• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten Serta Pati Dari Ubi Kayu, Ubi Jalar, Jagung dan Kentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten Serta Pati Dari Ubi Kayu, Ubi Jalar, Jagung dan Kentang"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK BAKSO KEDELAI (

SOYBALLS

)

DENGAN PENAMBAHAN GLUTEN SERTA PATI DARI UBI KAYU,

UBI JALAR, JAGUNG DAN KENTANG

SKRIPSI

Oleh:

MHD. REZA PRAMUDYA

100305005/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGEMBANGAN PRODUK BAKSO KEDELAI (

SOYBALLS

)

DENGAN PENAMBAHAN GLUTEN SERTA PATI DARI UBI KAYU,

UBI JALAR, JAGUNG DAN KENTANG

SKRIPSI

Oleh:

MHD. REZA PRAMUDYA

100305005/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten Serta Pati Dari Ubi Kayu, Ubi Jalar, Jagung dan Kentang

Nama : Mhd. Reza Pramudya NIM : 100305005

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Elisa Julianti MSi

Ketua Anggota

Linda Masniary Lubis, STP, MSi

Mengetahui :

Ketua Program Studi Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP

(4)

Penelitian ini dibiayai oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk

melalui Program Indofood Riset Nugraha 2013,

sesuai dengan Perjanjian Kerjasama Penelitian

No: SKE.055/S1/IRN-ISM/VI/2013

(5)

ABSTRAK

MHD. REZA PRAMUDYA. Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten serta Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Linda Masniary Lubis.

Penelitian ini mengevaluasi pengaruh bahan pengganti daging dari tepung komposit kedelai atau ampas tahu dan gluten dengan penambahan pati yang berbeda (pati ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kentang) terhadap karakteristik fisikokimia bakso kedelai (soyballs). Tepung komposit dibuat dengan cara mencampur tepung kedelai atau tepung ampas tahu dan gluten dengan 6 tingkat perbandingan yaitu : K1 =

80%:20%, K2 = 70%:30%, K3 = 60%:40%, K4 = 80%:20%, K5 = 70%:30%, K6 = 60%:40%,

kemudian dilakukan analisis proksimat dan daya serap air. Hasil analisis diperoleh tepung komposit dari tepung kedelai dan gluten dengan perbandingan 80%:20% dan tepung komposit dari tepung ampas tahu dan gluten dengan perbandingan 60%:40% memiliki kadar protein yang lebih tinggi masing-masing sebesar 18,0280% dan 9,2110% dan daya serap air yang tinggi yaitu masing-masing sebesar 2,8850 g/g dan 3,1615 g/g. Kedua jenis perbandingan ini selanjutnya digunakan sebagai bahan pengganti daging pada pembuatan bakso dengan penambahan bahan pengisi berupa pati ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kentang. Bakso yang dihasilkan dianalisis karakteristik fisiko kimianya meliputi analisis proksimat, warna, kekenyalan, daya mengikat air, rendemen pemasakan dan karakteristik sensori.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan jenis tepung komposit yang digunakan sebagai bahan pengganti daging dan jenis bahan pengisi menghasilkan bakso kedelai dengan mutu yang berbeda. Secara umum komposit tepung kedelai dan gluten menghasilkan bakso dengan kadar protein yang lebih tinggi dari bakso yang terbuat dari komposit tepung ampas tahu dan gluten. Bahan pengisi yang memberikan mutu bakso yang baik adalah pati jagung. Pati jagung baik pada bakso dari tepung kedelai dan tepung ampas tahu dengan gluten dengan bahan pengisi pati jagung memiliki kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi, rendemen pemasakan dan nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan bakso dari tepung kedelai dan ampas tahu dengan jenis bahan pengisi pati ubi kayu, ubi jalar, dan kentang.

Kata Kunci : Pati, tepung komposit, gluten, bakso kedelai

ABSTRACT

MHD. REZA PRAMUDYA. The Development of Soyballs Product with Addition of gluten and Cassava, Sweet Potato, Corn, and Potato Starch, supervised by Elisa Julianti and Linda Masniary Lubis.

The aim of this research was toevaluate the effect of a meat substitute soy composite flour or tofu and gluten with the addition of different starch (cassava starch, sweet potato, corn and potatoes) on the physicochemical characteristics of soyballs. Flour composites were made by mixing soy flour or okara flour and gluten with 6 levels of ratio i.e : K1 = 80%: 20%, K2 = 70%: 30%, K3 = 60%: 40%, K4 =

80%: 20 %, K5 = 70%: 30%, K6 = 60%: 40%, and then proximate analysis and water absorption were

analyzed. The results of analysis of composite flour with soy flour and gluten ratio of 80%: 20% and composite flour from okara and gluten flour with a ratio of 60%: 40% had a higher protein content i.e 18,0280% and 9,2110% and a higher water absorption,i.e of 2,8850 g/g and 3,1615 g/g respectively. Both types of comparison were then used as a meat substitute in the manufacture of meatballs with the addition of fillers such as cassava starch, sweet potatoes, corn, and potatoes. The soyballs produces were then analyzed physico-chemically include proximate analysis, color, firmness, water binding power, cooking yield and sensory characteristics.

The results showed that differences in the type of flour composites used as meat substitutes and type of filler produces soy meatballs with different quality. In general, soy flour composite and gluten produced of soyballs had a higher protein content than soyballs made from composite flour tofu and gluten. The filler that provided good quality soyballs was corn. Corn was good on both soyballs from soy flour and tofu with gluten with the filler of corn had higher protein content and fat content, cooking yield and higher texture values than soyballs from soy flour and tofu with filler of cassava, sweet potato, and potato starch. Keywords : Starch, composite flour, gluten, soybean balls

(6)

MHD. REZA PRAMUDYA dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Mei 1992, dari Bapak Mhd. Affan dan Ibu Zarmita Artati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Medan, SD Swasta Kartini Medan, SMP Negeri 4 Medan, penulis lulus dari SMA Swasta Kesatria Medan pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU, anggota Badan Kenaziran Mushola Al-Mukhlisin FP-USU, dan sebagai asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan pada tahun 2012-2014. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV (Persero) Unit Kebun Teh Bah Butong di Kecamatan Sidamanik, Medan, Sumatera Utara dari tanggal 15 Juli sampai 15 Agustus 2013. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten serta Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2013 sampai dengan Desember 2013 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian USU. Pada tahun 2013 penulis memperoleh Indofood Riset Nugraha yang disponsori oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten serta Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati

Kentang” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama penyelesaiannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada :

1. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Terima kasih atas dana penelitian yang diberikan.

2. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, masukan dan saran yang sangat berarti yang selama ini telah ibu berikan.

3. Linda Masniary Lubis, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas saran serta dorongan dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

4. Prof. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc dan Ridwansyah, STP., M.Si selaku Penguji I dan II. Terima kasih atas kritik dan saran dalam membantu penulis menyempurnakan skripsi.

(8)

6. Keluarga tercinta : Kedua Orang Tua, Kak Nova, Evasiyah, Adek Mpat. Terimakasih atas cinta, semangat, kasih sayang dan kekuatan doa yang sudah diberikan.

7. Staf Asisten Laboratorium Teknologi Pangan. Terima kasih atas kebersamaannya. 8. Teman-teman seperjuangan ITP 2010, adik-adik 2011 hingga 2012. Terima kasih

atas kebersamaannya.

9. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2014

(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Bakso ... 6

Kedelai ... 7

Ampas Tahu ... 9

Gluten ... 11

Ubi Kayu (Manihot esculenta) ... 12

Ubi Jalar (Ipomea batatas) ... 13

Jagung (Zea mays L.) ... 15

Kentang (Solanum tuberosum L.) ... 16

Pati ... 17

Tepung Komposit ... 20

Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Bakso ... 21

Penelitian Sebelumnya ... 23

BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

Bahan Penelitian ... 24

Reagensia ... 24

Alat Penelitian ... 24

Metode Penelitian ... 25

(10)

Pelaksanaan Penelitian ... 29

Pengamatan dan Pengukuran Data Kadar air ... 32

Kadar abu ... 32

Kadar serat kasar ... 33

Kadar lemak ... 34

Kadar protein ... 34

Kadar karbohidrat ... 35

Daya serap air dan minyak ... 35

Kadar pati ... 35

Daya mengikat air ... 37

Warna (Metode Hunter) ... 38

Rendemen pemasakan ... 38

Uji Organoleptik ... 38

Tekstur (Texture Profile) ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia Bahan Baku Pengganti Daging ... 50

Karakteristik Kimia dan Fungsional Bahan Pengisi Bakso ... 50

Karakteristik Kimia Tepung Komposit ... 51

Kadar air ... 52

Kadar protein ... 53

Kadar lemak ... 55

Daya serap air tepung komposit ... 57

Karakteristik Fisik Bakso Kedelai (Soyballs) dari Tepung Komposit dengan Gluten dan Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang ... 59

Nilai L warna ... 60

Nilai a warna ... 62

Nilai b warna ... 63

Tekstur ... 63

Daya mengikat air ... 65

Rendemen pemasakan ... 65

Karakteristik Kimia Bakso Kedelai (Soyballs) dari Tepung Komposit dengan Penambahan Gluten dan Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang ... 66

Kadar air ... 67

Kadar protein ... 68

Kadar lemak ... 69

Kadar abu ... 71

Kadar Karbohidrat ... 72

Karakteristik Sensoris Bakso Kedelai (Soyballs) dari Tepung Komposit dengan Penambahan Gluten dan Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang ... 73

Hasil uji segitiga terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur bakso kedelai (soyballs) ... 73

(11)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 77

Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(12)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kriteria mutu sensoris bakso ... 7

2. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g ... 9

3. Perbandingan gizi pada tahu dan ampas tahu per 100 g bahan ... 10

4. Komposisi kimia tapioka per 100 gram bahan ... 13

5. Komposisi kimia pati ubi jalar per 100 gram bahan ... 14

6. Komposisi kimia pati jagung per 100 gram bahan ... 16

7. Komposisi kimia pati kentang per 100 gram bahan ... 16

8. Karakteristik granula pati ... 19

9. Sifat granula beberapa jenis pati ... 19

10. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati ... 19

11. Skala nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur ... 39

12. Karakteristik kimia tepung kedelai, tepung ampas tahu, dan tepung gluten ... 50

13. Karakteristik kimia pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang Karakteristik fungsional bahan pengisi bakso ... 51

14. Karakteristik fungsional bahan pengisi bakso... 51

15. Karakteristik kimia tepung komposit ... 52

16. Karakteristik fungsional tepung komposit ... 57

17. Pengaruh jenis tepung komposit yang digunakan sebagai pengganti daging pada bakso kedelai (soyballs) terhadap karakteristik fisik yang diamati ... 59

(13)

19. Pengaruh jenis tepung komposit yang ditambahkan pada bakso kedelai (soyballs) terhadap karakteristik kimia yang diamati ... 67 20. Pengaruh jenis bahan pengisi yang ditambahkan pada bakso kedelai

(soyballs) terhadap karakteristik kimia yang diamati ... 67 21. Hasil uji segitiga terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur bakso kedelai

(soyballs) ... 74 22. Pengaruh jenis tepung komposit yang ditambahkan terhadap nilai

organoleptik yang dilakukan pada bakso kedelai (soyballs) ... 75 23. Pengaruh jenis bahan pengisi yang ditambahkan terhadap nilai

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin ... 18

2. Skema pembuatan tepung kedelai ... 41

3. Skema pembuatan tepung ampas tahu ... 42

4. Skema pembuatan tepung gluten ... 43

5. Skema pembuatan pati ubi kayu ... 44

6. Skema pembuatan pati ubi jalar ... 45

7. Skema pembuatan pati jagung ... 46

8. Skema pembuatan pati kentang ... 47

9. Skema pembuatan tepung komposit ... 48

10. Skema pembuatan bakso kedelai (soyballs) ... 49

11. Kadar air tepung komposit dengan perbandingan yang berbeda pada K1, K2, K3 = Tepung komposit dari tepung kedelai dan gluten dengan perbandingan berurut 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dan K4, K5, K6 = Tepung komposit dengan tepung ampas tahu dan gluten dengan perbandingan berurut : 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%. ... 53

12. Kadar protein tepung komposit dengan perbandingan yang berbeda pada K1, K2, K3 = Tepung komposit dari tepung kedelai dan gluten dengan perbandingan berurut 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dan K4, K5, K6 = Tepung komposit dengan tepung ampas tahu dan gluten dengan perbandingan berurut : 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%. ... 55

13. Kadar lemak tepung komposit dengan perbandingan yang berbeda pada K1, K2, K3 = Tepung komposit dari tepung kedelai dan gluten dengan perbandingan berurut 80%:20%, 70%:30%, 60%:40% dan K4, K5, K6 = Tepung komposit dengan tepung ampas tahu dan gluten dengan perbandingan berurut : 80%:20%, 70%:30%, 60%:40%. ... 56

(15)

15. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap warna (L) bakso kedelai (soyballs) ... 61 16. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

warna (a) bakso kedelai (soyballs) ... 62 17. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

tekstur bakso kedelai (soyballs) ... 64 18. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

rendemen pemasakan bakso kedelai (soyballs) ... 66 19. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

kadar protein bakso kedelai (soyballs) ... 69 20. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

kadar lemak bakso kedelai (soyballs) ... 70 21. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

kadar abu bakso kedelai (soyballs) ... 71 22. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

kadar karbohidrat bakso kedelai (soyballs) ... 72 23. Pengaruh interaksi jenis tepung komposit dan jenis bahan pengisi terhadap

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Daftar analisis ragam kadar air tepung komposit dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dan gluten

terhadap kadar air tepung komposit ... 87 2. Daftar analisis ragam kadar protein tepung komposit dan uji LSR efek

utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dan

gluten terhadap kadar protein tepung komposit ... 88 3. Daftar analisis ragam kadar lemak tepung komposit dan uji LSR efek

utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dan

gluten terhadap kadar lemak tepung komposit ... 89 4. Daftar analisis ragam daya serap air tepung komposit dan uji LSR efek

utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dan

gluten terhadap daya serap air tepung komposit ... 90 5. Daftar analisis ragam rendemen pemasakan bakso kedelai (soyballs) dan

uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang terhadap rendemen pemasakan bakso kedelai

(soyballs) ... 91 6. Daftar analisis ragam kadar air bakso kedelai (soyballs) ... 92 7. Daftar analisis ragam kadar protein bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR

efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung,

dan pati kentang terhadap kadar protein bakso kedelai (soyballs) ... 93 8. Daftar analisis ragam kadar abu bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR efek

utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati

kentang terhadap kadar abu bakso kedelai (soyballs) ... 94 9. Daftar analisis ragam kadar lemak bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR

efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung,

dan pati kentang terhadap kadar lemak bakso kedelai (soyballs) ... 95 10. Daftar analisis ragam kadar karbohidrat bakso kedelai (soyballs) dan uji

(17)

jagung, dan pati kentang terhadap kadar karbohidrat bakso kedelai

(soyballs) ... 96

11. Daftar analisis ragam warna (nilai L dari metode Hunter) bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang terhadap warna (nilai L dari metode Hunter) bakso kedelai (soyballs)... 97

12. Daftar analisis ragam warna (nilai a dari metode Hunter) bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang terhadap warna (nilai a dari metode Hunter) bakso kedelai (soyballs)... 98

13. Daftar analisis ragam warna (nilai b dari metode Hunter) bakso kedelai (soyballs) ... 99

14. Daftar analisis ragam tekstur (Newton) bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang terhadap tekstur (Newton) bakso kedelai (soyballs) ... 100

15. Daftar analisis ragam daya mengikat air bakso kedelai (soyballs) ... 101

16. Daftar analisis ragam nilai hedonik warna bakso kedelai (soyballs) dan uji LSR efek utama pengaruh perbandingan tepung kedelai, tepung ampas tahu dengan penambahan gluten serta pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan pati kentang terhadap nilai hedonik warna bakso kedelai (soyballs) ... 102

17. Daftar analisis ragam nilai hedonik aroma bakso kedelai (soyballs) ... 103

18. Daftar analisis ragam nilai hedonik rasa bakso kedelai (soyballs) ... 104

19. Daftar analisis ragam nilai hedonik tekstur bakso kedelai (soyballs) ... 105

20. Kurva standar DNS ... 106

21. Grafik texture profile... 107

22. Format uji organoleptik dengan uji hedonik ... 108

23. Format uji organoleptik dengan uji segitiga ... 109

(18)
(19)

ABSTRAK

MHD. REZA PRAMUDYA. Pengembangan Produk Bakso Kedelai (Soyballs) dengan Penambahan Gluten serta Pati Ubi Kayu, Pati Ubi Jalar, Pati Jagung, dan Pati Kentang, dibimbing oleh Elisa Julianti dan Linda Masniary Lubis.

Penelitian ini mengevaluasi pengaruh bahan pengganti daging dari tepung komposit kedelai atau ampas tahu dan gluten dengan penambahan pati yang berbeda (pati ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kentang) terhadap karakteristik fisikokimia bakso kedelai (soyballs). Tepung komposit dibuat dengan cara mencampur tepung kedelai atau tepung ampas tahu dan gluten dengan 6 tingkat perbandingan yaitu : K1 =

80%:20%, K2 = 70%:30%, K3 = 60%:40%, K4 = 80%:20%, K5 = 70%:30%, K6 = 60%:40%,

kemudian dilakukan analisis proksimat dan daya serap air. Hasil analisis diperoleh tepung komposit dari tepung kedelai dan gluten dengan perbandingan 80%:20% dan tepung komposit dari tepung ampas tahu dan gluten dengan perbandingan 60%:40% memiliki kadar protein yang lebih tinggi masing-masing sebesar 18,0280% dan 9,2110% dan daya serap air yang tinggi yaitu masing-masing sebesar 2,8850 g/g dan 3,1615 g/g. Kedua jenis perbandingan ini selanjutnya digunakan sebagai bahan pengganti daging pada pembuatan bakso dengan penambahan bahan pengisi berupa pati ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kentang. Bakso yang dihasilkan dianalisis karakteristik fisiko kimianya meliputi analisis proksimat, warna, kekenyalan, daya mengikat air, rendemen pemasakan dan karakteristik sensori.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan jenis tepung komposit yang digunakan sebagai bahan pengganti daging dan jenis bahan pengisi menghasilkan bakso kedelai dengan mutu yang berbeda. Secara umum komposit tepung kedelai dan gluten menghasilkan bakso dengan kadar protein yang lebih tinggi dari bakso yang terbuat dari komposit tepung ampas tahu dan gluten. Bahan pengisi yang memberikan mutu bakso yang baik adalah pati jagung. Pati jagung baik pada bakso dari tepung kedelai dan tepung ampas tahu dengan gluten dengan bahan pengisi pati jagung memiliki kadar protein dan kadar lemak yang lebih tinggi, rendemen pemasakan dan nilai tekstur yang lebih tinggi dibandingkan bakso dari tepung kedelai dan ampas tahu dengan jenis bahan pengisi pati ubi kayu, ubi jalar, dan kentang.

Kata Kunci : Pati, tepung komposit, gluten, bakso kedelai

ABSTRACT

MHD. REZA PRAMUDYA. The Development of Soyballs Product with Addition of gluten and Cassava, Sweet Potato, Corn, and Potato Starch, supervised by Elisa Julianti and Linda Masniary Lubis.

The aim of this research was toevaluate the effect of a meat substitute soy composite flour or tofu and gluten with the addition of different starch (cassava starch, sweet potato, corn and potatoes) on the physicochemical characteristics of soyballs. Flour composites were made by mixing soy flour or okara flour and gluten with 6 levels of ratio i.e : K1 = 80%: 20%, K2 = 70%: 30%, K3 = 60%: 40%, K4 =

80%: 20 %, K5 = 70%: 30%, K6 = 60%: 40%, and then proximate analysis and water absorption were

analyzed. The results of analysis of composite flour with soy flour and gluten ratio of 80%: 20% and composite flour from okara and gluten flour with a ratio of 60%: 40% had a higher protein content i.e 18,0280% and 9,2110% and a higher water absorption,i.e of 2,8850 g/g and 3,1615 g/g respectively. Both types of comparison were then used as a meat substitute in the manufacture of meatballs with the addition of fillers such as cassava starch, sweet potatoes, corn, and potatoes. The soyballs produces were then analyzed physico-chemically include proximate analysis, color, firmness, water binding power, cooking yield and sensory characteristics.

The results showed that differences in the type of flour composites used as meat substitutes and type of filler produces soy meatballs with different quality. In general, soy flour composite and gluten produced of soyballs had a higher protein content than soyballs made from composite flour tofu and gluten. The filler that provided good quality soyballs was corn. Corn was good on both soyballs from soy flour and tofu with gluten with the filler of corn had higher protein content and fat content, cooking yield and higher texture values than soyballs from soy flour and tofu with filler of cassava, sweet potato, and potato starch. Keywords : Starch, composite flour, gluten, soybean balls

(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari olahan daging sebagai bahan baku utama yang digiling hingga halus, serta dilakukan pencampuran dengan tepung dan bumbu-bumbu, pembentukan adonan menjadi bulatan-bulatan, dan selanjutnya dilakukan perebusan (Koswara, dkk., 2001). Umumnya nama bakso diikuti dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso ikan, bakso ayam, dan bakso daging sapi. Bakso yang terbuat dari daging memiliki rasa yang lezat, bergizi tinggi, dapat disantap pada berbagai waktu dan kondisi serta mudah diterima oleh berbagai kalangan baik usia anak-anak, remaja maupun dewasa. Oleh karena itu bakso dapat dijadikan sebagai salah satu produk pangan sumber protein bagi masyarakat.

Di Indonesia akhir-akhir ini daging menjadi masalah sosial, disamping ketersediaan daging dengan harga yang tinggi sehingga sulit terjangkau, dan bagi kalangan vegetarian daging merupakan produk yang tidak boleh dimakan dengan alasan menyangkut keselamatan kesehatan serta sebagian etnis agama yang melarang mengonsumsi daging. Peningkatan jumlah penderita penyakit jantung koroner yang sering dikaitkan dengan konsumsi asam lemak jenuh yang banyak terdapat pada produk pangan yang bersumber dari daging hewan juga menyebabkan semakin banyak masyarakat yang menghindari konsumsi daging. Oleh karena itu diperlukan diversifikasi pangan dengan mengganti bahan baku daging sebagai sumber protein dari hewani dengan protein yang bersumber dari nabati (Vegetarian, 2007).

(21)

konsentrat yang berasal dari tanaman. Protein yang berasal dari tanaman meskipun umumnya memiliki mutu yang lebih rendah dibandingkan protein hewan, tetapi protein yang berasal dari leguminosa seperti kedelai merupakan sumber protein yang baik. Protein yang terdapat pada kedelai memiliki nilai protein efisiensi rasio (PER) yang dapat disejajarkan dengan protein hewani. Lemak pada kedelai juga memiliki komposisi asam lemak jenuh yang rendah (15%) sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuhnya mencapai 60% berupa asam linoleat dan linolenat yang keduanya diketahui dapat mengurangi resiko jantung dan kanker (Edema, dkk., 2005).

Sumber protein lainya adalah ampas tahu atau yang sering disebut okara yaitu limbah padat yang dihasilkan dari proses penyaringan susu kedelai (Li, dkk., 2012). Grizotto (2010) memperkirakan dari setiap 10 ton kedelai dapat diolah menjadi 7 ton susu kedelai dan akan dihasilkan 2 ton ampas tahu atau okara sebagai produk samping. Ampas tahu masih berpotensi besar untuk diolah menjadi bahan pangan lain, karena ampas tahu masih memiliki nilai gizi dan karakteristik fungsional seperti karakteristik emulsi, busa (foaming) dan pengikatan (binding) yang baik (Su, dkk., 2013), sehingga ampas tahu berpotensi dikembangkan sebagai sumber protein yang murah.

(22)

pengolahan dan penyimpanan serta kualitas produk yang lebih baik dari daging asli (Horan, 1974).

Bahan tambahan lain yang penting dalam pembuatan bakso adalah tepung, pati, air serta lemak atau minyak. Pada umumnya bakso di Indonesia dibuat dengan cara menambahkan pati untuk memperbaiki tekstur dan mengurangi biaya produksi. Pati yang umum digunakan dalam pembuatan bakso adalah tapioka, tetapi dapat juga digantikan dengan pati lainnya seperti pati kentang, pati jagung dan pati sagu.

Bahan tambahan selain daging seperti tepung, pati, protein kedelai, telur, protein susu dan lemak berperan penting dalam memodifikasi karakteristik fungsional dari protein daging, yaitu sebagai pengemulsi, meningkatkan kapasitas pengikatan air dan lemak serta memperbaiki tekstur (El-Magoli, dkk.,1996; Gujral, dkk., 2002). Pati berfungsi sebagai pengikat (binder), penstabil (stabilizer) dan pengental (thickening) (Huda dkk., 2009). Pati juga dapat meningkatkan kekuatan gel dan stabilitas freeze-thaw dari bakso daging (Serdaroglu, dkk., 2005).

Perumusan Masalah

(23)

memenuhi kebutuhan konsumen terutama dari kalangan vegetarian dan konsumen yang membatasi kolesterol dalam dietnya. Disamping itu penggunaan protein nabati juga dapat menjadi solusi terhadap harga daging, ikan dan udang yang tinggi.

Pengembangan bakso kedelai (soyballs) dilakukan dengan memanfaatkan kedelai lokal yang baik untuk mengurangi penggunaan kedelai impor serta memberdayakan kedelai lokal. Pada pembuatan bakso tepung kedelai atau ampas tahu dengan penambahan gluten terigu maka dibutuhkan tambahan bahan pengisi berupa pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung dan pati kentang. Bakso yang dihasilkan diharapkan memiliki kandungan protein yang sama mutunya seperti bakso yang terbuat dari daging dan dapat diterima bagi semua kalangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisikokimia dan fungsional tepung komposit dari tepung kedelai, ampas tahu, dan gluten, serta mempelajari pembuatan bakso kedelai dengan menggunakan tepung komposit dari tepung kedelai, ampas tahu, dan gluten dengan penambahan bahan pengisi berupa pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung dan pati kentang.

Kegunaan Penelitian

(24)

Hipotesa Penelitian

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakso

Bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak yang bergizi tinggi dan banyak digemari masyarakat. Produk olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah sapi, ayam dan ikan sedangkan tepung yang biasanya dipakai yaitu tepung tapioka. Penggunaan daging selain ketiga sumber tersebut, dapat memunculkan suatu peluang usaha yang besar. Bahan pengganti protein yang digunakan dalam pengembangan varian bakso dapat berasal dari kelompok serealia (Kusnadi, dkk., 2011).

Penambahan tepung sebagai filler bakso berguna untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan daya ikat air, menurunkan penyusutan akibat pemasakan dan meningkatkan elastisitas produk. Umumnya tepung yang digunakan adalah tapioka, tetapi bisa digantikan dengan tepung lain seperti tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar memiliki kelebihan yaitu sebagai sumber karbohidrat, serat pangan, betakaroten dan memiliki kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20% (Montolalu, dkk., 2013).

(26)

Kriteria mutu bakso dapat dilihat pada Tabel 1. Kualitas bakso dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pengisi, kadar air, lemak, dan protein bakso (Lukman, 1995). Pandisurya (1983) menyatakan bahwa kadar air bakso dipengaruhi oleh pengikatan antara gugus aktif pada protein dengan gugus aktif yang ada di dalam pati, yang dapat mengakibatkan air tidak dapat diikat oleh protein dan pati sehingga akan keluar pada saat pemanasan dan menyebabkan rendahnya kadar air bakso. Kadar protein bakso dipengaruhi oleh protein berbentuk globular di dalam bakso. Winarno (2008) menyatakan bahwa protein berbentuk globular lebih mudah untuk terdenaturasi saat proses pemanasan dibandingkan protein berbentuk fibriler.

Tabel 1. Kriteria mutu sensoris bakso

Parameter Kriteria Mutu

Penampakan Bentuk bulat, halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan tidak berlendir.

Warna Coklat muda, cerah atau sedikit agak kemerahan atau coklat muda hingga coklat muda sedikit agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang mengganggu.

Aroma Aroma khas daging rebus dominan, tanpa bau masam, basi, busuk, aroma bumbu cukup tajam Rasa Rasa lezat, rasa daging dominan, tidak terdapat rasa

asin yang mengganggu.

Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal, tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.

Sumber : Wibowo (1995)

Kedelai

(27)

Kedelai juga berkhasiat memperlancar saluran pencernaan. Kandungan serat yang terdapat pada kedelai (terutama pada bagian kulit) sangat tinggi (Femina, 2008).

Produk-produk olahan kedelai pada sistem pangan memiliki karakteristik fungsional tertentu yaitu kemampuan membentuk emulsi dan krim, mempengaruhi absorbsi lemak dan air, memperbaiki tekstur, kohesi dan karakteristik lainnya yang berhubungan dengan kandungan protein dan lesitin yang terdapat pada kedelai (Plahar, dkk., 1977). Pada proses pembuatan bakso, daging merupakan penyedia lipoprotein yang berperan dalam proses pembentukan emulsi (Winarno, 2008). Mekanisme terjadinya emulsi pada pembuatan bakso melalui pembentukan matriks antara partikel dan air yang menyelubungi globula-globula lemak. Air bertindak sebagai fase terdispersi dan lipoprotein bertindak sebagai pengemulsi. Sumber lipoprotein dalam pembuatan bakso dapat digantikan oleh protein kedelai, gluten, konsentrat serta isolat protein kedelai yang terlebih dahulu diproses menjadi protein pekar yaitu tepung dari kedelai yang terbuat dari konsentrat protein kedelai dan protein pintal yaitu protein yang terbuat dari isolat protein kedelai (Koswara, 1995).

Komposisi kimia kedelai dalam bentuk biji kering dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan proteinnya yang tinggi membuat kedelai bisa dijadikan makanan alternatif pengganti daging karena harganya yang murah. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai bentuk sehingga dihasilkannya produk-produk yang umum kita jumpa di pasaran yaitu seperti tepung kedelai, susu kedelai, tahu, tempe, bungkil kedelai, minyak kedelai dan protein nabati bertekstur (Healthy-safe, 2013).

(28)

ginjal sehingga terjadi kehilangan kalsium yang meningkat di dalam urin. Protein hewani mempunyai kandungan phosfor dan phosfat yang tinggi yang menyebabkan kehilangan kalsium dari tubuh. Oleh karena itu, diversifikasi pangan dengan protein yang bersumber dari nabati dapat mengurangi kehilangan tersebut (Koswara, 2006).

Tabel 2. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g

Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) 331,0

Protein (g) 34,9

Lemak (g) 18,1

Karbohidrat (g) 34,8

Kalsium (mg) 227,0

Fosfor (mg) 585,0

Besi (mg) 8,0

Vitamin A (SI) 110,0

Vitamin B1 (mg) 1,1

Air (g) 7,5

Sumber : Koswara (1995)

Kedelai juga mampu berperan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan dapat mencegah resiko terkenanya penyakit jantung (Suryanto, 2011). Bagi kalangan vegetarian protein yang sehat dapat diperoleh dari berbagai protein tanaman yang kaya akan asam amino yang lengkap misalnya kedelai (Prmob, 2011).

Ampas Tahu

(29)

Ampas ini biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan sebagian lainnya digunakan oleh beberapa masyarakat perdesaan untuk diolah menjadi bahan pembuat tempe gembus. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu masih cukup tinggi seperti dapat dilihat pada Tabel 3, sehingga sangat memungkinkan ampas tahu diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya (Suhardjo, 1989).

Tabel 3. Perbandingan gizi pada tahu dan ampas tahu per 100 g bahan

Unsur Gizi Kedelai Basah Tahu Ampas Tahu

1 Energi (kal) 382 79 393

2 Air (g) 20 84,8 4,9

3 Protein (g) 30,2 7,8 17,4

4 Lemak (g) 15,6 4,6 5,9

5 Karbohidrat (g) 30,1 1,6 41,3 6 Mineral (g) 4,1 1,2 4,3

7 Kalsium (mg) 196 124 19

8 Fosfor (mg) 506 63 29

9 Zat besi (mg) 6,9 0,8 4

10 Vitamin A (mcg) 29 0 0

11 Vitamin B (mg) 0.93 0.06 0,2 Sumber: Departemen pertanian (2003)

(30)

Gluten

Gluten merupakan campuran bentuk yang tidak beraturan dari protein yang secara alami ada di dalam beberapa serealia atau biji-bijian. Kandungan gluten dapat mencapai 90% dari total protein dalam tepung terigu. Terdapat dua jenis protein yang merangkai gluten, yakni gliadin dan glutein. Makanan yang mengandung gluten kebanyakan adalah makanan yang berbahan dasar gandum. Gluten membuat adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara. Gluten juga dapat digunakan untuk membuat

Terigu berprotein rendah seperti kunci biru mempunyai kadar protein 8 – 9%, dengan sifat gluten yang kurang baik dan cocok untuk membuat kue, biskuit dan kue-kue kering yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Terigu dengan protein sedang seperti segitiga biru berkadar protein 10 – 11%, dihasilkan dari penggilingan campuran gandum soft dan hard dan mempunyai sifat gluten sedang. Tepung dengan protein yang tinggi seperti cakra kembar memiliki kadar protein 11 – 13%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum hard, mempunyai sifat gluten yang ulet dan kuat yang cocok untuk pembuatan roti beragi (Arpah, 1993).

(31)

Jika gluten ditarik maka akan terentang tetapi cenderung untuk kembali ke bentuk semula jika gayanya tidak ada lagi. Ini disebabkan karena molekul-molekul gluten membentuk gulungan sehingga bersifat seperti pegas. Molekul-molekul gluten ini dapat terentang tetapi akan kembali ke posisi semula karena adanya ikatan-ikatan silang pada rantaian protein (Gaman dan Sherrington, 1994). Proses pemisahan pati dan gluten yang utama digunakan adalah proses Martin yang dalam arti luas meliputi penyiapan adonan air tepung dan mencuci pati dari adonan supaya hanya gluten yang seperti karet yang tertinggal (Buckle, dkk., 2009).

Ubi Kayu (Manihot esculenta)

Ubi kayu/singkong (Manihot esculenta) merupakan sejenis tanaman umbi-umbian yang mengandung karbohidrat tinggi dengan kadar amilosa yang rendah dan amilopektin yang tinggi sehingga dapat dijadikan bahan makanan sumber karbohidrat sebagai pengganti beras. Pemanfaatan ubi kayu sebagian besar diolah menjadi produk

setengah jadi berupa pati (tapioka) (Rismayani, 2007). Tapioka mengandung karbohidrat 86,55%, tapioka terdiri dari dua fraksi terlarut amilosa dan fraksi tidak larut amilopektin yang

menyebabkan tapioka lekat saat dipanaskan (Usmiati, 2009, dan Winarno, 2008).

(32)

Tabel 4. Komposisi kimia tapioka per 100 gram

Kandungan Gizi Jumlah (Gram)

Air 11,30

Abu 0,33

Lemak 1,54

Protein 0,60

Pati 84,9

Sumber : Rickard dkk. (1992)

Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot esculenta) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Tapioka mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982). Tapioka adalah pati yang dibuat dari umbi singkong segar yang kemudian dikeringkan serta dihaluskan. Tapioka dibuat secara langsung dari singkong yang masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak kekuning-kuningan dan mempunyai tekstur yang licin dan dengan suhu gelatinisasi 52-64oC (Suprapti, 2005). Tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan bakso. Tapioka dapat mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula, sehingga adonan bakso menjadi lebih besar (Ockerman, 1983).

Ubi Jalar (Ipomea batatas)

(33)
[image:33.595.112.529.354.518.2]

warna batang. Selain itu tepung ubi jalar yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh varietas dan umur panen ubi jalar (Kurnia, 2008). Komponen gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 5.

Perbedaan jenis ubi jalar tidak memberikan perbedaan terhadap suhu gelatinisasi dan kapasitas penyerapan air yang signifikan, namun umumnya suhu gelatinisasipati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan tepungnya. Viskositas puncak tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan patinya, namun kisaran suhu gelatinisasi tepung lebih tinggi karena dipengaruhi oleh granula-granula yang membengkak dan adanya partikel lain (misalnya protein pada permukaan granula) pada tepung (Honestin, 2007).

Tabel 5. Komposisi kimia pati ubi jalar per 100 gram bahan

Kandungan Gizi Jumlah (Gram)

Pati (%) 90

Air (%) 6,57-8,70

Serat (%) 0,17-0,49

Abu (%) 0,09-0,30

Amilosa (%) 30,70-35,73 Amilopektin (%) 51,79-58,74 Rendemen (%) 9,93-17,17 Suhu gelatinisasi (oC) 73,67-80,40 Viskositas (dPa.S) 94,50-115,25 Derajat Keputihan (%) 76,99-80,41 Sumber : Safalina (2004)

(34)

Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain Nusa Tenggara menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Selain mengandung karbohidrat, banyak senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan terkandung didalamnya, antara lain protein, lemak, kalsium (Ca), fosfor (P), vitamin, dan senyawa lainnya (Munarso dan Mudjisihono, 1993).

Pati jagung dapat diperoleh dengan mengekstrak dari biji jagung dengan cara penggilingan biji, pemisahan kulit, perendaman endapan dengan menggunakan natrium metabisulfit, dilakukan pencucian dengan natrium hidroksida dan air, lalu dilakukan pengeringan dan pengayakan (Alam dan Nurhaeni, 2008). Biji jagung mengandung 54,1-71,7% komponen pati dengan kandungan gulanya 2,6-12,0%. Karbohidrat jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah berupa pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi. Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu 1-7µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar (Richana dan Suarni, 2010).

(35)
[image:35.595.114.536.97.214.2]

Tabel 6. Komposisi kimia pati jagung per 100 gram bahan

Komponen Gizi Jumlah (Gram)

Kalori (kkal) 90

Air (g) 24

Karbohidrat (g) 19

Gula (g) 3,2

Protein (g) 3,2

Serat (g) 2,7

Lemak (g) 1,2

Sumber: Suarni, dkk., (2005).

Kentang (Solanum tuberosum L.)

Secara umum kentang terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan warna umbinya, yaitu kentang kuning, kentang putih, dan kentang merah. Sebagai bahan makanan, kentang banyak mengandung karbohidrat, sumber mineral (fosfor, besi, dan kalium), mengandung vitamin B, vitamin C dan sedikit vitamin A sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan penggunaannya (Soelarso, 1997). Kandungan gizi kentang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi kimia pati kentang per 100 gram bahan

Senyawa Komposisi

Pati (%) 79,60

Amilosa (%) 21

Amilopektin (%) 79

Suhu gelatinisasi (oC) 60-65

Viskositas maksimum (BU)2 3000

Swelling Power (%) pada 95 oC 1153

Nitrogen (%) 0,69

Air (%) 19,22

Serat (%) 0,32

Rendemen (%) 3,61

Sumber : Bailliere, dkk., (1952)

[image:35.595.119.516.456.640.2]
(36)

terdapat pada tumbu-tumbuhan yang digunakan sebagai persediaan makanan yang dijumpai di dalam beras, kentang, ubi jalar, dan batang sagu. Pati merupakan butir atau granul yang berwarna putih mengkilap tidak berbau, tidak berasa, umumnya memiliki bentuk dan ukuran yang beraneka ragam tetapi pada umumnya berbentuk bola atau elips (Whistler, dkk., 1984).

(37)

Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik dan disusun oleh unit D-glukopiranosa, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian dan umbi-umbian. Pati ini sendiri tidak memiliki sifat yang sama antara satu dengan yang lainnya tergantung dari panjang rantai karbonnya, lurus atau bercabang (Jane, 1995; Koswara, 2006; Winarno, 2008). Bentuk pati ini sendiri berupa butiran-butiran kecil yang biasa disebut sebagai granula pati. Bentuk dari granula pun bermacam-macam tergantung jenis pati. Pati tersusun dari tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Amilosa merupakan fraksi yang larut dalam air sedangkan amilopektin tidak larut dalam air. Amilosa memiliki struktrur lurus yang dominan dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa (Greenwood dan Munro, 1979; Winarno 2008).

Posisi dari amilosa dan amilopektin berada di dalam suatu cincin dengan jumlah 16 buah pada suatu granula pati. Cincin-cincin granula pati tersebut terdiri dari beberapa lapisan-lapisan yang disebut lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal (Hustiany, 2006). Struktur molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1.

(38)
[image:38.595.115.503.138.413.2]

menentukan besarnya suhu untuk mencapai gelatinisasi. Dalam hal ini kisaran suhu gelatinasi tapioka 68-92oC (Swinkels, 1985; Smith, 1982).

Gambar 1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin (Eliasson, 2004)

(39)

Tabel 8. Karakteristik granula pati.

Sumber Diameter

Kisaran (µm) Rata-rata (µm)

Tapioka 6-36 20

Ubi jalar 15-55 25-50

Jagung 21-96 15

Kentang 15-100 33

Sumber : Fennema (1985)

Tabel 9. Sifat granula beberapa jenis pati

Pati Tipe Diameter Bentuk

Tapioka Umbi-umbian 33 µm Oval, kerucut potong

Ubi Jalar Umbi-umbian 40 µm Bulat, oval

Jagung Biji-bijian 15 µm Melingkar, poligonal

Kentang Umbi-umbian 33 µm Oval, bulat

[image:39.595.107.532.326.440.2]

Sumber : Beynum dan Roels (1985)

Tabel 10. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati Pati

Suhu gelatinisasi koffer (0C)

Suhu pemastaan Brabender

(0C)

“Peak” viskositas Brabender (BU) Daya pembengkakan

pada 950C (BU)

Daya serap air (g/g)

Tapioka 59-64-69 65-70 1200 71 1,38-2,45

Ubi jalar *78,8 *75-90 *1815 *90 *1,5-2,5

Jagung 62-67-72 75-80 700 24 1,57-2,65

Kentang 58-63-68 60-65 3000 1153 1,25-2,36

Sumber : Beynum dan Roels (1985); *Antarlina dan Utomo (1999)

Pati dapat memberikan tekstur, kekentalan dan meningkatkan palatabilitas dari berbagai makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat dan sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa. Perubahan kimiawi dari pati ini dapat menambah kestabilan terhadap keadaan pH yang ekstrim dan pemanasan, kestabilan dari bentuk sol dan gel dari siklus cair-beku, kepekatan dalam media bergula dan kemampuan bergabung dengan bahan makanan yang lain (Buckle, dkk., 2009).

Tepung Komposit

(40)

beberapa jenis tepung dari bahan lain. Tepung komposit terbuat dari bahan sumber karbohidrat (serelia dan umbi-umbian). Tepung campuran (composite flour) yakni tepung campuran dari beberapa jenis tepung (substitusi) untuk dihasilkannya produk dengan sifat fungsional yang serupa dengan bahan dasar produk sebelumnya. Dalam hal ini upaya untuk menekan ketergantungan dari bahan baku sebelumnya (Khudori, 2008).

Kandungan asam lemak jenuh yang terdapat pada daging sebagai bahan baku bakso dapat berpotensi meningkatkan kolesterol di dalam tubuh, salah satu upayanya yaitu dengan mengganti bahan baku bakso dengan campuran tepung (composite flour). Protein yang terdapat pada kedelai memiliki nilai protein efiiensi rasio (PER) yang dapat disejajarkan dengan protein hewani. Penggunaan produk-produk olahan kedelai baik dalam bentuk tepung kedelai, sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen terutama dari kalangan vegetarian dan konsumen yang membatasi kolesterol dalam dietnya (Vegetarian, 2007).

Setiap tepung mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat beragam. Ini dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia patinya. Sifat-sifat ini juga akan mempengaruhi produk makanan yang dihasilkan, mencampur atau mengkombinasikan satu macam tepung dengan tepung lain diharapkan akan menghasilkan produk makanan dengan mutu yang baik, ditinjau dari komposisi maupun penampilan produknya (Haryadi, 1989).

Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Bakso

(41)

digunakan dapat meningkatkan daya mengikat air pada bakso. Daya mengikat air dapat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan. Daging dengan daya mengikat air tinggi menyebabkan rendemen tinggi dan tekstur bakso menjadi baik. Sebaliknya daging dengan daya mengikat air rendah akan menghasilkan rendemen rendah dan teksturnya kurang baik (Sunarlim, 1992). Ockerman (1983) juga menyatakan bahwa peningkatan daya mengikat air pada adonan bakso dipengaruhi dengan semakin banyaknya garam yang digunakan. Hal ini disebabkan karena garam dapat memperluas ruang antar filamen dalam protein miofibril sehingga terjadi pengembangan diameter miofibril.

Gula merupakan istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagi pemanis serta penggunaannya dengan konsentrasi yang kecil 2-3% mampu mempertahankan citarasa dari makanan. Penambahan sukrosa berguna untuk memberikan rasa manis, mengawetkan, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dari bahan olahan karena mampu mengikat air yang terkandung pada bahan pangan sehingga mempunyai sifat sebagai pengawet dan memberikan rasa manis pada bahan pangan (Buckle, dkk., 2009).

(42)

Penambahan es pada pembuatan bakso dapat meningkatkan rendemen, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Hudaya, 2008). Penggunaan es atau air es sangat penting didalam pembentukan bakso, karena suhu dapat dipertahankan tetap rendah sehingga protein daging tidak terdenaturasi akibat gesekan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik. Penggunaan es juga berfungsi menambahkan kandungan air ke dalam adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan (Widyaningsih dan Murtiningsih, 2006).

Penelitian Sebelumnya

Pembuatan bakso dari gluten dan kedelai dengan proporsi gluten : tepung kedelai 70:30 serta penambahan wijen 15%, dihasilkan bakso yang memiliki kadar protein tinggi, cita rasa dan tekstur yang mampu menghasilkan bakso yang dapat diterima oleh konsumen (Rahmadani, 2011). Penelitian lain yang telah dilakukan adalah pengaruh jumlah tepung campuran (tepung tapioka dan tepung kedelai) dan penambahan natrium tripolyphosphate terhadap mutu bakso sapi dengan hasil terbaik yaitu dengan jumlah tepung campuran 40% dan natrium tripolyphosphate 3,0%. Penggunaan tepung campuran dan natrium tripolyphosphate pada pembuatan bakso memberikan hasil yang lebih baik dan diterima oleh konsumen (Sihombing, 2007). Pembuatan bakso sintetis gluten dan tempe dengan perbandingan 80:20 serta dengan penambahan tepung tapioka 10% merupakan perlakuan terbaik, dihasilkan pengaruh nyata terhadap kadar air dan tekstur bakso sintetis. Kadar air produk tersebut 60,41%, protein total 21,59%, protein terlarut

2,89%, kadar pati 15,44%, kadar serat 5,89% dan tekstur 0,28 mm/g.dt (Jariah, dkk., 2011).

(43)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 - Desember 2013 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian warna dengan alat kromameter dan tekstur dengan alat Instron UTM 1140 dilakukan di CV Chemix Pratama, Yogyakarta.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai lokal varietas anjasmoro, ampas tahu yang diperoleh dari metode asam di UKM tahu Brayan, Medan dan gluten kering yang diekstraksi dari tepung terigu cakra kembar, ubi kayu varietas gunting saga, ubi jalar oranye, jagung manis, dan kentang merah varietas desiree yang diolah menjadi pati. Bahan tambahan untuk pembuatan bakso yaitu garam, gula, bawang merah, bawang putih, dan lada yang diperoleh di pasar tradisional.

Reagensia

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah HCl 25%, NaOH 45%, NaOH 0,02 N, NaOH 0,313 N, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 10%, H2SO4 pekat, H2SO4 0,025 N, K2SO4 10%, CuSO4, hexan, glukosa standar, phenol, eter, dan DNS (Dinitrosalisilat).

Alat Penelitian

(44)

blender (mesin giling), pressure cooker, blender (mesin giling), loyang, oven, timbangan, sieve shaker, dan saringan 60 mesh. Peralatan yang digunakan untuk membuat bakso adalah timbangan, food processor, loyang, dan panci pengukusan stainless steel. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi sifat fisika-kimia dan fungsional tepung kedelai, tepung ampas tahu, tepung gluten, pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung dan pati kentang serta bakso adalah timbangan analitik, cawan alamunium, hot plate, water batch, sentrifuge, oven, tanur, soxhlet, desikator, labu kjedhal, instron UTM 1140, kromameter, beban pemberat 35 kg dan peralatan gelas lainnya

Metode Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu: a. Tahap I : Pembuatan tepung kedelai utuh (full fat soy flour), tepung ampas tahu

(okara) dan gluten berbahan dasar tepung terigu. Semua perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan. Parameter mutu tepung kedelai, tepung ampas tahu dan tepung gluten yang dihasilkan dianalisa kadar air (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC, 1995), dan kadar serat kasar dengan metode hidrolisis asam (Apriyantono, dkk., 1989).

(45)

1995) dan kadar karbohidrat (by difference), serta analisa daya serap air dan daya serap minyak (Sathe dan Salunkhe, 1981).

c. Tahap III : Pembuatan tepung komposit dari tepung kedelai, tepung ampas tahu dan tepung gluten dengan perlakuan sebagai berikut :

K1 : Tepung Kedelai : Gluten = 80 : 20 K2 : Tepung Kedelai : Gluten = 70 : 30 K3 : Tepung Kedelai : Gluten = 60 : 40 K4 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 80 : 20 K5 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 70 : 30 K6 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 60 : 40

Setiap perlakuan dibuat dalam 3 ulangan, dan daging tiruan (meat extender) yang dihasilkan kemudian dianalisa kadar air (AOAC, 1995), kadar protein dengan metode Mikro-Kjeldhal (AOAC,1995), kadar lemak (AOAC, 1995), daya serap air (Sathe dan Salunkhe, 1981).

Perbandingan yang menghasilkan tepung komposit kedelai dan gluten dengan karakteristik fisikokimia yang terbaik yang dilihat dari kandungan protein serta daya serap airnya selanjutnya digunakan sebagai bahan pengganti daging pada pembuatan bakso kedelai (soyballs) pada penelitian tahap IV.

(46)

Faktor I : Pengganti daging (M) terdiri dari 2 taraf yaitu : M1 : Tepung komposit kedelai dan gluten M2 : Tepung komposit ampas tahu dan gluten Faktor II : Bahan pengisi (P) terdiri dari 4 taraf yaitu :

P1 : Pati ubi kayu P2 : Pati ubi jalar P3 : Pati jagung P4 : Pati kentang

Perbandingan tepung komposit kedelai dan ampas tahu dengan gluten yang digunakan adalah perbandingan yang terbaik berdasarkan komposisi kimia dan daya serap air yang dihasil dari penelitian Tahap III. Bahan pengisi yang ditambahkan adalah 10% dari jumlah tepung komposit yang digunakan. Semua perlakuan dilakukan dalam 3 kali ulangan. Pembuatan bakso dilakukan dengan cara mencampur tepung komposit kedelai/ampas tahu dan gluten dengan bahan pengisi sesuai dengan perlakuan, kemudian ditambahkan garam 2%, gula 2%, dan 1% bumbu-bumbu berupa bawang merah, bawang putih dan lada serta air dingin pada suhu kamar sebanyak 100 ml. Semua bahan diaduk dengan Food Processor dan kemudian dibentuk menjadi bulatan dengan menggunakan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam air panas bersuhu 100oC selama 15 menit, lalu diangkat dan dimasak kembali dalam air mendidih (80oC) selama 10 menit, dan selanjutnya bakso disimpan selama 3 hari sebelum dianalisa.

(47)

kadar abu (SNI-01-3451-1994), kadar lemak (AOAC, 1995), kadar karbohidrat (by difference), karakteristik fisik meliputi warna dengan kromameter, kekenyalan dengan menggunakan alat instron, daya mengikat air (Hamm dalam Soeparno, 2005), uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dengan uji perbandingan segitiga (triangle test) dan uji hedonik (Soekarto, 1985).

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor K pada taraf ke-i

βj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor K pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

(48)

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung kedelai, tepung ampas tahu, dan tepung gluten

Proses pembuatan tepung kedelai adalah sebagai berikut : biji kedelai disortasi dan dibersihkan, kemudian direndam dalam air selama 6 jam, direbus dengan menggunakan pressure cooker selama 5 menit, kulit dikupas dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 55oC selama 24 jam hingga kadar airnya mencapai 6-8%, biji kedelai kering digiling menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tahap pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Proses pembuatan tepung ampas tahu adalah sebagai berikut : ampas tahu yang masih segar dipress, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pengering pada suhu 550C selama 24 jam, sampai kadar airnya sekitar 14-15% kemudian digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tahap pembuatan tepung ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 3.

Ekstraksi gluten dilakukan dengan cara merendam 1 kg tepung terigu dengan 400 ml air selama 2 jam. Kemudian dilakukan pencucian pati pada air mengalir sampai diperoleh massa gluten yang lengket seperti karet. Gluten yang diperoleh ditiriskan dan kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven suhu 55oC selama 24 jam. Kemudian digiling dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tahap pembuatan tepung gluten dapat dilihat pada Gambar 4.

Proses pembuatan pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung dan pati kentang

(49)

dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ditampung pada wadah pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan di atas endapan dibuang. Lalu pasta ditambahkan air dan dibiarkan mengendap selama 3 jam. Cairan di atas endapan kedua dibuang. Kemudian pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 18 jam. Produk yang telah dikeringkan akan mengeluarkan bunyi gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan pati kasar. Pati kasar ini selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan yang berukuran 80 mesh. Dihasilkan pati dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Tahap pembuatan pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung, dan kentang dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8.

Proses Pembuatan Tepung Komposit

Tepung kedelai, tepung ampas tahu dan tepung gluten yang dihasilkan kemudian dilakukan pencampuran dengan perbandingan:

K1 : Tepung Kedelai : Gluten = 80 : 20 K2 : Tepung Kedelai : Gluten = 70 : 30 K3 : Tepung Kedelai : Gluten = 60 : 40 K4 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 80 : 20 K5 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 70 : 30 K6 : Tepung Ampas Tahu : Gluten = 60 : 40

(50)

Proses Pembuatan bakso kedelai (soyballs)

Pembuatan bakso kedelai (soyballs) dengan menggunakan tepung komposit kedelai, tepung ampas tahu dan gluten sebagai pengganti daging serta penambahan berbagai jenis pati yaitu pati ubi kayu, pati ubi jalar, pati jagung dan pati kentang sebagai pengisi. Perbandingan tepung komposit kedelai atau tepung komposit ampas tahu dengan gluten yang digunakan adalah perbandingan yang terbaik dari hasil penelitian Tahap III. Bahan pengisi yang ditambahkan adalah 10% dari jumlah tepung komposit kedelai/ampas tahu yang digunakan. Semua perlakuan dilakukan dalam 3 kali ulangan. Pembuatan bakso dilakukan dengan cara mencampur tepung komposit kedelai/ampas tahu dan gluten dengan bahan pengisi sesuai dengan perlakuan, kemudian ditambahkan garam 2%, gula 2%, dan 1% bumbu-bumbu berupa bawang merah, bawang putih dan lada serta air dingin pada suhu kamar sebanyak 100 ml. Semua bahan diaduk dengan Food Processor dan kemudian dibentuk menjadi bulatan dengan menggunakan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam air panas bersuhu 100oC selama 15 menit, lalu diangkat dan dimasak kembali dalam air panas (80oC) selama 10 menit, dan selanjutnya bakso disimpan sebelum dianalisa. Tahap pembuatan bakso kedelai (soyballs) dapat dilihat pada Gambar 10.

Pengamatan dan Pengukuran Data

(51)

sifat fungsional meliputi daya serap air. Pada bakso kedelai (soyballs) dilakukan analisa kimia, fisik, dan organoleptik. Bakso kedelai (soyballs) dalam kemasan plastik yang telah disimpan dalam freezer selama 3 hari diamati karakteristik kimia meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, dan kadar karbohidrat, karakteristik fisik meliputi rendemen pemasakan, tekstur, warna, dan daya mengikat air, serta uji organoleptik.

Kadar Air (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 1050C dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 1050C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar Air = Berat sampel awal – Berat sampel akhir Berat sampel awal

x 100%

Kadar Abu (SNI-01-3451-1994)

(52)

berturut-turut lebih kecil dari 0,001 g. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai berikut.

Kadar abu =

(g) sampel bobot

(g) abu bobot

x 100 %

Kadar Serat Kasar (Metode Hidrolisis Asam) (Apriyantono, dkk., 1989)

Sampel sebanyak 2 g bahan kering dipindahkan ke dalam erlenmeyer 600 ml. Ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,255 N mendidih dan ditutup dengan pendingin balik, dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyangkan. Disaring suspensi melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih. Dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Dipindahkan residu secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Disaring melalui kertas saring kering yang diketahui beratnya yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Dicuci kembali residu dengan akuades mendidih dan kemudian dengan 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 110oC selama 1-2 jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan. Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Berat Kertas Saring + Serat (g) – Berat Kertas saring (g)

Serat Kasar (%) = x 100% Berat Sampel Awal (g)

(53)

Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Kadar

(g) Sampel Bobot

(g) Lemak Bobot

Lemak = x 100 %

Kadar Protein (Metode Mikro KjeIdahl) (AOAC, 1995)

(54)

Kadar protein = sampel Bobot 6,25 x 0,014 x N x B) -(A

x 100 %

A = ml NaOH untuk titrasi blanko B = ml NaOH untuk titrasi sampel N = Normalitas NaOH

Kadar Karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat = 100 % – (kadar abu+kadar protein+kadar air+kadar lemak)

Daya serap air dan minyak (Sathe danSalunkhe, 1981)

Sebanyak 1 g pati dilarutkan dalam 10 ml air atau minyak selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu kamar (210C) selama 30 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan dibuang, sampel yang telah menyerap air/minyak ditimbang.

Sampel+Air/Minyak (g) DSA/DSM (g/g) =

Berat sampel (g) Keterangan : DSA : daya serap air

DSM : daya serap minyak

Kadar Pati (Hidrolisis Asam, Apriyantono,dkk., 1989)

(55)

Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan 50 ml alkohol 80 % dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu pati yang terdapat pada kertas saring dicuci sebanyak 5 kali dengan 10 ml ether. Dibiarkan ether menguap dari residu, kemudian cuci kembali dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 ml air dan ditambahkan 20 ml HCl 25%. Kemudian ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan di atas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 1000C. Dibiarkan dingin dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai volume 500 ml sampai ± pH 7. Disaring kembali campuran di atas pada kertas saring, setelah itu ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Setelah persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil 1 ml sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Ditempatkan dalam air mendidih selama 15 menit. Dibiarkan dingin sampai suhu ruang.

(56)

ml DNS kemudian dikocok dan dipanaskan selama 5 menit. Didiamkan selama 30 menit. Selanjutnya intensitas warna yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya (Lampiran 20).

Faktor pengenceran x Kadar gula pereduksi (mg/ml) x 100 % x 0,90 Kadar Pati =

Bobot Sampel (g)

Daya Mengikat Air (Hamm, 1986 dalam Soeparno, 2005)

Analisis daya mengikat air (DMA) berdasarkan penghitungan banyaknya air yang dikeluarkan (mg H2O). Semakin tinggi mg H2O maka DMA semakin rendah. Sampel bakso sebanyak 0,3 g diletakkan di antara dua kertas saring whatman 41 kemudian dipres dengan beban seberat 35 kg selama lima menit. Hasil pengepresan bakso adalah gambar yang menunjukkan area basah. Area basah didapat dengan cara mengurangi luas lingkaran luar dengan luas lingkaran dalam. Banyaknya air yang terikat dalam daging diestimasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

mg H2O =

0,0948

Area Basah (cm2) – 8,0 % H2O = mg H2O

300

x 100%

Warna (Metode Hunter)

(57)

berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b(-) berkisar 0 sampai -70 untuk warna biru (Andarwulan, dkk., 2001).

Rendemen Pemasakan (cooking yield) (Murphy, dkk., 1975)

Rendemen sampel dihitung dengan membandingkan antara berat bakso sebelum dimasak (a). Kemudian dilakukan processing dengan perebusan dengan air mendidih, didinginkan sehingga diperoleh berat akhir setelah dimasak (b). Selanjutnya rendemen dapat dihitung dengan persamaan :

berat akhir (b)

Rendemen Pemasakan = --- x 100% berat awal (a)

Uji Organoleptik

Penilaian dengan uji hedonik

Nilai organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur ditentukan dengan uji hedonik Soekarto (1985). Sampel berupa bakso kedelai (soyballs) yang telah direbus diberikan pada 18 panelis dengan kode berupa 3 angka random. Parameter yang diamati berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Skala nilai hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 11. Format uji organoleptik dengan uji hedonik disajikan pada Lampiran 21.

Tabel 11. Skala nilai hedonik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

(58)

Penilaian warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan uji segitiga

Penilaian organoleptik warna, aroma, rasa, dan tekstur dilakukan dengan uji segitiga (Soekarto, 1985), dengan cara menyajikan 3 contoh bakso yang terdiri dari 2 contoh kembar yaitu contoh bakso kedelai dan 1 contoh pembanding berupa bakso yang terbuat dari daging sapi. Panelis diminta untuk menilai atau mencari contoh yang berbeda diantara ketiga contoh tersebut. Panelis harus menunjukkan satu contoh yang berbeda dengan menuliskan angka 1 dan apabila contoh sama dituliskan angka 0. Format uji organoleptik dengan uji segitiga disajikan pada Lampiran 22. Hasil penilaian panelis ditabulasi untuk menentukan jumlah panelis yang menyatakan berbeda dan jumlah panelis yang menyatakan bahwa bakso kedelai sama dengan reference. Jumlah terkecil dari respon panelis yang tepat untuk menyatakan beda nyata dengan uji segitiga dapat dilihat pada Tabel pada Lampiran 24.

Tekstur (Kekenyalan dan Elastisitas) (Texture Profile)

Alat yang digunakan adalah Instron UTM 1140 dengan dua jen

Gambar

Tabel 5. Komposisi kimia pati ubi jalar per 100 gram bahan
Tabel 7. Komposisi kimia pati kentang per 100 gram bahan
Gambar 1. Struktur molekul amilosa dan amilopektin (Eliasson, 2004)
Tabel 10. Karakteristik gelatinisasi beberapa jenis pati
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA"

421.6 Kegiatan Sekolahan,Dies Natalis,Lustrum 421.61 Perguruan tinggi (PT) 421.7 Kegiatan Pelajar 421.71 Reuni Darmawisata 421.72 Pelajar Teladan 421.73 Resimen

The hy- pothesis that traumatic events increase the risk for major depression, independent of their PTSD effects, would be supported if we found a significantly higher incidence

Secara mikro, asbab al-Nuzul (plural; singularnya: sabab al-nuzul ) didefinisikan oleh para ulama dengan peristiwa-peristiwa yang direspons oleh satu atau lebih

Therefore, this study aimed to analyze and explain how trust influences social capital to encourage collective action in agroforestry development in forest area managed

11 Kombinasi rasa Brownies Zebra tidak menyatu 12 Brownies Zebra tidak memiliki tekstur yang lembut 13 Ukuran brownies tidak sesuai yang diharapkan 14 Tidak terdapat label

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah di lakukan dengan menggunakan uji statistic Kendall Tau diketahui bahwa nilai signifikasi 0,039 ( p>0,05) maka Ha

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny “S” s elama kehamilan trimester III dengan keluhan nyeri punggung, pada persalinan normal secara spontan tidak