• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEP ARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

DONI ISMED

H24087110

KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN LABA

DENGAN PENERAPAN

COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS

(2)

RINGKASAN

DONI ISMED. Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO.

UMKM diakui mempunyai suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha tersebut lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar. Oleh karena itu, UMKM sangat diharapkan untuk bisa terus berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat terus setiap tahunnya. Desa Ciampea merupakan salah satu wilayah Bogor yang menjadi pusat pertumbuhan UMKM dengan jenis usaha yang beragam. UMKM milik ibu Sriutami ini berlokasi di Kampung Tegalwaru, Ciampea Kabupaten Bogor. UMKM ini bergerak di bidang produk olahan kelapa yaitu selai kelapa da n nata de coco. Usaha pengolahan kelapa milik ibu Sritutami ini belum menerapkan sistem manajemen keuangan yang akurat dan terperinci, sehingga tidak mengetahui seberapa besar volume penjualan yang harus dicapai agar dapat berada dalam posisi impas ataupun hasil penjualan telah mencapai target laba yang direncanakan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi dan menganalisis biaya-biaya operasional yang terjadi pada UMKM ini selama periode bulan April hingga Desember 2012, (2) Mengidentifikasi dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012, (3) Menganalisis penerapan analisis CVP pada usaha milik ibu Sriutami ini berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan Agustus hingga bulan Desember 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tetap dan biaya variabel selama periode bulan April hingga bulan Desember 2012 mengalami perubahan namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Penjualan tertinggi diperoleh dalam periode

triwulan 1 (April−Juni) yaitu Rp 316.160.000 dan terendah pada triwulan 2 (Juli –

Sept) sebesar Rp 202.020.000. Sedangkan untuk mencapai titik impas penjualan yang harus dicapai selai kelapa pada saat keadaan produksi normal adalah berkisar Rp 127.000.000 dan Rp 19.500.000 untuk nata de coco. Sementara itu dalam bentuk jumlah unit (Kg) yang harus dicapai agar berada dalam posisi titik impas untuk selai kelapa yaitu pada 12.700 Kg dan 13.000 Kg untuk nata de coco.

Analisis CVP dapat membantu usaha milik ibu Sriutami ini dalam perencanaan strategis agar dapat terhindar dari risiko kerugian. Alternatif yang dapat diterapkan yaitu (1) menaikkan volume penjualan 10%, (2) menurunkan biaya variabel per unit sebanyak 5%. Hasil analisis CVP menunjukkan alternatif kedua memberikan BEP terendah dan dapat diterapkan.

(3)

SUMMARY

DONI ISMED. Strategies to Increase Business Profits by Using Cost-Volume-Profit Analysis on UMKM Owned by Sriutami. Supervised by ABDUL KOHAR IRWAN TO. Ciampea village is one of the center of growing UMKM at Bogor region with the diverse types of businesses. This UMKM are owned by Sriutami who are in Kampung Tegalwaru, Ciampea Bogor. This UMKM is specialized in processed products of coconut that is coconut jam and nata de coco. This businesses have not implemented an accurate and detailed financial management system, so they don’t know about how much the volume of sales that must be achieved in order to be in break-even point or sales has been reach planned profit targets.

The purpose of this study are (1) Identify and analyze the operational costs that occurs in this UMKM during April to December 2012, (2) Identify and analyze product sales, profit and break even point during April to December 2012, (3) Analyze the use of CVP analysis on UMKM by the growth of its operational costs and product sales that occurred during August to December 2012.

The results showed that the fixed costs and variable costs during August to December 2012 were fluctuated. The highest sales obtained in the Q1 period strategic plan in order to avoid the risk of loss. Alternatives that can be applied to are (1) increase sales volume by 10%, (2) reduce the variable costs per unit by 5%. The CVP analysis results indicate that the second alternative can provide the lowest BEP can be applied.

(4)

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manaje men

Departemen Manaje men Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pe rtanian Bogor

KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN LABA

DENGAN PENERAPAN

COST-VOLUME-PROFIT ANALYSIS

PADA UMKM IBU SRIUTAMI

DONI ISMED

H24087110

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEP ARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami

Nama : Doni Is med NRP : H24087110

Menyetujui,

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc Ketua Departemen

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muaradua, Kabupaten OKU, Sumatera Selatan pada tanggal 5 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Busroni MS (Alm) dan Ibu Nur’aini T.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Strategi Peningkatan Laba dengan Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis pada UMKM Ibu Sriutami dapat diselesaikan.

Karya ilmiah ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM yang telah banyak memberi saran dan dukungan.

3. Ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

4. Teman-teman wisma Baristar.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan dalam penelitian ini sehingga mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 7

2.1.1 Bidang atau Jenis Usaha Kecil 8

2.1.2 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil 10

2.3 Biaya 12

2.3.1 Penggolongan Umum Biaya 13

2.3.2 Pengendalian Biaya 15

2.4 Analisis Cost-Volume-Profit (CVP) 16

2.4.1 Analisis Break Even Point 19

2.4.2 Bauran Penjualan (Sales Mix) 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 30

3.3 Jenis dan Sumber Data 30

3.4 Pengolahan dan Analisis Data 30

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

4.1 Sejarah UMKM Ibu Sriutami 32

4.2 Proses Produksi 33

4.3 Volume Penjualan 35

4.4 Biaya Operasional Bulan April−Desember 2012 37

4.5 Perhitungan Laba 41

4.6 Analisis Tren Laba 43

4.7 Analisis Biaya 45

4.8 Analisis BEP 52

4.8.1 Analisis BEP pada Triwulan 1 (April−Juni 2012) 52

4.8.2 Analisis BEP pada Triwulan 2 (Juli−September 2012) 55

4.8.3 Analisis BEP pada Triwulan 3 (Oktober−Desember 2012) 58

4.9 Perencanaan Laba 60

4.10 Analisis CVP untuk Mencapai Laba Maksimal 64

(10)

5 SIMPULAN DAN SARAN 68

5.1 Simpulan 68

5.2 Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 70

(11)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2007−2011 2 2 Kapasitas penjualan bulan April−Desember 2012 35

3 Volume penjualan bulan April−Desember 2012 36

4 Persentase unit penjualan periode April−Desember 2012 37

5 Biaya-biaya triwulan 1 (April−Juni 2012) 37

6 Biaya penyusutan peralatan 39

7 Biaya-biaya triwulan 2 (Juli-Sep 2012) 40

8 Biaya-biaya triwulan 3 (Okt-Des 2012) 41

9 Daftar nilai MAPE, MAD dan MSD 44

10 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 1 (April−Juni 2012) 46 11 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 2 (Juli−Sept 2012) 47 12 Biaya tetap dan biaya variabel pada triwulan 3 (Okt−Des 2012) 48 13 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 1 (April- Juni 2012) 49 14 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 2 (Juli-Sep 2012) 50 15 Biaya selai kelapa dan nata de coco pada triwulan 3 (Okt-Des 2012) 51 16 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 1

(April−Juni 2012) 52

17 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco ltriwulan 1

(April−Juni 2012) 54

18 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 2

(Juli−September 2012) 55

19 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 2

(Juli−September 2012) 57

20 Analisis biaya selai kelapa dan nata de coco pada periode triwulan 3

(Oktober−Desember 2012) 58

21 Laporan keuangan pada titik impas selai kelapa dan nata de coco triwulan 3

(Oktober−Desember 2012) 60

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 29

2 Analisis tren laba periode bulan Agustus−Desember 2012 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Alur Pikir Penelitian 73

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tergolong tinggi di dunia. Namun hal ini kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang tersedia, untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah saat ini tengah giat melaksanakan program-program guna menumbuhkembangkan minat masyarakat terutama generasi muda untuk membuka lapangan kerja baru atau berwirausaha. Melalui Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop & UKM) di tahun 2013 pemerintah berencana untuk ciptakan satu juta lapangan kerja baru. Program yang direncanakan antara lain melalui gerakan kewirausahaan nasional (GKN) dan peningkatkan nilai dan penerima kredit usaha rakyat (KUR) bagi pemberdayaan kewirausahaan unit UMKM yang bertujuan agar mereka dapat mengembangkan usaha yang dijalankannya (www.rakyatmerdekaonline.com).

Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diakui mempunyai peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha tersebut lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha besar (Tambunan 2009). Oleh karena itu, UMKM sangat diharapkan untuk bisa terus berperan secara optimal dalam upaya menanggulangi pengangguran yang jumlahnya cenderung meningkat terus setiap tahunnya. Dengan banyak menyerap tenaga kerja berarti UMKM juga memiliki peran stra tegis dalam upaya pemerintah selama ini memerangi kemiskinan di dalam negeri.

(14)

peningkatan jumlah UMKM, turut pula meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap. Pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM yaitu sebanyak 101.7 juta orang, jumlah ini meningkat dari 94 juta orang pada 2008. Sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2.8 juta orang pada tahun 2011. Bila dilihat dari peran UMKM dalam pembentukan total nilai tambah di sektor industri atau produk domestik bruto (PDB) selalu lebih kecil bila dibandingkan perannya sebagai pencipta kesempatan kerja. Pada tahun 2008 sumbangan UMKM terhadap PDB adalah sebesar 55.67, sedangkan usaha besar 44.33%. Di tahun 2011 sumbangan UMKM terhadap PDB naik menjadi 57.94% sedangkan usaha besar menyumbang 42.06%. Perkembangan UMKM tahun 2008 hingga 2011 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2008−2011

No. Indikator

Tahun

2008 2009 2010 2011

Jumlah

1 Unit Usaha (unit)

a.UMKM 51.409.612 52.764.603 53.823.732 55.206.444

- Usaha mikro 50.847.771 52.176.795 53.207.500 54.559.969

- Usaha kecil 522.124 546.675 573.601 602.195

- Usaha menengah 39.717 41.133 42.631 44.280

b.Usaha besar 4.650 4.677 4.838 4.952

2 Tenaga kerja (orang)

a.UMKM 94.024.278 96.211.332 99.401.775 101.722.458

- Usaha mikro 87.810.366 90.012.694 93.014.759 94.957.797

(15)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa UMKM menjadi bagian penting dalam perekonomian nasional karena mampu berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengurangi angka pengangguran dan sebagai penggerak dinamika perekonomian. Keberadaan UMKM juga mampu menjadi penyelamat perekonomian nasional saat krisis ekonomi tahun 1998, ketika usaha besar mengalami penurunan kinerja, UMKM dapat bertahan dan menjadi tumpuan bagi pemulihan perekonomian nasional.

Namun ditengah pesatnya peningkatan jumlah UMKM tersebut, hingga kini unit usaha ini masih menghadapi banyak permasalahan yang kompleks untuk dapat mengembangkan usahanya (www.jabar.tribunnews.com). Hambatan yang dihadapi UMKM bisa berbeda di satu daerah dengan di daerah lain. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk semua UMKM, yaitu keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasara n, distribusi dan pengadaan bahan baku, kualitas SDM rendah dan kemamp uan teknologi (Tambunan 2009).

Sistem pengelolaan usaha yang baik sangat diperlukan demi keberlangsungan UMKM agar dapat bertahan ditengah persaingan yang makin kompetitif. Ketidakmampuan UMKM dalam melakukan manajemen usaha terutama keuangan dapat membuatnya hanya mampu menghasilkan laba minimum bahkan bisa merugi. Hal ini disebabkan menejemen keuangan yang tidak terperinci dan akurat pada akhirnya dapat menjadi beban biaya sehingga mengurangi laba yang diperoleh.

(16)

pada laba. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses produksi berpengaruh pada harga jual produk tersebut, lalu harga jual akan berpengaruh pada besarnya pendapatan dan menentukan seberapa besar laba yang diperoleh. Keterkaitan antara biaya, volume penjualan dan laba tersebut dapat diketahui dengan metode analisis biaya-volume- laba atau cost-volume-profit (CVP) analysis.

Analisis CVP merupakan alat analisis untuk menghitung dampak perubahan harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba untuk membantu merencanakan laba jangka pendek serta dapat mengetahui produk mana yang memberikan keuntungan terbesar dan terkecil. Hasil dari analisis CVP ini dapat memberikan alternatif penjualan terbaik yang akan memberikan kontribusi terbesar dalam upaya pencapaian laba yang telah direncanakan.

1.2 Perumusan Masalah

Pemilik usaha selaku manejer belum menerapkan sistem keuangan yang terperinci terutama dalam hal biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, volume penjualan dan laba yang ingin dicapai. Maka rumusan ma salah yang diambil oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah biaya-biaya operasional yang terjadi pada usaha ini selama periode bulan Agustus hingga bulan Desember 2012 ?

2. Bagaimanakah pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan, dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012 ?

3. Sejauh mana analisis CVP dapat diterapkan pada usaha ini untuk periode bulan Januari hingga Maret 2013, berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan masing- masing produk ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

(17)

2. Mengidentifikasi dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan dan titik impas selama periode bulan April hingga Desember 2012. 3. Menganalisis penerapan cost-volume-profit pada UMKM milik ibu Sriutami ini

berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan April hingga Desember 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi usaha milik ibu Sriutami dalam upaya meningkatkan kualitas dalam perencanaan dan menerapkan kebijakan dalam penerapan anggaran biaya serta pengawasan terhadap biaya yang dikeluarkan, volume dan harga jual oleh produk tersebut. 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dan bahan rujukan bagi pihak lain

yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait cost-volume-profit (CVP) analysis.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(18)
(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Pengertian dan kriteria usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008:

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kriteria usaha mikro yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah.

b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria usaha kecil yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah.

(20)

2.1.1 Bidang atau Jenis Usaha Kecil

Berdasarkan Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang bidang atau jenis usaha, yang tergolong usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. Sektor Pertanian Peternakan ayam buras

b. Sektor kelautan dan perikanan

1. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dan GT/SOPK dilakukan diperairan sampai dengan 12 mil laut.

2. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di air tawar, air payau dan laut

3. Penangkapan ikan hias air tawar. c. Sektor kehutanan

1. Pengusahaan peternakan lebah madu

2. Pengusahaan hutan tanaman aren, sagu, rotan, kemiri, bambu dan kayu manis.

3. Pengusahaan sarang burung walet di alam.

4. Pengusahaan hutan rakyat asam (pemungutan dan pengolahan biji asam). 5. Pengusahaan hutan tanaman penghasil arang.

6. Pengusahaan hutan tanaman penghasil bahan-bahan minyak atsiri (mintak pinus/terpentin minyak lawang, mintak tengkawang, minyak kayu putih, minyak kenanga, minyak akar wangi dll).

d. Sektor energi dan sumber daya mineral Pertambangan rakyat

e. Sektor industri dan perdagangan

1. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeningan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.

(21)

3. Industri tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah dan sejenisnya.

4. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan.

a) Bahan bangunan/rumah tangga: bambu, nipah, sirap, anang, sabut. b) Bahan industri: getah-getahan, kulit kayu, sutera alam, gambir.

Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.

5. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.

6. Industri barang dan tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.

7. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal di bawah 3OGT, elektronik dan peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.

8. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.

9. Perdagangan dengan skala kecil dan usaha informal. f. Sektor perhubungan

Angkutan pedesaan daratdan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan menggunakan kapal 3OGT.

g. Sektor telekomunikasi

Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet dan instalasi kabel ke rumah dan gedung.

h. Sektor kesehatan

Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian. 1. Praktek perorangan tenaga kesehatan.

2. Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan. 3. Sarana pelayanan kesehatan dasar.

(22)

5. Apotik, praktek profesi Apoteker. 6. Rumah bersalin.

7. Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijat refleksi, panti pijat tradisiorial).

8. Jasa perdagangan obat dan makanan: a) Toko Obat;

b) Retailer Obat Tradisional,Jamu gendong, Kios/toko jamu; c) Kolektor/pengumpul simplisia.

2.1.2 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

Usaha kecil, dengan karakteristik skalanya yang serba terbatas ternyata memiliki sejumlah kekuatan yang terletak pada kemampuan fleksibilitas dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan (Nitisusastro 2010). Kekuatan yang dimaksud terletak pada kemampuan melakukan fleksibilitas dalam menghadapi berbagai tantangan lingkungan.

a. Kekuatan usaha kecil

Kekuatan yang dimaksud meliputi, antara lain sebagai berikut: 1. Mengembangakan kreativitas usaha baru

Kreatifitas tidak selalu dilakukan dengan menampilkan sesuatu produk yang secara murni baru, namun dapat dilakukan dengan cara meniru produk yang telah beredar dipasar dengan ciri khas tersendiri.

2. Melakukan inovasi

(23)

3. Ketergantungan usaha besar terhadap usaha kecil

Pada umumnya produk yang dihasilkan perusahaan besar sedikit sulit untuk menjangkau para pembeli kecil di tempat terpencil. Guna menyiasati hal tersebut perusahaan besar mengemas produknya dalam kemasan kecil senilai kemampuan daya beli konsumen kecil. Sebagai jalur distribusinya mereka menggunakan warung atau kios kecil yang banyak tersebar diseluruh daerah terpencil. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan besar memiliki ketergantungan kepada pelaku usaha kecil. 4. Daya tahan usaha kecil pasca krisis moneter

Fakta membuktikan bahwa krisis ekonomi yang berlanjut kepada krisis kepercayaan yang terjadi pada tahun 1998, tidak berpengaruh banyak terhadap eksistensi usaha kecil. Beberapa peneliti bidang ekonomi bahkan menyatakan tidak lumpuhnya sama sekali perekonomian Indonesia berkat jasa pelaku usaha kecil.

b. Kelemahan usaha kecil

Usaha kecil tidak luput dari beberapa faktor yang menjadi kelemahan. Faktor kelemahan juga disebabkan oleh karakteristik ukurannya yang kecil. Kelemahan-kelemahan yang melekat kepada usaha kecil antara lain sebagai berikut:

1. Lemahnya keterampilan manajemen

Pelaku usaha kecil seringkali berangkat berwirausaha dengan bekal sumber daya seadanya. Ketidaksiapan tersebut bukan hanya dalam hal modal dana dan atau peralatan lainnya, tetapi juta ketidaksiapan dalam penguasaan kompetensi bidang usaha maupunk kecilnya keterampilan manajemen. 2. Tingkat kegagalan dan penyebabnya

(24)

3. Keterbatasan sumber daya

Keterbatasan sumber daya bagi pelaku usaha kecil telah merupakan hal yang sanagt umum. Keterbatasan tersebut bukan semata- mata dalam hal dana, peralatan fisik namun juga dalam hal informasi.

2.3 Biaya

Biaya (cost) merupakan sumber daya yang yang dikorbankan (sacreficed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu (Horngren et al. 2006). Hansen dan Mowen (1999) mendifinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi organisasi. Pada pengertian lain tetang biaya atau cost dinyatakan sebagai pengeluaran untuk memperoleh barang/jasa yang mempunyai manfaat bagi perusahaan lebih dari satu periode operasi (Rony 1990).

Menurut Garrison (1997) istilah biaya diartikan sebagai pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan barang atau jasa. Pengorbanan itu dapat diukur sebagai uang tunai yang dikeluarkan, sebagai uang tunai yang dikeluarkan, harta yang dialihkan, jasa yang diberikan dan sebagainya. Sedangkan Kuswadi (2005) menyebutkan bahwa biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga. Pada dasarnya perhitungan biaya mempunyai empat tujuan pokok, yaitu menilai persediaan, menghitung laba dan untuk membuat perencanaa dan pengendalian.

(25)

2.3.1 Penggolongan Umum Biaya

Biaya berkaitan dengan segala jenis organisasi, umumnya berbagai jenis biaya yang dikeluarkan dan cara penggolongan biaya itu akan bergantung pada jenis perusahaannya. Garrison (1997) mengelompokkan biaya pada laporan keuangan menjadi biaya produksi dan biaya non-produksi.

a. Biaya Produksi

Biaya produksi mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan dalam upaya pengubahan bahan mentah menjadi barang jadi melalui usaha para pekerja pabrik dan penggunaan peralatan produksi. Biaya produksi (harga pokok pabrik) terd iri atas tiga unsur dasar yaitu biaya bahan baku, biaya upah langsung dan biaya tak langsung pabrik.

1. Biaya Bahan Baku

Merupakan biaya dari bahan yang digunakan dan secara nyata dapat dengan mudah ditelusuri keberadaanya pada suatu produk (Garrison 1997). Suatu biaya produksi disebut biaya bahan baku langsung bila bahan tersebut merupakan bagian yang integral, dapat dilihat atau diukur secara jelas dan mudah serta ditelusuri baik fisik maupun nilainya dalam ujud produksi yang dihasilkan (Rony 1990). Misalnya kayu pada meja, pemakaian kertas dalam penerbitan majalah, pemakaian kulit/karet dalam industri sepatu dan lain- lain. 2. Biaya Upah Langsung

Upah tenaga kerja yang secara nyata dapat ditelusuri keberadaanya pada pembuatan suatu produk yang langsung ditangani. Menurut Rony (1990) suatu biaya produksi disebut biaya buruh langsung bila biaya itu dikeluarkan/ dibebankan karena adanya pembayaran upah pada buruh yang langsung ikut serta bekerja dalam membentuk produksi akhir. Misalnya para pekerja perakitan pada ban berjalan sebuah pabrik, upah buruh yang dibayar terhadap tukang yang langsung membentuk lemari/kursi atau meja dengan mem-pergunakan papan.

3. Biaya Tak Langsung Pabrik (Biaya Overhead Pabrik)

(26)

Misalnya biaya bahan pembantu, upah tak langsung, biaya sarana pabrik dan penyusutan gedung serta peralatan pabrik. Biaya overhead pabrik adalah semua biaya yang tidak berkaitan langsung dengan proses pembuatan produk (Kuswadi 2005).

Menurut Rony (1990) biaya overhead adalah semua biaya pabrik yang bukan bahan baku langsung dan buruh langsung yang timbul dan dibebankan terhadap pabrik karena sifatnya baik sebagai bagian yang memiliki eksistensi dalam produksi akhir maupun hanya memberikan pelayanan guna menunjang, memperlancar, mempermudah atau sebagai penggerak kegiata n itu sendiri. Biaya overhead pabrik meliputi:

a) Biaya sewa aset tetap pabrik (bangunan pabrik, peralatan, mobil, komputer dan sebagainya).

b) Biaya penyusutan, perbaikan, dan pemeliharaan aset tetap pabrik.

c) Gaji manajer produksi, manajer teknik, supervisor, pe gawai, sekertaris yang berkaitan dengan aktivitas produksi barang, honor akuntan dan lain-lain.

d) Biaya umum dan administrasi pabrik (alat-alat tulis/kantor, biaya telpon, biaya kebersihan dan lain- lain.

e) Biaya asuransi tetap pabrik dsb. b. Biaya Non-Produksi

Saat ini mulai digunakan teknik penetapan biaya di banyak bidang nonproduksi, karena perusahaan berusaha untuk dapat mengendalikan biaya mereka dengan lebih baik dan untuk menyediakan data biaya yang lebih bermanfaat bagi pimpinan. Umumnya biaya nonproduks i dikelompokkan lebih lanjut menjadi dua golongan:

1. Biaya Pemasaran dan Penjualan

(27)

2. Biaya Administrasi

Biaya Administrasi meliputi semua biaya pimpinan, organisasi, dan biaya tulis menulis yang menurut nalar tidak dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi atau pun pemasaran. Contoh biaya semacam ini adalah biaya penggajian tenaga pimpinan, akuntansi umum, hubungan masyarakat dan berbagai biaya serupa yang berkaitan dengan administrasi umum perusahaan secara keseluruhan.

2.3.2 Pengendalian Biaya

Untuk tujuan pengendalian, biaya sering dikelompokkan menjadi biaya variabel dan biaya tetap, biaya langsung atau tidak langsung, dan dapat dikendalikan atau tidak dikendalikan (Garrison 1997). Dari segi perencanaan dan pengendalian, cara yang paling bermanfaat untuk mengelompokkan biaya adalah menurut perilaku. Perilaku biaya berarti bagaimana sesuatu biaya akan beraksi terhadap perubahan tingkat kegiatan usaha. Berdasarkan perilakunya dalam hubungan dengan perubahan volume aktivitas, biaya dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

a. Biaya tetap (fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap tidak berubah dalam jumlah totalnya, tanpa mempedulikan perubahan tingkat kegiatan usaha. Kuswadi (2005) mendefinisikan biaya tetap sebagai biaya yang jumlahnya tidak berubah dalam rentang waktu tertentu, berapa pun besarnya penjualan atau produksi perusahaan. Tidak seperti biaya variabel, biaya tetap tidak terpengaruh o leh perubahan kegiatan dari masa ke masa. Dengan demikian, sewaktu tingkat kegiatan naik dan turun, jumlah total biaya tetap akan tetap konstan kecuali jika terpengaruh oleh suatu kekuatan luar, misalnya perubahan harga.

b. Biaya variabel (variable cost)

(28)

c. Biaya Semivariabel

Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Dalam prakteknya banyak biaya-biaya yang tidak dapat digolongkan ke dalam biaya vara ibel maupun biaya tetap, karenya biaya tersebut mengandung unsur biaya langsung dan biaya tetap. Biaya semivariabel jumlahnya akan semakin tinggi apabila volume kegiatan semakin tinggi dan semakin rendah jumlahnya bila volume kegiatan semakin rendah. Namun perubahan jumlah biayanya tidak proporsional dengan perubahan volume kegiatan. Contoh dari biaya semivariabel adalah biaya perbaikan dan perawaran mesin, biaya pemakaian dan perawatan kendaraan dan biaya telepon.

2.4 Analisis Cost-Volume-Profit (CVP)

Analisis cost-volume-profit (biaya-volume- laba) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan, karena analisis CVP menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual dan harga, maka semua informasi informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya (Hansen dan Mowen 2000). Metode Analisis CVP digunakan untuk menguji perilaku pendapatan total, biaya total, dan laba operasi ketika terjadi perubahan dalam tingkat output, harga jual, biaya variabel per unit, atau biaya tetap produk (Horngren et al. 2006).

Analisis CVP merupakan faktor kunci pada banyak keputusan, termasuk pemilihan jenis produk, penetapan harga jual produk, strategi pemasaran dan penggunaan fasilitas produksi. Mengingat kegunaannya yang demikian luas, maka analisis CVP jelas merupakan alat yang paling baik yang dimiliki manajer untuk menemukan kemampuan besarnya laba yang masih tersembunyi yang mungkin terdapat dalam sebuah organisasi atau perusahaan.

(29)

dikendalikan oleh perusahaan. Merencanakan dan mengendalikan laba melalui (Kuswadi 2005).

Menurut Hansen dan Mowen (2000) analisis biaya- volume-laba mengandalkan beberapa asumsi penting. Beberapa dari asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan linear dan fungsi biaya linear. b. Analisis mengasumsikan bahwa harga, total biaya tetap, dan biaya variabel

per unit dapat diidentifikasi secara akurat, serta tetap konstan sepanjang rentang yang relevan.

c. Analisis mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dapat dijual. d. Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan diketahui. e. Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti.

Analisis CVP membantu manajer untuk memahami perilaku biaya total produk, pendapatan total, serta laba operasi ketika terjadi perubahan tingkat output, harga jual, biaya variabel atau biaya tetap.

Horngren et al. (2006) menyebutkan bahwa ada tiga metode untuk memahami lebih mendalam tentang hubungan dan model CVP yaitu metode persamaan (equation method), metode marjin kontribusi dan metode grafik.

a. Metode Persamaan atau Equation Method

Analisis CVP dengan metode ini yaitu dengan cara memisahkan biaya total menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Persamaan yang digunakan adalah:

aba operasi Pendapatan Biaya variabel Biaya tetap (1)

b. Metode Marjin Kontribusi

Marjin kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari penghasilan penjualan setelah biaya variabel dikurangkan, yang dapat digunakan untuk membantu menutup membantu biaya tetap dan kemudian mendapatkan laba untuk periode yang bersangkutan (Garrison 1997). Menurut Hansen dan Mowen (2000) marjin kontribusi (contribution margin) adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variabel. Pada titik impas, marjin kontribusi sama dengan beban tetap. Persamaan yang digunakan adalah:

(30)

Marjin kontribusi per unit digunakan untuk menghitung marjin kontribusi dan laba operasi. Persamaannya adalah:

arjin kontribusi per unit arga jual Biaya variabel per unit ...(3)

Marjin kontribusi menunjukkan jumlah pendapatan dikurangi biaya variabel yang berkontribusi untuk menutup biaya tetap. Setelah semua biaya tetap dipulihkan, marjin kontribusi akan meningkatkan laba bersih. Selain menggambarkan marjin kontribusi dalam nilai uang per unit, majin kontribusi dapat pula digambarkan dalam bentuk persentase. Persentase marjin kontribusi (disebut juga rasio marjin kontribusi) adalah marjin kontribusi dibagi penjualan. Rasio marjin kontribusi menunjukkan proporsi dari setiap penjualan atau rupiah yang mampu menutup biaya tetap serta mengahasilkan laba.

Rasio marjin kontribusi arjin kontribusi per unit

arga jual per unit . (4)

Rasio marjin kontribusi arjin kontribusi

Pendapatan penjualan . . .( )

Marjin kontribusi digunakan untuk mengetahui BEP dengan persamaan:

BEP unit arjin kontribusi per unitBiaya tetap . (6)

Sedangkan BEP dalam rupiah ditentukan dengan persamaan:

BEP Rp Rasio marjin kontribusiBiaya tetap . . (7)

Marjin kontribusi juga dapat digunakan untuk mengetahui berapa unit produk yang harus dijual untuk memperoleh laba yang diinginkan, persamaannya adalah sebagai berikut:

Target volume unit Biaya tetap Target laba

arjin kontribusi per unit (8)

Target volume Rp Rasio marjin kontribusiBiaya tetap Target laba .. ( )

c. Metode Grafik

(31)

Masing- masing jenis biaya itu digambarkan sebagai sebuah garis pada grafik. Titik perpotongan dari kedua garis tersebut disebut titik impas.

2.4.1 Analisis Break Even Point

Break even point (BEP) atau titik impas adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya, yaitu titik di mana laba sama dengan nol ( Hansen dan Mowen 2000). Menurut Kuswadi (2005) break even point adalah titik yang menunjukkan kombinasi tingkat volume penjualan dan harga jual perusahaan, yang tidak mendapatkan laba ataupun merugi. Formulasi titik impas bermanfaaat dalam memproyeksi penjualan yang diingini dalam rangka merealisir proyeksi laba atau mengkalkulasi kerugian seminimal mungkin (Rony 1990).

Merencanakan dan mengendalikan laba melalui analisis BEP dapat dilakukan dengan analisis biaya total dan analisis biaya marjinal. Laba yang direncanakan, harus diikuti dengan pengendalian, apabila tidak, perencanaan laba akan menjadi tidak berarti. Pengendalian laba dapat dilakukan melalui analis is rasio-rasio keuangan yang dilakukan secara periodik (Kuswadi 2005).

Analisis CVP kadang-kadang secara sederhana disebut break even point analysis, namun hal ini patut disayangkan, karena analisis titik impas hanya merupakan salah satu bagian dari keseluruhan konsepsi analisis CVP. Tetapi, analisis ini merupakan bagian yang menentukan, dan dapat memberikan banyak pengetahuan kepada manajer mengenai data yang sedang dihadapinya (Garrison 1997). Persamaan BEP adalah sebagai berikut:

BEP B.Tetap

1 V (P. ) ..(10)

Analisis BEP sering digunakan dalam perencanaan keuangan, namun bukan berarti tidak dapat digunakan dalam hal lain misalnya dalam analisis laporan keuangan (Harahap 2008). Dalam analisis laporan keuangan metode ini dapat diggunakan untuk mengetahui:

a. Hubungan antara penjualan, biaya, dan laba b. Struktur biaya tetap dan variabel

(32)

d. Kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.

Dalam pemakaian breakeven analysis perlu disadari adanya keterbatasan yang dikandung metode ini. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga ini terkadang harus berubah sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran di pasar. Oleh karena itu harus dibuat analisis sensitivitas untuk harga jual yang berbeda.

b. Asumsi terhadap cost.

Penggolongan biaya tetap dan biaya variabel juga mengandung kelemahan. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap harus berubah karena pembelian mesin- mesin atau peralatan lainnya. Demikian juga perhitungan biaya variabel per unit juga akan dapat dipengaruhi perubahan ini.

c. Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis.

d. Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas.

e. Biaya variabel juga tidak selalu berubah sejajar denga perubahan volume. Ada beberapa hal yang harus difahami dalam menggunakan alat analisis titik impas yaitu:

a. Perubahan dalam biaya variabel per-unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas.

b. Perubahan dalam harga jual per-unit mengakibatkan perubahan dalam kontribusi marjin dan titik impas.

c. Perubahan dalam jumlah biaya tetap mengakibatkan perubahan dalam titik impas tapi tidak merubah kontribusi marjin.

d. Kombinasi perubahan biaya tetap dan variabel pada arah yang sama mengakibatkan perubahan tajam dan ekstrim pada titik impas.

2.4.2 Bauran Penjualan (Sales Mix)

(33)

jasa), pada perusahaan multiproduk jumlah unit yang harus terjual untuk mencapai titik impas tergantung pada bauran penjualan. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui sales mix adalah sebagai berikut:

al s Penjualan ( g)

Total Penjualan ( g) 100 ..(11)

Sementara itu untuk mengetahui titik impas, terlebih dahulu dihitung marjin kontribusi rata-rata tertimbang per unit (weighted avarage contribution margin / WACM) dengan persamaan sebagai berikut:

A per unit Total arjin kontribusiTotal penjualan .. ..(12)

Persamaan break even point analysis yang digunakan untuk multiproduk adalah:

BEP unit Total biaya tetap

arjin kontribusi rata rata tertimbang per unit ..(13)

Persamaan titik impas pendapatan untuk perusahaan multiproduk dengan menggunakan persentase marjin kontribusi rata-rata tertimbang (WACM) adalah sebagai berikut:

Persentase A arjin kontribusi totalPendapatan total ... .(14)

Pendapatan total untuk impas Persentase A Biaya tetap ...(1 )

2.5 Nata de coco

(34)

dalam bahasa Inggris berarti cream sehingga kemudian diartikan sebagai krim dari air kelapa. Di Indonesia nata de coco sering disebut juga sari air kelapa atau sari kelapa. Produk ini berasal dari Filipina kemudian pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1978, namun baru dikenal di pasaran pada tahun 1981 (Sutarminingsih 2004).

Proses pembuatan biakan murni bakteri Acetobacter xylinum dapat dilakukan secara laboratoris maupun secara sederhana. Secara sederhana media biakan ini dapat dibuat dari ampas nanas atau nira kelapa.

a. Media biakan murni dari ampas nanas

Bibit nata de coco dapat dibuat secara sederhana dengan jalan menumbuhkan bakteri Acetobacter xylinum pada media ampas nanas. Nanas yang digunakan adalah jenis nanas yang asam dan belum matang. Adapun cara pembuatannya adalah sebagai berikut. Sebuah nanas yang cukup besar dikupas dan diparut. Bubur nanas yang diperoleh dicampur dengan bakteri Acetobacter xylinum, kemudian diperas. Ampas diencerkan dengan 300 ml air matang dingin dan ditambah dengan 0.5 gelas gula pasir. Selanjutnya bubur ampas nanas tersebut dimasukkan ke dalam stoples, ditutup kain atau koran bersih, dan disimpan selama kurang lebih 28 hari pada suhu kamar sampai terbentuk lapisan atau gumpalan berwarna putih. Lapisan atau gumpalan putih inilah yang nantinya ditanamkan/dipindahkan ke dalam media sebagai calon bibit.

b. Media biakan murni dari nira kelapa

(35)

2.6 Analisis Tren

Analisis tren adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui tendensi atau kecenderungan keadaaan keuangan suatu perusahaan di masa yang akan datang baik kecenderungan naik, turun maupun tetap (Harahap 2008). Sedangkan menurut Juanda (2012) tren merupakan kecenderungan jangka panjang suatu peubah deret waktu yang secara grafis digambarkan sebagai garis atau kurva yang halus yang menunjukkan kecenderungan umum (naik atau turun) peubah deret waktu.

Teknik analisis ini biasanya digunakan untuk menganalisis laporan keuangan yang meliputi minimal tiga periode atau lebih.dan dari sini digambarkan trennya. Tren analisis ini biasanya dibuat melalui grafik, untuk itu perlu dibantu oleh pengetahuan statistik misalnya menggunakan linear programming, rumus chi square, rumus y = a + bx.

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui dan menilai situasi tren perkembangan yang terjadi pada perusahaan pada rentang perjalanan waktu yang sudah berlalu dan memprediksi situasi masa itu ke masa yang berikutnya. Berdasarkan data hisoris tersebut dapat dilihat kecenderungan tren yang mungkin akan muncul di masa yang akan datang.

Untuk melakukan analisis time series berindeks ini, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

a. Menggunakan metode statistik dengan cara mengitung garis tren dari laporan keuangan beberapa periode.

b. Menggunakan angka indeks.

Langkah- langkah yang dilakukan untuk analisis tren berindeks adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tahun dasar. Tahun dasar ini ditentukan dengan melihat arti suatu tahun bisa tahun pendirian, tahun perubahan atau reorganisasi dan tahun bersejarah lainnya. Pos-pos laporan keuangan tahun dasar dicatat sebagai indeks 100.

(36)

3. Memprediksi kecenderungan yang mungkin akan terjadi berdasarkan arah dari kecenderungan historis pos laporan keuangan yang dianalisis.

4. Mengambil keputusan mengenai hal–hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan itu.

Dalam melakukan analisis tren dapat pula digunakan alat bantu analisis yang tersedia pada software (perangkat lunak) Minitab versi 16. Pada perangkat lunak Minitab ini ada beberapa model yang umum digunakan untuk analisis tren, yaitu sebagai berikut:

a. Model Tren Linier

Tren linier adalah kecenderungan data yang perubahannya berdasarkan waktu adalah tetap (konstan). Untuk melihat tren linier jangka panjang sebaiknya digunakan suatu periode sekurang-kurangnya meliputi satu siklus agar tren yang diperoleh tidak dikacaukan oleh variasi siklus seperti konstraksi atau ekspansi. Secara grafis, model tren linier berbentuk pola garis lurus (linear). Misalnya, peubah Yt ingin dilihat pola tren jangka panjangnya, t merupakan peubah waktu, maka model untuk estimasi persamaannya:

t a bt (16)

b. Model Tren Kuadratik (quadratic)

Tren kuadratik adalah kecenderungan data yang kurvanya berupa lengkungan (curvature). Penggunaan tren kuadratik terjadi karena sering kali perkembang-an nilai suatu peubah yang dalam jangka pendek atau menengahnya berpola linier, menjadi tidak linier dalam jangka panjang. Secara matematis, tren kuadratik merupakan hubungan tak bebas dengan t dan t2. Model persamaannya adalah:

t 0 1t 2t2 .(17)

c. Model Tren Eksponensial (exponential growth)

(37)

Untuk peubah diskrit:

t 0 (1 1)t . (18)

Untuk peubah kontinu:

t 0 e p( 1t) .(1 )

Untuk memilih model yang tepat diantara tiga model tren tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat pada grafik time series, jika terlihat linier, maka digunakan model tren linier. Jika berbentuk kurva atau eksponensial, maka dipilih model tren quadratic dan exponential. Setelah hasil forecast (peramalan) diperoleh dengan menggunakan model yang telah dipilih, ketepatan hasil peramalan perlu diuji terlebih dahulu. Ada beberapa alat ukur akurasi untuk menilai ketepatan model, yaitu sebagai berikut:

a. Mean absolute percentage erorr (MAPE)

merupakan rata-rata dari keseluruhan persentase kesalahan (selisih) antara data aktual dengan data hasil peramalan. Ukuran akurasi dicocokkan dengan data time series, dan ditunjukkan dalam persentase.

b. Mean absolute deviation (MAD)

merupakan rata-rata dari nilai absolut simpangan. c. Mean squared deviation (MSD)

merupakan rata-rata dari nilai kuadrat simpangan data.

Semakin kecil nilai yang diperoleh ketiga alat ukur tersebut diatas, maka semakin baik forecasting (peramalan) yang digunakan.

2.7 Penelitian Terdahulu

(38)

mecapai target laba yang ditetapkan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut diketahui bahwa roti konde memberikan marjin kontribusi terbesar, sedangkan produk dodol arab asyidah memberikan marjin kontribusi terkecil. Selain itu kondisi keuangan a’ Nung Bakery selama periode bulan Desember 2010 berada di atas titik impas, sehingga mengalami keuntungan.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Yuniawaty (2012) dengan judul Kajian terhadap Perencanaan Pencapaian Laba dengan Metode Cost-Volume-Profit Analysis pada PD. Alam Lestari (Maureen). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan mengidentifikasi biaya-biaya operasional yang terjadi pada PD. Alam Lestari selama periode bulan Mei sampai September 2011, mengetahui dan menganalisis pertumbuhan penjualan produk, laba perusahaan, margin kontribusi, dan titik impas selama periode bulan Mei-September 2011 dan menganalisa penerapan analisis CVP pada perusahaan berdasarkan pertumbuhan biaya-biaya operasional dan pertumbuhan penjualan produk yang terjadi selama periode bulan Mei sampai September 2011. Hasil dari penelitian ini yaitu agar perusahaan mencapai laba maksimal setelah mengalami penurunan, maka dapat dilakukan analisis CVP untuk bulan Oktober 2011. Alternatifnya adalah menaikkan harga jual 5% dan volume penjualan tetap, menaikkan volume penjualan 10% dan harga jual tetap, dan menurunkan biaya tetap 15% dan menaikkan harga jual 5%. Dari ketiga alternatif tersebut yang dapat memberikan laba maksimal dengan titik impas kecil adalah alternatif menaikkan volume penjualan 10 persen dan harga jual tetap yaitu memberikan laba sebesar Rp 26.523.339 dengan titik impas lebih rendah dari pe njualan sebelumnya sebesar Rp 5.084.588.

(39)

cap adalah Rp 203.863.544 dengan unit titik impas 957 unit. BEP kain printing sebesar Rp 172.116.722 dengan unit titik impas 2.207 unit.

(40)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pe mikiran

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah yang pesat memberikan dampak yang kurang baik bagi usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami. Hal tersebut dapat terlihat dari laba hasil penjualan selai kelapa yang semakin menurun. Salah satu faktor yang mendorong hal ini terjadi adalah dikarenakan adanya pesaing baru yang terjun dalam dunia usaha ini. Melihat kecenderungan penurunan penjualan tersebut ibu Sriutami mulai berusaha untuk membuat produk baru dengan memanfaatkan limbah hasil produksi selai kelapa agar dapat bernilai ekonomis tinggi. Setelah mendapat binaan dari yayasan Kultum Organizer tentang pemanfaatan air kelapa menjadi nata de coco, usaha milik ibu Sriutami ini pun mulai memproduksi nata de coco sebagai produk baru dari usahanya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai laba yang menurun pada usaha mikro milik ibu Sriutami, diantaranya adalah biaya, harga jual produk dan besarnya volume penjualan yang dicapai. Faktor-faktor tersebut saling terkait satu sama lain. Jika biaya yang dikeluarkan untuk produksi suatu produk tidak efisien maka akan membuat harga pokok produksinya relatif tinggi yang akan berdampak tingginya harga jual produk tersebut. Harga jual produk akan berpengaruh pada seberapa banyak volume penjualan yang dapat dicapai, karena harga jual yang tinggi tidak dapat menjamin bahwa produk tersebut akan memberikan laba tinggi juga. Hal ini disebabkan oleh konsumen akan memilih produk yang memiliki kualitas sama atau lebih baik namun dengan harga yang lebih murah.

(41)

harga jual dan volume penjualan sehingga dapat diketahui titik impasnya, yang membuat UMKM tidak merugi ataupun mendapat keuntungan.

Setelah titik impas diketahui, selanjutnya dapat dilakukan cost-volume-profit analysis sehingga dapat dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan terbaik dalam upaya pencapaian laba yang optimal, yakni mengenai kebijakan harga jual dan volume penjualan yang harus dicapai. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pola alur pikir penelitian untuk membantu dalam mendefinisikan permasalahan yang terjadi pada usaha milik ibu Sriutami ini dan memetakan langkah- langkah yang dapat dilakukan sebagai solusinya. Diagram alur pikir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Selain menggunakan alur pikir penelitian, penulis juga membuat kerangka pemikiran penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Variabel

UMKM

Target Laba

Harga Jual Vo lu me

Penjualan Biaya

Tetap

Total Biaya

Total Pendapatan

Analisis CVP

(42)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada salah satu UMKM binaan Kultum Organizer yaitu usaha pengolahan kelapa menjadi selai kelapa dan nata de coco milik ibu Sriutami. UMKM ini bertempat di Kampung Cikarawang No. 31 RT 01/01 Desa Tegalwaru Ciampea, Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Oktober hingga bulan Desember 2012.

3.3 Jenis dan Sumbe r Data

Data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pemilik usaha. Sedangkan untuk data sekunder terbagi dua yaitu data sekunder yang bersifat kuantitatif yang berupa laporan keuangan, data-data biaya operasional dan pendapatan, serta data sekunder yang bersifat kualitatif yang berisi penjelasan dan keterangan.

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Untuk pengolahan data yang diperoleh, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menganalisis laporan biaya-biaya operasional yang terjadi serta besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh UMKM.

b. Memisahkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh usaha milik ibu Sriutami menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Untuk biaya campuran harus dilakukan pemisahan menjadi biaya tetap dan biaya variabel.

c. Membuat analisis BEP berdasarkan data penjualan dan biaya tetap maupun variabel, sehingga dapat menghasilkan gambaran titik dimana usaha milik ibu Sriutami tidak mengalami kerugian ataupun mendapat laba.

d. Membuat analisis CVP sehingga dapat diketahui langkah yang harus diambil usaha milik ibu Sriutami.

(43)

a. Menurunkan biaya variabel per unit produk (variable cost per unit )

Jika biaya variabel diturunkan, maka marjin kontribusi akan bertambah yang membuat laba akan menjadi lebih besar.

b. Menurunkan biaya tetap (fixed cost)

Salah satu cara untuk mendapat laba yang lebih besar adalah dengan menurunkan biaya tetap.

c. Menaikkan harga jual (price)

Menaikkan harga jual dapat digunakan dalam proses perencanaan laba yang lebih besar.

d. Menaikkan volume penjualan (quantity)

Untuk memperoleh peningkatan laba, maka volume penjualan harus ditingkatkan, setelah penjualan mencapai BEP makan peningkatan penjualan akan menambah laba yang akan dihasilkan.

(44)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah UMKM Ibu Sriutami

Usaha pengolahan kelapa miliki ibu Sriutami merupakan salah satu anggota dari Kultum Organizer yang merupakan sebuah yayasan yang bertujuan untuk membangun jiwa kewirausahaan sosial (social entrepreneur) di wilayah desa Tegalwaru dan mulai bergabung pada pertengahan tahun 2007. Usaha milik ibu Sriutami ini didirikan pada tanggal 17 Januari 2007. Berawal dari tawaran menjadi mitra kerja dari salah satu perusahaan roti yang ada di Bogor yaitu perusahaan roti GS yang saat itu sedang mencari pemasok selai kelapa untuk salah satu varian roti yang diproduksinya yaitu roti isi selai kelapa. Bentuk kemitraan yang ditawarkan adalah pihak perusahaan roti GS akan membantu dalam penyediaan alat-alat yang dibutuhkan UMKM milik ibu Sriutami untuk memproduksi selai yang nantinya dapat dibayar dengan cara diangsur, sementara itu untuk pihak UMKM memiliki kewajiban untuk menjual hasil produksi selai kelapanya hanya untuk perusahaan roti GS.

Pada awal produksi, permintaan selai kelapa dari perusahaan roti GS adalah sebanyak satu setengah ton per hari. Namun keadaan ini tidak berlaku pada bulan-bulan tertentu seperti pada bulan-bulan juli yang merupakan bulan-bulan liburan sekolah dan pada bulan ramadhan. Pada bulan-bulan tersebut perusahaan roti GS menurunkan permintaannya ataupun sampai tidak memerlukan sama sekali karena produksi roti isi selai kelapa dihentikan. Menjelang akhir tahun 2007 permintaan dari perusahaan roti GS untuk memasok selai kelapa turun sedikit demi sedikit karena banyaknya UMKM sejenis yang mulai bermunculan dan turut menjual produk selai kelapa kepada perusahaan tersebut sehingga membuat laba yang diperoleh makin menurun.

(45)

dalam skala besar. Hasil produksi yang diperoleh dari produk baru ini cenderung baik kecuali pada musim penghujan. Di musim penghujan b iakan nata de coco banyak yang tidak tumbuh karena suhu ruangan tempat pembiakan cenderung lembab dan sehingga hasil yang diperoleh dari nampan tempat nata de coco dibuat tidak maksimal dan terkadang ada yang tidak tumbuh sama sekali.

Berbeda dengan sistem penjualan pada selai kelapa yang memiliki mitra kerja perusahaan roti GS, untuk produk nata de coco penjualannya dilakukan pada UMKM pengumpul nata de coco dan berdasarkan pesanan perusahaan lain. Harga jual pada pengumpul dan pesanan dari perusahaan nata de coco cenderung stabil. Bila dilihat berdasarkan kriterianya, UMKM ini termasuk dalam kategori usaha kecil karena sebagaimana kriteria usaha kecil yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2.5 milyar rupiah.

4.2 Proses Produksi

Dalam melakukan proses produksi selai kelapa dan nata de coco memerlukan bantuan tenaga mesin untuk merubah bahan baku menjadi produk jadi. Berikut ini merupakan proses produksi dari masing- masing produk :

a. Selai kelapa

Dalam proses produksi selai kelapa untuk satu tungku diperlukan bahan-bahan sebagai berikut: 110 kg kelapa kelapa yang sudah diparut, 35 kg gula pasir, 10 kg gula cair, 3 kg tepung ketan, 3 kg tepung tapioka, garam dan 3 sendok pewarna makanan hijau serta obat-obatan. Semua bahan dicampur jadi satu dan diaduk, kemudian dimasak di tungku sambil terus diaduk. Setelah tiga setengah jam adonan diangkat dan didinginkan kemudian dikemas dalam dus plastik ukuran 10 kg.

b. Nata de coco

Dalam proses produksi nata de coco dilakukan langkah- langkah sebagai berikut:

(46)

a) Agar (15-18 g) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa, kemudian dipanaskan sampai larut. Setelah itu ditambahkan ekstrak ragi (5 g) dan diaduk sampai larut (larutan a).

b) Gula (75 g) dan asam asetat (5 ml) dimasukkan ke dalam 500 ml air kelapa segar yang lain dan diaduk sampai gula larut (larutan b).

c) Larutan (a) sebanyak 3-4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian tutup dengan kapas. Larutan (b) 3-4 ml juga dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lain, kemudian ditutup dengan kapas. Masing- masing disterilkan pada suhu 1210C selama 20 menit.

d) Setelah selesai sterilisasi dan larutan tidak terlalu panas lagi, larutan (a) dituangkan ke larutan (b) secara aseptis. Setelah itu 1 tabung berisi larutan (b) diletakkan secara miring untuk membuat agar miring dan ditunggu sampai agar mengeras.

e) Inokulum Acetobacter xylinum diinokulasikan pada agar miring di atas. Kemudian diinkubasikan pada suhu kamar atau pada suhu 300C sampai tampak pertumbuhan bakteri serupa keloid mengkilat dan bening pada permukaan miring.

2. Adapun cara pembuatan nata de coco untuk satu dandang adalah sebagai berikut:

a) Siapkan 90 liter air kelapa segar yang sudah disaring terlebih dahulu. b) Tambahkan 600 gram gula pasir lalu didihkan.

c) Dinginkan hingga mencapai suhu kamar. Lalu tambahkan 300 ml asam cuka sampai diperoleh derajat keasaman (pH) 3-4. Asam ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang baik untuk kerja mikroba Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum adalah starter yang sangat menentukan keberhasilan produk nata de coco. Bakteri ini dibuat dari ampas nanas yang diperam selama 2- 3 minggu.

(47)

4.3 Volume Penjualan

Pada awal didirikannya usaha milik ibu Sriutami ini hanya memproduksi satu produk saja yaitu selai kelapa. Namun sejak tahun 2008 usaha kecil ini mulai memproduksi produk baru yaitu nata de coco. Sistem penjualan untuk produk selai kelapa dilakukan dengan cara kemitraan. Perusahaan roti GS merupakan perusahaan yang menjadi mitra UMKM ini semenjak awal didirikannya. Sistem kemitraan yang diterapkan yaitu bagi perusahaan roti GS berkewajiban untuk membantu memberikan bantuan peralatan operasional untuk produksi selai kelapa, sedangkan kewajiban dari UMKM adalah menjadi pemasok dan hanya akan menjual produk selai kelapanya kepada perusahaan tersebut.

Total penjualan dari produk selai kelapa sangat tergantung dengan besar kecilnya permintaan perusahaan roti GS. Pada bulan-bulan tertentu produk ini tidak diproduksi karena pihak roti GS meminta agar tidak memasok selai kelapa. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut permintaan terhadap roti dipasaran turun, misalnya pada bulan ramadhan. Berbeda halnya dengan produk nata de coco, penjualan untuk produk ini dilakukan langsung pada UMKM pengumpul nata de coco dan juga berdasarkan pesanan perusahaan lain.

Produk selai kelapa dan nata de coco dijual dengan harga yang berbeda. Produk selai kelapa dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram sedangkan untuk nata de coco dijual Rp 1.500 per kilogram. Adapun rincian kapasitas penjualan usaha milik ibu Sriutami pada bulan April sampai dengan Desember 2012 yang ditampilkan per triwulan adalah sebagai berikut :

Tabel 2 Kapasitas penjualan bulan April−Desember 2012

No. Jenis Produk

Kapasitas penjualan (unit Kg)

Triwulan 1

(April−Juni) Triwulan 2 (Juli−Sept) Triwulan 3 (Okt−Des)

1. Selai kelapa 19.760 10.140 18.980

2. Nata de coco 79.040 67.080 75.920

Total 98.800 77.220 94.900

Su mber : UMKM ibu Sriuta mi (2012)

(48)

disebabkan pada periode ini produk selai kelapa tidak diproduksi tepatnya pada bulan Juli dan Agustus.

Volume penjualan usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami pada bulan April sampai dengan Desember 2012 per triwulan ditampilkan pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3 Volume penjualan bulan April−Desember 2012

No. Jenis Produk

Penjualan (Rp) Triwulan 1

(April−Juni) Triwulan 2 (Juli−Sept) Triwulan 3 (Okt−Des)

1. Selai kelapa 197.600.000 101.400.000 189.800.000

2. Nata de coco 118.560.000 100.620.000 113.880.000

Total 316.160.000 202.020.000 303.680.000

Su mber : UM KM ibu Sriutami (2012)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa penjualan pada triwulan satu hingga ketiga cenderung fluktuatif. Penjualan tertinggi terjadi pada triwulan pertama yaitu pada periode April sampai dengan Juni 2012. Pada periode ini kedua produk diproduksi cukup tinggi. Pesanan selai kelapa maupun nata de coco cukup tinggi pada periode ini bila dibanding dengan periode yang lainnya. Hal tersebut menyebabkan perolehan penjualan meningkat cukup tinggi.

Namun berbeda halnya pada periode triwulan kedua yaitu bulan Juli sampai dengan September 2012, pada periode ini perolehan penjualan mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh tidak diproduksinya produk selai kelapa pada bulan Ramadhan yang jatuh pada bulan Juli hingga Agustus. Sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya perusahaan roti GS meminta UMKM milik ibu Sriutami untuk tidak memasok selai kelapa selama bulan ramadhan. Penyebab lain dari kemerosotan penjualan pada periode ini adalah jumlah hari libur kerja yang cukup banyak dalam menyambut libur hari raya Idul Fitri.

(49)

Tabel 4 Persentase unit penjualan periode April−Desember 2012

Selai kelapa 197.600.000 101.400.000 189.800.000 Nata de coco 118.560.000 100.620.000 113.880.000 2. Persentase (%)

Selai kelapa 62,50 50,19 62,50

Nata de coco 37,50 49,81 37,50

Sumber : UMKM ibu Sriuta mi (2012)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa presentase volume penjualan terbesar pada periode triwulan satu dan tiga adalah selai kelapa yaitu sebanyak 62.50% sedangkan nata de coco hanya sebesar 37.50%. Pada triwulan dua persentase unit penjualan dari masing- masing produk tidak terlalu jauh berbeda yaitu 50.19% untuk selai kelapa dan 49.81% untuk nata de coco.

4.4 Biaya Operasional Bulan April−Desember 2012

Biaya operasional merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan kelapa milik ibu Sriutami dalam melakukan kegiatan produksinya. Dalam penyajiannya biaya operasional ditampilkan per triwulan. Biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan pertama (April−Juni 2012) meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya listrik, biaya gas, dan biaya kemasan. Adapun rincian biaya operasional yang terjadi selama periode triwulan pertama ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Biaya-biaya triwulan 1 (April−Juni 2012)

No. Biaya Jumlah (Rp)

1. Biaya Bahan Baku Langsung

- Kelapa 33.440.000

- Air Kelapa 27.360.000

- Gula Pasir 84.056.000

- Gula Cair 13.072.000

(50)

Lanjutan Tabel 5

- Tepung Terigu 2.508.000

- Cuka 752.400

- ZA 342.000

- Bahan Pelengkap 5.016.000

2. Biaya Tenaga Kerja Langsung 37.772.000

3. Biaya Listrik 2.460.000

4. Biaya Gas 2.702.000

5. Biaya Kemasan 19.760.000

6. Biaya Penyusutan

Berdasarkan Tabel 5 tersebut dapat diketahui bahwa biaya operasional tertinggi yang terjadi pada periode triwulan pertama adalah biaya yang berasal dari bahan baku langsung yaitu gula pasir, sebanyak Rp 84.056.000. Hal tersebut dikarenakan jumlah gula pasir yang diperlukan dalam produksi selai kelapa memang cukup banyak. Dalam satu kali proses pembuatan selai kelapa satu tungku memerlukan gula pasir sebanyak 35 Kg, setiap hari UMKM ini memproduksi dua tungku selai kelapa. Sehingga dalam satu hari, unit produksi selai kelapa ini rata-rata menghabiskan gula pasir sebanyak 70 Kg.

Biaya operasional terbesar kedua pada periode ini adalah biaya tenaga kerja langsung yaitu sebesar Rp 37.772.000. Biaya tersebut digunakan untuk membayar upah pegawai harian yang terlibat langsung dalam proses produksi. Total pegawai yang dipekerjakan oleh UMKM milik ibu Sriutami ini adalah sebanyak 19 orang tenaga kerja. Tenaga kerja pada UMKM ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tenaga kerja untuk proses produksi selai kelapa yang berjumlah 12 orang dan nata de coco berjumlah 7 orang.

(51)

biaya penyusutan peralatan produksi yaitu metode garis lurus dengan persamaan tidak lagi mampu memberikan aliran manfaat ekonomisnya lagi bagi perusahaan

Umur ekonomis : lama waktu suatu mesin dapat dipakai dan masih menguntungkan secara ekonomis.

Perhitungan biaya penyusutan peralatan yang terjadi pada masing- masing mesin operasional yang dimiliki oleh UMKM milik ibu Sriutami ini dengan metode garis lurus ditampilkan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Biaya penyusutan peralatan

No. Peralatan Harga beli

Sumber : UMKM ibu Sriuta mi (2012)

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 6 di atas diketahui bahwa peralatan yang digunakan untuk produksi mengalami biaya penyusutan per bulan dengan total sebesar Rp 295.667. Sehingga untuk total biaya penyusutan peralatan per triwulannya adalah sebesar Rp 887.000.

Gambar

Tabel 1  Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah tahun 2008−2011
Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 5  Biaya-biaya triwulan 1 (April−Juni 2012)
Tabel 7  Biaya-biaya triwulan 2 (Juli-Sep 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang diperoleh dari berbagai pus- taka dan literatur, maka diperoleh analisis yang terdiri dari proses input suara, akuisisi, verifika- si, output data suara,

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiono, 2008). Suatu alat ukur dapat di katakan mempunyai validitas tinggi

Kymlicka, Will, “Pengantar” dalam, Teori Keadilan: Suatu Pengantar Ke Arah Filsafat Politik Kontemporer , Pengantar dan Penerjemah: Agus Wahyudi, (dari judul asli:

Penerapan analisis liner berganda dalam penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh tiga variabel bebas yakni kualitas produk, harga dan

Maya Hirai School of Origami mendapat ide dan juga inovasi seni melipat origami yang berasal dari buku, CD, internet atau tiba-tiba saja membuat origami dan menemukan ide atau

Modal adalah salah satu kata kerja bantu atau helping verb yang menambah makna struktural atau makna semantik terhadap kata kerja yang memiliki makna lebih terhadap kata

)piglotis Tidak dilakukan Plia Voalis Tidak dilakukan Artenoi Tidak dilakukan Ventrilar /an Tidak dilakukan Pita Sara Tidak dilakukan Ri#a +lotis Tidak

Dalam rangka keterbukaan informasi yang wajib dipenuhi oleh Perseroan sebagaimana PERATURAN IX.E.2, maka keterbukaan informasi ini disampaikan kepada para pemegang