Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan
(Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Disusun Oleh :
Kristian B Hutajulu 110902054
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Kristian B Hutajulu
Nim : 110902054
Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)
Medan, Agustus 2015
Dosen Pembimbing
Hairani Siregar, S.Sos, M. SP
NIP : 19710927 199801 2 001
Ketua Departemen
Hairani Siregar, S.Sos, M. SP
NIP : 19710927 199801 2 001
DEKAN FISIP USU
Prof. Dr. Badaruddin, M. Si
ABSTRAK
Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.
Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan KaruniaNya yang tidak berkesudahan sehingga peneliti mampu
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana, secara khusus di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas
Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan waktu,
pengetahuan, dan biaya sehinga tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
tidaklah mungkin berhasil dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Hairani Siregar S.Sos, M. SP selaku Ketua Jurusan Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial sekaligus sebagai dosen pembimbing saya yang telah
memberikan waktu dan kesabaran dalam membimbing saya. Mohon maaf
kepada Ibu atas segala tingkah laku saya yang menjengkelkan. Tidak pernah
ada sedikitpun niat untuk menyusahkan Ibu, itu semua terjadi karena
situasi/kondisi yang kurang mendukung bagi saya untuk mengerjakan skripsi
dengan baik dan benar.
3. Ibu Mastauli Siregar S.Sos, M. Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan dukungan dan
bimbingan kepada saya. Dukungan dari Ibu cukup mampu membuat saya
4. Dosen-dosen di Unversitas Sumatera Utara, secara khusus dosen
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak membekali
peneliti dengan ilmu pengetahuan.
5. Ibu Zuraidah dan Kak Deby pada bagian admisnistrasi yang telah bannyak
membantu saya selama proses perkuliahan.
6. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, secara khusus kepada Ibunda
tercinta yang menjadi alasan utama saya bertahan menjalani proses
perkuliahan dengan berbagai tantangan yang membutuhkan banyak
kesabaran bagi sosok yang keras kepala seperti saya.
7. Teman-teman di kampus dan di luar kampus yang terlalu banyak untuk
disebutkan, I Love You All & salam parmitu. Saya tidak mampu menuliskan
nama teman dekat karena masing-masing punya nilai penting tersendiri bagi
saya, saling mengisi dalam setiap kekurangan, musik zaman dulu setia
mengiringi jejak langkah kaki kita.
8. Aktifis-aktifis yang banyak mengisi hidup saya dengan idealisme. Sabarlah
menunggu hingga waktu dimana kita mampu mewujudkan idealisme dalam
bentuk kenyataan, tidak akan terpaku dalam wacana belaka.
9. Mawar yang telah pergi meninggalkan banyak tanda tanya dan rasa bersalah.
Selama ini dirimu adalah sosok spesial yang saya akui sebagai penakluk
jiwa, dimana keberhasilannya menaklukkan jiwa saya menjadi bahan
pertanyaan bagi sebagian orang yang menyebut saya robot dalam hal
perasaan. Maaf untukmu yang entah bagaimana kondisimu, tidak pernah ada
tidak akan terimbangi walau dengan seribu puisi, jadilah manusia yang
berarti bagi dunia, salam dreamer & God bless you.
Mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi in masih jauh dari kesempurnaan, walaupun
demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2015
(Penulis)
Kristian B. Hutajulu
Nim : 110902054
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN ... 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 10
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11
1.4Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Anak Jalanan ... 13
2.1.1 Definisi Anak Jalanan ... 13
2.1.2 Kategori Anak Jalanan ... 14
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan ... 14
2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan ... 17
2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan ... 18
2.1.6 Hak Anak ... 19
2.2 Keluarga ... 24
2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap perkembangan Anak ... 25
2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orangtua ... 28
2.3 Masyarakat ... 29
2.3.1 Pengertian Masyarakat ... 29
2.3.2 Perubahan Sosial dan Budaya Masyarakat ... 29
2.3.3 Peran Masyarakat ... 31
2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah ... 31
2.5 Kerangka Pemikiran ... 32
2.6 Definisi Konsep ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Tipe Penelitian ... 37
3.2 Lokasi Penelitian ... 37
3.3 Informan ... 38
3.3.1 Informan Kunci ... 38
3.3.2 Informan Tambahan ... 38
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ...
4.1 Kecamatan Medan Amplas ... 41
4.2 Kelurahan Timbang Deli ... 41
4.2.1 Kondisi Geografis ... 41
4.2.2 Pemerintahan ... 42
4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja ... 42
4.3 Terminal Amplas ... 42
BAB V ANALISISIS DATA ... 5.1 Pengantar ... 44
5.2 Temuan ... 44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 89
ABSTRAK
Permasalahan anak adalah salah satu permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dimana permasalahan tersebut akan menjadi salah satu faktor penentu kemajuan Negara. Menghasilkan anak sebagai generasi penerus yang berkualitas membutuhkan proses yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif. Proses pembenahan anak dalam konteks kehidupan bernegara merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan. Permasalahan anak jalanan merupakan fenomena yang telah terjadi sejak lama. Permasalahan tersebut menjadi sorotan bagai masyarakat dunia seiring perkembangan zaman yang mengarah pada semakin ketatnya persaingan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan di Terminal Amplas Kota Medan dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya penanganan anak jalanan.
Berdasarkan hasil penelitian, anak-anak jalanan di terminal amplas dominan menjadi anak jalanan karena pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan tersebut terjadi karena pada umumnya mereka berasal dari lokasi sekitar terminal amplas. Selain itu, banyak diantara mereka yang orang tuanya bekerja di sekitar terminal amplas sehingga mereka terbiasa dengan lokasi. Jumlah penghasilan yang dapat diperoleh menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi anak dan orang tua. Faktanya orang tua mereka melakukan pembiaran terhadap anaknya yang menjadi anak jalanan, dibuktikan berdasarkan pernyataan anak-anak jalanan yang menjadi informan kunci bahwa penghasilan mereka kebanyakan diberikan kepada orang tua. Fakta tersebut menjadi alasan kuat sulitnya proses penanganan anak jalanan. Kurangnya keterlibatan pihak keluarga/kerabat juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi, dibuktikan dari pernyataan informan kunci bahwa tidak ada pihak keluarga/kerabat yang melarang atau jadi penghalang anak menjalani aktifitasnya. Selanjutnya kondisi fisik dan sosial kawasan terminal sangat mendukung untuk aktifitas anak jalanan, dibuktikan berdasarkan informan kunci bahwa mereka tidak merasakan hal yang tidak nyaman ataupun mengancam selama melakukan aktifitas di lokasi penelitian.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan negara tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia.
Menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik membutuhkan proses
yang panjang, yakni membenahi manusia sejak usia dini sampai usia produktif.
Proses pembenahan manusia dalam konteks kehidupan bernegara merupakan
tanggungjawab bersama antara keluarga, pemerintah, masyarakat dan secara
khusus orang tua sebagai tokoh utama yang menentukan perkembangan anak.
Memahami permasalahan kualitas sumber daya manusia Indonesia, harus
didasari pemahaman bahwa Indonesia saat ini merupakan negara berkembang
dengan jumlah penduduk urutan ke-empat terbesar di dunia. Selain itu,
dibutuhkan juga pemahaman bahwa Indonesia merupakan Negara dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi. Setiap permasalahan pada dasarnya saling
mempengaruhi, termasuk permasalahan bidang sumber daya manusia. Kondisi
tersebut menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat
dan kompleks sehingga produk pemerintah dalam bentuk kebijakan, program dan
aktifitas diharapkan terikat dengan peraturan yang ketat dan transparan untuk
menghindari penyalahgunaan status. Dengan demikian segala bentuk upaya
penanganan yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 305,6 juta jiwa pada
Indonesia 2010—2035 yang disusun bersama oleh Kementerian Perencanaan
Pembangunan/Bappenas, Badan Pusat Statistik, dan Organisasi Dana PBB untuk
Populasi (UNFPA). Laporan tersebut menyatakan populasi Indonesia akan
meningkat 28,6% dari 237,7 juta jiwa pada sensus 2010 menjadi sekitar 305,6 juta
jiwa pada 2035
(http://kabar24.bisnis.com/read/20140129/79/200088/wow-jumlah-penduduk-indonesia-tembus-305-juta-pada-2035 diakses 20 april pukul
20:25 WIB).
Permasalahan sumber daya manusia yang disusun dalam sistematika
permasalahan, menjelaskan bahwa permasalahan anak adalah salah satu
permasalahan yang sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.
Permasalahan anak tidak terlepas dari minimnya tanggungjawab terhadap anak.
Menurut aturan penyelenggaraan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara
dengan ideologi Pancasila yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam
konsep keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, serta isi pembukaan UUD 1945
alinea IV yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggungjawab untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemerintah seharusnya memberikan upaya maksimal terhadap penanganan
masalah pemenuhan tanggung jawab anak berdasarkan undang-undang yang
ditetapkan melalui kebijakan, program, dan aktifitas yang efektif dan efisien.
Salah satu permasalahan anak yang akut adalah masalah anak jalanan.
Anak jalanan rentan terhadap berbagai bentuk penyimpangan sosial, dapat
disebabkan intimidasi ataupun keinginan mereka sendiri akibat pengaruh
pengaruh negatif akan suram, bahkan anak jalanan sangat memungkinkan menjadi
pelaku pelanggaran hukum di masyarakat semasa berstatus anak jalanan juga
setelah dewasa.
Berita terkait kriminalitas di dalam angkot yang berjudul ― Pelaku
Kejahatan Keras Merambah di Kalangan Remaja‖ Diposting pada kamis, 29
desember 2011 sebagai contoh suramnya masa depan anak-anak jalanan.
Diungkapkan bahwa saat memburu tersangka MSD (19) di Medan, Sumatera
Utara, polisi menangkap tiga tersangka dalam kasus lain yang serupa. Prestasi ini
mengungkap meluasnya kejahatan keras yang dilakukan kalangan remaja. MSD
adalah satu dari empat tersangka pemerkosa dan perampok penumpang angkutan
kota, R (35), di Depok, Rabu (14/12). Tiga tersangka lain yang ditangkap adalah
YBR (18), DR (18), dan A (19). YBR adalah tersangka utama kasus ini.
YBR, MSD, dan DR adalah anggota komplotan pencuri dan perampas
sepeda motor yang sering melukai, bahkan tak jarang memerkosa, korbannya.
Saat MSD ditangkap di Medan, Selasa (27/12) siang, tiga kawannya, yaitu R (19),
K (21), dan C (19), ikut terjaring. Ketiga kawan MSD ditangkap di Pematang
Siantar. Saat R, K, dan C diperiksa, terungkap mereka berkawan dengan empat
orang lainnya yang kini buron. Kejahatan yang mereka lakukan sama dengan
kejahatan yang dilakukan YBR, MSD, dan DR. ‖Sehari-hari para tersangka dan
buron ini bekerja sebagai sopir tembak angkot di Jakarta. Mereka adalah
anak-anak jalanan,‖ ungkap Kepala Subdit Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum
Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Helmy Santika, Rabu (28/12).
jalanan yang dibayar murah para sopir resmi angkot. Yang fenomenal dari
pengungkapan para tersangka kali ini adalah sembilan dari 10 tersangka kejahatan
keras mulai melakukan kejahatan sebelum berusia 18 tahun. Pengamatan Kompas,
para pelaku kejahatan keras seperti pemerkosaan sadis, penganiayaan berat, dan
pembunuhan di Jakarta selama ini dilakukan oleh pelaku yang berusia 25 tahun ke
atas. Baru kali ini polisi mengungkap serangkaian kejahatan keras di Jakarta
dilakukan para pelaku berusia 20 tahun ke bawah.
‖Pengalaman saya, para pelaku yang terungkap melakukan kejahatan keras
umumnya telah melakukan kejahatan lain dua sampai tiga tahun sebelum ia
ditangkap. Kejahatan yang dilakukan berkembang secara bertahap baik kualitatif
maupun kuantitatif sampai akhirnya pelaku melakukan kejahatan keras,‖ papar
Helmy. Helmy menduga, para pelaku melakukan tindak kriminal saat usianya
lebih muda lagi. ‖Kalau pada umur 20 tahun dia sudah melakukan pemerkosaan
dan penganiayaan berat, perampokan, serta pembunuhan, sekurang-kurangnya dia
pada usia di bawah 18 tahun sudah melakukan kejahatan,‖ ujarnya. Ia
mengingatkan, kejahatan berbeda dengan kenakalan.
‖Kejahatan yang saya maksud adalah kejahatan seperti disebutkan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,‖ ujar Helmy. Oleh sebab itu, terungkapnya
kejahatan yang diduga dilakukan 10 tersangka (tidak termasuk tersangka A,
perempuan) adalah bukti telah terjadi ‖metamorfosis‖ para pelaku baru kejahatan
secara lebih dini. Helmy mengungkapkan, kejahatan keras di wilayah hukum
Polda Metro Jaya umumnya dilakukan mereka yang berusia 25 tahun ke atas.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Nico Afinta pun
Kekerasan (sekarang kepala subdit umum), para pelaku kejahatan keras memang
umumnya berusia 28 tahun ke atas. Paling muda berusia 25 tahun,‖ ucapnya.
Menurut Helmy, metamorfosis penjahat baru yang berusia lebih muda ini
menunjukkan semakin banyaknya remaja yang tumbuh di jalanan karena
persoalan keluarga dan sekolah. ‖Kedua persoalan itu masih seputar belitan
masalah kemiskinan,‖ ucapnya. Ia menambahkan, sebagian anak-anak jalanan ini
umumnya ‖main‖ di terminal. Sebagian di antara mereka ditampung menjadi
sopir tembak. Helmy menduga, karier kenakalan yang berubah menjadi karier
kejahatan anak-anak jalanan ini bermula dari sana
(http://regional.kompas.com/read/2011/12/29/04370072/Pelaku.Kejahatan.Keras.
Merambah.Kalangan.Remaja Diakses pada 28 Juli 2015 Pukul 11:58 WIB).
Negara dan semua pihak terkait harus bekerja lebih keras untuk
menyelamatkan anak-anak telantar atau menghadapi berbagai persoalan lain.
Sebab, ternyata jumlah anak yang tertimpa masalah pola asuh jumlahnya sangat
besar, mencapai 4,1 juta orang. Fakta tersebut disampaikan Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin)
Kemensos. Khofifah mengungkapkan, dari 4,1 juta anak bermasalah itu, 5.900
anak menjadi korban kekerasan, 34.000 di antaranya anak jalanan, 3.600 anak
berhadapan dengan hukum (ABH). Adapun pihak kementerian dan lembaga
terkait anak berada di BKKBN, Kemendikbud, Kemensos, dan Kemenag.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohanna
kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota masih lemah. Dia
bahkan menemukan kasus di mana pihak kepolisian masih kurang serius dalam
menangani kasus yang menyangkut anak dengan alasan karena masalah keluarga.
Yohana juga menengarai Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (TP2TP2A) di beberapa daerah belum berjalan maksimal.
Bahkan ada di beberapa kabupaten/ kota belum dibentuk TP2TP2A. Selain itu
Yohana menekankan perlunya digalakkan sosialisasi UU Perlindungan Anak
dengan target sampai ke desa-desa. Lebih jauh dia mengaku tengah mengkaji
sanksi dengan mencabut hak asuh. Hal ini dimaksudkan agar ada efek jera bagi
orang tua yang memperlakukan anaknya secara tidak layak
(http://www.kpai.go.id/berita/kpai-jutaan-anak-alami-masalah-sosial/ ditayangkan
oleh Davit Setyawan pada 19 mei 2015, diakses pada 09 juni 2015 22:28 WIB.)
Pada pasal 28 B ayat 2 UUD 1945, menyatakan bahwa setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari
segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Convension on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak), dinyatakan bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya secara normal
sebagaimana layaknya anak yang pada dasarnya masih memiliki
kebutuhan-kebutuhan khusus karena ketidakberdayaan untuk mandiri.
Perkembangan Undang-Undang perlindungan anak selanjutnya adalah
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Pada pasal 13 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 32 dinyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua,
mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi
maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Kemudian yang mempertegas
pernyataan pihak-pihak yang bertanggung jawab pada anak terdapat pada pasal 20
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dinyatakan bahwa negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-Undang Nomor 35 tahun
2014 merupakan Undang-Undang perlindungan anak terbaru saat ini sebagai
bentuk perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, yang semakin
mempertegas perlindungan atas hak anak dengan penegasan tanggungjawab
pemerintah daerah. Pentingnya generasi penerus menjadi alasan peneliti
melakukan penelitian tentang anak, secara khusus anak jalanan.
Penelitian ini dilakukan di Kota Medan. Kota Medan merupakan ibukota
provinsi Sumatera Utara sekaligus sebagai kota metropolitan terbesar di luar
Pulau Jawa dan Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektare (265,10 km²) atau 3,6% dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan
kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan
jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3°
30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi
kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5
meter di atas permukaan laut (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Medan diakses
Sebagai kota metropolitan, Medan tidak terlepas dari kompleksitas
masalah anak, masih adanya anak jalanan, prostitusi yang melibatkan anak-anak,
kekerasan terhadap anak, kriminalitas di kalangan anak-anak dan
persoalan-persoalan lainnya yang melibatkan anak-anak, ini semua menjadi tanggungjawab
kita bersama untuk menyelesaikannya, khusunya yang berhubungan dengan
eksploitasi anak di bawah umur.
Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Medan
Misran Lubis sebagai nara sumber mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena
klasik dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap
tahunnya, data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008
mengidentifikasi jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima
kota yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak),
Nias Selatan (224 anak) dan Tanah Karo (157 anak).
Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan pemetaan ulang terhadap
situasi anak jalanan di Kota Medan, dari pemetaan tersebut ditemukan data
statistik populasi anak jalanan yang berbeda, PKPA melakukan identifikasi di 7
kecamatan populasi anak jalananan sebanyak 420 anak, mereka tersebar di 18
lokasi yakni pada umumnya dipersimpangan lampu merah diantaranya simpang
Gelugur, Bundaran Majestik, Pasar Petisah, Simpang Pulo Brayan, Simpang Sei
Sikambing, dan terminal
(http://pemkomedan.go.id/new/berita-kota-medan-tidak-terlepas-dari- kompleksitas-masalah.html diakses 20 april pukul 20:03 WIB).
Anak jalanan sampai saat ini masih saja menjadi korban kebijakan yang
tak menguntungkan bagi tumbuh dan kembang mereka. Di Medan misalnya, ada
Pengemisan, dan Perda Sumatera Utara Nomor 4 Tahun 2008 tentang Penanganan
Gelandangan dan Pengemis yang seharusnya menjadi pijakan untuk meningkat
martabat kehidupan anak jalanan. Tapi alih-alih meningkatkan martabat mereka,
anak jalanan yang perdefenisi masuk menjadi salah satu kegiatan gelandangan
malah dikriminalisasi.
Sewaktu-waktu anak jalanan bisa saja mendapat tindakan represif dari
Negara, ditangkap, ditahan, dan berdasarkan pengalaman selama ini, karena tidak
ada program yang jelas setelah mereka dirazia, mereka dilepaskan lagi. Setelah itu
tentu saja mereka kembali beraktifitas sebagai anak jalanan. Hal ini diungkapkan
oleh M. Jailani, S.Sos, M.A, Direktur Eksekutif Yayasan Kelompok Kerja Sosial
Perkotaan (KKSP) ketika memberikan pengantar dalam kegiatan Working Group
Sosialisasi Program Peduli Dan Pemetaan Peran Pemangku Kepentingan di Kota
Medan di Kantor Walikota Medan, Selasa (7/4/2015).
Jailani menambahkan bahwa anak jalanan di Kota Medan juga sulit
mendapatkan pelayanan publik seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Anak-anak jalanan tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis bila tidak
memiliki kartu BPJS. Ditambah lagi, persoalan identitas juga sulit mereka
dapatkan sehingga pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis seperti hanya
mimpi bagi mereka.
Di sisi lain, masyarakat juga belum dapat menerima anak jalanan sebagai
bagian dari kelompok masyarakat, masih saja ada kecurigaan terhadap keberadaan
di-kota-medan- harus-secara-inklusif/ diakses pada 18 agustus 2015 pukul 13 52
WIB).
Hasil pemetaan yang dilakukan pihak pusat kajian dan perlindungan anak
(PKPA) dalam uraian sebelumnya, mempermudah peneliti untuk menentukan
lokasi penelitian dengan populasi anak jalanan yang cukup besar di Kota Medan.
Peneliti memilih Terminal Amplas Kota Medan sebagai lokasi penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui permasalahan anak jalanan melalui penelitian yang berjudul“ Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan (Studi Kasus di Terminal Amplas Kota Medan)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah penelitian ini
dapat di rumuskan sebagai berikut ―Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab
anak menjadi anak jalanan di Terminal Amplas Kota Medan?‖.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam rangka :
a. Sebagai referensi untuk akademisi dalam rangka penelitian tentang
masalah kesejahteraan sosial, secara khusus masalah anak jalanan.
b. Pengembangan teori-teori tentang pengaruh karakter individu, orang
tua, keluarga/kerabat dekat, teman serta masyarakat terhadap
permasalahan anak jalanan.
c. Pengembangan model penanganan masalah anak jalanan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini secara garis besar dikelompokkan
menjadi enam bab, antara lain :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan
penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang uraian yang berkaitan dengan masalah
dan objek penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik
analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang sejarah singkat dan gambaran umum
lokasi penelitian serta data-data yang berkaitan dengan
penelitian.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini tentang uraian data penelitian serta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi tentang hasil penelitian berupa kesimpulan
dan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang memiliki
peranan dan tanggung jawab terhadap permasalahan yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak Jalanan
2.1.1 Definisi Anak Jalanan
Menurut Kementerian Sosial RI, anak jalanan adalah anak yang
melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar, pertokoan, dan
pusat-pusat keramaian lainnya (http://www.kemsos.go.id/modules.
php?name=glosariumkesos&letter=a).
Kriteria anak jalanan antara lain :
a. Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun di
tempat-tempat umum; atau
b. Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat
umum (http://dissos.jabarprov.go.id/gispmks/?page_id=2764 Diakses pada
05 Mei 2015 pukul 22:41 WIB).
Anak jalanan dapat juga disebut sebagai anak-anak yang tersisih, marginal
dan jauh dari perlakuan kasih sayang karena dalam usia yang relatif dini harus
berhadapan dengan kehidupan kota yang keras dan cenderung tidak bersahabat.
Kondisi kehidupan anak jalanan dapat dikatakan marginal karena pekerjaan yang
mereka lakukan tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya
tidak menjanjikan kehidupan yang layak di masa depan. Dikatakan rentan karena
karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah (kurang kompetitif)
sehingga rawan terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab (Suyanto, 2010: 185-186).
2.1.2 Kategori Anak Jalanan
Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok, antara
lain :
1. children on the street, yakni anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja dijalan namun masih mempunyai hubungan dengan
orangtua.
2. children of the street, yakni anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.
3. children from families of the street, yakni anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Perbedaan kelompok anak jalanan tentu memiliki perbedaan
permasalahan. Untuk melakukan penanganan anak jalanan dibutuhkan
pemahaman karakteristik anak jalanan sehingga model penanganan anak jalanan
dapat dikatakan harus kondisional (Suyanto, 2010 : 186-187).
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Anak Menjadi Anak Jalanan
Secara garis besar, faktor yang menyebabkan anak menjadi anak jalanan
antara lain :
1. Faktor ekonomi keluarga
3. Masalah dalam hubungan anak dengan orang tua
4. Pengaruh teman atau kerabat (Suyanto, 2010 : 196-197)
Masalah anak jalanan tidak terlepas dari kemiskinan struktural di dalam
masyarakat, semakin terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan yang
semakin tidak mempertimbangkan kepentingan kebutuhan dan perlindungan anak,
semakin meningkatnya gejala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak
untuk mencari uang dari jalanan, kemudian keberadaan anak jalanan yang
sementara dirasakan masyarakat sebagai gangguan (Huraerah, 2006 : 77).
Anak jalanan adalah anak yang bermasalah dalam fase-fase proses
sosialisasi. Kesalahan yang terjadi dalam fase sosialisasi anak adalah bagian dari
faktor penyebab anak menjadi anak jalanan. Orang tua memiliki kewajiban untuk
membimbing anak dalam melakukan proses sosialisasi karena orangtua sangat
menentukan karakter anak dari proses sosialisasinya. Talcott Parsons dalam
menganalisis tindakan-tindakan sosial memperkenalkan Adaption, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maitenance atau yang lebih dikenal dengan A-G-I-L. Fase-fase dalam A-G-I-L tidak memiliki batasan yang jelas
karena prosesnya terjadi secara berkesinambungan. Fase-fase tersebut dalam
proses sosialisasi dijelaskan sebagai berikut :
1. Fase Laten
Pada fase ini proses sosialisasi yang berlangsung belum terlihat nyata.
Pengenalan anak terhadap diri sendiri tidak jelas karena belum menjadi
individu yang berdiri sendiri dan belum mampu melakukan kontak sosial
2. Fase Adaptasi
Pada fase ini anak mulai melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosialnya. Reaksi-reaksinya tidak hanya terdorong oleh
ransangan-ransangan dari dirinya, tetapi mulai belajar bagaimana caranya bereaksi
terhadap ransangan dari luar dirinya. Pada fase ini peranan orang tua
terhadap pembentukan karakter anak dapat terlihat karena orang tua
memiliki banyak pengaruh terhadap pembentukan karakter anak.
3. Fase Pencapaian Tujuan
Pada fase ini anak tidak hanya menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sosialnya, tetapi lebih terarah pada maksud dan tujuan tertentu. Kondisi
tersebut terjadi karena anak telah memiliki kemampuan untuk memahami
sebagian dari kondisi lingkungan sosialnya, sehingga mampu
mengarahkan tindakan terhadap maksud dan tujuan tertentu.
4. Fase Integrasi
Pada fase ini tingkah laku anak tidak hanya adaptasi dan pencapaian, tetapi
menjadi bagian dari dirinya berdasarkan nilai dan norma yang tertanam.
Kondisi tersebut terjadi karena karakter anak telah dibentuk berdasarkan
nilai dan norma yang tertanam selama proses menjalani kehidupannya.
Dengan kata lain anak telah memiliki kemampuan untuk mandiri,
2.1.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan
Aspek Permasalahan yang Dihadapi
Pendidikan Sebagian besar putus sekolah karena
waktunya habis di jalan
Intimidasi Menjadi sasaran tindak kekerasan
anak jalanan yang lebih dewasa,
kelompok lain, petugas dan razia
Penyalahgunaan obat dan zat adiktif Ngelem, minuman keras, pil KB dan
sejenisnya
Kesehatan Rentan penyakit kulit, PMS,
gonorhea, paru-paru
Tempat tinggal Umumnya di sembarang tempat, di
gubuk-gubuk, atau di pemukiman
kumuh
Resiko kerja Tertabrak, pengaruh sampah
Hubungan dengan keluarga Umumnya renggang, dan bahkan
sama sekali tidak berhubungan
Makanan Seadanya, kadang mengais dari
tempat sampah, kadang beli
2.1.5 Pendekatan dalam Penanganan Anak Jalanan
Community Based merupakan model penanganan yang melibatkan
seluruh potensi masyarakat, terutama keluarga atau orang tua anak jalanan.
Pendekatan dilakukan dengan pencegahan agar anak tidak masuk dan terjerumus
dalam kehidupan di jalanan.
Street Based merupakan model penanganan anak jalanan di tempat anak
jalanan berasal/tinggal, kemudian para street educator datang untuk melakukan pendekatan yang kemudian dilanjutkan dengan intervensi.
Centre Based merupakan pendekatan dan penanganan anak jalanan di
diberikan pelayanan lembaga/panti. Pada panti yang permanen, disediakan
pelayanan pendidikan, ketrampilan, kebutuhan dasar, kesehatan, kesenian, dan
pekerjaan bagi anak jalanan (Suyanto, 2010 : 200-201).
2.1.6 Hak Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak :
Pasal 2
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasrkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam
kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar.
Pasal 4
1. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
negara atau orang atau badan.
2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pasal 5
1. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan
keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 6
1. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang
bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Pelayanan dan asuhan, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), juga
diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan
pelangggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.
Pasal 7
Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak
yang bersangkutan.
Pasal 8
Bantuan dan pelayanan, yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak
menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
Pasal 6
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua.
Pasal 7
1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh
oleh orang tuanya sendiri.
2. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh
kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
Pasal 9
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
Pasal 10
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya
demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12
Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13
1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana
pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan
dari perlakuan:
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan; dan
f. Perlakuan salah lainnya.
2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.
Pasal 14
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 15
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. Pelibatan dalam peperangan.
Pasal 16
1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
3. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir
Pasal 17
1. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan
dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang
objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
2. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sebuah kelompok yang terdiri dari hubungan
laki-laki dan perempuan yang berlangsung dalam waktu yang lama. Keluarga dalam
bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri
2.2.2 Tahapan Kehidupan Keluarga
1. Formatif pre-nuptial stage. yaitu tahapan persiapan sebelum berlangsungnya perkawinan. Masa ini adalah masa berkasih-kasihan,
hubungan yang akan semakin erat seiring berjalannya waktu jika ada
kesesuaian dan perasaan yang kuat.
2. Nupteap stage. yaitu tahapan sebelum kehadiran anak yang merupakan permulaan kehidupan keluarga. Dalam tahapan ini suami dan istri hidup
bersama menciptakan rumah tangga, mencari pengalaman baru serta sikap
baru terhadap masyarakat
3. Child rearing stage. yaitu tahapan pelaksanaan kehidupan keluarga yang disertai dengan tanggung jawab terhadap anak sesuai dengan tahap
perkembangan anak.
4. Maturity stage. yaitu tahapan yang akan terjadi jika anak tidak lagi membutuhkan tanggung jawab orang tua, dapat disebut dengan istilah
anak yang telah mandiri (Ahmadi, 2009 : 223).
2.2.3 Faktor-Faktor Keluarga Terhadap Perkembangan Anak
1. Perimbangan Perhatian
Yang dimaksud perimbangan perhatian adalah perhatian orang tua
atas tugas-tugasnya secara menyeluruh. Masing-masing tugas menuntut
perhatian yang penuh sesuai dengan porsinya. Kalau tidak demikian, akan
terjadi ketidakseimbangan. Semua yang dibebankan pada orangtua sebagai
membutuhkan stabilitas keluarga, pendidikan, pemeliharaan fisik dan
psikis termasuk religius.
2. Keutuhan Keluarga
Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi
anggota-anggota keluarga, ayah, ibu, dan anak-anak. Sebaliknya keluarga yang
pecah atau broken home terjadi di mana tidak hadirnya salah satu orang
tua karena kematian atau perceraian. Antara keluarga yang utuh dan pecah
mempunyai pengaruh yang berbeda teerhadap perkembangan anak.
Keluarga yang utuh tidak sekedar utuh dalam arti berkumpulnya ayah dan
ibu tetapi utuh dalam arti yang sebenar-benarnya yaitu di samping utuh
dalam fisik juga utuh dalam psikis.
3. Status Sosial
Status sosial orang tua mempunyai pengaruh terhadap tingkah laku
dan pengalaman anak-anaknya. Yang dimaksud dengan status sosial ialah
kedudukan orangtua dalam kelompoknya.
4. Besar Kecilnya Keluarga
Besar kecilnya keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Pada keluarga besar anak sudah biasa bergaul dengan orang lain, sudah
biasa memperlakukan dan diperlakukan orang lain. Sikap toleransi
berkembang sejak kecil. Pada keluarga yang kecil dalam hal ini anak yang
tunggal dibutuhkan perhatian yang lebih besar dari para orangtua agar
5. Ekonomi Keluarga
Kaya atau miskin masing-masing memiliki pengaruh positif dan
negatif. Keadaan keluarga yang kaya dan menjadikan anak mudah
memenuhi kebutuhan akan menjadi permasalahan yang berat ketika minim
pengawasan. Anak dengan kepemilikan uang yang memadai akan lebih
mudah mendapatkan keinginan-keinginannya sebagai akibat dari uang
yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan. Jika uang tersebut
digunakan untuk hal-hal yang salah, tentu akan merusak karakter anak.
Sebaliknya, keadaan keluarga yang miskin akan mengakibatkan
anak sulit untuk mengaktualisaikan dirinya karena uang memiliki
pengaruh yang besar terhadap aktualisasi diri. Dalam kondisi yang sulit
memenuhi kebutuhan, ada kemungkinan anak akan dikucilkan di
lingkungannya sehingga terbentuk karakter yang merasa dikucilkan dan
sulit untuk berekspresi. Jika anak mendapat tekanan di luar batas, besar
kemungkinan anak melakukan berbagai bentuk tindakan menyimpang
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, bahkan mengarah pada
tindakan membalas dendam dengan perlakuan yang dialami. Dengan
demikian kaya bukan berarti jaminan kehidupan anak berkualitas baik,
sebaliknya miskin bukan berarti jaminan kehidupan anak tidak berkualitas
2.2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang tua
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak :
Pasal 9
Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya
kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.
Pasal 10
1. Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana
termaksud dalam pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kusasa
asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang
atu badan sebagai wali.
2. Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban
orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan
kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya.
3. Pencabutan dan pengembalian hak asuh orang tua ditetapkan dengan
keputusan hakim.
4. Pelaksanaan ketentuan ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 :
Pasal 26
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau
karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3 Masyarakat
2.3.1 Pengertian Masyarakat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dalam waktu yang
lama, dan yang terikat dengan rasa identitas bersama. Semakin tingginya tingkat
persaingan hidup di perkotaan menjadikan karakter masyarakat mengarah pada
sifat kurang peduli terhadap lingkungan sosialnya (Koentjaraningrat, 2002 :
146-147).
2.3.2 Perubahan Sosial dan Perubahan Budaya Masyarakat
Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan hanya dapat dibedakan
dengan membedakan secara tegas pengertian antara masyarakat dan kebudayaan.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, sehingga setiap
perubahan budaya dalam masyarakat adalah hasil dari perubahan sosial yang
Proses perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap
masyarakat masyarakat selalu mengalami perubahan yang terjadi
secara lambat maupun cepat.
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan
diikuti oleh perubahan pada lembaga-lembaga sosial yang lain.
3. Perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, biasanya
mengakibatkan disorganisasi karena dalam masyarakat ada proses
adaptasi. Disorganisasi yang diikuti oleh proses reorganisasi akan
menghasilkan pemantapan kaidah-kaidah dan nilai yang baru.
4. Suatu perubahan tidak dapat dibatasi pada aspek kebendaan atau
spiritual saja, karena keduanya memiliki kaitan timbal balik yang kuat.
5. Secara tipologis, perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai :
a. Proses sosial, yang menyangkut sirkulasi atau rotasi ganjaran
fasilitas-fasilitas dan individu yang menempati posisi tertentu
ada suatu struktur.
b. Segmentasi, yaitu keberadaan unit-unit secara struktural tidak
berbeda secara kualitatif dari keberadaan masing-masing unit
tersebut.
c. Perubahan struktural, yaitu munculnya kompleksitas baru
secara kualitatif mengenai peranan-peranan dan organisasi.
d. Perubahan dalam struktur kelompok, yaitu perubahan dalam
hubungan-hubungan diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat (Soekanto dalam Martono, 2012 : 12-13).
2.3.3 Peran Masyarakat
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :
Pasal 72
1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk
berperan dalam perlindungan anak.
2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.
2.4 Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah
Negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab tersendiri terhadap
penanganan permasalahan anak. Pemahaman tentang tanggung jawab negara dan
pemerintah terhadap anak merupakan pendukung keberhasilan upaya penanganan
masalah anak jalanan. Tanggung jawab negara dan pemerintah tersusun beberapa
pasal dalam satu kelompok pada Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak :
Pasal 21
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab
agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum
anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
Pasal 22
Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 23
1. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua,
wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
2. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Pasal 24
Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya
dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.
2.5 Kerangka Pemikiran
Anak jalanan merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan
sosial. Dalam permasalahan anak jalanan, dibutuhkan perhatian serius karena
masalah anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang akut. Selain itu,
alasan yang paling serius untuk menyoroti permasalahan anak jalanan adalah
status anak jalanan yang juga sebagai generasi penerus penentu masa depan
negara.
Permasalahan anak jalanan sebagai permasalahan sosial yang terjadi di
kawasan perkotaan menjadi salah satu permasalahan yang akut dari masa-kemasa.
dengan jumlah penduduk yang sangat padat, bahkan berada pada urutan ke-empat
terbesar didunia disertai tingkat heterogenitas yang tinggi. Kondisi tersebut
menjadikan Indonesia menghadapi permasalahan sosial yang sangat berat dan
kompleks, dimana setiap permasalahan saling mempengaruhi, tidak terkecuali
terhadap permasalahan anak jalanan.
Kondisi Indonesia saat ini tidak sepenuhnya dapat menjadi alasan untuk
permasalahan anak jalanan yang masih berkelanjutan. Kerjasama yang baik antar
pihak-pihak yang bertanggungjawab merupakan solusi terbaik. Pemahaman
tentang keakutan permasalahan anak jalanan dapat diperoleh melalui
perbandingan antara undang-undang perlindungan anak dengan fakta
permasalahan anak di lapangan.
Mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab anak menjadi anak
`jalanan, langkah yang tepat adalah megetahui hak-hak anak seperti yang tertuang
dalam undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
Selanjutnya meneliti pihak-pihak yang memiliki pengaruh, peranan dan
tanggungjawab terhadap anak yang menjadi anak jalanan. Pihak-pihak yang
memiliki peranan dan tanggung jawab terhadap anak seperti keluarga dan orang
tua, masyarakat serta negara dan pemerintah diklasifikasikan dengan jelas dalam
undang-undang nomor 23 tahun 2002 yang juga memuat hak-hak anak.
Teori-teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak serta Teori-
2.6 Definisi Konsep
Secara sederhana definisi konsep diartikan sebagai batasan arti. Definisi
konsep adalah penegasan dan pembatasan makna konsep dalam penelitian.
Definisi konsep bertujuan untuk menghindari salah pengertian atas makna
konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian (Siagian, 2011: 138).
Konsep dalam penelitian ini antara lain :
a. Faktor dalam penelitian ini adalah yang menjadi penyebab anak
menjadi anak jalanan.
b. Anak jalanan dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berusia
antara 6-16 tahun.
c. Orangtua dalam penelitian ini adalah ayah, ibu atau pihak utama yang
bertanggungjawab terhadap anak jalanan.
d. Keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sanak saudara
serta kerabat dekat (pihak-pihak yang memiliki hubungan darah).
e. Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat di
lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak jalanan.
f. Faktor individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kepribadian anak yang memiliki pengaruh terhadap statusnya sebagai
anak jalanan.
g. Faktor orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kepribadian orang tua yang memiliki pengaruh terhadap status
h. Faktor keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh
pihak-pihak yang memiliki hubungan darah secara langsung serta
kerabat dekat terhadap status anak yang menjadi anak jalanan.
i. Faktor masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengaruh masyarakat di lokasi tempat tinggal dan lokasi aktifitas anak
Bagan Alur Pikir
Anak Jalanan
Individu Orang tua Keluarga/Kerabat Masyarakat Faktor -Faktor Yang Memiliki Pengaruh Terhadap Anak Yang Menjadi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan
objek dan fenomena yang diteliti, termasuk penjelasan bagaimana unsur-unsur
yang ada dalam variabel penelitian berinteraksi satu sama lain serta produk
interaksinya (Siagian, 2011 : 52).
Penelitian deskriptif (descriptive research), yang disebut juga penelitian taksonomik (taxonomic research), dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Faisal,
2007 : 20). Dengan penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara
jelas dan m endalam tentang faktor-faktor penghambat penanganan masalah
anak jalanan di Kota Medan.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Terminal Amplas Kota Medan. Alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti
sebelumnya, Terminal Amplas Kota Medan adalah kawasan yang ramai anak
jalanan. Pendekatan terhadap masyarakat di lokasi penelitian telah dilakukan
didukung situasi dimana banyak masyarakat yang bekerja di lokasi penelitian
berasal dari suku yang sama dengan peneliti.
3.3 Informan
Pada penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel karena
subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara
sengaja oleh peneliti. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan
memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian
(Suyanto, 2005: 171).
3.3.1 Informan Kunci
Informan kunci adalah pihak yang mengetahui dan memiliki berbagai
informasi pokok yang di perlukan dalam penelitian (Suyanto, 2005 : 172).
Informan kunci dalam penelitian ini adalah anak jalanan di lokasi yang telah
ditentukan.
3.3.2 Informan Tambahan
Informan tambahan adalah pihak yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak lansung terlibat dalam interaksi sosial yang di teliti penelitian
(Suyanto, 2005 : 171). Informan tambahan dalam penelitian ini adalah orang
pejabat kantor kelurahan timbang deli, masyarakat di lokasi tempat tinggal anak
jalanan, masyarakat di lokasi aktivitas anak jalananan serta orang tua anak
3.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi,
situasi, proses, atau perilaku (Faisal, 2007 : 52).
b. Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang menggunakan
pertanyaan langsung secara lisan (Faisal, 2007 : 52).
c. Dokumenter
Metode dokumenter adalah metode pengumpulan data dengan sumber data
berupa catatan atau dokumen yang tersedia (Faisal, 2007 : 53).
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data kualitatif-verifikatif yaitu teknik analisis data yang mengkonstruksi
format penelitian dan strategi untuk lebih awal memperoleh data
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Kecamatan Medan Amplas
Memahami kondisi fisik dan sosial terminal amplas tentu tidak terlepas
dari data tentang wilayah-wilayah di sekitar terminal amplas, tidak terkecuali
dalam rangka penelitian tentang anak jalanan di lokasi tersebut. Kecamatan
Medan Amplas adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera
Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Amplas berbatasan dengan Medan Johor di
sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur, Kabupaten Deli Serdang di
selatan, dan Medan Kota dan Medan Denai di utara. Pada tahun 2001, kecamatan
ini mempunyai penduduk sebesar 88.638 jiwa. Luasnya adalah 11,19 km² dan
kepadatan penduduknya adalah 7.921,18 jiwa/km². Di kecamatan ini terletak
Terminal Terpadu Amplas yang merupakan terminal keluar masuk untuk mobil
angkutan umum antar kota dan provinsi. Selain itu juga sedang dibangun
Jembatan Layang yang sudah dibangun sejak tahun 2006 dan telah selesai pada
tahun 2009 (https://id.wikipedia.org/wiki/Medan_Amplas,_Medan diakses pada
24 Agustus 2015 Pukul 1:59 WIB).
Kecamatan Medan Amplas terletak di wilayah Tenggara Kota Medan
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Kota dan
Kecamatan Medan Denai
Kecamatan Medan Amplas adalah daerah pintu gerbang Kota Medan di
sebelah timur yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya di Sumatera Utara
maupun Provinsi lainnya melalui transportasi darat, dengan penduduknya
berjumlah 111.771 jiwa (2006)
(http://pemkomedan.go.id/new/hal-medan-amplas.html diakses pada 24 Agustus 2015 pukul 2:08 WIB).
4.2 Kelurahan Timbang Deli
Kelurahan timbang deli adalah salah satu kelurahan di kecamatan Medan
Amplas yang berada di Jalan Balai Desa Nomor 17.Terminal Amplas berada
dalam wilayah pemerintahan kelurahan timbang deli sehingga kondisi fisik dan
sosialkelurahan timbang delierat kaitannya dengan lokasi penelitian.Selain data
kondisi fisik dan sosial kelurahan timbang deli, peneliti menjadikan pejabat kantor
kelurahan timbang deli sebagai informan tambahan dengan asumsi bahwa pejabat
tersebut mampu memberikan data tentang anak jalanan.
4.2.1 Kondisi Geografis
Kelurahan Timbang Deli berbatasan langsung dengan Kelurahan Amplas
dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, Kabupaten Deli Serdang di sebelah
selatan, Kelurahan Harjosari I dan Harjosari II di sebelah barat, Kelurahan
Bangun Mulia di sebelah timur.Kelurahan ini memiliki luas wilayah sekitar 283
4.2.2 Pemerintahan
Kelurahan Timbang Deli yang dipimpin oleh seorang Lurah terbagi atas
15 lingkungan.Tahun 2013 ada 7 Pegawai Negeri yang dialokasikan untuk
pemerintahan Kelurahan Timbang Deli.
4.2.3 Penduduk dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk adalah 15.627 jiwa, luas wilayah 283 Ha dan kepadatan
penduduk 0,018 per km2
Sumber : Kantor Lurah Timbang Deli
4.3 Terminal Amplas
Terminal Terpadu Amplas adalah sebuah terminal terpadu perhubungan
darat di Kota Medanyang melayani bus-bus antar provinsi maupun dalam provinsi
yang datang dari arah selatan Kota Medan.Bus-bus di terminal ini terutama
melayani trayek antar provinsi tujuan Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung dan
Jakarta via Selat Sunda.Terminal ini terletak di Kecamatan Medan Amplasyang
merupakan pintu gerbang Kota Medan dari sebelah selatan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Terminal_Terpadu_Amplas) Diakses pada 06 mei
2015 pukul 09:19 Wib).
Terminal amplas yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah kawasan
padat penduduk disertai kondisi lalu lintas yang padat dengan durasi yang sangat
lama. Hingga pukul 24:00 WIB masih terlihat beberapa kendaraan yang melintas,
pada umumnya bus dan mobil pribadi. Situasi tersebut terjadi karena selain
maupun dalam provinsi, terminal amplas juga menjadi titik kumpul angkutan kota
berbagai jurusan. Bagi sebagian masyarakat di lokasi terminal, tingginya aktifitas
lalu lintas yang tidak terlepas dari tingginya volume penumpang dimanfaatkan
untuk berbagai aktifitas ekonomi.Salah satu yang meramaikan aktifitas jalanan di
BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Pada bab ini disajikan data serta analisisnya berdasarkan penelitian di
lapangan. Berdasarkan perolehan data di lapangan, peneliti berhasil
mengumpulkan data-data tentang faktor-faktor penyebab anak menjadi anak
jalanan di terminal amplas kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui
beberapa tahapan antara lain :
1. Penelitian diawali dengan melakukan observasi untuk memperoleh
gambaran tentang kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan selanjutnya
untuk memperoleh gambaran tentang anak-anak jalanan yang akan diteliti.
2. Melakukan wawancara terhadap informan kunci dan informan tambahan.
5.2 Temuan
Selama melakukan observasi, peneliti melihat kebanyakan anak jalanan
yang berada di lokasi penelitian adalah pengamen dan tukang sapu bis/angkot.
Selain pengamen dan tukang sapu, terdapat juga beberapa anak yang bekerja
sebagai pedagang asongan. Aktifitas anak jalanan di lokasi penelitian mulai
berjalansekitar pukul 14:00 WIB. Ketika menjalankan aktifitas, anak-anak jalanan
tersebut tidak menetap di satu tempat.Mereka berpindah-pindah dengan memilih
lokasi yang volume kendaraannya tinggi dengan jumlah penumpang yang banyak.
Selama observasi, sesekali peneliti melihat anak-anak jalanan di lokasi penelitian
berkumpul untuk beristirahat dan bermain. Hubungan antar anak jalanan