• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lateks dan Cendawan Mikoriza terhadap P-Total, P-Tersedia dan pH Tanah Ultisols

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Lateks dan Cendawan Mikoriza terhadap P-Total, P-Tersedia dan pH Tanah Ultisols"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

terhadap P-Total, P-Tersedia dan pH Tanah Ultisols

The Effect of Latex and Mycorhyza Fungus

on Total P, Available P and pH of Ultisols Soil

Yusra

Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Diterima 21 Juli 2005 / Disetujui 5 September 2005

Abstract

The objective of this research was to study the effect of latex and mycorhyza applications on total P, available P and Ultisols pH. The design used was Block Randomized Design with 3 replications and 2 factors: The level of latex applications (lo, l1 = 0.5%, l2 = 1 % and l3 = 1.5%) and mikoryza applications (m0 = without mycorhyza and m1 = mycorhyza 10 g/pot). Onion was used as a testing plant. The result showed that latex applications had significant effect on the increase of total P and available P. There was no significant effect on pH. The highest level of total P and available P were found at 1.5% and 0.5% latex applications, respectively.

Keywords: mycorhyza fungus, latex, total P, avabailibity P, ultisols pH.

Abstrak

Percobaan telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian lateks dan mikoriza terhadap P-Total, P-Tersedia, dan pH tanah Ultisols. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dan diulang 3 kali. Faktor pertama, yaitu lateks (l) terdiri dari 4 taraf (l0 ; l1 = 0,5 % lateks; l2 = 1,0 % lateks; l3 = 1,5 % lateks).

Faktor kedua, yaitu Cendawan Mikoriza (m) terdiri dari 2 taraf (m0 = tanpa mikoriza; m1 =

mikoriza 10 g pot –1

). Sebagai tanaman uji digunakan tanaman bawang merah. Hasil percobaan menunjukkan pemberian lateks berpengaruh nyata terhadap peningkatan P-total tanah, P-tersedia dan tidak terjadi interaksi terhadap pH tanah Ultisols. Pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap total tanah, tersedia dan pH tanah. Kandungan P-Total tertinggi dijumpai pada pemberian lateks dosis 1.5 % (l3) yaitu sebesar 10.39 %,

sedangkan P-tersedia tertinggi dijumpai pada dosis lateks 0.5 % (l1).

Kata kunci: cendawan mikoriza, lateks, P-total, P-tersedia, pH Ultisols.

Pendahuluan

Di Indonesia tanah marginal telah dikembangkan untuk daerah transmigrasi seperti di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara. Upaya pemanfaatan tanah ini dilaksanakan karena tanah yang tersedia untuk pertanian semakin sempit dan akibat adanya pertambahan penduduk, sehingga kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat.

Salah satu jenis tanah marginal yang mempunyai penyebaran paling luas di

Indonesia adalah Ultisols. Luas tanah ini meliputi 48.3 juta hektar yaitu sekitar 29.7% dari luas daratan Indonesia atau sekitar 56% dari seluruh luas lahan kering di Indonesia. Jenis tanah ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, Jawa dan Madura (Hakim, dkk, 1986).

(2)

Kesuburan Ultisol umumnya rendah yang disebabkan oleh kemasaman yang tinggi, kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, S dan Mo yang rendah serta kandungan unsur Al, Fe dan Mn yang tinggi sering sekali mencapai tingkat yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu tingginya unsur Al, Fe dan Mn pada tanah Ultisol juga dapat mengikat unsur P menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman (Sanchez, 1976, Soepardi, 1983, Hakim, dkk, 1986).

Pada tanah-tanah tropika sebagaimana halnya dengan Ultisol yang telah mengalami pelapukan lanjut, pada umumnya mengalami kekahatan unsur hara Fosfor. Fosfor merupakan masalah pada tanah tersebut bukan hanya disebabkan kekurangan, tetapi disebabkan jumlah fosfor yang sangat besar diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Seringkali jumlah total dari Fosfor tanah sangat tinggi tetapi unsur tersebut berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Masalah ini sering terjadi pada tanah-tanah seperti Alfisol, Oxisol, Ultisol dan Spodosol yang ketersediaan unsur hara rendah, kejenuhan Al yang tinggi dan kapasitas tukar kation yang rendah, yang kesemuanya disebabkan karena tanah-tanah tersebut pada umumnya mempunyai pH rendah dan didominasi oleh mineral-mineral liat Kaolinit, Haloisit, Oksida-oksida besi seperti hematit dan geotit, oksida-oksida Al seperti gibsit dan boehmit. Akibatnya kemampuan tanah menyerap unsur hara khususnya Fosfor tinggi, sehingga ketersediaan bagi tanaman rendah.

Disamping itu ketersediaan unsur hara Fosfor sangat ditentukan oleh keadaan pH tanah. Nilai pH < 5.5 Fe, Al dan Mn berada dalam bentuk ion-ion Fe2+

, Al3+

dan Mn2+. Jumlah ini meningkat dengan

menurunnya nilai pH tanah. Menurut Buckman dan Brady (1984) bentuk ion tersebut dapat bertindak sebagai pencegah ketersediaan P bagi tanaman melalui reaksi

yang menghasilkan suatu endapan yang sukar larut, sehingga P tidak tersedia bagi tanaman.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut, agar Ultisol dapat digunakan dengan baik tentunya diperlukan tindakan pengelolaan yang tepat. Diantaranya adalah dengan menggunakan mikroba tanah seperti mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan Fosfor di dalam tanah dan bahan pemantap tanah seperti lateks untuk memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza telah mampu meningkatkan status hara tanah marginal (Oxisol, Ultisol) dan hasil tanaman jagung, singkong, kedelai dan lain-lain (Sieverding, 1991).

Selanjutnya perbaikan sifat fisik tanah merupakan salah satu bagian yang cukup penting dalam meningkatkan produktivitas lahan Ultisol. Hal ini berkaitan dengan perbaikan tata air dan udara yang berhubungan langsung dengan keberadaan mikroba tanah. Populasi dan aktivitas mikroba akan dipengaruhi secara langsung oleh lingkungan tanahnya seperti bahan organik, kemasaman tanah, dan aerasi. Menurut Arsyad (1982), bahwa pemantap tanah merupakan salah satu cara untuk memanipulasi struktur tanah, menstabilkan agregat tanah agar dapat mengurangi erosi dan pencucian unsur hara, selain itu pemantap tanah ini juga bisa memperbaiki serta menyediakan lingkungan yang cukup baik bagi mikroba tanah.

Bahan dan Metoda

Percobaan dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Bandung pada ketinggian tempat 700 m dari permukaan laut. Percobaan dilaksanakan bulan April sampai Mei 2005.

(3)

atas dua faktor yaitu lateks dan mikoriza. Faktor pertama lateks (l) terdiri dari 4 taraf yaitu: l0 = Tanpa lateks; l1 = 0,5 % lateks

(8 ml lateks + 266.4 ml air); l2 = 1,0 %

lateks (16 ml lateks + 266.4 ml air); l3 = 1,5

% lateks (24 ml lateks + 266.4 ml air). Sedangkan faktor kedua adalah Cendawan Mikoriza (m) yang terdiri dari 2 taraf yaitu, m0 = tanpa pemberian mikoriza; m1 =

dengan mikoriza 10 g pot –1

.

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial. Terdapat 8 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali, sehingga terdapat 24 satuan percobaan.

Data pengamatan adalah data yang dianalisis secara statistik meliputi : P- total, P-tersedia dan pH tanah. Penetapan P- total, P-tersedia dan pH tanah dilakukan pada saat pertumbuhan tanaman mencapai fase vegetatif maksimum, dengan tanaman indikator yaitu bawang merah varietas Maja.

Pengukuran pH tanah ditetapkan dalam suspensi 1 : 2,5 dengan pH-meter elektroda gelas, kandungan P-total ditetapkan dengan larutan pengekstrak HCl 25 % dan P-tersedia tanah ditetapkan dengan metode Bray-I.

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap variabel-variabel yang diamati dilakukan analisis statistika. Variabel-variabel P-total, P-tersedia dan pH tanah masing-masing dianalisis dengan sidik ragam multivariat (Kramer, 1992) pada taraf nyata 5 % (Steel dan Torri, 1995). Uji lanjutan digunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.

Contoh tanah Ultisols yang digunakan dalam penelitian ini diambil secara komposit dari lapangan sedalam 20 cm, lalu dikering-udarakan, selanjutnya diayak dengan ayakan berdiameter 2 mm, setelah itu diaduk rata sehingga didapat tanah yang seragam (homogen), kemudian masing-masing pot diisi tanah sebanyak 2 kg.

Lateks dengan dosis yang telah ditentukan dicampurkan dengan tanah dan diaduk merata diatas hamparan plastik kemudian dimasukkan lagi ke dalam pot dan diinkubasi selama satu minggu pada keadaan kapasitas lapang.

Cendawan mikoriza dan pupuk dasar diberikan pada saat tanam, inokulan cendawan mikoriza dimasukkan ke dalam lubang tanam sedalam 5 cm dengan dosis sesuai perlakuan (10 g pot-1), kemudian

diatasnya ditanami umbi bawang merah. Sebagai pupuk dasar diberikan Urea dengan dosis 1.35 g pot-1

, SP-36 dosis 0.075 g pot-1

, dan KCl dosis 0.10 g pot-1.

Hasil dan Pembahasan

P-Total dengan HCl 25 %

Hasil uji statistik Tabel 1 menunjukkan bahwa semua taraf lateks memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P-total. Sedangkan mikoriza tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P-total.

Pemberian lateks berpengaruh nyata meningkatkan P-total, terlihat pada taraf dosis 1.5 % (l3) yaitu sebesar 10.39 %.

Gabriels (1976 dalam Sarief, 1989) menyatakan bahwa polyacrilamide dan

rubber emulsion (emulsi lateks) pada konsentrasi yang tinggi adalah efektif untuk mengurangi tanah yang hilang karena erosi, dan cukup dapat membentuk agregat tanah yang besar dan mantap dengan pori-pori yang besar sehingga laju infiltrasi meningkat. Dengan demikian lateks sebagai stabilisator tanah dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan secara tidak langsung dapat mengurangi pencucian unsur hara seperti P sehingga jumlah P dalam tanah tidak berkurang bahkan meningkat dengan makin mantapnya agregat tanah.

(4)

Tabel 1. Rata- rata P-total ultisols akibat pemberian lateks dan mikoriza

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak nyata berbeda menurut uji Duncan pada taraf 5%

Tabel 2. Rata- rata P-tersedia ultisols akibat pemberian lateks dan mikoriza

Lateks (l)

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak nyata berbeda menurut uji Duncan pada taraf 5%

arbuscular (CMA) hanya menginfeksi akar tanaman. Menurut Harran dan Nurhayati (1992), infeksi mikoriza lebih banyak meningkatkan serapan oleh akar tanaman. Jadi peranan mikoriza lebih kepada transfer nutrien dan tidak kepada peningkatan P-total dalam tanah.

P-Tersedia

Berdasarkan hasil uji statistik Tabel 2 menunjukan bahwa semua taraf lateks memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap P-tersedia. Kandungan P-tersedia tertinggi dijumpai pada taraf lateks 0.5 % (l1). Sedangkan mikoriza tidak memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap P-tersedia. Pemberian lateks berpengaruh nyata dapat meningkatkan P-tersedia.

Sesuai dengan hasil penelitian Soleh Sukmana dalam Sarief (1989) yang menggunakan bahan pemantap tanah emulsi bitumen, ternyata dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Banyaknya N, P dan K yang tercuci dapat diperkecil menjadi lebih kurang dua sampai 10 kali pada masing-masing unsur hara tersebut. Lebih lanjut Lenvain dalam Sarief (1989) mengemukakan bahwa pengaruh

bahan pemantap tanah bergantung pada tekstur tanah. Ultisol adalah tanah yang memiliki tingkat kesuburan rendah, dan sangat peka terhadap erosi karena akibat lebih didominasi oleh fraksi pasir (Munir, 1996).

Pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap P-total tanah. Sesuai dengan pendapat Setiadi (1996), bahwa mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (Myces) dan perakaran (Riza) tumbuhan tingkat tinggi. Selanjutnya dikemukakan bahwa cendawan mikoriza hanya dapat memberikan manfaat penting terhadap inangnya diantaranya meningkatkan penyerapan unsur hara. Dengan demikian dapat dikatakan mikoriza tidak berpengaruh terhadap P-tersedia tetapi lebih kepada serapan P pada tanaman inang.

pH Tanah

(5)

Tabel 3. Rata- rata pH tanah ultisols akibat pemberian lateks dan mikoriza Lateks (l)

(%) Rataan

Mikoriza (m) l0

0

11

0.5

l2

1.0

l3

1.5

mo (0 g Pot ha-1) 4.7 B 5.2 A 5.0 A 5.0 A 4.97

m1(10g Pot ha-1) 5.4 C 4.7 A 5.1 A 4.8 A 5.0

Rerata 5.05 A 4.95 A 5.05 A 4.9 A

LSR = 0.836

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak nyata berbeda menurut uji Duncan pada taraf 5%

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa taraf dosis kedua faktor diatas tidak terjadi interaksi terhadap kemasaman tanah Ultisols adalah tanah yang memiliki status kesuburan tanah yang rendah, bahan organik yang rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH yang rendah yakni kurang dari 5.5 (Munir, 1999). Lateks adalah bahan pemantap tanah yang dapat memberikan keuntungan pada sifat fisik tanah sedangkan mikoriza adalah simbiosis antara cendawan dengan akar tanaman. Oleh karena itu diduga bahwa aplikasi lateks dan mikoriza terhadap pH tanah Ultisols tidak nyata berpengaruh.

Kesimpulan

Lateks dan mikoriza berinteraksi dalam meningkatkan P-total dan P-tersedia tanah Ultisols dan tidak terjadi interaksi terhadap pH tanah Ultisols.

Secara mandiri pemberian lateks berpengaruh nyata dapat meningkatkan P-total, dan P-tersedia tanah Ultisols, sedangkan pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap total, P-tersedia dan pH tanah Ultisols, karena mikoriza hanya dapat menginfeksi akar tanaman.

Kandungan P-Total tertinggi dijumpai pada pemberian lateks dosis 1.5 % (l3) yaitu sebesar 10.39 %, sedangkan

P-tersedia tertinggi dijumpai pada dosis lateks 0.5 % (l1).

Daftar Pustaka

Arsyad, S. 1982. Pengawetan Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Buckman, H. O. dan Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Hakim, N., N.Yusuf, G. Sutopo, D. Amin, Go Ban Hong dan Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Harran, S. dan A. Nurhayati. 1992. Bioteknologi Pertanian 2. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB, Bogor.

Kramer, Y.C. 1992. A First Course in Methods of Multivariate. Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg, Virginia.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia: Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya, Jakarta.

Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. John Wiley & Sons, Inc., New York.

(6)

Setiadi, Y. 1996. Aplikasi mikroba tanah sebagai salah satu terapan dalam

bioteknologi kehutanan. Disampaikan dalam rangka penataran

Dosen PTS dalam bidang rekayasa genetika (Bioteknologi) tanggal 28 Juli sampai dengan 3 Agustus 1991 di IPB, Bogor.

Sieverding, E. 1991. Vesicular Arbuscular Mycorhyza (MVA) management in tropical agrosystems GRZ. Dag Hammarsjold Weg 1-2 Eschborn, Germany.

Sinulingga, N.M. 1999. Dinamika pengembangan sumber daya lahan dalam pembangunan tanaman pangan dan hortikultura. p. 236-278.

Dalam: Rudi Wibowo (Ed). 1999. Refleksi pertanian tanaman pangan dan hortikultura nusantara. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Gambar

Tabel 2.  Rata- rata P-tersedia ultisols akibat pemberian lateks dan mikoriza

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengukur kinerja pustakawan dapat dilihat dari beberapa angka kredit yang diperoleh masing-masing pustakawan untuk menentukan apakah pustakawan dapat prestasi yang

Bambang Yuwono, Yuli Fauziah, Yenny Rachma Setyaningsih, Universitas Pembangunan Nasional Veteran (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Sistem Pakar Website Untuk

 T erminal Towo’e Tahuna merupakan salah satu prasarana yang penting di kota Tahuna maupun Kabupaten Kepulauan Sangihe karena memiliki fasilitas umum yang

Laju evapotranspirasi dari kawasan Danau Toba akan mempengaruhi jumlah air yang mampu disimpan di dalam tanah dan merupakan cadangan pasokan air ke dalam danau

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh Teknologi Informasi, Saling Ketergantungan, Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Sistem Akuntansi

[r]

Program penelaahan dan penyusunan pengajuan akreditasi internasional dan peningkatan akreditasi internasional dengan kebijakan sesuai keadaan tiap fakultas (pentahapannya dapat

Dengan adanya produk cacat yang ditemukan dalam proses produksi maupun produk jadi maka akan menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan