• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kandungan Mineral Kalium, Natrium Dan Kalsium Pada Sayuran Kubis (Brassica Oleracea L.) Yang Diperoleh Dari Lahan Hasil Pertanian Pasca Letusan Gunung Sinabung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Kandungan Mineral Kalium, Natrium Dan Kalsium Pada Sayuran Kubis (Brassica Oleracea L.) Yang Diperoleh Dari Lahan Hasil Pertanian Pasca Letusan Gunung Sinabung"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KANDUNGAN MINERAL KALIUM, NATRIUM DAN

KALSIUM PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea L.)

YANG DIPEROLEH DARI LAHAN HASIL PERTANIAN

PASCA LETUSAN GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

]

OLEH:

SUPARLAN

NIM 121524126

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN KANDUNGAN MINERAL KALIUM, NATRIUM DAN

KALSIUM PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea L.)

YANG DIPEROLEH DARI LAHAN HASIL PERTANIAN

PASCA LETUSAN GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SUPARLAN

NIM 121524126

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KAJIAN KANDUNGAN MINERAL KALIUM, NATRIUM DAN

KALSIUM PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea L.)

YANG DIPEROLEH DARI LAHAN HASIL PERTANIAN

PASCA LETUSAN GUNUNG SINABUNG

OLEH:

SUPARLAN

NIM 121524126

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 28 November 2014

Pembimbing I,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Pembimbing II,

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195108161980031002

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002

Dra. Sudarmi, M.Si., Apt. NIP 195409101983032001

Medan, Desember 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelasikan penelitian

dan penyusunan skripsi ini, serta Shalawat dan Salam kepada Nabi Allah SWT:

Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri teladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatra Utara, dengan judul:

“Kajian Kandungan Mineral Kalium, Natrium Dan Kalsium Pada Sayuran Kubis

(Brassica Oleracea L.) Yang Diperolah Dari Lahan Hasil Pertanian Pasca Letusan

Gunung Sinabung”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Medan, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si.,Apt., dan Bapak Dr.

Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta

saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Ginda

Haro, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

Sudarmi, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran

dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. rer.

nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku Koordinator Laboratorium

(5)

penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian. Bapak dan Ibu

staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama

perkuliahan dan Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku penasehat

akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga

kepada Ayahanda Nurman dan Ibunda Patmawati yang telah memberikan cinta

kasih yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus, serta pengorbanan baik

materi maupun non materi. Adikku Sukarniati dan Diky Candra serta seluruh

keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, mengingat

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat

bagi kita semua.

Medan, November 2014 Penulis

(6)

KAJIAN KANDUNGAN MINERAL KALIUM, NATRIUM DAN KALSIUM PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea L.)

YANG DIPEROLEH DARI LAHAN HASIL PERTANIAN PASCA LETUSAN GUNUNG SINABUNG

ABSTRAK

Kubis merupakan salah satu sayuran yang terdapat di mineral pada tanaman, terutama sayuran kubis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan serta perbedaan kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium pada sayuran kubis yang diperoleh dari lahan pertanian pasca letusan Gunung Sinabung.

Metode penelitian yang dilakukan adalah pengambilan sampel secara purposif terhadap sayuran kubis yang terdapat di empat desa. Penelitian ini meliputi proses destruksi kering, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu kalium pada panjang gelombang 766,5 nm, natrium pada panjang gelombang 589,0 nm dan kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm dengan nyala udara-asetilen.

Hasil penelitian menunjukkan kadar mineral dari empat desa (Suka Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan Raya) berturut-turut diperoleh yaitu kalium (332,9800 ± 2,3430 mg/100g; 341,5055 ± 6,8799 mg/100g; 303,5585 ± 13,8707 mg/100g; dan 266,1727 ± 6,9771 mg/100g), natrium (10,1384 ± 0,0488 mg/100g; 10,9081 ± 0,1326 mg/100g; 9,5502 ± 0,1210 mg/100g; dan 8,9698 ± 0,0653 mg/100g) dan kalsium (18,1748 ± 0,6786 mg/100g; 22,0825 ± 0,4088 mg/100g; 17,0041 ± 07277 mg/100g dan 16,0342 ± 0,4399 mg/100g).

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa sayuran kubis yang berasal dari daerah Gunung Sinabung mengandung mineral kalium, natrium dan kalsium. Kadar mineral kalium, natrium dan kalsium di desa yang lebih dekat yakni di kecamatan Naman Teran (Desa Suka Tepu > Desa Suka Ndebi > Desa Ndeskati) lebih tinggi dari desa Raya di kecamatan Brastagi yang lebih jauh dari daerah Gunung Sinabung.

(7)

THE MINERAL CONTENT STADY OF POTASSIUM, SODIUM AND CALCIUM IN CABBAGE (Brassica oleracea L.) OBTAINED FROM

AGRICULTURAL LAND AFTER THE SINABUNG ERUPTION

ABSTRACT

Cabbage is one of vegetables in the Karo Highlands. Mount Sinabung eruption would affect the mineral content in plants, especially cabbages. The purpose of this study is to determine the content and mineral content differences of potassium, sodium and calcium in cabbage from agricultural land after the eruption of Sinabung.

The research methodology was purposively sampling the cabbage in the four villages. This study includes the dry destruction process followed by quantitative analysis of potassium, sodium and calcium using atomic absorption spectrophotometry (AAS), which was wavelength potassium metal at 766.5 nm, wavelength sodium metal at 589.0 nm and wavelength calcium metal at 422.7 nm with air-acetylene flame.

The results showed levels of minerals from four villages (Suka Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati and Raya) obtained were potassium (332.9800 ± 2.3430 mg / 100g; 341.5055 ± 6.8799 mg / 100g; 303.5585 ± 13.8707 mg / 100g, and 266.1727 ± 6.9771 mg / 100g), sodium (10.1384 ± 0.0488 mg / 100g; 10.9081 ± 0.1326 mg / 100g; 9.5502 ± 0.1210 mg / 100g, and 8.9698 ± 0.0653 mg / 100g) and calcium (18.1748 ± 0.6786 mg / 100g; 22.0825 ± 0.4088 mg / 100g; 17.0041 ± 07 277 mg / 100g and 16.0342 ± 0.4399 mg / 100g).

From the above results it can be concluded that cabbage from the Mount Sinabung contains minerals potassium, sodium and calcium. Mineral content of potassium, sodium and calcium in villages closer to that in the subdistrict Naman Teran (Suka Tepu Village > Suka Ndebi Village > Ndeskati Village) higher than the Raya Village in the subdistrict Brastagi more distant from the area of Mount Sinabung.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Gunung Berapi ... 5

2.1.1 Jenis Gunung Berapi Berdasarkan Bentuknya ... 5

2.1.2 Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia ... 6

2.1.3 Gunung Berapi Meletus ... 7

2.1.4 Ciri – Ciri Gunung Berapi Meletus ... 7

(9)

2.2 Gunung Sinabung ... 9

2.3 Kubis …………. ... 10

2.3.1 Klasifikasi ... 11

2.3.2 Varietas dan Jenis ... 12

2.3.3 Kandungan Gizi ... 13

2.4 Mineral ... 13

2.4.1 Kalium ... 14

2.4.2 Kalsium ... 14

2.4.3 Natrium ... 15

2.5 Spektrofotometri Serapan Atom ... 15

2.5.1 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom ... 16

2.5.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan atom ... 18

2.6 Validasi Metode Analisis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.2.1 Alat ... 22

3.2.2 Bahan ... 22

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.5.1 Larutan HNO3 (1:1) ... 23

3.4 Prosedur Penelitian ... 23

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 23

(10)

3.4.3 Proses Destruksi Kering ... 24

3.4.4 Pembuatan Larutan Sampel ... 24

3.4.5 Pemeriksaan Kualitatif dan Kuantatif ... 25

3.4.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penetapan Kadar Kalium ... 25

3.4.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penetapan Kadar Natrium ... 25

3.4.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penetapan Kadar Kalsium ... 26

3.5 Analisis Data Secara Statistik ... 27

3.5.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 27

3.5.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 28

3.5.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 28

3.5.4 Simpangan Baku Relatif ... 29

3.5.5 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Pengambilan Sampel ... 31

4.2 Identifikasi Sampel ... 32

4.3 Analisis Kualitatif ... 32

4.4 Analisis Kuantitatif ... 33

4.4.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Natrium dan Kalsium ... 33

4.4.2 Pengukuran Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel ... 34

4.5 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 36

4.6 Uji Perolehan Kembali ... 37

(11)

4.8 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 KESIMPULAN ... 41

5.1 SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium

dalam Sampel ... 35

Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Kalium, Natrium

Kalsium Antarsampel ... 36

Tabel 4.3 Persen uji Perolehan Kembali (recovery) Kalium,

Natrium Kalsium ... 38

Tabel 4.4 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif

Kalium, Natrium dan Kalsium ... 38

Tabel 4.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalium, Natrium dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gunung Sinabung ... 10

Gambar 2.2 Sistem Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom ... 17

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Kalium ... 33

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Natrium ... 33

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman ... 46

Lampiran 2. Foto Letusan Gunung Sinabung ... 47

Lampiran 3. Foto Sampel yang Digunakan ... 48

Lampiran 4. Foto Sampel Setelah di Hotplate dan Setelah di Tanur .. 49

Lampiran 5. Bagan Alur Proses Dekstruksi Kering ... 50

Lampiran 6. Bagan Alur Proses Pembutan Larutan Sampel ... 51

Lampiran 7. Data Kalibrasi Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 52

Lampiran 8. Data Kalibrasi Natrium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 54

Lampiran 9. Data Kalibrasi Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi ... 56

Lampiran 10. Hasil Analisis Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel ... 58

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Kalium, Natrium Dan Kalsium dalam Sampel ... 64

Lampiran 12. Perhitungan Statistik Kadar Kalium dalam Sampel ... 66

Lampiran 13. Perhitungan Statistik Kadar Natrium dalam Sampel ... 75

Lampiran 14. Perhitungan Statistik Kadar Kalsium dalam Sampel ... 86

Lampiran 15. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kalium dalam Sampel 95

(15)

Lampiran 17. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kalsium dalam

Sampel ... 97

Lampiran 18. Hasil Analisis Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium Sebelum Penambahan Masing-Masing Larutan Baku dalam Kubis ... 99

Lampiran 19. Hasil Analisis Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium Setelah Penambahan Masing-Masing Larutan Baku dalam Kubis ... 101

Lampiran 20. Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kalium, Natrium dan Kalsium ... 103

Lampiran 21. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel ... 121

Lampiran 22. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 124

Lampiran 23. Gambar Alat yang Digunakan ... 127

Lampiran 24. Tabel Distribusi t ... 128

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah

satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api aktif. Tidak

kurang dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya di

padati oleh pemukiman penduduk (Lucas, 1991). Salah satu gunung berapi yang

ada di Indonesia adalah Gunung Sinabung yang terletak di

2.460 m dari permukaan laut dan masih terdapat desa-desa di lerengnya. Gunung

Sinabung tidak pernah tercatat meletus sejak tahun 1.600 tetapi mendadak aktif

kembali pada bulan september 2013 (Anonim, 2014).

Hasil dari erupsi Gunung Sinabung tersebut mengeluarkan kabut asap

yang tebal berwarna hitam disertai hujan abu dan debu vulkanik yang menutupi

ribuan hektar lahan para petani. Debu vulkanik mengakibatkan tanaman petani

yang berada dilereng gunung banyak yang mati dan rusak. Debu vulkanik

berdampak pada beberapa desa yang ada disekitar Gunung Sinabung yaitu desa

Bekerah, desa Simacem, desa Beras Tepu, desa Suka Nalu, desa Suka Tepu, desa

Suka Ndebi, desa Ndeskati (BPTP Sumatera Utara, 2014).

Abu vulkanik adalah material vulkanik yang disemburkan ke udara saat

terjadi suatu letusan gunung berapi. Abu vulkanik terdiri dari batuan berukuran

besar sampai berukuran halus. Abu Vulkanik yang berukuran besar biasanya jatuh

(17)

pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Sudaryo dan Sutjipto,

2009). Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) (1994), komposisi

kimia tanah abu vulkanik gunung merapi terdiri dari: SiO2 (54,56%), Al2O3

(18,37%), Fe2O3 (18,59%), CaO (8,33%), MgO (2,45%), Na2O (3,62%), K2O

(2,32%), MnO (0,17%), TiO2 (0,92%), P2O6 (0,32%), dan H2O (0,11).

Kimia tanah abu vulkanik K2O, Na2O, dan CaO akan mempengaruhi

perkembangan sektor pertanian terutama tanaman yang ada di sekitar gunung

tersebut. Salah satu tanaman yang banyak terdapat adalah sayuran kubis atau kol

yang merupakan sayuran yang termasuk jenis Brassica olaracea, yang dapat

membentuk telur seperti kepala. Sayuran kubis mempunyai peranan yang penting

untuk kesehatan manusia karena cukup banyak mengandung vitamin dan mineral

yang sangat diperlukan tubuh manusia (Pracaya, 1992).

Mineral merupakan salah satu unsur yang memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun

fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro

dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam

jumlah lebih dari 100 mg sehari. Termasuk kedalam mineral makro adalah

natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfor, magnesium dan sulfur. (Almatsier,

2004; Budiyanto, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kajian

kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium pada sayuran kubis yang

diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan Gunung Sinabung secara

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pada penelitian ini adalah

1. Berapa kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium pada sayuran

kubis yang diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan Gunung

Sinabung

2. Apakah ada perbedaan kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium

pada sayuran kubis yang diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan

Gunung Sinabung yang terdapat di beberapa desa.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

1. Sayuran kubis mengandung mineral kalium, natrium dan kalsium dalam

jumlah tertentu.

2. Terdapat perbedaan kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium pada

sayuran kubis yang diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan

Gunung Sinabung yang terdapat di beberapa desa.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium pada

sayuran kubis yang diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan

(19)

2. Mengetahui perbedaan kandungan mineral kalium, natrium dan kalsium

pada sayuran kubis yang diperoleh dari lahan hasil pertanian pasca letusan

Gunung Sinabung yang terdapat di beberapa desa.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan mineral

kalium, natrium dan kalsium pada sayuran kubis yang diperoleh dari

lahan hasil pertanian pasca letusan Gunung Sinabung yang terdapat di

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gunung Berapi

Bentuk permukaan bumi tidaklah merata. Hal ini disebabkan karena

adanya pengaruh dari luar dan dalam bumi itu sendiri. Pengaruh dari dalam bumi

berupa tenaga yang sangat besar sehingga dapat membentuk muka bumi beraneka

ragam. Tenaga yang berasal dari dalam bumi ini disebut endogen, contoh

tektonisme, vulkanisme, dan seisme. Sedangkan tenaga yang berasal dari luar

bumi disebut eksogen, conroh pelapukan dan erosi pengikisan. Karena tenaga

endogen inilah, akhirnya terbentuk sebuah gunung. Gunung merupakan tonjolan

pada kulit bumi yang terdiri dari lereng dan puncak (Hartuti, 2009).

Rangkaian dari gunung-gunung akan membentuk pegunungan. Gunung

dan pegunungan terbentuk karena adanya tenaga endogen. Apabila suatu tempat

di permukaan bumi pernah atau masih mengeluarkan magma, maka terbentuklah

gunung berapi. Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang

didefinisikan sebagai suatu saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau

lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi

sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang

dikeluarkan saat meletus. Secara singkat, gunung berapi adalah gunung yang

masih aktif dalam mengeluarkan material di dalamnya (Hartuti, 2009).

2.1.1 Jenis Gunung Berapi Berdasarkan Bentuknya

(21)

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah – ubah

sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis – lapis dari beberapa jenis

batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang – kadang

bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali.

b. Gunung berapi perisai (Shieldvolcano)

Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair,

sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam),

bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang

bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan

Hawai.

c. Cinder Cone

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik

menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk

mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya diatas 500 meter dari tanah di

sekitarnya.

d. Kaldera

Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang

melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo

merupakan jenis ini.

2.1.2 Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia

a. Gunung Berapi Tipe A

Gunung berapi yang pernah mengalami erupsi magmatik

(22)

b. Gunung Berapi Tipe B

Gunung berapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi

magmetik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan

solfatara.

c. Gunung Berapi Tipe C

Gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia,

namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan

solfatara/fumarola pada tingkat lemah.

2.1.3 Gunung Berapi Meletus

Gunung berapi meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan

magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan

tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan

suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000 0C. Cairan magma

yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa

mencapai 700-1200 0C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu

dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa

membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung merapi sering

meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi aktif (Hartuti,

2009).

2.1.4 Ciri – Ciri Gunung Berapi Meletus

Menurut Hartuti (2009), Gunung berapi yang meletus dapat diketahui

melalui beberapa tanda, antara lain

a. Suhu di sekitar gunung naik.

(23)

c. Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)

d. Tumbuhan di sekitar gunung layu

e. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

2.1.5 Status Gunung Berapi

Gunung berapi biasanya akan diberi status oleh para pengamat

kegunungapian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu gunung

sedang berproses.

Berikut beberapa status dari gunung berapi yang digunakan sebagai isyarat

keadaan suatu gunung.

Status Makna Tindakan

AWASMenandakan gunung berapi

akan segera atau sedang meletus atau dalam keadaan kritis yang menimbulkan bencana.

• Letusan pembukaan dimulai dengan keluarnya abu dan asap.

• Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam.

• Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan.

• Koordinasi dilakukan secara harian.

• Diadakan piket penuh dan terus-menerus.

SIAGA • Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak menuju letusan.

• Peningkatan intensif kegiatan seismik.

• Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana.

• Jika terjadi peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu.

• Sosialisasi di wilayah terancam.

• Penyiapan sarana darurat.

• Koordinasi harian.

(24)

WASPADA • Gunung selalu melakukan aktivitas dalam bentuk apa pun.

• Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal.

• Peningkatan aktivitas vulkanis.

• Sedikit perubahan aktivitas yang diaki- batkan oleh aktivitas magma, tektonik, dan hidrotermal.

• Penyuluhan/sosialis asi.

• Penilaian bahaya.

• Pengecekan sarana.

• Pelaksanaan Piket terbatas.

NORMAL • Tidak ada gejala adanya aktivitas tekanan magma.

• Level aktivitas masih pada posisi dasar.

• Pengamatan rutin.

• Survei dan Penyelidikan

(Hartuti, 2009)

2.2 Gunung Sinabung

Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di dataran tinggi

Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung

adalah 03o 10’ LU dan 98o 23’ BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah

2.460 meter dari permukaan laut yang menjadi puncak tertinggi di Sumatera

Utara. Gunung ini belum pernah tercatat meletus sejak tahun 1600 (Anonim,

2014).

Abu vulkanik atau pasir vulkanik merupakan bahan material vulkanik

jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Abu vulkanik maupun

pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang

berukuran besar biasanya jatuh disekitar kawah sampai radius 5-7 km dari kawah,

(25)

kilometer dari kawah disebabkan oleh adanya hembusan angin (Sudaryo dan

Sutjipto, 2009).

Gambar 1. Letusan Gunung Sinabung (Tanggal 1 Februari 2014)

Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), (1994) komposisi

kimia tanah abu vulkanik gunung merapi yaitu SiO2 (54,56%), Al2O3 (18,37%),

Fe2O3 (18,59%), CaO (8,33%), MgO (2,45%), Na2O (3,62%), K2O (2,32%), MnO

(0,17%), TiO2 (0,92%), P2O6 (0,32%), dan H2O (0,11%).

2.3 Kubis

Tanaman kubis berasal dari Eropa dan Asia, terutama tumbuh di daerah

Great Britain dan Mediteranean. Asal usul tanaman kubis dibudidaya berawal dari

kubis liar (Brassica oleracea var. sylvestris) yang tumbuh di sepanjang pantai laut

tengah, Inggris, Denmark dan sebelah utara Perancis barat serta pantai Glamorgan

(Rukmana, 1994).

Yang dimaksud kubis disini ialah kubis yang dapat membentuk telur yang

(26)

hipokotil yang berwarna merah, panjang beberapa centimeter, dua keping, akar

tunggang. Daun pertama mempunyai tungkai yang panjang dan tangkai-tangkai

daun selanjutnya makin memendek, kemudian daun mementuk roset dan daun

kubis tidak berbulu tapi tertutup lapisan lilin. Daun-daun yang pertama akan

membengkok dapat mencapai panjang lebih kurang 30 cm. Daun-daun yang

berikutnya mulai membengkok dan membungkus atau menutupi daun-daun muda

yang terbentuk kemudian, makin lama dan makin banyak daun muda yang

terbantuk maka akan kelihatan seakan-akan membentuk telur atau kepala. Bentuk

kepala atau telur bermacam-macam, dari bentuk bulat, bulat pipih sampai bulat

meruncing, dan garis tengah dapat mencapai lebih dari 20 cm (Pracaya, 1992).

Kubis termasuk tanaman sayuran semusim yang dipanen sekaligus dan

dikonsumsi dari bagian tamanan yang berupa daun yang berumur kurang dari 1

tahun dan pemanenannya dilakukan sekali kemudian dibongkar untuk diganti

dengan tanaman baru (Vincent, 1998).

2.3.1 Klasifikasi

Menurut Pracaya (1992), klasifikasi tumbuhan kubis (Brassica oleracea

var. capitata) secara sistematik adalah sebagai berikut:

Nama Lokal : Kubis

Dunia (kingdom) : Plantae

Superdivisi (Superdivisi) : Spermatophyta

Divisi (divisi) : Magnoliophyta

Kelas (classis) : Magnoliopsida

Bangsa (ordo) : Capparales

(27)

Marga (genus) :

Jenis (Spesies) : Brassica oleracea var. capitata L.

2.3.2 Varietas dan Jenis

Menurut Novery (1999), Kubis merupakan tanaman sayur yang terdiri dari

banyak varietas. Namun, secara umum kubis terbagi dalam 3 kelompok besar

yaitu kubis putih, kubis merah, dan kubis savoy.

1. Kubis putih (B.oleracea. var. capitata L. f. alba DC)

Kubis dari kelompok ini daunya berwarna putih. Dalam kelompok ini

terdiri dari kubis kepala bulat atau kol bulat, kubis kepala bulat datar, dan

kubis kepala bulat runcing.

2. Kubis merah (B.oleracea. var. capitata L.f. rubra)

Sesuai dengan namanya, daun kubis merah berwarna merah keunguan. Di

bagian daun sebelah luar terdapat lapisan lilin. Pada umumnya kubis

merah mempunyai bentuk kepala bulat.

3. Kubis savoy (B.oleracea. var. sabauda L.)

Kubis savoy mempunyai daun yang khas, yaitu kriting. Oleh karena itu,

sebutan lain dari kubis savoy adalah kubis keriting atau kubis babat.

Namun, kubis jenis ini belum popular dan belum terlalu disukai

konsumen, mungkin karena rasanya belum cocok dengan lidah.

Beberapa waktu terakhir muncul jenis kubis baru, yaitu kubis brussel atau

kol brussel (Brassica oleracea var. gemnifera). Kubis jenis ini sering disebut juga

kubis tunas. Bentuknya sama persis dengan kubis kepala, tetapi ukurannya lebih

kecil dan lebih padat. Tanaman kubis jenis ini pertama diusahakan di Belgia,

(28)

2.3.3 Kandungan Gizi

Kubis putih mengandung: kalori, karbohidrat, lemak, protein, serat makanan,

vitamin-vitamin; A, B1, B2, B3 dan C, mineral; besi, khlor, fosfor, kalsium,

Kalium, natrium dan zat besi. Dalam 100 g bahan mentah kubis terdapat 24 kalori

(Novery, 1999; Soehardi, 2004).

Menurut Calvin dan Donald (1983) dalam 100 g kubis putih memiliki

kandungan gizi, yaitu: Air (92,4%); Energi (24 kalori); Protein (1,3 g); Lemak

(0,2 g); Karbohidrat (5,4 g); Serat (0,8 g); Kalsium (49 mg); Fosfor (29 mg); Besi

(0,4 mg); Natrium (20 mg); Kalium (233 mg); Vitamin A (130 IU); Vitamin B1

(0,05 mg); Vitamin B2 (0,05 mg); Vitamin B3 (0,3 mg), Vitamin C (47 mg).

2.4 Mineral

Menurut Budiyanto (2004), mineral merupakan salah satu komponen yang

sangat diperlukan oleh mahluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan

vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Berdasarkan jenisnya,

mineral dibagi 2 macam, yaitu:

a) Makromineral (kalsium, Alluminium, Magnesium, fosfor, kalium, natrium

dan sulfur)

b) Mikromineral (besi, iodium, flour, Mangan, zink, kuprum, kobalt dan

kromium).

Menurut almatsier, mineral adalah unsur atau senyawa kimia yang ada

(29)

yang dibutuhkan tubuh untuk menjaga kesehatan. Mineral adalah bagian dari

tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik

pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Di

samping itu, mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama

sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2004).

Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral

makro adalah mineral yang ada di dalam tubuh lebih dari 0,01% berat badan dan

mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg/hari, sedangkan

mineral mikro terdapat dalam tubuh kurang dari 0,01% berat badan dan mineral

yang dibutuhkan kurang dari 100 mg/hari. Yang termasuk mineral makro adalah

natrium, kalium, kalsium, fosfor, magnesium, dan sulfur. Adapun yang termasuk

mineral mikro adalah besi, seng, mangan, dan tembaga (Almatsier, 2004).

2.4.1 Kalium

Kalium merupakan salah satu mineral makro yang berperan dalam

pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam basa

tubuh. Sebanyak 95% kalium berada di dalam cairan intraseluler. Sumber utama

kalium adalah sayuran, buah dan kacang-kacangan. Kekurangan kalium karena

makanan jarang terjadi, sepanjang seseorang cukup makan sayuran dan buah segar

(Almatsier, 2004).

2.4.2 Natrium

Natrium adalah kation utama dalam darah dan cairan ekstraselular. Fungsi

natrium di dalam tubuh bersama-sama dengan kalium menjaga keseimbangan

cairan di dalam tubuh dan sebagai penghantar impuls dalam serabut syaraf.

(30)

sedangkan di dalam cairan ekstraseluler 28:1. Sumber utama natrium adalah

garam dapur (Almatsier,2004).

2.4.3 Kalsium

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,

yaitu 1,5 - 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg.

Dari jumlah ini, sebanyak 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan

gigi, selebihnya tersebar luas didalam tubuh. Didalam cairan ekstraselular dan

intraselular, kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel,

seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga

permeabilitas membran sel (Almatsier, 2004).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu seperti keju. Ikan

yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium

yang baik. Kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu, tempe, serta

sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik (Almatsier, 2004).

2.5 Spektrofotometer Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif

unsur-unsur logam dalam jumlah kecil (trace) dan sangat kecil (ultratrace). Cara

analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak

tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok

untuk analisis kecil logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi

kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit

(31)

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar

oleh atom-atom netral atau absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap

cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat. Jika suatu larutan

yang mengandung suatu garam logam (atau suatu senyawa logam) dihembuskan

kedalam suatu nyala (misalnya asetilena yang terbakar di udara) maka terbentuk

uap yang mengandung atom-atom logam itu. Atom logam bentuk gas tersebut

tetap berada dalam keadaan tak tereksitasi atau dengan perkataan lain, dalam

keadaan dasar. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang yang khas dengan

logam tersebut dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang

bersangkutan, maka cahaya tersebut akan diserap dan jauhnya penyerapan akan

berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala

(Gandjar dan Rohman, 2009).

Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga

suatu atom dalam keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi

dan garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang

menyebabkan eksitasi atom dari keadaan azas ke salah satu tingkat energi yang

lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (resonance line). Garis-garis ini akan

dibaca dalam bentuk angka oleh Readout. (Gandjar dan Rohman, 2009; Bassett,

dkk., 1994).

2.5.1 Instrument Spektrofotometer Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar

(32)
[image:32.595.104.499.181.313.2]

Gambar 2. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (sumber: Watson,1999)

a. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

catodhe lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat

dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu.

b. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

dasar.

c. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk

memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan untuk analisis.

Sumber sinar Nyala Monokromator

Detektor

Readout

Tempat Sampel

(33)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat

pengatoman.

e. Readout

Readout merupakan suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil

pembacaan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva.

2.5.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Gangguan-ganguan pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang

menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil

atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel.

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut

(Gandjar dan Rohman, 2009):

a. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala.

Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks

tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar gas pengoksidasi.

Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat jenis dan

tekanan uap. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang

dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit

dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.

b. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang

terjadi di dalam nyala.

Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar di dalam

(34)

senyawa-senyawa yang tidak sempurna dan ionisasi atom-atom di dalam nyala. Terjadi

disosiasi yang tidak sempurna disebabkam oleh terbentuknya senyawa-

senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraiakan di dalam nyala api).

Contoh senyawa refraktorik adalah garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari

logam alkali tanah. Dengan terbentuknya senyawa ini, maka akan mengurangi

jumlah atom netral yang ada di dalam nyala. Ionisasi atom-atom di dalam

nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi.

Prinsip analisis dengan SSA adalah mengukur absorbansi atom-atom netral

yang berada dalam keadaan dasar. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu

pengukuan absorbansi atom netral karena atom-atom yang mengalami

ionisasi tidak sama spektrum atom dalam keadaan netral.

c. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang

dianalisis yakni; absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terionisasi di

dalam nyala.

d. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption) Gangguan

jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan

berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non atomik dapat

disebabkan oleh adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang

berada di dalam nyala.

2.6 Vaidasi Metode Analisis

Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan

penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk

(35)

penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam

validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Menurut Harmita (2004), kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan

derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang

ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:

- Metode simulasi

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang

dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam

suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut

dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan

(kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

- Metode penambahan baku

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan

divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali.

(36)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan

derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara

berulang untuk sampel yang homogen.

c. Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya

mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain

yang ada di dalam sampel.

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik

secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan

suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.

Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat

ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearias yang dapat diterima.

e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Maret – Juli 2014.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Hitachi

Z-2000) lengkap dengan Lampu katoda kalium, natrium dan kalsium, neraca analitik

(BOECO Germany), hot plate 0 oC – 450 oC (MSH 420 BOECO Germany), alat

tanur (Nabertherm), blender, kertas saring Whatman No.42, krus porselen dan

alat-alat gelas (Pyrex).

3.2.2 Bahan

3.2.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayuran kubis

(Brassica oleracea L.) dari lahan hasil pertanian pasca letusan gunung sinabung

yang di ambil di empat desa yaitu desa Suka Ndebi, desa Suka Tepu, desa

Ndeskati kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, Indonesia

dan Desa Raya, kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo, Sumatra Utara.

3.2.2.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi tanaman kubis (Brassica oleracea L.) dilakukan di Pusat

(38)

3.2.2.3 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akua

demineralisata, asam nitrat (HNO3) 65% b/v, larutan baku kalium 1000 µg/ml,

larutan baku natium 1000 µg/ml, dan larutan baku kalsium 1000 µg/ml

(Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU).

3.3 Pembuatan Pereaksi

3.3.1 Larutan HNO3 (1:1)

Sebanyak 250 ml larutan HNO3 65% b/v diencerkan dengan 250 ml

akuademineralisata.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif

yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan. Metode sampling ini

ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili

populasi (Budiarto, 2004).

3.4.2 Penyiapan Sampel

Kubis sebanyak ± 1 kg ( yang tidak ditentukan kadar airnya ) dicuci bersih

dengan air mengalir untuk membarsihkannya dari pengotoran dan dicuci lagi

dengan aquades, ditiriskan sampai air cuciannya kering. Sampel dibelah menjadi

dua bagian dan diblender sampai halus. Perlakuan yang sama juga dilakukan

(39)

3.4.3 Proses Dekstruksi

Proses destruksi sampel dilakukan dengan cara destruksi kering dimana

sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 25 gram dalam kurs porselen,

diarangkan di atas hot plate (MSH 420 BOECO Germany), lalu diabukan dalam

tanur dengan temperatur awal 100ºC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan

hingga suhu 500 ºC dengan interval 25 ºC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan

selama 48 jam (dihitung saat suhu sudah 500 ºC), lalu setelah suhu tanur ± 27 ºC,

krus porselen dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Abu

ditambahkan 5 ml HNO3 (1 : 1), kemudian diuapkan pada hot plate (MSH 420

BOECO Germany) sampai kering. Kurs porselen dimasukkan kembali ke dalam

tanur dengan temperatur awal 100 ºC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan

hingga 500 ºC dengan interval 25 ºC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama

1 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator (Howirtz, 2000).

3.4.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel hasil dekstruksi dilarutkan dalam 5 ml HNO3 (1 : 1), lalu

dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dibilas kurs porselen dengan 10 ml

akua demineralisata sebanyak 3 kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata

hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No.42

dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian

filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol (Howirtz, 2000). Larutan ini

digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap mineral kalium,

(40)

3.4.5 Pemeriksaan Kualitatif dan Kuantitatif 3.4.5.1 Kalium

3.4.5.1.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium

Larutan baku kalium (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam

labu tentukur 100 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata. Dari konsentrasi 10 µg/ml dipipet masing-masing 5 ml; 10 ml; 15

ml; 20 ml; dan 25 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan

hingga garis tanda dengan akua demineralisata sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 2,0 µg/ml; 4,0 µg/ml; 6,0 µg/ml; 8,0 µg/ml; dan 10,0 µg/ml. Diukur

absorbansi pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.4.5.1.2 Penetapan Kadar Kalium dalam Sampel

Larutan sampel kubis hasil dekstruksi dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda. Kemudian dari 50 ml dipipet 2,5 ml dimasukkan ke dalam labu

tentukur 25 ml. (Faktor Pengenceran = 50 ml/1 ml x 25 ml/2,5 ml = 500 kali).

Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 766,5 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi

yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium.

Konsentrasi kalium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi

dari kurva kalibrasi.

3.4.5.2 Natrium

3.4.5.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium

Larutan baku Natrium (1000 µg/ml) sebanyak 0,5 ml dimasukan ke dalam

labu tentukur 50 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

(41)

1,5 ml; 2,0 ml; dan 2,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan

dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata sehingga diperoleh

larutan dengan konsentrasi 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml; dan 1,0

µg/ml. Diukur absorbansi pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala

udara-asetilen.

3.4.5.2.2 Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel

Larutan sampel kubis hasil dekstruksi dipipet sebanyak 0,5 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda (Faktor Pengenceran = 50 ml/0,5 ml = 100 kali). Lalu diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang

gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang

diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium.

Konsentrasi natrium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi

dari kurva kalibrasi.

3.4.5.3 Kalsium

3.4.5.3.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium

Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) sebanyak 1 ml dimasukan ke dalam

labu tentukur 100 ml lalu dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata. Dari konsentrasi 10 µg/ml dipipet masing-masing 5 ml; 10 ml; 15

ml; 20 ml; dan 25 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan

hingga garis tanda dengan akua demineralisata sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 2,0 µg/ml; 4,0 µg/ml; 6,0 µg/ml; 8,0 µg/ml; dan 10,0 µg/ml. Diukur

(42)

3.4.5.3.2 Penetapan Kadar Kalsium dalam Sampel

Larutan sampel kubis hasil dekstruksi dipipet sebanyak 2,5 ml dimasukkan

ke dalam labu tentukur 50 ml dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga

garis tanda (Faktor Pengenceran = 50 ml/2,5 ml = 20 kali). Lalu diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang

gelombang 589,0 nm dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang

diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium.

Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi

dari kurva kalibrasi.

Menurut Gandjardan Rohman (2007), kadar logam kalsium, kalium dan

natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar logam (µg/g) =

konsentrasi µg

ml x Volume (ml )x Faktor Pengenceran

Berat sampel (g)

3.5 Analisis Data Secara Statistik

3.5.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar kalsium, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran

masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik. Menurut Sudjana (2005)

standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

SD =

∑(Xi−X)

2

n−1

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel

(43)

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

t hitung =

n SD

X Xi

/

Menurut Harris (1982), untuk menghitung kadar mineral di dalam sampel

dengan interval kepercayaan 99%, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar mineral : µ = X ± (tα/2, dk) x SD / √n)

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel SD= Standar Deviasi

dk= Derajat kebebasan (dk = n-1) α = Interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan

3.5.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Singgih (2012), secara dasar metode statistik ANOVA bisa

digunakan untuk menguji apakah rata-rata lebih dari dua sampel berbeda secara

signifikan ataukah tidak.

Uji statistik parametrik analisis varian (ANOVA) satu jalan menggunakan

Post Hoc Test pilihan Boferroni dan Tukey.

3.5.3 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Menurut Harmita (2004), uji perolehan kembali (recovery) dilakukan

dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam

metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya

ditentukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan

standar dengan konsentrasi tertentu. Larutan baku yang ditambahkan yaitu 8,5 ml

(44)

(konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000

µg/ml).

Kubis yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 25 gram di dalam krus

porselen, lalu ditambahkan 8,5 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml);

0,5 ml larutan baku natrium (konsentrasi 1000 µg/ml) dan 0,5 ml larutan baku

kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml), kemudian dilanjutkan dengan prosedur

dekstruksi seperti yang telah dilakukan sebelumnya.

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan

rumus dibawah ini:

% Perolehan Kembali = ��−��

�∗� x 100%

Keterangan:

CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku

CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku

C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.4 Simpangan Baku Relatif

Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai

simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi

merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang

homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan

adanya keseksamaan metode yang dilakukan.

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif

adalah:

(45)

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

3.5.5 Penentuan Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku (��� ) =

∑(Y−Yi )

2

n−2

Deteksi (LOD) = 3 x SY X�

slope

Batas kuantitasi (LOQ) = 10 x SY X�

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pasca letusan Gunung Sinabung bulan

September 2013-Februari 2014, sampel di ambil pada bulan 28 Maret 2014.

Sampel di ambil di empat desa yakni desa Suka Ndebi, desa Suka Tepu desa

Ndeskati yang berada di kecamatan Naman Teran dekat daerah Gunung Sinabung

yakni berjarak 6 kilometer dari gunung, dan desa Raya yang berada di kecamatan

Brastagi yang agak jauh dari daerah Gunung Sinabung yakni berjarak 11

kilometer. Peta situasi Gunung Sinabung, Kab. Karo. Prov. Sumatera Utara dapat

(47)
[image:47.595.118.505.71.219.2]

Gambar 1 Peta situasi Gunung Sinabung, Kab. Karo. Prov. Sumatera Utara

4.2 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan oleh bagian Herbarium

Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor terhadap sayuran

kubis adalah jenis (Brassica oleracea, L.). suku Brassicaceae. Hasil identifikasi

sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 46.

4.3 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk

mengetahui ada atau tidaknya mineral kalium, natrium dan kalsium dalam

sampel. Ada atau tidaknya mineral kalium, natrium dan kalsium dengan cara

mengukur serapan dari larutan sampel hasil destruksi pada panjang gelombang

tertentu yang sesuai dengan jenis mineral yaitu kalium diukur pada panjang

gelombang 766,5 nm, natrium diukur pada panjang gelombang 589,0 nm, dan

kalsium pada panjang gelombang 422,7 nm. Dari hasil pengkuran ini bahwa

larutan sampel hasil destruksi membuktikan sampel kubis (Brassica oleraceae

L.) mengandung mineral kalium, natirum dan kalsium karena memiliki serapan

(48)

4.4 Analisis Kuantitatif

4.4.1 Kurva kalibrasi Kalium, Natrium dan Kalsium

Kurva kalibrasi kalium, natrium dan kalsium diperoleh dengan cara

mengukur serapan dari larutan baku ketiganya pada panjang gelombang

masing-masing. Hasil pengukuran kurva kalibrasi untuk ketiganya diperoleh persamaan

garis regresi yaitu Y = 0,035054X − 0,006171429 dengan R2 = 0,9994 untuk

kalium, Y = 0,171886X + 0,00362381 R2 = 0,9992 untuk natrium dan Y =

0,044259X + 0,000957143 R2 = 0,9995 untuk kalsium.

Kurva kalibrasi larutan baku kalium, natrium dan kalsium dapat dilihat

[image:48.595.146.506.347.832.2]

pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 5.

Gambar 3 Kurva Kalibrasi Kalium

[image:48.595.146.480.352.525.2]
(49)

Gambar 5 Kurva Kalibrasi Kalsium

Berdasarkan kurva di atas diperoleh koefisien korelasi (r) mendekati satu

yang berarti adanya hubungan yang linear antara konsentrasi dengan serapan

(Shargel dan Andrew, 1999).

Data hasil pengukuran serapan larutan baku kalium, natrium dan kalsium

dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai

dengan Lampiran 9, halaman 52 sampai halaman 57.

4.4.2 Pengukuran Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel

Penentuan kadar mineral kalium, natrium dan kalsium dilakukan secara

spektrofotometri serapan atom. Pada pengukuran sampel yang dilakukan secara

spektrofotometri serapan atom, terlebih dahulu dikondisikan alat dengan baik dan

benar. Konsentrasi mineral kalium, natrium dan kalsium dalam sampel ditentukan

berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan baku masing-masing

mineral. Agar konsentrasi mineral kalium, natrium dan kalsium dalam sampel

berada pada rentang kurva kalibrasi maka masing-masing sampel diencerkan

terlebih dahulu dengan faktor pengencaran yang berbeda-beda Faktor

pengenceran untuk penentuan kadar kalium pada kubis di empat desa (Suka

Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan Raya) yaitu sebesar 500 kali (50/1 x 25/2,5),

faktor pengenceran untuk penentuan kadar natrium pada kubis di empat desa

(Suka Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan Raya) yaitu sebesar 100 kali (50/0.5) dan

faktor pengenceran untuk penentuan kadar kalsium pada kubis di empat desa

(50)

dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai dengan Lampiran

11, halaman 58 sampai halaman 65.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat

dilihat pada Lampiran 12 sampai dengan Lampiran 14, halaman 66 sampai

halaman 94. Hasil analisis kuantitatif mineral kalium, natrium dan kalsium pada

[image:50.595.109.516.280.412.2]

sampel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel

No Sampel

(Desa)

Kadar Kalium (mg/100 g)

Kadar Natrium (mg/100 g)

Kadar Kalsium (mg/100 g) 1 Suka Ndebi 332,9800 ± 2,3430 10,1384 ± 0,0488 18,1748 ± 0,6786 2 Suka Tepu 341,5055 ± 6,8799 10,9081 ± 0,1326 22,0825 ± 0,4088 3 Ndeskati 303,5855 ± 13,8707 9,5502 ± 0,1210 17,0041 ± 0,7277 4 Raya 266,1727 ± 6,9771 8,9698 ± 0,0653 16,0342 ± 0,4399

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan

kadar kalium, natrium dan kalsium pada sayuran kubis di keempat desa (Suka

Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan Raya) yang diperoleh dari hasil analisis. Dari

tabel tersebut dapat diketahui bahwa kadar kalium pada kubis di desa Suka

Tepu>Suka Ndebi>Ndeskati>Raya. Hal ini disebabkan karena jarak desa dengan

gunung Sinabung dan arah angin serta kecepatan angin pada saat terjadi letusan

yang memberikan hasil dari dampak letusan Gunung Sinabung terhadap kadar

mineral kalium, natrium dan kalsium di desa yang lebih dekat yakni di kecamatan

Naman Teran (Desa Suka Tepu > Desa Suka Ndebi > Desa Ndeskati) lebih tinggi

dari desa Raya di kecamatan Brastagi yang lebih jauh dari daerah Gunung

(51)

4.5 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Data yang di dapat di uji kembali secara statistik parametrik analisis varian

(ANOVA) satu jalan untuk mengetahui beda nilai rata-rata ketiga mineral

(kalium, natrim dan kalsium) pada keempat desa (Suka Ndebi, Suka Tepu,

Ndeskati dan Raya) dengan rata-rata antarkeempat desa (perhitungan dapat

[image:51.595.107.513.292.583.2]

dilihat pada Lampiran 15 sampai Lampiran 17, halaman 95 samapi halaman 97.

Tabel 2. Hasil Uji Beda nilai rata-rata kadar kalium, natrium dan kalsium antarsampel

No Kadar Sampel /Desa

F hitung F tabel Probablitas Hitung

Probablitas Hasil

1 Kalium Suka

Ndebi

180,088 3,098 0,000 0,05

Beda Nyata Suka

Tepu Ndeskati

Raya 2 Natrium Suka Ndebi

445,466 3,098 0,000 0,05

Beda Nyata Suka

Tepu Ndeskati

Raya 3 Kalsium Suka Ndebi

304,615 3,098 0,000 0,05

Beda Nyata Suka

Tepu Ndeskati

Raya

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa t hitung > dari t tabel

dengan taraf kepercayaan 95% dan kadar mineral kalium, natrium dan kalsium

pada sayuaran kubis di desa (Suka Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan Raya) maka

kadar rata-rata kalium, natrium dan kalsium dari keempat desa yakni desa Suka

(52)

Hal ini kemungkinan terjadi karena penyebaran abu vulkanik yang berbeda-beda

sehingga dampak pengaruh abu terhadap kadar rata-rata dari ketiga mineral

kalium, natrium dan kalsium berbeda nyata.

Data hasil analisis kadar mineral kalium, natrium, dan kalsium pada

sampel desa Suka Ndebi, desa Suka Tepu, desa Ndeskati dan desa Raya

menunjukkan perbedaan yang terlihat nyata, sehingga tidak perlu dilakukan

pengujian beda nilai rata-rata (uji ANOVA). Namun untuk melengkapi data dan

memastikan seberapa jauh perbedaan kadar mineral kalium, natrium, dan kalsium

pada sampel desa Suka Ndebi, desa Suka Tepu, desa Ndeskati dan desa Raya.

4.6 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar kalium, natrium dan kalsium

setelah penambahan masing-masing larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 18

sampai Lampiran 19, halaman 98 sampai halaman 102. Contoh perhitungannya

pada Lampiran 20, halaman 103 smpai halaman 120.

Persen perolehan kembali (recovery) kadar mineral kalium, natrium dan

[image:52.595.122.518.636.729.2]

kalsium dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Kalium, Natrium dan Kalsium dalam Sampel (kubis)

No. Mineral Rata-rata Persen perolehan kembali (%)

Syarat rentang persen

recovery (%)

1. Kalium 94,07

80 – 120

2. Natrium 97,16

(53)

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji

perolehan kembali (recovery) kalium adalah 94,07%, untuk natrium adalah

97,16% dan untuk kalsium adalah 94,37%. Persen perolehan kembali (recovery)

tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang memuaskan pada saat pemeriksaan

kadar kalium, natrium dan kalsium dalam sampel. Hasil yang diperoleh dari uji

perolehan kembali memberikan ketepatan pada pemeriksaan kadar mineral dalam

sampel. Menurut Harmita (2004), suatu metode dikatakan teliti jika nilai

perolehan kembalinya antara 80-120%.

4.7 Simpangan Baku Relatif

Nilai simpangan baku dan simpangan baku relatif untuk kalium, natrium

dan kalsium pada sampel (kubis) dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan

perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 121 sampai dengan

[image:53.595.110.504.486.577.2]

halaman 123.

Tabel 4. Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif Kalium, Nalium dan Kalsium dalam Sampel (kubis)

No. Mineral Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif

1. Kalium 3,4893 3,70%

2. Natrium 2,2453 2,31%

3. Kalsium 8,2343 8,72%

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat nilai simpangan baku (SD)

untuk mineral kalium 3,4893, untuk mineral natrium 2,453 dan untuk mineral

kalsium 8,2343, sedangkan nilai simpangan baku relatif (RSD) yang diperoleh

sebesar 3,70% untuk mineral kalium; 2,31% untuk mineral natrium; 8,72% untuk

(54)

untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari

32%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan

memiliki presisi yang baik.

4.8 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi kalium, natrium dan kalsium diperoleh

batas deteksi dan batas kuantitasi untuk ketiga mineral tersebut pada sampel

(kubis) dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada

Lampiran 22, halaman 124 sampai dengan halaman 127.

Batas deteksi dan batas kuantitasi kalium, natrium dan kalsium dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kalium, Natrium dan Kalsium No. Mineral Batas Deteksi (µg/ml) Batas Kuantitasi (µg/ml)

1. Kalium 0,3428 1,1428

2. Natrium 0,0366 0,1222

3. Kalsium 0,3800 1,2669

Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk pengukuran kalium,

nalium dan kalsium masing-masing sebesar 0,3428 µg/ml, 0,0366 µg/ml dan

0,3800 µg/ml, sedangkan batas kuantitasinya sebesar 1,1428 µg/ml, 0,1222

µg/ml dan 1,2669 µg/ml.

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh

pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi sehingga

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

a. Hasil penetapan kadar mineral kalium, natrium dan kalsium secara

spektrofotometri serapan atom menunjukkan adanya perbedaan pada

sayuran kubis di keempat desa (Suka Ndebi, Suka Tepu, Ndeskati dan

Raya) diperoleh masing-masing yaitu untuk kalium (332,9800 ± 2,3430

mg/100g; 341,5055 ± 6,8799 mg/100g; 303,5585 ± 13,8707 mg/100g; dan

266,1727 ± 6,9771 mg/100g), untuk natrium (10,1384 ± 0,0488 mg/100g;

10,9081 ± 0,1326 mg/100g; 9,5502 ± 0,1210 mg/100g; dan 8,9698 ±

0,0653 mg/100g) dan untuk kalsium (18,1748 ± 0,6786 mg/100g; 22,0825

± 0,4088 mg/100g; 17,0041 ± 07277 mg/100g dan 16,0342 ± 0,4399

mg/100g).

b. Hasil pemeriksaan kadar mineral kalium, natrium dan kalsium di desa

yang lebih dekat Gunung Sinabung yakni Desa Suka Ndebi, Desa Suka

Tepu, Desa Ndeskati lebih tinggi dari desa Raya yang lebih jauh dari

Gunung Sinabung.

5.2Saran

a. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti mineral lain seperti

(56)

b. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti tanaman lain seperti

cabe, jeruk, tomat yang tedapat di daerah gunung untuk diteliti dampak

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia pustaka Utama. Halaman 228-276.

Anonim. (2014). Gunung Sinabung.

Januari 2014.

BPTP Sumatera Utara. (2014). Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sector Pertanian.

iKebijakanMitigasiErupsiSinabung.pdf. Tanggal akses 28 Februari 2014.

Budiarto, E. (2004). Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: Kedokteran EGC. Halaman 1-57.

Budiyanto, M.A.K. (2001). Dasar Dasar Ilmu Gizi Edisi Kedua. Cetakan I. Malang: UMM Press. Halman 59.

Calvin, C.L., dan Donald M. (1983). Modern Home Gardening. United States of America: John Wiley & Sons. Halaman 532.

Ermer, J., dan McB. Miller. J.H. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag GmbH & Co. KGaA. Halaman 250-253.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 298-322.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.

Hartuti, E. R. (2009). Buku Pintar Gempa : Mengenali Seluk Beluk Gempa, Jenis-Jenisnya, Penyebab-penyebabnya dan Dampak-dampaknya.

Jogjakarta: Diva Press. Halaman 49-72.

Helrich, K. (1990). Official Methods of the Association of Official Analytical Chemist. Fifteenth Edition. Virginia: AOAC International. Page 658

Horwitz, K. (2000). Official Methods of the Association of official Anaytical Chemist. Seventeenth Edition. Arlington. ACOAC International. Halaman 42.

(58)

Novary, E. W. 1999. Penanganan dan pengolahan sayuran segar. Cetakan II. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 119-123.

Pracaya, IR. (1992). Kol alias kubis. Cetakan VII. Jakarta: penebar swadaya. Halaman 1-44.

Shargel, L., and Andrew, B. C. (1999). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. USA: Prentice-hall international, INC. Page 15.

Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS Pada Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 167-186.

Soehardi, S. (2004). Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung: ITB. Hal. 206-207.

Sudaryo dan Sutjipto. (2009). Identifikasi Dan Penentuan Logm Berat Pada Tanah Vulkanik Di Daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir ISSN 1978-0176, Yogyakarta.

Susila, Anas D. (2006). PanduanBudi Daya Tanaman Sayur. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Halaman 65-69.

Suta

Gambar

Gambar 1. Letusan Gunung Sinabung (Tanggal 1 Februari 2014)
Gambar 2. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (sumber: Watson,1999)
Gambar 1 Peta situasi Gunung Sinabung, Kab. Karo. Prov. Sumatera Utara
Gambar 4 Kurva Kalibrasi Natrium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tindak kekerasan, pemerkosaan, serta serangan yang disengaja hingga mengakibatkan luka atau tewasnya wartawan yang dilakukan oleh pihak yang bertikai merupakan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Banjar Nomor 53 Tahun 2015 tentang Pemberian Bantuan Sosial Kepada Orang Terlantar di Kabupaten Banjar (Berita Daerah

Studi kasus, dan seminar Masing-masing mahasiswa mempresentasikan kasus untuk didiskusikan bersama di dalam kelas..  Ketrampilan,

Program Lomba Karya Tulis I novatif Mahasisw a ( LKTI M) ini dimaksudkan dapat mewadahi gagasan-gagasan kreatif dan inovatif mahasiswa dalam bentuk t ulisan ilmiah

e. Mahasiswa dapat menjelaskan desain, sistem dan prosedur pengumpulan data agar data yang tertampung dapat dianalisis secara ilmiah. Mahasiswa dapat menjelaskan alat-alat analisis

Kantor Cabang : Cabang Utama Bandung, Cabang Khusus Jakarta, Balaraja, Banjarmasin, Bekasi, Bogor, Banjar, Bumi Serpong Damai, Batam, Buah Batu, Balikpapan, Batam, Ciamis,

Pokja Pengadaan untuk Paket Pengadaan Buku Perpustakaan SMP (banprov) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2016 ULP Pemerintah

[r]