• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN

PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG

DIAN PUSPA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan Pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DIAN PUSPA. Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung. Dibimbing oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO dan HOTLAND SIHOTANG.

Agar dapat menyalurkan pembebanan dari struktur atas, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya dukung tanah, jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur tersebut dibangun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas serta merencanakan struktur pondasi dan pilar jembatan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung. Struktur pilar yang ditinjau ini adalah pilar P40 dengan tinggi 17,8 m dan berada pada aliran Sungai Cikeas. Tinggi muka air banjir periode ulang 50 tahun Sub-DAS Cikeas adalah sebesar 2,4 m. Berdasarkan analisis daya dukung tanah, dipilih daya dukung tanah menggunakan data uji NSPT yakni 5210,541 kN dengan jenis pondasi tiang bor kedalaman 22 m dan diameter pondasi 1,2 m. Pondasi direncanakan berjumlah 30 buah (5 x 6 buah) dengan efisiensi grup sebesar 0,668. Rencana pondasi ini telah memenuhi kriteria aman terhadap kategori beban aksial, beban lateral, serta resiko terjadinya penurunan struktur. Pilar direncanakan berbentuk “Y” dengan ukuran 4 x 4 m. Pilar dirancang dengan tulangan lentur dan geser namun tidak membutuhkan tulangan torsi. Kata kunci: tinggi muka air banjir, pondasi jembatan, daya dukung tanah

ABSTRACT

DIAN PUSPA. Structure Analysis of Pier and Foundation Bridge on Cimanggis-Cibitung Toll Ways Project. Supervised by M. YANUAR JARWADI PURWANTO and HOTLAND SIHOTANG.

In order to distribute the superstructure’s load, substructure should be designed in such a way as to observe the condition of the landscape, soil bearing capacity, type and dimensions of substructural components, selection of materials and construction methods, as well as considering the environmental conditions in which the structure is built . This study aims to determine the flood water level of Cikeas River and plan the structure of the bridge foundation and pier on Cimanggis-Cibitung’s Tollway Projects. Pier’s structure which to be reviewed is P40 pier which has 17.8 m height and is located on the Cikeas River flow. Flood water level return 50 years period of Cikeas River is 2.4 m. Based on the analysis of soil carrying capacity, the selected soil bearing capacity using data of NSPT is 5210.541 kN with a kind of bored pile foundation, depth of 22 m, and a diameter of 1.2 m. The foundation is planned amount to 30 pieces (5 x 6 pieces) with an efficiency is 0.668. The foundation plan has met the safety criteria of the category axial load, lateral load, and the risk of structure settlement. Pier is designed “Y” shaped which has size 4x4 m. Pier is design with bending and shear steel but do not require torque steel.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS STRUKTUR PILAR DAN PONDASI JEMBATAN

PADA PROYEK JALAN TOL CIMANGGIS-CIBITUNG

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

Nama : Dian Puspa NIM : F44100067

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Tanggal Lulus:

Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM Pembimbing I

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2014 dengan judul Analisis Struktur Pilar dan Pondasi Jembatan pada Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS.,IPM dan Dr. Ir. Hotland Sihotang,MSi selaku dosen pembimbing, serta Muhamad Fauzan S.T, M.T selaku dosen bidang Struktur dan Infrastruktur Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB. Kepada rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan 47/2010 juga diucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu sangat diperlukan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Tinggi Muka Air Banjir Sungai 3

Jalan Tol 6

Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah 8

Pondasi Jembatan 17

Pilar Jembatan 21

Beton Bertulang 22

METODE 26

Waktu dan Tempat 26

Alat dan Bahan 27

Prosedur Penelitian 27

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas 30

Analisis Rancangan Pondasi Jembatan 34

Analisis Rancangan Penulangan Pilar 50

SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 57

(10)

DAFTAR TABEL

1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi 3 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST 7 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg 9 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan τ’σeill (1988) 14

5 Curah hujan area Sub-DAS Cikeas 31

6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis 32 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik 32 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran 33 9 Rekap daya dukung izin tanah data uji Laboratorium titik uji DB27 39

10 Berat sendiri struktur 40

11 Beban Lajur "D" 40

12 Beban tambahan 41

13 Beban akibat gaya rem 41

14 Beban angin 41

15 Beban gempa 42

16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan 42

17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit 43

18 Kontrol daya dukung dan beban aksial tiang 45

19 Gaya dalam pada pilar bagian 1 51

20 Gaya dalam pada pilar bagian 2 dan 3 53

DAFTAR GAMBAR

1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang 8

2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) 14

3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992) 21 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1) 22 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) 25

6 Lokasi Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung 26

7 Penampang memanjang jembatan layang 26

8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah 27

9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas 28 10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar 29

11 Rencana awal pilar P40 30

12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 31 13 Lokasi titik Uji Bor, Laboratorium, dan Sondir 35

14 Nilai NSPT data uji bor DB25, DB26, dan DB27 36

15 Daya dukung tanah Uji Bor (NSPT) 36

16 Perbandingan daya dukung izin tanah dengan 3 referensi faktor Adhesi 37 17 Perbandingan daya dukung ujung data Laboratorium DB27 38 18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium 38

19 Rencana pondasi grup 43

20 Tulangan lentur dan tulangan geser pondasi tiang bor 48

21 Daerah kritis geser 1 arah pile cap 48

(11)

23 Bagian-bagian pilar 50 24 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 1 52 25 Penulangan lentur dan penulangan geser pilar bagian 2 dan 3 54

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil perhitungan Parameter Statistik dan Smirnov-Kolmogorof 57 2 Hasil perhitungan metode Meyerhoff, Terzaghi, Thomlinson ,Alpha 59 3 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB27 60 4 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB26 61 5 Rekap daya dukung tanah setiap kedalaman pada titik Bor DB25 62 6 Distribusi beban setiap tiang pondasi dalam pondasi grup 63 7 Grafik Rk, Rb, dan Rv (sumber BMS 1992 Mannual Vol 2) 64 8 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas layan 65 9 Rincian beban pada tiap kombinasi keadaan batas ultimit 67

10 Langkah-langkah perhitungan penelitian 69

11 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 25 78

12 Hasil pengujian Uji Bor titik uji DB 26 79

(12)
(13)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi dewasa ini menuntut tersedianya prasarana transportasi yang memadai. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka prasarana transportasi terutama transportasi darat harus tersedia dengan baik. Besarnya jumlah penggunaan transportasi darat setiap harinya seringkali menimbulkan persoalan-persoalan lalu lintas. Persoalan ini diperparah dengan kondisi prasarana jalan yang dewasa ini tidak mampu menampung kuantitas pengguna jalan. Untuk mengatasi persoalan-persoalan ini, pemerintah mengambil salah satu solusi dengan menambah jumlah jalan yang penggunaannya dapat lebih efisien. Jalan yang saat ini banyak dibangun adalah jalan tol.

Komponen jalan tol terdiri dari jalan (highway) serta jembatan. Jalan dan jembatan ini saling terhubung membentuk kesatuan jalan tol yang bebas hambatan. Jembatan dalam hal ini berfungsi sebagai penghubung jalan yang terputus akibat kondisi topografi alami (sungai, lembah, dan sebagainya) maupun topografi buatan (misal: jalur perlintasan kereta api).

Pondasi, pilar, serta abutment merupakan bagian dari stuktur bawah jembatan. Struktur bawah jembatan memiliki fungsi yang penting yakni menyalurkan dan menahan pembebanan dari struktur atas baik berupa beban aksial, lateral maupun momen ke lapisan tanah di bawahnya. Agar dapat menyalurkan pembebanan tersebut, struktur bawah harus dirancang sedemikian rupa dengan memperhatikan kondisi bentang alam, daya dukung tanah, pemilihan jenis dan dimensi komponen struktur bawah, pemilihan bahan dan metode konstruksi, faktor keamanan terhadap resiko kegagalan, serta mempertimbangkan kondisi lingkungan dimana struktur tersebut dibangun. Dalam merencanakan komponen struktur bawah jembatan yang berada pada daerah aliran sungai perlu dipertimbangkan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keadaan sungai tersebut. Kondisi lingkungan ini terutama ditinjau pada saat terjadinya banjir periode ulang tertentu sesuai dengan umur rencana jembatan. Selain itu perlu diperhatikan juga daya dukung tanah lokasi tersebut. Daya dukung tanah merupakan salah satu faktor penentu dalam menjamin keawetan dan kekuatan struktur jembatan. Daya dukung tanah yang memadai dapat diperoleh dengan menempatkan pondasi pada kedalaman dan lapisan tanah yang tepat serta ketepatan dalam menentukan jenis, jumlah, dan dimensi pondasi.

(14)

2

komponen struktur bawah jembatan harus dianalisis perencanaannya sebaik mungkin dengan memperhatikan segala kondisi dan resiko yang ada.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketinggian muka air banjir Sungai Cikeas periode ulang 50 tahun pada daerah sekitar pilar P40

2. Bagaimana rancangan pondasi yang sesuai untuk diterapkan pada pilar P40 3. Bagaimana rancangan pilar yang sesuai untuk pilar P40

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan stuktur pilar dan pondasi jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang terdiri dari :

1. Menentukan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas 2. Merancang struktur pondasi yang dibutuhkan 3. Merancang struktur pilar yang dibutuhkan

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil perencanaan pilar dan pondasi ini dapat berguna sebagai referensi pembangunan jembatan pada proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung serta pembangunan jembatan lainnya yang sejenis dengan jembatan tersebut.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian dilakukan pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25.785 km) yakni struktur bawah jembatan yang melewati Sungai Cikeas. Struktur bawah jembatan yang dianalisis ini difokuskan pada pilar P40 serta pondasi dari pilar tersebut.

2. Penelitian ini hanya membahas desain serta kekuatan pilar dan pondasi jembatan dengan mempertimbangkan pembebanan, daya dukung tanah, serta stabilitas struktur tersebut. Beberapa batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Tidak membahas perhitungan superstructure (struktur atas) jembatan - Tidak membahas metode pelaksanaan dan anggaran biaya pelaksanaan - Tidak merencanakan drainase jalan

- Tidak membahas perhitungan geometri jalan dan perkerasan baik pada jembatan maupun pada daerah setelah jembatan

(15)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinggi Muka Air Banjir Sungai

Untuk menentukan ketinggian muka air banjir sungai perlu diketahui debit sungai rencana untuk periode ulang tertentu. Dalam pengaruhnya terhadap struktur jembatan biasanya digunakan periode ulang 50 tahun. Penentuan debit rencana dapat dihitung menggunakan data curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS) maupun menggunakan fluktuasi debit tahunan dari suatu sungai. Baik fluktuasi data debit maupun data curah hujan, perlu dianalisis frekuensinya. Menurut Kamiana (2010), analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian ekstrem (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas. Dalam analisis frekuensi suatu kejadian (hujan atau debit) diperlukan seri data (hujan atau debit) selama beberapa tahun. Pengambilan seri data untuk tujuan analisis frekuensi dapat dilakukan menggunakan 2 metode (Kamiana 2011):

1. Seri parsial (partial duration series)

Metode ini digunakan apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun runtut waktu. Dalam metode ini, ditetapkan dulu batas bawah suatu seri data. Kemudian semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil menjadi bagian seri data. Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringkat. Caranya adalah dengan mengambil semua besaran data yang cukup besar kemudian diurut dari besar ke kecil.

2. Data maksimum tahunan (annual maximum series)

Metode ini digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun berturut waktu. Dalam metode ini, hanya data maksimum yang diambil untuk setiap tahunnya, atau hanya ada 1 data setiap tahun.

Dalam analisis frekuensi data hujan maupun data debit dapat digunakan beberapa metode distribusi probabilitas yakni distribusi probabilitas Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan jenis distribusi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi

Distribusi Persyaratan

Log Pearson III Selain dari nilai diatas

Sumber: Bambang 2008 dalam Kamiana 2011 Koefisien Skewness untuk Gumbel dan Normal: (Cs) = ∑��= −

− − (1)

(16)

4

(Cs) = ∑��= −

− − (2)

Koefisien kurtosis untuk Gumbel dan Normal: (Ck) = ∑��= −

− − − (3)

Koefisien kurtosis untuk Log Normal dan Log Pearson: (Ck) = ∑��= −

− − − (4)

Koefisien variasi untuk Log Normal dan Log Pearson

(Cv) = (5)

Xrt= nilai rata-rata dari X = ∑��= (6)

Standar deviasi untuk Gumbel dan Normal (S) = √∑��= −

− (7)

Standar deviasi untuk Log Normal dan Log Pearson (S) = √∑��− −

− (8)

Xi: data hujan atau debit ke-i n : jumlah data

XT : hujan rencana atau debit rencana dengan periode ulang T

Xrt : nilai rata-rata dari data hujan atau debit S : standar deviasi

K : faktor frekuensi Gumbel Yt : reduced variate

Sn : reduced standard deviasi Yn : reduced mean

b. Distribusi Probabilitas Normal

XT = + × (12)

Dimana:

XT, Xrt, dan S sama dengan diatas

KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang c. Distribusi probabilitas Log Normal

Log X� = log + + (13)

(17)

5 Log XT : nilai logaritmis hujan/debit rencana dengan periode ulang T Log Xrt : nilai rata-rata dari log X

S log X : standar deviasi dari log X

KT : faktor frekuensi yang nilainya tergantung periode ulang d. Distribusi probabilitas Log Pearson Type III

Log X� = log + + (14)

Dimana:

Log XT, Log Xrt, S Log X sama dengan diatas

KT : variabel standar yang besarnya bergantung Koefisien Skewness Jika data yang dipergunakan adalah data debit suatu sungai, maka dengan menggunakan analisis frekuensi menggunakan keempat metode tersebut dapat ditentukan debit rencana untuk periode ulang tertentu. Sedangkan jika data yang digunakan adalah data curah hujan, maka untuk mendapatkan debit rencana periode ulang tertentu dapat menggunakan beberapa persamaan, yakni salah satunya adalah metode rasional.

Metode rasional merupakan metode tertua yang digunakan untuk menentukan debit puncak suatu sungai atau saluran dengan daerah aliran terbatas. Dalam Departemen PU, SK NI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode Rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran <5000 Ha. Untuk daerah dengan luas pengairan >5000 Ha, koefisien pengaliran (C) dapat dipecah-pecah sesuai dengan tata guna lahannya. Suripin (2004) dalam Kamiana (2011) menjelaskan penggunaan metode Rasional pada daerah pengaliran dengan beberapa sub daerah pengaliran dapat dilakukan dengan pendekatan nilai C gabungan atau C rata-rata dan intensitas hujan dihitung berdasarkan waktu konsentrasi yang terpanjang. Selain itu, Kamiana menyebutkan besarnya nilai waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

= , ×× . (15)

Keterangan:

tc : waktu konsentrasi (jam)

L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Km) S : kemiringan rata-rata daerah lintasan air

Rumus umum dari metode rasional adalah sebagai berikut:

= . × × × (16)

Keterangan:

Q : debit puncak limpasan permukaan (m3/dtk) C : angka pengaliran

A : luas daerah pengaliran (Km2)

I : intensitas curah hujan (mm/jam)

(18)

6

30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman. Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia dan yang tersedia adalah data hujan harian maka persamaan regresi kurva IDF dapat diturunkan dengan Metode Mononobe. Bentuk umum dari persamaan Mononobe adalah sebagai berikut:

= × (17)

Keterangan:

I : intensitas hujan rencana (mm)

X24 : tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm) t : durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam)

Dengan menganggap sungai sebagai saluran terbuka, maka pada aliran sungai tersebut berlaku persamaan Manning. Persamaan Manning ini selanjutnya dapat diturunkan untuk mendapatkan ketinggian muka air pada kondisi debit rencana menggunakan data profil penampang sungai. Persamaan Manning adalah sebagai berikut: diperhitungkan pengaruh aksi aliran air pada pilar jembatan. Aksi tersebut menimbulkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar. Berdasarkan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, gaya seret ini dapat dihitung berdasarkan kecepatan aliran menggunakan persamaan berikut:

Tef = . × × × (19)

Dimana:

Vs : kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang dikaitkan dengan periode ulang banjir

CD : koefisien seret

Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran

2.2Jalan Tol

(19)

7 dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna, sedangkan jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Dengan mempertimbangkan kondisi topografi dan lahan, jalan tol dapat berbentuk jalan dengan jalur utama pada permukaan tanah, jalan layang dengan jalur utama diatas tanah, jalan dengan jalur utama pada lintas bawah, jalan terowongan dengan jalur utama di dalam tanah/air, jembatan, maupun kombinasi hal-hal tersebut diatas. Kelas jalan bebas hambatan untuk jalan tol didesain dengan jalan kelas 1, tetapi untuk kasus khusus dimana jalan tol tersebut melayani kawasan berikat ke jalan menuju dermaga atau ke stasiun kereta api, dimana kendaraan yang dilayani lebih besar dari standar yang ada, maka harus didesain menggunakan jalan kelas khusus. Standar kelas jalan ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST

Kelas Jalan

Fungsi Jalan

Dimensi Kendaraan Maksimum

yang Diizinkan Muatan Sumbu

Terberat yang

Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang-ruang tersebut dipersiapkan untuk menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan disamping keutuhan konstruksi jalan.

- Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur

pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan, galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan.

- Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran

jalan maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol.

- Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi

(20)

8

Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang (elevated) (sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009)

2.3 Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah

Tahapan paling awal dalam merencanakan sebuah jembatan adalah peninjauan terhadap kondisi bentang alam dimana jembatan tersebut akan dibangun. Peninjauan bentang alam ini dimaksudkan untuk evaluasi terhadap rencana awal posisi penempatan jembatan serta untuk menentukan posisi terbaik dimana pondasi jembatan akan ditanam. Peninjauan bentang alam dilakukan secara visual dengan mendatangi lokasi rencana jembatan ataupun melalui data sekunder terkait keadaan alam lokasi tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan secara visual adalah kondisi topografi lokasi, misalnya kondisi lereng, kondisi sungai, kondisi pembangunan yang berkaitan dengan sosial dan budaya, dan sebagainya. Peninjauan bentuk topografi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perencanaan awal dari segi keamanan struktur jembatan dimasa mendatang serta biaya yang dibutuhkan berdasarkan pemilihan letak strategis struktur tersebut.

(21)

9 mendapatkan informasi mengenai keadaan tanah di titik rencana tersebut. Pengamatan secara mendetail ini dilakukan dengan beberapa metode penyelidikan tanah.

Tanah terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal, kecuali untuk tanah sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan yang secara kimia tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa (Pedoman Konstruksi dan Bangunan PU 2006). Dalam Luthfi (1973), disebutkan klasifikasi tanah dalam sudut pemandangan teknik, yakni:

- Batu kerikil (gravel) - Pasir (sand)

- Lanau (silt)

- Lempung (clay) : organik atau inorganik

Golongan batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedangkan golongan lanau dan lempung dikenal sebagai kelas bahan yang berbutir halus atau bahan-bahan yang cohesive.

Dalam Unified Soil Clasification System (USCS), suatu tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50% lewat saringan nomer 200 (Hardiyatmo 1992). Sifat tanah berbutir kasar terutama bergantung pada ukuran butirannya sedangkan pada tanah berbutir halus lebih tergantung pada komposisi mineralnya. Pada tanah berbutir halus, batas plastisitasnya lebih menunjukkan sifat tanah tersebut dari pada ukuran butirannya. Lebih lanjut, Hardiyatmo (1992) menjelaskan, suatu hal yang terpenting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Tergantung pada kadar airnya, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Atterberg (1911), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Batas cair (LL) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu presentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3.2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Batas susut (SL) didefiniskan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanahnya. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg

PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Nonplastis Pasir Nonkohesif

<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian

7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

(22)

10

Hardiyatmo 1992 menjelaskan, bila tanah mengalami tekanan akibat pembebanan seperti beban pondasi, maka angka pori tanah akan berkurang. Selain itu, tekanan akibat beban pondasi juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan sifat mekanis tanah seperti menambah tahanan geser tanah. Jika tanah berada di dalam air, tanah dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas sebagai akibat tekanan air hidrostatis. Berat tanah yang terendam ini, disebut berat tanah efektif, sedang tegangan yang terjadi akibat berat tekan efektif di dalam tanahnya disebut tegangan efektif. Tegangan efektif ini merupakan tegangan yang mempengaruhi kuat geser dan perubahan volume atau penurunan tanahnya. Terzaghi (1923) memberikan prinsip tegangan efektif yang bekerja pada segumpal tanah. Prinsip ini hanya berlaku pada tanah yang jenuh sempurna, yaitu:

1. Tegangan normal total ( ) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat tanah total termasuk air dalam ruang pori, per satuan luas, yang arahnya tegak lurus.

2. Tekanan air pori (u), disebut juga dengan tekanan netral yang bekerja ke segala arah sama besar, yaitu tekanan air yang mengisi rongga di antara butiran padat.

3. Tegangan normal efektif ( ’) pada bidang di dalam massa tanah, yaitu tegangan yang dihasilkan dari beban akibat berat butiran tanah per satuan luas bidangnya.

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan tanah. Mohr (1910) memberikan teori mengenai kondisi keruntuhan suatu bahan. Teorinya adalah bahwa keruntuhan suatu bahan dapat terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Selanjutnya, hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dinyatakan menurut persamaan berikut (Hardiyatmo 1992):

� = � (20)

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh:

1. Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekeja pada bidang gesernya. 2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan

tegangan vertikal pada bidang geserannya.

Coulomb (1776) mendefinisikan fungsi � sebagai:

� = + � ∅ (21)

Dengan:

: kuat geser tanah c : kohesi tanah

∅ : sudut gesek dalam tanah

: tegangan normal pada bidang runtuh

Karena tanah pasir bersifat kasar, jika tahanan geser tanah pasir bertambah, akan menambah pula sudut gesek dalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir antara lain:

1. Ukuran butiran

(23)

11 3. Kekasaran permukaan butirannya

4. Angka pori atau kerapatan relatifnya (relatif density) 5. Distribusi ukuran partikel

6. Bentuk butiran

7. Sejarah tegangan yang pernah dialami (overconsolidation)

Dari faktor yang mempengaruhi kuat geser tanah pasir di atas, yang paling besar pengaruhnya adalah nilai angka pori karena angka pori akan berpengaruh pada kerapatannya. Pada pengujian geser langsung maupun triaksial, bila angka pori rendah atau kerapatan relatif tinggi, nilai kuat geser (sudut gesek dalam) akan tinggi pula. Jika dua macam tanah pasir mempunyai kerapatan relatif yang sama, tetapi gradasinya berlainan, pasir yang bergradasi lebih baik akan mempunyai sudut gesek dalam yang lebih besar (Hardiyatmo 1992)

Penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung tanah, karakteristik tanah, susunan lapisan tanah ataupun sifat tanah, serta untuk mengetahui kedalaman tanah keras. Kemampuan tanah dalam menahan beban dinamakan dengan daya dukung tanah. Daya dukung tanah dapat diprediksi dari hasil penyelidikan tanah yakni menggunakan uji sondir, uji bor, serta uji laboratorium. Pemilihan jenis penyelidikan ini didasarkan pada peruntukan hasil penyelidikan dan jenis lapisan tanah yang diuji. Menurut Wiraga (2011), untuk perencanaan bangunan gedung pada tanah dari jenis lempung dan lanau biasanya dipakai peralatan sondir. Pada bangunan jembatan dan tanah bergravel biasanya dilakukan pengeboran serta uji Standard Penetration Test (SPT). Mengingat ketidakpastian jenis lapisan tanah yang akan diuji, maka sebagai pembanding kedua jenis pengujian diatas (sondir dan SPT) dapat dilakukan bersama pada satu lokasi. Pengujian laboratorium diperlukan sebagai pelengkap bagi pengujian lapangan atau bila parameter tanah yang ingin diketahui tidak dapat dilakukan melalui penyelidikan lapangan.

2.3.1 Uji Sondir

(24)

12

Uji sondir dilakukan untuk mengetahui kedalaman tanah keras serta memprediksi profil tanah terhadap kedalaman. Kedalaman tanah keras dan profil tanah ini didapatkan melalui parameter-parameter perlawanan penetrasi tanah. Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka banding geser (Rf), dan geser total tanah (Tf). Perlawanan konus merupakan perlawanan ujung yang diambil sebagai gaya penetrasi per satuan luas ujung sondir. Besarnya gaya ini dapat mengindentifikasikan kekuatan tanah serta jenis tanah tersebut, misalnya pada tanah berbutir kasar gaya tahanan ujung lebih besar daripada tanah berbutir halus.

Prinsip dasar dari uji penetrasi statik di lapangan adalah dengan anggapan berlaku hukum aksi reaksi. Hasil perhitungan ini selanjutnya disajikan dalam grafik hubungan antara variasi perlawanan konus (qc) dengan kedalaman (meter). Angka banding geser (Rf) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai geser lokal (fs) dengan perlawanan konus (qc), dihitung dengan persamaan berikut:

Rf = × (22)

Geseran total (Tf) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal (fs) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dihitung dengan persamaan berikut:

Selanjutnya dengan menggunakan hasil perhitungan perlawanan ujung konus (qc) dan perlawanan geser lokal (fs), kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir dapat ditentukan dengan persamaan Meyerhorf berikut (Sumber: Effendi dan Reidesy 2008):

= × + × (24)

Kapasitas daya dukung izin pondasi dinyatakan dengan rumus:

= × + × (25)

Dengan qc = tahanan ujung tiang sondir (kg/cm2), Ap = luas penampang tiang, fs = perlawanan geser lokal, serta P = keliling tiang

2.3.2 Uji Bor

(25)

13 Berdasarkan SNI 4153:2008 tentang Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT, Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 0,15 m untuk masing-masing tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam satuan pukulan/0,3 m). Jumlah pukulan dan kedalaman ini kemudian di sajikan dalam bentuk diagram SPT.

Dengan data lapangan dari hasil uji bor ini, kapasitas daya dukung untuk pondasi jenis tiang pancang dapat dihitung menggunakan metode Meyerhorf sebagai berikut (sumber: Napitupulu dan Iskandar 2012):

Untuk tanah non-kohesif

Daya dukung ujung pondasi tiang

= × × × (26)

Tahanan geser selimut tiang

= × × × (27)

Dimana Nspt = nilai N-SPT, Lb= panjang lapisan tanah (m), d= diameter tiang (m), Ap= luas tiang (m2), Li = tebal lapisan tanah (m) dan P = keliling tiang (m).

Untuk tanah kohesif

Daya dukung ujung pondasi

= × × (28)

Tahanan geser selimut tiang

= × × × (29)

= × × (30)

Dimana α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang, Cu = kohesi undrained (kN/m2), Ap= luas penampang tiang (m2), P= keliling tiang (m), Li=tebal lapisan tanah (m).

Selanjutnya, kapasitas daya dukung tiang pancang total dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

= + (31)

Untuk menentukan koefisien adhesi (α) pada tanah kohesif dapat digunakan beberapa metode berikut (Sumber: Ambarita, 2008 ):

1. Kulhawy (1984)

(26)

14

Gambar 2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984) 2. Reese & Wright (1977)

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese & Wright (1977), besar nilai faktor adhesi (α) untuk tiang bor adalah 0,55.

3. Reese dan τ’σeill (1988)

Menurut Reese dan τ’σeill nilai faktor adhesi (α) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Faktor adhesi (α) berdasarkan Reese dan τ’σeill (1988)

Undrained Shear Strength (Su) Value of α

< 2 tsf 0,55

2-3 tsf 0,49

3-4 tsf 0,42

4-5 tsf 0,38

5-6 tsf 0,35

6-7 tsf 0,33

7-8 tsf 0,32

8-9 tsf 0,31

> 9 tsf Treat as rock

1 tsf = 95,76052 kN/m3 2.3.3 Uji Laboratorium

Uji laboratorium dilakukan menggunakan contoh uji tanah yang didapat dari uji bor untuk mendapatkan parameter sifat-sifat tanah. Parameter-parameter yang didapat dari uji laboratorium ini adalah sebagai berikut:

1. Berat butiran padat (ws), berat air (Ww) 2. Kadar air (w)

3. Porositas (n), angka pori (e)

4. Spesific gravity (Gs), Berat isi tanah ( ),

5. Koefisien keseragaman (Cu), koefisien gradasi (Cc) 6. Kohesi tanah (c),

(27)

15 9. Batas-batas Atterberg yakni batas cair (LL), batas plastis (PL), batas susut

(SL), Indeks Plastisitas (PI), Indeks Cair (LI) 10.Tegangan normal total ( ), tekanan air pori (u) 11.Kuat geser tanah ( )

Sifat-sifat tanah, terutama yang berhubungan dengan karakteristik struktur tanah, adalah berat isi tanah ( ), kohesi tanah (c), spesific gravity, dan sudut geser dalam (∅). Parameter-parameter ini menentukan besarnya kapasitas daya dukung yang dapat diberikan oleh tanah tersebut. Parameter ini dapat ditentukan menggunakan beberapa uji, yakni uji direct shear, uji konsolidasi, unconfine compression test (UCT) atau triaksial test.

Menggunakan parameter sifat-sifat tanah dari uji-uji laboratorium yang diperlukan, dapat ditentukan daya dukung tanah menggunakan dua prinsip utama yakni daya dukung tanah ujung dan daya dukung tanah friksi. Dalam Pradoto (1989) dijabarkan metode perhitungan kapasitas daya dukung ujung dan kapasitas daya dukung friksi. Kapasitas daya dukung ujung dapat dihitung menurut beberapa peneliti antara lain Meyerhorf, Terzaghi serta Tomlinson yang merinci metode perhitungan ini berdasarkan jenis tanah yakni tanah berbutir halus, tanah berbutir kasar serta tanah pada umumnya

a. Kapasitas daya dukung untuk tanah berbutir halus ( c-soils) (sumber: Pradoto 1989)

- Meyerhorf

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir halus adalah:

Qe = × × ′ (32)

Dimana:

Qe : tahanan ujung (Qp)

σc’ : faktor daya dukung, untuk tanah berbutir halus σc’=9 Ap : luas penampang tiang pancang

c : kohesi dari tanah yang terdapat pada ujung tiang pancang (sebaiknya didapat dari U.U test)

- Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung ditentukan sebagai berikut:

Qe = . × × + × (33)

Dimana:

Qe, Ap dan c sama dengan di atas

Nc : faktor daya dukung untuk tanah di bawah tiang Nq : faktor daya dukung, untuk ∅ = 0, maka Nq = 1 b. Untuk tanah berbutir kasar

(28)

16

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar dibedakan dalam dua hal:

Untuk < , Kapasitas daya dukung ujung adalah:

Qe = × × ′ (35)

Untuk > , Kapasitas daya dukung ujung adalah:

Qe = × × ′ (36),

dengan harga Qe harus lebih kecil daripada:

Qe = × × ′ × ∅ (37)

Dimana:

Qe, Ap, σq’, sama dengan sebelumnya L : panjang tiang

B : dimensi penampang tiang

: the critical depth ratio (perbandingan kedalaman kritis) didapat dari grafik bearing capacity factor

∅ : sudut geser dalam - Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai berikut:

Qe = × × × + × × × (38)

Dimana:

Qe, Ap, , σq, σ , B sama dengan sebelumnya : berat isi tanah dibawah ujung tiang

aq dan a : faktor penampang, dengan: Penampang persegi dan bulat, aq = 1.0 Penampang persegi, a = 0.4

Penampang bulat, a = 0.γ - Tomlinson

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai berikut:

Qe = × × (39)

Dengan Qe, Ap, σq’, sama dengan sebelumnya c. Untuk tanah pada umumnya (c-∅soil)

- Meyerhorf

Kapasitas daya dukung ujung untuk tanah pada umumnya adalah sebagai berikut:

Qe = × × ′+ ɳ × × ′ (40)

Dengan memperhitungkan berat pondasi tiangnya, kapasitas daya dukung ujung menjadi sebagai berikut:

Qe = × ( × ′+ ɳ × × ′− ) (41)

(29)

17 Qe, Ap, c, q͞ adalah sama dengan sebelumnya

σc’ dan σq’ adalah faktor daya dukung yang telah disesuaikan ɳ : faktor, menurut Meyerhorf adalah 1

- Terzaghi

Kapasitas daya dukung ujung pada tanah umumnya adalah:

Qe = × . × × + × + × × × (42)

Dengan keterangan rumus sama seperti sebelumnya. - Tomlinson

Qe = × × + × (43)

Rumus-rumus tiang pancang yang diusulkan oleh Terzaghi dan Meyerhorf sebenarnya sudah mencakup daya dukung ujung dan gesekan jika kedalaman tiang mencapai 25 meter sampai 50 meter. Rumus-rumus Terzaghi baik digunakan untuk kedalaman sampai sekitar 25 meter dan rumus Meyerhorf untuk kedalaman lebih besar dari 25 meter. Jika kedalaman tiang sudah melebihi 50 meter, maka daya dukung tiang lebih mengandalkan pada gesekan tiang. Untuk kondisi ini maka rumus-rumus Tomlinson lebih cocok untuk digunakan (Hadihardaja 1997).

Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung berdasarkan data laboratorium. Kapasitas daya dukung friksi dapat dihitung menggunakan metode Alpha (α) sebagai berikut (sumber: Pradoto 1989):

- Cara α dari Tomlinson

c : kohesi atau hasil undrained shearing strength

K : coefficient of lateral preassure, harganya terletak antara Ko sampai 1.75, Dimana:

Ko = − ∅ √ (45)

OCR : Over consolidation ratio (qc/qo) qc : preconsolidated pressure

qo : overburden pressure

∅ : sudut geser dalam (biasanya diambil tegangan efektifnya) δ : sudut geser efektif antara tanah dan material tiang

As : luas selimut tiang pancang yang menerima geser

2.4 Pondasi Jembatan

(30)

18

geser dan penurunan yang berlebihan pada tanah maupun pondasi. Pemilihan jenis pondasi ini didasarkan pada kedalaman tanah keras, keadaan lokasi setempat, tipe bangunan, keadaan propertis lapisan tanah, kemampuan pondasi tersebut untuk menyalurkan beban, serta ditinjau juga terhadap efisiensi proses dan biaya dari penerapan pondasi tersebut. Secara umum jenis pondasi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

a. Pondasi dangkal.

Pada umumnya pondasi dangkal digunakan untuk kondisi lapisan tanah keras terletak di dekat permukaan tanah. Pondasi dangkal ini terdiri dari jenis pondasi telapak, pondasi menerus, serta pondasi rakit.

b. Pondasi dalam

Pondasi dalam terdiri dari pondasi bored pile (dengan casing atau tanpa casing), pondasi caisson, serta pondasi tiang. Pondasi dalam biasanya digunakan untuk jenis struktur dengan beban yang relatif besar namun tanah keras berada jauh di bawah permukaan tanah.

Pondasi tiang merupakan salah satu teknologi pondasi yang sering digunakan untuk struktur bangunan dengan beban yang besar. Daya dukung untuk pondasi tiang ini terdiri dari dua jenis yakni daya dukung tahanan ujung dan daya dukung gesekan (friksi). Daya dukung tahanan ujung lebih ditekankan apabila pondasi tiang ditanamkan hingga masuk sampai lapisan tanah keras. Tiang tipe ini disebut end bearing pile atau point bearing piles. Sedangkan daya dukung yang berasal dari daya lekatan tiang dan tanah lebih ditekankan pada kondisi ketika tiang tidak dapat mencapai lapisan tanah keras. Tiang seperti ini disebut friction pile. Selain itu, daya dukung pada pondasi tiang ini juga dapat berupa friction dan end bearing capacity.

Tiang pancang dapat dibedakan dari material utama pembuatnya, yakni tiang pancang kayu, tiang pancang beton serta tiang pancang baja. CP 2004 dalam Pradoto 1989 juga mengklasifikasikan tiang untuk pondasi tiang menjadi 3 bagian sebagai berikut:

1. Tiang perpindahan besar (Large displacement piles)

Tiang ini adalah tiang masif ataupun tiang berlubang dengan ujung tertutup. Pelaksanaan di lapangan dapat dengan dipancang atau ditekan sampai elevasi yang dituju sehingga terjadi perpindahan/terdesaknya lapis tanah.

2. Tiang Perpindahan kecil (Small displacement piles)

Tiang ini memiliki penampang yang lebih kecil dari pada tiang tipe Large displacement. Contohnya adalah tiang baja penampang H atau I, tiang pipa, atau tiang box dengan ujung terbuka yang memungkinkan tanah masuk ke penampang yang berlubang.

3. Tiang tanpa perpindahan (Non displacement piles)

Tiang tipe ini dibuat dengan memindahkan tanah terlebih dahulu untuk kemudian dapat dilaksanakan pengisian lobang tersebut dengan tiang. Penentuan kedalaman tiang pada pondasi tiang harus mempertimbangkan beberapa hal berikut (BMS section 4 1992):

a. Daya dukung dan sifat kompresibilitas dari tanah atau batuan b. Penurunan yang diizinkan dari struktur

c. Perkiraan kedalaman gerusan d. Kemungkinan pergerakan tanah

(31)

19 g. Muka air tanah

Biasanya, dalam perancangan pondasi jembatan dengan tipe tiang pancang, tiang yang digunakan bukan berupa tiang tunggal melainkan tiang dalam grup. Berdasarkan RSNI-T-12-2004, jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan terhadap kondisi dari tanah dan harus dipilih dengan memperhatikan pemadatan dan metode pemasangan/pelaksanaannya. Jarak tiang harus diukur dari as ke as. Untuk tiang-tiang yang paralel, jarak minimum tiang adalah 5 kali diameter atau jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung dalam suatu kumpulan kepala tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi terdekat dari kumpulan kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang harus tertanam ke dalam beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material yang rusak akibat pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton dan pipa baja yang diisi beton harus dibuat kait angkur atau pembesian yang diperpanjang kedalam pilecap beton, maka masuknya kepala tiang dapat dikurangi sampai 100 mm.

Lebih lanjut lagi, Pradoto 1989 menjelaskan spasi setiap tiang dalam suatu grup tiang pondasi umumnya bervariasi antara 2 kali diameter tiang (2D) hingga 6 kali diameter tiang (6D). Selain itu, spasi ini juga bervariasi berdasarkan fungsi pile serta klasifikasi tanah yakni sebagai berikut:

Berdasarkan fungsi pile

- sebagai friction pile minimum S = 3D

- sebagai end bearing pile minimum S = 2.5 D Berdasarkan klasifikasi tanah

- terletak pada lapisan tanah liat keras minimum S = 3.5D - terletak di daerah lapis padat minimum S = 2D

Spasi dalam grup tiang akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan daya dukung dari grup tiang tersebut. Pengaruh dari spasi ini akan menentukan besarnya efisiensi daya dukung grup tiang. Spasi antar tiang dalam grup tiang yang berdekatan menyebabkan adanya pemakaian bersama area lapisan tanah dalam menyalurkan beban. Hal ini menyebabkan daya dukung maksimum grup tiang tidak dapat dihitung dengan mengalikan kapasitas daya dukung satu tiang dengan jumlah banyaknya tiang. Untuk itu diperlukan adanya efisiensi grup tiang.

Daya dukung maksimum grup tiang dapat dihitung berdasarkan anggapan keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure). Keruntuhan tiang tunggal ini dapat diterapkan untuk tanah tipe c-soils, ∅-soils, serta c-∅ soils yang memenuhi syarat minimum spasi. Sedangkan untuk kondisi yang dijabarkan di bawah ini, kapasitas daya dukung tiang maksimum grup harus dihitung berdasarkan anggapan keruntuhan blok (block failure). Kondisi tersebut adalah (Pradoto 1989):

- Biasanya untuk tanah c-soils yang lunak atau tanah pasir lepas

- Untuk tanah liat keras dan tanah pasir padat yang mempunyai spasi S < 3D Di dalam grup tiang gaya-gaya luar yang bekerja pada kepala tiang (kolom) didistribusikan pada grup tiang berdasarkan rumus elastisitas sebagai berikut:

Qum = ± ×

∑ ± ×

∑ (46)

Dimana:

(32)

20

Mx, My : momen pada arah sebagai x dan sebagai Y X, Y : jarak dari tiang terhadap sumbu X dan Y

Dalam perancangan tiang-tiang pondasi, diperlukan kriteria perancangan yang didasarkan pada hal berikut:

- Hult yakni gaya horizontal yang merupakan fungsi dari sifat-sifat tanah harus lebih besar dari gaya horizontal yang dikenakan pada tiang tunggal biasa yakni H working load (Hwl). Hwl dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:

Hwl = ∑

∑ (47)

- Kestabilan perancangan defleksi yang terjadi < defleksi yang diizinkan. Perancangan defeksi tiang yang terjadi dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:

Untuk tipe kepala tiang bebas

= × × (48)

Untuk kepala tiang terjepit

= × + (49)

Dimana:

zf : jarak dari surface ke titik jepit dasar Ep : modulus elastisitas tiang

Ip : Momen Inersia tiang

Selain itu perlu diperhitungkan besarnya penurunan yang terjadi. Pada lapisan tanah berbutir halus, settlement yang dominan terjadi adalah consolidation settlement. Sebaliknya pada lapis tanah berbutir kasar, settlement yang dominan terjadi adalah immediate settlement. Jika tanah tersebut murni hanya terdiri dari tanah berbutir kasar, maka consolidation settlement tidak terjadi. Besarnya settlement yang dizinkan adalah sebesar 25 mm.

Berdasarkan BMS Vol 2 1992, penurunan tiang tunggal dapat diperkirakan dengan cara elastis sebagai berikut:

- Tiang terapung atau tahan lekat

= × × × ℎ × (50)

- Tiang tahan ujung

= × × × ℎ × (51)

Dimana:

P : beban rencana yang bekerja d : diameter tiang

Es : modulus young tanah rencana

(33)

21 Rk, Rh, Rb, Rv : faktor kohesi untuk pengaruh tiang terhadap kompresibilitas kedalaman tanah, kekakuan lapis pendukung dan perbandingan Poisson Vs. Grafik untuk menentukan Rk, Rh, Rb, dan Rv ditampilkan padaLampiran 7.

Gambar 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual Vol 2 1992)

Penurunan dalam kelompok tiang dapat dihubungkan dengan penurunan tiang tunggal dengan beban rata-rata yang sama seperti tiang dalam kelompok, oleh:

= × (52)

Dengan:

Sg : penurunan rencana kelompok tiang S : penurunan rencana tiang tunggal Rs : nilai perbandingan penurunan

Untuk kelompok yang mempunyai lebih dari 25 tiang, Rs dapat diekstrapolasi dari nilai-nilai untuk kelompok 16 tiang dan 25 tiang dengan penggunaan rumus berikut:

= − (√ − ) + (53)

2.5 Pilar Jembatan

(34)

22

serta beban gempa bumi. Pilar jembatan harus direncanakan untuk mempunyai kapasitas struktural yang memadai, dengan pergerakan yang dapat diterima sebagai akibat dari kombinasi beban-beban, serta kapasitas dukungan pondasi yang aman dan penurunan yang dapat diterima (RSNI-T-12-2004).

Tiang direncanakan dengan hubungan kaku ke dalam balok cap. Tebal balok cap dari diameter pilar dapat diperkirakan tetapi umumnya tidak kurang dari 1000 mm. Bentuk umum dari pilar ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bentuk Umum Pilar Jembatan (Sumber : BMS Manual Vol 1)

2.6 Beton Bertulangan

Beton sederhana terbuat dari perkerasan campuran semen, air, agregat halus, agregat kasar, serta bahan tambahan lainnya (jika diperlukan). Kekuatan nominal beton terdiri dari kuat tekan, kuat tarik, serta kuat tarik lentur. Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan tes uji silinder beton saat beton berusia 28 hari. Kuat tekan beton ini dipengaruhi faktor air semen (FAS), tipe semen, agregat, bahan tambahan, kecepatan pembebanan, umur beton, serta kelembaban dan temperatur ketika beton mengeras. RSNI-T-12-2004 mensyaratkan, beton dengan kuat tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan.

(35)

23 penampang untuk mengatasi kelemahan terhadap tarik tersebut. Penguatan terhadap tarikan ini dapat dilakukan dengan menambahkan tulangan baja ke dalam struktur beton. Teknologi ini dinamakan sebagai beton bertulang. Beton bertulang merupakan beton yang diberi baja tulangan dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari nilai minimum yang diisyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material tersebut bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja (RSNI-T-12-2004).

Perencanaan struktur beton bertulang di bawah ini di dasarkan pada RSNI T-12-2004

1. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Lentur

Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus memperhitungkan keseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas regangan, serta konsisten dengan anggapan:

- Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami lentur - Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.

- Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-regangan beton.

- Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Hubungan distribusi tegangan tekan beton dan regangan dapat dianggap dipenuhi oleh distribusi tegangan beton persegi ekuivalen, yang diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan ekuivalen yang Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat tekan rencana ρPn kurang dari nilai yang terkecil antara 0,1fc’Ag dan ρPb, maka rasio tulangan ρ tidak boleh melampaui 0,75 dari rasio ρb yang menghasilkan kondisi regangan batas berimbang untuk penampang. Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan, bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75.

2. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Geser

Perencanaan penampang akibat geser harus didasarkan pada :

Vu < φ Vn (56)

Di mana Vu adalah gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau, dan Vn adalah kuat geser nominal yang dihitung dari

Vn = Vc + Vs (57)

Vc adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, dan Vs adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Untuk komponen struktur yang dibebani geser dan lentur saja, berlaku:

(36)

24

Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial berlaku:

= + (√ ′) × (59)

Untuk komponen yang dibebani gaya tarik aksial yang besar, kuat geser dapat dihitung dengan perhitungan yang lebih rinci dari,

= + , (√ ′) × (60)

Apabila , ∅ < ≤ ∅ harus dipasang tulangan minimum sesuai dengan,

min = × (61)

Apabila > ∅ maka batas spasi maksimum dan luas tulangan geser dapat dihitung berdasarkan aturan:

= × × (62)

3. Kekuatan Balok Rencana Terhadap Puntir

Kekuatan puntir balok harus direncanakan berdasarkan hubungan:

≤ ∅ (63)

Di mana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir nominal yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan Ts. Berdasarkan McCormac 2004 pengaruh torsi dapat diabaikan untuk tulangan non pratekan jika:

<∅√ ′ (64)

Dimana :

Acp: luas seluruh penampang (termasuk luas lubang dalam batang berlubang) Pcp: keliling dari seluruh penampang

4. Perencanaan Kolom Langsing

Untuk menentukan jenis kolom langsing, kolom harus dikelompokkan sebagai tidak bergoyang atau bergoyang. Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi:

≤ − (65)

Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat diabaikan apabila:

≤ (66)

(37)

25

Gambar 5 Faktor panjang efektif (sumber: RSNI-T-12-2004) Komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban aksial terfaktor Pu dan momen terfaktor yang diperbesar, Mc, yang didefinisikan sebagai :

= × (67)

Faktor pembesaran momen untuk kolom yang tidak bergoyang adalah

= ��

, �

> , (68)

Untuk komponen struktur yang tidak bergoyang dan tanpa beban transversal diantara tumpuan, maka Cm dapat diambil:

= , + , > , (69)

Beban tekuk (Pc) dapat diambil dari:

= × (70)

Bila tidak melalui perhitungan yang lebih akurat, EI dapat diambil lebih konservatif sebesar:

= , × ×+ (71)

5. Persyaratan tulangan untuk kolom

Luas dari tulangan memanjang kolom harus : - Tidak kurang dari 0,01 Ag;

- Tidak melebihi 0,08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan persilangan dari bagian- bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan perlu dikurangi.

Rasio tulangan spiral (ρs) tidak boleh kurang dari:

(38)

26

3 METODE

Struktur yang ditinjau ini berada pada proyek jalan tol Cimanggis-Cibitung (25,785 km) yakni berupa struktur bawah dari jembatan layang yang merupakan bagian dari jalan tol tersebut. Proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung memiliki panjang 25,785 km (STA 0+0 hingga STA 25+785). Proyek diawali di daerah Cimanggis Depok hingga Cibitung Bekasi. Investor proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung adalah Cimanggis-Cimanggis-Cibitung Tollways A Bakrie Company dengan konsultan perencana adalah PT Perentjana Djaja. Lokasi proyek ditampilkan pada Gambar 6 dan penampang memanjang jembatan layang ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 6 Lokasi proyek Jalan Tol Cimanggis-Cibitung

Gambar 7 Penampang memanjang jembatan layang

(39)

27 STA.4+388. Pilar P40 dirancang dengan ketinggian mencapai 17,8 m dengan membentuk huruf “Y” untuk menopang kedua jalur lalu lintas di atasnya. Gambar rencana awal pilar P40 ditampilkan pada Gambar 11 .

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Juni 2014. Struktur yang ditinjau adalah Pilar P40 (STA.4+388). Analisis data dilakukan di kantor PT. Perentjana Djaja, Jakarta Selatan serta di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Bahan penelitian merupakan data sekunder dari PT Perentjana Djaja untuk Proyek Perencanaan Teknis Cimanggis-Cibitung (25.785 Km) Toll Way dan dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPEDAS) Citarum-Ciliwung, Bogor yang terdiri dari:

1. Gambar Rencana Pilar P40 (Gambar 11)

2. Data tanah hasil pengujian Bor (DB 25-DB27), Sondir (S7), dan laboratorium (DB25-DB27).

3. Data curah hujan harian maksimum tahun 2001-2010 stasiun cuaca Bogor, Depok, dan Cibitung

4. Data Plan and Profil Jalan Tol Cimanggis-Cibitung 5. Peta DAS Cikeas.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: software ArcGIS 10, SAP 2000 versi 14, AutoCAD 2010, Microsoft Excel 2013, Laptop, Peraturan Teknis Perencanaan Jembatan. Diagram alir tahapan penelitian ditampilkan pada Gambar 8, 9 dan 10 sedangkan tahapan perhitungan ditampilkan pada Lampiran 10.

Gambar 8 Diagram alir perhitungan daya dukung tanah

Mulai

Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan

Perhitungan daya dukung tanah

Uji Bor Uji Sondir Uji Laboratorium

Qs Qp Qs Qp Qs Qp

= + = + = +

Daya dukung izin 1 tiang (Qall)

(40)

28

Gambar 9 Diagram alir perhitungan tinggi muka air banjir Sungai Cikeas

Mulai

Pengumpulan data penelitian dan bahan rujukan

Perhitungan curah hujan maksimum harian area DAS Cikeas

Metode Isohyet : = +

+ + +…+ − +

+ +…+

Gumbel Normal Log Normal

Perhitungan curah hujan rencana

B

Penentuan jenis distribusi probabilitas

(persyaratan parameter statistik dan Metode Smirnov-Kolmogorof)

Log Pearson III

Perhitungan intensitas hujan rencana

Metode Mononobe : = ×

Perhitungan debit rencana periode ulang 50 tahunan Metode Rasional : Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)

Perhitungan kecepatan aliran sungai

Metode rasional Mononobe : = × ,

(41)

29

Gambar 10 Diagram alir perancangan pondasi grup dan tulangan pilar

Cek terhadap penurunan tiang (S)

= ××

Desain tulangan pondasi

Desain tulangan pile cap

Penyusunan laporan

Mu ≤ ∅ Mn

Vu ≤ ∅ Vn

Tu ≤ ∅ Tn

A B

Perhitungan beban-beban yang bekerja

Kombinasi beban

Perhitungan gaya dalam pada pilar

Desain tulangan pilar

Merancang pondasi grup

Efisiensi Grup (Eg) = − − × + − × × ×

Distribusi beban 1 Tiang (Qi)

Qi = ± ×

∑ ±

×

Cek terhadap kapasitas lateral tiang (Hu)

= ×

+ , √

Qall >Qi

Selesai

Tidak

Ya

Ya

(42)

30

Gambar 11 Rencana awal pilar P40

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Ketinggian Muka Air Banjir Sungai Cikeas

Pilar P40 direncanakan ditempatkan di sekitar tepi sungai Cikeas sehingga perlu dianalisis ketinggian muka air banjir sungai Cikeas tersebut. Untuk menganalisis ketinggian muka air banjir rencana pada sungai Cikeas digunakan data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (2001-2010) dari beberapa stasiun cuaca yakni Stasiun Cuaca Bogor yang terletak di 106° 47' 36.66" BT; 6° 36' 06.53" LS , Stasiun Cuaca Depok yang terletak di 106° 49' 12.30" BT; 6° 23' 45.00" LS dan Stasiun Cuaca Bekasi yang terletak di 107° 02' 25.03" BT; 6° 20' 16.01" LS. Data curah hujan harian maksimum ketiga stasiun cuaca ini digunakan untuk memprediksi curah hujan area menggunakan metode Isohyet.

4.1.1 Analisis Curah Hujan Area Menggunakan Metode Isohyet

(43)

31 Kontur curah hujan seragam ini akan membentuk suatu luasan polygon yang dibatasi oleh batas DAS. Analisis kontur curah hujan serta luasan polygon ini dilakukan dengan menggunakan software ARC-GIS. Contoh hasil analisis kontur curah hujan menggunakan software ARC-GIS ditampilkan pada Gambar 12. Hasil analisis curah hujan area sub-DAS Cikeas serta curah hujan harian maksimum 10 tahunan ke tiga stasiun cuaca tersebut ditampilkan pada Tabel 5.

=

+ + + + … + �− + �

+ + … + (73)

Tabel 5 Curah hujan area sub-DAS Cikeas

Tahun

Curah Hujan Setiap Stasiun Cuaca (mm) Hasil Perhitungan Isohyet

(mm)

Bogor Cibitung Depok

2001 108 98 118 110

2002 127 138 148 135

2003 123 83 223 149

2004 142 127 249 173

2005 127 123 106 120

2006 136 82 244 163

2007 156 78 132 139

2008 105 120 118 111

2009 115 80 134 116

2010 145 105 110 129

Gambar 12 Hasil analisis kontur curah hujan Sub-DAS Cikeas tahun 2006 4.1.2 Penentuan Metode Distribusi Probabilitas

(44)

32

frekuensi menggunakan distribusi probablitas kontinu dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, yakni Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson III. Keempat metode ini perlu diuji kesesuaian penggunaannya terhadap data yang dimiliki dengan menghitung parameter statistik atau dengan menggunakan metode Smirnov Kolmogorov.

1. Metode Parameter Statistik

Metode parameter statistik didasarkan pada kecocokan nilai koefisien kurtosis, kepencengan, serta koefisien variasi hasil perhitungan terhadap nilai standar yang diterapkan. Hasil perhitungan metode statistik dijabarkan pada Lampiran 1 sedangkan hasil perhitungan terhadap standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil perhitungan standar deviasi, koefisien Skewness dan Kurtosis

Keterangan Gumbel dan Normal Log Normal dan Log Pearson III

Standar Deviasi 21,76 0,07

Koefisien Skewness (Cs) 0,62 0,42

Koefisien Kurtosis (Ck) 3,30 3,03

Perhitungan untuk persyaratan metode Log Normal dijabarkan sebagai berikut:

Koefisien variasi (Cv) = = 0,03 Cs = Cv3 +3 Cv

Cs = 0,096

Ck = Cv8 + 6 Cv6 + 15 Cv4 + 16 Cv2 + 3

Ck = 3,016

Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan statistik metode Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson III ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rekapitulasi persyaratan dan hasil perhitungan Statistik

Metode Syarat Hasil

Log pearson III Cs = selain nilai diatas 0,417 Ck = selain nilai diatas 3,028

(45)

33 ketepatan pemilihan metode ini, data curah hujan ini perlu dianalisis menggunakan metode Smirnov-Kolmogorof.

2. Metode Smirnov-Kolmogorof

Metode Smirnov-Kolgomorof yang digunakan ini adalah secara analitis untuk menganalisis kesesuaian metode Normal dan Log Normal. Penggunaan metode Smirnov-Kolmogorof didahului dengan menentukan peluang empiris masing-masing data yang diurutkan dari nilai terbesar ke nilai terkecil menggunakan metode Weibull. Selisih antara peluang empiris dan peluang teoritis ini akan menghasilkan suatu simpangan maksimum yang harus memenuhi persyaratan terhadap simpangan kritis. Hasil perhitungan metode Smirnov- Kolmogorov untuk Metode Normal dan Log Normal ditampilkan pada Lampiran 1. Dari hasil perhitungan, nilai ∆P maksimum untuk metode σormal adalah 0,11β. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber Kamiana β011). Hasil perhitungan ∆P maksimum memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga metode σormal dapat diterima. Untuk metode Log Normal, nilai ∆P maksimum untuk metode Log Normal adalah 0,106. Untuk derajat kepercayaan (α) sebesar 5% didapat ∆P kritis sebesar 0,41 (sumber: Kamiana β011). Hasil perhitungan ∆P memiliki nilai yang lebih kecil dari pada ∆P kritis sehingga Metode Log Normal dapat diterima.

Dari kedua metode tersebut, metode Log σormal memiliki simpangan nilai ∆P maksimum terhadap ∆P kritis yang lebih besar dari pada metode Normal. Hal ini berarti bahwa metode Log Normal memiliki kesesuaian yang lebih baik untuk digunakan.

4.1.3 Perhitungan Curah Hujan dan Intensitas Hujan Rencana

Nilai hujan rencana ini dianalisis untuk periode ulang 50 tahunan menggunakan metode Log Normal. Hasil perhitungan deviasi standar dari Log X pada metode Log Normal adalah 0,068, sedangkan faktor frekuensi untuk periode ulang 50 tahun adalah 2,05 (Kamiana 2011) sehingga curah hujan rencana 50 tahunan adalah sebesar 184 mm.

= + ×

= , + , × ,

=

Untuk data hujan harian, intensitas hujan rencana dapat dihitung menggunakan persamaan Mononobe sedangkan untuk menentukan waktu konsentrasi (tc) dapat digunakan Rumus Kirpich. Dari hasil perhitungan, waktu konsentrasi yang terhitung adalah 6,19 jam sehingga intensitas curah hujan rencana untuk periode ulang 50 tahun adalah 18,89 mm.

= , × ,× , ,

= ,

= × ,

(46)

34

4.1.4 Perhitungan Debit Rencana 50 Tahunan

Perhitungan debit rencana 50 tahunan ini menggunakan persamaan Rasional. DAS Cikeas yang diperhitungkan memiliki luasan sebesar 99,9 km2 yang terdiri dari berbagai jenis tutupan lahan. Untuk menentukan debit rencana ini, tata guna lahan tersebut harus diklasifikasikan sesuai dengan nilai koefisien pengalirannya. Jenis tutupan lahan serta luasan area tutupan lahan tersebut ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Jenis tutupan lahan serta koefisien angka pengaliran (C)

Nama Tutupan Lahan Luas (km2) Nilai C A x C

Air Tawar 1,38 1,00 1,38

Belukar/Semak 2,29 0,65 1,49

Gedung 0,21 0,90 0,19

Hutan 0,10 0,30 0,03

Kebun/Perkebunan 20,86 0,60 12,52

Pemukiman 21,62 0,80 17,29

Rumput/Tanah kosong 10,32 0,70 7,23

Sawah Irigasi 1,92 0,40 0,77

Sawah Tadah Hujan 0,07 0,50 0,03

Tegalan/Ladang 41,14 0,60 24,68

Jumlah 99,91 65,61

Sehingga debit rencana 50 tahunan adalah sebagai berikut: Q50 = 0,278 I50 ∑ (A x C)

= 344,643 m3/dtk

4.1.5 Perhitungan Ketinggian Air Sungai Rencana

Kecepatan Aliran sungai dihitung berdasarkan metode Rational Mononobe sebagai berikut:

= × ,

= ,

Profil sungai diasumsikan berbentuk trapesium dengan lebar dasar sungai adalah 22,64 m dan lebar muka sungai adalah 26,41 m. Menggunakan informasi ini didapat tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m. Ketinggian struktur atas pilar pada lokasi ini adalah 17,8 m sehingga ketinggian ruang bebas vertikal jembatan sudah terlampaui terhadap ketinggian muka air banjir. Selain itu, ketinggian muka air banjir ini akan digunakan dalam menentukan beban aliran air dan benda hanyutan serta tekanan aliran air akibat gempa.

4.2 Analisis Rancangan Pondasi Jembatan

4.2.1 Analisis Daya Dukung Tanah

Gambar

Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol  layang (elevated) (sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007/BM/2009)
Tabel 3  Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg
Gambar 2 Faktor adhesi berdasarkan Kulhawy (1984)  2.  Reese &amp; Wright (1977)
Gambar 3 Faktor pengaruh penurunan, Io (sumber: BMS Manual  Vol 2 1992)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi tiang pancang adalah batang yang relative panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung rendah kelapisan

Dalam analisa perencanaan pondasi sumuran perlu di cek kontrol terhadap daya dukung tanah dasar dan daya dukung horizontal, yaitu membandingkan antara beban vertical

Dalam bab analisis dan perhitungan ini data yang akan digunakan untuk keperluan analisis adalah data parameter tanah, data perhitungan analisis daya dukung

tanah untuk menghasilkan daya dukung yang akurat maka diperlukan suatua. penyelidikan tanah yang akurat

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Penetration Test (SPT), dan Kalendering kemudian membandingkan hasil

Pondasi tiang pancang adalah batang yang relatif panjang dan langsing yang digunakan untuk menyalurkan beban pondasi melewati lapisan tanah dengan daya dukung

Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul

4.1.1 Perhitungan Kapasitas Daya Dukung Tiang Dari Hasil Uji Sondir dengan Menggunakan Metode Langsung Perhitungan kapasitas daya dukung tiang sebanyak 4 empat titik dengan metode