DAFTAR PUSTAKA
[1] Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 2010. Pemanfaatan Energi Surya
di Indonesia. Ditjen LPE-ESDM.
[2] Duffle A John. Solar Engineering of Thermal Processes,Fourth Edition. John
Wiley & Sons Inc. : New York
[3] Andi Taufan, Nasruddin. 2013. Rancang Bangun dan Pengujian Sistem
Pendingin Adsorpsi dengan Dua Adsorber (Skripsi). Depok : Universitas
Indonesia
[4] Ambarita, Nishio. 2008. Modifikasi Mesin Pendingin Adsorpsi pada
Komponen Kondensor, Reservoir, Katup Ekspansi dan Evaporator.
(Skripsi). Depok : Universitas Indonesia
[5] Bayu Rudiyanto. 2008. Kajian Eksergi pada Mesin Pendingin Adsorpsi
Intermitten Menggunakan Pasangan Silika gel - Metanol (Skripsi).
Bogor : IPB
[6] Rian Arikundo, Fadly. 2013. Rancang Bangun Prototype Kolektor Surya Tipe
Plat Datar untuk Penghasil Fluida Panas pada Pengering Produk
Pertanian dan Perkebunan. (Skripsi). Medan : Universitas Sumatera
Utara
[7] Incropera, Frank P., David P. Dewitt. 1985. Fundamentals of Heat and Mass
[8] Saharjo, B.H 1999. Study on Forest Fire Prevention For Cast-GrowingTree
Species Acacia Mangilium Plantation In South Sumatera, Indonesia.
Doctoral Thesis of Faculty of Agriculture.Kyoto University.Japan.107 pp.
[9] Yunus A. Cengel. HeatTransfer A Practical Approach, Second Edition.
Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore
[10] Anyanwu,E. E.,Ezekwe, C.I.,“Design, construction and test run of solid
adsorption solar refrigerator using activated carbon/metanol, as
adsorbent/adsorbate pair”, Energy Conversion and Management 44
(2003),2879-2892.
[11]Holman.J.P, Heat Transfer, 10thEdition.,McGraw-Hill Series in Mechanical Engineering: New York, America
[12] http://www.csp-world.com/news/skyfuel-releases-three-new-technical-
papers-research-results-its-products
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Lantai 4 gedung Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun letak penelitian ini seperti
ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 3.1 Tata Letak Lokasi Penelitian
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu mulai bulan Agustus
2015 sampai November 2015. Persiapan dan pmbuatan mesin pendingin
dilakukan pada bulan Agustus - Oktober 2015. Pengujian dan pengambilan data
dilakukan pada bulan November dari tanggal 16 November 2015 - 29 november
3.2. Alat dan Bahan yang Digunakan
3.2.1. Peralatan Penelitian
Adapun beberapa alat pengujian yang digunakan adalah :
1. Kolektor
Spesifikasi :
Tipe = Pelat datar
Panjang kolektor = 1,135 m
Lebar kolektor = 1,135 m
Tinggi kolektor = 0,243 m
Luas kolektor = 1,288225 m2 2. Laptop
Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah
didapatkan dari Hobo Microstation data logger dan Pace XR5 Data
Logger.
Gambar 3.2Laptop
Spesifikasi:
a. Asus 1215 B
b. AMD C-50 Processor (2 CPUs) – 1.0 GHz
c. 12"widescreen
3. Pace XR5 Data Logger
Alat ini berfungsi sebagai pencatat data pengukuran temperatur pada
kolektor. Cara pemakaiannya yaitu dengan menghubungkan
termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur
temperaturnya.
Gambar 3.3 Pace XR5 Data Logger
Spesifikasi :
Buatan = Amerika Serikat
Tipe = XR5-SE-M-20mV
Jumlah terminal sensor = 8 chanel
Tipe = Lithium, AA size, 3.6 volt,
memerlukan 2 baterai.
4. Termokopel
Berfungsi sebagai alat pengukur nilai temperatur.
5. Hobo Microstation Data Logger
Alat ini di hubungkan ke data logger untuk kemudian dihubungkan ke
komputer untuk diolah datanya.
Spesifikasi Alat :
a. Skala pengoperasian: 20oC-50oC dengan baterai alkalin 40oC-70 oC dengan baterai lithium.
b. Input Processor: 3 buah sensor pintar multi channel monitoring
c. Ukuran: 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm
d. Berat: 0,36 kg
e. Memori: 512 kilobyte. Penyimpanan data nonvolatile flash
f. Interval Pengukuran: 1 detik - 18 jam (tergantung pengguna)
g. Akurasi Waktu: 0 detik - 2 detik
Berikut ini adalah alat ukur pada Hobo Micro station data logger
yaitu:
Gambar 3.5 Hobo Microstation data logger
Keterangan :
1. Pyranometer
Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi.
Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer
Parameter
pengukuran : Intensitas radiasi dengan interval 1 detik
Rentang Pengukuran : 0 sampai 1280 W/m2
Temperatur kerja : Temperature: -40° C to 75 °C (-40° F to 167 °F)
Akurasi
: ± 10,0 W/m2 or ± 5%. Tambahan temperatur error 0,38 W/m2/°C from 25 °C (0,21 W/m2/°F from 77 °F)
Resolusi : 1,5 W/m2
Penyimpangan : < ± 2% per Year
Panjang kabel : 3 meters (9,8 ft)
Berat : 120 grams (4,0 oz)
Dimensi : 41 mm Height x 32 mm Diameter (1 5/8" x 1 1/4")
6. Pompa Vakum
Pompa vakum berfungsi untuk :
1. Memeriksa apakah ada kebocoran pada kolektor
2. Untuk membuat vakum bagian dalam kolektor supaya tidak ada
udara tertinggal.
Gambar 3.6Pompa Vakum
Spesifikasi:
Merek : ROBINAIR
Kapasitas : 142 l/m
Motor H.p : ½
Volt : 110-115 V / 220-250 V
3.2.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
1. Karbon aktif (25 kg)
Karbon aktif ini sebagai adsorben yang berfungsi untuk menyerap
refrigeran metanol yang berada di dalam kolektor.
Gambar 3.7Karbon Aktif
2. Kaca
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator untuk mencegah panas
dari kolektor surya hilang keluar.
Gambar 3.8Kaca
3. Rockwool
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator untuk mencegah panas
Gambar 3.9Rockwool
4. Sterofoam
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator untuk mencegah panas
dari kolektor surya hilang keluar.
Gambar 3.10Sterofoam
5. Busa Hitam
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator untuk mencegah panas
dari kolektor surya hilang keluar.
Gambar 3.11Busa Hitam
6. Triplek
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator untuk mencegah panas
Gambar 3.12Triplek
7. Stainless Steel
Bahan ini digunakan sebagai adsorber. Stainless steel diberi cat hitam
agar radiasi yang masuk pada solar collector akan diserap sepenuhnya
oleh pelat stainless.
Gambar 3.13 Stainless Steel
8. Cat
Bahan ini digunakan untuk mengecat pelat stainless, cat yang
digunakan adalah cat berwarna gelap (hitam).
Gambar 3.14Cat
3.3 Proses Pembuatan Model Fisik Kolektor
Gambar 3.15Desain Kolektor pada Solidwork
2. Pembuatan rangka kolektor
Gambar 3.16Rangka Kolektor
3. Pembuatan kotak isolator pada kolektor
4. Pemasangan adsorber ke dalam kotak isolator
a. Proses pengisian karbon aktif (adsorben) pada adsorber
Gambar 3.18Adsorber
b. Pemasangan adsorber pada kotak isolator
Gambar 3.19 Pemasangan Adsorber pada Kotak Isolasi
5. Pembuatan kaca kolektor
6. Pemasangan kolektor pada mesin pendingin
Gambar 3.21Pemasangan Kolektor pada Mesin Pendingin
3.4 Persiapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan menghubungkan kabel-kabel termokopel antara
data logger dan parameter-parameter yang akan diukur temperaturnya. Kemudian
jalankan data logger dan diatur settingan temperaturnya melalui software Log XR
yang sudah diinstall pada laptop. Setelah pengaturan data logger selesai, maka
tunggu data logger membaca temperatur sesuai waktu yang telah diatur. Berikut
gambar 3.22 menunjukkan titik - titik peletakan kabel termokopel.
Gambar 3.22 Peletakan Titik Termokopel pada Kolektor
Tkaca
Tplat atas adsorber
Adapun beberapa parameter yang diukur ialah :
1. Temperatur permukaan kaca
2. Temperatur permukaan plat atas adsorber
3. Temperatur permukaan plat bawah adsorber
Parameter diatas digunakan untuk menghitung besarnya total panas yang
masuk ke dalam kolektor, kerugian panas yang hilang dari kolektor, total panas
yang diserap oleh plat adsorber dan untuk perhitungan nilai efisiensi kolektor
surya pada mesin pendingin siklus adsorpsi.
3.5 Prosedur Penelitian
Kolektor surya adalah alat untuk mengkonversikan energi surya ke dalam
energi panas.Ketika cahaya matahari menimpa adsorber pada kolektor surya,
sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian
besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas. Energi panas yang
diserap oleh adsorber akan digunakan untuk memanaskan adsorben karbon aktif
yang ada di dalam adsorber.
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan adalah :
1. Kolektor surya mesin pendingin siklus adsorpsi dipersiapkan (portable).
2. Kolektor diletakkan dalam posisi yang baik dan benar.
3. Semua alat ukur yang dibutuhkan selama pengujian dipersiapkan.
4. Kabel-kabel termo couple dari data logger dipasang pada kolektor dan
mesin pendingin.
6. Pengujian dilakukan hingga 24 jam yang dimulai pada pukul 07.00 WIB
sampai 07.00 WIB.
7. Hasil dari pengujian dianalisis.
3.6 Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
3.6.1 Variabel bebas
1. Intensitas Radiasi Matahari
2. Sudut Kolektor
3.6.2. Variabel terikat
1. Temperatur Plat Kolektor
3.7. Kerangka Konsep Hasil Penelitian
Berikut diagram alir tahapan dalam pengerjaan skripsi :
Gambar 3.23Diagram Alir Tahapan Penelitian Ya
Pembuatan Model Fisik Kolektor
Pengambilan Data Kolektor Menggunakan
data HOBO dan data Logger
Data output :
Temperatur kolektor
Intensitas Radiasi Matahari
Temperatur Lingkungan
Analisa Hasil Percobaan Mulai
Studi Literatur Buku , Referensi, Jurnal, Internet, dll
Hasil
Kesimpulan
Selesai
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil penelitian kolektor surya pada sudut 0o (β = 0o) Tabel 4.1 Data Pengujian Kolektor Sudut 0o (16 - 17 November 2015)
4.1.2 Hasil penelitian kolektor surya pada sudut 30o (β = 30o) Tabel 4.4 Data Pengujian Kolektor Sudut 30o (26 - 27 November 2015)
4.2 Pengolahan Data Kolektor
4.2.1 Pengolahan Data Kolektor pada Sudut 0o(β = 0o) 4.2.1.1 Perhitungan Intensitas Radiasi Matahari
Berikut ini adalah data intensitas radiasi matahari pada pengujian I
kolektor sudut 0o selama 60 menit dimulai dari pukul 7.00 WIB – 8.00 WIB pada tanggal 16 November 2015.
Tabel 4.7 Data Pengujian I Kolektor Sudut 0o dalam 60 menit
Waktu Radiasi Matahari/ Gbn
(W/m2) jumlah intensitas matahari yang masuk ke dalam kolektor. Dengan menggunakan
microsoft excel diperoleh hasil perhitungan jumlah intensitas matahari yang
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan intensitas matahari yang masuk kolektor 0o selama 24 jam
WAKTU (WIB) Gbn (W/m2) Qrad = Qit (J/m2) 07.00-08.00 171,03 615708 08.00-09.00 349,7 1258920 09.00-10.00 479,19 1725084 10.00-11.00 676,19 2434284 11.00-12.00 490,2 1764720 12.00-13.00 263,57 948852 13.00-14.00 428,97 1544292 14.00-15.00 478,99 1724364 15.00-16.00 219,44 789984 16.00-17.00 152,56 549216
17.00-18.00 63,7 229320
18.00-00.00 0,98 3528
00.00-06.00 0,6 2160
06.00-07.00 4,8 17280
TOTAL 13607712
Dari tabel 4.8 diatas diperoleh nilai total intensitas matahari yang masuk ke dalam
kolektor (Qrad) sebesar 13,607712 MJ/m2.
4.2.1.2 Perhitungan Panas yang Diserap Kolektor
Perhitungan panas yang diserap kolektor dapat dihitung menggunakan
rumus :
= (� )
dimana :
Qrad = intensitas radiasi matahari (J/m2) Ac = luas penampang kolektor = 1 m2
� = transmisivitas absorsivitas rata -rata kaca dan absorber dihitung
(� ) = 1,01 �
� = � �
— Koefisien transmisivitas refleksi (� ) diperoleh dengan
rumus : � = 1
— Koefisien transmisivitas refleksi (� ) diperoleh dengan
Dengan menggukan microsoft excel nilai dari pukul 07.00 WIB - 7.00 WIB dari
tanggal 16 November 2015 - 17 November 2015 dapat diperoleh dalam tabel 4.9
berikut :
Tabel 4.9 Data perhitungan panas yang diserap kolektor
Dari tabel 4.9 diatas diperoleh nilai total panas yang dapat diserap kolektor dari
pukul 7.00 WIB - 7.00 WIB sebesar S = 8,5032 MJ.
4.2.1.3 Perhitungan Total Kerugian Panas yang Hilang pada Kolektor
Kerugian panas yang hilang pada kolektor dapat dihitung menggunakan
rumus yaitu :
= + + �
dimana :
= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian atas kolektor (J)
= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian bawah kolektor (J)
�= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping kolektor (J)
= total kerugian panas yang hilang pada setiap sisi kolektor (J)
4.2.1.3.1. Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang pada Sisi Atas
Kolektor (QT)
Menghitung koefisien kerugian panas pada sisi bagian atas kolektor
f = ( 1 + 0,089 - 0.1166 � )(1 + 0.07866N)
C = 520 (1 –0.000051β2) dimana β = 0o
e= 0.430 (1-100/ )
β = sudut kemiringan kolektor
� = emisivitas kaca = 0.88
� = emisivitas plat = 0.97
∞ = temperatur rata - rata lingkungan (K)
= temperatur rata-rata plat atas (K)
= koefisien perpindahan panas oleh angin ≈ 10 W/m2 K
�= Tetapan Stefan-Boltzman = 5.67 x 10-8
= koefisien kerugian panas pada sisi atas kolektor (W/m2 K)
Penyelesaian :
Perhitungan nilai f = ( 1 + 0,089 - 0.1166 � )(1 + 0.07866N) yaitu :
f = ( 1 + 0,089(10) - 0.1166 10 (0.97)(1 + 0.07866(2)) = 0.8783
Perhitungan nilai C = 520 (1 –0.000051β2) dimana β = 0o yaitu :
C = 520 (1 – 0.000051(0)2) = 520
Perhitungan nilai e= 0.430 (1-100/ ) yaitu :
Nilai temperatur rata - rata plat diperoleh sesuai dengan tabel 4.1
mulai pukul 7.00 WIB - 7.00 WIB :Tpm = 52,866oC = 325,866 K sehingga : e= 0.430 (1-100/325,866) = 0.298
Nilai temperatur rata - rata lingkungan diperoleh sesuai dengan tabel 4.3
Setelah diperoleh parameter yang digunakan untuk menghitung kerugian panas
pada sisi bagian atas kolektor maka dapat ditentukan nilai :
= 2
4.2.1.3.2 Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang pada Sisi Bawah
Kolektor (QB)
Menghitung koefisien kerugian panas pada sisi bagian bawah kolektor
t = tebal isolasi (m)
A = luas penampang isolasi (m2)
— ∆ = − ∞
Tpm sisi bawah = 45,5972oC = 318,5972 K
∞ = 27,76oC = 300,76 K
Pada kolektor ini terdapat empat buah isolasi sesuai dengan gambar 4.1 di bawah
ini :
Gambar 4.1 Isolasi pada kolektor
Penyelesaian :
— 1=
=
0,05
0,03 1,261129 2 = 1,32 / — 2 = sterofoam
sterofoam sterofoam =
0,02
0,036 1,261129 2 = 0,44 / — 3 = busa hitam
busa hitam busa hitam =
0,015
0,14 1,261129 2 = 0,085 / — 4 = triplek
triplek triplek =
0,012
— 5 = 1 = 1
10 2 1,261129 2= 0,079294 /
sehingga nilai panas yang hilang dari sisi bagian bawah dapat dihitung yaitu :
Q = 318,5972 − 300,76
1,32 + 0,44 + 0,085 + 0,079 + 0,079294
Q = 8,89 = 768401,88
4.2.1.3.3 Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang Pada Sisi Samping
Kolektor (QE)
Menghitung kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping
kolektor menggunakan rumus :
— 3 = busa hitam
sehingga nilai panas yang hilang dari sisi bagian bawah dapat dihitung yaitu :
Q� = 322,232 − 300,76
3,06 + 0,99 + 0,19 + 0,09 + 0,0918
Q� = 4,86 = 419559,98
Maka total nilai panas yang hilang dari seluruh bagian kolektor adalah
Q = Q + Q + Q�
Q = 7257510,57 J + 768401,88 + 419559,98 Q = 8445472,42 J
Q = 8,445 MJ
Kesetimbangan energi pada pengujian I kolektor sudut 0o dapat dihitung sebagai berikut :
= QL
= Q + Q + Q� 8,50327 = 8,445
Dengan bantuan microsoft excel menggunakan cara perhitungan yang sama maka
diperoleh total nilai intensitas radiasi matahari yang masuk pada kolektor 0o (Qrad),
total nilai panas yang diserap kolektor 0o (S), total nilai panas yang hilang dari kolektor 0o (QL) pada pengujian II dan pengujian III yang dilampirkan pada tabel
Tabel 4.10 Hasil perhitungan Qrad, S, dan QL pada pengujian I, II, dan III pada
kolektor 0o
Qrad (J) S (J) QL (J)
Pengujian I 13607712 8503276,96 8445472,42
Pengujian II 12008412 7799224,82 7704430,45
Pengujian III 12900312 8472586,28 8357648,86
4.2.2. Pengolahan Data Kolektor pada Sudut 30o(β = 30o) 4.2.2.1 Perhitungan Intensitas Radiasi Matahari
Untuk menghitung intensitas radiasi matahari yang diterima kolektor
surya dengan kemiringan = 30o, digunakan persamaan berikut:
� =�
dimana :
— GbT = Intensitas radiasi pada bidang miring (W/m2)
— Gbn = Intensitas radiasi matahari pada sudut masuk normal pada
permukaan horizontal (W/m2)
— cosθT = sudut masuk atau sudut antara arah sorotan pada sudut masuk
normal dan arah komponen tegak lurus (900) pada permukaan bidang miring.
Maka untuk menghitung intensitas radiasi matahari yang diterima kolektor
selama 60 menit pertama tanggal 26 November 2015 adalah sebagai berikut:
60 = 60 cos
Tabel 4.11 Data intensitas radiasi matahari kolektor 30o selama 60 menit
1. Total intensitas radiasi matahari selama 60 menit dapat diperoleh dari rata-rata
tabel 4.11 sehingga Gbn 60 menit = 115,78 W/m2
2. Menghitung nilai
Nilai dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
cosθT = sin. sin(∅ −β) + cos. cos(∅ −β)cosω
dimana :
— δ = deklinasi = 23.45 sin 360 x 284+n
365
dimana n = 332 hari pengujian pada tahun 2015
Pengujian bulan November bisa digunakan rumus: 304 + i, dimana i
adalah tanggal pengujian 26 November 2015
δ = 23.45 sin 360 x 284+330
365 = -21.354
— ∅= garis lintang (posisi lintang lokasi penelitian 3o30’-3o43’), diambil nilai
maka. ∅ = 3 + 37
60 = 3.62
— β = 30o (kemiringan kolektor surya)
— ω = (ts-12) x 360
24. dimana ts = jam pengujian. Maka untuk pengujian pukul
07.00 WIB - 08.00 WIB:
ω = (7,5-12) x 360
24 = -67,5
Dengan demikian. nilai cosθTdapat dihitung sebagai berikut:
cosθT= sin −21,354 x sin 3,62−30 + Cos −21,354 x Cos3,62−30 . cos(−67,5)
= 0,481
Jadi. total radiasi yang diterima kolektor dengan β = 30o pukul 07.00 – 08.00 pada tanggal 26 November 2015 adalah:
GbT = 115,78 W/m2 x 0,481
= 55,70039 W/m2
Menggunakan microsoft excel dan melakukan cara perhitungan yang sama pada
microsoft excel maka dapat ditentukan nilai GbT dari pukul 7.00 WIB - 7.00 WIB
dari tanggal 26 November 2015- 27 November 2015 yang ditunjukkan pada tabel
4.12 berikut :
12.00-13.00 -21,354 3,62 30 7,5 330 0,989 204,73 202,481 728933,180
dalam kolektor (Qrad) sebesar 8,407 MJ/m2.
4.2.2.2. Perhitungan Panas yang Diserap Kolektor
Perhitungan panas yang diserap kolektor dapat dihitung menggunakan rumus :
= (� )
dimana :
Qit = intensitas radiasi matahari yang diterima pada sudut 30o (J/m2) Ac = luas penampang kolektor = 1 m2
� = transmisivitas absorsivitas rata -rata kaca dan absorber dihitung
dengan rumus : � = 0,96 (� ) dimana :
(� ) = 1,01 �
� = � �
— Koefisien transmisivitas refleksi (� ) diperoleh dengan
— 1 = θ1 Sudut datang matahari terhadap bidang
— Koefisien transmisivitas refleksi (� ) diperoleh dengan
rumus:
dari tanggal 26 November 2015 - 27 November 2015 dapat diperoleh dalam tabel
4.13 berikut :
Tabel 4.13 Data perhitungan panas yang diserap kolektor
WAKTU (WIB) θ1 θ2 r⊥ r∥ r a α⁄α_n
09.00-10.00 7,5 4,9068 0,0443 0,0423 0,8465 0,8516 0,7209 0,9962
Dari tabel 4.12 diperoleh nilai total panas yang dapat diserap kolektor dari pukul
7.00 WIB - 7.00 WIB dari tanggal 26 November 2015 - 27 November 2015
sebesar S = 4,584 MJ.
4.2.2.3 Perhitungan Total Kerugian Panas yang Hilang pada Kolektor
Kerugian panas yang hilang pada kolektor dapat dihitung
menggunakan rumus yaitu :
dimana :
= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian atas kolektor (J)
= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian bawah kolektor (J)
�= total kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping kolektor (J)
= total kerugian panas yang hilang pada setiap sisi kolektor (J)
4.2.2.3.1 Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang pada Sisi Atas Kolektor
(QT)
Menghitung koefisien kerugian panas pada sisi bagian atas kolektor menggunakan
rumus :
β = sudut kemiringan kolektor
� = emisivitas kaca = 0.88
∞= temperatur rata - rata lingkungan (K)
= temperatur rata-rata plat atas (K)
= koefisien perpindahan panas oleh angin ≈ 10 W/m2
K
�= Tetapan Stefan-Boltzman = 5.67 x 10-8
= koefisien kerugian panas pada sisi atas kolektor (W/m2 K)
Penyelesaian :
Nilai temperatur rata - rata plat diperoleh sesuai dengan tabel 4.4
mulai pukul 7.00 WIB - 7.00 WIB :Tpm = 43,119oC = 316,119 K sehingga : e= 0.430 (1-100/316,119) = 0.294
Nilai temperatur rata - rata lingkungan diperoleh sesuai dengan tabel 4.4
mulai pukul 7.00 WIB - 7.00 WIB : ∞ = 28,491 = 301,491
Setelah diperoleh parameter yang digunakan untuk menghitung kerugian panas
pada sisi bagian atas kolektor maka dapat ditentukan nilai :
Sehingga total panas yang hilang pada sisi bagian atas kolektor dapat dihitung
dengan rumus berikut :
= − ∞
maka :
= 3,06 2 1 2 316,119 −301,491
= 44,77 = 3867822,93 J
4.2.2.3.2 Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang dari Sisi Bawah
Kolektor (QB)
Menghitung koefisien kerugian panas pada sisi bagian bawah kolektor
menggunakan rumus :
Q = ∆
1 + 2 + 3 + 4 + 5
dimana :
— =
K = konduktivitas bahan (W/m K)
t = tebal isolasi (m)
A = luas penampang isolasi (m2)
— ∆ = − ∞
Tpm sisi bawah = 36,704oC = 309,704 K
∞ = 28,491oC = 301,491 K
— 1=
sehingga nilai panas yang hilang dari sisi bagian bawah dapat dihitung yaitu :
Q = 309,704 − 301,491
1,32 + 0,44 + 0,085 + 0,079 + 0,079294
Q = 4,09 = 353804,67
4.2.2.3.3 Perhitungan Kerugian Panas yang Hilang Pada Sisi Samping
Kolektor (QE)
Menghitung kerugian panas yang hilang pada sisi bagian samping kolektor
Tpm sisi samping = 39,9115oC = 312,912 K
sehingga nilai panas yang hilang dari sisi bagian bawah dapat dihitung yaitu :
Q� = 312,912 − 301,491
3,06 + 0,99 + 0,19 + 0,09 + 0,0918
Q� = 2,58 = 223158,66
Maka total nilai panas yang hilang dari seluruh bagian kolektor adalah
Q = Q + Q + Q�
Q = 3867822,93 J + 353804,67 J + 223158,66 J Q = 4444786,26 J
Q = 4,444 MJ
Kesetimbangan energi pada pengujian I kolektor sudut 30o dapat dihitung sebagai berikut :
= QL
Dengan bantuan microsoft excel menggunakan cara perhitungan yang sama maka
diperoleh total nilai intensitas radiasi matahari yang masuk pada kolektor 30o (Qit),
total nilai panas yang diserap kolektor 30o (S), total nilai panas yang hilang dari kolektor 30o (QL) pada pengujian II dan pengujian III yang dilampirkan pada tabel
4.14 :
Tabel 4.14 Hasil perhitungan Qit, S, dan QL pada pengujian I, II, dan III
kolektor 30o
Qit (J) S (J) QL (J)
Pengujian I 8407287,501 4584633,14 4444786,26
Pengujian II 8426850,019 5078198,73 4923798,33
Pengujian III 5378121,127 3159509,72 3114245,67
4.3 Energi Panas Aktual yang Digunakan untuk Proses Desorpsi (Qic)
4.3.1 Energi Panas Aktual yang Digunakan Kolektor Sudut 0ountuk Proses
Desorpsi
Energi panas yang digunakan kolektor untuk mendesorpsi metanol dari
karbon aktif dievaluasi melalui persamaan sebagai berikut:
= . + ∆ +
dimana:
Qic = energi panas aktual yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi (J)
mac = massa karbon aktif dalam kolektor (kg)
mr = massa refrigeran (metanol) dalam kolektor yang teradsorpsi (kg)
Cpac = panas spesifik karbon aktif (J/kg K)
∆ = temperatur pemanasan (dievaluasi pada temperatur rata-rata
kolektor maksimal selama waktu pemanasan optimum (oK)
hsg = entalphy perubahan fasa metanol selama proses desorpsi (KJ/Kg)
mrhsg = total energi perubahan fasa refrigeran (metanol) dalam kolektor (J)
Sehingga total energi panas pada kolektor yang digunakan untuk proses
desorpsi pada setiap pengujian ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.15 Energi Panas Aktual yang Digunakan Kolektor 0o untuk Proses Desorpsi (Qic) pada Pengujian I, II dan III
Pengujian
Total energi panas yang digunakan pada kolektor 30o untuk proses desorpsi pada setiap pengujian I,II, dan III ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.16 Energi Panas Aktual yang Digunakan Kolektor 30o untuk Proses Desorpsi (Qic) pada Pengujian I, II dan III
4.4 Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi dapat dihitung dengan rumus :
Panas yang diserap (S) = panas yang keluar (QL)
Dimana : - S = nilai panas yang diserap kolektor (J)
- QL = QT + QB + QE (J)
Gambar 4.2 Kesetimbangan Energi Kolektor
4.4.1 Kesetimbangan Energi pada Kolektor 0o
Untuk hasil penelitian pada kolektor 0o dapat dilihat dari tabel 4.10. Pengujian I
Gambar 4.3 Kesetimbangan Energi Pengujian I Kolektor 0o
S = 8503276,96 J
QE = 419559,98 J
QB = 768401,88 J
QT = 7257510,57 J
BUSA KARET
t TRIPLEK
S (J)
QE (J)
QE (J)
QB (J)
QT (J)
BUSA HITAM
Pada pengujian I diperoleh nilai S = 8503276,96 J dan nilai QL = 8445472,42 J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
8503276,96 J = 8445472,42 J
Pengujian II
Gambar 4.4 Kesetimbangan Energi Pengujian II Kolektor 0o
Pada pengujian II diperoleh nilai S = 7799224,82 J dan nilai QL = 7704430,45 J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
7799224,82 J = 7704430,45 J
Pengujian III
Gambar 4.5 Kesetimbangan Energi Pengujian III Kolektor 0o
S = 7799224,82 J
QE = 387249,25 J
QB = 710115,95 J
QT = 6562473,49 J
S = 8472586,28 J
QE = 413482,98 J
QB = 745897,61 J
QT = 7198268,27 J
BUSA HITAM
TRIPLEK
BUSA HITAM
Pada pengujian III diperoleh nilai S = 8472586,28 J dan nilai QL = 8357648,86 J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
8472586,28 J = 8357648,86 J
4.4.2 Kesetimbangan Energi pada Kolektor 30o
Untuk hasil penelitian pada kolektor 30o dapat dilihat dari tabel 4.14. Pengujian I
Gambar 4.6 Kesetimbangan Energi Pengujian I Kolektor 30o
Pada pengujian I diperoleh nilai S = 4584633,14 J dan nilai QL = 4444786,26 J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
4584633,14 J = 4444786,26 J
Pengujian II
Gambar 4.7 Kesetimbangan Energi Pengujian II Kolektor 30o
S = 4584633,14 J
QE = 223158,66 J
QB = 353804,67 J
QT = 3867822,93 J
S = 5078198,73 J
QE = 250085,04 J
QB = 410360,26 J
QT = 4263353,03 J
BUSA HITAM
t TRIPLEKK
BUSA HITAM
Pada pengujian II diperoleh nilai S = 5078198,73 J dan nilai QL = 4923798,33J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
5078198,73 J = 4923798,33J
Pengujian III
Gambar 4.8 Kesetimbangan Energi Pengujian III Kolektor 30o
Pada pengujian III diperoleh nilai S = 3159509,72 J dan nilai QL = 3114245,67 J
maka kesetimbangan energi :
S = QL
3159509,72 J = 3114245,67 J
4.5 Efisiensi Kolektor
Efisiensi kolektor dihitung dengan memperhitungkan kondisi kolektor kosong
tanpa karbon aktif dan kondisi kolektor berisi karbon aktif. Rumus perhitungan
untuk kedua kondisi kolektor sebagai berikut :
— Efisiensi kolektor kosong dapat dihitung dengan rumus :
=
dimana :
S = 3159509,72 J
QE = 170351,32 J
QB = 2995950,09 J
QT = 2647944,27 J
BUSA HITAM
S = panas yang diserap kolektor (J)
Qrad = panas yang diterima kolektor (J)
— Efisiensi kolektor berisi karbon aktif dapat dihitung dengan rumus :
=
dimana :
Qic = panas yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi (J)
Qit = panas yang diterima kolektor sampai pemanasan optimum (J)
4.5.1 Efisiensi Kolektor Kosong (tidak memperhitungkan massa karbon
aktif)
4.5.1.1 Kolektor Sudut 0o
Pengujian I
Dari tabel 4.10 nilai S = 8503276,96 J dan nilai Qrad = 13607712 J maka
= 8503276,96 J
13607712 J = 0,6248 = 62,48%
Pengujian II
Dari tabel 4.10 nilai S = 7799224,82 J dan nilai Qrad = 12008412 J maka
= 7799224,82 J
12008412 J = 0,6494 = 64,94% Pengujian III
Dari tabel 4.10 nilai S = 8472586,28 J dan nilai Qrad = 12900312 J maka
= 8472586,28 J
4.5.1.2 Kolektor Sudut 30o
Pengujian I
Dari tabel 4.14 nilai S = 4584633,14 J dan nilai Qrad = 8407287,501 J maka
= 4584633,14 J
8407287,501 J = 0,5453 = 54,53%
Pengujian II
Dari tabel 4.14 nilai S = 5078198,73 J dan nilai Qrad = 8426850,019 J maka
= 5078198,73 J
8426850,019 J= 0,6026 = 60,26%
Pengujian III
Dari tabel 4.14 nilai S = 3159509,72J dan nilai Qrad = 5378121,127 J maka
= 3159509,72 J
5378121,127 J= 0,5874 = 58,74%
4.5.2 Efisiensi Kolektor Berisi Karbon Aktif
4.5.2.1 Kolektor Sudut 0o
Pengujian I
Dari tabel 4.10 nilai Qic = 2287248,84 J dan nilai Qit = 7781387,63 J maka
= 2287248,84 J
7781387,63 J = 0,2939 = 29,39%
Pengujian II
Dari tabel 4.10 nilai Qic = 2216370,68J dan nilai Qit = 6704154,21 J maka
= 2216370,68 J
Pengujian III
Dari tabel 4.10 nilai Qic = 1954702,25J dan nilai Qit = 5437536,05 J maka
=1954702,25 J
5437536,05 J= 0,3594 = 35,94%
4.5.2.2 Kolektor Sudut 30o
Pengujian I
Dari tabel 4.14 nilai Qic = 1625943,78 J dan nilai Qit = 5292113,45 J maka
= 1625943,78 J
5292113,45 J = 0,3072 = 30,72%
Pengujian II
Dari tabel 4.14 nilai Qic = 1837234,56 J dan nilai Qit = 6627713,14 J maka
=1837234,56 J
6627713,14 J= 0,2772 = 27,72%
Pengujian III
Dari tabel 4.14 nilai Qic = 962828,81 J dan nilai Qit = 5141736,493 J maka
= 962828,81 J
4.6 Analisa Grafik
4.6.1 Data HOBO
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendingin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Proses penelitian ini juga berkaitan dengan data
HOBO yang terdapat pada lampiran. Karena selama proses penelitian dilakukan,
sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan sistem adalah panas
matahari, dimana HOBO digunakan untuk mengukur intensitas radiasi matahari.
Pengujian kolektor dengan sudut 0o dilakukan pada tanggal 16 November 2015 - 18 November 2015 dan pengujian kolektor dengan kemiringan sudut 30o dilakukan pada tanggal 26 November 2015 - 28 November 2015. Berikut data
HOBO pada pengujian kolekor sudut 0o dan kolekor sudut 30o.
a. Grafik Temperatur Lingkungan Kolektor Sudut 0o
Gambar 4.9 Grafik Temperatur Lingkungan terhadap Waktu Pengujian Kolektor 0o 0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00
T
b. Grafik Temperatur Lingkungan Kolektor Sudut 30o
Gambar 4.10 Grafik Temperatur Lingkungan terhadap Waktu Pengujian Kolektor 30o
c. Grafik Intensitas Radiasi Matahari pada Kolektor Sudut 0o terhadap Waktu Pengujian.
Gambar 4.11 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Kolektor 0o
0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00
T
Pengujian I Pengujian II Pengujian III
0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00
In
d. Grafik Intensitas Radiasi Matahari pada Kolektor Sudut 30o terhadap Waktu Pengujian.
Gambar 4.12 Grafik Intensitas Radiasi Matahari Kolektor 30o
4.6.2 Hasil Perhitungan Analisa Data Kolektor Sudut 0o dan Kolektor 30o
a. Data Temperatur Rata - rata Plat Adsorber dari Hasil Pengujian
Data yang digunakan untuk nilai temperatur rata - rata plat adsorber diperoleh
dari data logger yang diuji pada tanggal 16 November 2015 - 18 November 2015
untuk kolektor sudut 0o dan tanggal 26 November 2015 - 28 November 2015 untuk kolektor sudut 30o. Temperatur rata - rata plat adsorber digunakan sebagai salah satu parameter untuk :
- menghitung jumlah panas yang masuk pada kolektor
- menghitung jumlah panas yang hilang dari kolektor
- menghitung jumlah panas yang diserap plat adsorber
0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00
T
Berikut ini adalah data temperatur rata -rata plat pada kolektor dengan sudut 0o dan kolektor dengan sudut 30o yang ditampilkan pada grafik 4.13 dan grafik 4.14 berikut.
Gambar 4.13 Grafik Temperatur Rata - rata Plat Adsorber Kolektor 0o
Gambar 4.14 Grafik Temperatur Rata - rata Plat Adsorber Kolektor 30o 0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00
T
Pengujian I Pengujian II Pengujian III
0
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00
T
b. Data Perhitungan Jumlah Panas yang Masuk ke dalam Kolektor (Qit)
Data perhitungan jumlah panas yang masuk ke dalam kolektor diperoleh dari
hasil perhitungan pada sub bab 4.2. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai jumlah
panas yang masuk ke dalam kolektor tiap 60 menit. Data dari hasil perhitungan
tersebut ditampilkan pada grafik 4.15 dan grafik 4.16 berikut.
Gambar 4.15 Grafik Jumlah Panas yang Masuk ke Kolektor 0o
c. Data Perhitungan Jumlah Panas yang Diserap Kolektor (S)
Data perhitungan jumlah panas yang diserap kolektor diperoleh dari hasil
perhitungan pada sub bab 4.2. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai jumlah panas
yang hilang/keluar ke dalam kolektor tiap 60 menit. Data dari hasil perhitungan
tersebut ditampilkan pada grafik 4.17 dan grafik 4.18 berikut.
Gambar 4.17 Grafik jumlah panas yang diserap kolektor 0o
Gambar 4.18 Grafik jumlah panas yang diserap kolektor 30o
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisa data yang dilakukan dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa
total jumlah panas yang dapat diserap pada kolektor 0o dan kolektor 30o adalah :
Kolektor Sudut 0o Kolektor Sudut 30o
Pengujian I 8503276,96 J 4584633,14 J
Pengujian II 7799224,82 J 5078198,73 J
Pengujian III 8472586,28 J 3159509,72 J
2. Total jumlah panas yang hilang dari kolektor 0o dan kolektor 30o adalah:
Kolektor Sudut 0o Kolektor Sudut 30o
Pengujian I 8445472,42 J 4444786,26 J
Pengujian II 7704430,45 J 4923798,33 J
Pengujian III 8357648,86 J 3114245,67 J
3. Jumlah panas yang digunakan kolektor untuk proses desorpsi adalah :
Kolektor Sudut 0o Kolektor Sudut 30o
Pengujian I 2287248,84 J 1625943,78 J
Pengujian II 2216370,68 J 1837234,56 J
4. Efisiensi kolektor :
Kolektor Sudut 0o Kolektor Sudut 30o
Pengujian I 62,48% 29,39% 54,53% 30,72%
Pengujian II 64,94% 33,05% 60,26% 27,72%
Pengujian III 65,67% 35,94% 58,74% `18,72%
Efisiensi kolektor lebih tinggi pada kolektor 0o dikarenakan pada pengujian kolektor 0o mendapat intensitas matahari yang lebih tinggi.
5.2. Saran
Untuk keberhasilan penelitian selanjutnya, maka penulis menyarankan:
1. Untuk mendapatkan kinerja kolektor maksimal maka pengujian
dilakukan pada kondisi matahari cerah.
2. Perlu dilakukan perhitungan titik kritis isolasi agar panas yang dicapai
dapat maksimal sesuai dengan kesetimbangan energi.
3. Untuk memaksimalkan proses adsorpsi pada malam hari di kolektor,
dapat dilakukan proses pendinginan dengan membuka lapisan kaca
pada kolektor di malam hari.
4. Kotak pelat adsorber sebaiknya ditutup rapat – rapat dan dilakukan
pengeleman pada tiap celah yang kosong supaya tidak terjadi
kehilangan panas pada pelat adsorber.
5. Disarankan pengadaan pompa vakum yang dapat memberikan tekanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Surya
Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas
surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk
lain. Sumber energi surya yang utama diperoleh dari matahari, matahari
memancarkan energi yang besar ke permukaan bumi. . Energi matahari dapat
dipresentasikan dalam parameter intensitas radiasi yaitu jumlah daya matahari
yang datang pada suatu permukaan persatuan luas area. Pada keadaan cuaca cerah,
permukaan bumi menyerap sekitar 1000 watt energi matahari permeter persegi.
Kurang dari 30% energi tersebut dipantulkan kembali ke angkasa, 47%
dikonversikan menjadi panas, 23% digunakan untuk seluruh sirkulasi kerja yang
terdapat di atas permukaan bumi, sebagian kecil 0,25% ditampung angin,
gelombang dan arus dan masih ada bagian yang sangat kecil 0,025% disimpan
melalui proses fotosintesis di dalam tumbuh-tumbuhan yang akhirnya digunakan
dalam proses pembentukan batu bara dan minyak bumi (bahan bakar fosil, proses
fotosintesis yang memakan jutaan tahun) yang saat ini digunakan secara ekstensif
dan eksploratif. Bukan hanya untuk bahan bakar tetapi juga untuk bahan pembuat
plastik, formika, bahan sintesis lainnya. Sehingga bisa dikatakan bahwa sumber
segala energi adalah energi matahari[1].
Suatu teori yang akhir-akhir ini dapat diterima para ahli mengatakan
bahwa radiasi gelombang elektromagnetik merupakan kombinasi dari gelombang
yang menumbuhkan partikel-partikel energi dalam bentuk foton. Gelombang
energi yang memancar melalui ruangan angkasa memberikan pancaran radiasi
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Radiasi gelombang
elektromagnetik dikelompokkan pada panjang gelombang yang memberikan
rangsangan energi yang lebih besar dimana semakin pendek panjang
gelombangnya semakin besar energinya. Radiasi yang akan dipancarkan melalui
permukaan matahari mempunyai variasi panjang gelombang dari yang paling
panjang (gelombang radio) sampai yang paling pendek (gelombang sinar X dan
sinar gamma).
Jarak rata-rata antara bumi dengan matahari RBM = 1,49 x1011,sedangkan
besar rapat radiasi adalah:
2 kalori cm2/menit = 2 langleys/menit
= 2 x 104 kalori/m2 menit
= 1/3 x 103 kalori/m2 dt.
Matahari memancarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik.
Radiasi tersebut hanya sekitar 50% yang dapat diserap oleh bumi. Menurut
pengukuran yang dilakukan oleh badan luar angkasa Amerika Serikat NASA
(National Aeronautics and Space Administration) melalui misi ruang angkasanya
pada tahun 1971,diperoleh data tentang besaran konstanta matahari yang harganya
sama dengan 1353 Watt/m2. Dari besaran tersebut 7,85% atau 105,8 Watt/m2
dipancarkan melalui sinar ultraviolet, 47,33% atau 640.4 Watt/m2 dipancarkan
Watt/m2 dipancarkan oleh sinar infra merah.
Pada dasarnya energi radiasi yang dipancarkan oleh sinar matahari
mempunyai besaran yang tetap (konstan),tetapi karena lintasan bumi berbentuk
ellips maka jarak dari matahari ke bumi tidak konstan. Jarak terdekat 1,47 x 1011 m terjadi pada 3 januari dan jarak terjauh 1.52 x 1011 m pada 4 juli. Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp.Energi
matahari dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara salah satunya menjadi kolektor
surya yang dapat menyimpan panas sesuai dengan ukuran kolektor yang dibuat.
Penyimpanan panas pada kolektor sangat bergantung pada kondisi matahari.
Semakin panas matahari maka semakin banyak panas yang terserap. Kolektor
surya beroperasi tanpa mengeluarkan suara (tidak seperti turbin angin besar)
sehingga tidak menyebabkan polusi suara. Kolektor surya biasanya memiliki
umur yang sangat lama, dan biaya pemeliharaannyasangat rendah karena tidak ada
bagian yang bergerak. Kolektor surya juga cukup mudah untuk diinstal.
2.2 Kolektor Surya
Kolektor surya dapat didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang
menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai
sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa adsorber pada kolektor
surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan
sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas
tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya
Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen
utama, yaitu [2] :
1. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju
lingkungan
2. Adsorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari.
3. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja .
4. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari
adsorber menuju lingkungan
5. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor
2.2.1 Klasifikasi Kolektor Surya
Terdapat tiga jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar
Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian
kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya.
A. Kolektor Plat Datar
Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan
fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energi
radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak,
oli, dan udara. Kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran
dibawah 95°C dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk
memanaskan udara dan air.
Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa
memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan
desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya
pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk
memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses
pemanasan dalam industri [2].
Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada
temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari adsorber-nya
yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal
tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar
memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ),
tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit
perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk
pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri.
Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain;
transparent cover, adsorber, insulasi, dan kerangka.
Gambar 2.1 Kolektor surya pelat datar sederhana
Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada
temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu
memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga
dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh adsorber.
Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang
terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen
adsorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan
Point Focus.
Gambar 2.2 Kolektor Konsentrator[12]
Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung adsorber,
concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking.
Temperatur fluida melebihi 400 oC dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas.
B. Kolektor Tabung Vakum
Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya
terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi dan faktor kehilangan
diantara adsorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga
mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari
permukaan luar adsorber menuju lingkungan.
Gambar 2.3 Kolektor Tabung Vakum[13]
2.2.2 Manfaat kolektor surya
Kolektor surya dewasa ini mulai diterapkan diberbagai bidang seperti
bidang pertanian, Industri, dan teknologi. Dibidang pertanian manfaat kolektor
surya sama sama kita ketahui yaitu sebagai media pengeringan untuk hasil
pertanian, penggunaannya sangat efektif dan efesien walaupun memerlukan waktu
yang lama, tetapi sangat hemat baik dari segi tenaga maupun biaya, untuk
kedepan tidak mustahil permasalahan waktu akan ditemukan solusinya.
Dibidang Industri Koektor surya pun sudah mulai dikembangkan seperti
negara Jerman yang memanfaatkan tenaga matahari sebagai bahan bakar untuk
kendaraan atau yang biasa disebut mobil dengan tenaga surya prinsipnya ialah
mengubah tenaga matahari menjadi energi listrik, hal ini sungguh merupakan
penemuan yang mutakhir dibidang industri. Kita mengetahui bahwa bahan bakar
sebagai bahan bakar mungkin untuk masa yang akan datang dapat menyelesaikan
permasalahn ini.
Dibidang teknologi tenaga listrik dapat dihasilkan dari kolektor surya
listrik merupakan kebutuhan masyarakat, penggunaan tenaga matahari sebagai
bahan yang menggubah sinar menjadi energi listrik patut dikembangkan, seperti
yang pernah diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2002 di daerah Bireun, Aceh
Utara, pemerintah mencoba memberikan listrik tenaga surya bagi masyarakat
setempat, tetapi karena peralatan yang tidak mencukupi dan tidak memadai maka
proyek ini hanya berjalan ditempat, Output dari tenaga matahari tersebut hanya
menghasilkan tenaga sebesar 10 – 20 volt dalam semalam. Padahal kalau jika
dikembangkan dan diadakan penelitian lebih lanjut kemungkinan besar akan
berhasil, tetapi mungkin mengingat dana yang juga sangat besar mungkin
pemerintah menunda dulu proyek tersebut. Tetapi pada intinya tenaga surya bisa
bermanfaat dan dapat menghasilkan listrik[9].
2.3. Mesin Pendingin Adsorpsi
2.3.1. Siklus Ideal Mesin Pendingin Adsorpsi
Adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang dapat berlangsung
secara reversibel. Adsorpsi merupakan proses exothermic dimana adsorben
(padatan) dan adsorbat (fluida) melepaskan panas sehingga menyebabkan
penurunan pergerakan molekul adsorbat yang mengakibatkan adsorbat tersebut
menempel pada permukaan adsorben dan membentuk suatu lapisan tipis[3].
Ketika panas diberikan kepada sistem tersebut maka pergerakan molekul
energi kinetik molekul adsorbat yang cukup untuk merusak gaya van der Waals
antara adsorben dan adsorbat. Proses pelepasan adsorbat dari adsorben disebut
sebagai proses desorpsi, dimana proses ini membutuhkan energi panas sehingga
disebut proses endothermic. Jumlah adsorbat yang terkandung didalam adsorban
dapat digambarkan oleh garis isosters pada diagram tekanan vs temperatur (Ln P
vs -1/T) seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Diagram Tekanan vs Temperatur sebagai Penunjuk Garis Isoster [3]
Mesin pendingin ini membutuhkan energi panas yaitu energi radiasi
matahari yang digunakan sebagi energi untuk berlangsungnya proses pendinginan.
Siklus pendingin adsorpsi dapat dilihat pada gambar 2.5. Sistem pendingin
adsorpsi ini terdiri atas empat proses yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Proses Pemanasan (Pemberian Tekanan)
Pada gambar 2.5 menjelaskan bahwa proses pemanasan dimulai dari titik A
dimana adsorbent berada pada temperatur rendah TA dan pada tekanan rendah
Pe (tekanan evaporator). Proses ini berlangsung pada siang hari,proses A ke B:
Adsorber menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti
oleh peningkatan tekanan Selama proses ini tidak ada aliran metanol yang
masuk maupun keluar dari adsorber.
2. Proses Desorpsi
Pada gambar 2.5 menjelaskan proses desorpsi berlangsung pada waktu panas
diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan
temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, sehingga
adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor
untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair dan mengalir ke kondensor.
3. Proses Pendinginan (Penurunan Tekanan)
Pada gambar 2.5 menjelaskan proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F
yang berlangsung pada malam hari, adsorber melepaskan panas dengan cara
didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan
dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.
4. Proses Adsorpsi
Pada gambar 2.5 menjelaskan proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A,
Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan
temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat
dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari air
2.3.2. Perkembangan Mesin Pendingin Adsorpsi
Perkembangan mutkahir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua
masalah besar dalam lingkungan, yakni penipisan lapisan ozon dan pemanasan
global. Sifat merusak ozon dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan yaitu
CFCs (ChloroFluoro Carbons). (Molina dan Rowland 1974, diacu dalam
Indartono 2006). Setelah keadaan penipisan ozon dilapisan atmosfer diverisifikasi
secara saintifik, perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang
penggunaan zat-zat perusak disepakati pada tahun 1987 yang terkenal dengan
sebutan Protokol Montreal.
Penggunaan CFCs dan HCFCs (Hydro Chloro Fluoro Carbons)
merupakan dua refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan
masing-masing pada tahun 1996 dan 2030 untuk negara – negara maju. Sedangkan untuk
negara – Negara berkembang dijadwalkan untuk dihapus (phase- out) pada tahun
2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell dalam Indartono, 2006). Pada tahun
1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan gas-gas penyebab
rumah kaca, termasuk HCFCs.
Munculnya beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap
dalam dekade belakangan ini membuat para peneliti berusaha memunculkan
sistem refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa.
Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem adsorpsi
padatan (solid adsorption). Sistem adsorpsi padatan ini tidak menggunakan
refrigeran yang merusak ozon, serta bisa memanfaatkan matahari dan panas
buangan .
pendinginan yang dapat digunakan jika sumber listrik tidak ada dan sebagai
pengganti refrigeran yang tidak ramah lingkungan. Metode pendinginan ini
memerlukan sumber energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Sumber
energi tersebut dapat diperoleh dari biomassa, energi radiasi surya, maupun panas
buangan.
Perkembangan mesin ini telah dikenal pada tahun 1980 sampai sekarang,
dimana M. Pons dan J.J. Guilleminot (1981) membuat alat mesin pendingin
dengan menggunakan pasangan Zeolit – air dan pasanganan karbon aktif –
metanol. Sokoda dan Suzuki (1984) dan Critoph et al (1988) melakukan studi
kinerja siklus adsorpsi untuk pendingin surya. Vichan Tangkengsirin et al (1997)
menggunakan pasangan silicagel – air dan sumber panas dari energi surya.
Siegfried Kreussler dan Detlef Bolz melakukan penelitian mesin pendingin
solar adsorpsi menggunakan zeolit dan air, diperoleh energi pendingin sebesar
350 kJ/kg zeolit dan COP 8 %. K Sumanthy (1999) melakukan percobaan alat
pendingin solar energi dengan pasangan karbon aktif -methanol, dan berhasil
membuat es sebanyak 4 kg/hari dengan luas kolektor 0,92 m2.
Hildrand C, Dind P., Pons M., Butchter F.(2001), melakukan penelitian
pada mesin pendingin menggunakan silica gel – water dengan sumber panas
kolektor surya dengan luas 2 m2 mendapatkan harga COP antara 0.10 sampai
0.25. Sedangkan Wang D.C, Xia Z.Z, Zhai H, Wang R.Z dan Dou W.D.(2005),
melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi menggunakan silica gel dan air,
diperoleh Kapasitas pendinginan dan COP sebesar 7,15 kW dan 0,38.
Beberapa penelitian pada sistem pendingin adsorpsi telah dilakukan di
melakukan penelitian mesin pendingin adsorpsi dengan menggunakan silicagel –
metanol dengan pembangkitan panas dari listrik, dari hasil penelitian dengan 3
kali pengujian dengan tekanan awal sebesar 5,4 kPa diperoleh temperature
evaporator 10 °C dengan pemanasan pada generator sebesar 72°C. Pada saat
proses desorpsi yang berlangsung selama 7 jam, temperatur evaporator meningkat
menjadi 26 °C dengan lama proses selama 2 jam. Sedangkan pendinginan dengan
menggunakan beban pendinginan dan tekanan awal 0.11 kPa (0.88 mmHg) dan
suhu evaporator sebesar 24°C menurun menjadi 10°C dan terus meningkat karena
adanya beban pendinginan air pada chiller dan berlangsung selama 7 jam yang
mencapai 26°C. Pendinginan menghasilkan selisih 1.5 - 2°C perbedaan suhu yang
masuk dan keluar dari evaporator.
Selain itu penelitian untuk melihat kinerja alat pendingin adsorpsi juga
dilakukan oleh Setiono B, (2005) dimana hasil yang didapatkan menunjukkan
besaran temperatur di evaporator 9.7°C pada tekanan 26.1 torr (3.48 kPa) tanpa
menggunakan beban pendinginan, sedangkan dengan menggunakan beban
pendinginan didapatkan suhu evaporator sebesar 13.5°C pada tekanan 38.7 torr
(5.16 kPa) dan 13.4°C pada tekanan 45.1 torr (6.01 kPa). Pada percobaan yang
dilakukan ini berhasil menurunkan temperatur rata-rata 5°C. Tetapi pada
penelitian ini proses awal yang dilakukan adalah proses evaporasi-adsorpsi,
kemudian dilanjutkan dengan proses generasi-desorpsi[5].
2.4 Tinjauan Perpindahan Panas
Dalam perencanaan suatu alat dengan pemanfaatan tenaga surya perlu
Seperti ketika kolektor menerima panas dari matahari maka hal itu terjadi dengan
cara radiasi, kemudian panas dari pelat dan sisi kolektor berpindah secara
konveksi dan konduksi ke udara. Untuk lebih jelasnya dapat kita perhatikan
semua jenis perpindahan panas yang terjadi.
Gambar 2.6 Perpindahan Panas pada Kolektor Plat Datar[6]
Perpindahan panas merupakan perpindahan energi dari suatu daerah ke
daerah lain yang terjadi karena perbedaan suhu. Panas ini akan mengalir dari
tempat yang mempunyai temperatur tinggi ke tempat yang mempunyai temperatur
rendah hingga tercapai temperatur yang sama. Perpindahan panas secara garis
besar dapat dibagi menjadi 3 bagian :
a. Konduksi
b. Konveksi
2.4.1 Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan panas yang mengalir melalui suatu
bahan padat dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih
rendah di dalam suatu medium (padat, cair atau gas). Peristiwa ini menyangkut
pertukaran energi pada tingat molekuler. Pegamatan gejala fisika dan serentetan
pemikiran telah menghasilkan laju aliran kalor untuk konduksi. Kepadatan aliran
(flux) energi perpindahan kalor secara konduksi disebuah batangan padat,
sebanding dengan beda suhu dan luas penampang serta berbanding terbalik
dengan panjangnya[7].
Pengamatan dibuktikan dengan serentetan percobaan sederhana. Fourter telah
memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi,
model matematikanya yaitu :
q
= -
k .A . ... (2.1)dimana :
q = Laju perpindahan panas (W)
A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)
dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T
terhadap jarak dalam arah aliran panas x (K)
k = Konduktivitas termal bahan (W/m.K)
Daya hantar termal merupakan suatu karakteristik dari bahan dan
perbandingan K/l disebut hantaran (konduktivitas) yang ditentukan oleh struktur
molekul bahan. Semakin rapat dan tersusun rapinya molekul-molekul yang
dibandingkan dengan susunan yang acak dan jarang yang pada umumnya terdapat
terdapat pada bahan bukan logam.
Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum
dinyatakan dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini :
dx dT kA
q ... (2.2)
Bahan yang mempunyai konduktifitas termal yang tinggi dinamakan
konduktor, sedangkan bahan yang konduktifitas termal rendah disebut isolator.
Nilai angka konduktifitas termal menunjukan beberapa cepat kalor mengalir
dalam bahan tertentu.
Gambar 2.7 perpindahan panas pada isolasi kolektor surya
Peristiwa perpindahan konduksi pada mesin pendingin tenaga surya terjadi
pada sisi-sisi kolektor yang diisolasi oleh rockwool, sterofoam,busa hitam dan
kayu. Energi panas hilang (Qloss) dan berpindah dari ruang dalam kolektor
menuju temperatur yang lebih dingin (temperatur lingkungan).
2.4.2 Konveksi
Perpindahan kalor konveksi bergantung pada konduksi antara permukaan
benda padat dengan fluida terdekat yang bergerak. Persamaan laju perpindahan