LAJU DEKOMPOSISI SERASAH
Rhizophora mucronata
DENGAN APLIKASI FUNGI
Aspergillus
sp. PADA
BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
SKRIPSI
OLEH:
ERLANDA THAHER 091201032/BUDIDAYA HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LAJU DEKOMPOSISI SERASAH
Rhizophora mucronata
DENGAN APLIKASI FUNGI
Aspergillus
sp. PADA
BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
SKRIPSI
OLEH:
ERLANDA THAHER 091201032/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus sp. pada Berbagai Tingkat Salinitas
Nama Mahasiswa : Erlanda Thaher
NIM : 091201032
Program Studi : Kehutanan Jurusan : Budidaya Hutan
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Nelly Anna, S.Hut,. M.Si. Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
ERLANDA THAHER: Rate of Litter Leaf Decomposition of Rhizophora mucronata an application in a variety of fungi Aspergillus sp Salinity Level.
Under Academy Suvervision by YUNASFI and NELLY ANNA
Litter decomposition that have contributed to the organic material which is a source of food for various species of fish and other organisms in the mangrove ecosystem. The process of decomposition can be affected by salinity, in addition to producing organic matter, litter also releases nutrients needed by plants along the coastal area.
This study aims to determine the effect of salinity on leaf litter decomposition rates of R. mucronata at different levels of salinity, nutrient content of determining the availability of carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the leaf litter of R. mucronata which decompose at different levels of salinity and know the effect of fungi Aspergillus sp on leaf litter decomposition rates of R. mucronata. The results showed that leaf litter of R. mucronata at the level of salinity> 30 ppt decomposed faster than the rate of salinity <20-30 ppt. The average weight of remaining leaf litter of R. mucronata which decompose at 0-10 ppt salinity level that is 17,3 grams, 10-20 ppt is 20,98 grams, and 20-30 ppt is 18 grams . The rate of leaf litter decomposition R. mucronata at the level of salinity 00-10 ppt 0,26 grams, 10-20 ppt salinity level that is 0,21 grams, 20-30 ppt salinity level is 0,25 grams and >30 ppt 0,27.
ABSTRAK
ERLANDA THAHER: Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus sp pada Berbagai Tingkat Salinitas. Dibimbing oleh YUNASFI dan NELLY ANNA
Serasah yang mengalami dekomposisi memberikan sumbangan bahan organik yang merupakan sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan organisme lain di ekosistem mangrove. Proses dekomposisi dapat dipengaruhi oleh salinitas dan fungi yang diaplikasikan. Proses dekomposisi juga menghasilkan bahan organik, serasah juga melepaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikawasan pesisir.
Studi ini bertujuan untuk menentukan pengaruh salinitas terhadap laju dekomposisi serasah daun R, mucranata pada berbagai tingkat salinitas, menentukan ketersediaan kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah daun R. mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dan mengetahui pengaruh fungi
Aspergillus sp terhadap laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa serasah daun R. mucronata pada tingkat salinitas >30 ppt lebih cepat terdekomposisi daripada tingkat salinitas <20-30 ppt. Bobot sisa rata-rata serasah daun R. mucronata yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 17,3 gram, 10-20 ppt yaitu 20,98 gram, 20-30 ppt 18 gram. Laju dekomposisi serasah daun R. mucronata pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 0,26, tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu 0,21, tingkat salinitas 20-30 ppt yaitu 0,25, >30 ppt yaitu 0,27.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Balai pada tanggal 1 Desember 1991 dari
bapak Gusmandri Thaher dan ibu Mahdalena. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri 132406 Tanjung Balai Asahan,
Tahun 2006 Penulis lulus dari SMP Negeri 1 Tanjung Balai Asahan, dan Tahun
2009 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Tanjung Balai Asahan dan pada tahun yang
sama penulis masuk ke Program studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara melalui Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP).
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di
Taman Hutan Raya Bukit Barisan (Tahura BB) dan Hutan Pendidikan USU,
Kabupaten Karo Sumatera Utara pada tanggal 27 Juni sampai 5 Juli 2011. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di HPHTI PT. Intaraca Wood
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus sp. pada Berbagai Tingkat Salinitas”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang turut membantu penulis menyelesaikan ini.
1. Ayah Gusmandri Thaher, Ibu Mahdalena dan adik Aprilla Adha Thaher serta keluarga yang telah membesarkan, mendidik, serta selalu mendukung penulis lewat doanya yang tulus.
2. Komisi pembimbing penulis, Dr. Ir. Yunasfi. M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Nelly Anna. S.Hut, M.Si sebagai selaku anggota yang membimbing, memberi masukan, dan arahan yang sangat bermanfaat. 3. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 2009 khususnya teman-teman
Budi Daya Hutan
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini tidak luput dari kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaannya. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2013
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT... i
ABSRTAK... ii
RIWAYAT HIDUP... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 3
Hipotesisi Penelitian... 3
Manfaat Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove... 5
Manfaat Hutan Mangrove... 8
Dekomposisi Serasah... 8
Rhizophora mucronata... 9
Faktot-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove... 11
Aspergillus sp... 11
Unsur Hara yang Tekandung dalam daun R. mucronata... 13
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 15
Prosedur Penelitian... 16
Isolasi Fungi Aspergillus sp... 16
Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas... 16
Aplikasi Serasah R. mucronata dengan Fungi Aspergillus 16
Analisis Perhitungan Laju Dekomposisi Serasah R. Mucronata 17 Analisis Unsur Hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Laju dekomposisi... 23
Makrobentos... 26
Pembahasan Laju dekomposisi... 27
Faktor lingkungan... 28
Aspergillus. Sp ... 29
Makrobentos ... 30
Kandungan unsur hara... 34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 37
Saran... 37
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Rata-rata Sisa Daun R. mucronata Selama 90 Hari... 24
2. Laju Dekomposisi Serasah R. mucronata pada Berbagai Tingkat Salinitas Selama 90 Hari... 24
3. Serasah Daun R. Mucrnata... 25
4. Makribentos di dalam Kantong Serasah... 26
5. Unsur Hara Karbon Pada Berbagai Tingkat Salinitas... 27
6. Unsur Hara Nitrogen Pada Berbagai Tingkat Salinitas... 28
7. Unsur Hara Fosfor Pada Berbagi Tingkat Salinitas... 28
ABSTRACT
ERLANDA THAHER: Rate of Litter Leaf Decomposition of Rhizophora mucronata an application in a variety of fungi Aspergillus sp Salinity Level.
Under Academy Suvervision by YUNASFI and NELLY ANNA
Litter decomposition that have contributed to the organic material which is a source of food for various species of fish and other organisms in the mangrove ecosystem. The process of decomposition can be affected by salinity, in addition to producing organic matter, litter also releases nutrients needed by plants along the coastal area.
This study aims to determine the effect of salinity on leaf litter decomposition rates of R. mucronata at different levels of salinity, nutrient content of determining the availability of carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) contained in the leaf litter of R. mucronata which decompose at different levels of salinity and know the effect of fungi Aspergillus sp on leaf litter decomposition rates of R. mucronata. The results showed that leaf litter of R. mucronata at the level of salinity> 30 ppt decomposed faster than the rate of salinity <20-30 ppt. The average weight of remaining leaf litter of R. mucronata which decompose at 0-10 ppt salinity level that is 17,3 grams, 10-20 ppt is 20,98 grams, and 20-30 ppt is 18 grams . The rate of leaf litter decomposition R. mucronata at the level of salinity 00-10 ppt 0,26 grams, 10-20 ppt salinity level that is 0,21 grams, 20-30 ppt salinity level is 0,25 grams and >30 ppt 0,27.
ABSTRAK
ERLANDA THAHER: Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata dengan Aplikasi Fungi Aspergillus sp pada Berbagai Tingkat Salinitas. Dibimbing oleh YUNASFI dan NELLY ANNA
Serasah yang mengalami dekomposisi memberikan sumbangan bahan organik yang merupakan sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan organisme lain di ekosistem mangrove. Proses dekomposisi dapat dipengaruhi oleh salinitas dan fungi yang diaplikasikan. Proses dekomposisi juga menghasilkan bahan organik, serasah juga melepaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan dikawasan pesisir.
Studi ini bertujuan untuk menentukan pengaruh salinitas terhadap laju dekomposisi serasah daun R, mucranata pada berbagai tingkat salinitas, menentukan ketersediaan kandungan unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) yang terdapat pada serasah daun R. mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dan mengetahui pengaruh fungi
Aspergillus sp terhadap laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa serasah daun R. mucronata pada tingkat salinitas >30 ppt lebih cepat terdekomposisi daripada tingkat salinitas <20-30 ppt. Bobot sisa rata-rata serasah daun R. mucronata yang mengalami dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 17,3 gram, 10-20 ppt yaitu 20,98 gram, 20-30 ppt 18 gram. Laju dekomposisi serasah daun R. mucronata pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 0,26, tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu 0,21, tingkat salinitas 20-30 ppt yaitu 0,25, >30 ppt yaitu 0,27.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove dapat didefenisiskan sebagai suatu tipe hutan yang
tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindungi, laguna,
muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada
saat surut yang komunitas tumbuhannya toleransi terhadap garam
(Kusmana dkk, 2005).
Mangrove berperan penting dalam melindungi pantai dari gelombang
angin dan badai, tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan,
lahan pertanian dari angin kencang dan instuisi air laut. Akar mangrove mampu
mengikat dan menstabilkan substrat lumpur, tumbuhan mangrove mengurangi
energi gelombang dan memperlambat arus (Hutching dan Saenger, 1987).
Serasah mangrove berperan penting dalam kesuburan perairan pesisir.
Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang
diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan
sebagian lagi akan larut dan terbawa air surut ke perairan
sekitarnya. (Kusmana dkk, 2008).
Salah satu fungsi mangrove adalah mempertahankan kesuburan tanah
yang berasal dari guguran serasah daun yang berada di lantai hutan yang
memberikan sumbangan bahan organik. Bahan organik yang diurai oleh bakteri
dan fungi yang berasal dari serasah R. mucronata yang terdapat di lantai hutan
akan mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan unsur hara yang berperan
dalam mempertahankan kesuburan tanah, serta memberikan pakan bagi berbagai
Proses dekomposisi dimulai dari proses pengahancuran yang dilakukan
oleh makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya
menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dilanjutkan oleh bakteri dan fungi
untuk menguraikan partikel-paartikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri
dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan
bahan organik menjadi protein dan karbohidrat (Kuriandewa, 2003).
Hutan mangrove yang berada di kawasan Desa Sicanang ini sudah
mengalami kerusakan yang cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh pembukaan
lahan yang dipergunakan untuk tambak dan pemukiman masyarakat. Mayarakat
sendiri tidak mengetahui fungsi dari hutan mangrove yang salah satunya adalah
sebagai pakan bagi hewan seperti ikan, kepiting dan udang dan menjaga
kesuburan tanah. Sumber dari pakan dan kesuburan tanah ini berasal dari serasah
daun. Serasah daun ini mengadung karbohidrat dan protein bagi hewan.
Sedangkan dekomposisi serasah daun mangrove menghasilkan unsur hara
seperti fosfor, nitrogen dan karbon.
Proses dekomposisi daun mangrove dalam pembentukan rantai makanan
detritus melalui proses yang kompleks, sehingga memperkaya produktivitas
bentos yang hidup di dasar perairan. Kehadiran organisme dekomposer yang
melimpah merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis larva ikan, udang,
dan biota lainnya yang sudah beradaptasi sebagai pemakan dasar. Detritus yang
dihasilkan tidak hanya menjadi dasar bagi pembentukan rantai makanan di
ekosistem mangrove, tetapi juga penting sebagai sumber pakan dan unsur hara
Pengangkutan detritus ke arah perairan dikontrol melalui mekanisme pasang
surut (Djamali, 2004).
Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi
yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah
lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan
organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa
anorganik sederhana (Sutedjo dkk, 1991).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengukur laju dekomposisi serasah R. mucronata pada berbagai
tingkat salinitas.
2. Untuk membandingkan pengaruh pemberian aplikasi fungi Aspergillus sp.
terhadap serasah R. mucronata.
HipotesisiPenelitian
1. Fungi Aspergillus sp. berperan penting dalam mendekomposisi serasah
R. mucronata
2. Serasah daun R. mucronata lebih cepat terdekomposisi pada salinitas
>30 ppt.
Manfaat Penelitian
1. Bahan informasi kepada masyarakat dalam penanaman mangrove dengan
memanfaatkan fungi yang dapat mempercepat terjadinya dekomposisi serasah
daun R. mucronata
2. Bahan acuan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah di ekosistem
Kerangka Pemikiran
Mangrove disebut jenis pohon-pohon yang tumbuh di antara batas air
tertinggi saat air pasang surut air laut. Kawasan hutan mangrove terdiri atas
Avicennia, Xylocarpus, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera. Mangrove
merupakan cadangan karbon di dunia. Selain itu mangrove menghasilkan
serasah yang didekomposisi oleh makrobentos, fungi dan bakteri. Setelah itu
serasah menghasilkan tanah dan unsur hara sebagai tempat tumbuh dan sumber
nutrsi bagi vegetasi mangrove yang ada sehingga sebagai pakan bagi biota
mangrove.
Gambar 1 : Kerangka pemikiran penelitian HUTAN MANGROVE
Avicennia, Xylocarpus, Sonneratia, Rhozophora.
Cadangan karbon Penghasil serasah
Terdekomposisi
Unsur hara Bahan Organik
Makrobentos, bakteri, fungi
Herbivora, siput, makrobentos dan biota
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Mangrove
Hutan mangrove adalah hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur
aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut,
dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Xylocarpus, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Aegiceras, Nypa,
Scyphyphora ( Kusmana, 2005).
Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia, daerah yang paling
dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia (biasa tumbuh
pada lumpur tebal yang kaya bahan organik) lebih ke arah darat, hutan mangrove
umumnya didominasi oleh Rhizophora spp, juga dijumpai Bruguiera dan
Xylocarpus, zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp .Penyebaran
vegetasi mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya
adalah salinitas. Zona air payau hingga air laut dengan salinitas berkisar 10 – 30
ppt area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam
sebulan, hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh; area yang
terendam 10 – 19 kali per bulan, 10 ditemukan Avicennia (A. alba, A. marina),
Sonneratia sp. , dan dominan Rhizophora (Soeroyo, 1993).
Daun, biji, cabang, ranting, bunga dan bagian lainnya dari mangrove
sering disebut serasah. Mangrove mempunyai peran penting bagi ekologi yang
didasarkan atas produktivitas primernya dan produksi bahan organik yang
berupa serasah, dimana bahan organik ini merupakan dasar rantai makanan.
Serasah dari tumbuhan mangrove ini akan terdeposit pada dasar perairan dan
hara, yang merupakan tempat yang baik untuk kelangsungan hidup fauna
makrobenthos (Arief, 2003).
Produksi serasah besar pada bulan-bulan musim panas yang kering saat
kanopi menipis untuk mengurangi transpirasi, dan pada musim hujan yang basah
saat masukan air tawar meningkatkan suplai unsur hara serasah Rhizophora
stylosa dan Avicennia marina paling banyak saat iklim panas pada musim
kemarau yang singkat, tetapi serasah Ceriops tagal paling banyak saat iklim panas
pada musim dingin kering yang panjang Produksi serasah A. marina tinggi pada
periode post-monsoon dan rendah pada musim pre-monsoon (Kuriandewa, 2003).
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki
beberapa fungsi ekologis yaitu:
i) Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air
permukaan
ii) Sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan
dahan pohon mangrove yang rontok.
iii) Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan
(feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota
perairan, baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai
(Noor dkk, 1999).
Bahan organik hasil dekomposisi serasah hutan mangrove merupakan
mata rantai ekologis utama yang menghubungkannya dengan perairan di
sekitarnya. Banyaknya bahan organik menjadikan hutan mangrove sebagai
dan kepiting. Produksi ikan dan udang di perairan laut sangat bergantung dengan
produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan mangrove (Sorianegara, 1987).
Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan
fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air
pasang dan surut. Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis pantai
dari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga sebagai buffer
(perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap
endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa
ke tengah laut oleh arus. Ekosistem mangrove selain melindungi pantai
dari gelombang dan angin merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan
lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, dan serangga.
Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove
Juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem
(Poedjirahajoe, 1995).
Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk
berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini peranan mangrove
bagi lingkungan sekitarnnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak
merugikan dirasakan dirasakan diberbagai tempat akibat hilangnya mangrove
Dekomposisi serasah
Dekomposisi serasah adalah perubahan fisik maupun kimia yang
sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya)
atau sering disebut juga mineralisasi yaitu penghancuran bahan organik yang
berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik yang
sederhana. Menurut Rismunandar (2000) produksi serasah dalam setahun
berbagai jenis mangrove seperti yang diuraikan pada tabel 1 :
Tabel 1. Rata-rata produksi serasah tahunan dan presentase serasah
Jenis Daun Organ produktif Rating Total Persen
R. mucronata 4,87 0,46 0,08 5,41 54,7%
R. apiculata 1,50 0,29 0,07 1,8 18,2%
S. alba 1,47 0,28 0 1,75 17,6%
R. stylosa 0,82 0,10 0,01 0,92 9,3%
Menurut Nybakken (1998) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah
yaitu (1) proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan yang
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air, (2)
penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor
fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air dan (3) aktivitas
biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk hidup yang
melakukan proses dekomposisi.
Menurut Kuriandewa (2003) serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak
langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan
hewan-hewan yang disebut dengan makrobentos. Makrobentos memiliki peran
yang sangat besar dalam penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan
pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobentos itu sendiri. Makrobentos
berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan cara mencacah daun
yakni mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik
menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya makrobentos mempercepat
proses dekomposisi.
Keekfektifan bakteri, fungi, dan hewan lainnya dalam dekomposisi serasah
ditunjukkan oleh cepat atau lambatnya serasah hilang dari permukaan tanah
secepat jatuhnya serasah dari tanaman. Dekomposisi yang lengkap membutuhkan
waktu beberapa minggu bahkan bertahun-tahun. Bahan organik dapat dihancurkan
melalui dua proses utama, yaitu melalui dekomposisi aerobik dan anaerobik
(fermentasi). Kedua proses dekomposisi tersebut dapat memberikan manfaat
seperti : mengurangi total masa bahan organik, meningkatkan presentasi unsur
hara dan menghilangkan bau busuk, bahan toxik dan pantogen yang mungkin ada
pada bahan organik tersebut. Laju dimana bahan organik dapat dihancurkan
sangat ditentukan oleh : jenis dan sifat bahan organik, mikroba penghancur, jenis
yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme (Kurniawan, 2007).
Penurunan bobot kering dan laju dekomposisi serasah daun A. marina
yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas >30 ppt dan yang paling lama
terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 20-30 ppt. Setiap minggu terjadi
perubahan bobot serasah daun A. marina di dalam kantong serasah. Diduga hal ini
diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang membutuhkan bahan makanan
dan berperan sebagai pendekomposer yang tinggi serta faktor lingkungan yang
mempengaruhi akibat pasang surut air laut. ( Dewi, 2011).
Oksigen diperlukan dekomposer untuk mendekomposisikan bahan organik
mencacah bahan organik menjadi partikel kecil kemudian dilanjutkan oleh aerobik
membutuhkan oksigen dan sama-sama melakukan proses dekomposisi
(Anas, 2011).
Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam
proses dekomposisi. Keberadaan bakteri di hutan mangrove dipengaruhi oleh
faktor tempat atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi
merupakan bahan organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme
dan produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan.
Meningkatnya jumlah jenis bakteri pada proses dekomposisi serasah setelah
aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas mungkin disebabkan oleh kayanya
nutrisi yang terdapat pada serasah daun akibat peranan dari fungi yang
diaplikasikan sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri yang lain. Peranan
fungi yang diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Fungi tanah seperti
Aspergillus, Trichoderma, dan Penicillium berperan penting dalam menguraikan
selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam proses
dekomposisi serasah karena memilki kemampuan untuk menghasilkan enzim
selulose yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan sangat
besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu mendegradasi
senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun
dinding sel daun (Ika, 2010).
Penurunan bobot kering rata-rata serasah daun di hari ke-105 pada serasah
R.mucronata yang tertinggi terjadi pada tingkat salinitas 20-30 ppt dan yang
paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas 0-10 ppt. Setiap minggu
Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan makrobentos yang membutuhkan
bahan makanan dan berperan sebagai dekomposer yang tinggi serta faktor
lingkungan yang mempengaruhi akibat pasang surut air laut. Namun nilai bobot
kering terkecil jika dilihat dari jenis aplikasi funginya yaitu 10,8 gr dengan
aplikasi fungi Aspergillus pada salinitas 10-20 ppt di hari ke-105. Sedangkan nilai
bobot kering yang tertinggi di hari ke-105 yaitu 21,6 gr dengan aplikasi fungi
Aspergillus pada salinitas 0-10 ppt. Ini menunjukkan bahwa fungi Aspergillus
sangat cepat mendekomposisi pada tingkat salinitas 10-20 ppt, sedangkan dengan
menggunakan salinitas yang lain tidak begitu cepat dalam mendekomposisi
serasah daun R.mucronata (Kurniawan, 2011).
Rhizophora mucronata
Rhizophora mucronata Lamk adalah salah satu jenis mangrove yang
digunakan untuk rehabilitasi kawasan mangrove di pantai barat maupun pantai
timur di Sulawesi Selatan. Salah satu alasan yang membuat jenis ini banyak
dipilih untuk rehabilitasi hutan mangrove karena buahnya yang mudah
diperoleh, mudah disemai serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang
yang tinggi maupun genangan rendah (Supriharyono, 2000).
Tumbuhan dari suku Rhizophoraceae ini berbatang pendek dan
bercabang banyak dengan akar tunjang. Akar tumbuh melengkung, tetapi
sebelum mencapai tanah biasanya masih bercabang lagi. Akarnya tumbuh dari
bagian batang yang agak tinggi. Bahkan dari dahan-dahannya pun tumbuh
akar-akar yang disebut akar-akar udara. Daun tebal dan berwarna hijau cerah yang
berkelompok di ujung cabang atau ranting. Bagian bawah daun terdapat
kekuningan. Buah memanjang seperti telur, berbiji satu, dan berwarna hijau
kecoklatan. Kulit pohon tanaman ini banyak mengandung bahan tanin. Menurut
Noor, dkk (1999) klasifikasi dari Rhizophora mucronata adalah :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan Biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata Lamk.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Salinitas
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam
dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor, 1999).
Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap perkembangan jenis
makrobentos. Adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar
salinitas, yang akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos
yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme membantu dalam
proses pendekomposisi bahan organik dalam kadar salinitas jenis tegakan
Rhizophora spp berkiasar antara 32 ppt-36 ppt, pada saat keadaan air laut tidak
pasang surut (Arief, 2003).
Aspergillus sp.
Fungi merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya
berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan
seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik,
tidak berklorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan
sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat
jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab. Jamur uniseluler
dapat berkembangbiak dengan dua cara yaitu vegetatif dapat dilakukan dengan
cara membentuk spora, membelah diri, kuncup (budding). Secara generatif
dengan cara membentuk spora askus. Sedang untuk jamur multiseluler
reproduksi vegetatif dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora. Secara
generatif dapat dilakukan dengan cara konjugasi, hifa yang akan menghasilkan
zigospora, spora askus, spora basidium (Rustono, 2009).
Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh
fungi yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik.
Fungi akan mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik
kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Proses
dekomposisi fungi sangat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan misalnya air,
keasaman, suhu, oksigen, substrat dan inhibitor. Beberapa jenis daun sangat sulit
lem-baran daun sehingga beberapa dekomposer seperti fungi tidak dapat segera
mem-busukkannya (Dix and Webster, 1995).
Aspergillus sp. adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk
jamur dan termasuk ke dalam mikroorganisme eukariotik. Aspergillus sp. secara
mikroskopis dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang, konidifor muncul
dari foot cell (miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa stigmata
dan akan tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau
hitam
(Ingold, 1975).
Aspergillus sp. secara mikroskopis mempunyai hifa fertil yang muncul di
permukaan dan hifa terdapat di bawah permukaan. Jamur tumbuh membentuk
koloni mold berserabut, smoth, cembung serta koloni yang kompak berwarna
hijau kelabu, hijau coklat, hitam dan putih. Warna koloni dipengaruhi oleh
warna spora misalnya spora berwarna hijau, maka koloni hijau yang semula
berwarna putih tidak tampak lagi (Griffin, 1994).
Aspergillus sp. tumbuh cepat pada media SGA yang ditambahkan
antibiotik dan diinkubasi pada suhu 370-400C, tumbuh sebagai koloni
berwarna hijau kelabu dengan suatu dome ditengah dari konidifor
(Lopez and Casas 2002).
Fungi diketahui tahan dalam keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan dari pada mikroorganisme lain. Fungi umumnya menghendaki
oksigen sehingga bersifat aerob sejati, tetapi khamir bersifat fakultatif yang
artinya dapat hidup dalam keadaan anaerob dan aerob. Pada jenis yang saprofit
berbagai macam substrat. Di dalam tanah, jamur A. flavus dapat hidup sebagai
saprofit dan parasit A. flavus dapat membentuk metabolit sekunder berupa
senyawa racun aflatoksin dipengaruhi oleh kelembapan yang tinggi, yaitu
berkisar 90–98%. Fungi tumbuh baik pada kisaran suhu 17−42oC (Effendi, 1999).
Fungi diketahui tahan dalam keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan dari pada mikroorganisme lain. Fungi umumnya menghendaki
oksigen sehingga bersifat aerob sejati, tetapi khamir bersifat fakultatif yang
artinya dapat hidup dalam keadaan anaerob dan aerob. Suhu optimum
pertumbuhan fungi parasit lebih tinggi yaitu 30-370C dari pada jenis yang
saprofit yang hidup pada suhu 22-30oC. Habitat A. flavus sangat luas, dapat pada
berbagai macam substrat. Di dalam tanah, jamur A. flavus dapat hidup sebagai
saprofit dan parasit A. flavus dapat membentuk metabolit sekunder berupa
senyawa racun aflatoksin yang dapat menyebabkan kanker hati pada manusia
Laju infeksi A. flavus dipengaruhi oleh kelembapan yang tinggi, yaitu
berkisar 90–98%. Jamur tumbuh baik pada kisaran suhu 17−42oC (Departement Of Biology, 2008).
Jumah koloni rata-rata yang terbesar yang diisolasi adalah fungi
Aspergillus sp. yaitu terbesar 4,09 x 102 cfu/ml, dengan frekuensi kolonisasi
sebesar 87,71%. Pada hari ke-30 jenis fungi Aspergillus sp. Menempati jumlah
koloni terbanyak dan menurun setelah dekomposisi berlangsung lama. Frekuensi
koloni yang terdapat pada serasah daun R. mucronata yang mengalami
dekomposisi pada tingkat salinitas 10-20 ppt antara 14,28% sampai
fungi yang paling banyak tumbuh terdapat pada salinitas >30 ppt (Silitonga,
2009).
Unsur Hara yang Terkandung dalam Daun R. muronata
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara
anorganik dan organik. Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton,
bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam
daun-daun berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfor, kalium,
kalsium, dan magnesium
Tabel 2. Kandungan hara yang terkandung di dalam serasah R. mucronata
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO 2 dan
H
2O. Oksigen secara berangsur terbentuk karena rerata produksi biomassa yang
menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi oksigen,
maka CO
2 berperan dalam pembentukan iklim. CO2 berperan besar dalam proses
pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Notohadiprawiro, 1998).
Nitrogen (N)
Nitrat (NO
3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses
N o.
Jenis Daun
oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah
proses yang penting dalam siklus nitrogen (Effendi, 2003).
Distribusi horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan
kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Hal ini diakibatkan adanya
sumber nitrat dari daratan berupa buangan limbah yang mengandung nitrat
(Notohadiprawiro, 1998).
Fosfor (P)
Menurut Jefferies and Miles (1996) dalam Effendi (2003), bahwa unsur
fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam
bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks dengan ion
besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada sedimen
sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik. Fosfor yang terdapat dalam
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitan dilakukan bulan Febuari 2013 sampai bulan Mei 2013.
Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan.
Isolasi fungi Aspergillus sp. dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
MIPA Universitas Sumatra Utara, sedangkan penimbangan serasah dilakukan di
Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serasah daun
R. mucronata yang diambil dari kawasan hutan mangrove Sicanang Belawan.
Sedangkan bahan yang digunakan untuk isolasi adalah media Potatoes Dextorse
Agar (PDA), antibiotik Kemicitin, aluminium foil, spritus, alkohol 70%,
akuadest, air salinitas dan plastik warp.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kawasan hutan
mangrove, Handrefractometer, dan untuk keperluan berat kering serasah di
laboratorium dengan oven dan timbangan anlitik. Kantong serasah (llitter bag)
yang berukuran 40x30 cm yang terbuat dari nylon, kantong plastik dengan ukuran
¼
kg, tali plastik, patok dan amplop sampel. Sedangkan alat yang digunakanuntuk isolasi : cawan petri, labu Erlenmeyer, gelas piala, tabung reaksi, oven,
Prosedur Penelitian Isolasi fungi Aspergillus sp
Fungi Aspergillus sp yang akan diisolasi diambil dari serasah
R. mucronata. Semua alat yang digunakan sudah harus steril. Metode yang
digunakan adalah metode pengenceran. Serasah yang sudah dihaluskan lalu
timbang dengan berat 10 g. Masukan kedalam labu erlenmeyer yang berisi air
100ml sebagai 10-1 , dipindahkan sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet
tetes kedalam tabung reaksi 10-3 sebanyak 1ml. Ambil 1 ml pindahkan dengan
pipet tetes kedalam media PDA.
Penentuan lokasi berdasarkan tingkat salinitas
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitan diukur tingkat
salinitasnya. Pengukuran tingkat salinitas dilakukan pada titik tertentu dari darat
ke laut dengan menggunakan alat Hand refactometer. Makin dekat dengan laut,
maka salinitas akan semakin tinggi.
Aplikasi serasah R. mucronata dengan fungi Aspergillus sp dan penempatan kantong serasah daun
Serasah daun R. mucronata diambil dari lantai hutan mangrove Sicanang
Belawan. Serasah R.mucronata ditimbang seberat 50 g dan di masukan ke
kantong serasah. Potong fungi dari cawan petri 1x1 cm dan dicampurkan ke
dalam air 100 ml, dan disemprotkan menggunakan sprayer. Pada tiap salinitas
terdapat 54 kantong serasah, lalu ikat dengan tali rafia pada keempat sisi kantong
tersebut dan diikatkan pada patok. Setelah itu masukan kantong ke dalam kolam
tambak sehingga kantong terendam oleh air. Patok digunakan agar kantong tidak
Setelah kantong serasah ditempatkan pada setiap tingkat salinitas yang
digunakan ke dalam tambak, kantong serasah tersebut diambil setiap 15 hari
sebanyak 12 kantong pada setiap salinitas. Kantong berisi serasah dari semua
salinitas sebanyak 54 kantong. Serasah daun dari semua salinitas sebayak 54
kantong. Serasah daun dari kantong serasah tersebut dikeluarkan dan ditimbang
setelah itu dioven pada suhu 1050 C selama 3x24 jam setelah kering ditimbang
untuk mengetahui bobot keringnya. Laju dekomposisi serasah dihitung dari
penyusutan bobot basah serasah yang terdekomposisi.
Analisis Perhitungan Laju Dekomposisi Serasah Daun R. mucranata
Laju dekomposisi serasah dihitung dengan menggunakan rumus Olson,
1963 adalah :
Xt/Xo=e –kt
Keterangan : Xt = berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
Xo = berat serasah awal
e = bilangan logaritma (2,72)
t = periode pengamatan
k = laju dekomposisi
Analisis unsur hara karbon, nitrogen dan fosfor
Penentuan kadar unsur hara C dilakukan berdasarkan kehilangan bobot
bahan organik karena pemanasan. Penetapan kadar karbon dilakukan dengan
rumus :
Kadar C dalam daun = 1,724(0,4458b−0,4)
keterangan : b = BKM – BKP
BKM = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 105 0
C
BKP = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 375 0
C
Penentuan kadar Nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode
Kjelldahl, yaitu : Nitrogen (organik dan anorganik) didekstruksi dengan H 2SO4
pekat dirubah menjadi garam Amonium Sulfat, kemudian didestilasi dengan
penambahan NaOH 50 % untuk melepas NH
4 yang ditangkap dengan larutan
Boric Acid. Jumlah N diketahui setelah penitratan dengan larutan HCl encer.
Setelah antara volume nitrat untuk contoh dengan titran pada blanko
menunjukkan volume titran yang diperlukan untuk menentukan kadar Nitrogen
dalam contoh. Selanjutnya, penetapan kadar Nitrogen dilakukan dengan rumus
berikut :
Kadar N dalam daun = a×0,02×14
b
× 100%
keterangan : a = Selisih volume (ml)
b = Bobot bahan kering dalam 0,1 gr tepung daun
0,02 = Normalitas HCL (sebelumnya distandarisasi terlebih dahulu
untuk mengetahui nilai normalis yang tepat)
Sedangkan penentuan unsur Fosfor dilakukan dengan menggunakan
metode pengabuan kering dengan pengekstraksi HCL 25 %. Setelah melalui
pengenceran, Fosfor diubah menjadi Phospomolibdic dengan larutan amonium
Molybdate – Boric Acid. Kemudian direduksi dengan larutan pereduksi Ascorbic
Acid menimbulkan warna biru. Tahap selanjutnya adalah membuat kurva tera
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Laju dekomposisi
Laju dekomposisi serasah R. mucronata mengalami dekomposisi dimulai
dari hari ke-15 sampai hari ke-90 terjadi penurunan bobot kering. Perubahan
bobot kering terjadi pada setiap salinitas untuk setiap pengamatan.
Dari pengamatan yang dilakukan, gambar 2 menunjukan perubahan bobot
kering tingkat salinitas yang ke empat merupakan tingkat salinitas yang paling
tinggi. Laju dekomposisi serasah R. mucranata yang paling cepat pada salinitas
>30 ppt. Nilai laju dekomposi yang paling rendah terdapat pada salinitas 10-20
dan yang tertinggi yaitu salinitas >30 ppt. Laju dekomposisi serasah R. mucronata
pada tingkat 0-10 ppt yaitu 0,26, pada tingkat 10-20 ppt sebesar 0,21, pada
tingkat 20-30 ppt sebesar 0,25, dan pada tingkat >30 ppt yaitu 0,27.
Gambar 1 dapat dilihat rata-rata sisa daun R. mucronata selama 90 hari,
pada hari ke 90 berat daun mengalami pengurangan bobot. Pengurangan bobot
serasah yang paling terendah pada hari ke 90 adalah salinitas >30 ppt yaitu 16,9 gr
sedangkan yang tertinggi adalah salinitas 10-20 ppt yaitu 20,8 gr, salinitas 0-10
Gambar 1. Rata-rata Sisa Daun R. mucronata Selama 90 Hari
Gambar 2. Laju Dekomposisi Serasah R. mucronata pada Berbagai Tingkat Salinitas Selama 90 Hari
41, 8 37 33, 7 30, 3 23, 7 17, 3 41 38,
1 36,7
31, 7 27, 5 20, 8 43, 3 40, 1 40, 5 29, 7 20, 6 18 43, 7 39, 3 34, 8 29, 8 21, 5 16, 9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
15 30 45 60 75 90
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt >30 ppt
0,261 0,214 0,252 0,273 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt
[image:36.595.148.516.372.594.2]Sisa serasah yang diamati dari hari ke 15 sampai hari ke 90 mengalami
penurunan bobot kering dan perubahan fisik. Serasah R. Mucronata mengalami
perubahan menjadi cercahan-cercahan kecil menjadi partikel-partikel kecil dan
pada hari pengamatan ke 90 penurunan bobot kering sangat terlihat. Dapat dilihat
dari gambar 3.
Gambar 3. Sisa serasah terdekomposisi pada pengamatan selama 90 hari (1a, 1b, 1c) salinitas 0-10 ppt, (2a, 2b, 2c) salinitas 10-20 ppt, (3a, 3b, 3c) salinitas 20-30 ppt, (4a, 4b, 4c) salinitas >30 ppt.
1a 1b 1c
2a 2b 2c
3a 3b 3c
Makrobentos
Makrobentos merupakan penghancur serasah R. mucronata yang
pertama. Makrobentos sering disebut sebagai dekomposer awal yang
meremas-remas atau menghancurkan sisa-sisa daun yang kemudian dikeluarkan kembali
dalam bentuk kotoran makrobentos, lalu dilanjutkan kembali oleh fungi dan
bakteri yang menguraikan menjadi bentuk bahan organik yang mengandung
protein dan karbohidrat yang dapat dipakai sebagai pakan makhluk hidup yang
ada di sekitar serasah tersebut. Tabel 3 menujukan jenis-jenis makrobentos yang
[image:38.595.107.517.360.539.2]terdapat pada kantong serasah.
Tabel 3. Jenis-jenis makrobentos yang ditemkan di dalam kantong serasah daun R. mucronata.
Kelas Ordo Genus
Crusaceae Decapada Chiromantes
Gastropoda Mesogastropoda,
Basammatophora
Eubonia, Telescopium, Pupoides
Turbellaria Macrostumida Microstonum
Gambar 4. Makrobentos kelas Gastropoda (a) kelas Gastropoda kelas (Cruscaceae)
Kandungan Unsur Hara Karbon, Nitrogen, dan Fosfor
Proses dekomposisi terjadi dari hari ke-15 sampai hari ke-90. Serasah
daun R. mucronata mengandung unsur hara Karbon, Nitrogen dan Fosfor.
Kandungan unsur karbon cukup tinggi dibandingkan dengan unsur hara nitrogen
dan fosfor. Kandungan unsur hara karbon pada serasah daun R. mucronata pada
berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Unsur Hara Karbon pada Berbagai Tingkat Salinitas
Nitrogen dapat melibatkan makrobentos dan mikroorganisme. Nitrogen
harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4 dan NO3, sebagian
besar nitrogen terlibat dalam proses biologi yang berasal dari atmosfer dalam
kesetimbangan nitrogen yang dilepaskan oleh mikroorganisme pada proses
dekomposisi. Kandungan unsur hara nitrogen pada serasah daun R. mucronata
[image:39.595.113.478.517.730.2]yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dapat dilihat pada
gambar 6.
Gambar 6. Unsur Hara Nitrogen pada Berbagai Tingkat Salinitas
12, 34 13, 76 13, 48 12, 47 10, 9 10, 09 15, 49 11, 63 14, 34 10, 9 13, 19 12, 04 16, 06 14, 34 10, 9 15,
97 14,93
15, 49 16, 63 10, 9 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt kontrol
15 45 75 90
2 ,4 2 ,8 2 ,4 2
,1 2,1
2
,1 2,1 2,1
2
,8
2
,1
2
,8 2,8
3 ,5 2 ,8 2 ,1 3
,5 3,5
2 ,8 3 ,5 2 ,1 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt kontrol
Fosfor juga berperan dalam proses metabolisme tanaman, Fosfor
merupakan salah satu unsur hara esensial. Bentuk fosfor selalu berubah, akibat
proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang
dilakukan oleh organisme. Kandungan unsur hara fosfor pada serasah daun
R. mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas dapat
[image:40.595.114.496.249.467.2]dilihat pada gambar 7.
Grafik 7. Unsur Hara Fosfor pada Berbagi Tingkat Salinitas
C/N merupakan salah satu indikator untuk melihat laju dekomposisi
bahan organik, dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan
organik itu terdekomposisi. Kandungan unsur hara C/N pada serasah daun
Rhizophora mucronata yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat
salinitas dapat dilihat pada gambar 8.
0,
014 0,014
0, 016 0, 013 0, 014 0,
014 0,014
0,
015 0,015 0,
014
0,
016
0,
019 0,017 0,018
0, 014 0, 017 0, 016 0,
018 0,017
0, 014 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012 0,014 0,016 0,018 0,02
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt kontrol
Gambar 8. Kandungan C/N pada Berbagai Tingkat Salinitas
Pertumbuhan fungi
Aspergillus sp
Koloni pada media PDA dalam suhu ruang memiliki warna massa hifa
putih, massa konidia berwarna hitam, semakin ke tepi semakin memudar.
Diameter koloni 8 cm dalam 12 hari (0,67 cm/hari). Sedangkan ciri-ciri
mikroskopiknya : hifa berwarna abu-abu transparan dengan lebar hingga 14 μm. Konidiofor memiliki panjang antara 70 – 200 μm. Konidia berlimpah dan
berwarna hitam pekat dengan diameter 1,7 – 2 μm.
5,
14 4,
92 4,81
5,
2
5,
19
4,
8 4,59
5, 54 5, 12 5, 19 4, 71 4, 3 4, 59 5, 12 5, 19 4, 56 4, 27 5, 53 4, 75 5, 19 0 1 2 3 4 5 6
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt kontrol
Pembahasan Laju dekomposisi
Laju dekomposisi serasah R. mucronata selama 90 hari terjadi perubahan
bobot kering dan perubahan fisik serasah R.mucronata pada berbagai tingkat
salinitas yang berbeda. Hal ini menujukkan bahwa tingkat salinitas berpengaruh
terhadap laju dekomposisi serasah R. mucronata, karena terjadi perubahan bobot
kering serasah daun R. mucronata yang diletakkan pada erbagai tingkat salinitas.
Penurunan bobot kering dan laju dekomposisi serasah daun R. mucronata
paling tinggi pada salinitas > 30 ppt. Sedangkan paling lama pada salinitas 10-20
ppt. Setiap pengamatan yang dilakukan pada tiap minggu menjukkan perubahan
bobot kering yang diakibatkan oleh makrobentos yang membutuhkan pakan
sebagai pendekomposer awal sedangkan fungi berfungsi sebagai pelanjut proses
dekomposisi selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi akibat pasang surut.
Laju dekomposisi serasah R. mucronata pada gambar 1 diatas
menujukkan hasil proses pendekomposisi serasah semakin berkurang pada tingkat
salinitas tinggi. Pada pengamatan hari ke 90 menujukkan semakin sedikit serasah
yang menurun beratnya yaitu pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah 17,3 , tingkat
salinitas 10-20 ppt adalah 20,98 , pada tingkat salinitas 20-30 ppt adalah 18, dan
pada tingkat salinitas >30 ppt adalah 16,9. Laju dekomposisi ini dipengaruhi oleh
fungi Aspergillus, sp yang diaplikasikan pada serasah daun R. mucronata menurut
Kuriandewa (2003) mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan
organik menjadi protein dan karbohidrat. Pada umumnya fungi dan bakteri
Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap laju dekomposisi serasah
R. mucronata, terdapat beberapa kantong serasah tumbuh lumut pada permukaan
yang dapat menghambat aktifitas pendekomposisi serasah R. muronata.
Kecepatan serasah terdekomposisi mungkin berbeda-beda dari waktu ke waktu
dan tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor Lingkungan
Curah hujan mempengaruhi laju dekomposisi serasah R.mucronata curah
hujan mempengaruhi tingkat salinitas kandungan air yang banyak menyebabkan
kandungan garam menjadi berkurang sehingga menyebabkan banyak
makrobentos yang mati akibat berkurangnya salinitas. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Arief (2003) yaitu Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap
perkembangan jenis makrobentos. Adanya masukan air sungai atau hujan akan
menurunkan kadar salinitas, yang akan mengakibatkan kematian beberapa jenis
makrobentos tersebut pada rendahnya salinitas. Sedangkan makrobentos sangat
berperan aktif dalam mendekomposisi awal serasah R. mucronata ini. Sehingga
hanya fungi Aspergillus sp. yang diaplikasikan sebelumnya akan berperan aktif.
Kadar oksigen sangat diperlukan oleh para pendekomposer untuk
mendekomposisi bahan organik dimana berawal dari anaerobik yang mencacah
bahan organik menjadi partikel kecil kemudian dilanjutkan oleh aerobik yang
membutuhkan oksigen dan sama-sama melakukan proses dekomposisi
Bahan organik yang dihasilkan dari dekomposisi serasah R. mucronata
merupakan zat yang penting bagi biota mangrove sebagai pakan selain itu bahan
organik memiliki fungsi untuk memelihara kesuburan tanah, pengikat agregat
Cahaya yang masuk ke dalam perairan membantu percepatan dekomposisi
serasah. Cahaya yang masuk ke dalam perairan akan mengalami penyerapan dan
perubahan menjadi energi panas yang memiliki suhu yang tinggi.
Pasang surut air laut mempengaruhi aktifitas fungi Aspergillus sp. Fungi
Aspergillus sp. beraktifitas pada keadaan aerob yang membutuhkan oksigen.
Selain itu fungi Aspergillus sp. juga dapat hidup pada keadaan yang ekstrim pada
kawasan salinitas yang tinggi.
Aspergillus sp
Fungi Aspergillus sp yang diaplikasikan menujukkan pengaruh yang
sangat signifikan terhadap bobot kering serasah daun R. mucronata. Hal ini dapat
dilihat pada gambar yang menujukkan laju dekomposisi, yang paling tinggi
terdapat pada salinitas >30 ppt. Menurut Silitonga (2009) jumlah fungi yang
paling banyak tumbuh pada salinitas >30 ppt adalah dari koloni Aspergillus sp.
Fungi ini merupakan salah satu fungi yang mampu hidup pada daerah yang
ekstrim sesuai dengan peryataan Effendi (1999). Fungi diketahui tahan dalam
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dari pada mikroorganisme lain.
Fungi Aspergillus sp membutuhkan keadaan yang aerob untuk dapat
mendekomposisi serasah. Sehingga pada saat keadaan surut pada kawasan
mangrove yang memiliki salinitas yang rendah secara letak sangat jauh dari
kawasan pantai yang langsung berbatasan dengan laut. Sehingga pada saat surut
fungi Aspergillus sp. bekerja karena ketersedian oksigen sedangkan pada saat air
laut pada keadaan pasang, fungi sementara dormansi karena kandungan oksigen
tidak ada sedangkan waktu pasang berlangsung sangat cepat sedangkan surut
Makrobentos
Kantong serasah yang diletakkan pada berbagai tingkat salinitas banyak
terdapat makrobentos yang berasal dari kelas Crustaceae, Gastropoda, dan
Turbellaria. Banyaknya makrobentos ini dipengaruhi oleh tingkat salinitas. Laju
dekomposisi serasah daun R. mucronata dipengaruhi oleh makroorganisme dan
mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Biota mangrove sendiri
membutuhkan serasah daun sebagai pakan dimana makroorganisme dan
mikroorganisme membutuhkan karbohidrat dan protein. Menurut
Notohadiprawiro (1999) bahwa laju dekomposisi bahan organik ditentukan oleh
faktor bahan organik dan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas
makroorganisme dan mikroorganisme yang membantu dalam proses perombakan
bahan oraganik dalam tanah.
Dalam hutan mangrove makrobentos sendiri membentuk koloni, beberapa
makrobentos membutuhkan salinitas tinggi sehingga perubahan-perubahan
salinitas dapat membuat makrobentos mati. Perubahan salinitas sendiri
dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut.
Pada saat serasah daun diletakkan di lapangan makrobentos berperan
sebagai dekomposer awal yang memcacah daun menjadi partikel kecil. Kepiting
dan cacing yang ada di dalam kantong serasah memanfaatkan sisa daun yang
kemudian dikeluarkan sebagai kotoran. Maka dilanjutkan oleh fungi Aspergillus
Kandungan unsur hara
Kandungan awal serasah daun R. Mucronata sebelum terjadi proses
dekomposisi berupa senyawa anorganik (karbohidrat, protein dan lain-lain) dan
setelah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme senyawa tersebut
akan berubah menjadi organik (C, N, P, H). Hal ini karena mikroorganisme
mampu menguraikan senyawa organik menjadi anorganik karena adanya enzim
yang dimiliki oleh mikroorganisme.
Sesuai pernyataan Ansal (2009) unsur hara merupakan unsur essensial
yang berasal dari bahan organik mati yang dilakukan oleh aktifitas
makroorganisme dan mikroorganisme. Proses pendekomposisian berkaitan
dengan kecepatan arus sekitar 0,2-0,4/detik, dimana kecepatan arus membantu
percepatan proses penghancuran unsur hara.
Pada dasarnya serasah yang menghasilkan oleh hutan mangrove antara
lain mengandung N dan P yang tinggi dan akan terlarut dalam air. Sehingga dapat
menunjang proses pertumbuhan fitoplankton diduga terdapat hubungan yang erat
antara N dan P serasah dengan N dan P yang terdapat di dalam air.
Laju dekomposisi memberikan sumbangan unsur hara yang berperan
dalam pembentukan pertumbuhan dan perkembangan di hutan mangrove.
Menurut Arief (2003), meneliti bahwa unsur hara yang terkandung oleh
daun-daun mangrove adalah karbon, fosfor, kalium, kalsium, dan mangnesium.
Karbon (C)
Kandungan unsur hara karbon (C) pada kondisi awal hari ke-15 sampai
hari ke-90 mengalami penurunan pada tingkat salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, 20-30
ppt yaitu 10,09 sedangkan persen tertinggi pada salinitas >30 ppt yaitu 16,63.
Menurut Effendi (2003) kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami
pengurangan akibat fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Karbon yang terdapat
di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses
fotosintesis. Akan tetapi, pengamatan hari ke- 15 terjadi pengecualian yakni
kandungan unsur hara karbon mulai meningkat. Pada saat pengamatan tersebut
intensitas hujan tinggi. Hal ini diduga sebagai penyebab dari tingginya kandungan
karbon tersebut. Selain itu, keberadaan industri di sekitar lokasi juga sangat
mendukung. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (2003) yang menyatakan
bahwa hujan merupakan salah satu sumber penambahan karbon di perairan karena
hujan tersebut mengandung karbondioksida yang terdapat di atmosfer.
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan unsur yang penting dalam penyusunan asam amino,
asam nukleat, dan protein yang berperan besar dalam metabolisme tanaman.
Secara umum persen nitrogen dari pengamatan hari ke -15 sampai hari ke-90 pada
berbagai tingkat salinitas mengalami peningkatan dibandingkan dengan persen
nitrogen pada kontrol. Pada pengamatan hari ke-90 persen nitrogen tertinggi
dijumpai pada serasah yang terdapat pada salinitas >30 ppt yaitu 3,5 dan yang
terendah pada salinitas 0-10 ppt yaitu 21. Hal ini diduga karena pengaruh
penutupan vegetasi mangrove yang berbeda pada tiap tingkat salinitas. Pada
tingkat salinitas 0-10 ppt penutupan vegetasi mangrove lebih rapat dibandingkan
tingkat salinitas lainnya. Sesuai dengan pendapat Potts (1984) dalam Bahri (2007)
Pada pengamatan hari ke-90 dan pada tingkat salinitas >30 ppt diperoleh
bahwa kandungan nitrogen lebih tinggi dari tingkat salinitas lainnya karena
makrobentos yang ada di dalam kantong serasah mengalami penguraian (mati)
dan diduga juga menjadi penyebab naiknya jumlah kandungan nitrogen dimana
makrobentos memanfaatkan nitrogen di perairan dalam jumlah yang besar. Sesuai
dengan pendapat Effendi (2003) menyatakan beberapa jenis organisme
memanfaatkan nitrogen pada daun dan mengeluarkan tinja (kotoran) dari
organisme tersebut. Kotoran itu mengandung amonia yang menempel pada
serasah daun tanaman. Namun, kenyataan menyebutkan bahwa pada tingkat
salinitas 20-30 ppt diperoleh kandungan nitrogen yang rendah yang mana hal ini
diduga kotoran makrobentos lebih cepat tercuci karena dipengaruhi pasang surut
atau gelombang yang lebih besar daripada tambak yang lebih tenang.
Fosfor(F)
Kandungan unsur hara fosfor, dilihat pada pengamatan mengalami
penurunan pada hari ke-15 pada setiap tingkat salinitas. Kandungan unsur hara
fosfor pada R. mucronata dibutuhkan tanaman dalam proses metabolisme.
Menurut Effendi (2003), di perairan bentuk unsur fosfor berubah secara
terus-menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk
anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami
biasanya relatif kecil, dengan kadar yang sedikit daripada kadar nitrogen karena
sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan.
Akan tetapi fosfor pada tingkat salinitas 0-10 ppt mengalami peningkatan pada
hari ke-75, salinitas 10-20 ppt mengalami peningkatan pada hari ke-75 dan hari
Kadar fosfat yang tinggi diduga berasal dari penguraian senyawa-senyawa
organik(hewan, tumbuhan dan sebagainya) disertai dengan pertumbuhan lumut
yang berada di perairan. Menurut Effendi (2003) bahwa keberadaan fosfor yang
berlebihan dapat diakibatkan oleh pertumbuhan alga di perairan.
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam laju dekomposisi serasah
daun R. mucronata menunjukkan bahwa rata-rata C/N yang tertiggi adalah pada
tingkat salinitas 20-30 ppt dan pada hari pengamatan ke 90 yaitu sebesar 5,53.
Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) bahwa C/N merupakan salah satu indikator
untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin tinggi C/N maka
akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi.
Lama dekomposisi serasah daun berhubungan dengan tingkat kandungan
fenol dan tinggi nisbah C/N yang cendrung membuat serasah tidak disukai dan
tidak dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan tanah. Rasio C/N yang tinggi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.Laju dekomposisiserasah daun R. mucronata pada tingkat salinitas>30 ppt lebih
cepat dibandingkan denganlaju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt,
10-20 ppt dan 10-20-30 ppt.
2.Persentase (%) kandungan unsurhara C, N, P yang paling tinggi pada serasah
daun R. mucronata yang terdekomposisi pada pengamatan hari ke-90, terdapat
pada tingkat salinitas >30 ppt.
Saran
Untuk membantu meningkatkan laju dekomposisi serasah daun
R. mucronata sebaiknya di gunakan jenis fungi Aspergillus sp, dalam jumlah
banyak sehingga pendekomposisian lebih cepat, selain itu perlu dicari fungi
DAFTAR PUSTAKA
Anas, S. 2011. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus sp Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ansal, B. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karagenan Rumput Laut Kappaphycus striatum. Budidaya Perairan UNHAS. [12 Juli 2013].
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Jakarta
Bahri, A. 2007. Analisis Kandungan Nitrat dan Fosfat pada Sedimen Mangrove yang Termanfaatkan di Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru. Hasil Penelitian. Situs untuk Konservator Lingkungan. http://myatols.blogspot.com. [12 Juli 2013].
Bengen, D. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan . Institut Pertanian Bogor.
Brady, N. 1985. The Nature and Properties of Soils. Nineth edition. Metro Manila.
Departement of Biology. 2008. Suksesi Jamur Selama Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicenia marina di Ekosistem Mangrove Tambat Wedi, Pantai Timur Surabaya Intertide Ecological Community Laboratorium of Ecology 2008. Institude of Technolgy Sepuluh November.
Departemen Kehutanan. 2002. Udang Dibalik Mangrove. Edisi VI. Pusat Standarisasi dan Lingkungan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Dewi. 2011. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia Marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Dix, N. J. and Webster, J. 1995. Fungal Ecology. Chapman and Hall. London. New York.
Djamali, A. 2004. Persepsi Masyarakat Desa Pantai Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove. http://www.rudyct.com. [ 20 April 2013].
Effendi, I. 1999. Pengantar Mikrobiologi Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekan Baru
Griffin, D. 1994. Fungal Physiology. 2nd Edition. Wiley Liss Inc. San Fransisco
Hutching, P. and P. Saenger. 1987. Ecology of Mangrove. University of Mangrove Queensland and Press, St. Lucia. Australia
Ingold, C. 1975. The Biology Of Fungy. Hutchinson Co Publisher. London
Kuriandewa, T. 2003. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Kawasan Suaka Margasatwa Sembilang, Propinsi Sumatera Selatan. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Kusmana, C. dkk. 2008. Manual Silvikultur Mangrove di Indonesia. Korea International Cooperation Agency (KOICA) : The Project Rehabilitation Mangrove Forest and Coastal Area Damaged by Tsunami in Aceh. Jakarta.
Lopez, J.L.Casas.S. 2002. Production of lovastatin by Aspergillus terreus. Elsevier Inc.
Noor, Y. R., M. Khazali dan Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlends International-Indonesia Program. Bogor
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Nybakken, J. 1992. Biologi Laut : Suatu pendekatan ekologis (Terjemahan oleh : M. Eidman, Koessoebiono dan D. G. Bengen, M. Hutomo dan Sukristijono). Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Indonesia.
Nybakken, J.W. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia. Jakarta.
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Poedjirahajoe. 1995. Peranan Akar Bakau Sebagai Penyangga Kehidupan Biota Laut di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang Jawa Tengah. Tesis Program Studi Ilmu Kehutanan Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian. Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yokyakarta.
Rismunandar, 2000. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avecennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas (Studi Kasus di Kawasan Hutan Mangrove Blanakan, RPH Tegal Tangkil, BKPH Ciasem-Pamanukan, KPH Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat)
Silitonga, L. E, Yunasfi dan Dwi, S. 2009. Jenis Fungi Yang Terdapat Pada Serasah Daun R. Mucronata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Universitas Sumatra Utara, Medan
Soeroyo, 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahan. Bulletin Ilmiah INSTIPER, Yogyakarta
Sorianegara, I. 1987. Masalah Penetuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Jakarta
Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut Pengantar falsafah Sains, Program Pascasarjana/S3 IPB. Bogor. http://tumoutou.net. [ 24 April 2013 ]
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Lampiran1. Makrobentos yang terdapat didalam kantong serasah daun R. mucronata
nama salinitas kantong minggu jumlah
siput 0-10 ppt U1Fa 15 12
siput U2Fa 15 1
siput,kepiting U1Fb 15 13
siput,cacing U2Fb 15 3
siput U1Fab 15 2
siput,kepiting U2Fab 15 4
siput 10-20 ppt U1Fa 15 2
siput,cacing U2Fa 15 6
siput,cacing U1Fb 15 7
siput U2Fb 15 3
siput U1Fab 15 3
siput U2Fab 15 3
siput,kepiting 20-30 ppt U1Fa 15 5
siput,cacing U2Fa 15 6
siput U1Fb 15 2
siput U2Fb 15 3
siput U1Fab 15 1
siput U2Fab 15 2
cacing > 30 ppt U1Fa 15 2
siput, cacing U2Fa 15 12
cacing U1Fb 15 5
cacing U2Fb 15 7
siput,cacing U1Fab 15 14
siput U2Fab 15 4
cacing 0-10 ppt U1Fa 30 5
siput,cacing U2Fa 30 13
siput,cacing U1Fb 30 11
siput,kepiting U2Fb 30 6
siput,cacing U1Fab 30 5
siput U2Fab 30 3
siput 10-20 ppt U1Fa 30 4
siput,cacing U2Fa 30 7
siput U1Fb 30 4
siput U2Fb 30 3
siput,kepiting U1Fab 30 5
siput U2Fab 30 2
siput 20-30 ppt U1Fa 30 2
siput U2Fa 30 1
siput,cacing U2Fb 30