• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komparatif Tentang Pendekatan Komunikasi dan Pembangunan a) Indonesia, b) Kawasan Asia, c) Asia Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komparatif Tentang Pendekatan Komunikasi dan Pembangunan a) Indonesia, b) Kawasan Asia, c) Asia Tenggara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPARATIF TENTANG PENDEKATAN KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN

a) Indonesia, b) Kawasan Asia, c) Asia Tenggara

Fenni Khairifa

Abstract: Community and development in South East Asia region and Indonesia are

signs of a success in a development which show progess in all aspects, including economy, social, and culture. This is where development communication becomes important. Not only to tell people what the government has done, but also to influence people to participate in the process of development. The appropriate development communication can establish a non-centralized and communicative development.

Keywords: market authorities, passionate capitalism, libidonomics capitalism

PENDAHULUAN

Komunikasi pembangunan merupakan istilah yang diambil dari development communication, yang secara orisinal istilah tersebut mengacu kepada jaringan komunikasi berlandaskan teknologi (technology development based communication network) yang tanpa memperhatikan pesan dan isi, cenderung menciptakan suasana yang cocok untuk pembangunan disebabkan oleh ciri-cirinya yang melekat pada sebuah konsep. Di mana komunikasi pembangunan akan membangkitkan suasana psikis suatu kegiatan ekonomi dan produktivitas yang terjadi (Onong 1997: 9).

Selain itu ada istilah yang khusus dirancang bagi terselenggaranya komunikasi untuk mendukung suatu program pembangunan tertentu yang dikenal dengan “komunikasi

penunjang pembangunan” atau development support communication. Dari kedua istilah tersebut jelas bahwa komunikasi pembangunan menunjukkan penjabaran yang lebih luas dibandingkan dengan komunikasi penunjang pembangunan.

Komunikasi pembangunan dapat berlangsung walaupun tanpa komunikasi penunjang pembangunan. Demikian pula sebaliknya, komunikasi penunjang pembangunan walaupun pengertiannya lebih sempit tetapi dapat berlangsung efektif dalam suasana yang terbatas tanpa komunikasi pembangunan sekalipun.

Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan komunikasi pembangunan dan komunikasi penunjang pembangunan dalam kaitannya dengan komunikasi dan pembangunan (Onong 1997: 84).

Komunikasi Pembangunan Komunikasi Penunjang Pembangunan

1. Pada umumnya diterapkan pada entitas nasional atau makro.

2. Secara fungsional tidak terarah dan samar-samar.

3. Terbuka dan persuasif.

4. Demi dampaknya ciri-ciri yang melekat pada teknologi.

5. Terbatas pada media berlandaskan teknologi, yakni media massa.

6. Jelas-jelas hierarki dari atas ke bawah. 7. Penelitian teramat problematik keragaman

variabel kesulitan akses dan kontrol, akibatnya amat kekurangan penelitian. 8. Telah kehilangan kredibilitas

bertahun-tahun.

1. Pada umumnya diterapkan pada entitas makro atau lokal.

2. Secara fungsional, terarah berkaitan dengan efek dan terorientasi kepada tujuan.

3. Terikat pada waktu dan berbentuk kampanye.

4. Berorientasi pada pesan secara hati-hati menciptakan isinya.

5. Menggunakan media berlandaskan seluruh lapangan kebudayaan.

6. Selalu interaktif dan partisipatif.

7. Penelitian mudah, variabel-variabel dapat diisolasi, dikontrol, diukur akibatnya volume besar penelitian. 8. telah memperoleh kredibilitas dilakukan secara luas

(2)

PEMBAHASAN

Komunikasi dan Pembangunan

Dalam mengkaji komunikasi dan pembangunan ada pemikiran yang menarik dari seorang ilmuwan Eropa, Jan Servaes. Ia menyatakan padanya tiga model komunikasi dan pembangunan, yaitu: difusi inovasi (konsep Learner dan Schramm), determinism technology (teknologi yang memecahkan masalah) dan dependensi.

Selanjutnya Jan Sarvaes mencatat perubahan-perubahan besar dalam pemikirannya tentang pembangunan dan komunikasi yang meliputi:

1. Dari pendekatan positivis–instrumentalis yang terutama menggunakan indikator-indikator kuantiviabel, menuju kepada pendirian yang lebih normatif, yang membangun metode yang kualitatif dan strukturalis.

2. Dari perspektif normal, di mana pembangu-nan didefinisikan dalam istilah-istilah tujuan universal yang bisa dipadukan dengan model prediktif, menuju kepada dimensi yang lebih substansif di mana pembangunan mencakup perubahan kemasyarakatan yang sifatnya kurang dapat diramalkan.

3. Pergeseran pemahaman dari yang kebarat-baratan atau etnosentrisme kepada yang kontekstual dan polisentris.

4. Perubahan dari endogenisme melalui eksogenisme kepada globalisme.

5. Pergeseran dari kerangka atau acuan yang amat nasional melalui perspektif internasional kepada tingkatan analisis yang berbaur dan terpadu.

6. Pergeseran dari pendekatan yang terutama ekonomis kepada pendekatan yang lebih universal dan interdisipliner.

7. Pendekatan-pendekatan dari yang terpilah-pilah kepada yang menyeluruh dan lebih berorientasi kepada masalah.

8. Dari strategi yang integrationistis–reformistis melalui pilihan-pilihan yang revolusioner. (Onong, 1997: 85)

Dengan pendapatnya ini ia memper-kokoh apa yang dinyatakan oleh pakar bahwa paradigma komunikasi dan pembangunan selama tiga dekade terakhir mengalami pembaharuan. Di mana komunikasi yang pada hakikatnya adalah proses sosial dan proses psikis yang menyangkut

banyak manusia yang satu sama lain saling berbeda kepentingan dan berbeda pula antara masyarakat sebagai kumpulan manusia itu dengan pihak penguasa. Sementara keinginan penguasa dalam melaksanakan pembangunan sering kali tidak ditunjang oleh masyarakat dikarenakan dua kepentingan yang berbeda tersebut.

Salah satu contoh adanya kepentingan yang berbeda dan sering berdampak pada perselisihan dikedua pihak adalah dalam soal tanah yang terkena proyek jalan. Penguasa/ pemerintah dalam hal ini menginginkan ganti rugi yang serendah-rendahnya, di lain pihak masyarakat sendiri sebagai penjual, jangankan memenuhi keinginannya akan harga yang semahal-mahalnya, harga yang memadai yang berlaku umum saja tidak pernah dikabulkan oleh pemerintah. Dalam situasi ini apa daya rakyat dalam menghadapi pemerintah sebagai penguasa pembangunan memang berlangsung tetapi sikap dalam bentuk perasaan prihatin dan menyesal pada masyarakat yang menjadi korban mencekam pada hatinya.

Jika hal ini terjadi, maka di satu pihak pembangunan merupakan pemecahan masalah melenyapkan keterbelakangan, memajukan ekonomi, memperlancar industri dan sebagainya. Tetapi di lain pihak menimbulkan masalah baru yaitu frustasi pada sebagian rakyat. Jadi bukan pemecahan masalah melainkan pemindahan masalah, dan masalah baru ini, apabila tidak terpantau secara seksama bisa meningkat menjadi masalah yang fatal.

Dengan demikian maka dalam pelaksanaan pembangunan atau komunikasi penunjang pembangunan, atau apapun istilahnya yang penting adalah tujuan komunikasi itu sendiri harus selaras dan sesuai dalam arti yang sebenar-benarnya. Sebagaimana tujuan komunikasi mengubah sikap opini dan perilaku, maka apabila komunikasi berlangsung dalam kegiatan pembangunan akan terjadi perubahan yang tidak sekedar perubahan sikap, pendapat atau perilaku individu atau kelompok, melainkan terjadi perubahan masyarakat atau perubahan sosial.

(3)

orientasi pembangunan dan komunikasi diubah. Orientasi pembangunan dan komunikasi pengawasan secara vertikal (dari atas ke bawah) hendaknya menjadi pengawasan secara horizontal (menyamping dan dari bawah ke atas), yang mengandalkan media massa (komunikasi satu arah) menjadi mengandalkan pelayanan antarpribadi (komunikasi dua dan banyak arah). Orientasi propaganda menjadi orientasi pelayanan, pembangunan berdasarkan sosialisasi palsu diubah menjadi pembangunan berdasarkan partisipasi, orientasi teknis/ekonomis menjadi orientasi kebutuhan dan hak manusia, tujuan indentitas integritas dan kesatuan nasional menjadi tujuan identitas dan solidaritas subnasional (kepentingan etnis dan kelompok). Kemudian pembangunan yang diberi ciri arahan cultural dan artistc (kadang-kadang sensor) hendaknya diubah menjadi pembangunan yang diberi ciri kreativitas kultural dan artistc (kadang-kadang oposisi) pembangunan yang berorientasi jawaban menjadi pembangunan yang berorientasikan permasalahan atau pertanyaan, pembangunan yang berorientasikan produk diubah menjadi pembangunan yang berorientasi-kan proses.

Saran dari Voight dan Hanneman itu untuk menjadikan orientasi pembangunan dan komunikasi dapat terealisasi pembangunan dan komunikasi yang tidak tersentralisasi, linier dengan proses yang terisolasi, tetapi merefleksikan difusi partisipasi dan kebergantungan yang menyeluruh (Onong, 1997: 25-27).

1. Situasi Demografi

Dewasa ini banyak bangsa yang melakukan pembangunan pertanian tidak hanya dengan memperluas areal pertanian juga meningkatkan produksi, pupuk, benih unggul, obat-obatan. Teknologi pertanian telah dipergunakan secara luas di dunia tahun 1960-an telah didengungkan sebagai revolusi kajian sekurang-kurangnya 27 negara dalam revolusi tersebut. Di Indonesia telah dinyatakan sejak tahun 1968-1969. Kemudian muncul pertanyaan apakah kini relevansinya untuk memajukan antara penduduk dan masalah program? Hal ini dijawab dengan kenyataan bahwa setiap bangsa dewasa ini tidak hanya berkehendak mencegah terjadinya kelaparan massal, dan bahaya kelaparan yang dahsyat melainkan juga berjuang untuk penyediaan pangan yang memadai bagi seluruh rakyat. Masalah itu lebih dirasakan oleh

negara-negara yang berencana untuk mencapai tingkat hidup yang lebih tinggi daripada yang dicapai sekarang.

Sebagai salah satu contoh masalah kebutuhan pangan yang sangat krusial diperdebatkan oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu dalam mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan pangan di suatu negara. Pada dasarnya penyediaan pangan di setiap negara dapat berasal dari produksi domestik, namun akibat kurangnya peran aktif untuk memajukan pembangunan di sektor pertanian menyebabkan pengadaan pangan harus dilakukan dengan cara mengimpor dari negara lain. Hal ini disebabkan pertambahan penduduk dengan pembangunan produksi pangan tidak seimbang.

Sebagai contoh lain yang dapat diambil adalah situasi pangan yang tersedia di negara Indonesia yang penyebaran penduduknya tidak merata dan banyak daerahnya yang terpisah-pisah, sehingga menimbulkan kekurangan di suatu tempat dan berlebih di tempat lain. Dengan upaya komunikasi pembangunan dapat terselenggara pemenuhan kebutuhan pangan dengan mengalokasikan sebahagian kelebihan di suatu daerah ke daerah yang lain.

2. Pengaruh Teknologi Elektronik terhadap Komunikasi Pembangunan

Pengaruh media massa terhadap kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan sangatlah besar, dan yang paling menonjol dampaknya terhadapnya penduduk adalah media massa yang sifatnya elektronik yang berkembang sangat pesat. Media elektronik sebagai produk dari revolusi elektronika telah memanipulasikan keinginan khalayak, tetapi tidak menciptakan cara-cara untuk memperoleh-nya. Informasikan yang disebarkan dilancarkan dari atas ke bawah, dari kaum elit kepada khalayak, dari kota ke desa, dari yang sudah berkembang kepada yang sedang berkembang. Akibatnya menurut para ahli komunikasi menimbulkan “Revolusi meningkatnya frustasi” (Onong, 1997: 92).

(4)

Sebaliknya dampak positif dari media elektronik sangatlah banyak sekali tinggal bagaimana kita mengantisipasi pemanfaatan media ini dari pejalan kaki sampai bisa terbang tinggi sekali. Berita terkini terdekteksi sejak dini, mulai bangun pagi sampai tidur lagi. Keinginan maupun obsesi tak masalah lagi semua dapat terpenuhi dengan teknologi yang canggih hari ini. Pengaruh teknologi elektronik terhadap komunikasi pembangunan memang hebat sekali.

3. Komunikasi Menurut Pendekatan Islam Perspektif Islam dalam komunikasi adalah penekanan terhadap nilai sosial, religius dan budaya dengan penelitian partisipatoris. Asal mula penelitian ini merupakan salah satu aspek dari komunikasi antar personal yang merupakan bagian yang paling terikat kondisi sosio-religio-budaya dalam teori komunikasi.

Dalam Al quran maupun Hadist telah menempatkan prinsip-prinsip dasar dan metode komunikasi sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat tersebut:

1. “…dan berkatalah kamu kepada manusia dengan cara yang baik…” (QS. 2: 83).

2. “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan” (QS. 2: 263).

3. “Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya” (QS. 4: 159).

4. “Hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak lakukan? Amat besar murka Allah apabila kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu uacapkan” (QS…).

5. “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkir balikkan fakta dengan lidahnya seperti sekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya” (Al-hadist) (Jurnal Komunikasi 1993: 17).

Manakala prinsip komunikasi seperti ini dapat terwujud maka akan membantu memelihara dan memperkuat perdamaian dan harmoni terhadap bangunan sosial yang merupakan bagian dari peradaban. Pembangunan segala bidang akan sterilizer dalam memenuhi tujuan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan memberikan petunjuk dan penyesuaian yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan situasi dan kondisi masyarakat.

Dengan demikian komunikasi berperan dalam menghasilkan pembangunan seperti yang diharapkan.

Komunikasi Pembangunan di Indonesia Perbedaan dan pasti berbeda komunikasi pembangunan di Indonesia dengan komunikasi pembangunan di negara-negara lain, karena subyek dan obyek yang terlibat dalam komunikasi pembangunan itu memang berbeda. Ini disebabkan oleh kekhasan dalam tujuan negara, sistem pemerintahan, latar belakang kebudayaan, pandangan hidup bangsa dan nilai yang melekat pada rakyat, yakni rakyat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.

Sebuah pertanyaan yang mengedepan, komunikasi pembangunan yang bagaimanakah yang harus dilancarkan di Indonesia? Dalam menjawab pertanyaan ini tidak mudah, tetapi harus ditemukan identitas yang membedakannya dengan komunikasi pembangunan di negara-negara lain. Untuk menyatukan persepsi tentang makna pembangunan ada baiknya jika mengacu pada makna yang dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat yang tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang menegaskan bahwa:

“Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan ini tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan sebagainya, atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa keadilan dan sebagainya, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya; bahwa pembangunan itu merata di seluruh tanah air; bahwa bukan hanya untuk sesuatu golongan atau sebahagian dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan kita” (Onong, 1997: 89).

(5)

Komunikasi pembangunan adalah proses penyebarab pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat (Onong 1997).

Ciri khas pembangunan di Indonesia adalah penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan aspek kepuasan batiniah yang tidak terdapat pada pengertian pembangunan di negara-negara lain. Faktor keselarasan tersebut secara implisit mengandung makna keserasian dan keseimbangan. Penegasan bahwa keselarasan antara keserasian dan keseimbangan menjadi ciri khas pengertian pembangunan di Indonesia karena aspek-aspek lainnya bersifat universal dan berlaku di mana-mana.

Komunikasi Pembangunan di Kawasan Asia Dewasa ini banyak orang asing banyak mempelajari ilmu dan apa saja yang datangnya dari negara yang satu ini. Salah satu super power negara di Asia yaitu Jepang. Kita mau mengambil satu perbandingan ini dalam ragka melihat keberhasilan bangsa Jepang yang sejak kalah perang tetap menang pada masa damai, demikian ungkapan yang sering dilekatkan pada bangsa Jepang.

Pada dasarnya bangsa Jepang memiliki kepribadian yang mantap dan padu. Hal ini dapat terbentuk berkat politik isolasi selama 250 tahun Koshogunan, Tokugawa. Selama masa pengasingan diri terebut bangsa Jepang relatif tertutup dari berbagai pengaruh luar sehingga kontak antara budaya yang terjadi terbatas di antara suku-suku yang berdiam di kepulauan Jepang. Dalam melakukan hubungan bisnis orang Jepang banyak aspek budaya Jepang yang mesti diperhatikan. Menurut Robert Christoper (1984) dalam The Japanese Mind, para manajer yang hendak ditempatkan atau berbisnis di Jepang harus memahami aspek budaya Jepang mulai dari bahasa, sistem nilai yang melatarbelakangi perilaku mereka, tradisi, dan aspek-aspek budaya lainnya. Lebih lanjut Christoper mengatakan bahwa logika dan nilai bagi kebanyakan bangsa lain.

Ada tujuh kerangka landasan untuk memahami keberhasilan pembangunan dan komunikasi:

1. Kompleksitas Bahasa

Bahasa Jepang dikenal begitu rumit sehingga sering dinamakan bahasa Jin. Orang Jepang tidak terbiasa berbicara dengan bahasa yang terang dan langsung, kata yang digunakan seringkali bermakna ganda.

2. Homogenitas Ras dan Budaya

Orang Jepang tergolong paling homogen di dunia. Itulah sebabnya orang Jepang dapat melakukan westernisasi tanpa mengubah kepribadian yang menjadi jiwa Jepang yang khas.

3. Menjunjung Harmoni

Orang mengagungkan konsensus sebagai cara terbaik menyelesaikan berbagai masalah. Mereka cenderung menghindari konfrontasi terbuka.

4. Sikap Ekslusif

Orang Jepang memiliki in-group feeling yang sangat kuat sehingga cenderung ekslusif. Satu-satunya cara untuk dapat diterima secara penuh adalah dilahirkan dalam masyarakat Jepang.

5. Kuatnya Ikatan Kelompok

Peran kelompok dalam masyarakat Jepang begitu menonjol karena itu kebanggaan keterikatan, loyalitas dan tanggung jawab terhadap kelompok dari keluarga hingga negara begitu besar.

6. Komitmen Kesejahteraan

Orientasi dan komitmen terbesar orang Jepang adalah pada kesejahteraan masyarakat ketimbang kepada ideologi atau agama. 7. Rasa Superioritas

Walaupun bersedia mengimpor gagasan, institusi, pengetahuan dan teknologi asing umumnya orang Jepang (khususnya generasi tua) kurang berminat melakukan kontak langsung dengan orang asing (Deddy 1996: 205).

(6)

Pembangunan Pertanian di Jepang

Bertambahnya tingkat produktivitas sektor pertanian di Jepang terutama disebabkan oleh semakin meluasnya penggunaan teknik yang lebih sempurna oleh sebagian besar petani di negara tersebut. Orang Jepang telah lama menyadari bahwa tanah gunung berapi itu tidak menguntungkan bila ditanami padi, akan tetapi hasil padi di negara itu lebih tinggi daripada di negara manapun yang makanan pokoknya beras.

Tanpa pertambahan luas tanah yang berarti yang dapat diolah (bahkan dengan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian) pada tahun 1920 Jepang telah dapat menghasilkan bahan makanan hampir 2 kali lipat produksi yang dicapai pada tahun 1980. Pembentukan modal terjadi karena naiknya produktivitas pertanian dan tabungan paksa (Komaruddin 1980: 86).

Penggunaan pupuk, perbaikan jenis padi dan penyempurnaan teknologi seringkali disebut sebagai 3 buah faktor yang menjadi penyebab utama keberhasilan Jepang dalam pertanian. Pupuk buatan dipergunakan sangat minimum sebelum kenaikan produksi terjadi, pupuk baru dimanfaatkan secara luas ketika muncul gejala-gejala ketandusan tanah lama sesudah terjadi kenaikan daya produksi tahap awal. Impor dan produksi pupuk buatan masih belum terjadi sebelum Perang Dunia Pertama. Pupuk alamlah yang sangat banyak disebarkan di atas alam tersebut. Dengan demikian hasil produksi pertanian naik selama sebelum pertumbuhan ekonomi modern yang didorong oleh penemuan-penemuan teknologi dan pertambahan luas tanah, akan tetapi jumlah penduduk pun bertambah, maka kenaikan produksi pertanian itu hendak dihabiskannya, akan tetapi karena masa transisi yang diperlukan negara Jepang itu lebih singkat dari pada masa transisi negara-negara Eropa Barat (yaitu masa transisi dari periode pendapatan subsistem hingga awal pertumbuhan ekonomi modern), maka perekonomian Jepang menunjukkan kemajuan (Komaruddin 1985: 125).

Komunikasi dan Pembangunan di Kawasan Asia Tenggara

Lompatan besar dalam bidang teknologi komunikasi informasi dan transportasi membuat intensitas dan frekuensi kontak antarnegara baik secara langsung maupun menggunakan media massa semakin tinggi. Ketinggalan dunia ketiga yang hari ini yang diibaratkan sebagai

negara-negara yang satu perahu dengan negara-negara-negara-negara maju tidak memikirkan ketinggalan itu akan menjadikan negara-negara tersebut terisolir. Hal ini dimungkinkan karena komunikasi hari ini telah menjadi salah satu media yang dapat mempersatukan seluruh bangsa dan negara.

Untuk memahami interaksi antarbangsa kita harus memahami komunikasi manusia yang berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung yang akhirnya apa yang k i t a p e r bua t d ap at me mp e n g a ru hi d an memaksimalkan hasil-hasil kerja yang dimaksud.

Rasa saling bergantung di seluruh dunia tidak lagi ada manfaatnya karena kita berbicara satu sama lain dalam satu wadah yaitu dunia y a n g me n j a d i j e mb a t a n e s e n sia l b a g i terselenggaranya satu pemerintahan negara. Rasa ketakutan negara-negara dunia ketika akan dapat dimaklumi karena hiburan murah dan iklan yang berani yang dapat dicurahkan kepada bangsa mereka oleh kapitalis besar pemilik satelit akan sangat mempengaruhi pola pikir bangsa yang akhirnya akan menimbulkan frustasi bangsa yang berkembang tersebut. Konfrontasi tidak akan mendatangkan manfaat kepada siapapun kecuali secara emosional, tetapi konfrontasi ini telah membayang-bayang pemikiran dan perencanaan komunikasi interkultural. Untuk itulah negara-negara berkembang di dalam mengendalikan komunikasi berarti mengendalikan apa yang bakal terjadi pada budaya mereka.

Perekonomian di Asia Tenggara

Sebagaimana diketahui banyak cara untuk melukiskan keadaan ekonomi suatu negara atau benua tetapi pada pokoknya semua cara bertujuan untuk memberi gambaran tentang tingkat kebahagiaan, kesejahteraan penduduk yang berdiam di daerah itu. Penduduk bisa merasa bahagia, sejahtera, jika terhindar dari bahaya kematian pada usia muda dan berusia panjang. Sudah barang tentu umur panjang itu berarti pula dalam keadaan kesehatan dan cukup terdidik berbarengan dengan ini termasuk anggapan bahwa penduduk tidak menderita karena gejala pengangguran yang abnormal dan hasil produksi terbagi merata antarpenduduk secara menyeluruh sehingga dapat memenuhi secara memadai segala kebutuhan akan pangan, sandang, perumahan, wisata dan sebagainya.

(7)

bahwa dengan tingkat kemakmuran yang lebih tinggi akan lebih mudah terpenuhi walaupun kita sadari bahwa kemakmuran tidak identik dengan kebahagiaan dan kesejahteraan, namun perlu diingat bahwa pada umumnya seseorang akan merasa lebih bahagia jika lebih banyak kebutuhan yang dapat dipenuhi. Oleh karena itu orang lebih cenderung untuk menampilkan segi kemakmuran penduduk jika membahas keadaan ekonomi suatu negara atau daerah. Bidang ekonomi mencakup seluruh proses produksi, distribusi dan konsumsi yang dilakukan penduduk daerah itu, hasil produksi barang dan jasa yang dilakukan pada kurun waktu tertentu oleh penduduk suatu negara disebut hasil produksi nasional dan jika dinyatakan dalam satuan uang disebut juga pendapatan nasional negara yang bersangkutan.

Walapun merupakan alat yang tidak sempurna dan kurang memuaskan hingga sekarang masih sering digunakan sebagai ukuran tingkat kemakmuran suatu negara pendapatan rata-rata negara itu yang diperoleh sebagai hasil pendapatan nasional dengan jumlah penduduk di negara itu, itu juga yang kita gunakan sebagai ukuran keadaan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara (Said Rusli, dkk. 1981: 18).

Pada dewasa ini Asia Tengara sebagai satuan geopolitik merupakan daerah yang rendah pendapatan rata-ratanya.

Tingkat kemakmuran atau pendapatan rata-rata yang rendah di Asia Tenggara dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi dan sosial, sebagaimana kita ketahui tingkat kemakmuran berhubungan erat dengan hasil produksi barang dan jasa di negara yang bersangkutan. Hasil produksi ini merupakan resultan dari keadaan dan sumber alam, angkatan kerja, tingkat teknologi, dan besarnya modal yang tersedia walaupun tidak semua negara Asia Tenggara sama keadaan sumber-sumber alamnya namun dapat dikatakan bahwa bukan faktor ini yang menekan hasil produksi nasional di kawasan itu. Biasanya kekurangan modal dikemukakan sebagai salah satu faktor penghalang usaha pembangunan dengan pendapatan yang rendah yang kita lihat tadi di negara-negara Asia Tenggara. Negara-negara Asia Tenggara mengahadapi kesulitan untuk membentuk modal dalam jumlah yang berarti untuk meningkatkan investasi demi kenaikan hasil nasional dan tingkat kemakmuran. Sudah menjadi suatu hukum ekonomi bahwa

pendapatan rendah hanya memungkinkan hasrat untuk menabung dan jumlah tabungan rendah. Oleh karena sebagian besar dari pendapatan digunakan untuk tujuan konsumtif, dengan demikian harus tabungan yang disalurkan melalui lembaga-lembaga pembelanjaan hanya merupakan arus yang lemah bagi investasi, sedang bagi peningkatan hasil produksi diperlukan sejumlah investasi yang berarti. Selain dari pada itu bagi peningkatan hasil produksi yang memberikan tambahan produksi yang seoptimal mungkin dalam penggunaan suatu jenis teknologi tidak hanya berhubungan dengan unsur modal atau investasi melainkan juga dengan tingkat pendidikan pengetahuan dan keterampilan angkatan kerja yang tersedia.

Di kebanyakan negara di Asia Tenggara hasrat untuk berkonsumsi diperkirakan 8/10 sehingga dari pendapatan yang diterima hanya 1/5 ditabung dan tersedia di investasi. Volume investasi yang tersedia sedemikian kecilnya sehingga tambahan hasil yang diperoleh hanya sekedar untuk mengimbangi tambahan penduduk dan penggantian alat produksi yang lusuh. Oleh karena itu negara Asia Tenggara investasi yang berasal dari modal luar negeri merupakan pelengkap yang berguna bagi usaha peningkatan kemakmuran.

Memang, kewaspadaan dalam pemakaian modal asing itu harus tetap dipelihara agar supaya unsur pelengkap itu jangan sampai menjadi penghambat bagi pemupukan moral nasional. Suatu hal yang berkaitan dengan penggunaan modal asing dari segi angkatan kerja yang tersedia di kebanyakan negara Asia Tenggara, teknologi jenis demikian dapat mengakibatkan segi-segi sosial ekonomi yang negatif. Oleh karena tidak menciptakan kesempatan yang luas dengan daya serap yang besar bagi penampungan pekerja yang sedang mencari kerja, oleh karena kekurangan pekerjaan atau sedang menganggur atau untuk pertama kali terjun ke gelanggang produksi.

(8)

ini secara turun temurun, maka tidaklah mengherankan kalau usaha pembangunan peningkatan kemakmuran dititikberatkan pada penggunaan tenaga kerja dari sumber manusia yang ada di bidang pertanian di daerah pedesaan, dalam hal ini hampir 80% dari penduduk Asia Tenggara hidup di pedesaan (Said Rusli, dkk.: 25).

Dengan penjelasan tersebut di atas dapat dipahami bahwa untuk peningkatan produktivitas tenaga kerja pendidikan sosial lainnya merupakan suatu bidang yang luas usaha perbaikan dalam bidang ini berkaitan dengan keterbatasan dana, tenaga dan uang yang tersedia dan dengan besarnya jumlah pertambahan penduduk yang dihadapi sekarang ini di kawasan Asia Tenggara.

PENUTUP

Komunitas dan pembangunan kawasan Asia-Asia Tenggara maupun Indonesia

merupakan salah satu wujud terselenggaranya satu pembangunan yang ditandai dengan keberhasilannya menangani permasalahan perekonomian, sosial dan budaya. Kesemuanya menunjukkan satu tanda peningkatan dari satu kondisi kepada kondisi yang lain yang menurut standar nilai menunjukkan peningkatan kualitas maupun kuantitas.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 1997. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.

---. 1986. Komunikasi dan Modernisasi. Bandung, Penerbit Alumni.

Komaruddin. 1985. Pengantar untuk Memahami Pembangunan. Suatu Pengantar. Bandung, Penerbit Angkasa.

---. 1980. Persoalan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Bandung, Penerbit Alumni.

Lerner, Daniel. 1958. The Passing of Traditional Society. Gieneoe III, The Free Press.

Muhaimin, Yahya. 1995. Masalah-masalah Pembangunan dan Politik. Cetakan ke-7. Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. 1996. Komunikasi Antar Budaya. Bandung, Penerbit PT. Rosdakarya.

Quail, Dennis Mc. 1996. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta, Penerbit Erlangga.

Rahmat, Djalaludin. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung, Penerbit PT. Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Disam- ping itu penambangan lahar secara sederhana oleh rakyat (tanpa peralatan mesin besar) tetap diperbolehkan. Volume material bakal jadi lahar cukup banyak. Khususnya

Kegiatan Peningkatan pasca panen dan pemasaran komoditas pertanian dengan alokasi anggran sebesar Rp. Hasil kegiatan adalah terfasilitasinya pengembangan pasca panen,

Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner pada aspek sikap tenaga rekam medis tentang kode neoplasma sesuai kaidah ICD-10 di RSUD Tugurejo tahun 2016, diketahui

Katalis berfungsi untuk memepercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung

Penelitian ini merupakan Eksperimen dengan metode pre and post test group design, untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh penambahan Kinesiotapping pada

Bagi pihak akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pengaruh perubahan opini audit dan laba tak terduga terhadap waktu penyampaian laporan

Hasil kajian melalui analisis data dengan menggunakan perisian ATLAS-Ti menunjukkan terdapat enam cabaran pelaksanaan program PMI di JAKIM iaitu kandungan

Gambar 4.42 : Pola plafon yang mengikuti pola denah Crossing Gambar 4.43: Denah Lantai Gereja Sagrada Familia. Gambar 4.44 : Simbol pola lantai Gambar 4.45 : Pola lantai