• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjaun Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjaun Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN BENTUK HUKUM PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)

DARI PMA MENJADI BUMN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

110200446 FITRI APRILLIANI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN BENTUK HUKUM PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM DARI

PMA MENJADI BUMN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha, SH, M.Hum NIP. 197501122005012002

)

Dosen pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

NIP. 195603291986011001 NIP. 197302202002121001 Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MHDr. MahmulSiregar, SH, M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN BENTUK HUKUM PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)

DARI PMA MENJADI BUMN

Fitri Aprilliani*

Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***

Penanaman modal asing yang berbentuk joint venture menjadi salah satu sumber pembiayaan yang penting bagi wilayah yang sedang berkembang dan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan. Perubahan status PT. Inalum dari perusahaan yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di akibatkan oleh pemutusan kontrak antara pemerintah Indonesia dengan konsorsium perusahaan asal Jepang. Berdasarkan hal tersebut terdapat permasalahn yang diteliti yaitu bagaimana aspek hukum perusahaan penanaman modal patungan (joint venture

company), bagaimana pengaturan Badan Usaha Milik Negara berbentuk perseroan

di Indonesia, bagaimana perubahan bentuk hukum PT. Inalum dari PMA menjadi BUMN.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta dengan mempelajari buku-buku, bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realittas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, dan dengan metode pendekatan yuridis.Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum.

Keberadaan perusahaan penanaman modal patungan yang sebelumnya dilandasi oleh joint venture agreement di dasari pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Oleh karena perusahaan penanaman modal patungan harus berbentuk perseroan terbatas sesuai dengan Pasal 5 angka 2 UUPM maka segala ketentuan dan pengaturan perusahaan mengarah pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. BUMN persero diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan BUMN persero juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaan lainnya. PT. Inalum yang semula sebagian besar sahamnya dimiliki oleh konsorsium perusahaan Jepang yaitu NAA telah menjadi 100% milik pemerintah Indonesia. Hal ini didasari oleh berakhirnya perjanjian induk (master of agreement) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang mengenai pengelolaan PT. Inalum selama 30 tahun. Proses pengambilalihan saham PT. Inalum dilakukan dengan metode share transfer. Akibat hukum dari perubahan bentuk hukum ini yaitu perubahan pengurusan dan pertanggung jawaban di urus oleh direksi dan komisaris dengan mengarah pada ketentuan UUPT dan UU BUMN.

Kata Kunci : Penanaman Modal Asing, Joint Venture, Badan Usaha Milik Negara.

_____________________________

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhana Wa Taala atas

segala karunia-Nya, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan penulisannya.

Alhamdulillah, Allah Subhana Wa Taala telah memberikan kekuatan, kesehatan,

berkat dan rahmat, sehingga penulis pula dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai

dengan waktu yang tepat.

Skripsi ini adalah sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam skripsi ini, penulis

membahas mengenai “Tinjaun Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT. Indonesia

Asahan Aluminium (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN

Saya sungguh berterimakasih kepada banyak orang yang berperan dalam

penulisan Skripsi ini. Karena penulis dapat menyelesaikan penulisan skrpsi ini

atas adanya bimbingan dan bantuan mereka. Baik dalam bentuk material maupun

spiritual serta informasi yang berhubungan dengan penyusunan skripsi ini. Pada

kesempatan inilah penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof Dr. Budiman Ginting SH.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Bapak Syafruddin SH., M.Hum.,DFM., selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

4. Bapak OK Saidin S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

(5)

5. Ibu Winda, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

6. Alm. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H., selaku Dosen Pembimbing I

yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk

serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini

8. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II,

dalam kesibukannya sehari-hari beliau tetap meluangkan waktu bagi

penulis untuk pengarahan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini;

9. Bapak Muhammad Hayat SH., selaku dosen pembimbing akademik

penulis selama mengikuti masa perkuliahan;

10.Bapak dan ibu staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama

mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini;

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga kepada:

1. Orang Tua tercinta : Ayahanda Drs. Busral Manan dan Lely Afnita yang

telah memberikan segenap kasih sayang, perhatian dan bimbingan yang

tulus kepada penulis.

2. Kakak-kakak dan adiktercinta Fitrah Maisarah, Dede Marlina, Khairunnisa

yang telah memberikan kasih sayang yang tulus dan dukungan moril

(6)

3. Silzianni, thank for being my everlasting friend, for your kindness, for

your loyalty and for everything during our friendshi.

4. LOVABLE, Sabilla, Rizky Chairunisa, Dinda, Aina, Azizah, yang telah

menemani semasa perkuliahan dan seterusnya. Semoga persahabatan kita

abadi.

5. WOLVERINE, Natasya, Assyfa, Naomi, Stefani, Azaria, Grace, Andri,

Vito, Zuhdi, Ibnu yang telah mewarnai dari awal hingga akhir masa

perkuliahan.

6. Teman-teman seperjuangan, Aldillah, Fauzan Zaki, Daniel, Edo, Iwang,

Aldo, Pojan, Indra yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan yang dimiliki oleh

penulis.Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang

bersifat membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Akhir kata sebagai makhluk ciptaan-Nya, penulis berserah diri kepada

Allah SWT dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada lagi kekurangan

dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari segi bahasa, penulisan maupun

penyajian materinya. Namun demikian penulis tetap berusaha untuk

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis mengharapkan saran dan kritik

dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 5 Agustus 2015 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II ASPEK HUKUM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PADA PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY) ... 19

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia ... 19

B. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) ... 29

C. Manfaat Penanaman Modal Patungan Bagi Indonesia... 40

D. Aspek Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint Venture Company) ... 43

(8)

2. Bidang Usaha ... 51

3. Persyaratan Kepemilikan Saham Asing ... 53

4. Persyaratan Direktur dan Komisaris dan Penggunaan Tenaga Kerja Asing ... 57

5. Fasilitas Penanaman Modal ... 63

6. Penyelesaian Sengketa ... 65

BAB III PENGATURAN BADAN USAHA MILIK NEGARA BERBENTUK PERSEROAN DI INDONESIA ... 71

A. Pengertian dan Bentuk-Bentuk BUMN ... 71

B. Tujuan BUMN Persero ... 77

C. Organ BUMN Persero ... 80

1. Rapat Umum Pemegang Saham ... 80

2. Dewan Komisaris ... 82

3. Direksi ... 85

D. Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada BUMN ... 93

E. Pembubaran BUMN Perseroan ... 101

BAB IV PERUBAHAN BENTUK HUKUM PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM) DARI PMA MENJADI BUMN ... 104

A. Alasan-Alasan Perubahan Bentuk Hukum dari PMA Menjadi BUMN PT. INALUM ... 104

(9)

C. Penyelesaian Hak dan Kewajiban Badan Hukum

Sebelum Perubahan Bentuk ... 113

D. Akibat Hukum Dari Perubahan Bentuk Hukum PT. INALUM Dari PMA menjadi BUMN ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 124

A. Kesimpulan ... 124

B. Saran ... 125

(10)

ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN BENTUK HUKUM PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)

DARI PMA MENJADI BUMN

Fitri Aprilliani*

Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***

Penanaman modal asing yang berbentuk joint venture menjadi salah satu sumber pembiayaan yang penting bagi wilayah yang sedang berkembang dan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan. Perubahan status PT. Inalum dari perusahaan yang berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di akibatkan oleh pemutusan kontrak antara pemerintah Indonesia dengan konsorsium perusahaan asal Jepang. Berdasarkan hal tersebut terdapat permasalahn yang diteliti yaitu bagaimana aspek hukum perusahaan penanaman modal patungan (joint venture

company), bagaimana pengaturan Badan Usaha Milik Negara berbentuk perseroan

di Indonesia, bagaimana perubahan bentuk hukum PT. Inalum dari PMA menjadi BUMN.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta dengan mempelajari buku-buku, bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realittas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, dan dengan metode pendekatan yuridis.Data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum.

Keberadaan perusahaan penanaman modal patungan yang sebelumnya dilandasi oleh joint venture agreement di dasari pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Oleh karena perusahaan penanaman modal patungan harus berbentuk perseroan terbatas sesuai dengan Pasal 5 angka 2 UUPM maka segala ketentuan dan pengaturan perusahaan mengarah pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. BUMN persero diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan BUMN persero juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaan lainnya. PT. Inalum yang semula sebagian besar sahamnya dimiliki oleh konsorsium perusahaan Jepang yaitu NAA telah menjadi 100% milik pemerintah Indonesia. Hal ini didasari oleh berakhirnya perjanjian induk (master of agreement) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang mengenai pengelolaan PT. Inalum selama 30 tahun. Proses pengambilalihan saham PT. Inalum dilakukan dengan metode share transfer. Akibat hukum dari perubahan bentuk hukum ini yaitu perubahan pengurusan dan pertanggung jawaban di urus oleh direksi dan komisaris dengan mengarah pada ketentuan UUPT dan UU BUMN.

Kata Kunci : Penanaman Modal Asing, Joint Venture, Badan Usaha Milik Negara.

_____________________________

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana

yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang

besar tersebut diperlukan untuk membangun kembali perekonomian Indonesia

yang tertinggal dari negara-negara maju baik yang ada di kawasan regional

maupun kawasan global. Adapun salah satu sumber dana utama guna memenuhi

kebutuhan dana yang cukup besar dalam melaksanakan pembangunan nasional

tersebut diperoleh melalui kegiatan penanaman modal atau investasi. Mengingat

akan begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan

nasional, maka sudah sewajarnya penanaman modal atau investasi mendapat

perhatian khusus dari pemerintah dan menjadi bagian yang penting dalam

penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab dengan adanya kegiatan

penanaman modal atau investasi Indonesia dapat mengolah segala potensi

ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.

Beberapa kendala yang dihadapi pemerintah dalam menghimpun dana

untuk membiayai pembangunan adalah rendahnya tabungan masyarakat

Indonesia. Hal ini mengingat bahwa untuk kelangsungan pembangunan nasional

sangat dibutuhkan banyak dana. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan

(12)

nasional saja. Oleh karena itu untuk menutupi kekurangan dana dalam negeri

tersebut dibutuhkan modal dari luar atau modal asing.1

Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi salah satu sumber pembiayaan

yang penting bagi wilayah yang sedang berkembang dan mampu memberikan

kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan. Sebagai salah satu komponen

aliran modal, PMA dianggap sebagai aliran modal yang relatif stabil

dibandingkan dengan aliran modal lainnya, misalnya investasi portofolio maupun

utang luar negeri. Berbagai kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia

guna untuk mencapai suatu tujuan yaitu menjadikan masyarakat Indonesia

sejahtera, salah satu caranya yaitu dengan investasi (penanaman modal) baik yang

dilakukan oleh investor Domestik maupun investor Asing.

Untuk saat ini penanaman modal asing masih menjadi salah satu alternatif

penting dalam memperoleh dana guna melaksanakan pembangunan ekonomi.

Melalui penanaman modal asing, diharapkan investor tertarik menanamkan modal

tidak saja membawa modal namun juga ilmu pengetahuan dan teknologi, keahlian

dan ketrampilan dalam berbagai bidang termasuk manajemen berorganisasi dana

manajemen pemasaran sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang

terus-menerus serta tidak merugikan kepentingan nasional.

2

Pembangunan instrumen hukum penanaman modal atau investasi di

Indonesia sebenarnya telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu lebih

empat puluh tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman

modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal

1

Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Globalisasi (Malang : Bayumedia, Publishing, 2003),

2

(13)

dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung

pencapaian sasaran pembangunan nasional.

Perkembangan hukum di Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967

tentang Penanaman Modal Asing (UU PMA) dan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) kini tidak

berdiri secara sendir lagi.Pada saat ini pengaturan mengenai penanaman modal

atau investasi telah diatur dalam sebuah undang-undang, yakni Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UUPM)

yang disahkan pada tanggal 26 April 2007.

Pengaturan penanaman modal yang ada dalam UUPMmerupakan hasil

evaluasi terhadap ketentuan penanaman modal yang ada sebelumnya dengan

memperhatikan sikap dan keinginan serta harapan para investor yang ingin

menanamkan modalnya di Indonesia, tentunya dengan tetap memperhatikan

kepentingan nasional di atas kepentingan para penanam modal/investor yang

bersangkutan.3

Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer

of skill yang hanya dapat dicapai melalui masuknya modal asing ke

Indonesia.Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga dalam

Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan Negara

(GBHN) memberikan arahan bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan

berdasarkan asas kemadirian yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri. Sumber

dana dari luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip

3

(14)

peningkatan kemanidirian dalam pelaksanaan pembangunan dan mencegah

keterikatan serta campur tangan asing.4

Untuk menunjang penanaman modal di Indonesia maka pemerintah harus

menciptakan iklim investasi yang baik. Penanaman modal merupakan instrumen

penting bagi pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian

berusaha bagi para penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan

dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di Indonesia. Partisipasi masyarakat

dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara

menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.5

Kerjasama patungan (joint venture) merupakan salah satu sarana untuk

menarik modal asing, namun pelaksanannya masih tergantung pada

negosiasi-negosiasi dari masing-masing peserta, satu dan lain mempunyai kepetingan yang

berbeda. Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan di

antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan.

Persetujuan yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjanjian

yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUHPerdata).6 Kerjasama patungan merupakan kerjasama ideal dan sangat

menguntungkan bagi penanaman modal karena masing-masing pihak mempunyai

kelebihan dan kekurangan yang dapat saling melengkapi.7

4

Jusri Djamal, Aspek-aspek Hukum Penanaman Modal (Jakarta: BKPM, 1981), hlm. 2.

6

Zaeni Asyahadie, Hukum Bisnis (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm. 133.

(15)

Kerja sama patungan yang dilaksanakan di Indonesia diharuskan dalam

bentuk Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia. Jadi, suatu perusahaan penanaman modal asing selain tunduk pada

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,(selanjutnya

disebut UUPT) juga tunduk pada UUPMbeserta seluruh peraturan

pelaksanaannya. Apabila perusahaan tersebut tidak dalam bentuk perseroan

terbatas, maka fasilitas yang diberikan untuk penanaman modal asing yang tidak

berbentuk perseroan terbatas. Hal ini tertuang dalam Pasal 18 UUPM serta adanya

penetapan bidang-bidang usaha yang dinyatakan sama sekali tertutup untuk

penanaman modal asing (negative list), terbuka tetapi harus dengan kerjasama

usaha patungan dengan modal nasional sehingga penanaman modal asing tidak

menjadi penguasa penuh dalam perusahaan tersebut. Salah satu contoh perusahaan

joint venture di Sumatera Utara adalah PT. Indonesia Asahan Aluminium

(INALUM)..

Tanggal 6 Januari 1967 PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)

dibentuk di Jakarta sebagai sebuah perusahaan patungan (joint venture)antara

pemerintah Indonesia dengan Nippon Asahan Aluminium Co.Ltd. (NAA).Inalum

adalah perusahaan yang membangun dan mengoperasikan Proyek Asahan, sesuai

dengan perjanjian induk. Perbandingan saham antara pemerintah Indonesia

dengan Nippon Asahan aluminium Co., Ltd, pada saat perusahaan didirikan

(16)

menjadi 25% dengan 75% dan sejak Juni 1987 menjadi 41,13% dengan 58,87%.

Dan sejak 10 Februari 1998 menjadi 41,12% dengan 58,88%.8

Secara de facto, perubahan status Inalum dari PMA menjadi BUMN

terjadi pada 1 November 2013 sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam

Perjanjian Induk. Pemutusan kontrak antara Pemerintah Indonesia dengan

Konsorsium Perusahaan asal Jepang berlangsung pada 9 Desember 2013, dan

secara de jure Inalum resmi menjadi BUMN pada 19 Desember 2013 setelah

Pemerintah Indonesia mengambil alih saham yang dimiliki pihak konsorsium. PT

INALUM (Persero) resmi menjadi BUMN ke-141 pada tanggal 21 April 2014

sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.9

Pelaksanaan penyesuaian dan perubahan PT. Inalum dari PMA menjadi

BUMN akan disesuaikan dengan kultur dan nilai korporasi PT Inalum, yaitu

memelihara operasional PLTA dan Pabrik Peleburan Aluminium yang aman,

stabil dan berwawasan lingkungan dengan menjamin stabilitas operasional

pembangkit listrik di Siguragura dan Tangga serta fasilitas dan pendukungnya

dalam kondisi baik dan prima, serta mempertahankan dan meningkatkan produksi Pemerintah akan menjadikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)

sebagai badan usaha milik negara (BUMN) persero setelah pengambilalihan

saham Inalum dari pihak Jepang atau PT Nippon Asahan Alumunium. Pada masa

awal pengalihan Inalum tetap berstatus stand alone (berdiri sendiri) dan tidak

diakuisisi atau dikerjasamakan dengan BUMN lain.

(17)

aluminium sesuai dengan mutu yang terbaik dengan mengutamakan keselamatan

kerja dan ramah lingkungan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka

penulis membuat suatu batasan rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana aspek hukum perusahaan penanaman modal patungan (joint

venture company)?

2. Bagaimana pengaturan badan usaha milik negara berbentuk perseroan di

Indonesia?

3. Bagaimana perubahan bentuk hukumPT. Indonesia Asahan Aluminium

(INALUM) dasri PMA menjadi BUMN?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang

berjudul “Tinjauan Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT. INDONESIA

ASAHAN ALUMINIUM (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN,” yaitu:

a. Untuk mengetahui aspek hukum perusahaan penanaman modal patungan

(joint venture).

b. Untuk mengetahui pengaturan badan usaha milik negara yang berbentuk

(18)

c. Untuk mengetahui perubahan bentuk hukum PT INALUM dari PMA

menjadi BUMN.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum, pada saat yang sama temuan dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat setidaknya dalam 2 (dua) hal, yaitu :

a. Manfaat segi teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan di

bidang hukum, khususnya yang berhubungan dengan bentuk-bentuk

perusahaan di dalam hukum perusahaan di Indonesia.

b. Manfaat segi praktis

Penulisan ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,

khususnya para pihak yang terkait dan berkecimpung di dunia perusahaan

Indonesia sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya

pembaharuan hukum ekonomi dalam bidang hukum perusahaan.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT.

Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN”.ini ditulis

dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah

diperoleh. Berdasarkan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara maka tidak ditemukan adanya kesamaan judul . Judul skripsi ini

(19)

Namun, terdapat penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis

Hukum Terhadap Kepemilikan Saham Pemerintah Di Bumn Setelah Privatisai

Bumn Di Indonesia”, pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara oleh

Maria Servia L. Perangin-angin. Rumusan permasalahan dan substansi tesis

tersebut berbeda jauh dengan permasalahan dan substansi yang di bahas dalam

skripsi ini. Judul skripsi ini membahas tentang bagaimana kepemilikan saham

pemerintah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta peran pemerintah

terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia setelah dilakukan

privatisasi. Namun, pada judul skripsi ini membahas tentang bagaimana

perubahan bentuk hukum suatu perusahaan dari Penanaman Modal Asing (PMA)

menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penulisan ini berdasarkan hasil pemikiran para pakar dan praktisi,

referensi, buku-buku, makalah-makalah dan bahan-bahan seminar,media cetak

berupa koran-koran, media elektronik seperti internet, data-data PT. INALUM

serta bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang

jujur , rasional dan terbuka. Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah

karya asli sehingga tulisan ini dapat dipertanggung jawabkan.

E. Tinjauan Pustaka

1. Penanaman modal asing

Penanaman modal asing diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UUPM). Pengertian

(20)

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia

yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.10

Sebelum berlakunya UUPM. Keberadaan penanaman modal asing diatur

dalam suatu ketentuan undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (selanjutnya disebut UUPMA) yang

merupakan undang-undang awal yang mengatur mengenai penanaman modal

asing. Namun, penanaman modal asing yang diatur dalam UUPMhanyalah

meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau

berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan yang digunakan untuk

menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara

langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.11

Berdasarkan uraian di atas maka jelas yang dimaksud dengan penanaman

modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari

luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture),

di mana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar

negeri (foreign capital) sebesar 95% dan modal yang sumbernya berasal dari

dalam negeri (domestic capital) sebesar 5%.12

2. Penanaman modal dalam negeri

Penanaman modal dalam negerimenurutPasal 1 angka 2 UUPM adalah

kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

10

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal 1 angka 1

11

Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal (Malang:Sinar Grafika, 2009), hlm. 30.

12

(21)

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan

menggunakan modal dalam negeri.13

Sama hal nya dengan penanaman modal asing, keberadaan penanaman

modal dalam negeri sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri(selanjutnya disebut UUPMDN).

Namun, UUPMDN ini dinyatakan tidak berlaku lagi dan telah dicabut dengan

UUPM yang baru. Dengan demikian, bahwa yang menjadi payung hukum dari

penanaman investasi di Indonesia saat ini adalah UUPM Nomor 25 Tahun 2007. Yang dimaksud dengan penanam modal

dalam negeri menurut UUPMadalah perseorangan WNI, badan usaha Indonesia,

Negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara RI.

14

Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan pembedaan

pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri,

maka dalam UUPM yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing

maupun penanaman modal dalam negei diatur dalam kesatuan. Pembedaan

penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri masih di lakukan

dalam konteks mengidentifikasi asalnya modal tersebut, apakah berasal dari

sumber dalam negeri atau dari sumber luar negeri, atau berdasarkan pihak yang

melakukan penanaman modal tersebut, apakah investor lokal/domestik atau

investor asing.15

13

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman ModalPasal 1 Angka 2

14

Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 108.

15

(22)

3. Joint Venture Agreement

Joint VentureAgreement merupakan salah satu bentuk kegiatan menanam

modal yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dan penanam modal

asing melalui usaha patungan untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia. Kerja sama antara penanama modal dalam negeri dan penanam modal

asing dituangkan dalam bentuk perjanjian atau kontrak (joint venture agreement).

Joint venture atau usaha patungan ini dikategorikan sebagai kegiatan penanaman

modal asing sebagaimana didefinisikan dalam UUPM.16

Pada umumnya perusahaan patungan dimulai dengan suatu perjanjian

patungan (joint venture agreement). Di mana dalam joint venture agreement

berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan

kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga

ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akan terjadi, dan berakhirnya

perjanjian joint venture. Hubungan-hubungan antar pihak dalam joint venture

diserahkan pada kehendak para pihak yang akan ditetapkan sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang sebenarnya berlaku untuk penafsiran

kontrak.17Landasan pembentuk perusahaan joint venture tersebut adalah joint

venture agreement dan ketentuan umum perjanjian yang diatur dalam

KUHPerdata.18

Joint Venture Agreement di Indonesia tunduk pada ketentuan hukum

perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata.Joint Venture Agreementharus tetap

16

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 100.

17

Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm. 162.

18

(23)

berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Kitab

Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1320, yaitu sebagai berikut:19

a. Para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya.

b. Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

c. Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu.

d. Persetujuan tersebut harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan

dengan hukum, kesusilaan dan ketertiban umum.

Joint venture agreement ini sebenarnya tidak lain merupakan bentuk

perjanjian patungan yang tidak terlepas dari Buku III KUHPerdata Pasal 1319,

yang menyebutkan:

“Semua persetujuan, baik yang memiliki suatu nama khusus, maupun yang

tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan

umum, yang termuat daam bab-bab ini dan bab-bab yang lalu.”

Joint venture Agreement jika ditinjau berdasarkan hukum perjanjian yang

berlaku di Indonesia, sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditentukan

dalam buku ke III KUHPerdata. Diantaranya menyangkut subjek perjanjian, objek

perjanjian, tujuan perjanjian, dan pelaksanaan perjanjian.

4. Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara(selanjutnya disebut UU BUMN).

Undang-undang ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu

Indonesische Berdrijivenwet (Stb Nomor 419 Tahun 1927) sebagaimana telah

19

(24)

beberapa kali di ubah dan di tambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1955, Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan

Negara dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 Tentang

Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi undang-undang. Ketiga undang-undang tersebut

dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi yang kemudian diganti dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003. Undang-Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal

19 Juni 2003.20

Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung

yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Bentuk BUMN terdiri atas:21

a. Perusahaan perseroan yang selanjutnya disebut persero adalah BUMN

yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham

yang seluruhnya atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara

Republik Indonesia.

b. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS adalah

organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan

memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau

komisaris.

c. Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut perum adalah BUMN yang

seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang

bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau

20

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 169.

21

(25)

jasa yang bermutu tinggi sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan

prinsip pengelolaan perusahaan.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis

normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder itu

meliputi:

1. Jenis dan sifat penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis-normatif.22

2. Data penelitian

Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan

yng berkaitan dengan penanaman modal asing, kerjasama patungan, BUMN, dan

pemilikan saham asing dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka

penanaman modal asing. Penelitian ini bertujuan menemukan landasan hukum

yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perusahaan

Indonesia dan hukum penanaman modal di Indonesia.Untuk menunjang

keakuratan dalam penelitian, peneliti juga melakukan studi pada PT Inalum untuk

hasil penelitian yang lebih mendalam, serta wawancara kepada narasumber yang

merupakan ahli dalam hukum perusahaan.

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:23

22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 9-10.

23

(26)

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai

kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara laim,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,

Undang no 40 Tahun 2000 tentang Perseroan Terbatas,

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,

Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 tentang Pemilikan Saham

Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal

Asing.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan

mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku,

makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, internet, data-data yang

diperoleh dari PT. Inalum dan bahan-bahan yang behubungan dengan

perubahan bentuk perusahaan dan kepemilikan saham asing dalam

perusahaan penanaman modal kerja sama patungan.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka

penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara.24

24

Ibid., hlm. 24.

Studi kepustakaan

yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis buku-buku, surat kabar,

makalah ilmiah, majalah, internet, data-data yang diperoleh dari PT. Inalum,

peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan

(27)

4. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas

dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.25

G. Sistematika Penulisan

Metode kualitatif

dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskripstif analistis, yaitu

data-data yang akan diteliti dan dipelajari sebagian sesuatu yang utuh.

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perubahan Bentuk Hukum PT.

Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Dari PMA Menjadi BUMN”,

sistematika penulisannya adalah terdapat beberapa bab, dimana pada bab I akan

membahas tentang Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan

pustaka, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab II membahas tentang aspek hukum perusahaan Penanaman Modal

Asing pada Perusahaan Patungan (Joint Venture Company). Pada bab ini

digambarkan secara umum tentang sejarah penanaman modal di Indonesia,

pengertian dan dasar hukum penanaman modal patungan, manfaat penanaman

modal patungan, dan aspek hukum perusahaan penanaman modal patungan pada

perusahaan patungan.

25

(28)

Dilanjutkan ke bab III tentang pengaturan Badan Usaha Milik Negara

berbentuk Perseroan Terbatas. Pada bab ini diuraikan dengan jelas mengenai

pengertian dan bentuk-bentuk BUMN, tujuan BUMNPersero, organ

BUMNPersero, tata kelola perusahaan yang baik pada BUMN, dan pembubaran

BUMNPersero.

Lalu masuk pada inti permasalahan pada skripsi ini. Di bab IV akan

membahas tentang perubahan bentuk hukum PT. INALUM dari Penanaman

Modal Asing menjadi Badan Usaha Milik Negara. Pada bab ini diuraikan secara

mendalam mengenai alasan-alasan perubahan bentuk hukum PT. INALUM,

mekanisme perubahan bentuk hukum, penyelesaian hak dan kewajiban badan

hukum, akibat hukum dari perubahan bentuk hukum PT. INALUM.

Bagian bab terakhir, yaitu bab V atau bab penutupan akan membahas

tentang kesimpulan yang didapatkan dari penelitian yang telah dilakukan dan

merangkumkannya secara keseluruhan. Lalu setelah didapat kesimpulan, maka

ada beberapa saran dari penulis agar terjadi perbaikan terhadap hasil penelitian

(29)

BAB II

ASPEK HUKUM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PADA

PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY)

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia

1. Masa Orde Lama (1949-1967)

Penanaman modal asing dan domestik diIndonesia telah mengalami

perubahan dari waktu ke waktu.Pemerintah telah memberikan perhatian secara

khusus bahkan dimulai sebelum orde baru. Pada tahap awal, pengaturan mengenai

penanaman modal ini mengalami hambatan, yaitu adanya anggapan masyarakat

bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri justru akan memperhambat

pertumbuhan ekonomi rakyat karena akan memeras bangsa dan sumber-sumber

kekayaan alam Indonesia.

Ketika kembali ke negara kesatuan RI pada tahun 1950 dan

memberlakukan Undang-Undang Dasar 1950, mulailah dilakukan evaluasi

terhadap peranan penanam modal asing di Indonesia pada waktu yang lalu. Hasil

dari evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:26

a. Peranan penanaman modal asing selama ini tidak mampu meningkatkan

kesejahteraan bangsa Indonesia yang pada saat itu pendapatan per

kapitanya hanya mencapai US$50 dengan tingkat buta huruf 90%.

b. Modal asing selama ini hanya menimbulkan distorsi terhadap

perekonomian Indonesia.

26

(30)

c. Penanaman modal selama ini terlalu membatasi pengusaha Indonesia pada

industri kecil dan kerajinan saja.

d. Modal asing selama ini mengecualikan bangsa Indonesia dari kegiatan

bisnis di bidang perdagangan, keuangan, dan pengangkutan.

Kebijakan tersebut mengalami kegagalan, di mana kebijakan tersebut tidak

dapat mengangkat kaum pribumi secara keseluruhan, tetapi hanya

menguntungkan sebagian masyarakat karena praktik korupsi dan nepotisme. Di

samping itu juga, banyak muncul perusahaan-perusahaan “Ali Baba” munculnya

golongan menengah baru yang diharapkan tidak tercapai, terjadinya in-efisiensi

secara administratif, tidak berkembangnya kemampuan bisnis pengusaha pribumi

serta gagalnya alih teknologi. 27

a. Pengurangan pajak impor.

Pada tahun 1958 ditetapkan Undang-Undang di bidang penanaman modal

guna mengundang partisipasi modal asing dalam mempercepat akselerasi

pembangunan. Dalam Undang-Undang tersebut ditawarkan insentif bagi investor,

yaitu:

b. Pengecualian atas pajak meterai (stamp duties).

c. Pencegahan pajak ganda.

d. Jaminan atas pengalihan keuntungan dan modal.

e. Jaminan tidak akan dilakukan nasionalisasi selama jangka waktu 20-30

tahun.

27

(31)

Sementara itu, kewajiban yang dibebankan kepada investor hanya meliputi

kewajiban mendidik dan mempekerjakan tenaga kerja lokal serta sedikit mungkin

menggunakan tenaga kerja asing.

Pada tahun 1961, Presiden Soekarno memberlakukan Undang-Undang

Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan

Nasional pimpinan Mr. Moh Yamin, yang isinya membedakan antara

proyek-proyek yang dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Kebijakan ini bergantung pada modal asing karena substansinya

menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh warga negara Indonesia

diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor

asing.Kebijakan ini berakibat terjadinya penyitaan dan pengambilalihan aset-aset

asing di Indonesia yang terus berlangsung sampai tahun 1965 yang merugikan

investor asing.Akibatnya perekonomian nasional menjadi merosot dan

kemisikinan merajalela sehingga menciptakan situasi kondusif bagi kaum

komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30SPKI yang akhirnya

ditumpas dan melahirkan era orde baru.28

Dalam usaha pengaturan penanaman modal asing, pemerintah Orde Lama

untuk pertama kalinya membuat rancangan undang-undang penanaman modal

asing ( RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk

kedua kalinya pada masa Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUUPMA

ditolak oleh parlemen. Kemudian barulah pada tahun 1958 pada masa kabinet

Karya, pemerintah bersama-bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

28

(32)

mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing Nomor 78 Tahun 1958,

kemudian dalam perjalanannya diperbaharui dengan Undang-undang Nmor 15

Tahun 1960 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor

16 Tahun 1965 serta diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967.

2. Masa Orde Baru (1967-1998)

Momentum awal mengalirnya arus penanaman modal di Indonesia dimulai

pada masa Orde Baru.Masa ini ditandai dengan telah diundangkannya UUPMA

dan diangkatnya Suharto menjadi Presiden pada tanggal 11 Maret 1967

menggantikan Sukarno serta diundangkannya UUPMDN.Keberadaan kedua

undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan domestik

untuk menanamkan modalnya di Indonesia.Sejak saat itu angka penanaman modal

asing di dalam negeri menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama

diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, kegiatan

penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu:29

a. Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk

pengganti import, dan

b. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan,

dan kehutanan.

Memasuki dua belas tahun pertama (1967-1979), terdapat keterbatasan

dalam kegiatan penanaman modal asing, yaitu realisasi investasi cukup rendah

(sekitar 42%) nilai investasi per kapita cukup rendah (US$ 1.80) dan terjadinya

kecendrungan penurunan investasi dari tahun 1975-1979 yang disebabkan

29

(33)

faktor buruknya implementasi ketentuan-ketentuan di bidang penanaman modal,

lamanya birokrasi dalam rangka memperoleh izin penanaman modal asing yang

ditawarkan oleh pemerintah.30

Strategi yang digunakan dalam menarik investasi asing yang terdapat

dalam UUPMDN adalahdengan menawarkan berbagai bentuk intensif salah

satunya intensif dibidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday dan fasilitas

serta jaminan-jaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari

kegiatan para investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dangan

kepentingan nasional.Bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan yang dikenal

dengan tax holiday adalah:31

a. Pembebasan atas pajak perseroan bagi proyek-proyek prioriyas untuk

jangka waktu tertentu.

b. Pembebasan atas pajak dividen untuk suatu jangka waktu tertentu.

c. Pembebasan atas pajak meterai.

d. Allowance atas investasi yang dipotong setiap tahun atas keuntungan

sebelum pajak yang berlau untuk empat tahun pertama.

e. Kerugian yang dapat dikompensasikan.

f. Penyusutan yang diperepat atas aset tetap.

g. Bentuk-bentuk privilege lain di bidang perpajakan apabila dipandang

kegiatan investasi itu sangat penting.

h. Pembebasan pajak impor atas aset tetap seperti mesin, peralatan dan suku

cadang yang diperlukan untuk kepentingsn operasional.

30

Ibid., hlm. 45.

(34)

i. Pembebasan atas pajak kekayaan.

Seiring dengan perkembangannya ternyata intensif dalam bidang tax

holiday ini tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya dihapuskan

berdasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 karena

intensif dibidang tax holiday ini memakan biaya awal yang harus dikeluarkan

terlalu besar dan rantai birokrasi yang terlalu panjang sehingga dirasakan

memberatkan investor asing.

Selain itu, keputusan sidang kabinet tahun 1974 menetapkan

kebijakan-kebijakan dalam upaya menarik investor, yaitu:32

a. Memperkenalkan pengelolaan perusahaan oleh personil asing.

b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang

dikehendaki.

c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi, kecuali dalam

keadaan-keadaan khusus dan kompensasi yang layak, efektif, dan segera.

Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi pada masa Orde Baru khususnya

pada era 1980-an telah melonjakkan arus investasi swasta di Indonesia.

Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapan restriksi oleh

pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi

yang merata kepada ketentuan-ketentuan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan

dan kroni-kroninya.

Menurut J.A. Winters, kesalahan kebijakan liberalisasi pemerintahan Orde

Baru adalah

32

(35)

a. deregulasi perbankan 1998,

b. paket deregulasi 1995,

c. paket deregulasi dibidang tekstil, bubur kayu, kayu lapis, dan elektonok,

d. tinggi tingkat bunga SBI yang mencapai rata-rata diatas 10%; dan

e. biaya ekonomi tinggi.

Kesalahan tersebut menimbulkan keadaan sebagai berikut:

a. Bank Indonesia kehilangan kendali atas sistem moneter di Indonesia.

b. Pihak swasta dan modalnya menggantikan peran negara sebagai pengatur

ekonomi mikro.

c. Beban utang negara besar sehingga kejutan-kejutan sekecil apa pun

ataupun pelarian modal dapat berakibat fatal.

d. Liberalisasi yang dilakukan setengah-setengah hanya menguntungkan

segelintir orang yang mengontrol modal.33

3. Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998- sekarang)

Keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada saat terjadinya

krisis ekonomi global yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter pada tahun

1997.Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung

jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga perekonomian Indonesia.Krisis

tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis

kepercayaan.Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite

politik dan elite politik orde baru disebabkan oleh perilaku yang kurang

bertanggung jawab tadi telah mengakibatkan kerugian amat besar pada

33

(36)

masyarakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggeregoti dunia dan

administrasi bisnis. Dalam kondisi demikian, banyak investor yang lari dari

Indonesia ke negara-negara lain.

Krisis tersebut telah memberikan pelajaran yang cukuk berharga bagi

bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk melakukan perubahan di mana

ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan reformasi

menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan akan lebih berkeadilam, andal,

dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena lambannya pemulihan ekonomi

sebagai akibat kinerja investasi yang buruk yang disebabkan sejumlah

permasalahn yang mengganggu pada setiap tahapan penyelenggaraan.Kegiatan

tersebut menyebabkan lesunya kegiatan investasi baru yang memengaruhi daya

saing produk Indonesia di pasar dalam negeri maupun luar negeri.34

Kemudian pada masa reformasi arus investasi ke Indonesia mengalami

penurunan. Hal ini dapat diketahui dari sedikitnya jumlah investasi yang

masuk.Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan negatif investasi

asing.Kemudian, tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan

terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun 2003.Defisit FDI

tahun 2002 tercatat sebesar US$ 1,5 miliar. Dibandingkan dengan negara-negara

Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) lainnya, aliran investasi yang

masuk ke Indonesia sangat minim, sedangkan negara lain masih menikmati aliran

investasi asing yang positif kendati terimbas krisis. Thailand misalnya, setelah

krisis yang melanda negara ini, sekarang dibanjiri oleh investasi asing dari

34

(37)

perusahaan multinasional, seperti otomotif dan elektronika. Honda, Nissan, Isuzu,

Ford, dan berbagai perusahaan lain yang menjadikan Thailand sebagai basis

industrinya di ASEAN.35

Upaya pemerintah dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono

untuk menarik modal asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia yaitu Presiden

mengeluarkan undang-undang mengenai penanaman modal, yang baru karena

dirasa undang-undang penanaman modal yang lama tidak dapat menarik penanam Terjadinya krisis tersebut telah memberikan sebuah pelajaan yang sangat

berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk berubah

di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan

reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan dapat membawa

Indonesia keluar dari keterpurukannya.

Diperlukannya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal

dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal yang

dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional.

Dengan kata lain, kebijaksanaan penanaman modal baik asing maupun dalam

negeri, ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa kegiatan penanaman modal harus

dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur

perekonomian nasional. Dengan kata lain, adanya berbagai pengaturan terhadap

penanaman modal tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberi peluang yang

lebih luas kepada para penanam modal dalam melaksanakan kegiatannya melalui

dukungan iklim penanaman modal yang kondusif.

35

(38)

modal. Lahirnya UUPM yang baru memang sangat diperlukan.Ini adalah titik

baru pertumbuhan penanaman modal di Indonesia. Alasannya adalah sejak krisis

ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 hingga saat ini pertumbuhan

penanaman modal langsung, terutama dari luar negeri masih relatif sangat rendah

jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis yang

sama pada waktu itu. Jika Indonesia tidak berhasil menarik penanam modal asing,

pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang lebih tinggi dari pada sekarang ini

sekitar 6,5% tidak akan tercapai. Indonesia juga membutuhkan modal asing untuk

alih teknologi dan pengetahuan lainnya dan untuk mendukung upaya peningkatan

ekspor.36

Isinya UUPM ini telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi,

seperti persoalan pelayanan, koordinasi,fasilitas, hak dan kewajiaban investor,

ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki investor dalam

menjalankan bisnisnya. Disamping itu untuk mendukung kelancaran penanaman

modal dalam memacu pertumbuhan penanaman modal, khususnya modal asing ke

Indonesia telah pula dilakukan berbagai deregulasi di bidang keuangan,

perhubungan, dan perdagangan, serta perindustrian di antaranya diperbolehkannya

pemilikan saham oleh pihak asing, pengaturan tata niaga, peningkatan efisiensi

dalam perhubungan laut, khususnya dalam penetapan pelabuhan bebas, bea

masuk, pembentukan kawasan berikat, maupun industri, kebijaksanaan moneter,

peningkatan iklim investasi dan pasar modal, perbaikan prasarana fisik, dan

peningkatan promosi penanaman modal.

36

(39)

B. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint

Venture Company)

1. Pengertian Joint Venture

Pelaksanaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di

Indonesia tidak hanya dilakukan seperti yang telah ditetapkan dalam ketentuan

dalam Pasal 1 angka 3 UUPM, khususnya yang berkenaan dengan penanaman

modal asing yakni tidak hanya dilakukan dalam bentuk direct invesment akan

tetapi pula dalam bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture).

Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan suatu usaha sangatlah

dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal,

dimana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia

baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting.

Namun dalam UUPM tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman

modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman

modal dilakukan dalam bentuk joint venture.37

Join ventureadalah salah satu bentuk kerja sama antara modal asing

dengan modal nasional. Kerjasama ini tidak membentuk suatu badan hukum yang

baru sehingga kerja sama ini bersifat kontraktuil. Dalam kerja sama ini sifatnya

tidak mencari untung belaka melainkan juga untuk memberikan pengalaman kerja

bagi pihak nasional.38

37

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 83.

38

(40)

Istilah joint venture dalamkehidupan masyarakat selalu dipergunakan

untuk menunjukkan sebuah kerjasama dalam bidang-bidang tertentu yang

melibatkan pihak asing didalamnya. Dengan bahasa lainjoint venture sering

diistilahkan dengan sebutan "patungan". Sedangkan di kalangan pemerintah istilah

joint venture adalah suatu istilah yang diberikan secara khusus untuk suatu bentuk

kerjasama tertentu antara pemilik modal nasional (swasta atau Perusahaan

Negara) dan pemilik modal asing.

Sunarjati Hartono, menegaskan bahwa istilah yang diberikan oleh

pemerintah ini tidak cukup memadai, hal ini dikarenakan bahwa di Indonesia

tidak dapat ditunjukkan suatu perbedaan yang principal antara direct investment

dan portfolio investment, demikian pula tidak ada perbedaan yang tajam antara

direct investment kredit, atau antara kontrak karya dengan joint venture, sekalipun

rumusan yuridisnya memberi kesan seakan-akan terdapat perbedaan yang besar

dan principal baik dalam UUPMA, maupun dalam Undang-undang Nomor 11

Tahun 1970 tentang Perubahan dan tambahan UUPMA, tidak dijumpai adanya

batasan secara hukum apa yang dimaksud denganjoint venture tersebut. Karena

itu para pakar tidak mempunyai kesamaan pandangan tentang apa sesungguhnya

yang dimaksud dengan joint venture ini. 39

Sunaryati Hartono mengatakanJoint venture adalah setiap usaha bersama

antara modal Indonesia dan modal asing, baik yang merupakan usaha bersama

antara swasta dengan swasta, pemerintah dengan swasta, ataupun pemerintah

dengan pemerintah.Sementara itu Ismail berpandangan bahwa sebenarnya joint

39

(41)

venture hanya merupakan satudiantara tiga bentuk kerjasama penanaman modal

dalam kerangka UUPM.bentuk kerjasama yang lain adalahJoint enterprise dan

Kontrak Karya. Menurutnya:

a. Kerjasama dalam bentuk joint venturedalam hal mana para pihak tidak

membentuk suatu badan hukum, yakni badan Indonesia.

b. Kerjasama dalam bentuk joint enterprise dalam hal mana para pihak

bersamasama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional)

membentuk badan Indonesia.

c. Kerjasama dalam bentuk Kontrak Karya, dalam hal mana pihak asing

membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia dengan

modal asing ini yang menjadi pihak dalam perjanjian yang bersangkutan

mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia lainnya. 40

Joint venture dapat diadakan untuk tujuan-tujuan suatu kegiatan terbatas

atau suatu transaksi, tetapi dapat juga digunakan sebagai suatu bentuk hubungan

yang lama di antara para pihak. Di dalam bisnis internasional, istilah joint venture

digunakan untuk berbagai macam perjanjian antara lain perjanjian produksi

bersama (coproduction agreement), perjanjian bagi hasil (license agreement), dan

kontrak manajemen (management contract).41

Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan

dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakakn sebagai berikut:42

a. Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang

dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang

40

Ibid., hlm. 6. 41

Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm.161.

42

(42)

bersangkutan paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya suatu

perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan

skala produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara

kerja atau metode kerja baru. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan

(diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar

negeri dengan cara pembayaran dalam bentuk royalties, yakni pembayaran

sejumlah uang tertentu yang dapat diambil dari penjualan produksi

perusahaan yang bersangkutan.

b. Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerja sama yang

digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak

memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti

Coca-Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, dan Kentucky Fried

Chicken.

c. Managemet Contract: suatu bentuk usaha kerja sma antara pihak modal

asing dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya

dalam hal pengelolaan manajemen pihak modal asing terhadap suatu

perusahaan nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan

maupun pengelolaan hotel yang bertaraf Internasional oleh pihak

Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri sepert Hilton Internasional

Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan Hyatt.

d. Build, Operation, and Transfer (B.O.T): suatu bentuk kerja sama yang

relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupaka suatu kerja sama

(43)

dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik

asli.43

Joint venture sendiri memiliki ciri dan karateristik sendiri. Karateristik

joint venture yang pertama adalah masing-masing pihak menjadi pemegang

saham dari suatu perusahaan yang didirikan untuk suatu aktifitas ekonomi

tertentu, sesuai dengan proporsi yang disepakati. Biasanya investor asing menjasi

pemegang saham mayoritas. Kedudukan sebagai pemegang saham mayoritas dan

minoritas, selain menentukan besarnya deviden yang diterima, juga

mempengaruhi formasi yang ditempati dalam dewan komisaris dan dewan direksi.

Karateristik yang kedua dari joint venture adalah pemegang saham

mayoritas yang biasanya berbentuk perusahaan asing menjadi induk perusahaan

dari perusahaan joint venture yang didirikan tersebut. Perusahaan joint venture

biasanya akan memproduksi barang-barang yang sama kwalitasnya dengan

barang-barang induk perusahaannya di luar negeri. Oleh karena itu dalam

perjanjian joint venture dicantumkan bahwa perusahaan asing tersebut wajib

melakukan ahli tekonologi kepada perusahaan joint venture, sehingga perusahaan

joint venture dapat memproduksi barang yang sama kwalitasnya.

Karateristik yang ketiga, dengan adanya ahli teknologi tersebut, kedua

pihak harus menjaga rahasia dagang atau trade secret dalam rangka ahli

teknologi. Selanjutnya para pihak tidak boleh bekerja sama dengan pihak lain

43

(44)

untuk membuka perusahaan joint venture yang lain yang memproduksi

barang-barang yang sama atau yang bersaing di Indonesia.44

2. Dasar hukum Joint Venture

Berbicara mengenai penanaman modal asing berarti terkait dengan dua

atau lebih sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh investor dan hukum

Indonesia yang dianut oleh pemodal nasional. Untuk itu, perlu dipahami mengenai

aspek-aspek hukum dalam kerjasama usaha yang dilakukan dalam penanaman

modal asing.

Ketentuan mengenai kerjasama patungan ini tidak dicantumkan dalam

UUPM. Namun didalam Pasal 1 angka 3 UUPM dinyatakan bahwa:

“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk

melaksanakan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan

oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing

sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam

negeri”.

Berdarkan Pasal 5 ayat(2)dan (3) UUPM secara langsung mengatur

mengenai kerja sama antara modal asing dengan modal nasional yaitu:

a. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas

berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara

Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

44

(45)

b. Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman

modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:

1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas

2) Membeli saham

3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Kerjasama patungan yang diatur dalam UUPM adalah Equity Joint

Venture.45

Pengaturan pemerintah dalam hal penetapan bentuk kerja sama patungan

(joint venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam

penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui Instruksi Presidium Kabinet

36/U/IN/1967 yang di tetapkan dalam bentuk usaha kerja sama usaha

campuran(joint enterpris)

Hal ini pada dasarnya bahwa ketika investor asing akan menanamkan

modalnya di Indonesia wajib berbentuk perseroan terbatas badan hukum

Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Pada prakteknya pelaksanaan

penanaman modal asing melalui usaha patungan yang diatur berdasarkan UUPM

tersebut masih kurang batasannya, sehingga memberikan celah bagi penguasaan

dan pengusahaan penuh oleh pihak asing melalui jalan kerjasama patungan.

46

Gejala peningkatan kerja sama penanaman modal di Indonesia semakin

ditingkatkan setelah pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada 22 Januari

1974 yang berkaitan dengan dengan masalah kerja sama penanaman modal asing yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja

sama patungan (joint venture).

45

Ridwan Khairandy, Kompetensi Absolut Dalam Penyelesaian Sengketa di Perusahaan Joint Venture,Hukum Bisnis, Volume 26, No. 4, 2007, hlm. 43.

46

(46)

dengan modal nasional Indonesia. Adapun kebijaksanaa tersebut menyangkut dua

hal yaitu:47

a. Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal

antara modal asing dengan modal nasional.

b. Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal.

Secara umum, aspek hukum dari kerja sama usaha dalam rangka kegiatan

penanaman modal asing di Indonesia berkaitan dengan keabsahan perjanjian kerja

sama tersebut. Dasar pokok pengaturan kerjasama patungan antar modal asing

dengan modal nasional adalah hukum kontrak/perjanjian kontrak yang diatur

dalam rangka kerjasama patungan denga modal asing yang menyangkut transaksi

ekonomi yang diatur menurut prinsip dan norma-norma dalam Hukum Dagang

dan Hukum Perdata. Hal ini disebabkan bahwa bentuk kerja sama usaha tersebut

dalam lapangan hukum perdata termasuk dalam bagian hukum perikatan,

sehingga keabsahannya harus di uji berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata,

disamping beberapa ketentuan perundang-undangan khusus lain yang

mengaturnya. Untuk menilai keabsahan perjanjian kerja sama yang dapat

dilakukan dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal asing di

Indonesia, ketentuan pokoknya dapat dilihat dalam Buku III KUHPerdata tentang

perikatan.

Walaupun bentuk kerja sama patungan (joint venture) dalam rangka

menjalankan kegiatan penanaman modal asing tersebut tidak diatur secara khusus

dalam KUHPerdata, namun keabsahannya tetap didasarkan pada Pasal 1338

47

(47)

KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak (partij autonomy). Sebagai

batasan terhadap asas kebebasan berkontrak adalah tidak bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata)

secara sah (Pasal 1320 KUHPerdata). Pasal 1320 KUHPerdata menentukan

adanya empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:48

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.

b. Kecakapan bertindak dalam hukum.

c. Adanya hal tertentu.

d. Adanya suatu sebab yang halal.

Disamping persyaratan yang ditentukan dalam Buku III KUHPerdata

untuk suatu perjanjian kerjasama. Persyaratan lain yang ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan bidang penanaman modal, termasuk konvensi Internasional

yang berkaitan dengan kontrak-kontrak internasional dan penanaman modal asing,

yang merupakan aspek hukum perdata internasional. Persyaratan aspek hukum

perdata internasioanl bagi keabsahan perjanjian kerjasama disebabkan bahwa

suatu kontrak kerjasama juga membawa dampak kepada pengaturan dan

hubungan hukum antar para pohak dari segi hukum perdata internasioanl, karena

didalamnya terkait unsur asing. Untuk adanya kepastian hukum, apa yang

diperjanjikan dalam hubungan kerjasama itu harus dituangkan dalam perjanjian

kerjasama tersebut.

Dasar hukum lain dari bentuk kerjasama patungan ini berkaitan dengan

konsekuensi atau akibat hukumnya bagi para pihak. Dalam kerjasama patungan

48

(48)

ini akan semakin nyata bila dihadapkan dengan penggabungan usaha dalam

bentuk merger atau fusi. Penggabungan sedemikian ini selalu dibarengi oleh

timbulnya PT Baru, sedangkan perseroan-perseroan yang lama serentak

menghentikan eksistensinya.49

Pengaturan lain yang diterapkan pemerintah Indonesia dalam hal

pelaksanaan usaha kerjasama patungan (joint venture) antara penanaman modal

asing dan penanaman modal nasional, yakni dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan

Penanaman Modal Asing yang diterapkan pemerintah pada 16 April 1992.50

“Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa kepemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, da

Referensi

Dokumen terkait

Data merupakan representasi dari 3 (tiga) eksperimen yang berbeda dengan hasil yang konsisten dan masing-masing eksperimen dilakukan dengan 3(tiga)x replikasi. Pada gambar

- Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai denga n agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab..

(1)Rencana Kerja Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo Tahun 2014, yang selanjutnya disebut RENJA KECAMATAN KOTAANYAR adalah dokumen perencanaan resmi SKPD di

Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Informasi Publik ini sebagai acuan mengenai ruang lingkup, tanggungjawab dan wewenang Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Muhamad Rio Rifaldy.. yan dimasud #usa a#ena emanasanan.. Me*odanya adalah es*#asi.. Kafein, Senyawa Bermamfaat atau.

Minuman fungsioal ekstrak kulit kayu manis dan kelopak rosella yang disukai adalah perlakuan ekstrak kulit kayu manis 50% dan kelopak rosella 50% dengan

Implementasi Model Pembelajaran Listening Team dalam meningkatkan hasil Belajar Akidah Akhlak ...29. Lokasi dan Subjek

Karakteristik peralatan Jenis peralatan yang di gunakan pada pengolahan limbah medis padat maupun cair pada puskesmas di Kabupaten Kupang. Menanykan kepada responden