UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG
KERTAS KARYA
Dikerjakan
O
L
E
H
ADE KHAIRUNNISA
NIM : 122203002
PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG D-III
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kertas karya ini guna untuk melengkapi syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya
pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini “ Upacara
Kelahiran Di Jepang”.
Penulis menyadari bahwa kertas karya ini jauh dari sempurna, baik dari
pengkajian kalimat, penguraian materi, dan pembahasan masalah.Tetapi berkat
dan bimbingan berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu terutama kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis,M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Zulnaidi,S.S.,M.Hum. selaku Ketua Program Studi Diploma III
Bahasa Jepang, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Nandi S. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu dan fikirannya untuk membimbing dan memberikan
petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini..
4. Bapak Muhammad Pujiono.M.Hum.PhD Selaku dosen Pembaca yang
telah memberikan pengarahan, kritik dan saran yang sangat bermanfaat
bagi penyelesaian kertas karya ini.
5. Untuk keluarga tersayang : Ayahanda Hamdani dan teristimewa Ibunda
Darmiah, Abang herizal, dan kakak Elsa putrid yang telah banyak
memberikan pelajaran hidup, semangat dan dukungan yang tidak pernah
ada hentinya sehingga penulis menjadi seperti sekarang ini.
6. Untuk sahabat-sahabat yang telah membuat penulis selalu semangat dalam
mengerjakan tugas akhir ini dan terima kasih sudah banyak membantu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas semua bantuan
yang telah diberikan kepada penulis.Akhirnya penulis berharap semoga kertas
karya ini dapat menambah dan memperluas pengetahuan kita semua, terima kasih.
Medan, Juni 2015
(Ade Khairunnisa)
Nim: 122203002
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………...……....i
DAFTAR ISI……….. iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul………..1
1.2 Batasan Masalah………3
1.3 Tujuan Penulisan………...3
1.4 Metode Penulisan………..3
BAB II GAMBARAN UMUM UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG 2.1 Legenda kepercayaan yang menyangkut kehamilan…….5
2.2 Tempat Persalinan………...6
2.3 Fungsi Upacara………..8
BAB III UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG 3.1 Sebelum upacara kelahiran………...9
3.2 Pada saat kelahiran………..10
3.3 Setelah upacara kelahiran………....12
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan………..……18
4.2 Saran………....19
DAFTAR PUSTAKA
Upacara Kelahiran Di Jepang
ABSTRAK
Kertas karya ini membahas tentang Upacara Kelahiran Di Jepang dengan
tujuan untuk mengetahui tata cara sebelum upacara kelahiran, pada saat kelahiran,
setelah upacara kelahiran. Di Jepang banyak legenda yang mempercayai yang
menyangkut kehamilan seperti , jika seorang ibu memakan sebuah lobak dengan
garpu maka ia akan mendapatkan anak kembar. Di Jepang sekarang melahirkan
tidak di Ubuya lagi melainkan di rumah sakit karena ubuya di percayai tempat
yang kotor untuk wanita yang baru pertama melahirkan.Akan tetapi melahirkan
sekarang mengambil di kamar ibu yang mengandung tersebut.
Dalam upacara di Jepang, sebelum upacara kelahiran mereka
mempersiapkan tempat untuk ia melahirkan biasanya tempat yang dipersiapkan di
rumah ibunya sendiri. Ketika kelahiran tampak lebih sulit dari seorang wanita
yang baru pertama melahirkan maka seseorang menjatuhkan bola nasi untuk
memperlancar proses kelahiran tersebut. Tetapi biasanya sebelum kelahiran di
Jepang itu sendiri suaminya mengelilingi rumah membawa lesung atau alat
penumbuk untuk menahannya agar proses kelahiran berjalan dengan lancar.
Setiap kelahiran bayi biasanya dipercayai diberi hadiah untuk dewa
kelahiran karena tanpa kehadiran dewa kelahiran tidak ada kelahiran yang akan
mendapatkan tempat untuk melahirkan. Dari zaman kuno tali pusatnya dipotong
dengan pisau bambu lalu diikat dengan kain yang berwarna merah dan putih
Setelah upacara kelahiran pertama kali bayi memakai baju pada hari hari
ketiga atau kadang hari ketujuh setelah kelahiran.Biasanya pada hari ketiga di
undang sanak family atau keluarga untuk membantu memandikan bayi pada hari
ketiga.Setelah hari ketujuh bayi langsung dibawa keluar untuk di perkenalkan
kepada dewa kelahiran disepanjang dapur dan ruang tamu. Bayi yang dibawa
keluar dari rumah akan dibawa kerumah saudara-saudaranya untuk diberikan uang
yang berbentuk tangkai, Biasanya ketika bayi berumur 7 bulan ia akan dibawa ke
kuil Shinto untuk diperkenalkan kepada dewa perlindung.
Bayi laki-laki dan bayi perempuan dibawa berbeda ke kuil Shinto, karena
bayi belum keseluruhannya bersih dari polusi kelahiran pada waktu itu.Bayi
laki-laki dibawa ke kuil Shinto pada hari ke 31 dan bayi perempuan dibawa ke kuil
日本での出産式
このろんぶんは日本での出産式について説明して出産式の前、出産
式の中、出産式の後の芳樹知るための目的がある。日本で妊娠のっこと尾
新自邸るものが足りがたく差なって、すなわちスフはフォークで大根を食
べたら、双子を住んで市末端女性は日本で出産指揮で生まないが病院で生
む出産式は始めて生む女性のために、きたない場所と信じられているから
である。
日本での出産式の中で、出産式のまえに、彼らは生むために場所を
用後尾して、仏用後用意する場所は自分のお母さんの家である。女性は始
めて生みにくいとき、誰かは出産指揮のプレゼントを良くするために、ご
はんを王を客とす。しかし、ふつうむまえに、ごはんは出産式のフロセス
量句するように引き留めるために牧牛を特って家を回る。
各赤ちゃんの出産は出産の神にフレゼントを上げると字られている
。なぜならば、出産野神がいなければ、う無ために場所を出産がないから
である。古い時化にへその畑で切られて、赤くて白いられて、出産のあと
、出産の神があげるフゼントのようである。最初赤ちゃんは三日目に服を
茶る。それとも、七日目に服をちゃくる。ふつう、三日目二赤ちゃんをビ
ルために家右か親類を町する。
七日目のあと、赤ちゃんは台所と客間で外へ特て行く。家から特つ
う、あかちゃんは七か月のとき、神にするために神社へ特て行く。男の赤
ちゃんと女の赤ちゃんは神社へ特て行く。
男の赤ちゃんと女のあかちゃんは神社へ特つて行くのがなぜならば
、赤ちゃんは出産からまた産む手の体がきれいっじゃないからである。
男野赤ちゃんは傘寿一日目に神社へ特つ行て、女野赤ちゃんは傘寿
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Alasan Pemilihan Judul
Jepang adalah sebuah Negara kepulauan yang pulaunya berjumlah
kira-kira 4000 buah pulau besar dan kecil, luas wilayahnya sekitar 370.000 km.
Kepulauan Jepang terletak disebelah utara belahan bumi, yang membujur dari
selatan yaitu mulai dari daerah kepulauan Okinawa yang berbatasan dengan
kepulauan Rusia. Kemudian disebelah barat adalah laut China dan di sebelah
timur adalah lautan pasifik.
Jumlah penduduk Jepang pada masa Restorasi Meiji (1868) adalah 33 juta
orang, namun pada tahun 1990 meningkat menjadi 123.612.000 orang. Angka ini
menduduki peringkat ke-7 dalam jumlah penduduk terbanyak di dunia. Di antara
pulau-pulau besar utama di Jepang, kepadatan yang paling tinggi terletak dipulau
Honshu, pulau Kyushu dan pulau shikoku. Penyebaran penduduk pada abad lalu
masih merata.
Sejarah Jepang adalah berarti Jepang dalam proses waktu perkembangan.
Jepang berasal dari bacaan huruf Nihon atau Nippon ,Yipun, Jipun, Jepun, Jepang,
Yapan, atau Japon. Nippon adalah sebutan dari orang Kajin atau China.karena
Jepang berada disebelah timur China, atau asal munculnya matahari. Ketika itu
orang Jepang disebut dengan orang wa atau Wajin.
Jepang mengenal 4 musim yaitu musim panas (natsu) Juni, Juli, Agustus,
dan musim gugur (aki) bulan September, Oktober, dan November.Musim dingin
(fuyu) bulan Desember, Januari, Febuari, kemudian musim semi (haru) bulan
Maret, April dan bulan Mei.Karena wilayah Jepang terletak didaerah subtropics
belahan bumi utara, maka ketika matahari berada di belahan bumi utara yaitu
bulan Juni, Juli dan Agustus.
Sebagai negara yang telah berhasil membangun di hampir semua bidang,
Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya tradisionalnya. Dua hal
yang dapat diperlihatkan pada kehidupan Jepang: budaya material yang cenderung
mengikuti budaya barat sehingga akhirnya mampu menyejajarkan diri dengan
Amerika atau Eropa dan budaya spiritual yang tidak banyak mengalami
perubahan sampai saat ini. Jepang juga disebut dengan negara yang berwajah
dua,tetapi di pihak lain masyarakat Jepang masih banyak melakukan kegiatan
ritual seperti tampak dalam kesenian tradisional yang telah ada sejak zaman kuno.
Upacara kelahiran di Jepang merupakan upacara yang ditujukan agar proses
kelahiran dapat berlangsung dengan lancar dan ibu serta anak yang
dilahirkan,tetapi ada juga sebelum dan sesudah kelahiran dapat selamat dari maut
.Upacara ini dilaksanakan tidak hanya pada waktu bayi dilahirkan, upacara ini
adalah sebagai ungkapan kebahagian atas kehadiran si kecil di dunia.Kelahiran
biasanya mengambil tempat dikamar ibu yang mengandung tersebut. Dahulunya
wanita melahirkan dengan cara berlutut.
Penulis memilih judul Upacara Kelahiran di Jepang, karena penulis ingin
mengetahui tatacara upacara kelahiran dari awal kehamilan hingga sampai saat
kelahiran tiba hingga sebelum kelahiran. Dan juga ingin mengetahui
pantangan-pantangan disaat upacara kelahiran itu sendiri.Dari pemaparan yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penulis berminat ingin membahas tentang upacara
kelahiran di Jepang ini, melalui kertas karya yang berjudul “ UPACARA
KELAHIRAN DI JEPANG “
1.2Tujuan Penulisan
Tujuan penulis mengangkat Upacara Kelahiran di Jepang sebagai judul
kertas karya adalah:
1. Untuk mengetahui tata cara sebelum upacara kelahiran di Jepang.
2. Mengetahui tata cara pada saat kelahiran di Jepang.
3. Untuk mengetahui tata cara setelah kelahiran di Jepang.
1.3 Batasan Masalah
Pada kertas karya ini penulis hanya membahas tentang Upacara Kelahiran
di Jepang. Cara-cara tentang kelahiran di Jepang mulai dari legenda kepercayaan
yang menyangkut kehamilan, tempat persalinan, sebelum upacara kelahiran, pada
saat kelahiran dan setelah upacara kelahiran, sampai anak berusia 1 tahun.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunan kertas karya ini penulis menggunakan metode
kepustakaan (Library research) yakni pengumpulan data atau informasi dengan
membaca buku sebagai referensi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
dibahas. Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum kemudian dideskripsikan
kedalam kertas karya ini.
BAB II
GAMBARAN UMUM UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG
2.1 Legenda Kepercayaan yang Menyangkut Kehamilan
Di Jepang sampai sekarang masih mempercayai legenda-legenda atau
ramalan yang menyangkut kelahiran dan itu dimulai sejak masa
kehamilan.Adapun tujuannya adalah untuk memohon kepada dewa.Permohonan
agar di berikan keturunan bagi pasangan suami istri muda, diucapkan oleh
beberapa temannya pada saat pidato ucapan selamat yang dilakukan ketika resepsi
pernikahan.Ini merupakan pemandangan yang disebut sebagai perayaan persiapan
(Yoiwai) bagi kelahiran dan kehamilan.Tetapi tidak sedikit juga yang sulit hamil.
Pada zaman ketika melahirkan keturunan sebagai satu-satunya cara bagi seorang
mempelai perempuan mendapat kedudukan yang stabil dalam keluarga, seorang
mempelai perempuan yang tidak dapat memberikan keturunan, akan terus
menerus berdoa kepada para dewa budha, atau meminta bantuan secara magis.
Mereka melakukan berbagai cara misalnya masuk ke kolam air panas yang
dipercaya dapat melancarkan memiliki anak, bahkan naik ke pohon keramat. Atau
menyimpan jerami dari tempat melahirkan, makan beras untuk melahirkan, dan
menimang nimang bayi agar mendapat berkah dari orang yang sudah melahirkan.
Pada kehamilan bulan ke 5 dirayakan perayaan yang dikenal dengan Obi
Iwai ibu mulai menggunakan iwata Obi (Iwata sash). Seperti anjing yang di
percayai mudah melahirkan , perayaan ini dilakukan pada hari anjing sesuai
dengan tanda 12 zodiak. Bidan mulai membantu “Sash” Pada hari itu biasanya
suami menjadi koki pada perayaan tersebut.
Ada berbagai legenda kepercayaan yang dikaitkan dengan kehamilan. Ada
beberapa jenis makanan yang tabu berdasarkan bentuk dan kualitas makanan
tersebut. Contohnya , jika ibu mengandung makan 2 porsi kastanye atau makan
lobak dengan garpu, maka ia akan mendapat anak kembar, memakan daging
kelinci atau minum teh langsung dari ceret akan menyebabkan bibir sumbing. Jika
memakai jelly akan menyebabkan bayi lahir dengan penyakit lupus. Seorang ibu
yang mengandung bayi perempuan akan memiliki raut wajahyang lembut,
Sedangkan yang mengandung bayi laki-laki akan memiliki raut wajah yang tegas,
jika janin berada disamping kiri akan melahirkan bayi laki-laki, jika janin berada
disamping kanan akan melahirkan bayi perempuan.
2.2 Tempat Persalinan
Tempat persalinan di Jepang ada bermacam-macam.Tetapi tempat
persalinan dulu dan sekarang telah mengalami perubahan tempat, melahirkan di
Jepang nampak sekali pada 50 tahun belakangan ini. Sekarang tempat melahirkan
bukan lagi di Ubuya, karena Ubuya dipercayai tempat yg tidak bersih untuk
wanita yang baru pertama kalinya melahirkan, maka sudah berubah yaitu di
rumah sakit dengan menggunakan alat-alat medis yang mutakhir. Oleh karena itu
walaupun seandainya didapati berbagai kelainan dalam kondisi melahirkan, sudah
dapat ditangani dengan baik.Demikian juga dengan fasilitas-fasilitas tempat
melahirkan banyak yang sudah menyamai fasilitas hotel.Sebelum perang dunia
kedua orang Jepang banyak melahirkan di ubuya, tetapi pada akhir perang dunia
kedua berubah, kebanyakan wanita melahirkan dirumah bukan lagi di ubuya.
Dalam cerita Kojiki (712) dan Nihonshoki (720), juga sudah ditemui
tentang adanya ubuya, pada waktu itu didirikan ditepi pantai. Di ubuya ini ada
yang bekerja sebagai penolong orang yang sedang melahirkan. Kemudian
dijelaskan bahwa pada zaman dahulu ubuya bukan hanya ditempati oleh orang
yang akan melahirkan tetapi juga ditempati oleh orang yang sedang datang bulan.
Adapun alasan didirikannya ubuya ini adalah karena adanya pemikiran kecemaran
dan kesucian dalam pemikiran shintois di Jepang. Darah adalah sesuatu yang
kotor, oleh karena itu supaya anggota keluarga tidak tercemar, maka orang
melahirkan di Ubuya. Kemudian api yang dipergunakan untuk memasak di ubuya
juga dianggap sudah tercemar, oleh karena itu api tersebut tidak boleh
dipergunakan memasak dirumah. Sampai tahun 1960, kira-kira separuh dari
wanita Jepang melahirkan dirumah yang dibantu oleh ibu-ibu tetangga mereka
yang berpengalaman.
Kelahiran biasanya mengambil tempat dikamar ibu yang mengandung
tersebut di daerah pertanian.Tempat kelahiran dengan menyebar jerami disudut
kamar dengan lantai yang kotor.Dibanyak tempat struktur pembatas digunakan
untuk tujuan ini , beberapa jarak dari rumah untuk membuat ibu yang
mengandung untuk beristirahat.Tetapi kebiasaan ini sudah jarang terlihat dan
sering dibagi pada komunitas , dikenal dengan istilah lain yaitu Betsu
(memisahakan rumah), Taya (rumah ladang), dan Debeya (gubuk
coplok).Kadang-kadang wanita dikirim ke gubuk ini sebelum melahirkan,
biasanya tempat kelahiran berada di keluarganya dengan memindahkan tatami
(pasangan) dan menempatkan mereka pada lembaran jerami dimana jerami
2.3 Fungsi Upacara
Setiap perlaksanaan acara atau upacara disuatu daerah atau Negara sudah
bisa dipastikan memiliki tujuan dan fungsinya masing-masing.Begitu juga dengan
upacara kelahiran di Jepang. Fungsi upacara di Jepang adalah: Untuk
mengetahui bagaimana cara masyarakat jepang menyambut kelahiran anak
mereka , supaya keluarga berkumpul pada saat anak dilahirkan kedunia ini.
Dibagian barat Jepang perayaan upacara disebut (yoiwai) pemberian kehormatan
kepada bayi yang baru lahir,pada upacara ini bayi diberi makanan untuk pertama
BAB III
UPACARA KELAHIRAN DI JEPANG
3.1 Sebelum Upacara Kelahiran
Di Jepang ada beberapa acara atau upacara yang dilakukan sebelum
kelahiran.Pada kehamilan bulan ke 5 dirayakan perayaan yang dikenal dengan Obi
Iwai ibu mulai menggunakan iwata Obi (Iwata sash). Seperti anjing yang di
percayai mudah melahirkan , perayaan ini dilakukan pada hari anjing sesuai
dengan tanda 12 zodiak. Bidan mulai membantu “Sash” Pada hari itu biasanya
suami menjadi koki pada perayaan tersebut. Dimana pada saat kehamilan 5 bulan
diadakan obiiwai atau acara memakai stagen sementara tabu berakhir dianggap
setelah anak dibawa ke dalam acara hatsumiyamairi.
Dalam membahas upacara sebelum kelahiran akan dikemukakan hal
sebagai berikut: Keluarga wanita terlebih dahulu mempersiapakan tempat untuk ia
melahirkan seperti biasanya ia melahirkan di rumah ibunya sendiri. Seikat jerami
yang keras diletakkan disamping dan dibelakang ibu yang akan melahirkan, ia
disandarkan pada jerami tersebut. Tali diikatkan pada langit-langit dan wanita
menarik tali tersebut untuk menahan dirinya. Jika suaminya membantunya dari
belakang, ini akan dipercayai akan membuat pekerjaan lebih mudah. Disisi lain
beberapa percaya bahwa jika seseorang pria berada disekitar kelahiran bayi,
kehadiran pria tersebut diperlukan pada setiap kelahiran wanita tersebut, 7
sebaliknya pekerjaan wanita tersebut akan lebih sulit akan tetapi suami tinggal
jauh untuk tujuan tersebut.
Sebuah dokumen pada periode Heian (abad 11) menyinggung sebuah cara
mistis agar mempercepat proses kelahiran. Ketika kelahiran tampak sulit bagi
seorang wanita yang baru pertama kalinya melahirkan, maka seseorang
menjatuhkan bola nasi untuk memperlancar proses kelahiran. Dibagian tenggara
Jepang seorang wanita memiliki kelahiran yang sulit, maka diberikan lesung
untuk menahannya, atau suaminya mengelilingi rumah membawa lesung atau alat
penumbuk, supaya proses kelahiran wanita tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Ibu yang mengandung pertama kali dikelilingi 21 ikat jerami dan setelah bayi
lahir, empat ikat dipindahkan setiap hari sampai ia dapat berbaring seperti
biasanya pada hari ke 21.
3.2 Pada saat kelahiran
Setiap kelahiran bayi biasanya dipercayai diberi hadiah untuk Dewa
kelahiran (Ubugumi). Beberapa kebiasaan lokal ruang kelahiran akan ditandai
dengan perayaan tali dengan membuat jerami utuk rumah suci dewa kelahiran
tersebut . Tanpa kehadiran Dewa kelahiran tidak ada kelahiran yang akan
mendapatkan tempat untuk melahirkan.Meskipun kelahiran berada dekat dengan
rumahnya, pemilik rumah akan pergi menemui dewa gunung/pohon kuda.
Karena pada saat melahirkan, si ibu berada dalam keadaaan kotor, karena itu
beberapa saat harus hidup terpisah dari masyarakat. Kemudian orang-orang yang
di anggap tercemar juga adalah bidan, bayi, suami dan kemudian keluarga yang
Tabu pada saat melahirkan, adalah berupa larangan untuk mendekati
tempat-tempat suci seperti ujigamisama, kamidana, dan sebagainya. Kemudian
api dianggap perantara pembawa kekotoran, oleh karena itu api yang
dipergunakan untuk memasak makanan ibu yang sedang melahirkan tidak boleh
dipergunakan untuk memasak ditempat lain. Kemudian bagi ibu yang baru
melahirkan tidak boleh menyentuh air di sumur. Bagi suami, dalam waktu
sementara tidak boleh bekerja di lading atau menagkap ikan dulu.
Biasanya untuk membawa dewa kelahiran disediakan rumah
dibelakangnya untuk beberapa dewa lainnya, yaitu dewa gunung, dewa sapu, dan
dewa kelahiran.Dewa kelahiran selalu berada pada saat bayi tersebut lahir. Setelah
bayi lahir persembahan dibuat untuk hak dewa diruang kelahiran yang dibuat dari
tumpukan makanan dengan nasi pada talam yang sama untuk dewa kelahiran,
diletakkan Ubu mesi dan diletakkan batu kecil yang diambil dari sungai atau
tempat keramat, mereka mengatakan ini untuk membuat bayi selalu sehat.
Kebanyakan mereka percaya bahwa batu yang terletak disana merupakan
hadiah dari dewa kelahiran. Dari zaman kuno tali pusatnya dipotong dengan pisau
bambu lalu diikat dengan kain yang berwarna merah dan putih seperti hadiah yang
diberikan oleh dewa kelahiran dan nama di tulis pada kertas dan semua benda
tersebut dihanyutkan ke sungai untuk mendapatkan kebaikan dari dewa kelahiran
tersebut.
9
Bebarapa kebiasaan (adat) menjelaskan bahwa pada saat kelahiran
plasenta harus dibakar dengan tertawa yang disebut dengan “Iya Warai”. Bayi
yang baru lahir langsung dimandikan dan dipakaikan baju berlengan sampai hari
ketiga .Setelah itu dia dibungkus dengan pakaian yang diberikan oleh
keluarganya.
3.3 Setelah upacara kelahiran
Pertama kali bayi memakai baju pada hari ketiga atau kadang pada hari
ketujuh setelah lahir. Bahan yang tepat untuk membuat baju bayi pada saat dia
lahir adalah baju yang diberikan kunyitnya dan dicelupkan kedalam air, ini akan
mengusir roh jahat. Sebuah desain yang disebut Asa-No-Ha (daun rami) sering
digunakan untuk baju bayi. Sebuah pola sulam dengan benang berwarna merah
dan putih dijahit baju bayi untuk dipakai ke kuil (tempat keramat), hal ini
disebutSe-ma-mori (jimat belakang) dan dipercayai dapat melindungi bayi dari
roh jahat . Pola berbentuk seekor bangau, kura-kura, Asa-No-Ha dan bunga
lonceng cina. Jika bayi tidak begitu sehat , cara pengobatannya dengan membuat
baju bayi yang diberikan oleh teman-teman dan rekan (sanak famili).
Ini dipercayai dibeberapa desa dewa kelahiran datang dari tempat bayi
yang baru lahir pada hari ketiga dan dikirimkan hadiah untuk ibu yang sedang
bersalin ditempat ia melahirkan.. Hari ke tujuh setelah kelahiran disebut
Shichiya(malam ke-7),upacara yang tidak kalah penting untuk kelahiran bayi.
Upacara nasional hari yang menentukan untuk pemberian nama, nama biasanya
diberikan oleh orang tua bayi tetapi beberapa kasus dilakukan dengan
menanyakan pada sanak famili, seseorang yang berpengaruh atau seseorang yang
memiliki banyak anak dan terkadang bidan.
Kelahiran pada hari ketiga setelah hari kelahiran disebutMikkaiwai. Pada
hari ketiga diundang orang yang membantu proses kelahiran dan juga
famili-famili lainnya. Kemudian orang-orang yang dahulunya melahirkan di Ubuya
datang juga untuk melihat dan membantu memandikan bayi tersebut pada hari
ketiga setelah kelahiran, pada hari ketiga ini pula diadakan nazuke/(pemberian
nama) dan pertama kali dipakaikan baju.
Pada hari ketujuh bayi dibawa keluar untuk pertama kalinya. Untuk
diberikan persembahan kepada dewa kelahiran disepanjang dapur, ruang tamu,
wc, dan juga altar dewa penjaga keluarga. Dibeberapa daerah, bayi juga dibawa
untuk menyebrangi jembatan, kunjungan tersebut dibuat untuk memohon kepada
dewa yang tinggal disana untuk melindungi bayi. Bayi yang dibawa keluar dari
rumah akan dibawa kerumah saudara-saudaranya untuk diberikan uang yang
berbentuk tangkai supaya bayi tersebut di doa’kan dapat berumur panjang dan
dapat kehidupan yang baik dengan keluarganya.
Kebiasaan meletakkan bayi di ayunan keranjang jerami pada hari ke 3/7
disebut tsuguraorizumi.Dilakukan diberbagai tempat diseluruh negeri, ketika bayi
tumbuh besar dan merangkak seseorang tampak menjaganya dengan membawa
bayi dibelakang dengan menggunakan jaket penghangat yang pendek.Ini
dilakukan di Nijiwa bayi yang dirawat oleh ibu asuhnya atau (babysister).
Ketika bayi berumur 7 bulan ,ia dibawa ke kuil shinto untuk pertama kalinya dan
dikenalkan kepada dewa pelindung di kuil shinto tersebut. Bayi laki-laki dan bayi
perempuan biasanya dibawa pada hari yang berbeda ke kuil shinto, bayi laki-laki
biasanya pada hari ke 31 dibawa ke kuil sinto sedangkan perempuan dibawa ke
kuil shinto pada hari ke 32.Mungkin karena bayi belum keseluruhannya bersih
dari polusi kelahiran pada waktu itu, pada beberapa tempat bayi diantarkan hanya
sampai pintu kuil dan tidak masuk kehalaman kuil, bayi diletakkan di atas anak
tangga kuil tersebut oleh ibunya untuk membuat dewa kelahiran dapat melihat
bayi tersebut.
Dibagian barat Jepang perayaan 100 hari disebut momeka ,Momeka adalah
pemberian kehormatan kepada bayi. Bayi dibawa mengunjungi kuil pada upacara
ini dibeberapa daerah, biasanya untuk pertama kalinya bayi diberi makan untuk
setelah mengunjungi kuil tersebut dengan memakan sebutir nasi yang diberikan
oleh anggota keluarganya. Shussan iwai adalah acara selamatan yang pertama
yang ditunjukan kepada si bayi.Dimana kedua orangtua si bayi ingin
memperkenalkan bayinya kepada keluarga, kenalan, dan juga pada
tetangga-tetangga mereka.Orang-orang yang menerima pemberitahuan datang berkunjung
dengan membawa bingkisan dan uang sebagai ucapan selamat atas kelahiran.
Zaman dahulu nama bayi diambil dari salah satu huruf, nama bidan yang
menolong ia pada saat melahirkan, atau dari kakek pihak ibu yang melahirkan,
atau memohon kepada orang tua yang dihormati, untuk memberikan nama. Tetapi
sekarang kebanyakan ditentukan langsung oleh orang tua sang bayi. Dulu, nama
yang dipilih adalah nama yang memiliki arti baik.
Nama dan tanggal kelahiran sang bayi ditulis di kertas Jepang (berukuran
25 X 35 cm) dengan menggunakan kuas, lalu ditempelkan di “kamidana” atau di
tiang “took no ma”. Oshichiya ini juga dianggap sebagai akhir dari masa ‘tidak
suci’ bagi ibu hamil sudah melahirkan, sehingga dilakukan pula “pembersihan
diri (fujobarai)” dan angkat tempat tidur (took age) bagi sang ibu.
Bayi laki-laki dianggap tidak suci sampai hari ke-21, dan bayi perempuan
hari ke-33.Ketika masa ‘tidak suci’ ini berakhir, dilakukan upacara berakhirnya
masa tidak suci kelahiran (san’ake no iwai). Mengapa bayi perempuan lebih lama
masa tidak suci, karena ketidaksucian perempuan lebih kuat setelah masa tidak
sucinya berakhir, pertama-tama sang bayi dibawa ke sumur, kamar mandi atau
dapur.
Biasanya bagi bayi laki-laki pada hari ke 31/32, dan bayi perempuan pada
hari ke 32/33 dilakukan ritual “omiyamari”, yaitu mengunjungi kuil Shinto (jinja)
diwilayahnya. Diantara dewa-dewa yang dipuja dijinja , ada dewa leluhur yang
disebut ‘ujigami’, dan dewa wilayah yang disebut ubusuna gami. Kalau ada anak
yang lahir disuatu wilayah, maka anak itu di anggap sebagai anak dari dewa
wilayah tersebut.
Ujiko yang baru inidibawa mengunjungi jinja, untuk pertama kalinya
diperkenalkan kepada ujigami.Dalam ritual ini, biasanya bayi sengaja dibuat
menangis didepan dewa. Setelah 100 hari sejak kelahiran, pada zaman dahulu
dijadikan tahapan baru bagi sang bayi, mulai saat itu bayi mulai memakai kimono
yang bewarna putih dan melepaskan kimono tersebut di hari itu langsung setelah
dipakai beberapa menit saja. Makan pertama untuk bayi yang baru lahir
dilaksukan pada acara selamatan 100 hari usia bayi. Nasi dan sayuran di ambil
pakai sumpit, karena si bayi belum bias makan, maka hanya ditirukan dimasukkan
kedalam mulut bayi, acara ini disebut juga dengan hashi hajime, dan sebagainya.
Makanan ditaruh di Ozen (piring besar) yang terdiri dari nasi merah, sup dan
lauk-pauknya. Di sekeliling ozen tersebut diletakkan batu yang diambil dari sungai
dengan maksud supaya gigi bayi tersebut cepat keras.
Anak laki-laki pada usia 32 hari dan anak perempuan pada usia 33 hari di
adakan hatsumiya mairi, yaitu pertama sekali mengunjungi omiya atau ujigami.
Pada hatsumiya mairi ini biasanya bayi digendong oleh neneknya atau yang
membantu melahirkan datang ke kuil.Pada saat hatsumiya mairi ini si bayi
mendapat kiriman dari keluarga ibu yang disebut Inuhariko, yaitu berupa
barang-barang mainan si bayi.Pada zaman dahulu inuhariko mempunyai nilai magis yaitu
untuk menangkal penyakit atau sebagai sasaran penyakit yang datang untuk
mengganggu si bayi.
Pada ulang tahun pertama diadakan acara untuk meramal masa depan si
bayi. Di sekitar bayi disediakan penggaris, pinsil dan benda-benda lainnya, maka
melalui benda yang terlebih dahulu diraih si bayi maka diramalkan pekerjaan bayi
tersebut.Tetapi ada juga anak yang disuruh menginjak mochi yang besar, hal ini
tergantung dari daerah tempat dimana mereka tinggal. Ada juga pemikiran bahwa
apabila ada anak yang sudah bias berjalan sebelum“hatsu tanjou”, maka besarnya
nanti akan meninggalkan rumah. Oleh karena itu, pada hari “hatsu tanjou”
kepada anak seperti ini, dengan sengaja diletakkan mochi yang besar di
punggungnya, agar terjatuh, dan orang dewasa melemparnya dengan mochi yang
kecil. Setelah “hatsu tanjou”, anak dianggap akan menerima roh yang baru
disetiap tahunnya. Walaupun anak sudah berumur 1 tahun.
Akhir-akhir ini kelahiran bayi sangat kurang, oleh karena itu hal ini
menjadi masalah yang sangat serius dalam masyarakat Jepang.Karena apabila
tidak ada bayi atau satu keluarga hanya mempunyai satu orang saja anak, maka
kesinambungan IE, terutama dalam masalah pemujaan leluhur menjadi
bermasalah. Karena akan memunculkan roh leluhur yang tidak ada anggota
keluarga yang menyembah. Apabila tidak ada keluarga yang menyembah maka
roh leluhur biasanya menjadi roh kelaparan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
KesimpulanSetelah membaca kertas karya yang berjudul Upacara kelahiran di Jepang,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Melahirkan merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu oleh sang ibu
dan suaminya serta seluruh keluarga, walaupun pada saat kelahiran, jiwa sang
ibu terancam.
2. Dalam masyarakat Jepang ibu yang mengandung akan didoakan kepada dewa
kelahiran agar si ibu mendapatkan keselamatan ketika melahirkan nanti.
3. Kelahiran dalam massyarakat Jepang dianggap hal yang sangat kotor. Maka
melahirkan biasanya di ubuya. Tetapi muncul anggapan ubuya tempat yang
tidak bersih lagi bagi wanita yang baru pertama melahirkan, maka setelah
perang dunia kedua, wanita-wanita melahirkan di rumah keluarganya sendiri.
4. Bagi masyarakat Jepang keturunan merupakan haal paling diinginkan. Hal
tersebut dikarenakan oleh, susahnya wanita Jepang memberikan keturunan
dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan.
4.2 Saran
Karena kelahiran dianggap kotor maka sebaiknya tidak lagi dilaksanakan di
Ubuya tetapi dilaksanakan dirumah-rumah atau dirumah sakit, selain
kebersihannya juga keselamatan si ibu dan si anak terjaga.Selain itu sebaiknya
yang menangani kelahiran orang yang ahli dalam menangani kelahiran seperti
bidan dan dokter.
DAFTAR PUSTAKA
STOKYO,OTO,1963.KOKUSAI BUNKASHI NKOKAI TOKIHIKO.JEPANG
SITUMORANG, HAMZON, ULIROSPITA,2011. BUDAYA DAN MASYARAKAT JEPANG. USU