KAJIAN KINERJA IRIGASI TETES PADA TANAH ANDOSOL
DENGAN BUDIDAYA TANAMAN CAISIM (
Brassica juncea
L
.
)
SKRIPSI
DINDA PUSPA SARI 100308048
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN KINERJA IRIGASI TETES PADA TANAH ANDOSOL
DENGAN BUDIDAYA TANAMAN CAISIM (
Brassica juncea
L
.
)
SKRIPSI
Oleh:
DINDA PUSPA SARI
100308048/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DisetujuiOleh:
KomisiPembimbing
(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS)
Ketua Anggota
(Nazif Ichwan, STP, M.Si)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
DINDA PUSPA SARI: Kajian Kinerja Irigasi Tetes Pada Tanah Andosol Dengan Budidaya Caisim (Brassica juncea L.), dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Irigasi tetes merupakan metode yang lebih ekonomis dalam mendistribusikan air pada budidaya tanaman caisim. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja irigasi tetes pada tanah Andosol dengan budidaya tanaman caisim (Brassica juncea L.). Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, keseragaman emisi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman caisim.
Tanah andosol bertekstur lempung berpasir, evapotraspirasi pada fase awal pertumbuhan 0,72 mm/hari, pada fase tengah pertumbuhan 1,92 mm/hari dan pada fase akhir pertumbuhan 0,96 mm/hari. Perkolasi tertinggi 2,65 mm/hari pada fase tengah pertumbuhan pada tanah bertanaman dan yang terendah 1,11 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan pada tanah tanpa tanaman. Nilai keseragaman emisi adalah 90,22%. Efisiensi pemakaian air tertinggi terdapat pada fase akhir pertumbuhan pada tanah tanpa tanaman sebesar 35,54% dan efisiensi pemakaian terendah terdapat pada fase tengah pertumbuhan pada tanah bertanaman sebesar 13,96%. Efisiensi penyimpanan adalah 100% pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan. Berat basah tanamana caisim sebesar 129,5 g sedangkan berat kering tanaman caisim sebesar 7,83 g.
Kata Kunci : Efisiensi, Irigasi Tetes, Kinerja Irigasi, Tanaman Caisim, Tanah Andosol
ABSTRACT
DINDA PUSPA SARI : Performance Study of Drip Irrigation on Andosol Soil with Caisim (Brassica juncea L.). cultivation, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Drip irrigation is a more economic method in distributing the water of caisim plant. This research is aims to study the drip irrigation performance on Andosol soil with cultivation of caisim plant (Brassica juncea L.). The parameter which is observed is the character of the soil physics, evapotranspiration, percolation, emission uniformity, use of water and the save of water efficiency, wet weight and dry weight of caisim plant.
Sanded clay textured andosol soil, evapotranspiration on the growth first fase 0,72 mm/day, on the middle fase 1,92 mm/day and on the last fase 0,96 mm/day. The highest percolation 2,65 mm/day on the growth middle fase on the palnted soil and the lowest 1,11 mm/day on the growth last on the non planted soil. The number of emission uniformity is 90,22 %. Efficiency of the highest use of water in the growth last fase on the soil without plant is 35,54 % and efficiency of the lowest is in the growth middle fase on the palnted soil is 13,96 %. Efficiency of saving is 100 % on the growth middle fase and the last one. The wet weight of caisim palnt is 129,5 g while the dry weighted of caisim palnt is 7,83 g.
RIWAYAT HIDUP
Dinda Puspa Sari, dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Agustus 1992 dan
merupakan anak tunggal dari Ayah Ir. Daria Faliano dan Ibu Rosnida, SH.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Morawa dan pada
tahun 2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program
Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Wakil Sekertaris
Bidang Pendidikan dan Pelatihan Kader Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian
(IMATETA) FP USU, asisten Ilmu Ukur Wilayah serta asisten Mekanisasi
Pertanian di Laboratorium Keteknikan Pertanian.
Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama satu
bulan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pabatu, Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian
Kinerja Irigasi Tetes Pada Tanah Andosol Dengan Budidaya Tanaman Caisim
(Brassica juncea L.)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak
Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga
yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil.
Disamping itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada staf pengajar dan
pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, serta semua rekan mahasiswa
yang tak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi dan penelitian ini dapat
berguna bagi kita semua.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Irigasi ... 5
Irigasi Tetes ... 5
Tekstur Tanah ... 8
Bahan Organik Tanah ... 10
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 11
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 12
Porositas Tanah ... 13
Infiltrasi ... 14
Kapasitas Lapang ... 15
Titik Layu Permanen ... 16
Kehilangan Air ... 17
Evapotranspirasi ... 17
Perkolasi ... 19
Tanah Andosol ... 20
Kinerja Irigasi ... 21
Efisiensi Pemakaian ... 22
Efisiensi Penyimpanan ... 22
Keseragaman Emisi... 23
Kecukupan Air Irigasi ... 25
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Irigasi ... 25
RancanganIrigasi Tetes ... 26
Jaringan Irigasi Tetes ... 26
Debit ... 27
Kecepatan Aliran... 29
Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) ... 29
Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) ... 31
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
Alat dan Bahan Penelitian ... 32
Alat Penelitian ... 32
Metode Penelitian ... 32
Prosedur Penelitian ... 33
Perlakuan I, Tanpa Tanaman ... 34
Perlakuan II, Dengan Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) ... 37
Parameter ... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah ... 42
Kadar Air Kapasitas Lapang ... 44
Evapotranspirasi ... 44
Perkolasi ... 46
Debit Air Rata-rata Keluaran emitter ... 47
Keseragaman Emisi... 49
Efisiensi Irigasi Tetes ... 50
Kecukupan Air Irigasi ... 51
Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.) ... 55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56
Saran... 57
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Klasifikasi Ukuran, Jumlah dan Luas Permukaan Fraksi-Fraksi
Tanah Menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional ... 8
2. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah ... 8
3. Keseragaman Emisi (EU) Yang Disarankan ... 25
4. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 42
5. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas Tanah Andosol ... 42
6. Kadar Air Kapasitas Lapang Tanah Andosol ... 44
7. Evapotranspirasi Pada Setiap Fase Tanaman Caisim ... 44
8. Perkolasi Pada Fase Tengah dan Fase Akhir Pertumbuhan Tanaman ... 47
9. Debit Air Rata-Rata Keluaran Emitter ... 48
10. Keseragaman Emisi ... 49
11. Efisiensi Pemakaian Dan Penyimpanan Air Irigasi Tetes Fase Tengah Pertumbuhan Tanaman ... 50
12. Efisiensi Pemakaian Dan Penyimpanan Air Irigasi Tetes Fase Akhir Pertumbuhan Tanaman ... 50
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Diagram Segitiga Tekstur Tanah menurut Klasifikasi USDA ... 9
2. Grafik Evapotranspirasi Setiap Fase Tanaman (mm/hari) ... 45
3. Diagram Kecukupan Air Irigasi Fase Tengah Pertumbuhan ... 52
4. Diagram Kecukupan Air Irigasi Fase Akhir Pertumbuhan ... 52
5. Penyebaran akar tanaman caisim dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah pada fase tengah pertumbuhan... 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flowchart Penelitian ... 61
2. Gambar Teknik Rancangan Irigasi Tetes ... 62
3. Hasil Analisis Tekstur Tanah ... 65
4. Data Suhu Harian Rumah Kaca ... 66
5. Perhitungan Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas ... 67
6. Perhitungan Kadar Air Kapasitas Lapang (%) ... 68
7. Perhitungan Evapotranspirasi ... 69
8. Perhitungan Perkolasi Fase Tengah Pertumbuhan Dan Akhir Pertumbuhan ... 70
9. Data Efisiensi Pemakaian Air Irigasi Pada Fase Tengah Dan Akhir Pertumbuhan ... 71
10. Data Efisiensi Penyimpanan Air Irigasi Pada Fase Tengah Dan Akhir Pertumbuhan ... 72
11. Data Debit Air Keluaran Emitter (ml/Jam) ... 81
12. Data Keseragaman Emisi ... 83
ABSTRAK
DINDA PUSPA SARI: Kajian Kinerja Irigasi Tetes Pada Tanah Andosol Dengan Budidaya Caisim (Brassica juncea L.), dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Irigasi tetes merupakan metode yang lebih ekonomis dalam mendistribusikan air pada budidaya tanaman caisim. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja irigasi tetes pada tanah Andosol dengan budidaya tanaman caisim (Brassica juncea L.). Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, keseragaman emisi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman caisim.
Tanah andosol bertekstur lempung berpasir, evapotraspirasi pada fase awal pertumbuhan 0,72 mm/hari, pada fase tengah pertumbuhan 1,92 mm/hari dan pada fase akhir pertumbuhan 0,96 mm/hari. Perkolasi tertinggi 2,65 mm/hari pada fase tengah pertumbuhan pada tanah bertanaman dan yang terendah 1,11 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan pada tanah tanpa tanaman. Nilai keseragaman emisi adalah 90,22%. Efisiensi pemakaian air tertinggi terdapat pada fase akhir pertumbuhan pada tanah tanpa tanaman sebesar 35,54% dan efisiensi pemakaian terendah terdapat pada fase tengah pertumbuhan pada tanah bertanaman sebesar 13,96%. Efisiensi penyimpanan adalah 100% pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan. Berat basah tanamana caisim sebesar 129,5 g sedangkan berat kering tanaman caisim sebesar 7,83 g.
Kata Kunci : Efisiensi, Irigasi Tetes, Kinerja Irigasi, Tanaman Caisim, Tanah Andosol
ABSTRACT
DINDA PUSPA SARI : Performance Study of Drip Irrigation on Andosol Soil with Caisim (Brassica juncea L.). cultivation, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
Drip irrigation is a more economic method in distributing the water of caisim plant. This research is aims to study the drip irrigation performance on Andosol soil with cultivation of caisim plant (Brassica juncea L.). The parameter which is observed is the character of the soil physics, evapotranspiration, percolation, emission uniformity, use of water and the save of water efficiency, wet weight and dry weight of caisim plant.
Sanded clay textured andosol soil, evapotranspiration on the growth first fase 0,72 mm/day, on the middle fase 1,92 mm/day and on the last fase 0,96 mm/day. The highest percolation 2,65 mm/day on the growth middle fase on the palnted soil and the lowest 1,11 mm/day on the growth last on the non planted soil. The number of emission uniformity is 90,22 %. Efficiency of the highest use of water in the growth last fase on the soil without plant is 35,54 % and efficiency of the lowest is in the growth middle fase on the palnted soil is 13,96 %. Efficiency of saving is 100 % on the growth middle fase and the last one. The wet weight of caisim palnt is 129,5 g while the dry weighted of caisim palnt is 7,83 g.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi makhluk hidup. Khususnya
bagi manusia, setiap hari harus tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup
untuk berbagai keperluan, antara lain rumah tangga, pertanian dan hewan ternak.
Di beberapa daerah kebutuhan akan air ini bisa tercukupi dengan tersedianya
sumber-sumber air yang mudah didapat baik berupa sumur, sungai, kolam-kolam
maupun sumber mata air. Di daerah lainnya air hanya bisa didapat dari sumber air
yang terbatas sekali terutama waktu musim kemarau. Hal ini akan menimbulkan
masalah / kesulitan bagi lingkungan kehidupan manusia (Idkham, 2005).
Air merupakan suatu zat yang istimewa yang tampil dalam tiga wujud
sekaligus, yaitu benda cair, benda padat, dan benda gas. Kehadirannya dalam
jumlah yang tepat sangat didambakan, untuk pertanian, keperluan rumah tangga,
lalu lintas dan pembangkit energi. Dalam kehidupan modern ini, peranan air
terasa semakin penting. Guna memenuhi kebutuhan akan air berbagai cara dan
upaya dilakukan manusia untuk masalah-masalah keairan yang di hadapinya
(Dumairy, 1992).
Di satu sisi terdapat sumber air yang dekat dengan kegiatan pertanian
namun tidak dikelola dengan baik, sehingga membuat air tersebut mengalir
dengan percuma. Di sisi lain terdapat sumber air yang sangat berlimpah tetapi
jarak untuk memperoleh sumber air sangat jauh. Hal tersebut menjadi kendala
tepat guna untuk mendapatkan air dari suatu sumber air untuk disalurkan pada
daerah yang membutuhkan dalam menghemat waktu dan tenaga.
Irigasi tetes (Drip Irrigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir
dalam bidang irigasi yang telah berkembang hampir di seluruh dunia. Teknologi
ini pertama diperkenalkan di Israel, dan kemudian menyebar hampir ke seluruh
pelosok penjuru dunia. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok
diterapkan pada kondisi lahan berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang
kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
(Buckman, dkk., 1982).
Irigasi tetes adalah pemberian air irigasi dengan cara meneteskan air
disekitar daerah perakaran tanaman dengan menggunakan pipa-pipa bertekanan.
Irigasi tetes ini memiliki tingkat efisiensi yang tinggi daripada pemberian air
irigasi dengan sistem yang lain. Irigasi tetes ini cocok untuk tanaman holtikultura,
seperti sawi putih, sawi hijau, caisim, kol, kentang, dan lain sebagainya.
Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman yang sangat populer pada
saat ini ketika perkembangan mie terus meningkat dan banyak penjual jasa
makanan menggunakan caisim sebagai bahan campuran tambahan dalam
memasak mie karena memiliki kandungan pro-vitamin A dan asam askorbat yang
tinggi. Tanaman caisim merupakan tanaman yang berumur relatif singkat yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Caisim dapat tumbuh dan beradaptasi baik
hampir disemua jenis tanah, dapat dibudidayakan pada dataran rendah dan tinggi,
dan mudah dalam perawatan. Tanaman caisim dapat dibudidayakan pada
Andisol, dahulu hingga sekarang oleh sebagian ahli masih disebut
Andosol, dan ada kalanya juga disebut tanah Abu Vulkanik. Tanah Andosol
merupakan tanah yang secara keseluruhan atau sebagian berasal dari ejekta
volkanik. Tanah Andosol dicirikan oleh warna yang hitam gelap, bobot isi rendah,
didominasi oleh bahan amorf yang bermuatan variabel dan retensi fosfat yang
tinggi sehingga ketersediaan fosfat bagi tanaman cukup rendah dan memiliki
kerapatan isi yang rendah. Didukung oleh kondisi iklim tropika basah biasanya
dibudidayakan tanaman hortikultura (Mukhlis, 2011).
Selain didukung oleh kesuburan tanahnya, keberhasilan budidaya tanaman
caisim juga ditentukan oleh kinerja irigasinya. Kinerja irigasi merupakan
kemampuan untuk mendukung ketersediaan air irigasi pada areal layanan irigasi
(command area) seperti irigasi tetes yang kondusif untuk penerapan pola tanam
yang direncanakan. Irigasi tetes merupakan metode yang lebih ekonomis dalam
mendistribusikan airnya, namun perlu diketahui sampai seberapa besar kinerja
irigasi tetes pada budidaya tanaman caisim yang ditanami pada tanah Andosol.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja irigasi tetes pada tanah
Andosol dengan budidaya tanaman caisim.
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Progam Studi Keteknikan
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai rancangan saluran irigasi.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu petani dalam pengembangan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi
Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah
untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan
(flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan
menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga
menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling);
atau (5) dengan sistem cucuran (trickle) atau irigasi tetes (drip irrigation)
(Hansen, dkk., 1992).
Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni
dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya
pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan merusakkan tanaman
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Irigasi Tetes
Irigasi cucuran disebut juga irigasi tetesan (drip) terdiri dari jalur pipa
yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang
tersaring langsung ke daerah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa
disebut Emitter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari
pemancar air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah
yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gavitasi. Daerah yang dibatasi
tanah dan struktur tanah, kelembaban tanah dan permeabilitas tanah
vertikal dan horizontal (Hansen, dkk., 1992).
Prastowo (2003) mengemukakan bahwa irigasi tetes merupakan cara
pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun
di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di dekat
tanaman. Setelah keluar dari penetes (Emitter), air menyebar ke dalam profil
tanah secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gavitasi. Luas
daerah yang dibasahi Emitter tergantung pada besarnya debit keluaran, jenis tanah
(struktur dan tekstur), kelembaban tanah dan permeabilitas tanah.
Irigasi drip (tetes) merupakan cara pemberian air dengan jalan
meneteskannya melalui pipa-pia secara setempat disekitar tanaman atau sepanjang
larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi,
tetapi hampir seluruh air yang ditambahkan dapat diserap dengan cepat oleh akar
pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah
penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim, dkk., 1986).
Prastowo (2003) mengemukakan beberapa kelebihan sistem irigasi tetes
antara lain:
1. Efisiensi dalam pemakaian air irigasi relatif paling tinggi dibandingkan
dengan sistem irigasi lain, karena pemberian air dengan kecepatan lambat dan
hanya pada daerah perakaran, sehingga mengurangi penetrasi air yang
berlebihan, evaporasi dari permukaan tanah dan aliran permukaan
2. Pada beberapa jenis tanaman tertentu, kondisi tanaman yang tidak terbasahi
budidaya secara manual maupun mekanis dapat terus berjalan walaupun
kegiatan irigasi sedang berlangsung
3. Dapat menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman karena daerah yang
terbasahi hanya di sekitar daerah perakaran saja
4. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberian pupuk dan pestisida,
karena pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan air irigasi dan hanya
diberikan di daerah perakaran
5. Pada sistem irigasi tetes dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja untuk
kegiatan pemberian irigasi maupun kegiatan pemupukan, karena sistem dapat
dioperasikan secara otomatis
6. Pemberian air yang sinambung dapat mengurangi resiko penumpukan garam
dan unsur-unsur beracun lainnya di daerah perakaran tanaman
7. Mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi topogafi dan sifat media
tumbuh tanaman.
Walaupun mempunyai beberapa keuntungan operasional, namun sistem
irigasi tetes memiliki beberapa kelemahan, terutama jika diterapkan secara luas di
Indonesia, antara lain:
1. Investasi yang dikeluarkan cukup tinggi dan dibutuhkan teknik yang relatif
tinggi dalam desain, instalasi dan pengoperasian sistem.
2. Penyumbatan emiter yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi air
yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja sistem
3. Pada daerah yang tidak terbasahi berpotensi terjadi penumpukan garam
Tekstur Tanah
Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen fraksi-fraksi pasir,
debu, dan liat. Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi
butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan
kimia tanah (Hakim, dkk., 1986).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Untuk keperluan
pertanian berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3
partikel atau juga disebut separat penyusun tanah, yaitu pasir, debu, dan liat.
Ketiga separat tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen secara
bersama-sama menyusun tanah (Islami dan Utomo, 1995).
Hanafiah (2009) mengemukakan bahwa tekstur tanah menunjukkan
komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai
perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat
(clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak
tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur
tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut
sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1.
Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir
tanah tersebut (pasir, debu, dan liat) akan menentukan sifat fisik tanah. Tanah
lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur ganular akan mempunyai bobot isi
1,0 sampai 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi
antara 1,3 sampai 1,8 g/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 g/cm3. Klasifikasi kelas
Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel
(g-1)
Liat*) <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000
Keterangan : separat bergaris-bawah/dicetak-tebal merupakan Sistem Internasional *) untuk kedua system
(Hanafiah, 2009).
Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah
Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Tanah berpasir diklasifikasikan sebagai bertekstur kasar, tanah liat sebagai
bertekstur menengah dan lumpur sebagai yang bertekstur halus. Tekstur suatu
tanah memiliki pengaruh yang sangat penting pada aliran air, sirkulasi udara, dan
besarnya transformasi kimia yang terjadi didalam tanah (Susanto, 2006).
United states Departement of Agriculture (USDA) mengklasifikasikan
tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari partikel tanah yaitu
sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram segitiga tekstur tanah
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA (Foth, 1994)
Bahan Organik Tanah
Bahan organik merupakan salah satu bahan penting dalam menciptakan
kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik
merupakan bahan pemantap agegat tanah yang tiada taranya. Disamping itu bahan
organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Peranan bahan
organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar
mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah
(Hakim, dkk., 1986).
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari
biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora
dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar).
Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun,
batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam
(BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan
demikian memperbaiki keterolehan, aerasi, permeabilitas, dan daya tahan
menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri
(Notohadiprawiro, 1998).
Kerapatan Massa Tanah (Bulk density)
Kerapatan isi (massa) adalah berat persatuan volume tanah kering oven,
biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Terganggunya struktur tanah dapat
mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume.
Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon
untuk memperoleh nilai rata-rata (Hakim, dkk., 1986).
Kerapatan massa adalah bobot per satuan volume tanah kering oven yang
biasanya dinyatakan sebagai gam per centimeter kubik. Menurut Islami dan
Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara massa total
tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.
B�=Mp
Vt...(1)
Dimana :
B� = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vt = Volume total tanah (cm3)
Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara tidak
beraturan, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot
Besarnya bobot volume atau kerapatan massa (bulk density) yang
dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah
atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Tanah yang baru berkembang dari
abu vulkan, misalnya yang disebut Andosol atau Andept, dengan kandungan
bahan organik 5 – 10%, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)
Bobot jenis partikel tanah (ρp) atau partcle density adalah nisbah antara
massa padatan dengan volume padatan tanah, yang dihitung dengan persamaan:
ρ
p =
MpVp ... (2)
dimana:
ρp= Kerapatan partikel (particle density) (g/cm3)
Mp = Massa tanah (g)
Vp= Volume tanah kering (cm3)
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai
2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan
kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi
menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (ρp) rendah. Tanah Andosol
misalnya, bobot jenis partikelnya hanya 2,2 – 2,4 g/cm3(Islami dan Utomo, 1995).
Particle Density atau Kerapatan Partikel ialah berat tanah kering persatuan
volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori
tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah
tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel
tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65
g/cc (Hasibuan, 2011).
Porositas Tanah
Di dalam tanah terdapat sejumlah ruang pori-pori. Ruang pori-pori ini
penting karena diisi oleh air dan udara. Berat tanah berhubungan dengan jumlah
ruang pori-pori. Persentase ruang pori dalam tanah dapat dihitung dari kerapatan
massa tanah dan kerapatan partikel tanah (Hakim, dkk., 1986).
Hardjowigeno (2007), menyatakan bahwa nilai bulk density dan particle
density merupakan petunjuk kepadatan tanah atau porositas, makin padat suatu
tanah maka makin tinggi nilai bulk densitynya, yang berarti makin sulit
meneruskan air atau ditembus akar.
Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %,
sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran
partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan
tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat
mempunyai porositas 60%. Ditinjau dari ruang pori susunan secara acak
mempunyai ruang yang paling tinggi, dan susunan terarah mempunyai ruang pori
paling rendah (Islami dan Utomo, 1995).
Untuk menghitung persentase ruang pori atau porositas (n) adalah
membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:
n = �1−Pρb
p�x 100%...(3)
n = Porositas (%)
ρ
b = Kerapatan massa (g/cm3)Pp = Kerapatan partikel (g/cm3)
(Hansen, dkk., 1992).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara
masuk-keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak porous maka air dan udara
tidak leluasa pergerakannya sehingga air dan udara akan tertahan di dalam tanah
(Hanafiah, 2009).
Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.
Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Secara fisik
terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu:
1. Jenis tanah
2. Kepadatan tanah
3. Kelembaban tanah
4. Tutup tumbuhan
Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan
tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk
infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju infiltrasinya.
Kelembaban tanah yang sealalu berubah setiap saat juga berpengaruh terhadap
laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi tanah tersebut
makin kecil. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kalau dalam satu jenis
tanah terjadi infiltrasi, infiltrasinya makin lama makin kecil (Harto, 1993).
Kecepatan infiltrasi yang berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas
curah hujan umumnya disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum yang
terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). Kapasitas
infiltrasi itu adalah berbeda-beda menurut kondisi tanah. Pada tanah yang
sama kapasitas infiltrasi itu berbeda-beda, tergantung dari kondisi
permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dan lain-lain
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Kapasitas Lapang
Kapasits lapang adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah sesudah air yang
berlebihan di drainase keluar dan kecepatan bergerak kebawah telah sangat
diperlambat. Kapasitas lapang tidak tetap dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur,
kandungan bahan organik, keseragaman dan kedalaman lahan (Guslim, 1997).
Apabila air gavitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas
lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana air oleh
gaya gavitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang
dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu
pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada
tanah yang akan diperiksa. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah
pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara
tepat karakteristik kapasitas lapang tanah. Namun demikian, tanah haruslah
dikeringkan secara baik sebelum penentuan lapangan yang dapat dipercaya dapat
dilakukan dengan cara ini. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam
mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh
tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan
(Hansen, dkk., 1992).
Hasibuan (2011) menyatakan bahwa nilai-nilai pF yang penting bagi
pertumbuhan tanaman adalah berkisar dari 2-4. Pada pF 2,0 keadaan air terlalu basah,
keadaan udara mulai terbatas dan air mulai turun merembes. Pada pF 2,54 adalah
keadaan air pada kapasitas lapang, sedang pada pF 4,2 atau 15 atm keadaan kritis,
akar mulai tidak dapat mengisap air dan mulai layu secara permanen (titik layu
permanen). Air yang tersedia bagi tanaman adalah pada keadaan diantara pF 2,54-pF
4,2.
Titik Layu Permanen
Kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air
tanahnya pada titik layu permanen vegetasinya. Titik layu ini (kandungan air
tanah terendah di mana tanaman dapat mengekstraksi air dari suatu ruang pori
tanah terhadap gaya gavitasi) ditentukan untuk suatu tanah bila bagian atas
tanaman berada pada atmosfer basah dan tidak terlalu panas. Ini adalah sama bagi
semua tanaman pada tanah tertentu. Semua lengas tanah yang melebihi titik layu
Kehilangan air
Sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat
meminimumkan kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti
perkolasi, evaporasi dan aliran permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di
daerah pertanian yang mempunyai sumber air yang terbatas (Sumarna, 1998).
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus
menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan
dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke
atmosfer melalui akar, batang dan daun. Salah satu perhitungan evapotranspirasi
tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:
U =K.P(45100,7t+813)...(4)
K = Kt × Kc...(5)
Kt = 0,0311t + 0,240...(6)
dimana:
U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan)
Kt = Koefisian suhu
Kc = Koefisien tanaman (caisim)
P = Persentase jam siang Lintang Utara (%)
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003)
Menurut Guslim (1997), suhu rata-rata bulanan diperoleh dari perhitungan
t =2T07.00+T13.30+T17.30
4 ...(7)
dimana:
t = Suhu rata-rata harian (°C)
t07.00 = Suhu pada pukul 07.00
t13.30 = Suhu pada pukul 13.30
t17.30 = Suhu pada pukul 17.30
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi
dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi.Beberapa
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari
panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu
hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien
seperti terlihat pada rumus dibawah ini :
E = k x Ep ... (8)
dimana :
E = evaporasi dari badan air (mm/hari)
k = koefisien panci (0,8)
Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)
koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6
sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7
(Triatmodjo, 2008 dalam Bunganaen, 2009).
Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau
dengan rumus-rumus empirik.Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi
apabila tersedia cukup air.Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan
dengan suatu koefisien tanaman.
ET = kc x Et0 ... (9)
dimana :
ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari)
kc = Koefisien tanaman
(Limantara, 2010).
Menurut Allen, dkk (1998) dalam Kumar, dkk (2011), nilai Koefisien
tanaman (Kc) untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3, periode
tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6.
Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah
pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal
pertumbuhan. Hal ini karena tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada
periode tengah pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal
terjadi pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah
mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Sedangkan pada periode
awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas
permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil
(Islami dan Utomo, 1995).
Perkolasi
Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan,
yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang
mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field
capacity). Perkolasi mempunyai arti penting dalam teknik pengisian buatan
(artificial recharge) yang memerlukan proses infiltrasi terus menerus. Persamaan
untuk perkolasi dengan rumus:
�=ℎ1−ℎ2
�2−�1 ... (10)
dimana :
h1 = tinggi air awal
h2 = tinggi air akhir
t1 = waktu awal
t2 = waktu akhir
(Soemarto, 1995).
Tanah Andosol
Andosol merupakan tanah yang didominasi oleh aluminium silikat amorf
dan/atau kompleks Al-humus. Tanah Andosol memiliki retensi fosfat yang tinggi
(retensi fosfat >85%), sehingga ketersediaan fosfat bagi tanaman cukup rendah.
Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk, didalam tanah diserap oleh
bahan amorf menjadi tak tersedia bagi tanaman. Penambahan pupuk P dalam
jumlah yang banyak justru menurunkan efisiensi, sedangkan pemberian bahan
organik didaerah tropik tidak bertahan lama karena cepat terlapukkan.
Andosol memiliki struktur tanah yang dicerminkan oleh banyaknya bahan
non-kristalin dan bahan organik serta kontribusi bulk density yang rendah.
Permukaan tanah Andosol mempunyai struktur ganular dan kadang-kadang
bervariasi, dicerminkan oleh jenis bahan tanah, budi daya dan iklim. Andosol
selalu mengandung banyak bahan-bahan non-kristalin yang mempengaruhi
konsistensi dan secara nyata menyumbang perkembangan sifat fisika tanah yang
baik untuk budi daya dan pertumbuhan akar tanaman. Andosol memiliki
porositas, permeabilitas dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas
penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat.
Kebanyakan Andosol memiliki bulk density ≤0,90 g/cm3 pada retensi air
33 kPa. Bulk density yang rendah dan pori-pori makro yang besar di sub soil
menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman dimana
rambut-rambut akar dapat berkembang bebas tanpa pembatas. Rendahnya bulk
density Andosol sebagian disebabkan oelh tingginya kadar bahan organik dan
rendahnya partikel densiti, yaitu 1,4 hingga 1,8 g/cm3. Sifat fisika tanah Andosol
yang kedua adalah tingginya kadar air pada saat kapasitas lapang (air tersedia bagi
tanaman) (Mukhlis, 2011).
Kinerja Irigasi
Kinerja jaringan irigasi merupakan resultante dari kinerja manajemen
operasi dan pemeliharaan irigasi dan kondisi fisik jaringan irigasi secara simultan.
Antar keduanya terdapat hubungan timbal balik: kondisi fisik jaringan irigasi yang
rusak mengakibatkan pengoperasiannya tidak optimal; di sisi lain jika operasi dan
pemeliharaannya tidak memenuhi ketentuan teknis yang dipersyaratkan maka
kondisi fisik jaringan irigasi juga tidak akan berfungsi optimal. Kinerja (operasi
dan pemeliharaan) jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal sawah
yang irigasinya baik berkurang. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk
kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif
tanaman tidak optimal (Sumaryanto, dkk., 2006).
Efisiensi Pemakaian Air
Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan
memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang
ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh
tumbuh-tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi
pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian
air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada
umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).
Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam
daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke
lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan:
Ea = WsWf x 100%...(11)
dimana:
Ea = Efisiensi pemakaian air(%)
Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi
Wf = Air yang disalurkan ke lahan
(Basak, 1999).
Efisiensi Penyimpanan Air
Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap
pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal
ataupun karena kelangkaan air.
Es = Ws
Wn x 100%...(12)
dimana:
Es = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%)
Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi
Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air
irigasi
Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai
disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi
(Hansen, dkk., 1992).
Keseragaman Emisi
Desain yang tepat dari sistem irigasi harus mendapat keseragaman
pemberian air pada tanah, sehingga mampu memberi air yang tepat selama selang
waktu yang tepat. Desain sistem irigasi tetes ideal akan mencapai 100%
keseragaman aliran emiter, sehingga setiap tanaman dapat menerima jumlah air
yang sama untuk pertumbuhan. Namun pada kenyataan di lapang, keseragaman
aliran tidak mungkin bisa mencapai 100% karena banyak faktor yang
mempengaruhi (Prabowo, dkk., 2010).
Koefisien variasi menggambarkan kualitas dari alat penetes. Koefisien
variasi ditentukan dari pengukuran laju aliran untuk beberapa alat penetes yang
identik dan dihitung dengan persamaan :
Cv = (�12+�22+⋯+��2−���2)1/2
��(�−1)12
Dimana :
Cv = koefisien variasi pembuatan
q1, q2, …, qn= debit dari alat penetes (l/h, gph)
q = rata-rata jumlah debit dari alat penetes (l/h, gph)
n = total alat penetes
Keseragaman penetes untuk point dan line source dari persamaan berikut :
EU = 100�1,0−1,27
������
����
����...(14)
Dimana :
EU = emission uniformity dalam persen
Ne = banyaknya Emitterpoint source per titik penetes; jarak antara tanaman
dibagi atas panjang unit lateral digunakan untuk menghitung Cv atau 1,
untuk Emitterline source.
Cv = koefisien variasi pembuatan untuk Emitterpoint dan line source
Qmin = debit minimum laju Emitter pada system (l/h, gph)
Qave = debit rata-rata atau desain Emitter (l/h, gph)
(James, 1988).
Menurut ASAE (1985) dalam James (1988), keseragaman emisi (EU)
yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan
Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering
(%)
Point source pada tanaman Seragam c 90-95
permanen a Bergelombang d 85-90
Point source pada tanaman Seragam 85-90
Permanen atau semi permanen b Bergelombang 80-90
Line source pada tanaman Seragam 80-90
Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering (%)
a spasing > 4 m
b spasing < 2 m
c kemiringan < 2 %
d kemiringan > 2 %
Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 %.
Kecukupan Air Irigasi
Pemakaian air konsumtif adalah jumlah air yang diperlukan untuk
evapotranspirasi selama pertumbuhan. Besarnya pemakaian air konsumtif ini
bervariasi menurut jenis tumbuhan dan daerah/zona iklim. Perbedaan jenis
tumbuhan disebabkan oleh perbedaan masa pertumbuhan dan pematangan,
sedangkan perbedaan tipe iklim disebabkan oleh perbedaan unsur-unsur iklim
yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi. Banyaknya pemberian air yang ideal
adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah
perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebih
mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memperburuk
aerasi tanah (Hakim, dkk., 1986).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Irigasi
Kedalaman air yang digunakan pada setiap pemberian air irigasi adalah faktor
yang paling utama yang utama mempengaruhi efisiensi pemakaian. Meskipun air
disebarkan secara seragam ke seluruh permukaan tanah, kedalaman pemakaian air
yang berlebihan akan berakibat pada efisiensi yang rendah. Banyak faktor yang
aliran pemberian air irigasi, lamanya pengairan, tekstur tanah, permeabilitas, dan
kedalaman mempengaruhi waktu pemberian air irigasi menjaga aliran air dengan
demikian juga pada kedalamannya (Susanto, 2006).
Rancangan Irigasi Tetes
Jaringan Irigasi Tetes
Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, sekunder,
dan utama yang merupakan komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari
irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas
tanah, bentuk dan keadaan topogafi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting
yaitu pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang
biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inci) – 25 mm (1 inci)
(Hansen, dkk., 1992).
Penetes (Emitter) dipasang di pipa lateral, mempunyai tekanan operasi
0.15 – 1.75 kg/cm2 dan terbuat dari PVC, PE, keramik, kuningan, dan sebagainya.
Tekanan air yang keluar dari Emitter hampir sama dengan tekanan atmosfir.
Penetes yang baik harus mempunyai karakteristik:
a. Debit yang rendah dan konstan
b. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi
c. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu
d. Umur pemakaian cukup lama
(Sapei, 2003).
Nozzle tetes (Emitter) digunakan pada interval tetap pada lateral. Emiter
dalam bentuk tetesan. Penetes (Emitter) dapat dibuat dalam tiga tipe : (i) air
menetes terus menerus, (ii) air menetes dari Emitter, (iii) air disemprotkan atau
menetes dari lubang yang dibuat pada pipa lateral. Jumlah air yang menetes dari
Emitter tergantung tekanan di nozzle, ukuran pembukaan dan kehilangan akibat
gesekan. Setiap lubang Emitter umumnya mengeluarkan 2 sampai 10 liter perjam.
Nozzle memiliki variasi bentuk dan ukuran. Pipa PVC digunakan pada rancangan
irigasi tetes dapat dianggap sebagai pipa halus.
(Lenka, 1991).
Debit
Air dikeluarkan melalui penetes dalam debit air yang rendah secara
konstan dan kontiniu, kondisi ini tergantung pada tekanan dalam pipa untuk
menghasilkan debit air yang diinginkan. Karakteristik dari penetes akan
menunjukkan debit air yang dapat melewati penetes tersebut (Sumarna, 1998).
Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada
irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit
rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes
bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan
adalah 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengolahan pertanian menggunakan debit
2,6,8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi
(Keller dan Bliesner, 1990).
Debit air keluaran emiter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air
yang tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter yang ada.
Np
Qa = Debit rata-rata dari keseluruhan emiter (l/jam)
G = Volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l)
Ta = Lama pemberian air (jam/hari)
Np = Jumlah emiter per tanaman
(Sapei, 2003).
Lama pemberian air paling besar terdapatpada periode tengah
pertumbuhan dan yang paling kecil terdapat pada periode awal. Hal ini
menunjukkan bahwa waktu penyiraman berbanding lurus dengan kebutuhan air
tanaman. Berdasarkan nilai kebutuhan air tanaman diatas, maka dapat ditentukan
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyiraman pada tiap-tiap fase
pertumbuhan. Waktu penyiraman ditentukan dengan membandingkan kebutuhan
air tanaman setiap fase dengan debit rata-rata air yang keluar dari Emitter
(Simangunsong, dkk., 2013).
Menurut Erizal (2003) dalam Pasaribu, dkk. (2013) mengemukakan bahwa
debit air yang terbesar terdapat pada Emitter awal, sedangkan yang paling kecil
yaitu pada Emitter akhir. Hal ini disebabkan karena tekanan yang diberikan untuk
mengalirkan air pada Emitter akhir harus lebih besar dibandingkan Emitter awal.
Semakin besar tekanan yang dihasilkan, debit yang dihasilkan juga akan semakin
besar, karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi.
Selain itu, dapat dilihat bahwa debit air yang dihasilkan tidak konstan
lateral tidak sama, serta kondisi Emitter yang tidak persis sama menyebabkan
adanya perbedaan kehilangan energi sehingga debit yang dihasilkan berbeda
(Pasaribu, dkk., 2013).
Kecepatan Aliran
Secara hidraulik, variasi tekanan sepanjang sebuah pipa lateral akan
menyebabkan aliran Emitter yang bervariasi sepanjang pipa lateral dan variasi
tekanan pada pipa sub utama akan menyebabkan variasi aliran pada pipa lateral
(pada setiap pipa lateral) sepanjang pipa sub utama. Emitter yang biasanya paling
banyak digunakan dan juga diasumsikan aliran turbulensi pada pipa lateral, aliran
pada Emitter (atau aliran pipa lateral pada pipa sub utama) dan tinggi tekanan
(Michael, 1978).
Tanaman caisim (Brassica juncea L.)
Tanaman caisim (Brassica juncea L.) tampaknya berasal dari wilayah
tengah asia, wilayah dekat kaki pegunungan Himalaya. Migasi terjadi ke pusat
domestikasi sekunder di India, wilayah tengah dan barat Cina, dan wilayah
pegunungan Kaukasus. Catatan dalam bahasa Sansekerta menunjukkan bahwa
tanaman ini ditanam sejak tahun 3000 SM. Tanaman setahun yang dapat
menyerbuk sendiri ini, umumnya tahan terhadap suhu rendah, juga dikenal luas
sebagai sawi India, sawi coklat atau sawi kuning. Klasifikasi anggota
B. juncea amat membingungkan karena terdapat berbagai bentuk yang berbeda
dan karena beberapa jenis kadang-kadang disebut sebagai sawi Cina atau sawi
Adapun sistematika tanaman caisim adalah termasuk kedalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoeadales
Family : Cruciferae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea l.
(Haryanto, dkk, 1996).
Caisim (Brassika sinensis L.) atau sawi merupakan jenis sayuran daun
yang digemari oleh konsumen karena memiliki kandungan pro-vitamin A dan
asam askorbat yang tinggi. Ada dua jenis caisim/sawi yaitu sawi putih dan sawi
hijau. Keduanya dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi
(Rieuwpassa, 2011).
Setelah lahan pertanian siap dipakai dan umur benih (bibit) dipesemaian
sudah mencukupi maka bibit siap dipindah ke lapang. Umur tanaman caisim
dipesemaian siap pindah ke lapang pada 10-14 hari setelah pemindahan ke
bumbunan atau setelah berdaun 5-7 helai. Waktu tanam yang baik pada pagi atau
sore hari dalam keadaan udara sejuk (tidak panas) agar bibit yang digunakan tidak
layu (Sumpena, 2005).
Penanaman di pot atau polybag dilakukan dengan cara pindah anakan
caisim/sawi dari bedengan persemaian atau dari wadah plastik dan ditanam di
dalam pot atau polybag dengan jumlah 2-3 anakan. Caisim/sawi mulai dipanen
memotong pangkal batang. Bila panen terlambat dapat menyebabkan tanaman
cepat berbunga. Caisim/sawi yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang
teduh, agar tidak cepat layu. Untuk mempertahankan kesegaran sayuran ini perlu
diberi air dengan cara dipercik (Rieuwpassa, 2011).
Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)
Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman
tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya diekringkan pada
oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan
menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim
tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga
800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang
akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai Juni 2014 di
Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman
caisim (Brassica juncea L.), drum penampung, infuse sebagai Emitter, elbow,
dob, kran, pipa PVC 0,5” dan 1”, lem pipa, selang, polybag, pupuk, air, kayu,
serta data primer dan data sekunder.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah wadah penampung
(cup), ring sample, tensiometer, oven, timbangan manual, erlenmeyer, gelas ukur,
evapopan, meteran, gergaji, bor, kalkulator dan stopwatch.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan observasi lapangan
analisis data untuk mengetahui efisiensi irigasi tetes (drip irrigation) dengan
memakai emiter dari selang infus pada tanaman caisim (Brassica juncea L.).
Penelitian menggunakan data primer yaitu data yang akan didapatkan di lapangan
dan data sekunder yaitu data curah hujan, suhu dan intensitas penyinaran
matahari. Selanjutnya dilakukan analisis data secara kuantitatif yaitu melakukan
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah:
A. Perancangan jaringan irigasi
1. Membuat drum penampung dari tabung biasa yang dihubungkan dengan
sumber air
2. Menyambung pipa PVC 1 inci sebagai pipa utama (mainline) secara
vertikal dengan drum penampung
3. Menyambung pipa utama dengan pipa pembagi (manifold), dimana
manifold memiliki ukuran yang sama dengan mainline
4. Menghubungkan pipa pembagi dengan pipa lateral sebanyak 2 pipa,
dengan jarak antar lateral sama. Pipa lateral merupakan pipa PVC
berdiameter 0,5 inci
5. Member 10 lubang pada masing-masing pipa lateral dengan jarak tiap
lubang 40 cm
6. Memasang Emitter (infus) pada setiap lubang pada pipa lateral sebagai
emiter alternatif
7. Melakukan pengisian air pada drum penampung hingga penuh dan dijaga
agar ketinggian air dalam drum tetap (konstan)
8. Melakukan pengujian debit air yang keluar dari Emitter dan dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan.
B. Persiapan Perlakuan Tanah
1. Mengeringanginkan tanah Andosol
2. Mengayak dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan
3. Memasukkan tanah yang telah diayak ke dalam polybag
C. Persiapan bibit tanaman caisim (Brassica juncea L.)
1. Menyiapkan bibit tanaman caisim (Brassica juncea L.)
2. Menanam bibit tanaman caisim (Brassica juncea L.) ke polybag 10 kg
3. Menyiapkan polybag dengan ukuran diameter 24 cm sebanyak 12 polybag
dan diisi tanah Andosol
4. Meletakkan 12 polybag pada masing-masing Emitter pada tiap lateral
5. Menghitung keseragaman pemakaian dan kecukupan air tanaman caisim
(Brassica juncea L.) untuk dapat mengetahui banyaknya air yang
diberikan terhadap tanaman selama pertumbuhan
6. Menghitung waktu penyiraman tanaman dan dijalankan irigasi tetes sesuai
waktu yang ditentukan.
Perlakuan I, Tanpa Tanaman
A. Pengujian kinerja irigasi tetes
Pengujian kinerja irigasi tetes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
efisiensi irigasi yang meliputi pemakaian dan penggunaan air dengan irigasi
tetes pada polybag tanpa tanaman.
1. Mengeringudarakan tanah selama 24 jam agar kondisi awal tanah sama
2. Membuat beberapa lubang di bagian bawah polybag
3. Meletakkan wadah penampung pada bagian bawah polybag yang telah
dilubangi agar perkolasi dapat tertampung
4. Mengambil sampel tanah dengan ring sample untuk mengetahui kadar air
6. Mengambil sampel tanah yang telah terbasahi dengan ring sample
7. Mengukur perkolasi yang tertampung pada wadah (jika ada) dengan
menggunakan gelas ukur
8. Menghitung efisiensi irigasi yaitu efisiensi pemakaian dan penggunaan air.
B. Keseragaman emisi
1. Menghitung volume air yang disalurkan ke tanah setiap kali pemberian air
irgasi
2. Mengambil debit rata-rata data pengamatan
3. Mengambil debit minimum dari data pengamatan
4. Menghitung keseragaman emisi
C. Kecukupan air irigasi
1. Menyusun ketinggian air infiltrasi dari yang tertinggi ke yang terendah
2. Menghitung persentase tanah yang mendapatkan air infiltrasi untuk setiap
ketinggian air infiltrasi
3. Menghitung persentase kumulatif dari lahan yang mendapat air infiltrasi
4. Menggambar hubungan antara ketinggian air infiltrasi dengan persentase
kumulatif lahan
5. Menentukan kecukupan air irigasi
D. Kehilangan air
1. Menghitung nilai evaporasi. Besarnya evaporasi ditentukan berdasarkan
pengukuran langsung dilapangan dengan menggunakan evapopan kelas A
2. Memasang infiltrometer yang diketahui volumenya. Dilakukan pencatatan
terhadap waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah volume
tertentu dari air yang dituangkan ke dalam silinder infiltrometer.
3. Menghitung laju perkolasi
E. Analisis sifat-sifat fisik tanah
1. Mengambil sampel tanah pada 3 polybag tanah tanpa tanaman
2. Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105ºC
3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut
di dalam gelas erlenmeyer
4. Menghitung volume tanah kering oven dengan mengurangkan volume
erlenmeyer dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan
5. Melakukan analisis kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel
(particle density), dan porositas
6. Menentukan tekstur tanah dengan meletakkan sampel tanah ke
Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara
7. Menentukan kadar air kapasitas lapang dengan cara mengambil sampel
sebanyak 3 kali ulangan dan dijenuhkan
8. Mengeringudarakan sampel selama 24 jam agar mencapai kondisi
kapasitas lapang kemudian ditentukan kadar airnya dengan menggunakan
Perlakuan II, Dengan TanamanCaisim (Brassica juncea L.)
A. Pengujian kinerja irigasi tetes
Pengujian kinerja irigasi tetes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
efisiensi irigasi yang meliputi pemakaian dan penggunaan air dengan irigasi
tets pada polybag tanaman Caisim (Brassica juncea L.)
1. Mengeringudarakan tanah selama 24 jam agar kondisi awal tanah sama
2. Membuat beberapa lubang di bagian bawah polybag
3. Meletakkan wadah penampung pada bagian bawah polybag yang telah
dilubangi agar perkolasi dapat tertampung
4. Mengambil sampel tanah dengan ring sample untuk mengetahui kadar air
awal tanah
5. Menjalankan irigasi sesuai waktu penyiraman
6. Mengambil sampel tanah yang telah terbasahi dengan ring sample
7. Mengukur perkolasi yang tertampung pada wadah (jika ada) dengan
menggunakan gelas ukur
8. Menghitung efisiensi irigasi yaitu pemakaian dan penggunaan.
B. Keseragaman emisi
1. Menghitung volume air yang disalurkan ke tanah setiap kali pemberian air
irgasi
2. Mengambil debit rata-rata data pengamatan
3. Mengambil debit minimum dari data pengamatan
4. Menghitung keseragaman emisi
C. Kecukupan air irigasi
2. Menghitung persentase tanah yang mendapatkan air infiltrasi untuk setiap
ketinggian air infiltrasi
3. Menghitung persentase kumulatif dari lahan yang mendapat air infiltrasi
4. Menggambar hubungan antara ketinggian air infiltrasi dengan persentase
kumulatif lahan
5. Menentukan kecukupan air irigasi
D. Kehilangan air
1. Menghitung nilai evapotranspirasi dengan persamaan (5), (6), dan (7).
Evapotranspirasi juga ditentukan berdasarkan pengukuran nilai evaporasi
secara langsung dengan menggunakan evapopan dapat dilihat pada
persamaan (8), yang kemudian dikalikan dengan koefisien tanaman yang
dapat dilihat pada persamaan (9)
2. Memasang infiltrometer yang diketahui volumenya. Dilakukan pencatatan
terhadap waktu yang diperlukan untuk meresapkan sejumlah volume
tertentu dari air yang dituangkan ke dalam silinder infiltrometer
3. Menghitung laju perkolasi
E. Analisis sifat-sifat fisik tanah
1. Mengambil sampel tanah pada 3 polybag tanah dengan tanaman caisim
(Brassica juncea L.)
2. Mengovenkan tanah selama 24 jam dengan suhu 105ºC
3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut
di dalam gelas erlenmeyer
4. Menghitung volume tanah kering oven dengan mengurangkan volume
5. Melakukan analisis kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel
(particle density), dan porositas
6. Menentukan tekstur tanah dengan meletakkan sampel tanah ke
Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara
7. Menentukan kadar air kapasitas lapang dengan cara mengambil sampel
sebanyak 3 kali ulangan dan dijenuhkan
8. Mengeringudarakan sampel selama 24 jam agar mencapai kondisi
kapasitas lapang kemudian ditentukan kadar airnya dengan menggunakan
metode gavimetrik
F. Berat kering tanaman caisim (Brassica juncea L.)
1. Memanen tanaman caisim (Brassica juncea L.) setelah ± 45 hari dan
ditimbang berat tanaman tersebut
2. Mengambil seluruh bagian tanaman dari polybag, dibersihkan, kemudian
ditimbang berat tanaman
3. Mengovenkan tanaman selama 48 jam dengan suhu 700C
4. Menimbang kembali tanaman yang telah dioven
Parameter Penelitian
1. Debit air rata-rata keluaran Emitter
Menghitung debit air dengan menampung air yang mengalir (keluar) melalui
Emitter pada suatu wadah per satuan waktu (1 jam) pada tiap emiternya,
kemudian dihitung debit air rata-ratanya dengan persamaan (14),(15),(16),
2. Evapotranspirasi
Menghitung evapotranspirasi dapat dihitung dengan persamaan (4), (5), (6)
dan (7), dalam penelitian ini menghitung evapotranspirasi dengan persamaan
(8) dan (9) .
3. Perkolasi
Menghitung perkolasi dengan menggunakan persamaan (10).
4. Sifat-sifat Fisik Tanah
Melakukan analisis kerapatan massa (bulk density), kerapatan partikel
(particle density), porositas, serta kadar air kapasitas lapang pada tanah
ultisol dengan persamaan (1), (2), (3) dan dilakukan analisis tekstur tanah di
Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
5. Efisiensi Irigasi Tetes
Menentukan efisiensi irigasi tetes meliputi efisiensi pemakaian (Ea) dengan
membandingkan volume air irigasi yang ditampung (volume air yang
disalurkan dikurangi volume air rembesan) dengan volume air irigasi yang
disalurkan (volume air yang berkurang pada drum penampung), dihitung
menggunakan persamaan (11) dan efisiensi penyimpanan (Es) yang
ditentukan dengan cara membandingkan, dihitung dengan menggunakan
persamaan (12).
6. Keseragaman Emisi
Menghitung keseragaman emisi dengan persamaan (13) dan (14).
7. Kecukupan Air Irigasi
Melakukan analisis kecukupan air irigasi dengan menggambar hubungan
8. Berat kering tanaman caisim (Brassica juncea L.)
Melakukan analisis berat kering tanaman caisim (Brassica juncea L.) dengan
menimbang bobot kering tanaman caisim untuk mengetahui seberapa optimal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik Tanah
Analisis sifat fisik tanah Andosol meliputi tekstur tanah, kerapatan massa,
kerapatan partikel, porositas tanah. Hasil analisa tekstur tanah Andosol dapat
dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 3.
Tabel 4 . Hasil analisa tekstur tanah
Tekstur Persentase (%)
Keterangan Lempung Berpasir
Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan kandungan pasir,
debu, dan liat tanah Andosol bertekstur lempung berpasir yang dapat ditentukan
dengan segitiga USDA (United State Department of Agiculture).
Hasil analisis sifat-sifat fisik tanah yaitu kerapatan massa (bulk density),
kerapatan partikel (particle density), serta porositas dapat dilihat pada Tabel 5 dan
perhitungannya pada Lampiran 5.
Tabel 5. Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel, dan Porositas Tanah Andosol
Ulangan Kerapatan Massa (g/cm 3)
tanah Andosol adalah sebesar 0,40 g/cm3. Hasil penelitian menunjukkan nilai