• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ZULAIKA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Obese and Normal Nutritional Status. Supervised by Ali Khomsan and Mira Dewi.

The negative impact of the development of economy, social and technology is the change in people lifestyle, such as less physical activities, high energy intake and low fiber. The change in lifestyle resulted in overweight or obese. In general, this research aimed to study fiber and fastfood consumption and physical activities of obese and normal nutritional status. The design of the research was cross sectional study. The samples were chosen purposively, consisted of 25 who had normal nutritional status and 25 who were obese. Primary data consisted of individual characteristics, fiber consumption, fast food consumption and physical activities. The results of the research showed that there were no significant difference between age and nutritional knowledge, education and nutritional knowledge, nutritional knowledge and fiber consumption, income and fiber consumption, income and consumption of fastfood, age and fiber consumption, age and physical activities, fiber consumption and nutritional status, as well as fastfood consumption and nutritional status. The results of the research also showed that there were no significant difference between physical activities and nutritional status, income and education, age and fastfood consumption, nutritional knowledge and fastfood consumption, nutritional knowledge and physical activities . It was found in this research that genetic factors and nutritional status had significant correlation.

(3)

ZULAIKA. Konsumsi Serat dan Fast food serta Aktivitas Fisik Orang Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal. Dibimbing Oleh ALI KHOMSAN dan

MIRA DEWI.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari konsumsi serat dan fastfood serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mempelajari karakteristik individu dewasa berstatus gizi obes dan normal, 2) mempelajari konsumsi serat individu dewasa berstatus gizi obes dan normal, 3) mempelajari konsumsi fastfood individu dewasa berstatus gizi obes dan normal, 4) mempelajari aktivitas fisik individu dewasa berstatus gizi obes dan normal, 5) menganalisis hubungan karakteristik individu,konsumsi serat, konsumsi fastfood dan aktivitas fisik.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian dilakukan di Kampus IPB (Institut Pertanian Bogor) pada bulan Oktober-November 2010. Penelitian ini merupakan bagian penelitian yang berjudul ”Efikasi Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) dengan bahan aktif Xanthorrhizol untuk meningkatkan Imunitas pada Orang Dewasa Obes”. Contoh dalam penelitian ini adalah pegawai di Kampus IPB. Pemilihan contoh dilakukan berdasarkan kriteria contoh yaitu pegawai di kampus IPB yang memiliki status gizi normal dan obes. Metode pengambilan contoh yaitu dengan cara purposif dengan kriteria jenis kelamin pria dan wanita yang berumur lebih dari 21 tahun dan bersedia menjadi contoh dalam penelitian ini. Jumlah dibagi dalam 2 kelompok, yang berstatus gizi obese dan normal, dengan jumlah per kelompok 25 orang.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup karakteristik individu (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, tingkat pendidikan, pendapatan, faktor genetik, dan besar keluarga), pengetahuan gizi, konsumsi serat (jumlah konsumsi dan frekuensi konsumsi sumber serat yaitu sayur dan buah), konsumsi fast food (jenis fast food dan frekuensi konsumsi) dan aktivitas fisik (lama aktivitas dan jenis aktivitas). Data tentang karakteristik individu, konsumsi serat, konsumsi fastfood dan aktivitas fisik diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.

Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows. Tahap pengolahan data adalah cleaning, editing, coding, dan processing. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji beda menggunakan independent t-test, uji korelasi Pearson, uji korelasi Spearman.

Umur contoh berkisar antara 30-49 tahun baik pada contoh obes (18 orang) maupun contoh normal (16 orang). Contoh perempuan lebih banyak dibandingkan dengan contoh laki-laki, baik pada contoh obes (15 orang) maupun contoh normal (18 orang). Pendidikan terakhir contoh obes pada tingkat SMA (52%) sedangkan pendidikan terakhir contoh normal adalah Perguruan Tinggi (60%).

(4)

bahan pangan beras dan buah-buahan yang menyumbang paling banyak asupan serat pada contoh. Contoh dengan status gizi obes dan normal mempunyai rata-rata tingkat aktivitas fisik yang kurang lebih sama yaitu sebesar 1.4±0.1, berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.427) antara contoh obes dan normal. Perbedaan terbesar alokasi waktu yang digunakan adalah ketika melakukan duduk.

Frekuensi konsumsi nasi per minggu nya lebih tinggi pada contoh normal dibandingkan dengan contoh obes. Pada kelompok kacang-kacangan, tempe merupakan bahan pangan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh, baik contoh obes 3.3 kali/minggu dan contoh normal (3.5 kali/minggu). Frekuensi konsumsi buah pada contoh adalah 1-2 kali/minggu. Sama halnya dengan buah, frekuensi konsumsi sayur pada kedua kelompok umumnya 1-2 kali/minggu.

Fried chicken banyak dikonsumsi oleh contoh baik contoh obes mapun normal. Pada contoh obes, frekuensi konsumsi terbesar contoh adalah Pizza yaitu sebanyak dua kali/minggu. Pada contoh normal, frekuensi konsumsi terbesar contoh adalah fried chicken yaitu sebanyak 1.3 kali/minggu, berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,741) antara contoh obes dan contoh normal.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan konsumsi serat (r=0.167 p=0.248), pengetahuan gizi (r=0.276 p=0.052), konsumsi fast food (r= 0.091 p=0.529) dan aktivitas fisik (r=0.033 p=0.821), status gizi dengan konsumsi serat (r=0.108 p=0.457), aktivitas fisik (r=-0.200 p=0.163) dan konsumsi fast food (r=0.063 p=0.665), pengetahuan gizi dengan konsumsi serat (r=0.083 p=0.567), konsumsi fast food (r=0.144 p= 0.318), aktivitas fisik (r=-0.172 p= 0.233). Namun terdapat hubungan yang signifikan antara faktor genetik dengan status gizi (r=0.308 p=0.030).

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dan pendidikan (r=0.221 p=0.124), pengetahuan gizi dan pendidikan (r=0.172 p=0.231), pendapatan dengan konsumsi serat (r=0.054 p=0.709) dan konsumsi fastfood (r=0.130 p=0.368).

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas fisik dan konsumsi serat pada contoh obes dan normal masih tergolong kurang. Oleh karena itu, diperlukannya peningkatan aktivitas fisik dan konsumsi serat agar kesehatan tubuh dapat meningkat pula. Bagi IPB, sebaiknya mengadakan penyuluhan tentang konsumsi serat, konsumsi fast food dan aktivitas fisik meskipun dari hasil penelitian pengetahuan gizi contoh sudah tergolong baik, agar contoh meningkatkan asupan serat setiap harinya dan peningkatan aktivitas fisik, juga memfasilitasi adanya kegiatan berolahraga bersama satu hari dalam satu minggu. Bagi penelitian yang selanjutnya yang akan mengambil topik yang sama, sebaiknya untuk mengetahui konsumsi makan contoh dapat menggunakan metode SQFF (Semi Quantitative Food Frequency) untuk mengetahui jumlah setiap kali makan, perhitungan lebih rinci dan lebih akurat.

(5)

KONSUMSI SERAT DAN

FAST FOOD

SERTA AKTIVITAS FISIK

ORANG DEWASA YANG BERSTATUS GIZI OBES DAN NORMAL

ZULAIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Nama : Zulaika NIM : I14086009

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dr. Mira Dewi, S. Ked., M.Si NIP:19600202 198403 1 001 NIP:19761116 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP: 19621218 198703 1 001

(7)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan baik. Penyusunan tugas akhir penulis yang berjudul “Konsumsi Serat dan Fast food serta Aktivitas Fisik Orang Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal” dilakukan sebagai salah satu syarat yang harus penulis penuhi dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS dan dr. Mira Dewi, S. Ked., M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, MSc yang telah mengizinkan ikut dalam bagian penelitian serta selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas saran yang diberikan.

3. Kedua orangtua dan keluarga, atas do’a yang selalu dipanjatkan, dorongan dan semangat.

4. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu– persatu.

Penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan. Namun demikian, penulis berharap tulisan ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga bermanfaat.

Bogor, April 2011

(8)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Januari 1987. Penulis adalah anak tunggal dari keluarga Bapak Zaenudin dan Ibu Fauziah. Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1993 sampai 1999 di SD. Bina Insani Bogor. Tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Diploma III IPB pada tahun 2005 melalui jalur reguler. Pada tahun yang sama penulis diterima di program keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi. Penulis pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor selama empat bulan yaitu dari tanggal 3 Desember 2007 hingga 29 Maret 2008.

(9)

i

KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

(10)

ii

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

iii

1. Klasifikasi Berat Badan pada Penduduk Asia...4

2. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) Setiap Kegiatan ... 8

3. Klasifikasi Serat………...20

4. Cara Pengambilan Data………...25

5. Pengkategorian Masing-Masing Variabel Penelitian ... 27

6. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Umur ... 29

7. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Jenis Kelamin ... 30

8. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 30

9. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 31

10. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Besar Keluarga ... 31

11. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Riwayat Obes pada Orangtua ... 32

12. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi ... 32

13. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan tentang Pengetahuan Gizi ... 33

14. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Konsumsi Serat Per Hari ... 34

15. Perkiraan Konsumsi Serat Pangan berdasarkan Status Gizi Contoh ... 35

16. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Frekuensi Konsumsi Nasi ... 36

17. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Frekuensi Konsumsi Kacang-kacangan ... 37

18. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Frekuensi Konsumsi Buah ... 39

19. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Frekuensi Konsumsi Sayuran ... 42

20. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Frekuensi Konsumsi Fast food . 45 21. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Tingkat Aktifitas Fisik ... 47

22. Alokasi Waktu Contoh berdasarkan Jenis dan Lama Kegiatan ... 47

23. Hubungan Umur dengan Variabel Lain ... 48

24. Hubungan Status Gizi dengan Variabel Lain... 49

25. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Variabel Lain ... 50

26. Hubungan Pendapatan dengan Variabel Lain... 51

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemajuan di bidang ekonomi, sosial dan teknologi selain membawa dampak positif juga dampak negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak negatif yang terjadi adalah perubahan gaya hidup yakni aktivitas fisik yang kurang serta penyimpangan pola makan dengan asupan cenderung tinggi energi (lemak, protein, karbohidrat) dan rendah serat (Hadi 2005). Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini mungkin disebabkan serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan serat tidak menimbulkan gejala spesifik seperti halnya yang terjadi pada kekurangan zat-zat gizi tertentu (Astawan & Wresdiyati 2004).

Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10.5 gram per hari (hasil riset Puslitbang Gizi Depkes RI, 2001). Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 gram setiap hari. Hal ini mengakibatkan penyakit degeneratif meningkat tajam. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap konsumsi serat pangan adalah tingkat pendapatan, jenis kelamin, umur, dan faktor lingkungan. Diet yang tinggi kandungan seratnya lebih cepat menyebabkan rasa kenyang dan memperlama rasa kenyang tersebut. Hal ini akan menurunkan jumlah konsumsi energi sehingga akan mengurangi kemungkinan kelebihan energi di dalam tubuh (Astawan & Wresdiyati 2004).

Perkembangan dunia teknologi pengolahan makanan, transportasi dan adanya arus globalisasi menyebabkan perubahan yang mendasar pada pola makan masyarakat di hampir semua belahan dunia. Struktur dan komposisi makanan dari banyak negara mengalami perubahan mengikuti tren perubahan pola makan dunia. Perubahan dalam pola makan yaitu dari pola makan tradisional ke pola makan ala Barat, dengan mengonsumsi fast food yang banyak mengandung kalori, gula sederhana, lemak dan kolesterol (Feitag 2010).

(13)

degeneratif (tekanan darah tinggi, ateroksklerosis, jantung koroner, dan diabetes mellitus, serta obesitas) (Novitasari 2005).

Perubahan mendasar yang terjadi di seluruh belahan dunia tidak hanya berkaitan dengan pola makan saja. Dengan adanya perkembangan teknologi, baik itu teknologi transportasi dan komunikasi, pola aktivitas masyarakat pun mengalami perubahan. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak pekerjaan yang dapat dilakukan di balik meja kantor sehingga energi yang diperlukan untuk beraktivitas menurun dengan drastis (Freitag 2010). Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg (Hidayati et al. 2006). Dalam jangka panjang, jika pola makan yang digunakan tidak seimbang dan kurangnya aktivitas fisik maka akan berakibat pada terjadinya kegemukan atau obesitas.

Obesitas adalah penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas fisik, gaya hidup, sosial ekonomi dan gizi (Hidayati et al. 2006). Dampak obesitas pada orang dewasa adalah munculnya risiko terkena penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus), gangguan fungsi paru, peningkatan kadar kolesterol, gangguan ortopedik (kaki pengkor) serta rentan terhadap kelainan kulit (Damayanti 2002).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization) pada tahun 2000, obesitas saat ini merupakan masalah epidemiologi global yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dunia. Pada masyarakat di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, kejadian obesitas yang tinggi menjadikannya sebagai salah satu penyebab kematian terbesar selain alkohol, tembakau, dan obat terlarang. Sebanyak 1.6 milyar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta di antaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2.3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas (Freitag 2010).

(14)

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10.3% (laki-laki 13.9% dan perempuan 23.8%). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 melaporkan bahwa prevalensi nasional obesitas pada penduduk berumur lebih dari 18 tahun adalah 21.7% dan prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi (26.9%) dibanding laki-laki (16.3%). Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mempelajari konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari konsumsi serat dan

fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Mempelajari karakteristik individu dewasa berstatus gizi obes dan normal. 2. Mempelajari konsumsi serat dan frekuensi konsumsi sumber serat

individu dewasa berstatus gizi obes dan normal.

3. Mempelajari konsumsi fast food individu dewasa berstatus gizi obes dan normal.

4. Mempelajari aktivitas fisik individu dewasa berstatus gizi obes dan normal.

5. Menganalisis hubungan karakteristik individu, konsumsi serat, konsumsi

fast food dan aktivitas fisik.

Hipotesis

H1= terdapat hubungan antara karakteristik individu, konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik individu dewasa dengan kejadian obesitas.

Kegunaan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas

Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu “ob” yang berarti akibat dari dan “esum” artinya makan, sehingga obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat dari pola makan yang berlebihan (Freitag 2010). Obesitas atau kegemukan merupakan kelebihan berat badan karena terdapatnya timbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25%-30% pada wanita dan 18%-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% disebut mengalami obesitas (Mustofa 2010).

Kegemukan (obesitas) juga dapat diartikan sebagai refleksi ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi. Salah satu penyebabnya adalah kegemaran makan secara berlebihan, terutama makanan tinggi kalori tanpa diimbangi oleh aktivitas cukup. Hal itu mengakibatkan surplus energi hanya disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab lainnya adalah adanya gangguan metabolik dalam tubuh yang dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan berlebihan (Anwar & Khomsan 2009).

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 2006). Klasifikasi berat badan berdasarkan IMT pada penduduk Asia dewasa dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan pada Penduduk Asia

Klasifikasi IMT

Underweight

Normal

Overweight

Berisiko Obes I Obes II

<18.5 18.5-22.9

>23 23-24.9 25-29.9 >30 Sumber:WHO (2002)

(16)

Seseorang dianggap mengalami obesitas apabila berat badannya 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badan yang normal. Menurut kriteria ini, obesitas digolongkan menjadi tiga kelompok (Mustofa 2010):

1. Obesitas ringan, yaitu kelebihan berat badan 20%-40%. 2. Obesitas sedang, yakni kelebihan berat badan 41%-100%. 3. Obesitas berat, yaitu kelebihan berat badan >100%.

Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Review

atas epidemik obesitas yang dilakukan Low et al. (2009) memperlihatkan bahwa prevalensi kelebihan berat badan (overweight) di negara maju berkisar dari 23.2% di Jepang hingga 66.3% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 13.4% di Indonesia sampai 72.5% di Saudi Arabia. Adapun prevalensi kegemukan (obesity) di negara maju berkisar dari 2.4% di korea Selatan hingga 32.2% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 2.4% di Indonesia sampai 35.6% di Saudi Arabia.

Penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas (IMT >30kg/m2) yakni 9.16% pada pria dan 11.02% pada wanita (Mustofa 2010). Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun adalah 10.3% (laki-laki 13.9% dan perempuan 23.8%). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 melaporkan bahwa prevalensi nasional obesitas pada penduduk berumur lebih dari 18 tahun adalah 21.7% dan prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi (26.9%) dibanding laki-laki (16.3%).

Penyebab Obesitas

Obesitas merupakan penyakit yang berkembang dari interaksi genetik dan lingkungan dalam waktu yang cukup lama sehingga obesitas tidak hanya terjadi pada sekali waktu, tetapi merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan oleh seseorang dalam hidupnya. Asupan energi yang berlebihan, pengeluaran energi dalam bentuk aktivitas fisik yang rendah atau kombinasi dari kedua faktor tersebut menyebabkan keseimbangan energi menuju ke arah positif. Balance

(17)

Penyebab utama masalah obesitas adalah lingkungan dan perubahan perilaku. Peningkatan proporsi lemak dan peningkatan densitas energi dalam diet, penurunan level aktivitas fisik dan peningkatan perilaku sedentary, merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan berat badan pada populasi genetik, faktor biologi dan faktor individu lain seperti penghentian merokok, jenis kelamin, dan umur saling berinteraksi mempengaruhi peningkatan berat badan (WHO 2000). Penelitian juga menunjukkan ada hubungan yang bertolak belakang antara IMT dan aktivitas fisik. Menurun dan rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu hal yang menyebabkan obesitas. Tren kesehatan terkini juga menunjukkan prevalensi obesitas meningkat bersamaan dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik (WHO 2000).

Menurut Indriati (2010), faktor utama terjadinya obesitas adalah intake zat gizi yang lebih dari pemakaian energi aktivitas fisik. Selain aktivitas fisik yang rendah sebagai faktor pemicu obesitas, juga metabolisme dasar yang menurun secara fisiologis dengan bertambahnya umur. Sehingga perlu pengurangan asupan diet pada umur sesudah periode pertumbuhan dan perkembangan selesai di remaja akhir (umur 21 tahun) apalagi orang dewasa tidak lagi seaktif masa kanak-kanak yang banyak berlarian dan bermain.

Sebagian besar peneliti sepakat bahwa kelebihan berat badan dan obesitas disebabkan oleh beberapa faktor, namun ketidakseimbangan energi dalam jangka waktu panjang antara asupan dan pengeluaran menjadi penyebab utama (Tucker & Thomas 2009). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sudah mampu mengidentifikasi penyebab obesitas di segala umur. Dari berbagai penyebab yang teridentifikasi, dapat dikatakan semuanya terkait dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh baik dari segi makanan, cara memakan, hingga jumlah dan kemampuan tubuh untuk mengolah makanan tersebut.

Aktivitas Fisik

(18)

bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006).

Gaya hidup di era modern dengan aktivitas fisik ringan akan memudahkan terjadinya penumpukan lemak tubuh. Proses timbulnya lemak di sekeliling tubuh berlangsung perlahan, lama dan seringkali tidak disadari. Fasilitas perkantoran dan belanja yang dilengkapi dengan lift/elevator menyebabkan seseorang malas untuk berjalan dan menggerakkan anggota tubuhnya. Sementara kesibukan di tempat kerja atau di rumah tidak menyisakan waktu sedikitpun untuk berolahraga (Khomsan 2005).

Perubahan pola aktivitas ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Lingkungan, baik itu dari segi teknologi maupun kebudayaan, telah memainkan peranannya dalam perubahan aktivitas fisik manusia sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Rendahnya aktivitas fisik ini akan mendorong keseimbangan energi ke arah positif sehingga mengarah pada penyimpanan energi dan penambahan berat badan (Freitag 2010).

Faktor aktivitas fisik yang kurang sangat kentara menjadi penyebab kegemukan terutama pada anak masa kini. Orang-orang makmur yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Kurangnya aktivitas gerak badan menjadi penyebab kegemukan karena kurangnya pembakaran lemak dan sedikitnya energi yang dipergunakan (Mustofa 2010).

Rissanen et al. (2003) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya obesitas. Sebagai contoh, obesitas tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olahraga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan. Dengan banyak berolahraga, jantung akan tetap terlatih untuk bekerja dengan baik, sirkulasi darah menjadi lancar, otot tetap lemas dan lentur, kondisi tubuh tetap fit serta terhindar dari kegemukan (Astawan & Wahyuni 1988). Rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki (Janghorbani et al. 2007).

(19)

dan kontrol 0.7 kg, pada laki-laki 1.8 kg dan 0.1 kg pada kontrol. Exercise dapat menurunkan obesitas sentral dengan durasi 370 menit/minggu pada laki-laki dan 295 menit/minggu pada perempuan. Aktivitas fisik berat atau sedang minimal 60 menit/hari disarankan untuk menurunkan obesitas (McTiernan et al. 2007).

Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Tabel 2 menunjukkan nilai PAR untuk setiap kegiatan. Nilai PAR diperlukan untuk menentukan tingkat aktivitas fisik (PAL). Tingkat aktivitas fisik (Physical Activity Level) diperoleh dengan mengalikan PAR (Physical Activity Ratio) dengan lama melakukan sebuah aktivitas (FAO/WHO/UNU 2001). Secara sederhana, rumus untuk menghitung nilai PAL adalah:

Tabel 2. Nilai Physical Activity Ratio (PAR) Setiap Kegiatan

Kegiatan PAR Aktivitas Ringan (Sedentary/Light Activity Lifestyle)

Tidur

Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) Makan

Memasak

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk Pekerjaan Rumah Tangga

Mengendarai kendaraan Berjalan

Kegiatan Ringan (menonton televisi)

1 Aktivitas Sedang (Active/Moderately Active Lifestyle)

Tidur

Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) Makan

Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri Transportasi bekerja dengan bus Berjalan

Olahraga Ringan

Kegiatan Ringan (menonton televisi)

1 Aktivitas Berat (Vigorous/Vigorously Active Lifestyle)

Tidur

Perawatan Diri (mandi dan berpakaian) Makan

Memasak

Kegiatan pertanian tanpa menggunakan alat Mengambil air

Pekerjaan rumah tangga yang berat Berjalan

Keterangan: PAR= Physical Activity Ratio (faktor aktivitas)

Kategori ringkat aktivitas fisik (PAL /Physical Activity Level) dibedakan menjadi tiga, yaitu aktivitas ringan, sedeang dan berat. Aktivitas fisik ringan

(20)

memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang yang mempunyai aktivitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan untuk transportasi, umumnya tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, dengan sedikit gerakan tubuh. Aktivitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang yang mempunyai tingkat aktivitas fisik sedang tidak memerlukan energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih tinggi dari kegiatan aktivitas yang ringan. Aktivitas fisik berat memiliki PAL 2.00-2.39. Aktifitas fisik berat dilakukan oleh seseorang yang melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU 2001).

Faktor Genetik

Kelebihan konsumsi energi bukan satu-satunya penyebab kegemukan. Faktor genetik juga berperan penting terhadap munculnya kegemukan pada seseorang. Jika kedua orangtua gemuk, risiko kegemukan pada anak-anaknya mencapai 80%. Namun, jika hanya satu orangtua yang gemuk, peluang anak-anaknya menjadi gemuk adalah sebesar 40% (Anwar & Khomsan 2009).

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Hal ini merupakan faktor keturunan dari orang tua yang sulit dihindari. Bila ayah atau ibu memiliki kelebihan berat badan, hal ini dapat diturunkan pada anak. Obesitas yang disebabkan oleh lingkungan pada generasi sebelumnya dapat tertanam di dalam gen generasi tersebut yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Sering didapati, anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orangtua obes, sekitar 80% anak-anak mereka akan obes. Bila salah satu orang tua obes, menjadi 40% dan bila orangtuanya tidak obes prevalensi obes untuk anak turun menjadi 14% (Mustofa 2010).

(21)

Di masyarakat sering ditemukan kasus dimana anak yang gemuk biasanya salah satu atau kedua orangtuanya gemuk. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apakah obesitas selalu diturunkan sebagai bawaan dari orangtuanya atau karena kebiasaan makan yang berlebihan yaitu ditiru oleh anaknya dan faktor lingkungan yang sama. Meskipun demikian, penyelidikan kearah molekuler telah mendorong pada kesimpulan bahwa gen dalam tubuh manusia memainkan peranan besar dalam membentuk kecenderungan seseorang untuk menjadi lebih gemuk (Freitag 2010).

Sebagai contoh, perubahan pada gen akan mempengaruhi berat badan individu sejak lahir hingga dewasa. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa individu dengan kondisi yang demikian memiliki berat badan lahir yang lebih tinggi daripada individu biasa. Pada umur 7 hingga 20 tahun individu dengan varian Ala akan memiliki penambahan berat badan yang tidak terlalu tinggi, tetapi penambahan tersebut akan meningkat pada umur 20 hingga 41 tahun (Freitag 2010).

Fast food

Kegemukan adalah faktor risiko penyakit jantung koroner. Sebagian masyarakat sudah sangat menyadari hal ini. Salah satu penyebab kegemukan adalah kebiasaan makan kalori atau lemak berlebihan. Ketika makan banyak kalori, maka tubuh dipaksa untuk menghasilkan insulin dalam jumlah extra untuk mengubah karbohidrat menjadi gula darah. Kehadiran insulin yang terlalu banyak memicu terjadinya persekongkolan dengan lemak yang kemudian merusak pembuluh darah. Akhirnya pembuluh darah akan terisi oleh segala macam kotoran termasuk kolesterol dan menyumbat aliran darah sehingga menimbulkan penyakit jantung koroner (Khomsan 2005).

(22)

mentimun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada makanan cepat saji telah meningkat selama periode waktu (Anonim 2007).

Menurut WHO (2000), perkembangan industri makanan yang salah satunya berkembangnya makanan cepat saji, yaitu makanan yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat kompleks merupakan salah satu faktor risiko terjadinya obesitas. Banyaknya jenis fast food yang dikonsumsi merupakan faktor risiko terjadinya obesitas (OR=11.0). Ini berarti mengonsumsi fast food akan berisiko 11 kali mengalami obesitas jika dibandingkan yang tidak mengonsumsinya.

Fast food atau ready-to-eat-food jadi pilihan utama orangtua yang sibuk atau konsumsi ketika menghabiskan waktu bersama keluarga pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan karena pengolahannya yang cenderung cepat karena menggunakan tenaga mesin, terlihat bersih karena penjamahnya adalah mesin, restoran yang mudah ditemukan serta karena pelayanannya yang selalu sedia setiap saat, bagaimanapun cara pemesanannya (Worthington&William 2000).

Pada hakekatnya fast food (makanan siap saji) tidak sama dengan junk food (makanan sampah yang hanya padat kalori). Bahan penyusun fast food

termasuk golongan pangan bergizi. Hal yang paling penting adalah pengaturan frekuensi makannya agar tidak mengonsumsinya secara berlebihan (Khomsan 2005). Menurut Khomsan (2002), fast food dikatakan negatif karena ketidak seimbangannya (dari segi porsi serta komposisi sayuran sehingga miskin akan vitamin dan mineral), tinggi garam dan rendah serat (merupakan faktor pemicu munculnya penyakit hipertensi), serta sumber lemak dan kolesterol (mengandalkan pangan hewani ternak sebagai menu utama). Ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari.

Hasil penelitian Virgianto dan Purwaningsih (2006) mengatakan bahwa variasi jenis makanan cepat saji bukanlah faktor risiko untuk terjadinya obesitas. Setelah dilakukan uji korelasi, ternyata memang tidak didapatkan hubungan antara variasi jenis makanan cepat saji dengan terjadinya obesitas. Jenis-jenis makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi adalah hamburger, fried chicken, pizza dan donat.

(23)

mengandung 261 kalori, french fries mengandung 342 kalori, fried chicken pada bagian dada ayam atau sayapnya mengandung 303 kalori, pizza yang berisi keju mengandung 268 kalori, dan hotdog mengandung 247 kalori. Kandungan serat dalam berbagai macam makanan cepat saji relatif rendah. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi serat sebagai tambahan untuk mengimbangi tingginya kolesterol dalam darah (Virgianto&Purwaningsih 2006). Satu buah fried chicken

mempunyai ukuran 116.51 gram dan mempunyai kandungan energi sebesar 287.85 kkal. Satu porsi burger mempunyai ukuran 127.96 gram dan mempunyai kandungan energi sebesar 380.67 kkal. Satu porsi fried fries berukuran 100 gram mempunyai kandungan energi sebesar 321.05 kkal (Anonim 2006)

Pengertian fast food lebih luas dari makanan yang dibuat dengan cepat dan dapat dinikmati dalam waktu yang singkat. Jenis makanan ini memiliki ciri khas yaitu porsi yang disajikan sangat besar, padat energi, sangat lezat, banyak mengandung gandum terproses, banyak ditambahkan gula, tinggi lemak, tinggi lemak jenuh dan lemak trans dan rendah serat (Feitag 2010). Dengan melihat ciri khas makanan itu, sudah dapat dipastikan bahwa ujung dari fast food adalah obesitas. Tidak hanya di Amerika dan Negara-negara barat lainnya, fast food

juga sudah merambah ke negara-negara Asia termasuk Indonesia (Feitag 2010). Secara umum produk fast food dapat dibedakan menjadi dua, yaitu produk fast food yang berasal dari Barat dan lokal. Fast food yang berasal dari Barat sering juga disebut fast food modern seperti Mc. Donald, Kentucky Fried Chicken

(KFC), Pizza Hut dan sejenisnya. Makanan yang disajikan pada umumnya berupa hamburger, pizza, dan sejenisnya. Sedangkan fast food lokal sering juga disebut dengan istilah fast food tradisional seperti warung tegal, restoran padang, warung sunda (Hayati 2000).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat sebanyak 6212 anak dan remaja yang berumur antara 4-19 tahun ikut serta dalam penelitian ini dan dari keseluruhan sampel tersebut terdapat 30% lebih yang mengonsumsi makanan

(24)

Sosial Ekonomi

Jenis kelamin

Wanita yang asupan seratnya menurun sebenatnya cenderung mengalami penambahan berat badan secara signifikan, sedangkan mereka yang asupan seratnya meningkat dari waktu ke waktu cenderung mengalami penurunan berat badan (Tucker & Thomas 2009). Setiap penambahan anak, risiko obesitas meningkat 4% pada laki-laki dan 7% pada perempuan (Weng et.al

2004). Wanita yang asupan seratnya meningkat dari waktu ke waktu akan cenderung mengonsumsi makanan lebih sehat, mengonsumsi lebih banyak karbohidrat kompleks, serta mengonsumsi makanan rendah lemak dan rendah energi (Tucker & Thomas 2009).

Tingkat Pendidikan

Menurut Suprijanto (2007), pendidikan dibedakan menjadi 9 jenis antara lain: 1). Pendidikan Masal; 2) Pendidikan Masyarakat; 3) Pendidikan Dasar; 4) penyuluhan; 5) Pengembangan Masyarakat; 6) Pendidikan Orang Dewasa; 7) Masyarakat Seumur Hidup; 8) Masyarakat Belajar; 9) Pendidikan Formal, nonformal dan informal.

Pendidikan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang/masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplikasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita & Tatang 2004). Pendidikan akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Menurut Martianto & Ariani (2004), seseorang yang mempunyai pendidikan formal dan pendapatan yang tinggi maka makanan yang dikonsumsi akan lebih beragam dan memiliki kualitas dan kuantitas yang baik.

Besar Keluarga

(25)

orang, sedangkan keluarga besar adalah keluarga dengan jumlah anggota kurang dari 7 orang.

Bentuk keluarga berdasarkan jumlah anggotanya di Indonesia dibedakan menjadi keluarga inti, extended family dan keluarga besar. Extented family

menurut Soediatama (2008) adalah keluarga yang terdiri atas sepasang suami istri yang biasanya menanggung biaya keluarga dan semua orang yang bernaung di bawah satu atap dan menjadi tanggungan suami istri tersebut, sehingga dapat meliputi anak-anak, kemenakan, bibi dan paman, bahkan eyang. Besar keluarga yang dimiliki akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau anggota keluarga yang terlibat di dalamnya. Selain itu pula, besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga (Soediatama 2008).

Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kegemukan. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi distribusi pangan yang akan diterima masing-masing individu. Sebuah keluarga yang terdiri dari banyak individu, selain dapat mengurangi distribusi pangan juga mengurangi kenyamanan dalam hidup berkeluarga. Dengan banyaknya anggota keluarga, akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk (Adiningrum 2008).

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Menurut Madanijah (2004), perubahan pendapatan secara langsung akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Peningkatan pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Selain pendapatan, faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan adalah harga pangan dan harga barang non pangan. Perubahan harga dapat berpengaruh terhadap besarnya permintaan pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli masyarakat. Keadaan ini menyebabkan daya beli masyarakat berkurang.

Konsumsi Pangan

(26)

metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh serta pertumbuhan (Harper et al. 1986).

Konsumsi pangan secara garis besar adalah kuantitas pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dengan jenis tunggal atau beragam. Ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat pengetahuan gizi (Wulandari 2000). Sanjur (1989) menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga, sedangkan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi individu atau keluarga.

Konsumsi makanan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Soediaoetama 1996 dalam Dasuki 2002).

Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi (Suhardjo et al. 1988). Metode kuantitatif juga dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM) dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendafataran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001).

(27)

jam atau sehari yang lalu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi pada individu (Gibson 2005).

Pengetahuan Gizi

Khomsan (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai konsumsi pangan keluarga yang baik pula. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi dapat lebih terjamin. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007).

Pengetahuan gizi mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yan dikonsumsi (Harper et al. 1985).

Pengetahuan terbentuk setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dicakup dalam dominan kognitif dan mempunyai enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menggunakan, melakukan analisa, melakukan sintesa, dan evaluasi. Pengetahuan diperoleh seseorang melalui pengetahuan melalui media masa, pendidikan formal maupun non formal (Notoatmodjo 1993).

Menurut Apriadji (1986) diacu dalam Madaniah (2002), seseorang yang memiliki pendidikan rendah, belum tentu kurang mampu menyusun makan yang memenuhi persyaratan gizi sebanding dengan orang yang berpendidikan lebih tinggi. Hal ini disebabkan, orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi maka akan rajin dalam mendengarkan informasi tentang gizi sehingga pengetahuan gizinya akan baik.

Engel et al. (1994) mendefenisikan pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Menurut harper et al. (1985), suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yan dimakannya mampu

(28)

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati et al. 1992).

Serat Pangan

Serat akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian karena peranannya dalam mencegah berbagai penyakit (Almatsier 2001). Hanya dalam beberapa dasawarsa terakhir ini diungkapkan oleh para ilmuan, bahwa serat-serat yang terdapat dalam bahan pangan yang tidak tercerna mempunyai pengaruh positif bagi tubuh. Nama atau istilah yang digunakan untuk serat tersebut adalah serat pangan (dietary fiber). serat kasar tidaklah identik dengan serat pangan (Winarno 1997). Skala (1975) diacu dalam Winarno (1997) menyatakan bahwa kira-kira hanya sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai serat pangan. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Berbagai jenis makanan nabati pada umumnya banyak mengandung serat pangan.

Serat merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil (Winarno 1997). Menurut Linder (1992), serat adalah istilah/pemberian nama yang salah karena materi tersebut tidak berserat, tidak panjang berupa benang dan sebenarnya dapat larut. Pencernaan juga memerlukan definisi lebih lanjut, karena bakteri flora saluran pencernaan dapat menyerang dan mendegadasi serat tersebut terutama dalam kolon (enzim saluran pencernaan manusia sendiri tidak ada yang dapat memecahkanya).

(29)

Menurut Astawan & Wresdiyati (2004), serat pangan larut dalam air merupakan komponen serat yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Kelompok serat pangan larut air adalah pektin, psilium, gum, musilase, karagenan, asam alginat, dan agar-agar. Fungsi utama serat pangan larut air adalah sebagai berikut ( Astawan & Wresdiyati 2004):

1. memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga aliran energi ke dalam tubuh menjadi stabil;

2. memberikan perasaan kenyang yang lebih lama;

3. memperlambat kemunculan gula darah (glukosa) sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mengubah glukosa menjadi energi semakin sedikit;

4. membantu mengendalikan berat badan dengan memperlambat munculnya rasa lapar;

5. meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara meningkatkan motilitas (pergerakan) usus besar;

6. mengurangi risiko penyakit jantung; 7. mengikat asam empedu;

8. mengikat lemak dan kolesterol kemudian dikeluarkan melalui feses (proses buang air besar).

Serat pangan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut, baik di dalam air maupun didalam saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari komponen serat ini adalah kemampuannya menyerap air serta meningkatkan tekstur dan volume feses sehingga makanan dapat melewati usus besar dengan cepat dan mudah. Kelompok serat pangan tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sebaiknya mengonsumsi kombinasi bermacam serat pangan dari beras yang masih terdapat kulit arinya, biji-bijian, sayur-sayuran, dan buah-buahan, agar dapat memenuhi kebutuhan serat pangan dan sekaligus memenuhi gizi yang lengkap dan seimbang ( Astawan & Wresdiyati 2004).

Fungsi serat pangan tidak larut air adalah sebagai berikut ( Astawan & Wresdiyati 2004):

1. mempercepat waktu transit makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses;

2. memperlancar proses buang air besar;

(30)

Para peneliti masa kini menduga bahwa kandungan serat dalam makanan yang dikonsumsi sebagian besar orang sangat kurang memadai. Di Negara-negara industri, kebanyakan karbohidrat yang dikonsumsi adalah dalam bentuk yang amat murni, seperti gula putih, tepung terigu dan roti tawar. Dinergara inilah terjadi serangan penyakit saluran pencernaan seperti divertikulosis (tonjolan-tonjolan kecil atau borok pada usus besar), kanker usus besar dan hernia. Penyakit-penyakit ini berkaitan dengan sembelit dan lambatnya makanan bergerak dalam saluran pencernaan. Diduga pula susunan makanan yang mengandung banyak serat meperlambatkecepatan absorpsi glukosa dan lemak dari usus halus sehingga mengurangi risiko diabetes dan penyakit-penyakit pembuluh darah (Gaman & Sherrington 1992).

Hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan bahwa konsumsi serat rata-rata penduduk Indonesia tahun 2001 adalah sekitar 10,5 gram per hari. Angkakonsumsi tersebut tentu saja masih sangat jauh dari angka kecukuopan yang dianjurkan. Dietary Guidelines for American menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung pati dan serat dalam jumlah tepat (20-35 gram/hari) (Depkes 2008). National Cancer Institute menganjurkan konsumsi serat makanan untuk orang dewasa adalah sebanyak 20-30 gram/hari, sementara America Diet Association (ADA) merekomendasikan 25-35 gram/hari (Sulistijani 2005). Batas bawah konsumsi serat makanan menurut WHO adalah 27 gram serat/hari dan batas atasnya 40 gram serat/hari (Sizer & Whitney 2000).

(31)

Tabel 3. Klasifikasi Serat

Larut dalam air Tidak larut dalam air

Polisakarida Gum

Non Polisakarida - Lignin

Sumber Buah-buahan

Efek terhadap kesehatan Menurunkan kolesterol darah Menurunkan penyerapan glukosa

Serat berfungsi mengontrol berat badan karena serat tidak menyumbangkan banyak energi. Serat juga dapat mencegah atau meringankan risiko diare dan konstipasi karena serat dapat menarik air ke dalam saluran cerna dan melembutkan feses. Dengan mekanisme tersebut, serat dapat mencegah konstipasi dan juga diare. Serat penting dalam mencegah kanker kolon karena serat dapat mendorong percepatan lewatnya makanan melalui saluran cerna, karena itu mempunyai transit time yang pendek sehingga mencegah terbukanya jaringan yang menyebabkan kanker dalam makanan. Beberapa serat menangkap cairan empedu dan membawanya keluar tubuh serta hal ini juga menurunkan risiko kanker (Devi 2010).

Riset yang telah dibuat menunjukkan bahwa makanan yang mengandung serat menolong untuk menghindarkan manusia dari masalah kanker usus dan kanker dubur. Fungsinya dapat meningkatkan sekresi pankreas, memproduksi asam lemak rantai pendek dan cairan empedu, membuat rasa cepat kenyang karena volumenya yang besar, dan meningkatkan berat feses karena mampu larut dan terikat dengan air. Selain itu, serat juga mampu menurunkan serum lemak, mempercepat proses makanan dalam saluran pencernaan, dan menguntungkan pertumbuhan mikroflora yang baik bagi pencernaan (Devi 2010).

(32)

kalsium, kalium, seng, dan besi sehingga dikhawatirkan tubuh akan kekurangan mineral tersebut (Devi 2010).

(33)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perkembangan peradaban manusia menuju ke semakin dominannya pekerjaan mental daripada pekerjaan fisik mengakibatkan kurang gerak dan kelebihan berat badan, serta gangguan metabolisme. Kelebihan berat badan dan akumulasi lemak sentral dan ekstremital telah menjadi kondisi epidemik kronis di berbagai segmen masyarakat di Indonesia, dan WHO melaporkan juga terjadi di dunia (Indriati 2010).

WHO membuat definisi baku dari obesitas dan menyatakan kondisi ini sebagai suatu keadaan di mana terjadi penimbunan lemak tubuh secara berlebihan. Ketidakseimbangan dalam asupan dan pemakaian kalori dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kelebihan berat badan dan obesitas bukan hanya permasalahan pola makan yang buruk saja. Hal ini juga terkait dengan interaksi dari berbagai faktor termasuk faktor genetik, metabolik, perilaku, dan lingkungan (Freitag 2010).

Faktor utama terjadinya obesitas adalah asupan zat gizi yang lebih dari pemakaian energi aktivitas fisik. Selain aktivitas fisik yang rendah sebagai faktor pemicu obesitas, juga metabolisme dasar yang menurun secara fisiologis dengan bertambahnya umur. Sehingga perlu pengurangan asupan zat gizi pada umur sesudah periode pertumbuhan dan perkembangan selesai di remaja akhir (umur 21 tahun) apalagi orang dewasa tidak lagi seaktif masa kanak-kanak yang banyak berlarian dan bermain (Indriati 2010).

Obesitas merupakan penyakit yang berkembang dari interaksi genetik dan lingkungan dalam waktu yang cukup lama sehingga obesitas tidak hanya terjadi pada sekali waktu, tetapi merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan oleh seseorang dalam hidupnya. Asupan energi yang berlebihan, pengeluaran energi dalam bentuk aktivitas fisik yang rendah atau kombinasi dari kedua faktor tersebut menyebabkan keseimbangan energi menuju ke arah positif. Balance

energi yang positif seringkali menuju ke arah peningkatan berat badan (Freitag 2010).

(34)

Gambar 1. Kerangka pemikiran konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa yang berstatus gizi obes dan normal

Karakteristik Individu: - Umur - Pendidikan - Pendapatan - Besar Keluarga

Status Gizi (Obesitas)

Faktor Genetik Pengetahuan Gizi

Konsumsi Serat:

- Jenis Sumber Serat

- Frekuensi Konsumsi Sumber Serat

Konsumsi Fast food: - Jenis Fast food - Frekuensi Konsumsi Aktivitas Fisik:

(35)

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengambilan data dilakukan pada waktu yang bersamaan atau pada satu saat, baik variabel independen maupun variabel dependen. Lokasi penelitian dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini menggunakan sebagian data penelitian yang berjudul ”Efikasi Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) dengan bahan aktif Xanthorrhizol untuk meningkatkan Imunitas pada Orang Dewasa Obes”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2010.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah pegawai di lingkungan Kampus IPB. Pemilihan contoh dilakukan berdasarkan kriteria: pegawai IPB berstatus gizi normal (IMT 18.5–25.0 kg/m2) atau berstatus gizi obes (IMT 27.0-35.0 kg/m2). Metode pengambilan contoh dengan cara purposif dengan kriteria jenis kelamin pria atau wanita, berumur lebih dari 21 tahun dan bersedia menjadi contoh dalam penelitian ini. Penelitian payung mensyaratkan pada contoh berstatus gizi obes memiliki kadar gula darak kurang dari 200 mmHg. Pegawai rektorat IPB yang secara fisik terlihat obes dikumpulkan sebanyak 50 orang, kemudian dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk dihitung nilai IMTnya. Selain pengukuran berat badan dan tinggi badan, dilakukan juga pengukuran kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat. Contoh yang memenuhi kriteria adalah 26 orang dan terdapat satu orang yang tidak bersedia menjadi contoh dalam penelitian ini, sehingga jumlah contoh yang sesuai dengan kriteria dan bersedia menjadi contoh adalah 25 orang.

Cara Pengambilan Data

(36)

Penilaian status gizi contoh ditentukan berdasar pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan diukur menggunakan timbangan digital. Subjek berpijak pada timbangan dan pandangan lurus ke depan tanpa menggenggam atau menyentuh apapun, sepatu, tas, barang lain dilepas, kemudian angka penunjuk dibaca. Tinggi badan diukur menggunakan alat pengukur tinggi badan berkapasitas 200 cm. Subjek berdiri tegak tanpa sepatu sejajar alat pengukur, tumit, bokong dan kepala bagian belakang menempel ke dinding dalam sikap tegak memandang ke depan, kemudian alat pengukur ditahan sampai menyentuh kepala bagian atas kemudian skala dibaca.

Data konsumsi serat diperoleh melalui metode recall 1x24 jam yang dilakukan dua kali pada hari yang berbeda yaitu pada hari kerja dan hari libur. Data konsumsi yang dikumpulkan berupa jenis makanan yang dimakan dan jumlah makanan (dalam URT) pada hari kerja dan hari libur. Data frekuensi konsumsi buah dan sayurselama satu bulan terakhir dikumpulkan menggunakan

Food Frequency Questionnairre (FFQ). Data frekuensi fastfood selama satu bulan terakhir pun dikumpulkan menggunakan Food Frequency Questionnairre

(FFQ).

Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada contoh berdasarkan kuesioner. Kuesioner pengetahuan gizi berisi 20 buah pertanyaan pilihan berganda dengan memilih jawaban yang paling benar. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan gizi seimbang (4 soal), fungsi zat gizi (4 soal), tanda-tanda obesitas (4 soal), faktor penyebab obesitas (4 soal), dan dampak obesitas (4 soal). Data aktivitas fisik diperoleh melalui metode recall

1x24 jam yang dilakukan dua kali pada hari yang berbeda yaitu pada hari kerja dan hari libur. Data aktivitas fisik yang dikumpulkan berupa jenis aktivitas yang dilakukan dan durasi waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Cara Pengambilan Data

Data Cara Pengambilan Data

Karakteristik Contoh (Berat Badan, Tinggi Badan, Umur, Jenis Kelamin, Sosial Ekonomi)

Wawancara menggunakan kuesioner

Pengetahuan Gizi Wawancara menggunakan kuesioner

Konsumsi Serat Metode recall 1x24 jam yang dilakukan

selama 2 hari (hari kerja dan hari libur)

Konsumsi Buah dan Sayur Food Frequency Quesioner

Konsumsi Fast food Food Frequency Quesioner

Aktivitas Fisik Metode recall 1x24 jam yang dilakukan

(37)

Pengolahan dan Analisa Data

Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS version 16.0 for windows. Tahap pengolahan data adalah cleaning, editing, coding, dan processing.

Penilaian status gizi contoh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Contoh yang tergolong normal adalah contoh yang memiliki IMT 18.5-25.0 kg/m2 dan contoh yang tergolong obes adalah contoh yang memiliki IMT 27.0-35.0 kg/m2. Secara sederhana contoh dinilai status gizinya berdasarkan nilai IMT dengan rumus:

IMT= Berat badan (kg)/Tinggi badan (m2)

Data karakteristik contoh diolah dengan cara tabulasi. Data pengetahuan gizi dinilai berdasarkan jawaban yang paling benar. Setiap satu pertanyaan diberi nilai satu (1) bila jawaban benar dan skor nol (0) bila jawaban salah atau tidak memilih jawaban. Skor kemudian dijumlahkan dan dikategorikan baik, sedang, dan kurang. Pengetahuan gizi dikategorikan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80% dari total skor, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60%-80% dari total skor, dan kategori kurang apabila skor yang diperoleh kurang dari 60% dari total skor (Khomsan 2000).

(38)

Tabel 5. Pengkategorian Masing-Masing Variabel Penelitian

No. Variabel Kategori Sumber/keterangan

1. Umur • 19-29 tahun

8. Frekuensi Konsumsi

Buah dan sayur

• <3kali/minggu

• 1-2kali/minggu

• <1 kali/minggu

Sebaran Contoh

9. Frekuensi Konsumsi

(39)

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah jenis kegiatan fisik yang dilakukan bersamaan dengan hari pencatatan konsumsi makan 1x24 jam selama dua hari yang berbeda yaitu hari kerja dan hari libur.

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal bersama dalam satu atap dan bergantung pada sumber penghidupan yang sama.

Faktor Genetik adalah faktor keturunan atau riwayat obes pada orangtua (ayah dan ibu).

Fast food adalah makanan yang cepat saji dan praktis (ayam goreng, kentang goreng, burger, pizza, spaghetti dan lainnya) yang berasal dari restoran-restoran fast food : McDonald’s, Kentucky Fried Chicken (KFC), JCo, dll.

Recall Makanan adalah konsumsi makan saat ini yang diketahui dengan pencatatan makanan 1x24 jam selama dua hari yang berbeda yaitu hari kerja dan hari libur.

Konsumsi Pangan adalah jenis dan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh contoh.

Konsumsi Serat Makanan adalah banyaknya serat makanan yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari diyatakan dalam satuan gram/kapita/hari dan diukur dengan Food Recall 1x24 jam selama dua hari yang berbeda yaitu hari kerja dan hari libur.

Obes adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, yang berdasarkan standar WHO (2007), memiliki IMT lebih dari 27.0 kg/m2.

Status gizi adalah keadaan gizi contoh yang diukur secara antropometri berdasarkan indikator berat badan dan tinggi badan dengan ambang batas IMT untuk Indonesia.

Status gizi normal adalah keadaan gizi contoh dengan kategori IMT 18.5-25.0 kg/m2

Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang telah diikuti oleh contoh meliputi tidak sekolah, tamat SD, tamat SLTP, tamat SMU, dan tamat perguruan tinggi.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu

Umur

Umur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktifitas seseorang (Khomsan et al. 2007). Orang yang mempunyai umur lebih muda cenderung memiliki produktifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih tua. Tabel 6 menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh terdapat pada kisaran umur 30-49 tahun baik pada contoh obes (72%) maupun contoh normal (64%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kantachuvessiri et al. (2005), yang menyatakan bahwa pada umur 40-59 tahun seseorang cenderung obesitas dibandingkan dengan umur yang lebih muda. Hal ini diduga karena lambatnya metabolisme, kurangnya aktivitas fisik, dan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering. Umur contoh normal antara 24 tahun hingga 54 tahun dengan rata-rata 36.0±9.0 tahun. Umur contoh obes antara 26 tahun hingga 53 tahun dengan rata-rata 42.8±7.4 tahun. Sebaran status gizi contoh berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Umur

No. Umur (Tahun)

Obes Normal n % n %

1. 19-29 2 8 6 24

2. 30-49 18 72 16 64

3. 50-64 5 20 3 12

Total 25 100 25 100

Rata-rata±SD 42.8±7.4 36.0±9.0

Jenis Kelamin

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, prevalensi obesitas pada perempuan lebih besar (26.9%) dibanding laki-laki (16.3%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar contoh adalah perempuan baik pada contoh obes (60%) maupun contoh normal (72%). Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez-Fisac et al. (2004) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Janghorbani et al. (2007) juga menyatakan bahwa tingginya prevalensi obesitas pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan.

(41)

badannya ramping dibandingkan yang berbadan gemuk. Badan ramping dan pengendalian konsumsi kalori umumnya berkaitan sangat erat. Pria-pria ramping ini juga berisiko terserang jantung 60% lebih kecil (Khomsan 2005). Tabel 7 menunjukkan sebaran status gizi contoh berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 7. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin

Obes Normal n % n %

1. Laki-Laki 10 40 7 28

2. Perempuan 15 60 18 72

Total 25 100 25 100

Pendidikan

Pendidikan formal seseorang dapat mempengaruhi pengetahuan gizinya. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan formal yang tinggi dapat mempunyai pengetahuan yang tinggi pula (Pranadji 1988). Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh obes, memiliki persentase terbesar pada tingkat SMA (52%). Pendidikan terakhir contoh normal memiliki persentase terbesar pada tingkat Perguruan Tinggi (60%). Dari hal tersebut diketahui bahwa pendidikan terakhir contoh normal lebih tinggi dibandingkan contoh obes. Sebaran status gizi contoh berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini.

Tabel 8. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir

Obes Normal

n % n %

1. SD 2 8 0 0

2. SMP 2 8 1 4

3. SMA 13 52 9 36

4. Perguruan Tinggi 8 32 15 60

Total 25 100 25 100

Pendapatan

(42)

Tabel 9. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Tingkat Pendapatan

No. Pendapatan

Obes Normal n % n %

1. <1 Juta 4 16 3 12

2. 1-1.9 Juta 6 24 10 4

3. 2-3.9 Juta 14 56 12 48

4. 4-6 Juta 1 4 0 0

5. >6 Juta 0 0 0 0

Total 25 100 25 100

Besar Keluarga

Menurut Sukarni (1989), besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga ditentukan dengan cara mendata jumlah anggota keluarga. Ukuran besarnya keluarga berkaitan erat dengan kejadian masalah gizi dan kesehatan. Tabel 10 menunjukkan sebaran status gizi contoh berdasarkan besar keluarga. Besar keluarga contoh dengan status gizi normal berkisar dari satu orang sampai tujuh orang dengan rata-rata 4.0±1.5 orang. Besar keluarga contoh dengan status gizi obes berkisar dari dua orang sampai enam orang dengan rata-rata 4.0±1.0 orang. Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase terbesar terdapat pada besar keluarga yang terdiri dari <4 orang baik pada contoh obes (60%) maupun contoh normal (64%). Sebaran status gizi contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Besar Keluarga

No. Besar Keluarga

Obes Normal n % n %

1. <4 orang 15 60 16 64

2. >4orang 10 40 9 36

Total 25 100 25 100

Rata-rata±SD 4.0±1.0 4.0±1.5

Riwayat Obes pada Orangtua

Faktor genetik atau riwayat obes pada orangtua berperan penting terhadap munculnya kegemukan pada seseorang. Jika kedua orangtua gemuk, risiko kegemukan pada anak-anaknya mencapai 80%. Namun, jika hanya satu orangtua yang gemuk, peluang anak-anaknya menjadi gemuk adalah sebesar 40% (Anwar & Khomsan 2009). Menurut Hidayati et al. (2006) jika keduaorangtua tidak obesitas, memiliki peluang sebesar 14%.

(43)

lingkungan yang berperan terhadap kejadian obesitas seseorang. Hal ini seiring dengan penelitian yang dilakukan Badan Internasional Obesity Task Force (IOTF) dari badan WHO yang mengurusi masalah kegemukan pada anak menyebutkan bahwa faktor genetik hanya berpengaruh 1% dari kejadian obesitas pada anak sedangkan 99% disebabkan oleh faktor lingkungan (Anonim 2007). Dari Tabel 11 juga menunjukkan bahwa contoh obes memiliki riwayat obes pada orangtua (ayah/ibu/keduanya) yang lebih besar yaitu 12 contoh dibandingkan dengan contoh normal yaitu dua contoh (ayah/ibu). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) contoh maka peluang contoh menjadi obes semakin tinggi. Sebaran status gizi contoh berdasarkan riwayat obes pada orangtua dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11.Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Riwayat Obes pada Orangtua

No. Riwayat Obes

Obes Normal

n % n %

1. Ayah 2 8 1 4

2. Ibu 6 24 1 4

3. Keduanya 4 16 0 0

4. Tidak Keduanya 13 52 23 92

Total 25 100 25 100

Pengetahuan Gizi

Khomsan (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan penting yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Individu yang berpengetahuan gizi baik akan mempunyai konsumsi pangan keluarga yang baik pula. Skor pengetahuan gizi contoh normal berkisar dari 30 sampai 100 dengan skor rata-rata 79.8±18.3. Skor pengetahuan gizi contoh obes berkisar dari 50 sampai 100 dengan skor rata-rata 83.4±13.0. Tabel 12 menunjukkan sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi.

Tabel 12. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

No. Tingkat Pengetahuan Gizi

Obes Normal

n % n %

1. Baik (>80%) 17 68 15 60

2. Sedang (60-80%) 7 28 5 20

3. Kurang (<60%) 1 4 5 20

Total 25 100 25 100

Rata-rata±SD 83.4±13.0 79.8±18.3

(44)

Pada contoh dengan status gizi normal terdapat 5 orang contoh (20%) dengan tingkat pengetahuan gizi sedang dan rendah. Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang pengetahuan gizi.

Tabel 13. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan tentang Pengetahuan Gizi

No Pengetahuan gizi

Obes

Susunan menu gizi seimbang yaitu nasi, ikan, tempe, sayur kangkung, jeruk

Fungsi makan pagi yang cukup bagi orang dewasa yaitu meningkatkan produktivitas kerja Dengan bertambahnya umur, kalori yang dikonsumsi sebaiknya dikurangi

Sebelum membeli makanan kemasan, sebaiknya membaca label makanan terlebih dahulu

Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

Karbohidrat berfunsi sebagai sumber tenaga bagi tubuh

Kalsium berfungsi membantu pembentukan tulang dan gigi

Peranan lemak yaitu mempertahankan suhu tubuh pada keadaan suhu di luar tubuh rendah Tanda obesitas yaitu berat badan saat ini lebih berat dibandingkan berat idealnya

Bagian tubuh yang menyimpan kelebihan lemak pada pria yaitu pinggang dan rongga perut Bagian tubuh yang menyimpan kelebihan lemak pada wanita yaitu pinggul dan paha

Gejala fisik penderita obesitas yaitu perut menggantung ke bawah, lipatan kulit lebih tebal Faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas yaitu faktor genetik

Penyebab internal obesitas yaitu permasalahan metabolisme (hormonal)

Makanan yang dapat memicu terjadinya obesitas yaitu makanan tinggi lemak

stres dapat menyebabkan seseorang makan berlebih

Risiko kesehatan penderita obesitas yaitu cenderung lebih sering sakit

Penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas yaitu jantung

Gangguan bernafas dialami oleh penderita obesitas

Hal yang dialami oleh penderita obesitas ketika mengalami gangguan persendian yaitu nyeri pada sendi diikuti dengan pembengkakan

25

(45)

ketika umur contoh bertambah. Pada contoh obes dan normal, pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh semua contoh adalah pertanyaan tentang susunan menu yang bergizi seimbang. Hal ini dapat diketahui bahwa contoh mengetahui bahwa contoh susunan menu yang bergizi seimbang adalah nasi, ikan, tempe, sayur kangkung, dan jeruk. Selain itu, pertanyaan tentang hal yang dilakukan sebelum membeli makanan kemasan juga dapat dijawab dengan benar oleh seluruh contoh obes.

Konsumsi Serat

Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini mungkin disebabkan serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu kekurangan serat tidak menimbulkan gejala spesifik seperti halnya yang terjadi pada kekurangan zat-zat gizi tertentu. Melalui penelitian epidemiologis telah dibuktikan peranan fisiologis serat pangan terhadap usus. Kurangnya konsumsi serat pangan dapat menyebabkan timbulnya “civilization western diseases” (penyakit ala masyarakat Barat) seperti penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi dan kanker usus (Astawan & Wresdiyati 2004). Konsumsi serat adalah asupan makanan dalam bentuk serat dengan memperhatikan aspek kuantitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan (Suhardjo 1989). Survei kuantitatif yang paling sering digunakan diantaranya adalah metode recall

(mengingat). Tabel 14 menunjukkan sebaran status gizi contoh berdasarkan konsumsi serat per hari.

Tabel 14. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Konsumsi Serat Per Hari

No.

Konsumsi Serat/hari (g)

Obes Normal

n % n %

1 < 20 19 76 24 96

2 20-35 6 24 0 0

3 > 35 0 0 1 4

Total 25 100 25 100

Rata-rata±SD 14.9±7.4 13.4±6.4

Tabel 14 menunjukkan bahwa persentase terbesar adalah pada konsumsi serat kurang dari 20 gram baik pada contoh obes (76%) dan contoh normal (96%). Rata–rata konsumsi serat contoh obes dan normal berturut-turut sebesar 14.9±7.4 gram dan 13.4±6.4 gram. Berdasarkan uji beda t-test, tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p=0.757) antara contoh obes dan contoh normal.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan pada Penduduk Asia
Gambar 1. Kerangka pemikiran  konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik
Tabel 5. Pengkategorian Masing-Masing Variabel Penelitian No. Variabel Kategori
Tabel 6. Sebaran Status Gizi Contoh berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kajian ini, pengkaji telah membangunkan satu bahan pengajaran (ABBM) berapa Modul Pengajaran Berbantu Komputer (MPBK) bagi mata pelajaran Teknologi Elektrik I (El 063)..

“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara

 New Public Service memandang keterlibatan citizen dalam proses administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh semangat

Perencanaan Media Komunikasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) dalam Menerapkan Kebijakan Sistem OSS Pada Masyarakat Kota Pekanbaru. Perencanaan

Pupuk hayati disiapkan dengan terlebih dahulu menyiapkan jamur yang mempunyai aktivitas menyediakan unsur hara dalam tanah, yaitu: Aspergillus niger PS1.4, Penicillium

Hingga saat ini, Kelas Inspirasi telah diselenggarakan oleh ribuan relawan di 119 kota di Indonesia dan menjadi salah satu pilar gerakan Indonesia Mengajar yaitu keterlibatan

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut maka diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jeruk siam di Kecamatan Bangorejo

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pakan komplit berupa silase limbah tanaman jagung dan sorghum sebagai pakan hijauan