hemoglobin berguna untuk membawa oksigen ke seluruh bagian tubuh. Bila kadar hemoglobin rendah (anemia) maka tubuh kekurangan oksigen sehingga badan menjadi lemah, konsentrasi belajar dan stamina atau produktivitas kerja menjadi menurun (Hardinsyah 2004).

Raspati (2010), menyebutkan bahwa anemia defisiensi besi merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan iodium.

Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab tidak langsung berupa ketersediaan zat besi dalam makanan yang rendah, praktek pemberian makanan yang kurang baik dan rendahnya keadaan sosial ekonomi sedangkan penyebab langsung berupa jumlah zat besi dalam makanan yang kurang.

Proses terbentuknya kondisi anemia defisiensi besi terbagi menjadi tiga fase yaitu deplesi besi, iron defisiensi dan anemia kekurangan besi. Fase pertama merupakan pengurangan cadangan besi di hati yang tercermin pada penurunan kadar ferritin serum atau plasma. Fase kedua, terjadi penurunan lebih lanjut simpanan besi hingga terjadi penurunan kejenuhan transferrin dan fase terakhir, terjadi kehabisan simpanan besi. Penurunan tingkat sirkulasi besi dan keberadaan anemia hipokromik mikrositik yang berakibat pada berkurangnya konsentrasi hemoglobin di sel darah merah atau kondisi ini disebut sebagai anemia defisiensi besi (Gibson 2005).

(21)

9 1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan. Anemia kekurangan zat besi ini terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia masih di dominasi sayuran

2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat tajam.

3. Menigkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh, perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini dapat terjadi pada penderita 1)kecacingan; 2)malaria pada penderita Anemia Gizi Besi yang dapat memperbesar anemianya; 3)kehilangan darah pada waktu haid.

Menurut Husnaini (1989), Berikut ini gambar modifikasi penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang besi di Indonesia

Penyebab tidak langsung Penyebab Langsung Status Besi

Gambar 1 Modifikasi Penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang besi di Indonesia (Husaini 1989)

Prestasi Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, umumnya ditujukan dengan nilai yang diberikan oleh guru. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan melalui proses penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes maupun evaluasi (Syah 2010). Dari pendapat ahli di atas mengenai prestasi belajar dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang pada bidang

(22)

tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan tes, penilaian prestasi belajar dapat berupa angka atau huruf.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Faktor internal meliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri dan faktor intelegensi.

2. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (seperti bahan pelajaran, metode mengajar, media pendidikan) dan lingkungan masyarakat.

Kecerdasan

Kecerdasan didefinisikan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir, bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kecerdasan yaitu dengan cara pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung menggunakan tes psikologi yang menghasilkan taraf kecerdasan yang dikenal dengan menggunakan tes psikologi yang dikenal dengan Intelegence Quotient (IQ), sedangkan pengukuran tidak langsung dengan cara memonitor prestasi akademik.

Minat

Minat adalah perasaan seseorang bahwa aktivitas, pekerjaan atau objek tertentu berharga baginya. Bila seseorang siswa sangat berminat untuk belajar dan menggangap belajar sebagai sesuatu yang berharga maka prestasi belajar yang diraihnya akan tinggi. Minat adalah bagian dari sikap karena dari sikap akan timbul suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda menyenangi objek tersebut.

Motivasi

Menurut Winkel (1996), menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat belajar, sehingga siswa termotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar.

Menurut Syah (2010), menyatakan bahwa motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi instrinstik (motivasi yang berasal dari dalam diri siswa) dan motivasi ekstrinstik (motivasi yang berasal dari luar diri siswa). Motivasi instrinsik mencakup perasaan menyenangi materi dan kebutuhan akan materi, sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan movitivasi yang berhubungan dengan adanya pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib serta teladan orangtua dan guru.

Cara Belajar

(23)

11 dan betul bahan yang sedang dipelajari serta menguasainya; 4)menyelesaikan soal-soal. Kesulitan dalam belajar disebabkan oleh kebiasaan belajar yang kurang baik seperti pengaturan waktu yang tidak tepat sehingga siswa sering tidak siap untuk belajar dan hanya menemukan rutinitas tanpa tujuan sebelumnya (Gunarsa 1995).

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga sangat menentukan prestasi belajar siswa di sekolah. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama mempengaruhi perkembangan anak. Kegagalan sering dirasakan orangtua karena ada hal-hal tertentu yang kurang diperhatikan. Benturan nilai antara orang tua dan anak bisa menimbulkan ketegangan yang berlarut-larut yang mengganggu pula konsentrasi anak (Gunarsa 1995).

Pengukuran Prestasi Belajar

Pengukuran prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala menurut suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini digunakan oleh seorang tenaga pengajar untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes maupun non tes.

Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil akademik muridnya selama masa tertentu. Prestasi belajar anak dapat diukur melalui skor prestasi belajar dari beberapa mata pelajaran meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Skor prestasi belajar merupakan hasil yang diwujudkan dalam bentuk angka. Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4 kategori yaitu kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80.

Hubungan Prestasi Belajar dengan Anemia

Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang untuk dapat belajar secara efektif. Seseorang mungkin yang sering sakit atau memiliki kondisi tubuh yang kurang sehat biasanya mengalami kesulitan tertentu dalam belajar misalnya cepat lelah dan tidak bisa berkonsentrasi karena penglihatan atau pendengaran terganggu.

Menurut Gunarsa (1995), menyatakan bahwa anak yang kurang sehat atau kurang gizi dengan sendirinya daya tangkap dan kemampuan belajarnya kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah akan terganggu karena menderita sakit, kurang gizi atau anemia. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar yang lebih lanjut akan mengurangi konsentrasi dan prestasi belajar disekolah.

(24)

Studi menunjukan adanya hubungan signifikan antara konsentrasi hemoglobin dengan kemampuan kognitif dengan hasil dimana nilai anak-anak yang kurang zat besi lebih rendah dibandingkan dengan nilai anak-anak dengan zat besi yang cukup (Almatsier 2002).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berjalan, berlari, berolahraga dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik membutuhkan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (Syafiq et al 2009).

Aktivitas fisik selain membuat sehat juga mampu berpengaruh pada pencapaian hasil belajar yang lebih baik. Anak-anak yang tetap aktif secara fisik memiliki kebiasaan tidur yang lebih baik, selain itu mereka juga mampu menangani tantangan fisik dan emosional seperti berlari atau belajar untuk menghadapi ujian jauh lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak aktif. Ada beberapa manfaat akademis dari kelas pendidikan jasmani atau anak yang terlibat aktivitas fisik dalam waktu istirahat selama di sekolah. Beberapa peneliti menunjukkan adanya pengaruh positif dari aktivitas jasmani terhadap peningkatan kemampuan kognitif siswa dan juga dapat meningkatkan rentan perhatian mereka. Hal ini dapat menghasilkan penampilan yang lebih baik secara keseluruhan di bidang akademik. Aktivitas fisik yang teratur berhubungan dengan peningkatan kognitif pelakunya.

Seseorang yang melakukan aktivitas jasmani yang teratur ternyata menunjukkan hasil IQ yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat berpengaruh langsung terhadap fungsi kognitif seseorang, seperti meningkatkan fungsi cerebrovaskular (Syafiq et al 2009).

(25)

13

KERANGKA PEMIKIRAN

Kelompok anak usia sekolah ini merupakan kelompok yang sedang berada pada proses tumbuh kembang fisik dan psikososial yang pesat sehingga bila berlangsung secara optimal, sangat diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi akademik, produktivitas kerja dan prestasi olahraga di masa kini dan akan datang (Depkes 2003).

Social ekonomi keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi status anemia siswa. Konsumsi makan yang terbentuk dipengaruhi juga oleh kebiasaan makan, kebiasaan makan akan mempengaruhi konsumsi asupan zat gizi salah satunya yaitu konsumsi pangan sumber zat besi, dimana jika konsumsi sumber zat besi tidak mencukupi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya anemia. Anemia gizi pada anak sekolah dasar dapat menurunkan semangat dalam konsentrasi belajar dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar siswa.

(26)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Hubungan yang dianalisis

Gambar 2.Model Kerangka pemikiran determinan status anemia, aktivitas fisik dan prestasi belajar siswa di SDN Pasanggrahan II Purwakarta.

Kebiasaan Makan Siswa

Social ekonomi keluarga 1. Besar keluarga

2. Pendidikan orang tua 3. Pekerjaan orang tua 4. Pendapatan orang tua

Informasi Karakteristik Siswa 1. Kadar Hb

2. Umur

3. Jenis kelamin 4. Besar Uang Saku

1. Penyakit Malaria 2. Kecacingan

Ketersediaan Pangan Keluarga Pengetahuan Gizi

Siswa

Konsumsi Zat Gizi (sumber zat besi) siswa

Status Anemia

Aktivitas Fisik Prestasi

(27)

15

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian penelitian dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dan IPB. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, bertempat di SDN Pasanggrahan II, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai Desember 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Alasan dipilihnya SDN Pasanggrahan II yaitu karena SDN Pasanggrahan II termasuk ke dalam sekolah yang berhak menerima zakat. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas empat dan lima di SDN pasanggrahan II. Pertimbangan diambilnya contoh kelas empat dan lima karena dapat berkomunikasi dengan baik dan tidak sedang dalam persiapan ujian.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik siswa, karakteristik keluarga siswa, pengetahuan gizi siswa, dan konsumsi pangan sumber zat besi. Data karakteristik siswa, kebiasaan konsumsi pangan sumber zat besi dan aktivitas fisik didapat berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, sedangkan data sekunder meliputi kadar Hb dan nilai akhir semester siswa yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar serta keadaan umum sekolah untuk mengetahui gambaran umum sekolah. Data jenis dan cara pengumpulan disajikan dalam Tabel 3 berikut ini

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat Pengumpul

Data Karakteristik Individu

Identitas Siswa, Uang saku

Primer Wawancara Siswa Kuisioner

Pengetahuan Gizi Primer Wawancara Siswa Kuisioner

Konsumsi Pangan Primer Wawancara Kuisioner

Kadar Hb Sekunder Data hasil screening Hb oleh

Tanziha & Prasodjo (2012)

Evaluasi Belajar Sekunder UAS

(28)

Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat Pengumpul Data Karakteristik Keluarga

Pendidikan Primer Wawancara Kuisioner

Pekerjaan Primer Wawancara Kuisioner

Pendapatan Perkapita Primer Wawancara Kuisioner

Profil Sekolah Sekunder Laporan tahunan sekolah

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara pemberian kode data (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Data diolah dengan Microsoft Excel 2007 kemudian data dianalisis dengan SPSS for windows 16.0. Data yang dianalisis meliputi karakteristik siswa yang terdiri dari usia, jenis kelamin, uang saku dan status anemia siswa. Data Hb yang diperoleh berdasarkan data hasil screening Hb oleh Tanziha dan Prasodjo (2012) .

Variabel uang saku siswa dengan cara pemberian kategori yang digolongkan berdasarkan nilai skor dengan menggunakan teknik skoring Slamet (1993) dengan menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut :

Rentang Kelas : Skor Maksimum – Skor Minimum Jumlah Kategori

Uang saku dikelompokkan menurut interval dibagi menjadi 3 kategori yaitu dikategorikan kurang (<Rp1.000 – Rp2.333), sedang (Rp2.334 - Rp3.666) dan besar (>Rp3667– Rp5000). Status anemia siswa berdasarkan WHO (2000), anemia jika nilai hemoglobin dalam darah <11.5g/dl dan normal jika ≥11.5g/dl

Data Karakteristik keluarga yang diamati meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan pendapatan per kapita keluarga. Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Besar keluarga dikelompokan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari empat orang, keluarga sedang adalah keluarga dengan jumlah anggota lima hingga tujuh orang, sedangkan keluarga lebih besar lebih dari tujuh orang (BKKBN 1998).

Pendidikan orang tua dikelompokan berdasarkan pendidikan terakhir orang tua, yaitu 1)tidak sekolah; 2)SD (Sekolah Dasar); 3)SMP (Sekolah Menengah Pertama; 4)SMA (Sekolah Menengah Atas) dan 5)perguruan tinggi demikian pula pekerjaan orang tua yang dikelompokkan berdasarkan 1)tidak bekerja; 2)petani; 3)buruh bangunan; 4)guru, PNS dan Polisi; 5)wiraswasta 6)lainnya (ojek, supir, dan sebagainnya) serta pendapatan per kapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta sebesar Rp.226.118, dikatakan keluarga miskin jika pendapatan perkapita keluarga kurang dari Rp.226.118 dan dikatakan tidak miskin jika lebih atau sama dengan Rp.226.118.

(29)

17 gizi lebih dari 80%, sedang apabila skor pengetahuan gizi 60-80% dan kurang apabila skor kurang dari 60% (khomsan 2000).

Data konsumsi pangan hasil 2 x 24 jam food recall diolah menggunakan program microsoft excel 2007 untuk mengetahui jumlah zat gizi yang dikonsumsi, data konsumsi pangan yang telah didapatkan juga diolah dengan cara mengkonversi jumlah zat gizi dalam satuan energi (kkal), protein (g), kalsium, vitamin A (RE), vitamin C (mg) dan besi (mg) yang merujuk pada daftar konversi bahan makanan (DKBM 2004). Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

KGij : (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan :

KGij : Kandungan zat gizi dalam makanan j Bj : Berat makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij : Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj : Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan energi dan protein dihitung dengan membandingkan asupan energi dan protein siswa dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan per orang per hari. Selanjutnya tingkat kecukupan (TK) energi dan protein dikategorikan defisit tingkat berat apabila TK<70%, defisit tingkat sedang apabila TK 70-79%, defisit tingkat ringan apabila TK 80-89%, normal apabila TK 90-119%, dan lebih apabila TK≥120% (Depkes 2003), berbeda dengan energi dan protein, tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan sebagai kurang apabila TK<77% dan cukup apabila TK≥77% (Gibson 2005).

Penilaian prestasi belajar dapat dilihat dengan cara mengevaluasi hasil belajar siswa, Menurut Syah (2010) tingkat keberhasilan belajar di bagi menjadi 4 kategori yaitu, kurang jika nilai <60, cukup jika skor 60-69, baik jika skor 70-79, dan sangat baik jika skor ≥80.

Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode wawancara langsung dan hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR :Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

(30)

Tabel 4 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR

Kategori Keterangan PAR

PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1

PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1.2

PAL3 Duduk sambil menonton TV 1.72

PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1.5

PAL5 Makan dan minum 1.6

PAL6 Jalan santai 2.5

PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5

PAL8 Mengendarai kendaraan 2.4

PAL9 Menjaga anak 2.5

PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2.75

PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1.7

PAL12 Kegiatan berkebun 2.7

PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik)

1.3

PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandirmembawa arsip)

1.6

PAL15 Olahraga (badminton) 4.85

PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6.5

PAL17 Olahraga (bersepeda) 3.6

PAL18 Olahraga (aerobik, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7.5 Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001). Data kategori tingkat aktivitas fisik disajikan dalam tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Aktivitas Sangat Ringan < 1.40

Aktivitas Ringan 1.40-1.69

Aktivitas Sedang 1.70-1.99

Aktivitas Berat 2.00-2.40

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

(31)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Sekolah

Sekolah dasar Negeri Pasanggrahan II berdiri sejak Tahun 1974 yang terletak di Kampung Cilanggohar, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini mendapatkan jenjang akreditasi C. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Pasanggrahan II berlangsung dari hari senin hingga jumat dengan jam belajar berkisar antara empat hingga enam jam.

Sumber daya manusia yang dimiliki oleh SDN Pasanggrahan II berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari satu kepala sekolah, dua orang guru tetap dan tujuh orang tenaga pengajar tidak tetap. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah terdiri dari tujuh unit ruang kelas, satu unit ruang kantor, lapangan olahraga, satu unit kamar mandi dan tempat mencuci tangan. Fasilitas yang terdapat di dalam kelas yaitu meja dan kursi yang disesuaikan dengan jumlah siswa tiap kelas dilengkapi pula satu buah meja dan kursi guru, satu buah whiteboard dan papan tulis, satu buah papan absensi contoh, satu buah jam dinding dan tempat sampah di depan ruang kelas. Sekolah ini mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan PMR, Kegiatan ini dilaksanakan seminggu sekali di luar jam pelajaran sekolah.

Kegiatan belajar mengajar untuk kelas satu sampai kelas tiga pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan pada hari Jumat dimulai pukul 07.15 hingga pukul 10.00. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas empat sampai kelas enam pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari Jumat kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 10.30 WIB. Sekolah SDN Pasanggrahan II. Kondisi lingkungan lahan pada area sekolah kering dan banyak batu-batuan besar sehingga tanaman hijau sulit tumbuh.

Status Anemia Siswa

Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2007). Menurut WHO (2000) yang diacu dalam Arisman (2007), menyatakan bahwa kadar Hb normal untuk anak usia lima hingga sebelas tahun yaitu 11.5 g/dl. Kadar hemoglobin menurut WHO dikategorikan dalam dua kelompok yaitu anemia dan normal, dikatakan anemia jika kadar Hb ≥11.5 g/dl dan anemia jika kadar Hb <11.5 g/dl Data sebaran siswa berdasarkan status anemia yang disajikan dalam Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan status anemia

Status Anemia n %

Anemia 25 48.08

Normal 27 51.92

(32)

Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil sebanyak 25 siswa (48.08%) mengalami anemia dan sebanyak 27 orang (51.92%) dengan status normal. Hal ini sejalan dengan penelitian Astina (2012) yang menyatakan bahwa prevalensi anemia di Kabupaten Purwakarta sebesar 66.7%. Menurut Depkes (1998) menyatakan bahwa anemia gizi besi (AGB) dapat terjadi karena 1)kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan; 2)meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi dan 3)meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.

Karakteristik Siswa

Data karakteristik siswa yang diamati yaitu meliputi usia, jenis kelamin dan uang saku siswa, contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas empat dan lima SDN Pasanggrahan II Purwakarta yang berjumlah 52 siswa dengan usia berkisar antara 9 sampai 12 tahun. Menurut Hurlock (2004) kategori usia dibagi menjadi dua yaitu masa akhir kanak-kanak atau late chilhood (6-12 tahun) dan masa remaja awal (13-14 tahun). Uang saku dikelompokkan menurut interval dibagi menjadi 3 kategori, yaitu dikategorikan kurang (<Rp1.000 – Rp2.333), sedang (Rp2.334 - Rp3.666) dan besar (>Rp3667– Rp5000). Data sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia yang disajikan dalam Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik siswa dan status anemia

Karakteristik Anemia Normal Total

p

(33)

21 didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin yang signifikan pada kedua kelompok.

Uang saku menurut status anemia didapatkan hasil sebagian besar baik kelompok siswa anemia (76%) maupun kelompok siswa normal (88.9%) memiliki uang saku dalam kategori Kurang (>Rp1.000 – Rp 2.333). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada perbedaan uang saku yang signifikan pada kedua kelompok. Uang saku yang dimiliki siswa rata-rata yaitu untuk kelompok anemia sebesar Rp.1920±942.9 dan kelompok normal sebesar Rp.1740.74±891.9. Alokasi uang siswa yang digunakan sebagian besar yaitu untuk membeli jajanan pangan selama disekolah, contoh yang dibeli oleh sebagian besar siswa yaitu adalah minuman ringan dan chiki. Uang saku yang diperoleh siswa tergantung dari pendapatan yang yang dimiliki orang tua, sehingga pada kedua kelompok siswa rata-rata memiliki uang saku yang kurang.

Uang saku yang diperoleh siswa merupakan pemberian orang tua yang digunakan untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari baik untuk jajan, transportasi atau keperluan lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian jumlah uang saku kepada anak sekolah dasar yaitu besarnya pendapatan orang tua. Jumlah uang saku yang semakin besar membuat membuat anak dapat memilih makanan yang beragam dan berkualitas. Besar uang saku anak merupakan indikator sosial ekonomi keluarga. semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan, baik di kantin maupun di luar sekolah (Andarwulan et al 2008).

Karakteristik Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak (keluarga inti). Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Suhardjo 1989). Karakteristik keluarga data yang diambil yaitu meliputi besar keluarga, pendidikan orang tua (ayah dan ibu), pekerjaaan orang tua (ayah dan ibu) dan pendapatan per kapita.

Besar keluarga di bagi menjadi 3 kategori yaitu kecil (≤4 orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥7 orang) demikian pula tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi.

(34)

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik keluarga dan status anemia

Karakteristik Anemia Normal Total

p

Berdasarkan Tabel 8 sebaran karakteristik menurut status anemia didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok siswa anemia (32%) termasuk dalam besar keluarga kategori kecil), (56%) siswa termasuk dalam besar keluarga kategori sedang dan (12%) siswa termasuk dalam kategori keluarga besar. Kemudian pada kelompok siswa normal (22.2%) termasuk dalam besar keluarga kategori kecil, (74.1%) termasuk dalam besar keluarga sedang dan (7.7%) termasuk dalam besar keluarga besar. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan besar keluarga siswa pada kedua kelompok.

(35)

23 dalam keluarga dapat terpenuhi. Pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga lebih banyak, hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhannya(Sediaoetama 2000).

Menurut Sukandar (2007), menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak terutama pemberian makan, konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.

Berdasarkan tingkat pendidikan ayah didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (60%) maupun kelompok siswa normal (77.8%) pendidikan terakhir ayah yaitu SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan terakhir ayah tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.

Sukandar (2007), menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizi dapat terpenuhi dengan baik. Menurut Atmarita (2004) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi akan memberi stimulasi lingkungan (fisik, social, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah.

Berdasarkan pendidikan ibu didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (84%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) pendidikan terakhir ibu yaitu pada tingkatan SD (sekolah dasar). Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan bahwa pendidikan terakhir ibu tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok.

Pekerjaan orang tua yang terdiri dari pekerjaan ayah dan ibu, didapatkan hasil bahwa sebagian besar baik kelompok siswa anemia (64%) maupun kelompok siwa normal (63%) pekerjaan ayah siswa adalah sebagai buruh bangunan. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p>0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan pekerjaan ayah pada kedua kelompok.

Menurut Suhardjo (1989), menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima.

(36)

Pendapatan perkapita dikelompokan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Purwakarta tahun 2010 yaitu 226.118/kapita/bulan. Berdasarkan data pendapatan perkapita dapat dilihat bahwa sebagian besar baik kelompok status anemia (72%) maupun kelompok siswa normal (85.2%) tingkat pendapatan keluarga dikategorikan pada keluarga miskin. Berdasarkan uji beda T-Test diketahui nilai p>0.05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pendapatan perkapita pada kedua kelompok. Pendapatan perkapita pada kedua kelompok sebagian besar dikategorikan pada keluarga miskin, hal tersebut akan mempengaruhi terhadap kuantitas dan kualitas makan yang akan dikonsumsi dan daya beli makanan sehingga akan mempengaruhi kebiasaan makan siswa, khususnya kebiasaan pangan sumber zat besi yang salah satu faktor penyebab langsung anemia.

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik (Suhardjo 1989). Penurunan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas yang rendah akan berdampak negatif pada kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 2007).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan dan makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit serta cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi tidak menimbulkan penyakit (Notoatmodjo 1993).

Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga pernyataan yaitu 1)status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; 2)setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal; 3)ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Tingkat pengetahuan gizi sanagatberpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidu sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup, khusunya dalam hal kesehatan pangan dan gizi (Hurlock 1998).

(37)

25 Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan

gizi dan status anemia perkembangan. Kelompok usia ini beresiko mengalami masalah kekurangan gizi, hal tersebut terjadi karena nafsu makan yang kurang selama periode tertentu. Berdasarkan Tabel 9 didapatkan hasil bahwa pertanyaan yang masih sama-sama belum dimengerti kedua kelompok siswa baik kelompok siswa anemia maupun normal yaitu mengenai pertanyaan contoh makanan sumber jajanan hewani (7.7%), sumber makanan yang mengandung protein nabati (23.1%), contoh makanan jajanan sumber nabati (23.1%), pengertian makanan jajanan (21.2%), tanda-tanda anemia (23.1%) dan cara pencegahan anemia (15.4%), sehingga perlu adanya pendidikan pengetahuan gizi terhadap pengetahuan jajanan pangan dan pengetahuan tentang anemia dan pencegahannya.

(38)

pengetahuan gizi menjadi tiga, yakni baik dengan skor >80%, sedang dengan skor 60-80%, dan kurang dengan skor <60%. Data sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia disajikan dalam Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan status anemia

Pengetahuan gizi Anemia Normal Total

p

n % n % n %

Kurang (<60) 22 88 20 74.1 42 80.8 0.34

Sedang (60-80) 3 12 7 25.9 10 19.2

Baik (>80) 0 0 0 0 0 0

Total 25 100 27 100 52 200

Berdasarkan Tabel 10 sebaran kategori tingkat pengetahuan gizi didapatkan hasil bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan baik kelompok siswa anemia (88%) maupun kelompok siswa normal (74.1%) memiliki tingkat pengetahuan gizi dalam kategori kurang dan tidak ada seorangpun siswa yang mempunyai tingkat pengetahuan dalam kategori baik. Berdasarkan uji beda T-Test didapatkan hasil nilai p >0.05. Hal tersebut menandakan tidak ada perbedaan yang signifikan pengetahuan gizi siswa pada kedua kelompok.

Menurut Irawati et al (1992), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan cenderung memilih makanan yang murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi sesuai dengan jenis pangan yang tersedia sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, berdasarkan pertanyataan tersebut diharapkan contoh dapat lebih memenuhi kebutuhan zat gizinya.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan Makan Sehari dan Kebiasaan Sarapan

Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Frekuensi makan akan menentukan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan menentukan tingkat kecukupan gizi.

Gambar

Tabel 2 Kadar hemoglobin dan volume hematokrit sebagai indikator anemia
Gambar 1  Modifikasi Penyebab langsung dan tidak langsung keadaan kurang
Gambar 2.Model Kerangka pemikiran determinan status anemia, aktivitas fisik
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis data diperoleh gambaran, bahwa mahasiswa Politeknik Negeri Malang memiliki komitmen yang baik dalam melaksanakan sholat berjamaah, terutama sholat dhuhur dan

Berdasarkan analisis data penelitian dan pembahasan kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa SMP Negeri 2 Nguter kelas VIII A dalam menyelesaikan soal uraian

Alasan peneliti tertarik untuk menganalisis bentuk sajian dan struktur gerak tari, karena pada bentuk sajian Tari Jepin Langkah Simpang memiliki pola garapan yang unik

Hasil uji-f pada tingkat kepercayaan 95% menunjukan bahwa ragam nilai dugaan kepadatan populasi dari metode VCP dan LT tidak berbeda nyata, kecuali pada pengamatan sore hari

100 menit Abler, Ronald, Peter Gould, Spatial Organization, The Geographers Views. Lavery,

Saat bronkoskopi berlangsung banyaknya sekret dahak dinilai menjadi 3 derajat, yaitu derajat 1: hampir tidak ada sekret dahak; derajat 2: memerlukan larutan garam fisiologis

PENGARUH BUDAYA BAHASA PERTAMA DALAM PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA ASING: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG. Apriliya Dwi Prihatiningtyas

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji bagaimana proses spasial penggunaan lahan di perkebunan teh Jamus Kabupaten Ngawi tahun 1990-2010; (2) Mengkaji