RETENSI β
-KAROTEN PADA MINYAK GORENG CURAH YANG
TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN
(RPO)
NEHEMIA AGUS WIJAYA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Fortified with Caroten from Red Palm Olein (RPO). Under the supervision of SRI ANNA MARLIYATI.
The aim of this study was to examine the retention of -carotene in non-branded palm oil fortified with caroten from RPO. This study began with analyzed the nutrient content, physical properties and chemical quality of RPO, followed by fortified the non-branded palm oil with caroten from RPO that equivalent with 45 IU of vitamin A and followed by analysis of the physical properties, chemical quality, and fatty acid profile. Once that it was done, repeated of tofu frying with non-branded palm oil fortified with RPO and calculation of the -carotene content in the fried tofu as well as its contribution to the needs of vitamin A were done. The results of this research showed that the RPO contents of -carotene was 356 mcg/gram. Fatty acids in the RPO was dominated by fatty acids palmitic (16:0) and oleic fatty acid (18:1). The viscosity of RPO was 56.5 cP. The color of RPO was red with the degree of Hue 27.74. Peroxide number in RPO was 2.54
μeq/kg with a value of 0.12% palmitic acid. Recovery from RPO fortification was 107.06%. Retention of -caroten in the first frying phase of non-branded palm oil was 70,57%, the second was 41.83% and 14.05% for the third. The results of analysis of variance showed that repeated frying made a significant difference (p <0.05) on the retention of -carotene. Duncan’s test results indicate that retention in oil was different from the first, second and third frying phase. The
content of -carotene of fortified non-branded palm oil per 100 grams on fried tofu products decreased from the first fried 57,26 (μg/100 g) to 10,71 (μg/100 g) in a repeat of the third fried. Duncan’s test results indicated that retention -carotene in fortified non branded palm oil oil was different in the first, second and third frying phase.
RINGKASAN
NEHEMIA AGUS WIJAYA. Retensi -karoten pada minyak goreng curah yang telah difortifikasi karoten dari red palm olein (RPO). Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI
Penelitian ini secara umum untuk mengkaji retensi -karoten pada minyak goreng curah yang difortifikasi RPO. Tujuan khususnya adalah: 1) Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak dan -karoten), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida) RPO; β) Menentukan proses fortifikasi RPO dan recovery -karoten pada minyak goreng curah; 3) Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi (profil asam lemak), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida) minyak goreng curah fortifikasi; 4) Mengetahui retensi -karoten pada minyak goreng curah fortifikasi; 5) Menganalisis penyerapan minyak pada produk pangan yang digoreng dengan minyak goreng curah fortifikasi; 6) Menganalisis kandungan -karoten dari minyak goreng curah fortifikasi pada produk gorengan terhadap kebutuhan vitamin A sehari-hari.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: 1) analisis kandungan gizi, sifat fisik, dan mutu kimia RPO; 2)fortifikasi RPO pada minyak goreng curah dengan kandungan setara 45 IU vitamin A; 3) mengukur recovery dan retensi -karoten minyak fortifikasi; 4)menentukan minyak terserap pada produk gorengan; 5) menentukan karakteristik fisik dan mutu kimia minyak goreng curah fortifikasi; 6) menentukan kandungan -karoten pada produk gorengan dan kontribusinya terhadap kebutuhan vitamin A.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan -karoten pada sampel RPO berkisar 356 µg/gram. Hasil analisis warna RPO setelah diamati dengan kromameter ialah merah dengan nilai 27,74 0Hue. Hasil pengamatan mendapatkan kekentalan pada RPO bernilai 56,5 cP. Pengukuran kadar asam lemak pada RPO memperoleh hasil 0,12 % asam palmitat. Jenis asam lemak yang terdapat pada RPO didominasi oleh asam lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1)
Dosis fortifikasi pada penelitian ini adalah 27 ppm/gram atau 45 IU/gram. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng curah dengan kandungan vitamin A sebesar 0 ppm. Recovery vitamin A pada proses fortifikasi ini adalah sebesar 107,06 %.
menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap retensi -karoten. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa retensi pada minyak hasil penggorengan pertama berbeda dengan penggorengan kedua dan ketiga. Kadar -karoten pada minyak hasil penggorengan kedua berbeda dengan penggorengan ketiga.
Kadar air produk tahu menurun setelah proses penggorengan. Kadar air dalam tahu kuning mentah adalah 82,61%, sedangkan setelah mengalami perlakuan penggorengan mengalami penurunan kadar air sebesar 7,38% sampai 7,89%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap penurunan kadar air. Penyerapan minyak pada produk pangan berkisar dari 2,78-2,97%. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pengulangan penggorengan terhadap peningkatan kadar lemak (p>0.05).
Kandungan -karoten dari minyak goreng curah fortifikasi per 100 gram produk gorengan pada tahu goreng mengalami penurunan dari penggorengan pertama 57,26 (μg/100 g) menjadi 10,71 (μg/100 g) pada pengulangan penggorengan ketiga. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengulangan penggorengan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kandungan -karoten per 100 gram produk gorengan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kadar -karoten pada tahu hasil penggorengan pertama berbeda dengan penggorengan kedua dan ketiga. Kadar -karoten pada tahu hasil penggorengan kedua berbeda dengan penggorengan ketiga. Semakin banyak pengulangan penggorengan maka semakin rendah kandungan -karoten pada tahu goreng.
RETENSI
β
-KAROTEN PADA MINYAK GORENG CURAH YANG
TELAH DIFORTIFIKASI KAROTEN DARI RED PALM OLEIN
(RPO)
NEHEMIA AGUS WIJAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
NIM : I14080084
Tanggal Lulus:
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS
NIP. 19600205 198903 2 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan anugerahNya sehingga skripsi yang berjudul “Retensi
-karoten pada Minyak Goreng Curah yang Telah Difortifikasi Karoten dari Red
Palm Oil (RPO)” dapat diselesaikan dengan baik. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena
itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Sri Anna Marliyati yang telah senantiasa membimbing dan
mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaiaan
penulisan skripsi.
2. Bapak Faisal Anwar sebagai Dosen Pemandu dan Penguji Skripsi, atas
saran, dan perbaikan untuk penulisan skripsi ini.
3. Bapak Eddy Setyo Mudjajanto selaku Dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Mashudi yang telah banyak memberi saran dan membantu
penulis dalam melakukan penelitian di laboratorium.
5. Mama, Papa, dan Rahel yang sudah banyak memberi dukungan,
semangat serta doa.
6. Freishila Kawilarang yang terus memberikan dukungan dan waktunya
untuk penulis .
7. Tika Nurmalasari yang telah bahu membahu dalam penelitian ini baik
dalam persiapan bahan maupun di laboratorium.
8. Teman-teman seperjuangan di laboratorium (Agus, Abdurohman, Ai,
Azni, Mely, Yusti) untuk semua bantuan dan semangat yang diberikan.
9. Sahabat penulis: Adhi, Eno, Mita, Cahaya, Hilda untuk dukungan dan
semangat dalam perkuliahan hingga selesainya karya tulis ini.
10. Teman-teman Gizi Masyarakat’45 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
11. Teman-teman KPS’45 dan “Pezek” KPS (Bang Jhon dan Christian) dalam dukungannya kepada penulis.
Bogor, Februari 2013
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Lauw Sulawi dan
Ibu Pheng Chuen Guey.
Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Lemuel II,
Jakarta. Kemudian penulis melanjutkan studinya ke SMPK BPK Penabur 8.
Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 7 Jakarta dan lulus pada tahun
2008.
Bulan Juli 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
Jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama
menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi Komisi Pelayanan Siswa
Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB. Penulis melaksanakan kuliah kerja profesi
di desa Dukuhrejo, Kalimantan Selatan. Penulis mengikuti interenship dietetik di
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Tujuan ... 2
I.2 Kegunaan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Karotenoid ... 4
II. 2 Stabilitas dan Pengaruh Pengolahan terhadap Karotenoid... 5
II. 3 Red Palm Olein ... 6
II. 4 Minyak Goreng dan Penggunaanya di Masyarakat Indonesia ... 7
II. 5 Kerusakan pada Minyak ... 11
II. 6 Fortifikasi ... 12
III. METODELOGI III.1 Tempat dan Waktu ... 14
III. 2 Bahan dan Alat ... 14
III. 3 Metode ... 15
III. 3. 1 Analisis Kandungan Gizi, sifat fisik, dan Mutu Kimia RPO .... 15
III. 3. 2 Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah ... 15
III. 3. 3 Analisis karakter fisik minyak goreng curah fortifikasi dan non fortifikasi ... 16
III. 3. 4 Analisis Mutu Kimia Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi ... 16
III. 3.5 Analisis Profil Asam Lemak yang Terdapat pada Minyak Goreng Sebelum, dan Sesudah difortifikasi RPO ... 16
III. 3. 6 Menghitung Recovery dan Retensi -karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 16
III. 3. 7 Penentuan Jumlah Minyak Terserap Selama Proses Menggoreng pada Produk Gorengan ... 17
III. 3. 8 Penentuan Kandungan Karotenoid pada Produk Gorengan .. 18
III. 4 Rancangan Percobaan ... 19
III. 5 Pengolahan dan Analisis Data ... 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Kandungan Gizi, Sifat Fisik, dan Mutu Kimia RPO ... 21
IV. 1. 1 Kandungan Gizi ... 21
IV. 2. 2 Sifat Fisik ... 21
IV. 2. 3 Mutu Kimia ... 22
IV. β Proses Fortifikasi RPO dan Recovery -karoten pada Minyak Goreng Curah dengan RPO ... 22
IV. 3 Karakteristik Fisik Minyak yang Difortifikasi RPO ... 23
IV. 3. 1 Kekentalan ... 23
IV. 3. 2 Warna ... 24
IV. 6 Retensi -karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 27
IV. 7 Penyerapan Minyak pada Produk Gorengan……… .... 29
IV. 7. 1 Kadar Air ... 29
IV. 7. 2 Kadar Lemak ... 29
IV. 8 Kandungan -karoten pada Tahu Goreng dan Kontribusinya Terhadap Kebutuhan Vitamin A ... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
V.1 Kesimpulan ... 33
V. 2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan Vitamin A Harian Menurut Golongan Usia ... 5
2. Kandungan -karoten pada Pangan ... 5
3. Karakteristik RPO ... 7
4. Komposisi Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan dengan Minyak Nabati lain ... 8
5. Karakteristik Komponen Minyak Sawit ... 9
6. Syarat Mutu Minyak Goreng ... 10
7. Profil Asam Lemak pada Beberapa Minyak Nabati ... 21
8. Recovery Minyak Goreng Curah Fortifikasi ... 23
9. Kekentalan Minyak ... 23
10. Pengukuran Warna pada Minyak Goreng ... 24
11. Bilangan Peroksida ... 25
12. Hasil Pengamatan Kadar Asam Lemak Bebas ... 26
13. Profil asam Lemak Minyak Fortifikasi dan Non Fortifikasi ... 27
14. Retensi -karoten pada Minyak Goreng Setelah Pengulangan Penggorengan ... 28
15. Kadar Air Tahu Awal dan Setelah Digoreng ... 29
16. Kadar Lemak dan Kenaikan Kadar Lemak Tahu ... 30
17. Kandungan -karoten pada Tahu Kuning ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur Analisis Fisik ... 40
2. Prosedur Analisis Kandungan Gizi ... 41
3. Prosedur Analisis Mutu kimia ... 43
4. Prosedur Analisis Jumlah Minyak Terserap ... 46
5. Perhitungan Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah ... 47
6. Perhitungan Konversi Satuan Vitamin A ... 48
7. Hasil Sidik Ragam Rata-rata Penurunan Kadar Air, Penyerapan Minyak, dan kandungan -karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 48
8. Hasil Uji Lanjut Duncan Rata-rata Retensi dalam Pengulangan Penggorengan ... 48
9. Hasil Sidik Ragam Rata-rata kandungan -karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 48
10. Hasil Uji Lanjut Duncan Rata-rata kandungan -karoten dalam Pengulangan Penggorengan ... 49
11. Perhitungan Biaya ... 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan satu dari beberapa masalah
mikronutrien di Indonesia setelah kurang mikronutrien besi dan iodium. Survei
gizi di Indonesia tahun 1992 menunjukkan 50% anak-anak dibawah umur 5
tahun mempunyai kadar serum retinol darah yang rendah (<20 µg/dl) (Martianto
et al 2005). Masalah kurang gizi mikro juga disebut sebagai kelaparan yang
tersembunyi karena gejalanya tidak mudah dilihat secara visual (Soekirman
2008)
Hingga saat ini penanggulangan KVA dilakukan melalui berbagai cara
yaitu suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi dan fortifikasi pangan. Tren
global dalam Soekirman (2008) menunjukkan perkembangan program
suplementasi gizi di Indonesia berupa kapsul vitamin A dan pil besi akan terjadi
pengurangan, sedang program fortifikasi semakin meningkat dan berkembang.
Untuk mempersiapkan pergeseran prioritas tersebut, sejak tahun 2006
Departemen Kesehatan dan Departemen Perindustrian merintis program
fortifikasi minyak goreng dengan vitamin A.
Martianto et al (2005) menyatakan sebanyak 70-75% rumah tangga di
Indonesia menggunakan minyak goreng curah untuk menggoreng. Masyarakat
lebih memilih minyak goreng curah karena harganya lebih ekonomis. Atas dasar
itulah minyak goreng curah sangat berpeluang untuk difortifikasi vitamin A,.
Penanggulangan KVA dapat dilakukan dengan cara fortifikasi vitamin A
menggunakan vitamin A sintetik, namun masih harus diimpor dari luar negeri.
Oleh karena itu diperlukan upaya lain untuk penanggulangan KVA dengan
produk lokal dan berasal dari bahan alami, salah satunya adalah minyak sawit
merah (Red Palm Olein - RPO). Kandungan vitamin A dalam RPO (dari -karoten) bernilai 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wortel dan 300 kali dari
tomat (Ball 1988).
Indonesia pada tahun 2010 memproduksi 23 juta ton CPO dan menjadi
negara pengekspor CPO terbesar di dunia melampaui Malaysia (GAPKI 2010).
CPO (Crude palm Oil) kemudian akan diproses secara minimal untuk
menghasilkan RPO. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk pangan yang
difortifikasi, antara lain: (1) dikonsumsi secara umum oleh masyarakat khususnya
masyarakat dengan pendapatan rendah, (2) produsen yang mengolah bahan
2
untuk makanan yang akan digunakan, (4) makanan yang difortifikasi tidak
mengalami perubahan warna maupun rasa, (5) tidak membahayakan kesehatan,
(6) harga makanan yang telah difortifikasi tetap terjangkau masyarakat.
(Soekirman 2008)
Penambahan RPO dengan kandungan provitamin A yang tinggi ke dalam
minyak goreng curah dapat meningkatkan kandungan gizi terutama -karoten, sehingga akan meningkatkan mutu gizi minyak goreng curah. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan produk minyak
goreng curah dengan penambahan RPO agar menghasilkan produk yang selain
tinggi kandungan karoten juga dapat diterima khususnya oleh konsumen rumah
tangga.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji retensi -karoten pada minyak goreng curah yang difortifikasi RPO.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi
(profil asam lemak dan -karoten), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida) RPO.
2. Menentukan proses fortifikasi RPO dan recovery -karoten pada minyak goreng curah
3. Mengetahui karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan gizi
(profil asam lemak), dan mutu kimia (kadar asam lemak bebas, bilangan
peroksida) minyak goreng curah fortifikasi
4. Mengetahui retensi -karoten pada minyak goreng curah fortifikasi 5. Menganalisis penyerapan minyak pada produk pangan yang digoreng
dengan minyak goreng curah fortifikasi
6. Menganalisis kandungan -karoten dari minyak goreng curah fortifikasi pada produk gorengan terhadap kebutuhan vitamin A sehari-hari.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk melengkapi informasi
mengenai fortifikasi Red Palm Olein (RPO) pada minyak goreng curah dan
penelitian ini juga diharapkan akan memberikan kontribusi informasi mengenai
TINJAUAN PUSTAKA
Karotenoid
Karotenoid merupakan suatu pigmen alami yang dapat ditemui pada
tanaman, ganggang, hewan vertebrata dan mikroganisme yang berwarna kuning
sampai merah. Berdasarkan fungsinya, karotenoid dapat dibagi menjadi 2
golongan yang bersifat nutrisi aktif seperti -karoten, α-karoten, -karoten, dan -kryptoxanthin dan non nutrisi aktif seperti fucoxanthin, neoxanthin, dan
violaxanthin (Muchtadi 1996). Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri
dari dua golongan, yaitu karoten dan xantofil. Karoten tersusun dari unsur-unsur
C dan H, terdiri dari α-, -, -karoten serta likopen. Sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H dan O (Muchtadi 1996).
Metabolisme dalam tubuh manusia dapat mengubah karotenoid menjadi
vitamin A, oleh karena itu -karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Di dalam
tubuh, -karoten akan diabsorbsi hingga sepertiganya akan diangkut oleh
kilomikron dan sisanya dibuang melalui ekresi. Setengah dari -karoten yang diangkut ini kemudian diubah menjadi retinol (vitamin A) dalam mukosa usus
dengan bantuan enzim 15,15 – -karotenoid dioksigenase yang berasal dari sitosol sel usus (Muchtadi 1996).
Telah lama diketahui bahwa -karoten merupakan antioksidan yang
efektif. Studi epidemologi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
karoten dengan pencegahan beberapa jenis kanker. Disamping itu, karoten juga juga memiliki sifat antiaterosklerotik dengan mereduksi plak aterosklerotik
pada pembuluh darah arteri (Buana 2003).
Karotenoid yang dapat digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α-, -, -karoten yang memiliki aktivitas vitamin A berturut-turut adalah 50-54%, 100%,
dan 42-50% (Hadi 2011). Aktivitas provitamin A yang dinyatakan dalam Retinol
Equivalent (RE, 1 RE= 1µg retinol= 6 µg -karoten= 12 µg provitamin A dari karotenoid lain= 3,33 IU vitamin A) (Galagher 2004).
Vitamin A merupakan zat gizi yang penting untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidup (Almatsier 2002). Fungsi dari vitamin A dalam tubuh adalah:
penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2001).
Tabel 1 Kebutuhan Vitamin A Harian Menurut Golongan Usia
Kelompok Usia Kebutuhan harian vitamin A 1)
(tahun) µg RE/hari
Anak1)
1-3 400
4-6 450
7-9 500
Pria1)
10-64 600
65 + 600
Wanita1)
10-18 600
19-64 500
65 + 500
Wanita Hamil2)
≤18 750
19+ 770
Wanita Menyusui2)
≤18 1200
19+ 1300
Sumber: 1) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) 2) Galagher (2004)
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gagal fungsi sistemik, yang
ditandai dengan pertumbuhan janin terganggu atau terjadinya aborsi spontan,
anemia, menurunnya kekebalan tubuh, osteoclast yang berkurang jumlahnya,
keratinasi pada membran mukosa, kulit kering, dan xerophthalmia (Galagher
2004).
Vitamin A dalam bentuk aktif hanya terdapat pada bahan pangan hewani,
sedangkan -karoten banyak terdapat pada bahan pangan nabati (Andarwulan
199β). -karoten ini kemudian diubah menjadi vitamin A dalam proses
penyerapan di organ pencernaan. Karotenoid ( -karoten) sebagai pro-vitamin A banyak terdapat dalam minyak sawit merah (RPO), wortel, dan sayuran berdaun
hijau. Kandungan -karoten dalam bahan pangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel β Kandungan -karoten pada Pangan
Jenis Pangan Kandungan -karoten
(µg RE/100g BDD)
Red Palm Oil 30.000
Wortel 2000
Sayuran Daun 685
Sumber: Ball (1988)
Stabilitas dan Pengaruh Pengolahan Terhadap Karotenoid
Karotenoid di alam sebagian besar berupa hidrokarbon yang larut dalam
air atau lemak, serta berikatan dengan senyawa yang menyerupai lemak
(andarwulan 1992). Stuktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
6
Strukturnya mudah rusak oleh radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan
senyawa lain yang reaktif, panas, cahaya dan asam memacu isomerasi dalam
bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik (Hadi
β011). Dibandingkan vitamin A, -karoten lebih stabil terhadap cahaya dan
oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi -karoten yang berada dalam jaringan tanaman, namun perlakuan panas yang merusak jaringan dan terpapar oleh
oksigen, cahaya serta asam akan menyebakan kerusakan -karoten (Andarwulan 1992).
Provitamin A umumnya relatif stabil dalam proses pengolahan pangan.
Pengukusan bahan pangan yang mengandung -karoten menghasilkan
kerusakan -karoten yang lebih sedikit daripada pengolahan dengan cara perebusan (Andarwulan 1992). Menurut Andarwulan (1992) pada pengukusan
wortel dihasilkan retensi -karoten 91-93% sedangkan pada perebusan wortel dihasilkan retensi sebesar 84-100%.
Menurut Alyas et al (2006) dalam Hadi (2011), waktu pemanasan yang
meningkat dari γ0 menit hingga 1β0 menit mengakibatkan reduksi -karoten sebesar 3 persen pada suhu 500C dan 6 persen pada suhu 1000C dalam RPO.
Pemanasan RPO pada suhu 2000C selama γ0 menit mengakibatkan reduksi -karoten sebesar 15 persen, namun peningkatan waktu pada suhu yang sama
akan menyebabkan reduksi -karoten sebesar 59%. Hal ini juga dikemukakan oleh Boskou dan Elmadfa (1999) yang menyatakan penggorengan dengan cara
deep fryingakan menghilangkan dua kali lebih banyak -karoten daripada hanya ditumis.
Red Palm Olein (RPO)
RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa proses pemucatan
(bleaching) yang bertujuan untuk mempertahankan kandungan karotenoidnya.
CPO adalah bahan baku dari pembuatan RPO diperoleh dari bagian mesokrap
buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus,
berwarna kuning hingga merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang (Hadi
2011).
Menurut Ball (1988), RPO memiliki kandungan -karoten sebesar 30.000 µg/100 g BDD. Secara umum, pembuatan minyak RPO ini sama dengan
pembuatan minyak goreng komersial. Hal yang membedakan keduanya adalah
pada produksi RPO ini tidak dilakukan pemucatan (bleaching) sehingga warna
komersial, RPO lebih banyak mengandung pro-vitamin A dan vitamin E sehingga
dipandang lebih baik dalam hal nutrisinya (Buana 2003). Karakteristik RPO dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik RPO
Parameter Jumlah
Asam lemak bebas 0,04%
Bilangan Peroksida 0,10 meq peroksida/kg
Karotenoid 513 ppm
Tokoferol 707 ppm
Sumber: Choo et al (1993) dalam Hadi (2011)
Proses pengolahan RPO dikembangkan dengan tiga macam cara
pengolahan yaitu1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan
dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2)
menggunakan distilali molekuler, 3) deasidifikasi kimiawi menggunakan rotary
evaporator untuk menghilangkan bau (Hadi 2011)
Minyak Goreng dan Penggunaannya di Masyarakat Indonesia
Sumber bahan baku utama minyak goreng yang diproduksi di Indonesia
adalah kelapa sawit dalam bentuk minyak sawit dan minyak inti sawit (Winarno
1999). Lebih dari 95 persen minyak goreng di Indonesia adalah minyak nabati
yang berasal dari kelapa sawit (Martianto et al 2005).
Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel
oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp,
sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa
sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan
proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum,
netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit
mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai oranye tua, memiliki aroma
yang sedap, dan stabil atau resisten terhadap ketengikan (Winarno 1999).
Kestabilan akan ketengikan pada kelapa sawit dikarenakan minyak
kelapa sawit mengandung tokoferol dan tokotrienol yang cukup tinggi. Tokoferol
dalam minyak dapat berfungsi sebagai antioksidan sehingga minyak tidak cepat
rusak serta melindungi -karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit tersebut dari pengaruh oksidasi. Komposisi minyak kelapa sawit dibandingkan
8
Tabel 4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan dengan Minyak Nabati lain
No Komponen Minyak Minyak
sawit
Minyak kelapa
Minyak jagung
Minyak kedelai
1 Karotenoid (ppm) 800 - - -
2 Vitamin E (ppm)
- Tokoferol 642 11 782 958
- Tokotrienol 530 25 - -
3 Lemak (%)
- Jenuh 50 94 16 14
- Tidak Jenuh 49 5,9 83 85
4 Fitosterol (ppm) 18 14 50 28
Sumber: De Witt et al (1988) dalam Sulaswatty 1998
Penyusun fraksi padat pada minyak kelapa sawit terdiri dari asam lemak
jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam sterarat
(4%), sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri
dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) yang sedikit berbeda dengan
minyak nabati lainnya (Tim Penulis Penebar Swadaya 1992). Kandungan asam
oleat yang tinggi ini menyebabkan minyak goreng dari pengolahan minyak sawit
relatif stabil terhadap suhu penggorengan tinggi serta relatif tahan terhadap
terhadap kerusakan oksidatif (Buana et al 2003).
Minyak kelapa sawit bersifat membeku pada suhu ruang dengan titik cair
antara 40-700C. Berdasarkan titik cairnya, minyak sawit dibagi menjadi 2 fraksi
besar, yaitu fraksi olein berbentuk cair dan fraksi stearin yang berbentuk padat
pada suhu kamar (Hartley 1970)
Warna pada minyak goreng dapat bervariasi karena ditentukan oleh
adanya sisa pigmen karotenoid yang larut dalam minyak setelah proses
pemucatan, sedangkan asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna.
Penghilangan karotenoid dalam proses pembuatan minyak goreng yaitu pada
pemucatan atau penjernihan warna dapat dilakukan dengan steaming
(pemberian uap panas pada minyak) (Winarno 1999).
Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat
RBD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi
menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran yang
dikenal dengan RBD-oil. Kehilangan -karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut berlangsung
Tabel 5. Karakteristik Komponen Minyak Sawit
No Sifat Jenis
CPO Red Palm
Olein
Red Palm Stearin
M. Inti sawit (PKO)
1 Titik cair 0C 34,2 21,6 44,5 27,3
2 Berat jenis
(500C/air 250C)
0,892 0,902 0,882 0,902
3 Indeks
Refraksi (nD, 500C)
1,455 1,459 1,477 1,451
4 Bil. Iod (Wijs) 53,3 58,0 21,6 17,8
5 Bil.
Penyabunan (mgKOH/g minyak)
195,7 198,0 193,0 245,0
6 Bahan tak
tersabunkan (%)
0,5 0,5 0,2 0,3
7 Asam lemak
(%):
- C6 - - - 0,3
- C8 - - - 4,4
- C10 - - - 3,7
- C12 0,2 0,2 0,3 38,3
- C14 1,1 1,0 1,5 15,6
- C16 44,0 39,8 65,0 7,8
- C16:1 0,1 0,2 0,2 -
- C18 4,5 4,4 5,0 2,0
- C18:1 39,2 42,5 21,3 15,1
- C18:2 10,1 11,2 6,5 2,7
- C18:3 0,4 0,4 0,4 -
- C20 0,4 0,4 0,4 -
Sumber: PORIM 1988 dalam Sulaswatty 1998
Minyak goreng sawit dapat digunakan sebagai media menggoreng karena
tergolong dalam kelompok non drying oil. Kelompok minyak ini tidak akan
membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara (Winarno 1999).
Minyak goreng sawit mengandung karotenoid sebesar 500-700 ppm,
dimana komponen utamanya adalah α- dan karoten (± 90%). Karoten memiliki
aktifitas provitamin A yang tinggi dengan nilai equivalen vitamin A dari α- dan karoten masing-masing adalah 0,90 dan 1,67 (Buana et al 2003).
Hasil survei yang dilakukan oleh Martianto dkk. (2005) menunjukkan
bahwa sebesar 70-75% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak
goreng curah untuk menggoreng dan rata-rata konsumsi minyak goreng di
Indonesia adalah sebesar 23 gram perhari. Terdapat dua jenis minyak goreng
yang beredar dipasaran, yaitu minyak goreng yang dijual dengan merek
10
antara minyak goreng bermerek dan curah menjadi alasan utama minyak goreng
curah lebih banyak dipilih untuk dikonsumsi (Martianto dkk. 2005).
Menurut Nugraheni (2007), minyak goreng curah adalah minyak goreng
yang dijual tanpa kemasan khusus sehingga kualitas minyak goreng curah
kurang baik, cepat tengik baik pada penyimpanan maupun saat pemanasan.
Menurut Satyawibawa I dan Yustina EW (1999), pada minyak goreng curah
sering terdapat produk dalam proses pemisahan atau fraksinasi berlangsung
tidak sempurna. produk minyak goreng yang dihasilkan dari hasil fraksinasi tidak
sempurna tersebut masih mengandung sejumlah kecil fraksi stearin (fraksi padat)
sehingga tampak kurang jernih dan memiliki titik beku yang lebih tinggi dari
minyak goreng bermerek.
Bila minyak disimpan dalam kurun waktu yang lama akan mengalami
perubahan bau dan citarasa mutu yang menurun. Cepat atau lambat minyak
goreng akan mengalami ketengikan. Untuk mencegah hal ini, beberapa
perusahaan minyak goreng bermerek menambahkan antioksidan buatan seperti
TBHQ, BHT, BHA yang mampu mencegah terjadinya proses oksidasi dalam
minyak (Nugraheni 2007). Minyak goreng bermerek juga menambahkan label
nutrisi pada kemasannya sedangkan pada minyak goreng curah tidak memiliki
label nutrisi pada kemasannya. Kriteria minyak goreng yang berkualitas dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Syarat Mutu Minyak Goreng
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Bau dan Rasa - Normal
2 Air % b/b Maksimum 0,30
3 Asam lemak bebas (Asam lemak
laurat)
% b/b Maksimum 0,30
4 Minyak pelikan - Tidak ternyata
5 Cemaran logam besi (Fe) mg/kg Maksimum 1,5
6 Cemaran logam timbal (Pb) mg/kg Maksimum 0,1
7 Cemaran logam tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 0,1
8 Cemaran logam raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05
9 Arsen mg/kg Maksimum 0,1
Sumber: BSN 1995
Secara umum, sistem menggoreng makanan yang sering dilakukan ada 2
macam yaitu sistem menumis (pan fraying) dan menggoreng biasa (deep frying).
Sistem menumis dapat menggunakan minyak goreng dengan titik asap yang
lebih rendah karena suhu pemanasannya lebih rendah dari pada sistem deep
frying. Ciri khas dari sistem ini adalah makanan yang digoreng tidak sampai
pangan terendam seluruhnya oleh minyak dan suhu minyak dapat berada pada
suhu 1600C-2050C (Winarno 1999).
Kerusakan pada Minyak
Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa
gurih, menambah nilai gizi dan kalori pada bahan pangan dalam penggorengan.
Kerusakan pada minyak dapat menimbulkan ketengikan pada proses oksidasi
lemak ditandai oleh timbulnya flavor, flatness atau oilness yang kemudian disusul
dengan perubahan rasa dan aroma yang terdapat secara alamiah. Proses
polimerisasi mengakibatkan nilai cerna lemak menurun, arterosklerosis, diare.
(Ketaren 2005).
Pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen juga
mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam
minyak seperti asam lemak oleat dan linoleat (omega 6 dan omega 9).
Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat dilihat dari perubahan warna,
kenaikan kekentalan, kenaikan kandungan asam lemak bebas, kenaikan
bilangan peroksida, dan penurunan bilangan iod (Nugraheni 2007).
Penggorengan dengan minyak melimpah (deep frying) berlangsung relatif
cepat. Minyak tersebut mendidih dan mulai panas dengan suhu yang relatif tinggi
berkisar antara 1600C-2050C. Karena alasan tersebut minyak untuk tujuan
penggorengan ini harus dipilih dari jenis minyak yang memiliki titik asap yang
tinggi. Titik asap adalah suhu ketika minyak mulai mengalami kerusakan dan
mengeluarkan asap berwarna biru yang membuat mata pedih. Secara umum,
setelah timbul asap minyak tersebut tidak baik lagi untuk menggoreng makanan.
Sehingga semakin tinggi titik asapnya maka semakin baik mutu minyak goreng
tersebut. Minyak yang sudah lebih dari sekali menggoreng, akan lebih cepat
berasap pada suhu yang lebih rendah (Winarno 1999).
Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan pada lemak yaitu: 1)
terbentuknya peroksida dalam asam lemak tak jenuh, 2) peroksida
berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan 3) polimerisasi sebagian
yang mengakibatkan keracunan yang kronis dalam aktivitas biologis. Pemanasan
mengakibatkan dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu 190
0
12
Menurut Ketaren (2005), kerusakan minyak karena pemanasan pada
suhu tinggi disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Proses oksidasi
meliputi 6 tahap yaitu:
1. Terbentuknya volatile decomposition product (VDP) akibat pemecahan
rantai karbon asam lemak.
2. Terjadinya proses hidrolisa trigliserida atau terurainya trigliserida menjadi
asam lemak bebas dan gliserol yang dapat dilihat dari kenaikan jumlah asam
lemak bebas dalam minyak (Nugraheni 2007).
3. Oksidasi asam lemak berantai panjang.
4. Degradasi ester oleh panas.
5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi α dalam trigliserida. 6. Otooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat.
Tahap polimerisasi terjadi pembentukan senyawa polimer dimana
terjadinya pengendapan bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar
wadah penggorengan dan menurunkan mutu minyak. Proses polimerisasi mudah
terjadi karena minyak tersebut mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam
jumlah besar (Ketaren 2005).
Fortifikasi
Fortifikasi pangan adalah salah satu upaya meningkatkan mutu gizi
pangan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu pada bahan
pangan. Tujuan dari fortifikasi pangan adalah untuk menolong masyarakat yang
kurang mampu untuk keluar dari lingkaran gizi kurang-kemiskinan (Soekirman
2008).
Fortifikasi terdapat dua jenis yaitu fortifikasi sukarela dan fortifikasi wajib.
Fortifikasi sukarela dilaksanakan atas keinginan dari pihak pengusaha produsen
pangan tanpa diharuskan oleh undang-undang atau peraturan pemerintah
dengan maksud untuk menarik perhatian konsumen dan memberikan nilai tabah
pada produknya. Sasaran dari fortifikasi sukarela adalah semua orang yang
mampu dan mau membeli komoditi yang difortifikasi. Fortifikasi sukarela lebih
banyak memperhatikan aspek bisnis daripada segi kesehatan dan gizi
(Soekirman 2008).
Fortifikasi wajib diharuskan oleh undang-undang dan peraturan
pemerintah. Tujuan utama dari fortifikasi wajib ini untuk melindungi masyarakat
masyarakat miskin meskipun masyarakat yang lain yang tidak miskin juga
termasuk didalamnya (Soekirman 2008).
Fortifikasi pada awalnya berfungsi untuk mengembalikan zat gizi yang
hilang setelah proses pengolahan pangan. Fungsi dari fortifikasi kemudian
berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyakakat
melalui perbaikan gizi (Soekirman 2008).
Tidak semua pangan dapat difortifikasi. Persyaratan yang harus dipenuhi
oleh produk pangan yang difortifikasi, antara lain: (1) dikonsumsi secara umum
oleh masyarakat khususnya masyarakat dengan pendapatan rendah, (2)
produsen yang mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, dan (3)
tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang akan digunakan, (4)
makanan yang difortifikasi tidak mengalami perubahan warna maupun rasa, (5)
tidak membahayakan kesehatan, (6) harga makanan yang telah difortifikasi tetap
terjangkau masyarakat. (Soekirman 2008).
Hingga saat ini pangan yang difortifikasi terbatas pada jenis pangan
pokok (terigu, beras, jagung), makanan penyedap atau bumbu (garam,minyak
goreng, gula, mononatrium glutamat, gula). Zat gizi yang kemudian difortifikasi
dalam bahan pangan tersebut kemudian ditentukan oleh pertimbangan teknis
kimiawi, daya serap dalam pencernaan, pengaruh terhadap rasa, penampilan,
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Industri Agro, Lab Terpadu IPB,
Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium
Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan
Mei-Oktober 2012.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm
Oil (RPO) dan minyak goreng curah. RPO diperoleh dari proses refining dan
deodorizing minyak CPO yang berasal dari salah satu produsen minyak goreng.
Minyak goreng curah diperoleh dari salah satu produsen minyak goreng di sekitar
jabodetabek. Bahan kimia untuk analisis kandungan -karoten antara lain adalah etanol, KOH, NaCl, antioksidan hidroquinon, n-Hexan, fenolftalein, natrium
hidrosulfat, HPLC mobile phase metanol : air (97:3), gas N2, gas O2, standar
-karoten. Bahan kimia untuk analisis profil asam lemak antara lain adalah Larutan
NaOH 0,5 N dalam methanol, Larutan BF3 20 %, Larutan NaCl jenuh, Na2SO4
anhidrat, Isooctane. Bahan kimia untuk analisis bilangan peroksida antara lain
adalah K2Cr2O7, natrium thiosulfat, Kalium Iodida, Na2CO3, H2SO4, kanji. Bahan
kimia untuk analisis kadar asam lemak bebas adalah larutan alkohol 95%,
fenolftalein, NaOH. Hexan untuk analisis lemak, bahan pangan yang diolah
berupa tahu goreng.
Alat-alat yang diperlukan untuk proses fortifikasi minyak goreng curah
antara lain: pipet mikro, timbangan, alat pencampuran yang dimodifikasi dari
ember tertutup dan mixer dengan baling-baling. Alat untuk mengukur viskositas
adalah brookfield viscometer. Alat untuk mengukur warna adalah kromameter.
Alat penentuan kadar karoten dalam RPO dan minyak goreng antara lain: HPLC,
waring blender, biohomogenizer, UV detector, vortex dan labu volumetrik. Alat
untuk analisis profil asam lemak antara lain: perangkat kromatografi gas, srying,
vortex, sonicator, pipet mikro, neraca analitik, tabung reaksi, rotary evaporator,
corong pemisah, milipore, pipet mohr, penangas air. Alat untuk analisis bilangan
peroksida dan bilangan asam antara lain: erlenmeyer, buret, pipet mohr, pipet
volumetrik, neraca volumetrik dan magnetic stirer. Alat untuk analisis kadar air
Alat untuk analisis kadar lemak metode soxhlet antara lain: soxhlet, gelas piala,
labu lemak, dan corong, serta alat untuk menggoreng antara lain: wajan, kompor
gas, dan sutil.
Metode
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut: 1) analisis
kandungan gizi ( -karoten dan profil asam lemak), sifat fisik (warna dan kekentalan), dan mutu kimia (bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas)
RPO; 2) fortifikasi karoten RPO pada minyak goreng curah; 3) analisis
karakteristik fisik (warna dan kekentalan) minyak sebelum dan sesudah
difortifikasi RPO; 4) analisis mutu kimia (bilangan peroksida dan kadar asam
lemak bebas) minyak sebelum dan sesudah difortifikasi RPO; 5) profil asam
lemak yang terdapat pada minyak goreng sebelum dan sesudah difortifikasi
RPO; 6) menghitung recovery dan retensi -karoten pada minyak goreng curah
fortifikasi; 7) menentukan jumlah minyak terserap; 8) menghitung kandungan -karoten pada produk gorengan.
1) Analisis Kandungan Gizi (β-karoten dan profil asam lemak), Sifat Fisik (warna dan kekentalan), dan Mutu Kimia (bilangan peroksida dan kadar asam lemak bebas) RPO
Anlisis kandungan gizi RPO meliputi pengamatan terhadap kandungan
-karoten menggunakan metode HPLC dan pengamatan profil asam lemak
dengan metode gas kromatografi. Analisis karakteristik fisik RPO meliputi
pengamatan terhadap warna menggunakan kromameter dan kekentalan dengan
menggunakan brookfield viscometer.. Karakteristik kimia yang akan dianalisis
adalah mutu kimia meliputi bilangan peroksida dengan metode titrimetri, kadar
asam lemak bebas dengan metode AOCS Official Method. Prosedur lengkap
analisis fisik, kandungan gizi dan mutu kimia disajikan pada Lampiran 1-3.
2) Fortifikasi RPO pada Minyak Goreng Curah
Fortifikasi dilakukan pada minyak goreng curah yang akan dibeli dari
salah satu produsen minyak goreng curah di sekitar Jabodetabek. Fortifikan yang
digunakan adalah red palm oil (RPO). Fortifikan yang ditambahkan setara
dengan kandungan vitamin A 45 IU sesuai dengan RSNI (Rancangan Standar
nasional Indonesia) untuk minyak goreng. Proses pencampuran RPO diawali
16
dengan minyak goreng curah. Proses pencampuran ini dilakukan dalam ruang
yang tidak terkena cahaya matahari langsung dan pada suhu ruang. Proses
pengadukan dilakukan pada ember tertutup dan alat mixer dengan 2
baling-baling selama 1 jam dengan kecepatan 500 rpm. Minyak hasil fortifikasi
kemudian dimasukkan dalam wadah gelap, dihembuskan nitrogen dan ditutup
rapat.
3) Analisis Karakteristik Fisik (Warna dan Kekentalan) Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi
Analisis karakteristik fisik minyak goreng sebelum dan sesudah fortifikasi
meliputi pengamatan terhadap warna menggunakan kromameter dan kekentalan
dengan menggunakan brookfield viscometer. Prosedur lengkap analisis fisik
disajikan pada Lampiran 1.
4) Analisis Mutu Kimia (Bilangan Asam dan Bilangan Peroksida) Minyak Goreng Curah Fortifikasi dan Non Fortifikasi
Analisis mutu kimia yang diamati adalah analisis bilangan peroksida dan
analisis kadar asam lemak bebas. Analisis bilangan peroksida menggunakan
metode titrimetri dan kadar asam lemak bebas dengan menggunakan metode
AOCS Official Method. Prosedur lengkap analisis mutu kimia disajikan pada
Lampiran 2.
5) Analisis Profil Asam Lemak yang Terdapat pada Minyak Goreng Sebelum
dan Sesudah Difortifikasi RPO
Analisis profil lemak yang diamati dengan menggunakan metode gas
kromatografi. Profil lemak yang paling umum dalam kedua jenis minyak tersebut
kemudian dibandingkan. Prosedur lengkap analisis profil asam lemak disajikan
pada Lampiran 3.
6) Menghitung Recovery dan Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah
Fortifikasi
Recovery
Kandungan karotenoid pada minyak goreng curah yang tidak difortifikasi
dianalisis dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography
belum dipakai juga dianalisis dengan HPLC. Minyak goreng curah fortifikasi yang
belum dipakai ini diambil secara acak sebanyak 4 kali ulangan. Perhitungan
recovery vitamin A pada minyak goreng curah fortifikasi adalah sebagai berikut:
b - a
recovery = X 100% c
Keterangan:
a = Kandungan -karoten pada minyak goreng curah non fortifikasi (ppm)
b = Kandungan -karoten pada minyak goreng curah setelah fortifikasi
(ppm) yang merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan
c = kandungan karotenoid yang ditambahkan untuk fortifikasi (ppm)
Retensi
Kandungan -karoten pada minyak goreng curah fortifikasi dianalisis
dengan HPLC. Perhitungan retensi -karoten pada minyak goreng curah fortifikasi setelah proses penggorengan adalah sebagai berikut:
V1
R = X 100% V0
Keterangan:
R = Retensi -karoten (%)
V0 = kandungan -karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi awal
V1 = Kandungan -karoten dalam minyak goreng curah fortifikasi yang telah
dipakai dalam proses menggoreng
7) Penentuan Jumlah Minyak Terserap Selama Proses Menggoreng pada Produk Gorengan
. Penelitian ini memakai produk gorengan yaitu tahu goreng. Sampel
produk gorengan dipilih hanya satu produk yang sering dikonsumsi masyarakat.
Penggorengan dilakukan dengan cara deep frying, yaitu proses bahan pangan
yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak pada awal menggoreng
dapat mencapai 200-205 0C (Ketaren 1986). Minyak yang digunakan untuk
menggoreng adalah sebanyak 500 gram. Produk digoreng dengan
menggunakan alat penggorenagn wajan selama rata-rata 3 menit. Kriteria
kematangan produk adalah produk yang digoreng berwarna kuning kecoklatan.
Perlakuan untuk penggorengan adalah pengulangan penggorengan
hingga 3 kali tanpa penambahan minyak baru. Jumlah penggorengan ini
18
biasa menggoreng 2-3 kali dengan menggunakan minyak goreng yang sama.
Data yang diperoleh pada tahap ini adalah penurunan kadar air dan peningkatan
kadar lemak pada produk gorengan.
Kadar air dianalisis dengan menggunakan metode oven biasa dan kadar
lemak dianalisis dengan menggunakan metode soxhlet. Prosedur analisis jumlah
minyak terserap disajikan pada Lampiran 4. Berikut ini adalah cara perhitungan
penurunan kadar air dan penyerapan minyak pada produk gorengan:
Penurunan kadar air
(A0– A1)
PKA = X 100% A1
KA0 KA1 Dengan A0 = X B0 dan A1 = X B1
100 100
Keterangan:
PKA = Penurunan kadar air (%)
A0 = Jumlah air sampel awal
A1 = jumlah air sampel goreng
KA0 = Kadar air sampel awal
KA1 = Kadar air sampel goreng
B0 = Berat sampel awal
B1 = Berat sampel goreng
Penyerapan minyak
B
Keterangan:
A = kadar lemak sampel
B = berat sampel matang
C = kadar lemak sampel mentah rata-rata
D = berat sampel awal
8) Penentuan Kandungan Karotenoid pada Produk Gorengan
Produk yang digoreng adalah tahu dengan menggunakan penggorengan
yang telah difortifikasi. Perlakuan yang diberikan ialah pengulangan
penggorengan sebanyak 3 kali.
Kandungan karotenoid pada produk gorengan diperoleh dengan cara
perhitungan menggunakan kadar lemak dan kadar air (prosedur lengkap
disajikan pada Lampiran 4), karena karotenoid dapat larut dalam lemak.
Perhitungan kandungan karotenoid pada produk gorengan adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
a = Kadar lemak produk mentah (%)
b = Kadar lemak produk matang (%)
c = Berat sampel produk mentah (g)
d = Berat sampel produk matang (g)
A =Kandungan karotenoid pada minyak yang sudah dipakai menggoreng
(µg/100 g)
Rancangan Percobaan
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah pengaruh penggorengan
terhadap jumlah kandungan karoten pada produk gorengan. Model rancangan
yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model matematis yang
digunakan untuk RAL, yaitu:
Yij
= µ+Ti+Ɛij
Keterangan:
Yij = Nilai Pengamatan (kandungan karoten) karena pengaruh
jumlah penggorengan ke-i pada ulangan ke-j.
µ = Nilai rata-rata umum
Ti = pengaruh penggorengan pada taraf ke-i
Ɛij = kesalahan penelitian karena pengaruh penggorengan ke-i pada ulangan ke-j.
i = pengaruh penggorengan
20
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil analisis karakteristik fisik (warna dan kekentalan), kandungan
gizi (asam lemak dan karoten) serta mutu kimia (kadar asam lemak bebas dan
bilangan peroksida) RPO dan minyak goreng curah yang telah difortifikasi RPO
serta perhitungan recovery -karoten dianalisis secara deskriptif.
Data yang diperoleh dari bilangan peroksida, warna dan ALB minyak
yang telah difortifikasi dianalisis dengan uji T. Data yang diperoleh dari
perhitungan jumlah penurunan kadar air, penentuan jumlah minyak terserap
selama proses menggoreng, retensi dan penentuan kandungan -karoten pada produk gorengan dianalisis dengan menggunakan uji ragam (ANOVA). Apabila
terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test dengan menggunakan program Statistical Analysis System
(SAS) versi 9.1. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh pengulangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Gizi, Sifat Fisik, dan Mutu Kimia RPO
Kandungan Gizi
Pengujian kandungan gizi pada RPO meliputi jumlah -karoten pada RPO dan jenis asam lemak yang ada pada RPO. Hasil pengamatan
mendapatkan kandungan -karoten pada sampel RPO adalah 356 µg/gram. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riyadi (2009) yang mendapatkan
hasil -karoten 375.33 ± 22.87 µg/gram.
Jenis asam lemak yang terdapat pada RPO didominasi oleh asam lemak
palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1). Tabel 7 menunjukkan perbandingan
profil asam lemak pada beberapa minyak nabati.
Tabel 7 Profil Asam Lemak pada Beberapa Minyak Nabati
Jenis asam
lemak
RPO (%) Kelapa sawit
(olein) 1) (%)
Kedelai 2) (%) Kelapa2) (%) Bunga matahari1) (%)
16:0 36,31 39,1 7,0-14 7,5-10,5 7,0
18:0 3,92 4,1 1,4-5,5 1,0-3,0 3,8
18:1 40,23 42,4 19-30 5,0-8,0 76,4
18:2 10,79 10,1 44-62 1,5-2,5 9,2
18:3 0,29 0,2 4,0-11 1,5-2,5 0,1
Sumber: 1) Matthaus (2007) 2)
Ketaren 1986
Hasil Tabel 7 menunjukkan antara minyak kelapa sawit olein dengan
minyak RPO memiliki kandungan asam palmitat dan asam oleat yang hampir
sama. Minyak kedelai didominasi oleh asam lemak linoleat (18:2) dan sedikit
memiliki asam lemak palmitat. Minyak bunga matahari didominasi oleh asam
lemak oleat (18:1) yang bernilai 76,4. Minyak kelapa memiliki asam lemak yang
sangat berbeda dengan RPO. Asam lemak yang dominan pada minyak kelapa
adalah asam lemak miristat 13,0-19,0 dan asam lemak laurat 44,0-52,0.
Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik RPO dilakukan dengan pengujian warna dan
kekentalan RPO. Pengamatan pada pengukuran warna dengan menggunakan
kromameter mendapatkan hasil RPO berwarna merah dengan derajat Hue
bernilai 27,74. Hasil pengukuran warna RPO dengan menggunakan Lovibond
Tintometer menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan hasil yang telah
diperoleh oleh Riyadi (2009), yaitu berwarna merah dengan nilai Y (kuning)
sekitar 30 dan nilai R (merah) di atas 9,6.
Kekentalan RPO diamati dengan menggunakan alat viscometer brookfield
22
sesuai dengan pengamatan penelitian Romaria (2008) mendapatkan kekentalan
minyak goreng curah bernilai 47,7-56,8 cP.
Mutu Kimia
Mutu kimia RPO yang diamati meliputi bilangan peroksida RPO dan kadar
asam lemak RPO. Pengukuran bilangan peroksida pada RPO mendapatkan hasil
2,54
µeq/kg. Hasil pengamatan ini lebih besar dari pada yang didapatkan oleh
Riyadi (2009) sebesar 0,12 ± 0,03 µeq/kg. Menurut Blumenthal (1996) nilaibilangan peroksida maksimum sebesar 5 µeq/kg sehingga hasil RPO pada
pengamatan penelitian ini masih memenuhi syarat RPO yang baik.
Pengukuran kadar asam lemak pada RPO memperoleh hasil 0,12 %
asam palmitat. Hasil ini lebih kecil daripada hasil penelitian Riyadi (2009) yang
bernilai 0,490 ± 0,15 % asam lemak palmitat. Menurut Blumenthal (1996) syarat
RPO yang baik memiliki kadar asam lemak maksimum bernilai 0,1 % asam
palmitat.
Proses Fortifikasi RPO dan Recovery β-Karoten pada Minyak Goreng Curah dengan RPO
Fortifikasi dilakukan dengan cara memasukkan RPO ke dalam minyak
goreng curah sedikit demi sedikit untuk 50 kg minyak goreng curah diperlukan
RPO sebanyak 3,79 kg. Perhitungan fortifikasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5,
sedangkan perhitungan konversi satuan vitamin A disajikan pada Lampiran 6.
Alat yang digunakan untuk melakukan proses fortifikasi berupa sebuah
wadah (ember) yang dirancang dan ditambahkan dengan baling-baling pengaduk
(Gambar 1). Pengadukan dilakukan dengan kecepatan 500 putaran per menit
(rpm) selama satu jam (Arafah 2008).
Minyak goreng curah yang akan difortifikasi mengandung kurang dari
0,00β ppm -karoten. Minyak tersebut kemudian difortifikasi RPO dengan dosis 45 IU. Tabel 8 menunjukkan bahwa recovery kandungan -karoten pada minyak goreng curah fortifikasisebesar 107,06%.
Tabel 8 Recovery Minyak Goreng Curah Fortifikasi -karoten pada minyak non-fortifikasi (IU) -karoten pada minyak fortifikasi (IU) Rata-rata (IU) dosis fortifikasi (IU) recovery (%) <0,03 48,25
48,18 45 107,06
48,18 48,3 48,1 48,18 48,15
Hasil recovery fortifikasi yang dilakukan lebih besar dari pada target dosis
fortifikasi sebesar 45 IU. Hal ini disebabkan karena jumlah minyak goreng curah
yang difortifikasi dalam sekali pengadukan cukup banyak sehingga kemungkinan
tidak merata dalam pengadukan menjadi lebih besar. Target fortifikasi yang tidak
akurat 100% ini sejalan dengan penelitian Arafah (2008).
Karakteristik Fisik Minyak yang Difortifikasi RPO
Kekentalan
Analisis kekentalan pada penelitian ini meliputi kekentalan pada minyak
goreng curah dan minyak goreng curah yang telah difortifikasi. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan kekentalan yang terjadi saat minyak goreng
ditambah RPO. Viskositas merupakan salah satu indikator minyak goreng yang
penting untuk diamati. Menurut Blumenthal (1996) viskositas merupakan daya
tahan internal suatu cairan untuk mengalir. Viskositas RPO diukur dengan
menggunakan alat viscometer brookfield LV. Hasil pengamatan mendapatkan
kekentalan minyak sebelum dan sesudah fortifikasi RPO. Hasil pengukuran
kekentalan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Kekentalan Minyak
No Jenis minyak Viskositas (cP) Pustaka (cP)
1 Minyak non fortifikasi 62.0 42,7-56,83
2 Minyak fortifikasi 62.0
24
Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa kekentalan minyak setelah
difortifikasi, tidak menunjukkan perubahan bila dibandingkan dengan minyak non
fortifikasi. Viskositas minyak goreng akan meningkat seiring penggunaannya
untuk menggoreng. Viskositas minyak goreng sangat dipengaruhi oleh suhu.
Suhu penggorengan yang ± 2500C akan meningkatkan viskositas minyak yang
digunakan (Ketaren 2005). Viskositas juga meningkat seiring dengan
penggunaannya. Minyak goreng dengan viskositas yang tinggi akan
menghasilkan produk akhir yang sangat berminyak karena minyak goreng akan
tertahan di dalam produk (Blumenthal 1996).
Warna
Warna telah dijadikan sebagai indek kualitas minyak selama
bertahun-tahun. Metode pengujian warna dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode seperti Lovibond, spektrofotometer dan kromameter. Menurut
Febriansyah R (2007), terdapat perbedaan antara metode penentuan warna
minyak ini, metode Lovibond bersifat subjektif sedangkan penentuan secara
spektrofotometer bersifat objektif.
Pengujian warna dengan menggunakan Lovibond terdiri dari tiga warna,
yaitu merah, biru, dan kuning. Pengukuran dengan menggunakan
spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 490 nm dengan minyak
awal sebagai blanko. Pengujian warna dengan metode kromameter
menggunakan derajat Hue dan nilai L, a dan b. Analisis warna dilakukan pada
RPO, minyak non fortifikasi dan setelah fortifikasi menggunakan metode
kromameter dengan alat Konica minolta CR 310. Data pengukuran warna
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Pengukuran Warna pada Minyak Goreng
No Sampel L a b 0Hue Warna Pustaka
1 Minyak non
fortifikasi
66,40 -5,70 +36,52 81,12
kuning-merah
Kuning1)
2 Minyak
fortifikasi
56,43 +12,66 +33,30 69,18
Kuning-merah Sumber:1) BSN 2002
Pengamatan pada pengukuran warna dengan menggunakan kromameter
mendapatkan hasil Minyak yang difortifikasi RPO berwarna kuning-merah
dengan derajat Hue bernilai 69,18. Menurut Purbowo (1995) warna merah yang
terdapat pada minyak sawit disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam
minyak. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng
curah berpengaruh (p<0,05) terhadap perubahan warna pada taraf kepercayaan
minyak dipanaskan pada suhu yang cukup tinggi, warna merah tersebut akan
memudar sesuai dengan penurunan kandungan karoten total. Masih tingginya
kadar karoten setelah proses pembuatan RPO menyebabkan warna merah RPO
yang terukur pada kromameter masih relatif tinggi.
Pustaka SNI tahun 2002 untuk minyak goreng menyatakan standar
minyak goreng untuk Indonesia adalah berwarna kuning. Hasil pengukuran
warna pada minyak hasil fortifikasi sebesar 45 IU menunjukkan warna
kuning-merah. Warna kuning-merah menunjukkan kandungan karotenoid dalam minyak
fortifikasi masih memiliki pengaruh besar untuk merubah warna kuning menjadi
kemerahan.
Mutu Kimia Minyak Bilangan peroksida
Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan
oksidatif pada minyak atau lemak. Peroksida merupakan produk pertama dari
reaksi autooksidasi. Oksidasi pada lemak dan minyak dapat menyebabkan
kerusakan minyak berupa ketengikan sehingga menurunkan tingkat penerimaan
konsumen (Dewanti TA 2009). Bilangan peroksida merupakan metode yang
paling umum untuk menentukan derajat degradasi minyak akibat proses oksidasi
(Febriansyah 2007). Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya membentuk peroksida. Peroksida adalah komponen yang
dapat mempercepat oksidasi. Data bilangan peroksida yang diamati dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11 Bilangan Peroksida
No Jenis minyak Bilangan peroksida
(µeq/kg)
Pustaka (µeq/kg)
1 Minyak non fortifikasi 5,065 51)
2 Minyak setelah fortifikasi 3,935
Sumber: 1)Blumenthal (1996)
Data bilangan peroksida RPO 2,548 µeq/kg bernilai lebih rendah dari
minyak goreng non fortifikasi yang bernilai 5,065 µeq/kg. Hal ini menunjukkan
RPO lebih tahan dari kerusakan oksidatif dari pada minyak non fortifikasi bila
ditinjau dari segi bilangan peroksidanya. Tabel 11 memperlihatkan minyak yang
telah difortifikasi memiliki bilangan peroksida lebih kecil daripada minyak non
fortifikasi. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi RPO pada minyak goreng
curah berpengaruh (p<0,05) terhadap perubahan bilangan peroksida pada taraf
kepercayaan 95% (Lampiran 12). Tingginya bilangan peroksida merupakan
26
Proses penyimpanan minyak juga dapat menjadi penyebab utama
kerusakan oksidatif. Waktu simpan di suhu ruang yang relatif lama akan
menyebabkan kenaikan bilangan peroksida pada Minyak dalam kemasan yang
tidak kedap udara (tanpa blanketing oleh N2) (Riyadi 2009). Menurut Dewanti
(2009), peroksida akan terurai pada suhu penggorengan namun akan mulai
terbentuk lagi selama pendinginan. Peroksida indikator yang baik untuk
menentukan kualitas dari produk pangan goreng. Minyak diekstrak dari produk
goreng kemudian minyak hasil ekstrak diukur bilangan peroksidanya. Nilai
bilangan peroksida lebih dari 5 meq/kg sampel merupakan indikator tingginya
potensi ketengikan pada produk goreng sehingga dapat menghasilkan masa
simpan yang rendah.
Kadar asam lemak bebas
Kadar asam lemak bebas merupakan karakteristik yang paling umum
digunakan sebagai indikator kontrol kualitas minyak. Asam lemak bebas
menunjukkan kualitas minyak goreng karena dengan jumlah asam lemak bebas
tinggi mengakibatkan munculnya buih dan menurunkan titik asap minyak goreng.
(Romaria 2009). Kadar asam lemak dapat diamati dalam Tabel 12.
Tabel 12 Hasil Pengamatan Kadar Asam Lemak Bebas
No Jenis minyak Kadar asam
lemak bebas (% asam laurat)
Pustaka (% asam laurat)
1 Minyak non fortifikasi 0,4 Maks. 0,31)
2 Minyak fortifikasi 0,38
Sumber: 1) BSN (1995)
Hasil pengamatan menunjukkan minyak setelah fortifikasi memiliki kadar
asam lemak bebas yang lebih rendah daripada minyak non fortifikasi. Hal ini
karena minyak setelah fortifikasi yang digunakan memiliki karoten sebagai
tambahan antioksidan alami sehingga kadar asam lemak bebas bernilai lebih
kecil Widarta (2008). Kadar asam lemak bebas pada minyak fortifikasi maupun
non fortifikasi lebih besar dari pustaka sehingga minyak fortifikasi maupun non
fortifikasi sudah menurun kualitasnya. Hasil uji T menunjukkan bahwa fortifikasi
RPO pada minyak goreng curah tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap perubahan
ALB pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 12).
Kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh pengulangan penggorengan.
Semakin sering melakukan penggorengan akan meningkatkan kadar asam
minyak akan mempercepat proses hidrolisis dari minyak goreng (Sulaiman et al
2001).
Profil Asam Lemak
Jenis asam lemak yang mendominasi minyak hasil fortifikasi adalah asam
lemak palmitat (16:0) dan asam lemak oleat (18:1). Tabel 13 menunjukkan
perbandingan minyak fortifikasi dan minyak sebelum fortifikasi.
Tabel 13 Profil Asam Lemak Minyak Fortifikasi dan Non Fortifikasi Jenis asam
lemak
Minyak non fortifikasi
(%)
Minyak fortifikasi
(%)
Minyak RPO 1) (%)
- C16:0 31,13 33,39 39,1
- C18:0 0,81 4,13 4,1
- C18.1n9c 34,80 37,18 42,4
- C18:2n6c 10,76 11,38 10,1
- C18:3n3 0,20 0,23 0,20
Sumber: 1) Matthaus (2007)
Hasil Tabel 13 menunjukkan asam-asam lemak pada minyak setelah
difortifikasi oleh RPO meperlihatkan hasil yang lebih tinggi daripada minyak
sebelum fortifikasi. Asam lemak yang mengalami peningkatan yang besar adalah
asam lemak stearat (18:0). Asam lemak linoleat (C18:3n3) mengalami kenaikan
0,03 % dan melebihi dari pustaka.
Retensi β-karoten pada Minyak Goreng Curah Fortifikasi
Pengujian retensi -karoten dilakukan dengan menggoreng produk tahu kuning. Penggorengan dilakukan dengan metode deep frying dalam suhu mulai
penggorengan 160-210 0C. Tabel 14 menunjukkan bahwa pengulangan
penggorengan mengakibatkan penurunan kandungan -karoten dalam minyak tersebut.
Penurunan kandungan -karoten disebabkan oleh adanya paparan udara dan oksigen serta sinar ultraviolet. Selain itu menurut Muchtadi (1992) suhu juga
ikut mempengaruhi stabilitas karotenoid saat penggorengan. Faktor yang
berpengaruh dalam penelitian ini adalah suhu, lama waktu penggorengan dan
28
Tabel 14 Retensi -karoten pada Minyak Goreng Setelah Pengulangan Penggorengan
Jenis pangan yang digoreng
Penggorengan ke-
Suhu (0C) Waktu menggoreng tahu (menit)
Retensi (%)
Tahu kuning 1 165-210 5 70,57a *)
2 160-200 5 41,84b
3 160-190 5 14,05c
Keterangan: *)Angka dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Tabel 14 menunjukkan penggorengan produk gorengan dengan suhu
160-2100C mendapatkan retensi minyak pada penggorengan pertama adalah
70,57 %. Setelah penggorengan kedua sebesar 41,83 % dan penggorengan
ketiga sebesar 14,05 %. Retensi setelah pengulangan penggorengan pertama
hingga ketiga lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Arafah (2008)
dengan menggunakan fortifikan vitamin A, yaitu sebesar 81-94 % pada
penggorengan pertama, 64-77 % setelah penggorengan kedua dan 51-63 %
setelah penggorengan ketiga dengan suhu 160-1900C.
Saat proses penggorengan, minyak goreng akan terpapar oleh oksigen
sehingga terjadi proses oksidasi. Proses oksidasi minyak RPO menurut Sundram
(2007) mengakibatkan diskolorisasi dan bleaching. Oksidasi karotenoid akan
lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi
dan mangan.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses oksidasi. Pengaruh suhu
dikemukakan oleh Muchtadi (1992) yaitu karotenoid belum mengalami kerusakan
karena pemanasan pada suhu dibawah 600C. Gross (1991) mengemukakan laju
oksidasi -karoten meningkat dengan peningkatan suhu.
Peningkatan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap tingkat
ketahanan -karoten. Penelitian ini mendapatkan hasil reduksi -karoten pada
penggorengan pertama sebesar 29,43% pada suhu 160-2100C dengan waktu
menggoreng bahan pangan sekitar 5 menit. Data penggorengan kedua
menunjukkan peningkatan reduksi menjadi 58,16% dengan suhu 160-2000C.
Reduksi pada penggorengan ketiga meningkat menjadi 85,98% dengan suhu
meng