• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Morfologi Serta Perlakuan Invigorasi Dan Pengurangan Pupuk N Untuk Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Kacang Bambara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Morfologi Serta Perlakuan Invigorasi Dan Pengurangan Pupuk N Untuk Meningkatkan Hasil Dan Mutu Benih Kacang Bambara"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENGURANGAN PUPUK N UNTUK MENINGKATKAN

HASIL DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA

SOPHIA FITRIESA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Morfologi serta Perlakuan Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Kacang Bambara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

(4)

RINGKASAN

SOPHIA FITRIESA.Studi Morfologi serta Perlakuan Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Kacang Bambara. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS dan ABDUL QADIR.

Kacang bambara merupakan tanaman yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan karena tahan kekeringan serta toleran pada lahan miskin hara walaupun memiliki keragaman morfologi yang tinggi dan produktivitas yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi tanaman, pertumbuhan, dan potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang warna testa hitam keunguan serta mengevaluasi pengaruh invigorasi dan pengurangan pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih kacang bambara.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang, rumah kaca Cikabayan, dan Laboratorium Kesehatan Benih, Fakultas Pertanian, IPB Darmaga mulai bulan Juni 2013 sampai Maret 2014. Benih kacang bambara yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari aksesi Sumedang warna testa hitam keunguan. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa berdasarkan karakter morfologi yang diamati kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan memiliki bentuk daun lanceolate, warna daun dan tangkai hijau terang, warna bunga kuning, dan bentuk kanopi semi bunch.

Penelitian kedua terdiri atas tiga bagian percobaan. Percobaan pertama dan kedua bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi fungisida yang non fitotoksik pada benih serta tidak menekan kemampuan tumbuh bakteri Rhizobium sp. Konsentrasi fungisida terbaik yang didapatkan pada percobaan pertama dan kedua digunakan pada percobaan ketiga yang menggunakan rancangan petak terbagi. Faktor pertama sebagai petak utama adalah dosis pupuk N yang terdiri atas 0 kg N ha-1, 15.35 kg N ha-1, 30.70 kg N ha-1, 46.04 kg N ha-1, dan 61.39 kg N ha-1, sedangkan anak petak adalah perlakuan invigorasi benih yang terdiri atas kontrol, matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida, matriconditioning plus Rhizobium sp., dan matriconditioning plus fungisida. Arang sekam sebagai media matriconditioning diperoleh dengan mengeringkan, menghaluskan, menyaring (0.5 mm), dengan perbandingan benih: arang sekam: air 5:3:3 yang dilakukan pada suhu 25 oC selama tiga hari. Rhizobium sp. dan atau fungisida benomil diinkorporasikan ke dalam matriconditioning sebelum tanam.

Pemberian fungisida benomil dengan konsentrasi 0.05% merupakan perlakuan terbaik yang memiliki jumlah koloni bakteri Rhizobium 1.53x107 cfu/ml dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (1.66x107 cfu/ml). Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida menunjukkan pertumbuhan vegetatif, hasil, dan mutu benih yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan fungisida yang diintegrasikan ke dalam matriconditioning dapat mengurangi tingkat infeksi penyakit pada benih. Pemupukan N dengan dosis setengah dari dosis optimum (30.7 kg N ha-1) menunjukkan hasil terbaik pada peubah produksi benih dan tidak berbeda nyata dengan dosis optimumnya (61.39 kg N ha-1), sehingga dapat menghemat penggunaan pupuk N.

(5)

SOPHIA FITRIESA. Study of Morphology, Invigoration Treatment and Reduction of N Fertilizer in Improving Yield and Quality of Bambara Groundnut Seed. Under direction of SATRIYAS ILYAS and ABDUL QADIR.

Bambara groundnut can be cultivated in marginal land, however, its productivity is still low and it has a high morphological diversity. In order to increase productivity, high quality seed must be used. The objective of the experiment was to study morphology of bambara groundnut of Sumedang

accession with black purplish testa, and to evaluate the effects of seed invigoration using matriconditioning plus Rhizobium sp. and fungicide and reduction of N fertilizer on plant growth, yield, and quality of bambara groundnut seed.

The experiment was conducted at Experimental Station in Cikarawang, Green house Cikabayan, and Seed Health Laboratory, Bogor Agricultural University from June 2013 until March 2014. Seeds were harvested from a farmer’s field in Sumedang, June 2013. The result of the first experiment showed that the morphology of bambara groundnut of Sumedang accession with black purplish testa has lanceolate leaf with green colour, yellow flower, and semi bunch canopy.

This experiment was arranged in a Split Plot Design. The first factor is N fertilizer. Four levels of N fertilizer used were 0 kg N ha-1, 15.35 kg N ha-1, 30.70 kg N ha-1, 46.04 kg N ha-1, and 61.39 kg N ha-1. The second factor was seed invigoration. Seed invigoration consisted of untreated, matriconditioning plus Rhizobium sp. and fungicide, matriconditioning plus Rhizobium sp., and matriconditioning plus fungicide. Matriconditioning was conducted using ratio of seeds to carrier (burned rice hull passed through 0.5 mm screen) to water 5:3:3 (g) at 25oC for 3 days. Rhizobium sp. and or benomyl fungicide were either applied on seeds just before planting or incorporated in matriconditioning.

Result of the pre experiment showed that 0.05% was the best concentration of benomyl and used for main experiment. Result of the main experiment indicated that matriconditoning plus Rhizobium sp. and fungicide improved plant growth (number of leaves, number of stem, nodule dry weight, root dry weight, and leaf dry weight), yield (weight of seed), and seed vigor (index of vigor). Matriconditioning plus fungicide treatment significantly decreased the infection level of diseases on seed.Fertilizer application at the rate of 30.7 kg N ha-1 (half of the optimum dose) was recommended for bambara groundnut because showing the best result in fresh weight of pods, dry weight of pods, and weight of seed.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

DAN PENGURANGAN PUPUK N UNTUK MENINGKATKAN

HASIL DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA

SOPHIA FITRIESA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan berkah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai Maret 2014 ini ialah “Studi Morfologi serta Perlakuan Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Kacang Bambara”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS dan Dr. Ir. Abdul Qadir, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ibu, ayah, suami, seluruh keluarga dan sahabat atas dukungannya, serta kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa DIKTI yang penulis terima.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

STUDI MORFOLOGI, PERTUMBUHAN, DAN POTENSI HASIL KACANG BAMBARA AKSESI SUMEDANG TESTA HITAM KEUNGUAN 3

Pendahuluan 3

Tujuan 4

Bahan dan Metode 4

Hasil dan Pembahasan 5

Simpulan 14

PERLAKUAN INVIGORASI BENIH DAN PENGURANGAN PUPUK N MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN, HASIL, DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA 15

Pendahuluan 15

Tujuan 16

Bahan dan Metode 18

Hasil dan Pembahasan 23

Simpulan 40

PEMBAHASAN UMUM 41

SIMPULAN DAN SARAN 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 51

DAFTAR TABEL

1 Pertumbuhan vegetatif kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam

keunguan 11

2 Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan 11 3 Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan 13 4 Pengaruh pemberian konsentrasi fungisida benomil terhadap persentase

kecambah normal non fitotoksik 23

(12)

6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi, dan

interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman 28

7 Pengaruh invigorasi benih terhadap daya tumbuh/petak 29 8 Rata-rata panjang tangkai, jumlah daun, dan jumlah tangkai daun kacang

bambara pada berbagai perlakuan invigorasi 30

9 Pengaruh invigorasi benih terhadap diameter kanopi tanaman 30 10 Pengaruh invigorasi benih terhadap bobot kering tanaman 31 11 Interaksi Pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering bintil

akar 8 MST 32

12 Pengaruh pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering akar

pada 16 MST 33

13 Interaksi pemupukan N dan invigorasi benih terhadap bobot kering akar 16

MST 34

14 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi benih, dan

interaksinya terhadap produksi benih 35

15 Produksi benih kacang bambara pada berbagai dosis pemupukan N dan

perlakuan invigorasi 35

16 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi benih, dan

interaksinya terhadap mutu benih 37

17 Mutu benih kacang bambara pada berbagai dosis pemupukan N dan

perlakuan invigorasi 37

18 Interaksi pemupukan N dan invigorasi benih terhadap tingkat infeksi

penyakit pada benih 39

DAFTAR GAMBAR

1 Kecambah normal kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan

10 HST 6

2 (a) Bentuk daun pada saat field emergence, (b) warna tangkai dan bentuk daun lanceolate pada umur 4 MST, (c) bentuk kanopi semi bunch, dan (d) kondisi tanaman menjelang panen 6 3 Keragaan tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan

pada umur (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 16 MST 7 4 Akar tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada

(a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 12 MST 8 5 Bunga kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan, (a) kuncup

bunga, (b) bunga menjelang mekar, (c) bunga mekar, dan (d) ginofor 8

6 Polong kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada umur (a) 14 MST, (b) 17 MST, dan (c) 18 MST 9

7 Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan umur 18 MST (a) setelah dikupas dan (b) setelah proses pengeringan 9 8 Perubahan warna testa benih aksesi Sumedang testa hitam keunguan 10 9 Bobot kering per tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam

keunguan 12

10 Diagram alir penelitian 17

(13)

12 Kecambah normal (a) non fitotoksik (kontrol) dan (b) fitoksik (benomil) pada kacang bambara 24 13 Tanaman terserang virus pada 6 MST dan (b) tangkai tanaman terserang

cendawan Sclerotium rolfsii 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media YEMA 51

2 Hasil analisis tanah di lokasi penelitian 51

3 Data curah hujan bulan Agustus 2013 sampai Januari 2014 51 4 Pengujian kesehatan benih dengan metode blotter test 52

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Leguminosae yang umum dikenal dengan nama Bambara groundnut. Di daerah asalnya, Afrika Barat, tanaman kacang bambara banyak dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan merupakan tanaman legum ketiga terpenting setelah kacang tanah (Arachis hypogea) dan cowpea (Vigna unguiculata) (Howell et al. 1994). Van der Maesen (1992) menyatakan bahwa protein yang terdapat dalam kacang bambara mengandung methionin yang lebih tinggi dibanding dengan kacang-kacangan lain. Vurayai et al. (2011) juga menyatakan bahwa kacang bambara merupakan tanaman yang tahan terhadap cekaman kekeringan, sehingga mampu berproduksi dengan ketersediaan air yang terbatas. Berbeda dengan tanaman legum pada umumnya, kacang bambara juga lebih adaptif dan toleran pada daerah yang kurang subur (Linnemann 1990; Stephens 2003), oleh karena itu kacang bambara berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif diversifikasi pangan. Di Indonesia, kacang bambara telah lama beradaptasi dengan baik di wilayah Bogor, Jawa Barat, Banten, dan pesisir utara Jawa Timur. Distribusi tanaman banyak ditemukan di kota Bogor dan Gresik. Penanaman di sekitar Bogor menyebabkan tanaman ini dikenal dengan kacang bogor, sedangkan di Gresik biasa disebut dengan nama kacang kapri. Secara umum daerah penyebaran tanaman kacang bambara di Indonesia masih sangat terbatas. Di kalangan petani, kacang bambara hanya dijadikan tanaman sampingan saja, hal ini disebabkan oleh daya tumbuh di lapangan dan produktivitasnya yang masih sangat rendah. Hasil penelitian Toure et al. (2012) di Ivory Coast, Afrika menyatakan bahwa kacang bambara landraces Manfla hanya menghasilkan daya tumbuh di lapangan sebesar 61.45%.

Benih kacang bambara juga belum diproduksi secara formal oleh petani. Petani menggunakan benih dari hasil pertanaman sebelumnya. Hingga saat ini tanaman kacang bambara juga belum mendapat perhatian dari Balitkabi disamping karena belum adanya benih yang bersertifikat. Menurut Redjeki (2007), masalah utama dalam peningkatan hasil tanaman kacang bambara adalah penggunaan benih yang tidak seragam, berumur panjang (4-5 bulan) serta masih rendahnya produktivitas karena masih banyak potensi genetik yang belum terungkap. Keragaman genetik yang sangat tinggi pada kacang bambara memerlukan adanya penggalian informasi mengenai karakteristik morfologi dan kajian pertumbuhan, perkembangan, serta potensi produksi tanaman kacang bambara dari tiap aksesi dan warna testa.

(16)

2

yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih. Perlakuan matriconditioning tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, akan tetapi pemanfaatan Rhizobium sp. dan atau fungisida dapat diinkorporasikan dalam matriconditioning untuk meningkatkan kegunaanya (Ilyas 2012). Menurut Ilyas dan Sopian (2013) perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil dibanding perlakuan invigorasi yang lain dan kontrol.

Penggunaan inokulan mikroba atau pupuk hayati mampu meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan penggunaan pupuk kimia sintetis yang apabila digunakan terus menerus dapat berdampak negatif bagi kesehatan tanah dan menyebabkan kerusakan lingkungan (Eickhout et al. 2006). Pengurangan penggunaan pupuk kimia khususnya pupuk N atau dengan pemanfaatan mikroba tanah seperti Rhizobium sp. perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Hasil penelitian Ilyas et al. (2003) pada benih kedelai, menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus inokulan Bradyrhizobium japonicum yang dikombinasikan Azospirillum lipoferum dan benomil 0.05 % selama 12 jam terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil, dan meningkatkan penambatan nitrogen sehingga dapat menghemat pemakaian pupuk N.

Tanaman kacang bambara merupakan tanaman yang rentan akan serangan penyakit terutama pada kondisi curah hujan tinggi. Kusumawati (2014) menyatakan bahwa pertanaman kacang bambara mulai mengalami serangan cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium spp. saat tanaman berumur 6 MST. Menurut Agarwal dan Sinclair (1996), cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium spp. merupakan cendawan terbawa benih (seed borne) yang dapat menyebabkan penurunan viabilitas benih, peningkatan kematian bibit, penurunan hasil, peningkatan perkembangan penyakit, dan perubahan komponen kimia benih. Oleh sebab itu, pada penelitian ini selain Rhizobium sp., fungisida dengan bahan aktif benomil juga diintegrasikan dalam matriconditioning untuk menekan serangan cendawan. Hasil penelitian Astuti (2009) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning, matriconditioning plus minyak cengkeh 0.1%, atau matriconditioning plus fungisida Benlox 0.1% efektif menurunkan tingkat infeksi Alternaria padwickii pada benih padi.

Informasi mengenai hasil penelitian kacang bambara masih sedikit terutama yang berkaitan dengan teknologi pengelolaan benih, oleh karena itu penelitian mengenai perlakuan invigorasi benih diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih kacang bambara.

Tujuan Penelitian

(17)

2 STUDI MORFOLOGI, PERTUMBUHAN, DAN

POTENSI HASIL KACANG BAMBARA AKSESI

SUMEDANG TESTA HITAM KEUNGUAN

Pendahuluan

Salah satu masalah utama dalam peningkatan hasil kacang bambara adalah keragaman genetiknya yang tinggi, sehingga benihnya tidak seragam. Sampai saat ini belum ada varietas dari tanaman kacang bambara, bahkan dari negara asalnya sendiri masih berupa aksesi. Setiap aksesi kacang bambara memiliki keragaman dalam warna testa, hilum, dan ukuran benih, namun umumnya benih yang ditanam di Indonesia berwarna testa hitam. Menurut Redjeki (2007) perbedaan warna biji disebabkan oleh faktor genetik, namun juga dapat disebabkan oleh fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Petani di daerah Sumedang umumnya menggunakan benih dengan testa berwarna hitam, hitam keunguan, dan cokelat. Masing-masing warna testa dari aksesi yang sama terkadang memiliki keragaman terhadap tipe pertumbuhan dan morfologi tanaman.

Kacang bambara termasuk tanaman yang kurang dimanfaatkan (underutilised crop), oleh karena itu peneliti terus mengembangkan penelitian terkait kacang bambara dalam mendukung program Bambara Groundnut Network (BamNET). Upaya karakterisasi koleksi varietas lokal kacang bambara mutlak diperlukan sebagai dasar pengembangan varietas unggul baru. Karakterisasi merupakan tahap kegiatan penting dalam upaya mengidentifikasi karakter-karakter penting yang bernilai ekonomis atau menjadi penciri dari varietas yang bersangkutan. Karakter yang diamati dapat berupa karakter morfologis (bentuk daun, bentuk buah, warna kulit biji, dan sebagainnya), karakter agronomis (umur panen, tinggi tanaman, panjang tangkai daun, jumlah anakan, dan sebagainya), karakter fisiologi (senyawa alelopati, fenol, alkaloid, reaksi pencoklatan, dan sebagainya), nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, dan sebagainya), marka isoenzim, dan marka molekuler. Karakter morfo-agronomis telah banyak dimanfaatkan untuk identifikasi, karakterisasi, serta analisis kekerabatan dan keragaman genetik berbagai spesies tanaman sejak lama. Karakter ini banyak digunakan karena sangat mudah diamati dan diukur. Berbagai spesies tanaman seperti Zingiber spp. (Ravindran et al. 1994), semangka (Szamosi et al. 2009), melon (Oumouloud et al. 2009), gandum (Dos Santos et al. 2009), dan vigna (Ghalmi et al. 2010) telah diidentifikasi dan dikarakterisasi berdasarkan karakter morfologi.

(18)

4

Serangkaian penelitian kacang bambara juga telah dilakukan untuk mengevaluasi potensi hasil tanaman kacang bambara. Redjeki (2003) menyatakan bahwa tanaman kacang bambara mampu menghasilkan biji kering sebanyak 0.77 ton ha-1 tanpa pemupukan, sedangkan populasi campuran menghasilkan biji kering 2 ton ha-1 lebih tinggi dibanding warna lain yang hanya menghasilkan rata-rata 0.9 ton ha-1 biji kering. Madamba (1995) juga melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan tumbuh marjinal di Zimbabwe dihasilkan 300 kg ha-1, namun pada kondisi lingkungan tumbuh optimal akan menghasilkan 4 ton ha-1 biji kering. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi hasil kacang bambara khususnya kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi tanaman, pertumbuhan tanaman, dan potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang warna testa hitam keunguan.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Analisis tanah dilakukan di BIOTROP, Tajur, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2013 sampai Januari 2014.

Sumber Benih

Benih yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari aksesi Sumedang dengan warna testa hitam keunguan yang diperoleh dari kelompok tani di Desa Cilopang Ilir, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang pada tanggal 18 Juni 2013. Benih dipanen pada tanggal 16 Juni 2013, kemudian dikeringkan selama dua minggu hingga kadar air mencapai ±10% dengan viabilitas awal 91%. Benih disimpan selama satu bulan pada suhu 16 °C sebelum digunakan untuk penelitian.

Pelaksanaan Percobaan

(19)

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi: penyulaman yang dilakukan pada dua minggu setelah tanam (MST), pencabutan tanaman yang terserang penyakit, pembenahan petakan tanaman yang rusak akibat air hujan, penyiangan gulma yang dilakukan secara manual, dan pembumbunan yang dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Pembumbunan dilakukan di sekitar permukaan tanah seluas diameter kanopi tanaman, setinggi ± 2 cm. Pembumbunan dilakukan dua kali yakni pada fase inisiasi bunga dan pembentukan polong, selain itu juga dilakukan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Profonofos 4 ml/l pada saat terjadi serangan hama. Kacang bambara siap dipanen jika telah memenuhi beberapa ciri, diantaranya : daun telah layu menguning kecoklatan bukan karena penyakit, polong sudah keras, dan jika kulit polong dikupas tampak kulit biji berwarna gelap. Pemanenan dilakukan saat hari cerah, pada umur 19 MST.

Analisis Data

Analisis data untuk studi morfologi menggunakan metode deskriptif dengan mengamati dan mendeskripsikan bagian-bagian tanaman yaitu bentuk daun, warna daun, tangkai daun, akar, bunga, kanopi, polong, serta biji. Analisis data secara kuantitatif dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman. Pertumbuhan vegetatif meliputi jumlah daun trifoliat, panjang tangkai, jumlah tangkai daun, dan diameter kanopi. Produksi tanaman terdiri atas bobot basah polong per tanaman dan per m2, bobot kering polong per tanaman dan per per m2, bobot kering biji per tanaman dan per m2. Pengamatan bobot kering daun, akar, daun, bunga, dan polong dihitung pada setiap fase perkembangan tanaman yaitu fase pemunculan kecambah di lapang (field emergence) yang ditandai dengan munculnya daun pertama di atas permukaan tanah sebesar 50% dari populasi, fase vegetatif, fase berbunga, fase berpolong sampai panen.

Hasil dan Pembahasan

(20)

6

Gambar 1 Kecambah normal kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan 10 HST

Morfologi Tanaman

Daun. Bentuk daun kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada saat field emergence dapat dilihat pada Gambar 2a. Tangkai dan daun berwarna hijau terang serta memiliki bentuk daun lanceolate yang menyerupai mata lembing dengan sumbu terlebarnya terletak dekat pangkal dan berangsur-angsur menyempit ke ujungnya yang lancip (Gambar 2b). Pada umur 10 MST mulai terlihat bentuk kanopi tanaman, berdasarkan pengamatan di lapang bentuk kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan termasuk ke dalam tipe semi bunch (Gambar 2c). Tanaman kacang bambara siap dipanen saat sebagian besar daun telah berubah warna menjadi kuning kecokelatan, layu, dan kering (Gambar 2d).

(21)

Kacang bambara merupakan tanaman herba tahunan dengan panjang tangkai mencapai 30 cm, bercabang banyak, dan memiliki batang yang berdaun lateral yang berada di atas permukaan tanah. Menurut Masefield et al. (1969) kacang bambara memiliki batang yang pendek dan melengkung, tangkai daunnya panjang dan daunnya tebal, sehingga tanaman ini terlihat seperti seikat daun lebat yang muncul hampir berasal dari satu titik di tanah. Tanaman ini memiliki daun trifoliat dengan panjang ± 5cm, tampak merumpun dengan daun yang bertangkai panjang. Masing-masing aksesi kacang bambara memiliki karakteristik bentuk terminal daun yang berbeda. Hasil pengamatan Heller et al. (1995) menyatakan bahwa aksesi kacang bambara yang memiliki warna testa merah dan hitam memiliki bentuk daun broad sedangkan warna testa cream dan putih memiliki bentuk daun lanceolate. Menurut Masindeni (2006), warna daun kacang bambara berkisar antara hijau terang sampai hijau gelap. Kebadumetse (1994) mengungkapkan bahwa sulit untuk membedakan aksesi kacang bambara berdasarkan warna daun akan tetapi pada umunya aksesi yang memiliki warna testa hitam dan merah memiliki warna hijau daun yang lebih tua dibanding dengan aksesi warna testa cream dan putih yang mempunyai warna hijau lebih terang. Keragaan tanaman kacang bambara dapat dilihat pada Gambar 3, dimana semakin tua umur tanaman, jumlah daun dan tangkai semakin bertambah dan rimbun.

Gambar 3 Keragaan tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada umur (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 16 MST

(22)

8

Gambar 4 Akar tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada (a) 2 MST, (b) 4 MST, (c) 8 MST, dan (d) 12 MST

Bunga. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan mulai berbunga pada 39 HST dengan warna bunga kuning. Gambar 5 menunjukkan stadia awal pembungaan yang ditandai dengan mulai terbentuknya kuncup bunga pada ketiak daun dengan tangkai bunga yang berbulu, kuncup bunga tersebut selanjutnya berkembang hingga bunga mekar. Setelah mengalami penyerbukan bunga akan membentuk ginofor yang akan masuk ke dalam permukaan tanah dan membentuk polong. Pada kacang tanah, polong terbentuk di dalam tanah karena ginofornya panjang dan masuk ke dalam tanah setelah terjadi proses pembuahan, namun pada tanaman kacang bambara, ginofor lebih pendek dan polong berwarna hijau sering ditemukan menempel di permukaan tanah. Polong berwarna hijau sangat disukai tikus, sehingga pembumbunan dengan menggemburkan tanah di sekitar tanaman dan menutup polong agar cepat masak sangat diperlukan. Pembentukan polong berlangsung selama 30-40 hari setelah bunga mengalami penyerbukan.

.

Gambar 5 Bunga kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan (a) kuncup bunga, (b) bunga menjelang mekar, (c) bunga mekar, dan (d) ginofor

Tanaman kacang bambara merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (Purseglove 1981). Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Duke et al. (1977) serta Doku dan Karikari (1971) yang menyatakan bahwa tanaman kacang bambara memiliki tipe penyerbukan sendiri dan terkadang terjadi penyerbukan silang melalui perantara semut pada kultivar yang bertipe kanopi terbuka (open). Lebih lanjut NAS (1979) menyatakan bahwa tanaman yang bertipe kanopi bunch (kompak) melakukan penyerbukan sendiri sedangkan yang bertipe open melakukan(menyebar) penyerbukan silang.

(23)

menyatakan bahwa pada umur 56 HST, 75 % tanaman kacang bambara sudah berbunga dan pada 70 HST tanaman kacang bambara sudah berbunga 100 %, sedangkan menurut Heller et al. (1995) kacang bambara mulai berbunga pada 44-60 HST dan pada 80 HST umumnya 50% tanaman telah berbunga. Aksesi kacang bambara dengan warna testa cream memproduksi lebih banyak bunga dan berbunga lebih awal dibanding dengan aksesi kacang bambara warna testa merah.

Polong dan Benih. Kacang bambara aksesi Sumedang warna testa hitam keunguan mulai berpolong pada umur 9 MST. Warna kulit polong kacang bambara mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya umur masak polong yang menunjukkan perubahan warna menjadi coklat gelap (Gambar 6).

Gambar 6 Polong kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan pada umur (a) 14 MST, (b) 17 MST, dan (c) 18 MST

Kacang bambara dipanen ketika tanaman sudah mulai berwarna kuning kecoklatan atau ketika 80% polong sudah masak. Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan dipanen pada 19 MST (123 HST). Hal ini sesuai dengan Heller et al. (1995) yang menyatakan bahwa polong kacang bambara sudah siap panen pada 120-155 HST. Menurut Linneman dan Ali (1993) kacang bambara yang bergenotip genjah mencapai tahap mature saat 90 HST, sedangkan tanaman yang berumur panjang memerlukan 150 HST atau lebih. Pada penelitian ini polong kacang bambara yang telah dipanen kemudian dikeringkan selama ±14 hari sampai kadar air ±11%. Benih kacang bambara sebelum dan sesudah pengeringan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan umur 18 MST (a) setelah dikupas dan (b) setelah proses pengeringan

(24)

10

(1969) benih kacang bambara berwarna merah, putih, hitam atau berbintik-bintik dan memiliki hilum berwarna putih. Menurut Wicaksana et al. (2013) yang mengamati variasi karakter polong pada berbagai aksesi kacang bambara asal Jawa Barat, ditemukan adanya variasi pada beberapa karakter diantaranya warna polong, tekstur polong, dan bentuk polong. Kebanyakan polong kacang bambara hanya berisi satu biji, namun ada beberapa aksesi yang memiliki polong berisi dua biji. Bentuk biji pada semua aksesi kacang bambara yakni oval. Aksesi kacang bambara asal Jawa Barat memiliki warna biji yang beragam yaitu coklat muda, coklat, coklat tua, hitam kemerahan, hitam kecoklatan, hitam keunguan, dan hitam. Karakter corak biji kacang bambara asal Jawa Barat juga dapat dibedakan menjadi polos, sedikit bercak, dan banyak bercak. Ketiga corak ini ditemukan pada semua aksesi asal Jawa Barat, walaupun corak polos lebih mendominasi.

Gambar 8 Perubahan warna testa benih aksesi Sumedang testa hitam keunguan

Terbentuknya warna hitam keunguan pada testa benih kacang bambara aksesi Sumedang dapat dilihat pada Gambar 8. Warna testa mengalami perubahan mulai dari hilum sampai keseluruh permukaan kulit benih. Pada saat benih telah masak warna akhir yang terbentuk adalah hitam keunguan. Perbedaan warna testa kacang bambara dapat menentukan produktivitas benih. Berdasarkan hasil penelitian Redjeki (2007) disimpulkan bahwa benih kacang bambara aksesi Bogor dan Gresik dengan warna testa hitam memiliki jumlah polong, bobot basah polong, dan bobot kering polong lebih tinggi dibanding dengan benih warna testa merah.

Pertumbuhan Vegetatif

(25)

Tabel 1 Pertumbuhan vegetatif kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan

Ulangan Jumlah daun Jumlah tangkai Panjang tangkai (cm) 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 1 2.8 4.4 9.2 12.4 3.4 6.2 11.0 16.2 8.78 15.3 18.72 22.18 2 2.6 4.2 10 13.6 4.0 7.6 12.4 16.6 6.40 15.8 20.08 20.16 3 2.6 5.2 9.6 14.0 4.0 8.4 13.0 17.0 8.18 21.12 22.86 20.56 Rata-rata 2.7 4.6 9.6 13.3 3.8 7.4 12.1 16.6 7.79 17.41 20.55 20.97

Tabel 1 menunjukkan bahwa seluruh peubah pengamatan vegetatif baik jumlah tangkai, jumlah daun, dan panjang tangkai mengalami peningkatan setiap minggu. Jumlah daun trifoliat pada 5 MST mencapai rata-rata 13 daun trifoliat, dengan jumlah tangkai rata-rata 16 tangkai dan panjang tangkai 20.97 cm. PROHATI (2010) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara memiliki panjang tangkai hingga 30 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun tanaman kacang bambara telah memasuki fase pembungaan pada 5 MST panjang tangkai masih dapat terus tumbuh. Lestari (2014) juga menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman kacang bambara terus berlangsung walaupun tanaman sudah memasuki fase berbunga, akan tetapi panjang tangkai daun juga dapat mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena pada tanaman dilakukan pembumbunan, sehingga tangkai bagian bawah tertutup tanah. Jumlah daun juga dapat mengalami penurunan dikarenakan adanya daun yang gugur maupun terserang hama ulat.

Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan mulai diamati pada saat kanopi mulai rimbun yakni pada 10 sampai 15 MST. Hasil pengamatan terhadap diameter kanopi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Diameter kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan

Ulangan Diameter kanopi (cm)

Tabel 2 menunjukkan bahwa diameter kanopi cenderung mengalami peningkatan setiap minggu. Diameter kanopi sampai 15 MST mencapai rata-rata 74.03 cm. Ezedinma dan Maneke (1985) menggolongkan tanaman berdasarkan diameter kanopi yang diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu bunch (kompak) jika diameter kanopi kurang dari 40 cm, semi bunch (semi kompak) jika diameter kanopi antara 40 hingga 80 cm, dan open (menyebar) apabila diameternya lebih dari 80 cm. Tanaman yang mempunyai tipe menyebar mempunyai periode pembungaan yang lebih lama dibanding tipe kompak. Berdasarkan pengamatan diameter kanopi dan penampakannya di lapang, kanopi kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan tergolong ke dalam tipe semi bunch.

(26)

12

bahwa kekurangan air saat post-flowering pada kacang bambara secara nyata dapat menurunkan pertumbuhan, menurunkan jumlah polong per tanaman tetapi tidak pada bobot biji.

Pada dasarnya pertumbuhan tanaman dapat diukur tanpa mengganggu tanaman, yaitu dengan pengukuran tinggi tanaman atau jumlah daun, tetapi hal ini sering kurang mencerminkan ketelitian kuantitatif. Akumulasi bahan kering sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan bagian generatif dapat mencerminkan produktivitas tanaman.

Bobot kering tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan dihitung pada setiap fase mulai dari fase field emergence (FE), fase vegetatif, fase pemunculan bunga, fase pemunculan polong hingga saat panen yaitu pada umur 19 MST. Tanaman sampel yang didestruksi dipisahkan bagian daun, batang, akar, bunga, dan polong kemudian dioven pada suhu 60 oC selama tiga hari dan ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Hasil bobot kering tanaman kacang bambara yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan : FE (field emergence), B (berbunga), P (berpolong)

Gambar 9 Bobot kering per tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan

(27)

curah hujan tinggi yang beresiko mengurangi hasil dan mutu benih apabila dilakukan penundaan panen. Menurut Gardner et al. (1991) hasil panen tanaman budidaya juga dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan bobot kering total yang dihasilkan di lapangan.

Potensi Hasil

Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan dipanen pada 19 MST. Tanaman kacang bambara siap dipanen apabila sebagian besar daunnya telah layu dan rontok. Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Potensi hasil kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan (g)

Ulangan Masing-masing petak terdiri atas lima tanaman contoh dan seluruh tanaman dipanen umur 19 MST.

(28)

14

Kerapatan tanaman juga dapat memberikan pengaruh terhadap biomassa tanaman, jumlah polong muda, dan jumlah polong total. Hal ini di karenakan terdapat persaingan antar tanaman dalam mendapatkan unsur hara dan pemanfaatan ruang tumbuh. Menurut Gardner et al. (1991), peningkatan kerapatan tanaman akan diikuti oleh peningkatan kompetisi antar tanaman, sehingga hasilnya lebih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryanto et al. (2002) yang menyatakan bahwa jumlah polong dan biomassa tanaman banyak didapat pada jarak tanam renggang dibanding dengan jarak tanam rapat. Menurut Gardner et al. (1991), unsur hara, air, dan cahaya sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase pertumbuhan, kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil fotosintesis pada organ-organ tanaman seperti batang, buah, dan biji. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan air, unsur hara, dan cahaya matahari pada tanaman maka semakin sempurna pula pembentukan polong tanaman kacang bambara.

Secara umum produktivitas kacang bambara di Indonesia memang masih tergolong rendah, oleh karena itu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas salah satunya adalah dengan penggunaan benih yang bermutu. Mutu benih dipengaruhi oleh penanganannya sejak benih diproduksi, pengolahan, penyimpanan, sampai pada perlakuan benih pratanam. Salah satu usaha untuk meningkatkan mutu benih adalah dengan perlakuan invigorasi benih yang percobaannya dilakukan pada bab selanjutnya.

Simpulan

1. Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan membutuhkan waktu pemunculan kecambah (field emergence) 10 hari setelah tanam (HST), mulai berbunga 39 HST, mulai berpolong 9 MST, dan dipanen pada 19 MST (123 HST).

2. Kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan memiliki bentuk daun lanceolate, warna daun hijau terang, bentuk kanopi semi bunch, dan warna bunga kuning.

(29)

3 PERLAKUAN INVIGORASI BENIH DAN PENGURANGAN

PUPUK N MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN,

HASIL, DAN MUTU BENIH KACANG BAMBARA

Pendahuluan

Invigorasi merupakan perlakuan benih pratanam yang dilakukan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Benih kacang bambara memerlukan perlakuan pratanam terlebih dahulu untuk melakukan perkecambahan dengan baik. Khan et al. (1990) menyatakan bahwa ada banyak cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih salah satunya adalah dengan perlakuan matriconditioning. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki pertumbuhan bibit.

Perlakuan matriconditioning dewasa ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih saja, tetapi pemanfaatan Rhizobium sp. atau fungisida dapat diinkorporasikan dalam matriconditioning untuk meningkatkan kegunaanya. Pemanfaatan Rhizobium sp. yang diintegrasikan dalam matriconditioning untuk meningkatkan mutu benih kacang bambara telah dibuktikan oleh Ilyas dan Sopian (2013) yang menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibanding perlakuan invigorasi yang lain dan kontrol.

Salah satu input produksi yang memperoleh perhatian besar pada dekade terakhir adalah penggunaan inokulan mikroba atau pupuk hayati yang mampu meningkatkan efisiensi pemupukan dan menekan penggunaan pupuk kimia sintetis (Goenadi et al. 1997). Pupuk kimia sintesis dapat memperbaiki kesuburan N tanah yang kemudian dapat meningkatkan hasil akan tetapi penggunaan yang terus menerus dapat berdampak negatif bagi kesehatan tanah dan menyebabkan kerusakan lingkungan (Mosier dan Kroezen 2000; Eickhout et al. 2006), selain itu harga pupuk kimia relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh oleh petani kecil yang memiliki penghasilan rendah (Bockman 1997). Pengurangan penggunaan pupuk kimia khususnya pupuk N atau dengan pemanfaatan mikroba tanah seperti

Rhizobium sp. yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Rhizobium adalah bakteri yang hidup dalam bintil akar yang mampu secara kimia menambat nitrogen bebas (N2) dari udara dan merubahnya menjadi ammonia (NH3) yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman inang untuk tumbuh dan berkembang (Okon dan Labandera 1994).

(30)

16

menghemat pemakaian pupuk N. Hasil penelitian Faisal (2005) pada benih kedelai juga menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning plus B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam mampu meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen sebesar 121.2% atau dapat menghemat pemupukan N sebesar 30.5 kg urea/ha.

Pada penelitian ini selain Rhizobium sp., fungisida juga akan diintegrasikan dalam matriconditioning untuk lebih meningkatkan kegunaanya. Fungisida dengan bahan aktif benomil digunakan pada penelitian ini untuk menekan serangan cendawan. Menurut Marsh (1977), fungisida benomil sangat ideal untuk tujuan perlakuan benih karena fungisida ini diaplikasikan dalam bentuk debu atau pasta dan dapat berpenetrasi pada permukaan benih kemudian terbawa ke dalam jaringan ketika benih mengimbibisi air dari tanah sewaktu benih ditanam. Benomil juga dapat menetralisasi enzim dan atau toksin yang terlibat dalam invasi dan kolonisasi cendawan, permeabilitasnya lebih besar dari dinding sel cendawan. Hasil penelitian Suryani (2003) membuktikan bahwa perlakuan benih dengan matriconditioning plus fungisida sintetik mampu meningkatkan viabilitas dan vigor benih serta menurunkan tingkat kontaminasi Colletotricum capsici pada benih cabai. Menurut Fadhilah (2003), perlakuan ini juga efektif mengendalikan cendawan terbawa benih pada kedelai.

Tujuan Penelitian

(31)
(32)

18

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikarawang, rumah kaca Cikabayan dan Laboratorium Kesehatan Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Analisis tanah dilakukan di BIOTROP, Tajur, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2013 sampai Maret 2014.

Sumber Benih

Benih kacang bambara yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari aksesi Sumedang dengan warna testa hitam keunguan. Benih diperoleh secara langsung dari petani di Desa Cilopang Ilir, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang pada tanggal 18 Juni 2013. Benih dipanen pada tanggal 16 Juni 2013, kemudian dikeringkan selama dua minggu hingga kadar air mencapai ±10% dengan daya berkecambah 91% dengan media pasir pada suhu berkisar antara 22.7-36 °C pada pagi sampai sore hari. Benih disimpan pada suhu 20 °C sebelum digunakan untuk penelitian.

Penetapan Konsentrasi Fungisida non Fitotoksik pada Benih Kacang Bambara

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi fungisida yang tepat dan non fitotoksik terhadap benih kacang bambara. Fungisida yang digunakan memiliki bahan aktif benomil 50% dengan merk dagang Benlox. Perekat arabic gum digunakan untuk melekatkan fungisida secara merata pada permukaan benih. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor yaitu konsentrasi fungisida dengan bahan aktif benomil yang terdiri atas 0%, 0.05%, 0.1%, dan 0.15%. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga ulangan dengan jumlah benih per ulangan sebanyak 25 butir. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F), apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%. Pengamatan dilakukan terhadap peubah daya berkecambah benih.

(33)

Uji Kemampuan Tumbuh Rhizobium sp.pada berbagai Konsentrasi Fungisida Benomil

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi fungisida yang dapat ditolerir bakteri Rhizobium sp.. Inokulan Rhizobium sp. diperoleh dari Balitbiogen, Cimanggu-Bogor. Rancangan yang digunakan adalah RAL dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F). Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%. Bakteri Rhizobium sp. dicampur dengan fungisida benomil menggunakan konsentrasi yang tidak bersifat toksik pada benih, kemudian dilakukan pengenceran serial (Sopyan 2003). Pengenceran dilakukan sampai 10-5, kemudian dipipet 0.1 ml suspensi dan dimasukkan dalam cawan petridish yang telah berisi media YEMA (Yeast Extract Mannitol Agar) sebagai media dasar (Lampiran 1), kemudian diratakan dengan spatula. Inkubasi dilakukan pada temperatur kamar (27 – 28 oC) (Purwaningsih 2005).

Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 dan ke-5 dan penghitungan koloni dilakukan pada hari ke-5. Hanya cawan dengan jumlah koloni 30-300 yang dipilih untuk dihitung (Gambar 11). Ciri-ciri koloni Rhizobium adalah (1) berukuran kecil (kurang lebih 1 mm), tumbuh setelah hari ke-3, (3) tidak berwarna atau hampir putih, dan (4) tampak berair (Vincent 1982). Setelah masa inkubasi populasi koloni bakteri yang hidup dihitung dengan metode cawan hitung.

Gambar 11 Bentuk kolonisasi bakteri Rhizobium sp. pada media YEMA

Perlakuan Invigorasi Benih dan Pengurangan Pupuk N Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara

(34)

20

rekomendasi pupuk N pada percobaan ini ditetapkan berdasarkan hasil penelitian Nnadi et al. (1997) yang menganalisis jumlah N optimum yang dibutuhkan tanaman berdasarkan kandungan N pada tanaman kacang bambara dan bobot kering tanaman per ha (Lampiran 5).

Faktor ke dua sebagai anak petak adalah perlakuan invigorasi yang terdiri atas empat taraf: V0 (kontrol), V1 (matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida), V2 (matriconditioning plus Rhizobium sp.), dan V3 (matriconditioning plus fungisida). Terdapat dua puluh kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan, sehingga terdapat enam puluh satuan percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam (uji F), apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.

Perlakuan Invigorasi Benih

Perlakuan matriconditioning (V1, V2, dan V3) menggunakan perbandingan 5 : 3 : 3 (benih : arang sekam : air) yang merupakan hasil dari perbandingan antara benih dengan arang sekam dan air yang paling optimum untuk matriconditioning pada suhu ± 25 oC (Ilyas dan Sopian 2013). Pada percobaan digunakan benih sesuai kebutuhan di lapangan yaitu 50 g (± 60 benih), sehingga dibutuhkan arang sekam sebanyak 30 g dan air sebanyak 30 ml. Arang sekam yang digunakan adalah arang sekam yang lolos saringan berukuran 0.5 mm. Matriconditioning dilakukan dengan cara melembabkan arang sekam dengan air di dalam wadah transparan bervolume 1 L kemudian benih dimasukkan dan diaduk sampai semua permukaan benih tertutup arang sekam, kemudian disimpan di dalam ruang AC dengan suhu rata-rata 25 oC selama tiga hari. Selama perlakuan matriconditioning berlangsung dilakukan pengadukan sekali setiap hari. Pada perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (V2), inokulan Rhizobium sp. diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara memasukkan 0.3 g inokulan ke dalam 30 ml air yang akan dicampurkan dengan 50 g benih dan 30 g arang sekam. Pada perlakuan V1 (perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. dan fungisida), fungisida benomil diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara memasukkan benomil dengan konsentrasi hasil percobaan pendahuluaan ke dalam 30 ml air yang telah dicampur dengan 0.3 g inokulan yang kemudian dicampurkan dengan 50 g benih dan 30 g arang sekam. Pada perlakuan V3 (matriconditioning plus fungisida), fungisida benomil diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara memasukkan benomil dengan konsentrasi hasil percobaan pendahuluan ke dalam dalam 30 ml air yang akan dicampurkan dengan 50 g benih dan 30 g arang sekam.

Evaluasi Pertumbuhan Tanaman, Hasil, dan Mutu Benih

(35)

pemupukan. Pupuk diberikan pada lubang di samping setiap lubang tanam. Pupuk urea diberikan sesuai perlakuan, pupuk 36 diberikan dengan dosis 45.5 kg SP-36 ha-1 dan pupuk KCl diberikan dengan dosis 61.63 kg KCl ha-1.

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi: penyulaman yang dilakukan pada dua minggu setelah tanam (MST), pencabutan tanaman yang terserang penyakit, pembenahan petakan tanaman yang rusak akibat air hujan, penyiangan gulma yang dilakukan secara manual, dan pembumbunan yang dilakukan bersamaan dengan penyiangan gulma. Pembumbunan dilakukan di sekitar permukaan tanah seluas diameter kanopi tanaman, setinggi ± 2 cm. Pembumbunan dilakukan dua kali yakni pada fase inisiasi bunga dan pembentukan polong, selain itu juga dilakukan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Profonofos 4 ml/l pada saat terjadi serangan hama. Roguing dilakukan sebanyak tiga kali pada saat fase vegetatif, pada awal berbunga, dan pada saat menjelang panen.

Kacang bambara siap panen jika telah memenuhi beberapa ciri, diantaranya: daun telah layu menguning kecoklatan bukan karena penyakit, polong sudah keras, dan jika kulit polong dikupas tampak kulit biji berwarna gelap. Pemanenan dilakukan saat hari cerah. Benih yang telah dipanen kemudian dikeringkan untuk memudahkan pengupasan polong selama sekitar tiga minggu dengan sinar matahari (sun dryer), apabila cuaca hujan benih dikeringkan dengan box dryer pada suhu 40 oC sampai kadar air 10-12% untuk pengujian viabilitas dan vigor benih. Pengujian viabilitas dan vigor benih dilakukan dengan menanam benih pada boks plastik berukuran 25 cm x 20 cm menggunakan media tanam pasir yang lolos saringan 0.5 cm di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Fakultas Pertanian, IPB, Darmaga. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dengan masing-masing 100 butir benih untuk satu ulangan.

Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dan produksi benih dilakukan terhadap beberapa peubah diantaranya:

1. Panjang tangkai daun (cm). Panjang tangkai diukur dari tempat menempelnya kotiledon sampai permukaan tanaman tertinggi dimulai dari 2 MST sampai 5 MST pada lima tanaman contoh per petak.

2. Jumlah daun. Jumlah daun dihitung dengan cara menghitung daun trifoliat mulai dari 2 MST sampai 5 MST pada lima tanaman contoh per petak.

3. Jumlah tangkai daun. Jumlah tangkai dihitung dengan menghitung jumlah cabang primer mulai dari 2 MST sampai 5 MST pada lima tanaman contoh per petak.

4. Diameter kanopi (cm). Diameter kanopi dihitung mulai dari 10 sampai 15 MST pada lima tanaman contoh per petak.

5. Bobot basah polong per m2 (g). Bobot basah polong per m2 dihitung dengan menimbang hasil panen termasuk tanaman contoh dan tanaman pinggir, yang dipanen pada umur 19 MST.

6. Bobot basah polong per tanaman (g). Bobot basah polong per tanaman dihitung dengan menimbang hasil panen per tanaman pada lima tanaman contoh, yang dipanen pada umur 19 MST.

(36)

22

8. Bobot benih per tanaman (g). Bobot benih per tanaman dihitung dengan menimbang benih yang telah melalui proses pengeringan.

9. Bobot basah dan kering brangkasan (g). Bobot basah brangkasan diperoleh pada saat tanaman dipanen umur 19 MST, sedangkan bobot kering brangkasan diperoleh setelah tanaman dioven pada suhu 60 oC selama tiga hari.

10.Bobot 100 butir benih (g). Bobot 100 butir benih per petak dihitung dengan menimbang benih yang telah diperoleh setelah proses pengeringan.

11.Bobot kering bintil akar efektif (mg). Bintil akar yang efektif dikeringkan pada oven dengan suhu 60 oC selama tiga hari.

12.Bobot kering akar, batang, daun, dan polong (g). Akar, batang, daun, dan polong dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama tiga hari setiap 4, 8, 12, dan 16 MST.

Pengamatan viabilitas dan vigor benih dilakukan terhadap beberapa peubah diantaranya:

1. Daya berkecambah (%). Daya berkecambah dihitung pada hari ke-5 sebagai hitungan I dan hari ke-10 sebagai hitungan II.

KN I : kecambah normal hitungan I KN II : kecambah normal hitungan II

2. Kecepatan tumbuh (%/etmal). Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal perhari, dengan rumus penghitungan:

KCT=

KCT: kecepatan tumbuh

i : kurun waktu perkecambahan (etmal)

di : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal=24 jam)

3. Bobot kering kecambah normal (mg). Kecambah normal yang berumur 10 HST dibersihkan dari bagian biji yang masih menempel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC selama tiga hari. Kecambah yang sudah dikering-oven dimasukkan dalam desikator selama ± 30 menit kemudian kecambah normal ditimbang dengan timbangan digital.

4. Indeks vigor (%). Indeks vigor dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald 2001) dengan menggunakan rumus :

(37)

kecambah normal dengan jumlah kecambah normal yang dikeringkan dalam oven 60 oC selama tiga hari, dengan rumus penghitungan:

6. Potensi tumbuh maksimum (PTM). Pengamatan dilakukan terhadap jumlah benih yang berkecambah, baik kecambah normal maupun abnormal pada pengamatan terakhir (hari ke-10).

7. Tingkat infeksi penyakit pada benih. Metode yang dilakukan untuk menguji efektivitas penggunaan fungisida terhadap penurunan tingkat kontaminasi cendawan terbawa benih yaitu dengan metode blottertest (Lampiran 4). Benih diletakkan dalam cawan petri yang berisi tiga lembar kertas merang. Cawan petri diseal dengan plastik wrap kemudian diletakkan dalam ruang inkubasi dengan suhu ruangan di bawah penyinaran lampu near ultra violet (NUV) 12 jam terang dan 12 jam gelap secara bergantian sampai hari ketujuh, kemudian dilakukan identifikasi penyakit benih dengan mengunakan mikroskop stereo dan compound berdasarkan pedoman kunci identifikasi. Tingkat infeksi penyakit pada benih dihitung dengan rumus:

Hasil dan Pembahasan

Penetapan Konsentrasi Fungisida non Fitotoksik pada Benih Kacang Bambara

Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi fungisida yang tepat dan non fitotoksik terhadap benih kacang bambara. Fungisida yang digunakan memiliki bahan aktif benomil 50% dengan merk dagang Benlox. Pengaruh pemberian konsentrasi fungisida benomil terhadap persentase kecambah normal non fitotoksik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh pemberian konsentrasi fungisida benomil terhadap persentase kecambah normal non fitotoksik

Konsentrasi fungisida Kecambah normal (%)

non fitotoksik fitotoksik

Kontrol 81.3a 0

0.05% 77.3a 6.7

0.10% 68.0ab 14.7

0.15% 50.7b 17.3

(38)

24

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi fungisida berpengaruh terhadap persentase kecambah normal non fitotoksik. Pemberian fungisida berbahan aktif benomil dengan konsentrasi 0.05% merupakan perlakuan terbaik yang menghasilkan kecambah normal non fitotoksik tertinggi yaitu 77.3% diikuti dengan perlakuan konsentrasi benomil 0.1% (68%) dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (81.3%). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian fungisida benomil dengan konsentrasi 0.05% cukup aman dan mampu meningkatkan daya berkecambah benih kacang bambara.

Menurut Wilis (1983), penurunan daya berkecambah akibat perlakuan benih dengan fungisida diduga terjadi karena kerusakan fisik yang terjadi selama proses perlakuan benih, perlakuan yang berlebihan, tidak merata, dan atau kulit benihnya yang sudah rusak. Bateman et al. (1986) juga menyatakan bahwa perlakuan benih dengan pestisida dapat menurunkan kemampuan benih berimbibisi karena adanya gesekan antar permukaan benih. Rachmawati (1989) menambahkan bahwa penggunaan bahan perekat dapat menurunkan daya tumbuh benih. Hal ini diduga karena peresapan bahan perekat tersebut ke dalam benih yang mungkin menyebabkan terhambatnya perkecambahan benih.

Gambar 12 Kecambah normal (a) non fitotoksik (kontrol) dan (b) fitotoksik (benomil) pada kacang bambara

Perbedaan antara kecambah normal non fitotoksik dan kecambah normal fitotoksik dalam pengamatan daya berkecambah benih (Gambar 12), didasarkan ada atau tidaknya indikasi keracunan benomil melalui perbandingan dari penampakan fisik dengan kontrol. Penampakan fisik kecambah yang tidak sama dengan kontrol dapat dinyatakan bahwa kecambah tersebut fitotoksik.

Uji Kemampuan Tumbuh Rhizobium sp.pada berbagai Konsentrasi Fungisida Benomil

(39)

konsentrasi fungisida berpengaruh terhadap jumlah koloni bakteri. Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian fungisida berbahan aktif benomil dengan konsentrasi 0.05% merupakan perlakuan terbaik yang memiliki jumlah koloni 1.53x107 cfu/ml diikuti dengan perlakuan konsentrasi benomil 0.1% (1.05x107 cfu/ml) dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (1.66 x107 cfu/ml), oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa konsentrasi terpilih yang dapat ditolerir oleh bakteri Rhizobium sp. adalah 0.05%.

Tabel 5 Pengaruh pemberian benomil terhadap jumlah koloni bakteri Rhizobium sp.

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sopyan (2003) pada kedelai yang menyatakan bahwa konsentrasi benomil 0.05% merupakan konsentrasi yang dapat ditolerir oleh bakteri Rhizobium japonicum dan Azospirillum lipoferum. Penelitian ini menggunakan fungisida dengan merk dagang Benlox yang berbahan aktif benomil 50%, selain itu fungisida dengan merk dagang Benlate juga mengandung 50% bahan aktif benomil. Menurut Graham et al. (1980) Benlate bersifat kurang toksik terhadap bakteri bintil akar. Menurut Brockwell dalam Hardy dan Holsten (1997), biakan murni inokulan bakteri bintil akar dapat tersedia dalam 4 bentuk yaitu : inokulan biji dengan gambut sebagai bahan pembawa, biakan cair, biakan padat dalam bentuk agar dan biakan dalam bentuk butiran. Bahan pembawa dan strain bakteri yang digunakan dapat mempengaruhi pembentukan bintil akar. Backman (1978) menganjurkan untuk menggunakan inokulan dalam bentuk butiran (granular) bila benih mendapatkan perlakuan fungisida.

Perlakuan Invigorasi Benih dan Pengurangan Pupuk N Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara

(40)

26

menyatakan bahwa kandungan hara dalam arang sekam adalah N (0.18%), Ca (0.14%), K (0.03%), P (0.08%), dan Mg serta memiliki pH 6-7. Menurut Nugraha dan Setiawati (2001) arang sekam juga mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi (35.7%) sebagai sumber energi panas, sehingga proses pembakaran merata dan stabil. Hal ini mengakibatkan daya serap terhadap panas tinggi, sehingga meningkatkan suhu, mempercepat perkecambahan, dan mempunyai aerasi yang baik (Suryani 2003). Media padat seperti Micro-Cel E dan vermikulit dapat digunakan pada matriconditioning selain arang sekam (Khan et al. 1990). Abu gosok dan serbuk gergaji juga efekif digunakan dalam matriconditioning (Yunitasari dan Ilyas 1994).

Kondisi Umum Penelitian

Kondisi pertanaman pada bulan pertama cukup baik tetapi pada umur 6 MST mulai muncul gejala serangan virus pada beberapa tanaman yang menyebabkan tanaman kerdil dan daunnya tampak mengkerut (Gambar 13a). Tanaman yang terserang virus dicabut untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain. Kondisi pertanaman pada fase pembungaan mulai nampak gejala serangan cendawan berupa batang tanaman yang dekat dengan permukaan tanah dipenuhi dengan cendawan berwarna putih, sehingga tangkai menjadi busuk dan dapat menyerang polong (Gambar 13b). Hasil identifikasi Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman IPB menyatakan bahwa cendawan yang menyerang adalah Sclerotium rolfsii.

Gambar 13 (a) Tanaman terserang virus pada 6 MST dan (b) Tangkai tanaman terserang cendawan Sclerotium rolfsii

Berdasarkan data iklim dari Stasiun Klimatologi Dramaga curah hujan tertinggi di lokasi percobaan jatuh pada bulan Januari 2014 (702 mm/bulan) dan terendah pada bulan November 2013 (186.9 mm/bulan). Benih membutuhkan cukup air untuk proses perkecambahan pada awal penanamannya. Curah hujan pada awal penanaman di bulan Agustus dapat dikatakan cukup rendah, sehingga untuk mendukung perkecambahan benih dilakukan penyiraman setelah tanam agar benih dapat berkecambah dengan baik. Air merupakan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh terhadap perkecambahan benih selain gas, suhu, dan cahaya karena berperan penting untuk aktivasi enzim, perombakan cadangan makanan, melunakkan kulit benih, translokasi, serta memungkinkan masuknya oksigen.

(41)

bahwa gejala umum akibat infeksi virus adalah gejala kerdil dan menurunnya pertumbuhan tanaman, akibat dari terhambatnya aliran nutrisi dari source ke sink karena virus yang ada di dalam tanaman menguasai floem. Tanaman yang terinfeksi pada awal pertumbuhan tidak akan menghasilkan buah dan tidak dapat tumbuh dengan normal. Jika tanaman terinfeksi saat memasuki fase generatif maka buah yang dihasilkan akan berbentuk kerdil dan bertekstur keras. Serangan virus yang terjadi kemungkinan karena tidak adanya pengendalian berupa penyemprotan insektisida yang seharusnya sudah diberikan mulai 4 MST untuk membasmi serangga yang dimungkinkan sebagai vektor pembawa virus (Hamid 2009). Pracaya (2004) menyampaikan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan serangan virus adalah dengan melakukan penyemprotan insektisida. Serangga yang ditemukan menyerang tanaman selama penelitian antara lain belalang, kepik hijau (Nezara viridula), dan kepik polong (Riptortus linearis). Pengendalian serangga vektor pembawa virus dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan bahan aktif Profonofos 4 ml/l pada 7 MST.

Curah hujan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Curah hujan rata-rata optimum untuk tanaman kacang bambara yaitu 291.67 mm per bulan. Apabila keadaan curah hujan melebihi batas optimum maka tanaman akan rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Rukmana dan Oesman 2000). Kacang bambara tergolong tanaman yang lebih tahan terhadap serangan penyakit jika dibanding dengan tanaman kacang-kacangan lainnya seperti kacang tanah atau cowpea. Tetapi jika curah hujan tinggi dan kondisi lingkungan lembab, kacang bambara dapat terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan seperti bercak daun (Cercospora sp.), layu fusarium, dan busuk batang (Sclerotium sp.) (Heller et al. 1995). Diduga peningkatan curah hujan yang terjadi pada bulan September 2013 menyebabkan kondisi lingkungan menjadi lembab, sehingga muncul gejala serangan cendawan Sclerotium sp. Agrios (1996) menyatakan bahwa kelembaban mempengaruhi tahap awal perkembangan penyakit. Kelembaban berperan dalam perluasan dan intensitas serangan penyakit dengan meningkatkan sukulen tumbuhan inang dan selanjutnya meningkatkan kerentanan tumbuhan terhadap patogen tertentu. Pengendalian gulma di lahan penelitian dilakukan secara manual sebanyak dua kali bersamaan dengan pembumbunan. Gulma yang ditemui di lapangan yaitu: (1) rumput: Axonopus compressus, (2) gulma berdaun lebar: Mimosa pudica, Euphorbia hirta, Ageratum conyzoides, Caladium sp., Oxalis barrelieri, dan Cleome rutidospermae.

Pertumbuhan Vegetatif Kacang Bambara

(42)

28

Tabel 6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemupukan N, invigorasi, dan interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman

Peubah pengamatan Dosis N (N) Invigorasi (V) Interaksi (NxV) KK (%)

Daya tumbuh tn ** tn 7.1 berbeda nyata; 1)sebelum dianalisa data ditransformasi menggunakan

(43)

Perlakuan invigorasi berpengaruh terhadap persentase daya tumbuh/petak. Tabel 7 menunjukkan bahwa benih yang diberi perlakuan invigorasi lebih tinggi dibanding dengan benih yang tidak diberikan perlakuan invigorasi (87.7%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Murungu et al. (2004) di lingkungan semi arid Zimbabwe yang menunjukkan bahwa perlakuan conditioning benih jagung dengan perendaman pada 8 lokasi pertanaman dapat meningkatkan pertumbuhan kecambah dengan meningkatkan persentase tanaman tumbuh di lapangan sebesar 14%.

Tabel 7 Pengaruh invigorasi benih terhadap daya tumbuh/petak

Perlakuan invigorasi Daya tumbuh/petak (%)

Kontrol 87.7b

Matriconditioning + Rhizobium sp. + fungisida 96.9a

Matriconditioning + Rhizobium sp. 94.7a

Matriconditioning + fungisida 93.4a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas lima tanaman contoh dengan luas petakan 12.6 m2.

Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan pemanjangan sel. Proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Salah satu faktor lingkungan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan unsur hara dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum perlakuan dosis pemupukan N tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan akan tetapi perlakuan invigorasi benih berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang bambara. Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap beberapa peubah pertumbuhan kacang bambara disajikan pada Tabel 8.

(44)

30

Tabel 8 Rata-rata panjang tangkai, jumlah daun, dan jumlah tangkai daun kacang bambara pada berbagai perlakuan invigorasi

Perlakuan (matriconditioning plus Rhizobium dan fungisida),V2 (matriconditioning plus Rhizobium sp.), dan V3 (matriconditioning plus fungisida). Masing-masing satuan percobaan terdiri atas lima tanaman contoh dengan luas petakan 12.6 m2.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi berpengaruh terhadap diameter kanopi pada 10 MST. Terlihat bahwa seluruh perlakuan benih yang diberi perlakuan invigorasi memiliki diameter kanopi yang lebih lebar dibanding dengan kontrolnya (60.06 cm). Hasil penelitian Afzal et al. (2002) pada benih jagung hibrida menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning mampu meningkatkan diameter kanopi, daya berkecambah, menurunkan T50, dan meningkatkan panjang akar dibanding osmoconditioning, hydropriming, dan kontrol.

Tabel 9 Pengaruh invigorasi benih terhadap diameter kanopi tanaman

Perlakuan Umur tanaman (MST)

10 11 12 13 14 15

---cm---Kontrol 60.06b 64.27 64.95 66.91 67.61 70.55

Matriconditioning + Rhizobium sp +

fungisida 64.25a 66.02 67.53 68.06 68.91 72.85

Matriconditioning + Rhizobium sp 63.33a 66.83 66.02 68.03 69.93 73.15

Matriconditioning + fungisida 64.96a 66.99 68.95 69.76 70.33 73.52

Gambar

Gambar 2  (a) Bentuk daun pada saat field emergence, (b) warna tangkai dan
Gambar 4  Akar tanaman kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan
Gambar 7 Benih kacang bambara aksesi Sumedang testa hitam keunguan umur 18
Gambar 8 Perubahan warna testa benih aksesi Sumedang testa hitam keunguan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dalam mengkaji pesan atau makna feminisme dalam drama Korea My ID is Gangnam Beauty serta

Dari kedua puluh delapan indikator diketahui nilai tertinggi yang membentuk sistem pengendalian internal di pemerintahan kabupaten Batang Hari adalah pengembangan

Eksperimen ini mencoba menguji hipotesis sebagai berikut: 1) Ada perbedaan pengaruh antara mading dengan pesan informatif dan pesan persuasif terhadap sikap anti korupsi para

Kehadiran A.W yang kini telah pulih telah kembali berkumpul dengan Ibu dan kedua adik kandungnya dalam keluarga diterima oleh semua anggota keluarga dengan saling

Dengan demikian, aplikasi dan panduan Analisis Kebutuhan Siswa Menggunakan SMS Bagi Konselor Sekolah telah memenuhi kriteria akseptabilitas pengguna dan ahli sehingga

mencapai budaya perubahan, maka akan lebih baik mengaitkan evaluasi kinerja dengan imbalan kerja (rewards) dalam pelaksanaan pengembangan SDM (Adie E. Tujuan pengembangan

Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, pemakai dipermudah untuk memilih dimensi/tipe bundaran berdasarkan volume arus lalu lintas yang dihubungkan

akan tetapi terdapat perbedaan yang signifikan tingkat konsentrasi pada pengukuran ke I sesudah intervensi, pengukuran ke II dan III baik sebelum maupun sesudah intervensi