ANALISIS FINANSIAL USAHATANI PADI ORGANIK
(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
OLEH :
SARI VITA YASA BR. BUTAR BUTAR
100304140
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FINANSIAL USAHATANI PADI ORGANIK
(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
OLEH :
SARI VITA YASA BR. BUTAR BUTAR
100304140
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Ir. Salmiah, MS Ir. H. M. Roem. S, MSi
NIP. 195702171986032001 NIP. 1955091219820211001
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
SARI VITA YASA BR. BUTAR BUTAR (100304140/AGRIBISNIS) dengan
judul skripsi ANALISIS FINANSIAL USAHATANI PADI ORGANIK (Studi
Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. H.
M. Roem. S, Msi
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis biaya produksi, penerimaan dan
pendapatan usahatani padi organik. Menganalisis kelayakan usahatani padi
organik secara finansial dan untuk mengetahui break even point (titik impas)
usahatani padi organik di daerah penelitian.
Hasil penelitian diperoleh total biaya produksi usahatani padi organik adalah Rp
54.532.800 dengan total biaya rata-rata Rp 6.058.200. Luas lahan 1 Ha biaya
produksi Rp 11.138.000. Total penerimaan Rp 135.752.500 dengan total
penerimaan rata-rata Rp 15.083.611. Luas lahan 1 Ha penerimaan Rp 33.600.000.
Total pendapatan Rp 82.528.700 dengan total rata-rata pendapatan Rp 9.169.856.
Luas lahan 1 Ha pendapatan Rp 22.462.000. Berdasarkan kriteria kelayakan
usahatani padi organik secara finansial diperoleh nilai rata-rata R/C sebesar 2,48 >
1 sehingga usahatani padi organik layak untuk diusahakan. Nilai rata-rata B/C
1,48 > 1 artinya usahatani beras organik layak diusahakan. Break even point
penerimaan rata-rata usahatani padi organik yaitu Rp 1.871.450. Penerimaan
usahatani padi organik Rp 15.083.611 > Rp 1.871.450. Break even point produksi
rata-rata usahatani padi organik yaitu 439,77 kg. Produksi usahatani padi organik
Rp 3.619 kg > 439,77. Break even point harga rata-rata padi organik Rp 1.636/kg.
Harga jual padi organik Rp 4.078/kg > Rp 1.636/kg.
RIWAYAT HIDUP
SARI VITA YASA BR. BUTAR BUTAR, lahir di Pematang Siantar pada
tanggal 9 Mei 1992, anak pertama dari Bapak Amril Sabungan Butar Butar (Alm)
dan Ibu Mariana Br. Sinurat (Almh). Pendidikan formal yang telah ditempuh
penulis sebagai berikut :
1. Pendidikan Taman Kanak-Kanak TK. Al-qur’an Bandar Pasir Mandoge, masuk
pada tahun 1997 dan tamat tahun 1998.
2. Pendidikan tingkat dasar di SD 010113 Bandar Pasir Mandoge, masuk pada
tahun 1996 dan tamat tahun 2004.
3. Pendidikan tingkat menengah pertama di SMP Negeri 1 Bandar Pasir
Mandoge, masuk pada tahun 2004 dan tamat pada tahun 2007.
4. Pendidikan tingkat menengah atas di SMA Negeri 2 Kisaran, masuk pada
tahun 2007 dan tamat pada tahun 2010.
5. Pendidikan tingkat sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara masuk pada tahun 2010 melalui jalur mandiri dan
tamat pada tahun 2015.
Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Hevea, Kecamatan Dolok
Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 17
Juli 2013 sampai 28 Agustus 2013. Melaksanakan penelitian di Desa Lubuk
Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2014.
Penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa
Sosial Ekonomi Pertanian) dan POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Profesi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kesehatan,
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk
Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi ini
merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, penulis sangat berterima kasih dengan setulus hati kepada
Ayahanda tercinta Amril Sabungan Butar Butar (Alm) dan Ibunda tercinta
Mariana Br. Sinurat (Almh) atas kasih sayang dan selalu menjadi semangat dan
motivasi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas bimbingan serta
dukungan kepada semua pihak yang banyak membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Pembimbing dan sebagai Ketua
Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ilmu,
saran, semangat dan membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Ir. H. M. Roem, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing, memberi arahan, saran, semangat dan bantuan kepada penulis
3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec, selaku sekretaris Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf akademik di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu seluruh proses
administrasi.
6. Petani padi organik Desa Lubuk Bayas, Pihak LSM BITRA Indonesia yang
memberikan banyak ilmu dan informasi serta pengalaman kepada penulis.
7. Ajudan Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara Bapak Irfan Tamsi Lubis,
Bapak Ramiono, Bapak Sukmayadi dan pegawai Dinas Pertanian Sumatera
Utara yang banyak membantu penulis.
8. Ayah penulis Syamsul Ikhwan Butar Butar, Uwak Habibah Br. Naibaho, Ibu
Iriani Br. Panjaitan yang telah memberikan do’a, kasih sayang, dukungan dari
segi moril dan materil kepada penulis.
9. Kakak dan Abang penulis Rita Ayu Butar Butar, Skep, Ners, Sri Endang
Irwani Butar Butar, SE, Sri Ningsih Br. Naibaho, Susi Trisnawati Br.
Panjaitan, SPd, Zulkhairi Lubis, SE, M. Irham Yakub Butar Butar, Roy
Hamongan Amri Butar Butar atas do’a, semangat, kasih sayang, perhatian,
dukungan dari segi moril dan materil kepada penulis.
10. Seluruh Keluarga Besar Butar Butar dan Keluarga Besar Sinurat yang tidak
11. Keponakan penulis Laura Marizwan, M. Andika Butar Butar dan sepupu
penulis Angga Pratama Sinurat, SPd yang telah memberikan semangat dan
motivasi kepada penulis
12. Uwak Hj. Nuriken Tarigan dan Uwak H. Suyono serta Kakak Sri Ariani
Safitri, SP atas semangat, do’a, kasih sayang, perhatian, dukungan dari segi
moril dan materil kepada penulis
13. Sahabat penulis Nurhayati, SP, Rizka Tiara Amanda Harahap, SP, Rimayani
Izharoh, SP, Irna Fitri Melany R, SP, Muhammad Riswan Hanafi, SP,
Yakobus Teguh Satya Siregar, SP, Abang Ari Ismoyo, SP dan semua
teman-teman Agribisnis 2010 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan semangat, do’a dan bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis penerima masukan, kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat.
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 7
2.1 Pertanian Organik ... 7
2.1.1 Sertifikasi Beras Organik ... 9
2.2 Landasan Teori... 9
2.2.1 Produksi ... 10
2.2.2 Penerimaan ... 11
2.2.3 Pendapatan ... 11
2.2.4 Analisis Finansial ... 11
2.2.5 Analisis Kelayakan ... 12
2.2.6 Analisis Break Even Point (BEP) ... 13
2.3 Penelitian Terdahulu ... 14
2.4 Kerangka Pemikiran ... 14
2.5 Hipotesis Penelitian ... 16
BAB III. METODE PEPENILITIAN ... 17
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 17
3.2 Metode Penentuan Responden ... 18
3.4 Metode Analisis Data ... 19
3.5 Definisi dan Batasaan Operasional ... 23
3.5.1 Definisi ... 23
3.5.2 Batasan Operasional ... 25
BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ... 26
4.1 Deskripsi Wilayah ... 26
4.1.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah... 26
4.1.2 Tata Guna Lahan ... 26
4.1.3 Keadaan Penduduk ... 27
4.2 Karakter Responden ... 29
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
5.1 Usahatani Beras Organik ... 32
5.2 Biaya Produksi Usahatani Padi Organik ... 33
5.1.2 Penerimaan Usahatani Padi Organik ... 43
5.1.3 Pendapatan Usahatani Padi Organik ... 44
5.3 Analisis Kelayakan Usahatani Padi Organik ... 45
5.3.1 Analisis R/C Ratio ... 45
5.3.2 Analisis B/C Ratio ... 46
5.4 Analisis BEP Usahatani Padi Organik ... 47
BAB VI. KESIMPULAN DAN HASIL ... 51
6.1 Kesimpulan ... 51
6.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1. Sasaran Produksi Pertanian 2008-2015 3
2. Perbandingan Harga Beras Organik dan Harga Beras Non Organik
di Desa Lubuk Bayas
4
3. Luas Lahan Padi Organik dan Semi Organik di Kabupaten Serdang
Bedagai, Tahun 2013
17
4. Distribusi Penggunaan Lahan, Tahun 2013 27
5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas,
Tahun 2013
27
6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk
Bayas, Tahun 2013
28
7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Tahun 2013 28
8. Tingkat Usia Petani Responden, Tahun 2014 29
9. Tingkat Pendidikan Petani Responden, Tahun 2014 29
10. Pengalaman Bertani Petani Responden, Tahun 2014 30
11. Luas Lahan Milik Petani Padi Organik, Tahun 2014 31
12. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Organik, Tahun 2014 31
13. Total Biaya Bibit 34
14. Total Biaya Pupuk Organik 35
15. Total Biaya Pupuk Organik Cair 36
16. Total Biaya Tenaga Kerja 37
17.
18.
Biaya Variabel Usahatani Padi Organik 37
Total Biaya Penyusutan Alat Pertanian 39
19. Total Biaya Pengairan/Irigasi 40
20. Total Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 41
21. Total Biaya Tetap Usahatani Padi Organik 42
22. Total Biaya Usahatani Padi Organik 43
23. Total Penerimaan Usahatani Padi Organik 44
25. Nilai R/C Usahatani Padi Organik 46
26. Nilai B/C Usahatani Padi Organik 47
27. Total BEP Penerimaan Usahatani Padi Organik 48
28. Total BEP Produksi Usahatani Padi Organik 49
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
1. Karakteristik Sampel
2. Kebutuhan Benih, Pupuk dan Pupuk Organik Cair Usahatani Padi
Organik
3. Biaya Benih, Pupuk dan Pupuk Organik Cair Usahatani Padi Organik
4. Biaya Tenaga Kerja Per Kegiatan Usahatani Padi Organik
5. Total Biaya Tenaga Kerja Usahatani Padi Organik
6. Total Biaya Variabel (Biaya Benih, Pupuk Organik, Pupuk Organik Cair
dan Tenaga Kerja) Usahatani Padi Organik
7. Jumlah dan Harga Alat-Alat Pertanian Usahatani Padi Organik
8. Biaya dan Umur Ekonomis Alat Pertanian Usahatani Padi Organik
9. Total Biaya Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Padi Organik
10. Biaya dan Umur Ekonomis Gudang
11. Biaya dan Umur Ekonomis Kendaraan
12. Total Biaya Penyusutan Alat Pertanian, Gudang dan Kendaraan
13. Total Biaya Pengairan/Irigasi Usahatani Padi Organik
14. Total Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Usahatani Padi Organik
15. Total Biaya Tetap Usahatani Padi Organik
16. Total Biaya Usahatani Padi Organik
17. Penerimaan Usahatani Padi Organik
18. Pendapatan Usahatani Padi Organik
19. Keuntungan Usahatani Padi Organik
20. Perhitungan R/C Usahatani Padi Organik
21. Perhitungan B/C Usahatani Padi Organik
22. Biaya Variabel Per Unit Usahatani Padi Organik
23. Total BEP Penerimaan Usahatani Padi Organik
24. Total BEP Produksi Usahatani Padi Organik
ABSTRAK
SARI VITA YASA BR. BUTAR BUTAR (100304140/AGRIBISNIS) dengan
judul skripsi ANALISIS FINANSIAL USAHATANI PADI ORGANIK (Studi
Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang
Bedagai). Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Ir. H.
M. Roem. S, Msi
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis biaya produksi, penerimaan dan
pendapatan usahatani padi organik. Menganalisis kelayakan usahatani padi
organik secara finansial dan untuk mengetahui break even point (titik impas)
usahatani padi organik di daerah penelitian.
Hasil penelitian diperoleh total biaya produksi usahatani padi organik adalah Rp
54.532.800 dengan total biaya rata-rata Rp 6.058.200. Luas lahan 1 Ha biaya
produksi Rp 11.138.000. Total penerimaan Rp 135.752.500 dengan total
penerimaan rata-rata Rp 15.083.611. Luas lahan 1 Ha penerimaan Rp 33.600.000.
Total pendapatan Rp 82.528.700 dengan total rata-rata pendapatan Rp 9.169.856.
Luas lahan 1 Ha pendapatan Rp 22.462.000. Berdasarkan kriteria kelayakan
usahatani padi organik secara finansial diperoleh nilai rata-rata R/C sebesar 2,48 >
1 sehingga usahatani padi organik layak untuk diusahakan. Nilai rata-rata B/C
1,48 > 1 artinya usahatani beras organik layak diusahakan. Break even point
penerimaan rata-rata usahatani padi organik yaitu Rp 1.871.450. Penerimaan
usahatani padi organik Rp 15.083.611 > Rp 1.871.450. Break even point produksi
rata-rata usahatani padi organik yaitu 439,77 kg. Produksi usahatani padi organik
Rp 3.619 kg > 439,77. Break even point harga rata-rata padi organik Rp 1.636/kg.
Harga jual padi organik Rp 4.078/kg > Rp 1.636/kg.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang
penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Kebutuhan akan
pangan yakni beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan
produksi pangan sehingga terjadi kekurangan pangan. Keadaan ini memberi
pemikiran baru yang kemudian lahirlah revolusi hijau. Revolusi hijau adalah
penggunaan bahan-bahan kimia berupa pestisida, pupuk dan herbisida kimia yang
tujuannya untuk meningkatkan produksi pangan. Revolusi hijau terbukti mampu
memberi pengaruh besar terhadap pangan pada Indonesia, sehingga pada tahun
1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras (Arifin, 2005).
Namun seiring berjalannya waktu, revolusi hijau menimbulkan dampak
negatif. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida kimia secara terus menerus pada
lahan pertanian yang mengakibatkan menurunnya struktur dan komposisi unsur
hara serta kesuburan tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap
tingkat produksi. Selain itu, penggunaan pestisida juga berakibat buruk pada
lingkungan karena menimbulkan efek residu yang berbahaya bagi mahluk hidup,
oleh sebab itu petani berupaya mencari solusi dengan kembali ke sistem pertanian
organik (Nafis, 2011).
Pupuk yang digunakan secara berlebihan pada tanaman dalam kurun
waktu yang dekat dapat mengurangi proses tumbuhnya kecambah dari suatu bibit.
Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang ramah
terhadap lingkungan. Pertanian organik berkembang tahun 1997 saat terjadinya
krisis ekonomi yang melambungkan harga-harga sarana produksi pertanian yaitu
pupuk dan pestisida kimia sehingga memberi pengaruh terhadap peningkatan
biaya produksi. Keadaan ini juga yang menyebabkan petani kembali pada
pertanian organik dengan memanfaatkan bahan alami disekitarnya (Andoko,
2002).
Menurut Departemen Pertanian (2007), pertanian organik merupakan
sistem produksi pertanian yang terpadu dengan mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agro-ekosistem secara alami agar mampu menghasilkan pangan dan
serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Pemanfaatan limbah pertanian
yaitu kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos merupakan sumber nutrisi
yang menguntungkan.
Perkembangan pertanian organik di Indonesia berkembang cukup pesat,
hal ini terbukti dengan adanya program pemerintah tentang pertanian organik
yakni “GO ORGANIK 2010”. Program ini merupakan salah satu misi pemerintah
untuk mengembangkan pertanian organik di Indonesia. Adapun sasaran target
produksi komoditi pertanian dalam program pemerintah tersebut terlihat pada
Tabel 1. Sasaran Produksi Pertanian 2008-2015
Sumber: Departemen Pertanian, 2007 (Diolah)
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa sasaran produksi paling tinggi yakni
pada komoditi padi. Hal ini karena komoditi padi adalah salah satu bahan pangan
utama mayoritas penduduk Indonesia yang merupakan peluang bagi petani padi
organik untuk meningkatkan produksi padi organik.
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil beras organik.
Sentra produksi beras organik di Sumatera Utara salah satunya berada di Desa
Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Kelompok
Tani Subur merupakan salah satu kelompok tani padi organik di Desa Lubuk
Bayas.
Kelompok Tani Subur mulai menerapkan sistem pertanian organik sekitar
tahun 2008. Petani sudah mengenal pupuk organik dan pestisida organik sebelum
program Go Organic 2010 dikeluarkan oleh pemerintah. Pupuk organik dan
pestisida organik diperoleh kelompok tani subur dengan memanfaatkan kotoran
ternak atau tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan kemudian diolah menjadi
Hasil pra survey menurut Bapak Sarman Ketua Kelompok Tani Subur,
mayoritas penduduk Desa Lubuk Bayas bekerja sebagai petani padi. Namun
sebagian besar petani masih menerapkan sistem pertanian non organik. Masih
sulit meyakinkan petani padi untuk beralih pada pertanian organik. Petani
berpendapat bahwa dari segi budidaya pertanian organik lebih rumit bila
dibandingkan pertanian non organik.
Di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Serdang Bedagai petani padi menjual
hasil panennya dalam bentuk gabah dan menjualnya kepada pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul yang mengolah gabah, petani yang menggiling sendiri hasil
panennya biasanya hanya dalam jumlah sedikit dan untuk dikonsumsi sendiri.
Bila dibandingkan dari segi harga, harga gabah organik lebih tinggi dari harga
gabah non organik. Pada tahun 2013 harga gabah organik berkisar Rp 4.500 – Rp
5.000/kg sedangkan harga gabah non organik hanya mencapai Rp 3.500 – Rp
4.000/kg.
Tabel 2. Perbandingan Harga Beras Organik dan Harga Beras Non Organik di Desa Lubuk Bayas
Tahun Perbandingan Harga
Beras Organik (Rp/ kg) Beras non organik (Rp/ kg)
2013 10.500 8.500
Sumber : Kelompok Tani Subur, 2014
Hal yang sama juga terlihat pada tabel 2 terdapat perbedaan harga beras
organik dan beras non organik. Beras organik juga memiliki harga yang lebih
beras organik dengan beras non organik memiliki tren yang meningkat setiap
tahunnya.
Hasil penelitian Zikrina (2010) penerimaan petani padi organik di Desa
Lubuk Bayas mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini dapat dilihat
dari jumlah penjualan beras organik dan harga beras organik yang lebih tinggi dari
harga beras biasa.
Perkembangan usahatani padi organik mempunyai prospek yang cukup
bagus, baik dari segi ekonomi maupun dari segi lingkungan. Peneliti merasa
tertarik untuk meneliti usahatani padi organik terkait dengan biaya produksi,
penerimaan, pendapatan dan kelayakan serta break even point (titik impas)
usahatani padi organik di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten
Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, masalah yang akan dianalisis dalam penelitian
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani padi
organik di daerah penelitian ?
2. Apakah usahatani padi organik layak diusahakan secara finansial di daerah
penelitian ?
3. Bagaimana break even point (titik impas) usahatani padi organik di daerah
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani
padi organik di daerah penelitian.
2. Untuk menganalisis kelayakan usahatani padi organik secara finansial di
daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui break even point (titik impas) usahatani padi organik di
daerah penelitian.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, sehingga menambah ilmu
pengetahuan.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi petani dalam mengembangkan
usahatani padi organik yang diusahakan.
3. Sebagai informasi bagi pemerintah serta instansi terkait dalam melaksanakan
pertanian organik yang berkelanjutan.
4. Sumber informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya serta bagi pihak yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Pertanian Organik
Menurut Sriyanto (2010), pertanian organik adalah sistem pertanian yang
dikelola agar mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan dengan
prinsip tidak memakai atau membatasi penggunaan pupuk non organik.
diperkirakan pertumbuhan pasar organik mencapai 20-30% setiap tahunnya, ini
disebabkan semakin tinggi tingkat kesadaran konsumen yaitu masyarakat untuk
menggunakan produk organik.
Beras organik merupakan salah satu produk dari pertanian organik.
Menurut Andoko (2002), beras organik adalah beras yang berasal dari padi yang
dibudidayakan secara organik atau tanpa penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
Sehingga dapat dikatakan beras organik terbebas dari residu pupuk dan pestisida
kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Ada dua jenis beras organik yang dibudidayakan di Indonesia yakni jenis
cintanur dan ciherang. Beras cintanur adalah beras varietas lokal yang
dikembangkan lewat perkawinan silang secara alami dengan melibatkan bibit
varietas lokal. Persilangan tersebut yaitu antara varietas pandan wangi dan lusi.
Pandan wangi dengan aroma yang sangat khas dan lusi dengan sifat pulennya
yang kentara. Sedangkan beras jenis ciherang adalah beras organik yang berbeda
dengan varietas lain. Karakter khusus dari beras ciherang yaitu butir berasnya
berbentuk panjang. Untuk aromanya, beras organik ciherang tidak wangi berbeda
dikenal karena mempunyai daya tahan yang kuat terhadap hama daripada beras
organik varietas lain. Dalam produktivitasnya, beras organik ciherang dikenal
lebih produktif dari beras organik varietas lain (Mulyawan, 2011).
Kelebihan beras organik dibandingkan dengan beras non organik yaitu
beras organik produk pangan organik yang lebih sehat, aman dari bahan kimia,
kandungan gizi dan komponen bioaktif lebih beragam serta untuk beberapa jenis
bioaktif lebih tinggi kandungannya, rasanya yang lebih pulen, dihasilkan dari
sistem pertanian yang sangat bersahabat dengan lingkungan dan sangat
memperhatikan keberlanjutan ekologi, ekonomi dan sosial.
Manfaat lain beras organik yaitu mengurangi masukan bahan kimia
beracun ke dalam tubuh, meningkatkan masukan nutrisi bermanfaat seperti
vitamin, mineral, asam lemak esensial dan antioksidan, menurunkan risiko
kanker, penyakit jantung, alergi serta hiperaktivitas pada anak-anak. Warna pada
beras organik yang lebih putih dibandingkan dengan beras non organik serta nasi
dari beras organik lebih bertahan lama (Isdiayanti, 2007).
Pengelolaan pertanian organik memberikan keuntungan yang layak bagi
kehidupan petani. Dalam mengembangkan pengetahuan agar petani memiliki
kebebasan untuk mengembangkan pertanian organik sesuai dengan tingkat
pemahaman dan keterampilan yang dimiliki. Kemandirian petani agar mengurangi
ketergantungan dari pihak luar baik secara ekonomi, politik, sosial dan budaya
(Jaringan kerja Pertanian Organik, 2005).
Beras organik yang dihasilkan dari pertanian organik bersertifikat oleh
mampu meraup pendapatan yang lebih besar. Kesejahteraan masyarakat di desa
juga akan tercipta, sebab masyarakat desa merasakan keuntungan yang lebih dari
pertanian organik (Sriyanto, 2010).
Sistem produksi yang banyak menggunakan tenaga kerja, produksi yang
masih rendah, biaya logistik tinggi dan struktur pasar terbatas maka biaya
pengawasan dan sertifikasi harus ditanggung oleh konsumen (Sutanto, 2002).
2.1.1 Sertifikasi Beras Organik
Lembaga sertifikasi adalah lembaga yang mempunyai tanggung jawab
untuk memverifikasi bahwa produk yang dijual dan dilabel organik merupakan
padi organik yang diproduksi, diolah dan dipersiapkan (Sriyanto, 2010).
Pengemasan produk yang bagus dan menarik akan menambah daya tarik
serta minat pembeli. Kemasan produk yang khas memudahkan pembeli untuk
mengingat produk. Fungsi dari pengepakan yaitu melindungi isi terhadap berbagai
gangguan fisik maupun non fisik, penyok, busuk ataupun tumpah. Pengemasan
juga mempermudah pengangkutan dan penyimpanan agar dapat meminimalkan
kerugian produk kemasan. Pengepak berfungsi sebagai sarana daya tarik bagi
penerima barang, pedagang perantara dan konsumen. Pengepakan juga dapat
digunakan sebagai sarana promosi (Wibowo, 2007).
2.2 Landasan Teori
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana
mengusahakan dan mengkoodinir faktor produksi seperti lahan dan alam sekitar
Usahatani bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan budidaya
padi yang dilakukan dan sebagai bahan evaluasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha (Sriyanto, 2010).
2.2.1 Produksi
Produksi merupakan kegiatan menambah kegunaan suatu benda atau
menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman sehingga
tanaman mampu untuk tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi yaitu komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal,
manajemen, iklim dan faktor sosial-ekonomi produsen (Soekartawi, 2005).
Dalam suatu usaha untuk menghasilkan suatu produk memerlukan biaya,
yaitu seluruh korbanan dalam proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut
harga pasar yang berlaku. Pengorbanan adalah faktor-faktor yang digunakan
sebagai input, dinilai dalam bentuk uang menurut harga pasar menjadi biaya
produksi (Sugiarto, dkk. 2000).
Biaya-biaya yang termasuk dalam usatahani yaitu biaya tetap (FC)
merupakan biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang
dihasilkan oleh perusahaan hingga tingkatan tertentu. Biaya variabel (VC)
merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah output yang
diproduksi oleh perusahaan, semakin besar jumlah output yang dihasilkan, akan
semakin besar biaya variabel yang ditanggung perusahaan dan sebaliknya
2.2.2 Penerimaan
Penerimaan dalam usahatani merupakan total produksi dikali harga
produksi tersebut. Penerimaan tunai dalam usahatani merupakan nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani tidak mencakup pinjaman uang serta
tidak dihitung nilai produk yang dikonsumsi sendiri (Soekartawi, 2011).
2.2.3 Pendapatan
Modal merupakan syarat mutlak untuk berlangsungnya suatu usaha.
Dalam ekonomi perusahaan modal yaitu barang ekonomi yang dapat digunakan
untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Pendapatan petani yaitu
selisih penerimaan yang didapatkan dengan total biaya yang digunakan dalam
usahatani (Suratiyah, 2009).
Pendapatan usahatani diperoleh apabila semua biaya yang telah
dikeluarkan dapat ditutupi oleh hasil penjualan dari kegiatan produksi yang telah
dilakukan (Soekartawi, 1998).
2.2.4 Analisis Finansial
Menurut Kadariah (1999), analisis finansial merupakan analisis suatu
proyek yang dilihat dari sudut yang bersifat individual yaitu tidak perlu
diperhatikan dampak dalam lingkup perekonomian yang lebih luas. Hasil total
yang diperoleh dari seluruh sumber yang dipakai dalam proyek tersebut perlu
diperhatikan dengan tidak melihat penyedia sumber dan siapa yang menerima
Analisis finansial adalah studi yang bertujuan sebagai penilaian suatu
kegiatan yang dilakukan layak atau tidak layak dilihat dari aspek finansial
(Soekartawi, 2006).
2.2.5 Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan merupakan penilaian sejauh mana manfaat yang di
dapat dari suatu kegiatan usaha dengan tujuan sebagai pertimbangan usaha yang
dilaksanakan diterima atau ditolak (Yacob I, 2009).
Kelayakan suatu usahatani yang sedang dilaksanakan dapat dikatakan
layak atau tidak layak apabila syarat-syarat berikut ini terpenuhi, yaitu :
1. R/C > 1
2. B/C > 1
Apabila kriteria diatas sudah terpenuhi maka usaha tersebut layak untuk
diusahakan (Jumingan, 2011).
Analisis finansial dalam suatu usahatani dapat dilihat dari kriteria
perhitungan R/C ratio dan B/C ratio. Penjelasan dari kriteria yang akan digunakan
yaitu sebagai berikut ini :
1. R/C ratio
R/C ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan seluruh
biaya yang digunakan pada saat proses produksi sampai hasil. R/C ratio yang
semakin besar akan memberikan keuntungan semakin besar juga kepada petani
2. B/C ratio
B/C ratio merupakan rasio perbandingan keuntungan dengan biaya-biaya
yang digunakan dalam merealisasikan perencanaan pendirian dan mengoperasikan
suatu usaha untuk melihat manfaat yang didapat oleh proyek dengan satu rupiah
pengeluaran. Jika nilai B/C ratio lebih besar dari satu usaha menguntungkan dan
layak untuk dikerjakan. Jika lebih kecil dari satu usaha tidak menguntungkan dan
sebaiknya tidak dilanjutkan (Yacob, 2002).
2.2.6 Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis BEP yaitu suatu keadaan perusahaan dalam melakukan kegiatan
tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugiaan atau keuntungan
dan kerugiaan sama dengan nol (Hanafie, 2010).
Kriteria break even point usahatani padi organik :
1. Produksi (Kg) > BEP produksi (Kg)
2. Penerimaan (Rp) > BEP penerimaan (Rp)
3. Harga (Rp/kg) > BEP harga (Rp/kg)
(Suratiyah, 2009).
Menurut Muchtar (2010), manfaat analisis BEP membantu dalam
pengambilan keputusan, antara lain :
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan sehingga tidak
mengalami kerugian.
2. Target penjualan yang harus dicapai guna memperoleh keuntungan tertentu.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian oleh Saihani (2012) berjudul “Analisis Finansial Usahatani Padi
Ciherang Pada Tanaman Jajar Legowo di Kecamatan Sungai Tabukan Kabupaten
Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan” diperoleh hasil yaitu usahatani
pada sistem tanaman jajar legowo layak diusahakan dengan rata-rata kelayakan
usahatani padi ciherang sebesar 1,12/usatahani yang diperoleh oleh petani. Titik
impas usahatani tersebut selama musim tanam mencapai 1.253,83 kg dan dari
hasil penjualan atau penerimaan petani yaitu Rp 4.420.547,93,-.
2.4 Kerangka Pemikiran
Usahatani padi organik saat ini mulai dikembangkan petani sebagai upaya
dalam peningkatan produktivitas dengan dilihat dari sisi baik untuk kesehatan dan
lingkungan hidup. Beras merupakan olahan dari padi organik sebagai makanan
pokok menjadi pertimbangan untuk dikembangkan secara organik. Padi organik
yang diusahakan tanpa menggunakan bahan-bahan kimia atau mengurangi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia dan lingkungan.
Proses produksi padi organik membutuhkan biaya-biaya input produksi
yakni biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variabel). Biaya tetap usahatani padi
organik yaitu biaya penyusutan alat pertanian, pengairan/irigasi dan pajak bumi
dan bangunan. Biaya variabel yaitu biaya bibit, pupuk, pupuk organik cair dan
tenaga kerja. Produksi padi organik dikali dengan harga jual padi organik
merupakan penerimaan petani. Selisih dari total penerimaan petani dengan seluruh
Usahatani padi organik dikatakan layak untuk diusahakan dapat dilihat
secara finansial. Analisis yang digunakan yaitu dengan menghitung R/C ratio
yaitu perbandingan antara penerimaan dengan biaya usahatani padi organik. B/C
ratio yaitu keuntungan yang diperoleh dibagi dengan biaya produksi padi organik.
Kriteria penilaian layak atau tidak layak usahatani padi organik yang yaitu R/C
ratio lebih besar dari satu dikatakan layak. B/C ratio usahatani padi organik lebih
besar dari satu dikatakan layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Selain itu
analisis Break Even Point (BEP) yakni tingkat penerimaan, produksi dan harga
usahatani padi organik berada pada titik impas atau tidak mendapatkan untung
dan tidak mengalami kerugian. Kriteria perhitungannya yaitu break even point
produksi lebih besar dari produksi, break even point penerimaan lebih besar dari
penerimaan, break even point harga lebih besar dari harga jual padi organik maka
usahatani padi organik sudah layak diusahakan. Berdasarkan uraian di atas, dapat
Keterangan:
: Menyatakan Adanya Pengaruh
: Menyatakan Adanya Hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Usahatani Padi Organik
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Usahatani padi organik di daerah penelitian sudah layak secara finansial.
2. Break even point usahatani padi organik di daerah penelitian sudah tercapai. Usahatani Padi Organik
Proses Produksi
Penerimaan
Pendapatan
Kelayakan Usahatani : 1. R/C ratio
2. B/C ratio
3. Break Even Point
Layak Tidak Layak
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini
ditentukan secara purposive atau senggaja yaitu dilakukan secara sengaja sesuai
dengan tujuan penelitian. Desa Lubuk Bayas merupakan lokasi dengan produksi
padi organik terbesar binaan BITRA (Bina Keterampilan Desa) di Sumatera
Utara. Perolehan data tentang luas lahan dan produksi padi organik belum terdapat
di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, sehingga data yang diperoleh dari
LSM BITRA (Lembaga Swadaya Masyarakat Bina Keterampilan Desa) yang
merupakan institusi yang memberi binaan pertanian padi organik di Sumatera
Utara.
Kabupaten Serdang Bedagai terdapat beberapa desa yang sudah
mengusahakan lahan untuk tanaman padi organik dan semi organik binaan
BITRA disajikan pada tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Luas Lahan Padi Organik dan Semi Organik di Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2013
No Desa Kabupaten Luas Lahan (Ha)
Organik Semi Organik
1 Lubuk Bayas Serdang Bedagai 4,76 4,36
2 Pulau Gambar Serdang Bedagai 1,5
Jumlah 4,76 5,86
Pada tabel 3 menunjukkan jumlah luas lahan yang diusahakan secara
organik yaitu 4,76 Ha yang berada di Desa Lubuk Bayas dan diusahakan secara
semi organik yaitu 5,86 Ha.
3.2 Metode Penentuan Responden
Metode yang digunakan dalam penentuan responden adalah metode
sensus. Menurut Singarimbun dan Efendi (1989) metode sensus, yakni semua
populasi dicacah sebagai responden, dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai.
Responden dalam penelitian ini adalah petani padi organik. Petani yang
mengusahakan padi secara organik dan semi organik di Desa Lubuk Bayas yaitu
17 petani. Petani yang telah menanam padi secara organik yaitu 9 petani dan semi
organik yaitu 8 petani.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Data primer yakni melalui wawancara secara
langsung kepada responden yakni petani padi organik di Lubuk Bayas
menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) dan informasi dari Lembaga Swadaya
Masyarakat BITRA Indonesia, Koperasi Serba Usaha Jaringan Pemasaran
Pertanian Selaras Alam (KSU-JaPPSA) Medan sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan penelitian. Data sekunder yang diperoleh seperti data dari Lembaga
Swadaya Masyarakat BITRA seperti, luas lahan Kelompok Tani di Kabupaten
3.4 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menjawab identifikasi masalah 1 yaitu
menganalisis biaya produksi, penerimaan dan pendapatan usahatani padi organik.
Menurut Gilarso (2003) biaya total merupakan penjumlahan dari seluruh biaya
yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan untuk menghasilkan
output. Biaya produksi usahatani padi organik dihitung dengan rumus berikut ini :
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = Total Biaya (Rp)
FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Biaya Variabel (Rp)
Penerimaan usahatani padi organik yaitu jumlah produksi padi organik
dikali dengan harga jual padi organik, dengan rumus sebagai berikut ini :
TR = Y . P
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y = Total Produksi (Kg)
P = Harga Jual Padi Organik (Rp/kg)
Pendapatan usahatani padi organik merupakan selisih penerimaan
usahatani padi organik dengan seluruh biaya yang digunakan. Rumus pendapatan
sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
(Soekartawi, 1995).
Untuk menjawab identifikasi masalah 2 yaitu menganalisis kelayakan
usahatani padi organik secara finansial di daerah penelitian. Metode yang
digunakan yaitu, R/C ratio dan B/C ratio. Revenue Cost Ratio merupakan
perbandingan antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani. Rumus yang
digunakan :
R/C
=
��������������������
Dengan konsep berikut ini :
a = R/C
R = Py. Q
C = FC + VC
a = {(Py.Y) / (FC+VC)}
R = Penerimaan (Rp)
C = Total Biaya (Rp)
Py = Harga Jual Padi Organik (Rp/kg)
Y = Output (Kg)
FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Biaya Variabel (Rp)
Usatahani yang dilaksanakan dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C
ratio lebih besar dari satu. Jika R/C ratio usahatani lebih kecil dari satu maka
usahatani tersebut dikatakan belum layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1995).
B/C ratio adalah perbandingan keuntungan usahatani yang diperoleh
dengan total biaya usahatani yang digunakan, dengan rumus berikut ini :
B/C
=
��������������������
Analisis B/C ratio digunakan untuk melihat kelayakan dan manfaat dari
usahatani yang dilaksanakan. Usahatani dikatakan layak jika nilai B/C ratio lebih
besar dari satu. Nilai manfaat yang diperoleh dari usahatani semakin besar apabila
nilai B/C semakin besar (Jumingan, 2011).
Untuk menjawab identifikasi masalah 3 yaitu Break Event Point (BEP)
usahatani padi organik digunakan analisis BEP sebagai pengukuran untuk
menentukan usahatani berada dalam keadaan impas, yaitu dicapai jika total
Konsep penerimaan (TR) = p.q dan jumlah biaya (TC) = a + bq. Sehingga dapat
diselesaikan dengan cara berikut ini :
TR = p . q dan TC = a + bq
BEP adalah p . q = a + bq
p . q - bq = a
q (p – b) = a
q = a
(p−b)
Keterangan :
q = Jumlah Produksi (Kg)
p = Harga Jual (Rp)
b = Biaya Variabel (Rp)
a = Biaya Tetap (Rp)
(Ibrahim, 2009).
Secara matematis penentuan BEP dengan rumus sebagai berikut :
BEP Penerimaan (Rp)
=
��
�−
���Keterangan :
FC = Biaya Tetap Usahatani Padi Organik (Rp)
VC = Biaya Variabel Usahatani Padi Organik (Rp)
Rumus BEP produksi, sebagai berikut :
BEP Y (Kg) =
��
�−���
Keterangan :
Y = Jumlah Produksi Usahatani Padi Organik (Kg)
FC = Biaya Tetap Usahatani Padi Organik (Rp)
P = Harga Jual Padi Organik (Rp/kg)
AVC = Biaya Variabel Per Unit Usahatani Padi Organik (Rp)
Rumus BEP harga, sebagai berikut :
BEP P (Rp) =
��
�
Keterangan :
P = Harga Jual Padi Organik (Rp/kg)
TC = Total Biaya Usahatani Padi Organik (Rp)
Y = Produksi Total Usahatani Padi Organik (Kg)
(Suratiyah, 2009).
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka perlu
adanya definisi dan batasan operasional sebagai berikut :
1. Bibit adalah bakal tanaman yang akan diusahakan secara organik oleh
petani.
2. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang dikelola tanpa
menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti pestisida kimia, pupuk
kimia.
3. Padi organik adalah salah satu produk pertanian organik.
4. Produksi padi organik adalah hasil dari padi organik yang bernilai
ekonomis yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg).
5. TC (total cost) atau total biaya adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
selama proses produksi dalam usahatani padi organik atau jumlah biaya
tetap dan biaya tidak tetap usahatani padi organik per musim tanam
dinyatakan dalam rupiah (Rp).
6. FC (Fixed Cost) atau biaya tetap adalah biaya usahatani padi organik per
musim tanam yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh produksi yang
dihasilkan dinyatakan dalam rupiah (Rp).
7. VC (variabel cost) atau biaya variabel adalah biaya usahatani padi organik
per musim tanam yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
dihasilkan dinyatakan dalam rupiah (Rp).
8. Penerimaan usahatani padi organik adalah jumlah produksi padi organik
dikali dengan harga jual padi organik yang dinyatakan dalam satuan rupiah
(Rp).
9. Pendapatan usahatani padi organik adalah selisih dari total penerimaan
dikeluarkan oleh petani untuk usahatani padi organik yang dinyatakan
dalam satuan rupiah (Rp).
10. R/C ratio adalah perbandingan penerimaan usahatani padi organik dengan
seluruh biaya yang dipakai pada usahatani padi organik selama proses
produksi.
11. B/C ratio adalah perbandingan keuntungan usahatani padi organik dengan
total biaya yang digunakan pada usahatani padi organik.
12. Break Even Point (BEP) usahatani padi organik adalah keadaan usahatani
padi organik tidak mendapatkan keuntungan dan tidak menderita kerugian
atau dalam keadaan impas.
3.5.2 Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Responden penelitian adalah petani padi organik di Desa Lubuk Bayas,
Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
4.1 Deskripsi Wilayah
4.1.1 Letak Geografi dan Luas Wilayah
Desa Lubuk Bayas terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 5-15 meter
di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar 30ºC dengan curah hujan
rata-rata berkisar 200 mm/tahun. Tanah di desa ini termasuk tanah jenis aluvial
dengan tekstur umumnya lembung berpasir.
Desa Lubuk Bayas terletak di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang
Bedagai dengan luas wilayah 481 Ha, terletak 14 km dari Ibukota Kecamatan
Perbaungan, ± 29 km dari Ibukota Kabupaten Serdang Bedagai dan ± 52 km dari
Ibukota Propinsi Sumatera Utara.
Secara administrasi batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Naga Kisar, Pantai Cermin
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Buluh
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sei Buluh, Sei Mengkudu
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan.
4.1.2 Tata Guna Lahan
Desa Lubuk Bayas mempunyai luas lahan 481 Ha. Lahan digunakan untuk
pertanian sawah, pertanian bukan sawah, non pertanian dan pemukiman.
Tabel 4. Distribusi Penggunaan Lahan, Tahun 2013
No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Areal
(Ha)
Pertanian Sawah (Irigasi dan Tadah Hujan)
Pertanian Bukan Sawah
Non Pertanian
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2014
Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang paling luas
digunakan untuk pertanian sawah yaitu 385 Ha (80,04%) dan untuk pemukiman
yaitu 62 Ha (12,89%).
4.1.3Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Lubuk Bayas tahun 2014 terdiri dari 3072 jiwa dan
terdapat 4 dusun. Berikut penjelasannya pada tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Lubuk Bayas, Tahun 2013
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2014
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah di
Dusun II. Berdasarkan jenis kelamin penduduk yang mendominasi adalah
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Lubuk Bayas,
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2014
Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di Desa
Lubuk Bayas adalah berumur 15 – 44 yaitu 1029 jiwa dengan persentase 33,50%.
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Tahun 2013
No. Mata Pencaharian Jumlah KK Persentase (%)
1
Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas, 2014
Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa penduduk Desa Lubuk Bayas mata
pencaharian yang utama sebagai petani yaitu 487 KK dengan persentase 47,06 %.
Sedangkan penduduk yang bermatapencaharian sebagai pedagang yaitu 215 KK
4.2 Karakter Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani padi organik di Desa Lubuk
Bayas yang akan didaftarkan kepada pihak LSO (Lembaga Sertifikasi Organik).
Berikut data mengenai usia petani responden disajikan pada tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Usia Petani Responden, Tahun 2014
No Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. ≤ 40 3 33,3
2. 41 – 50 3 33,3
3. 51 – 60 3 33,3
Jumlah 9 100
Sumber : Lampiran 1
Pada tabel 8 dapat diketahui jumlah petani padi organik adalah sembilan.
Petani padi organik dengan usia ≤ 40 tahun dengan persentase 33,3 %, petani
dengan usia 41–50 tahun dengan persentase 33,3 % dan petani dengan usia kisaran 51–60 tahun dengan persentase 33,3 % dengan masing-masing tiga orang petani.
Tingkat pendidikan para petani padi organik di Desa Lubuk Bayas.
Berikut disajikan pada tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Responden, Tahun 2014
No Tingat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. SMP 5 55,6
2. SMA 4 44,4
Jumlah 9 100
Pada tabel 9 dapat diketahui jumlah petani responden memiliki tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 5 orang dengan
persentase sebesar 55,5 % sedangkan petani padi organik lainnya memiliki tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu 4 orang dengan persentase
sebesar 44,4 %.
Pengalaman bertani merupakan lamanya petani memulai usahatani padi.
Berikut disajikan pada tabel 10 pengalaman para petani padi organik di Desa
Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai.
Tabel 10. Pengalaman Bertani Petani Responden, Tahun 2014
No Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 5 – 10 7 77,8
2. 11 – 20 1 11,1
3. 21 – 30 1 11,1
Jumlah 17 100
Sumber : Lampiran 1
Pada tabel 10 dapat diketahui lama petani responden berusahatani. Petani
dengan pengalaman bertani 5–10 tahun sebanyak 7 orang dengan persentase 77,8 %, 11–20 tahun sebanyak 1 orang dan 21–30 tahun sebanyak 1 orang dengan masing-masing persentase 11,1 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui luas lahan padi yang
diusahakan secara organik milik petani padi organik di Desa Lubuk Bayas.
Tabel 11. Luas Lahan Milik Petani Padi Organik, Tahun 2014
No Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. ≤ 1 8 88,9
2. 1 – 2 1 11,1
Jumlah 9 100
Sumber : Lampiran 1
Pada tabel 11 dapat diketahui luas lahan milik petani padi organik ≤ 1 Ha
berjumlah 8 orang atau sebesar 88,9 % dan 1 – 2 Ha berjumlah 1 orang atau sebesar 11,1 %.
Tanggung keluarga adalah anggota keluarga yang tinggal secara bersama
dengan petani padi organik. Biaya rumah tangga yang dikeluarkan ditanggung
oleh kepala keluarga. Berikut disajikan data tentang jumlah tanggung petani padi
organik sebagai kepala keluarga pada tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Padi Organik, Tahun 2014
No Jumlah Tanggungan
(Orang)
Sumber : Lampiran 1
Pada tabel 12 dapat diketahui jumlah tanggungan petani padi organik
paling besar adalah 2 orang sebanyak 6 orang petani dengan persentase 66,7 %.
Petani yang memiliki jumlah tanggungan 3 orang sebanyak 2 orang petani dengan
persentase 22,2 %. Sedangkan petani dengan jumlah tanggungan 4 orang
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Usahatani Padi Organik
Usahatani padi organik di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai dilaksanakan secara organik oleh petani sebagai
bentuk kepedulian petani terhadap kesehatan dan kelestarian lingkungan. Selain
itu bertujuan untuk mengurangi biaya produksi untuk meningkatkan pendapatan
petani sehingga kesejahteraan petani menjadi lebih baik.
Proses produksi pada usahatani padi organik sampai hasil dimulai dari
pelaksanaan pengolahan tanah (luku tanah, pembuatan tapak bibit, tabrak tanah),
persemaian bibit, perbaikan benteng, cabut bibit, penanaman, pemeliharaan dan
panen. Pengolahan tanah bertujuan agar mendapatkan struktur tanah yang baik
untuk tanaman. Prosesnya dimulai dari luku tanah adalah pembalikan tanah pada
petakan sawah. Pembuatan tapak bibit yaitu sebagian dari tanah yang telah dibalik
dijadikan sebagai tempat penyemaian bibit padi organik. Tabrak tanah yakni
setelah bibit disemaikan lanjut tanah yang sudah dibalik pada tahap pertama
kemudian ditabrak atau diratakan kembali sehingga mudah dalam pengontrolan
air. Proses tabrak tanah tidak dilakukan pada bagian tanah yang menjadi tempat
penyemaian bibit. Persemaian bibit yaitu bibit padi yang akan ditanam,
disemaikan pada bagian lahan sawah atau penamburan bibit padi pada tapak bibit.
Perbaikan benteng atau kikis benteng yaitu bagian pinggir sawah yang menjadi
batas-batas petakan sawah diperbaiki, pelaksanaannya setelah 10 hari bibit
Selanjutnya cabut bibit yaitu bibit yang telah disemaikan dan menjadi bibit
dicabut untuk selanjutnya ditanam. Penanaman bibit yaitu bibit yang dicabut
ditanam pada tanah yang telah siap tanam. Satu hari sebelum bibit ditanam, air
pada petakan sawah dikurangi. Panen yaitu mengambil atau pemotongan tanaman
padi yang sudah cukup umur atau buah dan daun menguning yaitu pada usia enam
bulan.
5.2 Biaya Produksi Usahatani Padi Organik
Pelaksanaan usahatani padi organik membutuhkan biaya-biaya dalam
proses produksinya. Biaya produksi yaitu biaya yang digunakan atau dipakai oleh
petani padi organik untuk melaksanakan usahataninya. Biaya tersebut terdiri dari
biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variabel). Biaya tetap adalah biaya yang
dikeluarkan dalam usahatani padi organik yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
jumlah produksi, seperti biaya penyusutan alat pertanian, biaya pengairan/irigasi
dan biaya pajak bumi dan bangunan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan dalam usahatani padi organik untuk satu kali produksi yang
mempengaruhi jumlah produksi. Biaya variabel yaitu biaya saprodi (sarana
produksi) dan biaya tenaga kerja. Jumlah biaya tetap dengan biaya variabel
merupakan total biaya dari usahatani padi organik. Biaya tersebut dikeluarkan
sesuai dengan tingkat biaya dari masing-masing proses produksi. Berikut
penjelasan biaya produksi usahatani padi organik di Desa Lubuk Bayas.
A.Biaya Variabel Usahatani Padi Organik
Hasil pengamatan selama penelitian sarana produksi yang digunakan yakni
sarana produksi sesuai dengan kebutuhan memerlukan sejumlah biaya. Biaya
tersebut merupakan biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani padi organik.
1) Biaya Bibit
Biaya bibit yang dikeluarkan oleh petani tidak sama. Harga bibit yang
dibeli petani yaitu Rp 6.000 – Rp 10.000/kg. Kebutuhan bibit padi yaitu banyaknya bibit yang disemaikan untuk ditanam pada lahan. Petani menggunakan
bibit padi sebanyak 1,5 kg/rante atau 37,5 kg/hektar sampai 2 kg/rante atau 50
kg/hektar. Penjelasan dapat dilihat pada lampiran 3. Berikut disajikan tabel 13
total biaya bibit :
Tabel 13. Total Biaya Bibit No.
Jumlah 1.595.000
Rata-rata 177.222
Sumber : Lampiran 3 (Diolah)
Berdasarkan tabel 13 diperoleh total biaya bibit usahatani padi organik
adalah Rp 1.595.000 dengan biaya rata-rata Rp 172.222. Biaya bibit tertinggi
2) Biaya Pupuk
Biaya pupuk organik yang dikeluarkan oleh petani pada usahatani padi
organik sama yaitu Rp 1.000/kg. Namun penggunaan pupuk organik
masing-masing lahan milik petani berbeda. Penjelasan dapat dilihat pada lampiran 3.
Berikut disajikan tabel 14 total biaya pupuk organik :
Tabel 14. Total Biaya Pupuk Organik No.
Jumlah 8.300.000
Rata-rata 922.222
Sumber : Lampiran 3 (Diolah)
Berdasarkan tabel 14 diperoleh total biaya pupuk organik usahatani padi
organik adalah Rp 8.300.000 dengan biaya rata-rata Rp 922.222. Biaya pupuk
organik tertinggi yaitu Rp 2.640.000 dan biaya terendah Rp 150.000.
3) Biaya Pupuk Organik Cair (POC)
Biaya pupuk organik cair yaitu berkisar Rp 20.000 – Rp 25.000/liter. Penggunaan sesuai kebutuhan lahan milik petani. Dari hasil penelitian satu petani
yang tidak menggunakan pupuk organik cair pada lahan miliknya. Penjelasan
dapat dilihat pada lampiran 3. Berikut disajikan tabel 15 total biaya pupuk organik
Tabel 15. Total Biaya Pupuk Organik Cair
Jumlah 1.241.000
Rata-rata 155.125
Sumber : Lampiran 3 (Diolah)
Berdasarkan tabel 15 diperoleh total biaya pupuk organik cair usahatani
padi organik adalah Rp 1.241.000 dengan biaya rata-rata Rp 155.125. Biaya
pupuk organik cair tertinggi yaitu Rp 400.000 dan biaya terendah Rp 25.000.
4) Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja usahatani padi organik mulai dari pengolahan tanah,
persemaian bibit, perbaikan benteng, cabut bibit, penanaman, pemeliharaan dan
panen. Upah yang dibayar oleh petani menggunakan sistem borong. Harga
ditentukan oleh pekerja yang diupah oleh petani. Biaya pengolahan tanah yaitu Rp
1.000.000 – Rp 1.250.000/hektar. Biaya persemaian bibit yaitu Rp 200.000 – Rp 300.000/hektar. Biaya perbaikan benteng yaitu Rp 300.000 – Rp 375.000/hektar. Biaya cabut bibit yaitu Rp 425.000 – Rp 875.000/hektar. Biaya penanaman yaitu Rp 700.000 – Rp 1.000.000/hektar. Biaya pemeliharaan yaitu Rp 375.000 – Rp 1.000.000/hektar. Biaya panen yang dikeluarkan petani yaitu Rp 400.000/ton.
Penjelasan biaya tenaga kerja dapat dilihat pada lampiran 4. Berikut disajikan
Tabel 16. Total Biaya Tenaga Kerja
Jumlah 31.702.000
Rata-rata 3.522.444
Sumber : Lampiran 4 (Diolah)
Berdasarkan tabel 16 diperoleh total biaya tenaga kerja usahatani padi
organik adalah Rp 31.702.000 dengan biaya rata-rata Rp 3.522.444 . Biaya tenaga
kerja tertinggi yaitu Rp 9.306.000 dan biaya terendah Rp 1.220.000.
5) Total Biaya Variabel
Total biaya variabel adalah total biaya bibit, pupuk organik, pupuk organik
cair dan biaya tenaga kerja. Berikut disajikan pada taber 17 total biaya variabel :
Tabel 17. Biaya Variabel Usahatani Padi Organik No.
Sampel
Total Biaya (Rp)
Biaya Variabel Per Luas Lahan (Rp)
Total 42.838.000 76.842.500
Rata-rata 4.759.778 8.538.056
Berdasarkan tabel 17 diperoleh total biaya variabel usahatani padi organik
adalah Rp 42.838.000 dengan biaya rata-rata adalah Rp 4.759.778. Biaya variabel
tertinggi yaitu Rp 12.804.000 dan biaya terendah yaitu Rp 1.518.000. Sedangkan
biaya variabel per luas lahan tertinggi milik petani adalah Rp 10.500.000 dengan
biaya terendah yaitu Rp 7.225.000.
B.Biaya Tetap Usahatani Padi Organik
Biaya tetap usahatani padi organik dari hasil penelitian adalah biaya
penyusutan alat pertanian dan kendaraan, biaya pengairan/irigasi dan biaya pajak
bumi dan bangunan.
1) Biaya Penyusutan Alat Pertanian
Proses produksi usahatani padi organik menggunakan alat-alat pertanian
yang terdiri dari cangkul, penyemprot, parang, pisau, sabit, babat, garpu, gudang
serta kendaraan yang dipakai untuk mendukung pengolahan dan hasil padi
organik. Ketersediaan alat dan kendaraan yang digunakan bertujuan untuk
memperoleh produksi. Alat-alat tersebut mengalami penurunan nilai yang disebut
dengan biaya penyusutan. Penjelasan dapat dilihat pada lampiran 12. Berikut
Tabel 18. Total Biaya Penyusutan Alat Pertanian
Total 9.553.500
Rata-rata 1.061.500
Sumber : Lampiran 12 (Diolah)
Berdasarkan tabel 18 diperoleh total biaya penyusutan alat pertanian
usahatani padi organik adalah sebesar Rp 9.553.500 dengan biaya rata-rata yaitu
Rp 1.061.500. Biaya penyusutan alat pertanian tertinggi yaitu Rp 6.027.750 dan
biaya terendah yaitu Rp 105.750.
2) Biaya Pengairan/Irigasi
Lahan sawah yang akan ditanam padi organik menggunakan jasa
pengairan/irigasi untuk memenuhi kebutuhan air. Pengaliran air pada setiap
petakan sawah milik petani padi organik mengeluarkan biaya. Biaya pengairan
dibayar petani kepada petugas pengairan. Pembayaran dilakukan pada saat musim
panen dalam yakni dalam bentuk padi sebanyak 75 Kg/Ha. Semakin luas lahan
yang dimiliki akan besar pula biaya yang dikeluarkan. Penjelasan dapat dilihat
pada lampiran 13. Berikut disajikan tabel 19 total biaya penyusutan alat pertanian
Tabel 19. Total Biaya Pengairan/Irigasi No.
Sampel
Total Biaya Pengairan (Rp)
Total 1.480.500
Rata-rata 164.500
Sumber : Lampiran 13 (Diolah)
Berdasarkan tabel 19 diperoleh total biaya pengairan/irigasi usahatani padi
organik adalah Rp 1.480.500 dengan biaya rata-rata adalah Rp 164.500. Biaya
pengairan/irigasi tertinggi yaitu Rp 435.600 dan biaya terendah yaitu Rp 58.500.
3) Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Penggunaan lahan sawah yang ditanami padi organik mengeluarkan biaya
dalam bentuk pajak yang disebut dengan pajak bumi dan bangunan. Biaya
tersebut merupakan ketentuan atas kepemilikan lahan yang dibayar secara berkala
oleh petani kepada pemerintah. Pembayaran pajak pada tiap petani padi organik
ada yang sama ada juga yang berbeda, hal ini berdasarkan luas lahan dan letak
lahan yang dimiliki oleh petani padi organik. Penjelasan dapat dilihat pada
Tabel 20. Total Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) No.
Sampel
Total Biaya PBB (Rp)
1 198.000
2 25.000
3 30.000
4 125.000
5 60.000
6 30.000
7 40.000
8 28.800
9 115.000
Total 651.800
Rata-rata 72.422
Sumber : Lampiran 14 (Diolah)
Berdasarkan tabel 20 diperoleh total biaya pajak bumi dan bangunan
usahatani padi organik adalah sebesar Rp 651.800 dengan biaya rata-rata adalah
Rp 72.422. Biaya pengairan/irigasi tertinggi yaitu Rp 198.000 dan biaya terendah
yaitu Rp 25.000.
4) Total Biaya Tetap
Biaya tetap usahatani padi organik dari hasil penelitian yaitu biaya
penyusutan alat pertanian dan kendaraan, biaya pengairan/irigasi dan biaya pajak
bumi dan bangunan. Berikut disajikan tabel 21 total biaya tetap usahatani padi
Tabel 21. Total Biaya Tetap Usahatani Padi Organik
Sumber : Lampiran 15 (Diolah)
Berdasarkan tabel 21 diperoleh total biaya tetap usahatani padi organik
adalah sebesar Rp 11.685.800 dengan biaya rata-rata adalah Rp 1.298.422. Biaya
tetap tertinggi yaitu Rp 6.661.350 dan biaya terendah Rp 198.750. Biaya per luas
lahan tertinggi adalah Rp 5.046.477 dan biaya per luas lahan terendah Rp
638.000.
C.Total Biaya Usahatani Padi Organik
Total biaya yang digunakan dalam proses produksi padi organik
merupakan jumlah biaya variabel dan biaya tetap. Berikut disajikan tabel 22 total
biaya usahatani padi organik : No.
Sampel
Total Biaya Tetap (Rp)
Biaya Tetap Per Luas Lahan (Rp
1 6.661.350 5.046.477
Jumlah 11.685.800 19.129.477
Tabel 22. Total Biaya Usahatani Padi Organik
Sumber : Lampiran 16 (Diolah)
Berdasarkan tabel 22 menunjukkan total biaya usahatani padi organik
adalah Rp 54.523.800 biaya rata-rata Rp 6.058.200. Total biaya tertinggi adalah
Rp 19.465.350 dan biaya terendah adalah Rp 1.716.750.
5.1.2 Penerimaan Usahatani Padi Organik
Penerimaan usahatani padi organik adalah total produksi padi organik
dikali dengan harga jual padi organik. Petani padi organik menjual hasil
produksinya dalam bentuk gabah. Petani lebih memilih menjual gabah basah
karena tidak semua petani padi organik memiliki halaman atau tempat penjemuran
gabah. Selain itu bila menjual dalam bentuk gabah kering petani tidak bisa
menjamin kadar air gabah yang sudah jemur. Petani mengeluarkan biaya lagi
untuk tenaga kerja penjemuran gabah dan faktor cuaca yang menjadi alasan petani
untuk menjual hasil panen padi dalam bentuk gabah basah. Penjelasan dapat
dilihat pada lampiran 17. Berikut disajikan tabel 23 total penerimaan usahatani
padi organik :
1 12.804.000 6.661.350 19.465.350
2 1.575.000 457.000 2.032.000
Jumlah 42.838.000 11.685.800 54.523.800
Tabel 23. Total Penerimaan Usahatani Padi Organik
Sumber : Lampiran 17 (Diolah)
Berdasarkan tabel 23 menunjukkan total penerimaan usahatani padi
organik adalah Rp 135.752.500 dengan total produksi 32.575kg. Penerimaan
rata-rata adalah Rp 15.083.611 dengan rata-rata-rata-rata produksi 3.619 kg. Penerimaan
tertinggi adalah Rp 43.560.000 yaitu total produksi 9.900 kg dan terendah adalah
Rp 4.387.500 dengan total produksi 1.125 kg.
5.1.3 Pendapatan Usahatani Padi Organik
Pendapatan usahatani padi organik adalah selisih dari total penerimaan
dengan total biaya yang digunakan dalam proses produksi. Berikut disajikan tabel
24 total pendapatan usahatani padi organik : No.
Jumlah 32.575 135.752.500
Tabel 24. Total Pendapatan Usahatani Padi Organik
Sumber : Lampiran 18 (Diolah)
Berdasarkan tabel 24 menunjukkan total pendapatan usahatani padi
organik adalah Rp 82.528.700 dengan total rata-rata Rp 9.169.856. Pendapatan
tertinggi Rp 24.094.650 dan pendapatan terendah Rp 2.375.500.
5.3 Analisis Kelayakan Usahatani Padi Organik
Penilaian kelayakan suatu usaha adalah mengetahui usahatani tersebut
layak atau tidak layak untuk diusahakan. Pada usahatani padi organik di Desa
Lubuk Bayas analisis kelayakan usahatani padi organik menggunakan kriteria
analisis R/C ratio, B/C ratio dan break even point atau titik impas. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
5.3.1 Analisis R/C Ratio
Analisis R/C ratio merupakan gambaran tentang keberlanjutan usahatani
padi organik yang dilakukan termasuk layak atau tidak layak. R/C adalah total
penerimaan usahatani padi organik dibagi dengan seluruh biaya yang digunakan
atau total pengeluaran. Berikut disajikan tabel 25 nilai R/C usahatani padi
organik:
1 43.560.000 19.465.350 24.094.650
2 4.387.500 2.032.000 2.355.500
3 5.040.000 1.151.750 3.888.250
4 33.600.000 11.138.000 22.462.000
5 10.780.000 4.003.000 6.777.000
6 5.040.000 2.018.500 3.021.500
7 11.475.000 4.785.750 6.689.250
8 6.270.000 2.167.450 4.102.550
9 15.600.000 6.462.000 9.138.000
Jumlah 135.752.500 53.223.800 82.528.700