• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan

(Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Disusun Oleh :

Kristian B Hutajulu 110902054

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Kristian B Hutajulu

Nim : 110902054

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)

Medan, Agustus 2015

Dosen Pembimbing

Hairani Siregar, S.Sos, M. SP

NIP : 19710927 199801 2 001

Ketua Departemen

Hairani Siregar, S.Sos, M. SP

NIP : 19710927 199801 2 001

DEKAN FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M. Si

(3)

ABSTRAK

Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.

Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.

Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan KaruniaNya yang tidak berkesudahan sehingga peneliti mampu

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana, secara khusus di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas

Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan waktu,

pengetahuan, dan biaya sehinga tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak

tidaklah mungkin berhasil dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar S.Sos, M. SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial sekaligus sebagai dosen pembimbing saya yang telah

memberikan waktu dan kesabaran dalam membimbing saya. Mohon maaf

kepada Ibu atas segala tingkah laku saya yang menjengkelkan. Tidak pernah

ada sedikitpun niat untuk menyusahkan Ibu, itu semua terjadi karena

situasi/kondisi yang kurang mendukung bagi saya untuk mengerjakan skripsi

dengan baik dan benar.

3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan dukungan dan

bimbingan kepada saya. Dukungan dari Ibu cukup mampu membuat saya

(5)

4. Dosen-dosen di Unversitas Sumatera Utara, secara khusus dosen

Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak membekali

peneliti dengan ilmu pengetahuan.

5. Ibu Zuraidah dan Kak Deby pada bagian admisnistrasi yang telah bannyak

membantu saya selama proses perkuliahan.

6. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, secara khusus kepada Ibunda

tercinta yang menjadi alasan utama saya bertahan menjalani proses

perkuliahan dengan berbagai tantangan yang membutuhkan banyak

kesabaran bagi sosok yang keras kepala seperti saya.

7. Teman-teman di kampus dan di luar kampus yang terlalu banyak untuk

disebutkan, I Love You All & salam parmitu. Saya tidak mampu menuliskan

nama teman dekat karena masing-masing punya nilai penting tersendiri bagi

saya, saling mengisi dalam setiap kekurangan, musik zaman dulu setia

mengiringi jejak langkah kaki kita.

8. Aktifis-aktifis yang banyak mengisi hidup saya dengan idealisme. Sabarlah

menunggu hingga waktu dimana kita mampu mewujudkan idealisme dalam

bentuk kenyataan, tidak akan terpaku dalam wacana belaka.

9. Mawar yang telah pergi meninggalkan banyak tanda tanya dan rasa bersalah.

Selama ini dirimu adalah sosok spesial yang saya akui sebagai penakluk

jiwa, dimana keberhasilannya menaklukkan jiwa saya menjadi bahan

pertanyaan bagi sebagian orang yang menyebut saya robot dalam hal

perasaan. Maaf untukmu yang entah bagaimana kondisimu, tidak pernah ada

(6)

tidak akan terimbangi walau dengan seribu puisi, jadilah manusia yang

berarti bagi dunia, salam dreamer & God bless you.

Mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis

menyadari bahwa penyusunan skripsi in masih jauh dari kesempurnaan, walaupun

demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2015

(Penulis)

Kristian B. Hutajulu

Nim : 110902054

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Anak Jalanan ... 13

2.1.1 Definisi Anak Jalanan ... 13

2.1.2 Kategori Anak Jalanan ... 14

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 14

2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan ... 17

2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan ... 18

2.1.6 Hak Anak ... 19

2.2 Keluarga ... 24

(8)

2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap perkembangan Anak ... 25

2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orangtua ... 28

2.3 Masyarakat ... 29

2.3.1 Pengertian Masyarakat ... 29

2.3.2 Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat ... 29

2.3.3 Peran Masyarakat ... 31

2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah ... 31

2.5 Kerangka Pemikiran ... 32

2.6 Definisi Konsep ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Tipe Penelitian ... 37

3.2 Lokasi Penelitian ... 37

3.3 Informan ... 38

3.3.1 Informan Kunci ... 38

3.3.2 Informan Tambahan ... 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

(9)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...

4.1 Kecamatan Medan Amplas ... 41

4.2 Kelurahan Timbang Deli ... 41

4.2.1 Kondisi Geografis ... 41

4.2.2 Pemerintahan ... 42

4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja ... 42

4.3 Terminal Amplas ... 42

BAB V ANALISISIS DATA ... 5.1 Pengantar ... 44

5.2 Temuan ... 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 89

(10)

ABSTRAK

Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.

Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.

Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan negara tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia.

Menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik membutuhkan proses

yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif.

Proses pembenahan manusia dalam konteks kehidupan bernegara merupakan

tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara

khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.

Memahami permasalahan kualitas sumber daya manusia Indonesia, harus

didasari pemahaman bahwa Indonesia saat ini merupakan negara berkembang

dengan jumlah penduduk urutan ke-empat terbesar di dunia. Selain itu,

dibutuhkan juga pemahaman bahwa Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

heterogenitas yang tinggi. Setiap permasalahan pada dasarnya saling

mempengaruhi, termasuk permasalahan bidang sumber daya manusia. Kondisi

tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat

dan kompleks sehingga produk pemerintah dalam bentuk kebijakan, program dan

aktifitas diharapkan terikat dengan peraturan yang ketat dan transparan untuk

menghindari penyalahgunaan status. Dengan demikian segala bentuk upaya

penanganan yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang diharapkan.

Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 305,6 juta jiwa pada

(12)

Indonesia 2010—2035 yang disusun bersama oleh Kementerian Perencanaan

Pembangunan/Bappenas, Badan Pusat Statistik, dan Organisasi Dana PBB untuk

Populasi (UNFPA). Laporan tersebut menyatakan populasi Indonesia akan

meningkat 28,6% dari 237,7 juta jiwa pada sensus 2010 menjadi sekitar 305,6 juta

jiwa pada 2035

(http://kabar24.bisnis.com/read/20140129/79/200088/wow-jumlah-penduduk-indonesia-tembus-305-juta-pada-2035 diakses 20 april pukul

20:25 WIB).

Permasalahan sumber daya manusia yang disusun dalam sistematika

permasalahan, menjelaskan bahwa permasalahan anak adalah salah satu

permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.

Permasalahan anak tidak terlepas dari minimnya tanggungjawab terhadap anak.

Menurut aturan penyelenggaraan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara

dengan ideologi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam

konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, serta isi pembukaan UUD 1945

alinea IV yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pemerintah seharusnya memberikan upaya maksimal terhadap penanganan

masalah pemenuhan tanggung jawab anak berdasarkan undang-undang yang

ditetapkan melalui kebijakan, program, dan aktifitas yang efektif dan efisien.

Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan.

Anak jalanan rentan terhadap berbagai bentuk penyimpangan sosial, dapat

disebabkan intimidasi ataupun keinginan mereka sendiri akibat pengaruh

(13)

pengaruh negatif akan suram, bahkan anak jalanan sangat memungkinkan menjadi

pelaku pelanggaran hukum di masyarakat semasa berstatus anak jalanan juga

setelah dewasa.

Berita terkait kriminalitas di dalam angkot yang berjudul ― Pelaku

Kejahatan Keras Merambah di Kalangan Remaja‖ Diposting pada kamis, 29

desember 2011 sebagai contoh suramnya masa depan anak-anak jalanan.

Diungkapkan bahwa saat memburu tersangka MSD (19) di Medan, Sumatera

Utara, polisi menangkap tiga tersangka dalam kasus lain yang serupa. Prestasi ini

mengungkap meluasnya kejahatan keras yang dilakukan kalangan remaja. MSD

adalah satu dari empat tersangka pemerkosa dan perampok penumpang angkutan

kota, R (35), di Depok, Rabu (14/12). Tiga tersangka lain yang ditangkap adalah

YBR (18), DR (18), dan A (19). YBR adalah tersangka utama kasus ini.

YBR, MSD, dan DR adalah anggota komplotan pencuri dan perampas

sepeda motor yang sering melukai, bahkan tak jarang memerkosa, korbannya.

Saat MSD ditangkap di Medan, Selasa (27/12) siang, tiga kawannya, yaitu R (19),

K (21), dan C (19), ikut terjaring. Ketiga kawan MSD ditangkap di Pematang

Siantar. Saat R, K, dan C diperiksa, terungkap mereka berkawan dengan empat

orang lainnya yang kini buron. Kejahatan yang mereka lakukan sama dengan

kejahatan yang dilakukan YBR, MSD, dan DR. ‖Sehari-hari para tersangka dan

buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di Jakarta. Mereka adalah

anak-anak jalanan,‖ ungkap Kepala Subdit Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum

Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Helmy Santika, Rabu (28/12).

(14)

jalanan yang dibayar murah para sopir resmi angkot. Yang fenomenal dari

pengungkapan para tersangka kali ini adalah sembilan dari 10 tersangka kejahatan

keras mulai melakukan kejahatan sebelum berusia 18 tahun. Pengamatan Kompas,

para pelaku kejahatan keras seperti pemerkosaan sadis, penganiayaan berat, dan

pembunuhan di Jakarta selama ini dilakukan oleh pelaku yang berusia 25 tahun ke

atas. Baru kali ini polisi mengungkap serangkaian kejahatan keras di Jakarta

dilakukan para pelaku berusia 20 tahun ke bawah.

‖Pengalaman saya, para pelaku yang terungkap melakukan kejahatan keras

umumnya telah melakukan kejahatan lain dua sampai tiga tahun sebelum ia

ditangkap. Kejahatan yang dilakukan berkembang secara bertahap baik kualitatif

maupun kuantitatif sampai akhirnya pelaku melakukan kejahatan keras,‖ papar

Helmy. Helmy menduga, para pelaku melakukan tindak kriminal saat usianya

lebih muda lagi. ‖Kalau pada umur 20 tahun dia sudah melakukan pemerkosaan

dan penganiayaan berat, perampokan, serta pembunuhan, sekurang-kurangnya dia

pada usia di bawah 18 tahun sudah melakukan kejahatan,‖ ujarnya. Ia

mengingatkan, kejahatan berbeda dengan kenakalan.

‖Kejahatan yang saya maksud adalah kejahatan seperti disebutkan dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,‖ ujar Helmy. Oleh sebab itu, terungkapnya

kejahatan yang diduga dilakukan 10 tersangka (tidak termasuk tersangka A,

perempuan) adalah bukti telah terjadi ‖metamorfosis‖ para pelaku baru kejahatan

secara lebih dini. Helmy mengungkapkan, kejahatan keras di wilayah hukum

Polda Metro Jaya umumnya dilakukan mereka yang berusia 25 tahun ke atas.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Nico Afinta pun

(15)

Kekerasan (sekarang kepala subdit umum), para pelaku kejahatan keras memang

umumnya berusia 28 tahun ke atas. Paling muda berusia 25 tahun,‖ ucapnya.

Menurut Helmy, metamorfosis penjahat baru yang berusia lebih muda ini

menunjukkan semakin banyaknya remaja yang tumbuh di jalanan karena

persoalan keluarga dan sekolah. ‖Kedua persoalan itu masih seputar belitan

masalah kemiskinan,‖ ucapnya. Ia menambahkan, sebagian anak-anak jalanan ini

umumnya ‖main‖ di terminal. Sebagian di antara mereka ditampung menjadi

sopir tembak. Helmy menduga, karier kenakalan yang berubah menjadi karier

kejahatan anak-anak jalanan ini bermula dari sana

(http://regional.kompas.com/read/2011/12/29/04370072/Pelaku.Kejahatan.Keras.

Merambah.Kalangan.Remaja Diakses pada 28 Juli 2015 Pukul 11:58 WIB).

Negara dan semua pihak terkait harus bekerja lebih keras untuk

menyelamatkan anak-anak telantar atau menghadapi berbagai persoalan lain.

Sebab, ternyata jumlah anak yang tertimpa masalah pola asuh jumlahnya sangat

besar, mencapai 4,1 juta orang. Fakta tersebut disampaikan Menteri Sosial

Khofifah Indar Parawansa berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)

Kemensos. Khofifah mengungkapkan, dari 4,1 juta anak bermasalah itu, 5.900

anak menjadi korban kekerasan, 34.000 di antaranya anak jalanan, 3.600 anak

berhadapan dengan hukum (ABH). Adapun pihak kementerian dan lembaga

terkait anak berada di BKKBN, Kemendikbud, Kemensos, dan Kemenag.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna

(16)

kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota masih lemah. Dia

bahkan menemukan kasus di mana pihak kepolisian masih kurang serius dalam

menangani kasus yang menyangkut anak dengan alasan karena masalah keluarga.

Yohana juga menengarai Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan

Perempuan dan Anak (TP2TP2A) di beberapa daerah belum berjalan maksimal.

Bahkan ada di beberapa kabupaten/ kota belum dibentuk TP2TP2A. Selain itu

Yohana menekankan perlunya digalakkan sosialisasi UU Perlindungan Anak

dengan target sampai ke desa-desa. Lebih jauh dia mengaku tengah mengkaji

sanksi dengan mencabut hak asuh. Hal ini dimaksudkan agar ada efek jera bagi

orang tua yang memperlakukan anaknya secara tidak layak

(http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jutaan-anak-alami-masalah-sosial/ ditayangkan

oleh Davit Setyawan pada 19 mei 2015, diakses pada 09 juni 2015 22:28 WIB.)

Pada pasal 28 B ayat 2 UUD 1945, menyatakan bahwa setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari

segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang

Pengesahan Convension on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak), dinyatakan bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya secara normal

sebagaimana layaknya anak yang pada dasarnya masih memiliki

kebutuhan-kebutuhan khusus karena ketidakberdayaan untuk mandiri.

Perkembangan Undang-Undang perlindungan anak selanjutnya adalah

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Pada pasal 13 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 32 dinyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua,

(17)

mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi

maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,

ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Kemudian yang mempertegas

pernyataan pihak-pihak yang bertanggung jawab pada anak terdapat pada pasal 20

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dinyatakan bahwa negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 tahun

2014 merupakan Undang-Undang perlindungan anak terbaru saat ini sebagai

bentuk perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, yang semakin

mempertegas perlindungan atas hak anak dengan penegasan tanggungjawab

pemerintah daerah. Pentingnya generasi penerus menjadi alasan peneliti

melakukan penelitian tentang anak, secara khusus anak jalanan.

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Kota Medan merupakan ibukota

provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai kota metropolitan terbesar di luar

Pulau Jawa dan Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari

keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan

kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan

jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°

30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi

kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5

meter di atas permukaan laut (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses

(18)

Sebagai kota metropolitan, Medan tidak terlepas dari kompleksitas

masalah anak, masih adanya anak jalanan, prostitusi yang melibatkan anak-anak,

kekerasan terhadap anak, kriminalitas di kalangan anak-anak dan

persoalan-persoalan lainnya yang melibatkan anak-anak, ini semua menjadi tanggungjawab

kita bersama untuk menyelesaikannya, khusunya yang berhubungan dengan

eksploitasi anak di bawah umur.

Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Medan

Misran Lubis sebagai nara sumber mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena

klasik dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap

tahunnya, data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008

mengidentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima

kota yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak),

Nias Selatan (224 anak) dan Tanah Karo (157 anak).

Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan pemetaan ulang terhadap

situasi anak jalanan di Kota Medan, dari pemetaan tersebut ditemukan data

statistik populasi anak jalanan yang berbeda, PKPA melakukan identifikasi di 7

kecamatan populasi anak jalananan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18

lokasi yakni pada umumnya dipersimpangan lampu merah diantaranya simpang

Gelugur, Bundaran Majestik, Pasar Petisah, Simpang Pulo Brayan, Simpang Sei

Sikambing, dan terminal

(http://pemkomedan.go.id/new/berita-kota-medan-tidak-terlepas-dari- kompleksitas-masalah.html diakses 20 april pukul 20:03 WIB).

Anak jalanan sampai saat ini masih saja menjadi korban kebijakan yang

tak menguntungkan bagi tumbuh dan kembang mereka. Di Medan misalnya, ada

(19)

Pengemisan, dan Perda Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan

Gelandangan dan Pengemis yang seharusnya menjadi pijakan untuk meningkat

martabat kehidupan anak jalanan. Tapi alih-alih meningkatkan martabat mereka,

anak jalanan yang perdefenisi masuk menjadi salah satu kegiatan gelandangan

malah dikriminalisasi.

Sewaktu-waktu anak jalanan bisa saja mendapat tindakan represif dari

Negara, ditangkap, ditahan, dan berdasarkan pengalaman selama ini, karena tidak

ada program yang jelas setelah mereka dirazia, mereka dilepaskan lagi. Setelah itu

tentu saja mereka kembali beraktifitas sebagai anak jalanan. Hal ini diungkapkan

oleh M. Jailani, S.Sos, M.A, Direktur Eksekutif Yayasan Kelompok Kerja Sosial

Perkotaan (KKSP) ketika memberikan pengantar dalam kegiatan Working Group

Sosialisasi Program Peduli Dan Pemetaan Peran Pemangku Kepentingan di Kota

Medan di Kantor Walikota Medan, Selasa (7/4/2015).

Jailani menambahkan bahwa anak jalanan di Kota Medan juga sulit

mendapatkan pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Anak-anak jalanan tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis bila tidak

memiliki kartu BPJS. Ditambah lagi, persoalan identitas juga sulit mereka

dapatkan sehingga pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis seperti hanya

mimpi bagi mereka.

Di sisi lain, masyarakat juga belum dapat menerima anak jalanan sebagai

bagian dari kelompok masyarakat, masih saja ada kecurigaan terhadap keberadaan

(20)

di-kota-medan- harus-secara-inklusif/ diakses pada 18 agustus 2015 pukul 13 52

WIB).

Hasil pemetaan yang dilakukan pihak pusat kajian dan perlindungan anak

(PKPA) dalam uraian sebelumnya, mempermudah peneliti untuk menentukan

lokasi penelitian dengan populasi anak jalanan yang cukup besar di Kota Medan.

Peneliti memilih Terminal Amplas Kota Medan sebagai lokasi penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk

mengetahui permasalahan anak jalanan melalui penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah penelitian ini

dapat di rumuskan sebagai berikut ―Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab

anak menjadi anak jalanan di Terminal Amplas Kota Medan?‖.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak

(21)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam rangka :

a. Sebagai referensi untuk akademisi dalam rangka penelitian tentang

masalah kesejahteraan sosial, secara khusus masalah anak jalanan.

b. Pengembangan teori-teori tentang pengaruh karakter individu, orang

tua, keluarga/kerabat dekat, teman serta masyarakat terhadap

permasalahan anak jalanan.

c. Pengembangan model penanganan masalah anak jalanan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar dikelompokkan

menjadi enam bab, antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang uraian yang berkaitan dengan masalah

dan objek penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep

(22)

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,

informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik

analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang sejarah singkat dan gambaran umum

lokasi penelitian serta data-data yang berkaitan dengan

penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini tentang uraian data penelitian serta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisi tentang hasil penelitian berupa kesimpulan

dan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang memiliki

peranan dan tanggung jawab terhadap permasalahan yang

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Definisi Anak Jalanan

Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang

melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan

kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan

pusat-pusat keramaian lainnya (http://www.kemsos.go.id/modules.

php?name=glosariumkesos&letter=a).

Kriteria anak jalanan antara lain :

a. Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun di

tempat-tempat umum; atau

b. Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat

umum (http://dissos.jabarprov.go.id/gispmks/?page_id=2764 Diakses pada

05 Mei 2015 pukul 22:41 WIB).

Anak jalanan dapat juga disebut sebagai anak-anak yang tersisih, marginal

dan jauh dari perlakuan kasih sayang karena dalam usia yang relatif dini harus

berhadapan dengan kehidupan kota yang keras dan cenderung tidak bersahabat.

Kondisi kehidupan anak jalanan dapat dikatakan marginal karena pekerjaan yang

mereka lakukan tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya

tidak menjanjikan kehidupan yang layak di masa depan. Dikatakan rentan karena

(24)

karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah (kurang kompetitif)

sehingga rawan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh oknum yang tidak

bertanggung jawab (Suyanto, 2010: 185-186).

2.1.2 Kategori Anak Jalanan

Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok, antara

lain :

1. children on the street, yakni anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja dijalan namun masih mempunyai hubungan dengan

orangtua.

2. children of the street, yakni anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.

3. children from families of the street, yakni anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.

Perbedaan kelompok anak jalanan tentu memiliki perbedaan

permasalahan. Untuk melakukan penanganan anak jalanan dibutuhkan

pemahaman karakteristik anak jalanan sehingga model penanganan anak jalanan

dapat dikatakan harus kondisional (Suyanto, 2010 : 186-187).

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan

Secara garis besar, faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan

antara lain :

1. Faktor ekonomi keluarga

(25)

3. Masalah dalam hubungan anak dengan orang tua

4. Pengaruh teman atau kerabat (Suyanto, 2010 : 196-197)

Masalah anak jalanan tidak terlepas dari kemiskinan struktural di dalam

masyarakat, semakin terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan yang

semakin tidak mempertimbangkan kepentingan kebutuhan dan perlindungan anak,

semakin meningkatnya gejala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak

untuk mencari uang dari jalanan, kemudian keberadaan anak jalanan yang

sementara dirasakan masyarakat sebagai gangguan (Huraerah, 2006 : 77).

Anak jalanan adalah anak yang bermasalah dalam fase-fase proses

sosialisasi. Kesalahan yang terjadi dalam fase sosialisasi anak adalah bagian dari

faktor penyebab anak menjadi anak jalanan. Orang tua memiliki kewajiban untuk

membimbing anak dalam melakukan proses sosialisasi karena orangtua sangat

menentukan karakter anak dari proses sosialisasinya. Talcott Parsons dalam

menganalisis tindakan-tindakan sosial memperkenalkan Adaption, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maitenance atau yang lebih dikenal dengan A-G-I-L. Fase-fase dalam A-G-I-L tidak memiliki batasan yang jelas

karena prosesnya terjadi secara berkesinambungan. Fase-fase tersebut dalam

proses sosialisasi dijelaskan sebagai berikut :

1. Fase Laten

Pada fase ini proses sosialisasi yang berlangsung belum terlihat nyata.

Pengenalan anak terhadap diri sendiri tidak jelas karena belum menjadi

individu yang berdiri sendiri dan belum mampu melakukan kontak sosial

(26)

2. Fase Adaptasi

Pada fase ini anak mulai melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan

sosialnya. Reaksi-reaksinya tidak hanya terdorong oleh

ransangan-ransangan dari dirinya, tetapi mulai belajar bagaimana caranya bereaksi

terhadap ransangan dari luar dirinya. Pada fase ini peranan orang tua

terhadap pembentukan karakter anak dapat terlihat karena orang tua

memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan karakter anak.

3. Fase Pencapaian Tujuan

Pada fase ini anak tidak hanya menyesuaikan diri terhadap lingkungan

sosialnya, tetapi lebih terarah pada maksud dan tujuan tertentu. Kondisi

tersebut terjadi karena anak telah memiliki kemampuan untuk memahami

sebagian dari kondisi lingkungan sosialnya, sehingga mampu

mengarahkan tindakan terhadap maksud dan tujuan tertentu.

4. Fase Integrasi

Pada fase ini tingkah laku anak tidak hanya adaptasi dan pencapaian, tetapi

menjadi bagian dari dirinya berdasarkan nilai dan norma yang tertanam.

Kondisi tersebut terjadi karena karakter anak telah dibentuk berdasarkan

nilai dan norma yang tertanam selama proses menjalani kehidupannya.

Dengan kata lain anak telah memiliki kemampuan untuk mandiri,

(27)

2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan

Aspek Permasalahan yang Dihadapi

Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena

waktunya habis di jalan

Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan

anak jalanan yang lebih dewasa,

kelompok lain, petugas dan razia

Penyalahgunaan obat dan zat adiktif Ngelem, minuman keras, pil KB dan

sejenisnya

Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS,

gonorhea, paru-paru

Tempat tinggal Umumnya di sembarang tempat, di

gubuk-gubuk, atau di pemukiman

kumuh

Resiko kerja Tertabrak, pengaruh sampah

Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan

sama sekali tidak berhubungan

Makanan Seadanya, kadang mengais dari

tempat sampah, kadang beli

(28)

2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan

Community Based merupakan model penanganan yang melibatkan

seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan.

Pendekatan dilakukan dengan pencegahan agar anak tidak masuk dan terjerumus

dalam kehidupan di jalanan.

Street Based merupakan model penanganan anak jalanan di tempat anak

jalanan berasal/tinggal, kemudian para street educator datang untuk melakukan pendekatan yang kemudian dilanjutkan dengan intervensi.

Centre Based merupakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di

(29)

diberikan pelayanan lembaga/panti. Pada panti yang permanen, disediakan

pelayanan pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan

pekerjaan bagi anak jalanan (Suyanto, 2010 : 200-201).

2.1.6 Hak Anak

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak :

Pasal 2

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasrkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar.

Pasal 4

1. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh

negara atau orang atau badan.

2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

(30)

Pasal 5

1. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan

keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 6

1. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang

bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa

pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga

diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan

pelangggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.

Pasal 7

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak

yang bersangkutan.

Pasal 8

Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak

menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian

(31)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan.

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan

orang tua.

Pasal 7

1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orang tuanya sendiri.

2. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak

diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

(32)

Pasal 9

1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

dan bakatnya.

2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak

yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,

sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus.

Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya

demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

Pasal 11

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai

dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,

bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pasal 13

1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana

pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan

dari perlakuan:

(33)

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. Ketidakadilan; dan

f. Perlakuan salah lainnya.

2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk

perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan

pemberatan hukuman.

Pasal 14

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika

ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu

adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15

Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan

e. Pelibatan dalam peperangan.

Pasal 16

1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(34)

3. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan

apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir

Pasal 17

1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan

dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari hubungan

laki-laki dan perempuan yang berlangsung dalam waktu yang lama. Keluarga dalam

bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri

(35)

2.2.2 Tahapan Kehidupan Keluarga

1. Formatif pre-nuptial stage. yaitu tahapan persiapan sebelum berlangsungnya perkawinan. Masa ini adalah masa berkasih-kasihan,

hubungan yang akan semakin erat seiring berjalannya waktu jika ada

kesesuaian dan perasaan yang kuat.

2. Nupteap stage. yaitu tahapan sebelum kehadiran anak yang merupakan permulaan kehidupan keluarga. Dalam tahapan ini suami dan istri hidup

bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru serta sikap

baru terhadap masyarakat

3. Child rearing stage. yaitu tahapan pelaksanaan kehidupan keluarga yang disertai dengan tanggung jawab terhadap anak sesuai dengan tahap

perkembangan anak.

4. Maturity stage. yaitu tahapan yang akan terjadi jika anak tidak lagi membutuhkan tanggung jawab orang tua, dapat disebut dengan istilah

anak yang telah mandiri (Ahmadi, 2009 : 223).

2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Anak

1. Perimbangan Perhatian

Yang dimaksud perimbangan perhatian adalah perhatian orang tua

atas tugas-tugasnya secara menyeluruh. Masing-masing tugas menuntut

perhatian yang penuh sesuai dengan porsinya. Kalau tidak demikian, akan

terjadi ketidakseimbangan. Semua yang dibebankan pada orangtua sebagai

(36)

membutuhkan stabilitas keluarga, pendidikan, pemeliharaan fisik dan

psikis termasuk religius.

2. Keutuhan Keluarga

Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi

anggota-anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak-anak. Sebaliknya keluarga yang

pecah atau broken home terjadi di mana tidak hadirnya salah satu orang

tua karena kematian atau perceraian. Antara keluarga yang utuh dan pecah

mempunyai pengaruh yang berbeda teerhadap perkembangan anak.

Keluarga yang utuh tidak sekedar utuh dalam arti berkumpulnya ayah dan

ibu tetapi utuh dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu di samping utuh

dalam fisik juga utuh dalam psikis.

3. Status Sosial

Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku

dan pengalaman anak-anaknya. Yang dimaksud dengan status sosial ialah

kedudukan orangtua dalam kelompoknya.

4. Besar Kecilnya Keluarga

Besar kecilnya keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Pada keluarga besar anak sudah biasa bergaul dengan orang lain, sudah

biasa memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Sikap toleransi

berkembang sejak kecil. Pada keluarga yang kecil dalam hal ini anak yang

tunggal dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari para orangtua agar

(37)

5. Ekonomi Keluarga

Kaya atau miskin masing-masing memiliki pengaruh positif dan

negatif. Keadaan keluarga yang kaya dan menjadikan anak mudah

memenuhi kebutuhan akan menjadi permasalahan yang berat ketika minim

pengawasan. Anak dengan kepemilikan uang yang memadai akan lebih

mudah mendapatkan keinginan-keinginannya sebagai akibat dari uang

yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan. Jika uang tersebut

digunakan untuk hal-hal yang salah, tentu akan merusak karakter anak.

Sebaliknya, keadaan keluarga yang miskin akan mengakibatkan

anak sulit untuk mengaktualisaikan dirinya karena uang memiliki

pengaruh yang besar terhadap aktualisasi diri. Dalam kondisi yang sulit

memenuhi kebutuhan, ada kemungkinan anak akan dikucilkan di

lingkungannya sehingga terbentuk karakter yang merasa dikucilkan dan

sulit untuk berekspresi. Jika anak mendapat tekanan di luar batas, besar

kemungkinan anak melakukan berbagai bentuk tindakan menyimpang

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bahkan mengarah pada

tindakan membalas dendam dengan perlakuan yang dialami. Dengan

demikian kaya bukan berarti jaminan kehidupan anak berkualitas baik,

sebaliknya miskin bukan berarti jaminan kehidupan anak tidak berkualitas

(38)

2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang tua

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak :

Pasal 9

Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya

kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

Pasal 10

1. Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana

termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan

dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kusasa

asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang

atu badan sebagai wali.

2. Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban

orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan

kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.

3. Pencabutan dan pengembalian hak asuh orang tua ditetapkan dengan

keputusan hakim.

4. Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 :

Pasal 26

1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan

(39)

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau

karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung

jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3 Masyarakat

2.3.1 Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dalam waktu yang

lama, dan yang terikat dengan rasa identitas bersama. Semakin tingginya tingkat

persaingan hidup di perkotaan menjadikan karakter masyarakat mengarah pada

sifat kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya (Koentjaraningrat, 2002 :

146-147).

2.3.2 Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya Masyarakat

Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan hanya dapat dibedakan

dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, sehingga setiap

perubahan budaya dalam masyarakat adalah hasil dari perubahan sosial yang

(40)

Proses perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :

1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap

masyarakat masyarakat selalu mengalami perubahan yang terjadi

secara lambat maupun cepat.

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan

diikuti oleh perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang lain.

3. Perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, biasanya

mengakibatkan disorganisasi karena dalam masyarakat ada proses

adaptasi. Disorganisasi yang diikuti oleh proses reorganisasi akan

menghasilkan pemantapan kaidah-kaidah dan nilai yang baru.

4. Suatu perubahan tidak dapat dibatasi pada aspek kebendaan atau

spiritual saja, karena keduanya memiliki kaitan timbal balik yang kuat.

5. Secara tipologis, perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :

a. Proses sosial, yang menyangkut sirkulasi atau rotasi ganjaran

fasilitas-fasilitas dan individu yang menempati posisi tertentu

ada suatu struktur.

b. Segmentasi, yaitu keberadaan unit-unit secara struktural tidak

berbeda secara kualitatif dari keberadaan masing-masing unit

tersebut.

c. Perubahan struktural, yaitu munculnya kompleksitas baru

secara kualitatif mengenai peranan-peranan dan organisasi.

d. Perubahan dalam struktur kelompok, yaitu perubahan dalam

(41)

hubungan-hubungan diantara kelompok-kelompok dalam

masyarakat (Soekanto dalam Martono, 2012 : 12-13).

2.3.3 Peran Masyarakat

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :

Pasal 72

1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk

berperan dalam perlindungan anak.

2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan

oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial

kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,

lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah

Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab tersendiri terhadap

penanganan permasalahan anak. Pemahaman tentang tanggung jawab negara dan

pemerintah terhadap anak merupakan pendukung keberhasilan upaya penanganan

masalah anak jalanan. Tanggung jawab negara dan pemerintah tersusun beberapa

pasal dalam satu kelompok pada Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :

Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

(42)

agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum

anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan

dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23

1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan

kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua,

wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya

dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

2.5 Kerangka Pemikiran

Anak jalanan merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan

sosial. Dalam permasalahan anak jalanan, dibutuhkan perhatian serius karena

masalah anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang akut. Selain itu,

alasan yang paling serius untuk menyoroti permasalahan anak jalanan adalah

status anak jalanan yang juga sebagai generasi penerus penentu masa depan

negara.

Permasalahan anak jalanan sebagai permasalahan sosial yang terjadi di

kawasan perkotaan menjadi salah satu permasalahan yang akut dari masa-kemasa.

(43)

dengan jumlah penduduk yang sangat padat, bahkan berada pada urutan ke-empat

terbesar didunia disertai tingkat heterogenitas yang tinggi. Kondisi tersebut

menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan

kompleks, dimana setiap permasalahan saling mempengaruhi, tidak terkecuali

terhadap permasalahan anak jalanan.

Kondisi Indonesia saat ini tidak sepenuhnya dapat menjadi alasan untuk

permasalahan anak jalanan yang masih berkelanjutan. Kerjasama yang baik antar

pihak-pihak yang bertanggungjawab merupakan solusi terbaik. Pemahaman

tentang keakutan permasalahan anak jalanan dapat diperoleh melalui

perbandingan antara undang-undang perlindungan anak dengan fakta

permasalahan anak di lapangan.

Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak

`jalanan, langkah yang tepat adalah megetahui hak-hak anak seperti yang tertuang

dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.

Selanjutnya meneliti pihak-pihak yang memiliki pengaruh, peranan dan

tanggungjawab terhadap anak yang menjadi anak jalanan. Pihak-pihak yang

memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap anak seperti keluarga dan orang

tua, masyarakat serta negara dan pemerintah diklasifikasikan dengan jelas dalam

undang-undang nomor 23 tahun 2002 yang juga memuat hak-hak anak.

Teori-teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta Teori-

(44)

2.6 Definisi Konsep

Secara sederhana definisi konsep diartikan sebagai batasan arti. Definisi

konsep adalah penegasan dan pembatasan makna konsep dalam penelitian.

Definisi konsep bertujuan untuk menghindari salah pengertian atas makna

konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian (Siagian, 2011: 138).

Konsep dalam penelitian ini antara lain :

a. Faktor dalam penelitian ini adalah yang menjadi penyebab anak

menjadi anak jalanan.

b. Anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berusia

antara 6-16 tahun.

c. Orangtua dalam penelitian ini adalah ayah, ibu atau pihak utama yang

bertanggungjawab terhadap anak jalanan.

d. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sanak saudara

serta kerabat dekat (pihak-pihak yang memiliki hubungan darah).

e. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di

lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan.

f. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kepribadian anak yang memiliki pengaruh terhadap statusnya sebagai

anak jalanan.

g. Faktor orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kepribadian orang tua yang memiliki pengaruh terhadap status

(45)

h. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh

pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta

kerabat dekat terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.

i. Faktor masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pengaruh masyarakat di lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak

(46)

Bagan Alur Pikir

Anak Jalanan

Individu Orang tua Keluarga/Kerabat Masyarakat Faktor -Faktor Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Anak Yang Menjadi

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif yaitu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan

objek dan fenomena yang diteliti, termasuk penjelasan bagaimana unsur-unsur

yang ada dalam variabel penelitian berinteraksi satu sama lain serta produk

interaksinya (Siagian, 2011 : 52).

Penelitian deskriptif (descriptive research), yang disebut juga penelitian taksonomik (taxonomic research), dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Faisal,

2007 : 20). Dengan penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara

jelas dan m endalam tentang faktor-faktor penghambat penanganan masalah

anak jalanan di Kota Medan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Terminal Amplas Kota Medan. Alasan peneliti

memilih lokasi tersebut karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti

sebelumnya, Terminal Amplas Kota Medan adalah kawasan yang ramai anak

jalanan. Pendekatan terhadap masyarakat di lokasi penelitian telah dilakukan

(48)

didukung situasi dimana banyak masyarakat yang bekerja di lokasi penelitian

berasal dari suku yang sama dengan peneliti.

3.3 Informan

Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel karena

subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara

sengaja oleh peneliti. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan

memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian

(Suyanto, 2005: 171).

3.3.1 Informan Kunci

Informan kunci adalah pihak yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian (Suyanto, 2005 : 172).

Informan kunci dalam penelitian ini adalah anak jalanan di lokasi yang telah

ditentukan.

3.3.2 Informan Tambahan

Informan tambahan adalah pihak yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak lansung terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti penelitian

(Suyanto, 2005 : 171). Informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang

pejabat kantor kelurahan timbang deli, masyarakat di lokasi tempat tinggal anak

jalanan, masyarakat di lokasi aktivitas anak jalananan serta orang tua anak

(49)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang menggunakan

pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi,

situasi, proses, atau perilaku (Faisal, 2007 : 52).

b. Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang menggunakan

pertanyaan langsung secara lisan (Faisal, 2007 : 52).

c. Dokumenter

Metode dokumenter adalah metode pengumpulan data dengan sumber data

berupa catatan atau dokumen yang tersedia (Faisal, 2007 : 53).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data kualitatif-verifikatif yaitu teknik analisis data yang mengkonstruksi

format penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data

(50)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Kecamatan Medan Amplas

Memahami kondisi fisik dan sosial terminal amplas tentu tidak terlepas

dari data tentang wilayah-wilayah di sekitar terminal amplas, tidak terkecuali

dalam rangka penelitian tentang anak jalanan di lokasi tersebut. Kecamatan

Medan Amplas adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera

Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Amplas berbatasan dengan Medan Johor di

sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur, Kabupaten Deli Serdang di

selatan, dan Medan Kota dan Medan Denai di utara. Pada tahun 2001, kecamatan

ini mempunyai penduduk sebesar 88.638 jiwa. Luasnya adalah 11,19 km² dan

kepadatan penduduknya adalah 7.921,18 jiwa/km². Di kecamatan ini terletak

Terminal Terpadu Amplas yang merupakan terminal keluar masuk untuk mobil

angkutan umum antar kota dan provinsi. Selain itu juga sedang dibangun

Jembatan Layang yang sudah dibangun sejak tahun 2006 dan telah selesai pada

tahun 2009 (https://id.wikipedia.org/wiki/Medan_Amplas,_Medan diakses pada

24 Agustus 2015 Pukul 1:59 WIB).

Kecamatan Medan Amplas terletak di wilayah Tenggara Kota Medan

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

(51)

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan

Kecamatan Medan Denai

Kecamatan Medan Amplas adalah daerah pintu gerbang Kota Medan di

sebelah timur yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya di Sumatera Utara

maupun Provinsi lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya

berjumlah 111.771 jiwa (2006)

(http://pemkomedan.go.id/new/hal-medan-amplas.html diakses pada 24 Agustus 2015 pukul 2:08 WIB).

4.2 Kelurahan Timbang Deli

Kelurahan timbang deli adalah salah satu kelurahan di kecamatan Medan

Amplas yang berada di Jalan Balai Desa Nomor 17.Terminal Amplas berada

dalam wilayah pemerintahan kelurahan timbang deli sehingga kondisi fisik dan

sosialkelurahan timbang delierat kaitannya dengan lokasi penelitian.Selain data

kondisi fisik dan sosial kelurahan timbang deli, peneliti menjadikan pejabat kantor

kelurahan timbang deli sebagai informan tambahan dengan asumsi bahwa pejabat

tersebut mampu memberikan data tentang anak jalanan.

4.2.1 Kondisi Geografis

Kelurahan Timbang Deli berbatasan langsung dengan Kelurahan Amplas

dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, Kabupaten Deli Serdang di sebelah

selatan, Kelurahan Harjosari I dan Harjosari II di sebelah barat, Kelurahan

Bangun Mulia di sebelah timur.Kelurahan ini memiliki luas wilayah sekitar 283

(52)

4.2.2 Pemerintahan

Kelurahan Timbang Deli yang dipimpin oleh seorang Lurah terbagi atas

15 lingkungan.Tahun 2013 ada 7 Pegawai Negeri yang dialokasikan untuk

pemerintahan Kelurahan Timbang Deli.

4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk adalah 15.627 jiwa, luas wilayah 283 Ha dan kepadatan

penduduk 0,018 per km2

Sumber : Kantor Lurah Timbang Deli

4.3 Terminal Amplas

Terminal Terpadu Amplas adalah sebuah terminal terpadu perhubungan

darat di Kota Medanyang melayani bus-bus antar provinsi maupun dalam provinsi

yang datang dari arah selatan Kota Medan.Bus-bus di terminal ini terutama

melayani trayek antar provinsi tujuan Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung dan

Jakarta via Selat Sunda.Terminal ini terletak di Kecamatan Medan Amplasyang

merupakan pintu gerbang Kota Medan dari sebelah selatan

(http://id.wikipedia.org/wiki/Terminal_Terpadu_Amplas) Diakses pada 06 mei

2015 pukul 09:19 Wib).

Terminal amplas yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah kawasan

padat penduduk disertai kondisi lalu lintas yang padat dengan durasi yang sangat

lama. Hingga pukul 24:00 WIB masih terlihat beberapa kendaraan yang melintas,

pada umumnya bus dan mobil pribadi. Situasi tersebut terjadi karena selain

(53)

maupun dalam provinsi, terminal amplas juga menjadi titik kumpul angkutan kota

berbagai jurusan. Bagi sebagian masyarakat di lokasi terminal, tingginya aktifitas

lalu lintas yang tidak terlepas dari tingginya volume penumpang dimanfaatkan

untuk berbagai aktifitas ekonomi.Salah satu yang meramaikan aktifitas jalanan di

(54)

BAB V

ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini disajikan data serta analisisnya berdasarkan penelitian di

lapangan. Berdasarkan perolehan data di lapangan, peneliti berhasil

mengumpulkan data-data tentang faktor-faktor penyebab anak menjadi anak

jalanan di terminal amplas kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui

beberapa tahapan antara lain :

1. Penelitian diawali dengan melakukan observasi untuk memperoleh

gambaran tentang kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan selanjutnya

untuk memperoleh gambaran tentang anak-anak jalanan yang akan diteliti.

2. Melakukan wawancara terhadap informan kunci dan informan tambahan.

5.2 Temuan

Selama melakukan observasi, peneliti melihat kebanyakan anak jalanan

yang berada di lokasi penelitian adalah pengamen dan tukang sapu bis/angkot.

Selain pengamen dan tukang sapu, terdapat juga beberapa anak yang bekerja

sebagai pedagang asongan. Aktifitas anak jalanan di lokasi penelitian mulai

berjalansekitar pukul 14:00 WIB. Ketika menjalankan aktifitas, anak-anak jalanan

tersebut tidak menetap di satu tempat.Mereka berpindah-pindah dengan memilih

lokasi yang volume kendaraannya tinggi dengan jumlah penumpang yang banyak.

Selama observasi, sesekali peneliti melihat anak-anak jalanan di lokasi penelitian

berkumpul untuk beristirahat dan bermain. Hubungan antar anak jalanan

Referensi

Dokumen terkait

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG - Aviso de Revogação de Licitação - Pregão Presencial nº.. Silvanei Batista Santos –

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014.. PARTAI

Di kota Bukittinggi pada bulan Agustus 2014 6 (enam) kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan inflasi antara lain: kelompok bahan makanan sebesar 0,78

Meningkatnya nilai It diakibatkan oleh menaiknya nilai It pada empat subsektor, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,79 persen, Subsektor Hortikultura sebesar

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya. Deputi Sekretaris Kabinet

pelaksana BPK yang melakukan Pelanggaran Tata Tertib Kerja Pegawai dapat dikenakan sanksi berupa Pemotongan Tunjangan Kegiatan dan Pembinaan Khusus (TKPK-BPK) sebagaimana

Rata-rata lama menginap tamu (RLMT) Asing dan Indonesia pada hotel berbintang di Sumatera Barat bulan Juli 2014 selama 1,62 hari, naik 0,03 hari bila dibandingkan