• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Karakteristik dan Angka Kejadian Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik Medan Periode 2012-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Karakteristik dan Angka Kejadian Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik Medan Periode 2012-2014"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

44

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Milla Shera Perangin-angin Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 28 September 1994 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Setiabudi Komplek Raysa Minimalis Blok C11 Medan Riwayat Pendidikan : 1. TK Strada Jakarta tahun 1998-2000

2. SD Dian Harapan tahun 2000-2006

3. SMPN 19 Jakarta Selatan tahun 2006-2009 4. SMAN 70 Jakarta Selatan tahun 2009-2012

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012- sekarang

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta PMB FK USU 2012 2. Peserta MMB FK USU 2012

(2)

45

LAMPIRAN 2

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

1. Persiapan Proposal

Biaya Jumlah Harga Satuan Total

Tinta print 1 Rp 90.000,00 Rp 90.000,00

Kertas A4 1rim Rp 40.000,00 Rp 40.000,00

Jilid proposal awal 6 Rp 3.000,00 Rp 18.000,00 Jilid proposal revisi 6 Rp 3.000,00 Rp 18.000,00

Total Rp 166.000,00

2. Taksasi Analisis data dan revisi

Tinta print 1 Rp 90.000,00 Rp 90.000,00

Kertas A4 1rim Rp 40.000,00 Rp 40.000,00

Jilid KTI softcover 6 Rp 3.000,00 Rp 18.000,00 Jilid KTI hardcover 6 Rp 25.000,00 Rp 150.000,00

Total Rp 298.000,00

3. Transportasi Rp 200.000,00

(3)

46

(4)

47

(5)

41

DAFTAR PUSTAKA

Balaji, S.M. 2013. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Ed. Elvisier, India

Berg, T. 2009. Medical Treatment and Grading of Bell‟s Palsy. Acta Universitatis Upsalensis. Digital Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Medicine, 460-70

Delong, L., Burkhart, N.W. 2008. General and Oral Pathology. Lippincott Williams & Wilkins, Colombia

DEPKES RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Republik Indonesia.

Finsterer, J. 2008. Management of Peripheral Facial Nerve Palsy. Eur Arch Otorhinolaryngol. 265:743- 52

Gerg, K.N., Gupta, K., Singh, S., Chaudhary, S. 2012. Bell‟s Palsy: Aetiology. Classification, Differential Diagnosis and Treatment Consideration: Areview. J Dentofacial Science, 1(1):1-2

Gilden, D.H. 2004. Bell‟s Palsy. The New England Journal of Medicine, 315: 1323-31

Gronseth, G.S.,Paduga, R. 2012. Evidence-Based Guideline Update: Steroids and Antiviral for Bell‟s Palsy. America Academy of Neurology, 79:1-5

Harsono. 1996.Buku Ajar Neurology Klinis, ed.1. Gajahmada University Press, Yogyakarta.

(6)

42

Kanerva,M. 2008. Peripheral Facial Palsy: Grading, Etiology, and Melkersson-Rosenthal Syndrome. Otolaryngology-Head and Neck Surger, Yliopistopaino, Helsinki.

Kubik, M., Robles, L., Kung, A. 2012. Familial Bell‟s Palsy: A Case Report and Literature Review. Hindawi Publishing Corporation, Canada

Lowis, H., Gaharu, M.N. 2012. Bell‟s Palsy.Diagnosis dan Tatalaksana di Pelayanan Primer. J Indo Med Assoc, 62(1):34

Lumbantobing, S.M. 2006. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Malamed, S.F. 2004. Handbook of Local Anasthesia. 5th Ed.Elsevier Mosby, Philadelphia

Marson, A.G., Salinas, R. 2000. Bell‟s Palsy. West J Med, 173(4): 266-68

Mehta, R.P. 2009. Surgical Treatment of Facial Paralysis. Clinical Experimental Otorhinolaryngology, 2(1):1-5

Norton, N.S. 2007. Netter’s Head and Neck Anatomy for Dentistry. Elsevier, Philadelphia

Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta

Silva, A. 2010. Bell‟s Palsy (Case Report).

<annsilva.wordpress.com/2015/04/04/bell‟s-palsy-case-report/> (Akses 04 May 2015)

Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th Ed. ECG, Jakarta

Sutis. 2010. Gejala dan Penyebab Bell‟s palsy.

(7)

43

Taylor, D.C. 2014. Bell‟s Palsy Practice Essentials <emedicine.medscape.com/article/1146903-overview> (Accessed 07 May 2015)

Tiemstra, D.J., Khatkhate, N. 2007. Bell‟s Palsy: Diagnosis and Management. American Academy of Family Physicians. 76:997-1002

Victor, M., Ropper, A.H., Adam, R.D. 2000. Adam and Victor’s Principles of Neurology. 7th Ed.McGraw-Hill Proffesional, Pennsyvlania

(8)

20

Pasien Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik Periode tahun 2012, 2013, dan 2014.

Karakteristik pasien Bell’s Palsy:

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, kerangka konsep gambaran karakteristik dan angka kejadian Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014 diuraikan sebagai berikut:

Variabel Dependen

Variabel Independen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2.Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Dependen

(9)

21

3.2.2. Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pasien Bell’s palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2012 – Desember 2014.

3.2.3. Bell’s Palsy

Bell’s palsy didefinisikan sebagai paralisis nervus fasialis perifer yang

bersifat unilateral, akut dan tidak disertai kelainan neurologis lainnya (Marson, 2000).

Tabel 3.1. Definisi Operasional

(10)

22

(11)
(12)

24

suatu penyakit 5. Lain-lain

9. Angka Kejadian

Angka Kejadian adalah jumlah kejadian penyakit pada suatu populasi tertentu dalam jangka waktu tertentu.

Rekam Medik

(13)

25

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah deskriptif untuk mengetahui gambaran karakteristik pada pasien Bell’s Palsy dan angka kejadiannya di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014. Adapun yang digunakan pada desain penelitian ini dengan pendekatan retrospektif,dimana dilakukan pengumpulan data berdasarkan rekam medis.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut dikarenakan rumah sakit pusat dan rujukan dari Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015-Desember 2015. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September 2015, lalu dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. Penilitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan .

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Bell’s Palsyrawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

4.3.2. Sampel Penelitian

(14)

26

penyakit lainnya, dengan mengobservasi semua datapada rekam medis sesuai dengan periode yang telah ditentukan (total sampling).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data diperoleh dengan melihat rekam medik pasien Bell’s Palsy yang di rawat inap dan di rawat jalan di RSUP Haji Adam Malik Medanperiode Januari 2012 sampai Desember 2014.

4.5. Pengelolahan dan Analisa data

Pengelolahan data menggunakan dan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap pertama,editing yaitu memeriksa nama, umur, jenis kelamin, dan hasil pemeriksaan, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka pada label. Tahap ketiga entry yaitu memasukan data dari rekam medis ke dalam program SPSS 20. Tahap keempat adalah melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang telah di-entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

(15)

27

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dibangun di atas tanah 10 Ha dan terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sasuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

5.1.2. Deskripsi Demografi Sampel

5.1.2.1. Angka Kejadian Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014

Didapati jumlah sampel sebanyak 90 pasien yang diambil dari 90 rekam medis periode tahun 2012-2014 di RSUP. H. Adam Malik Medan. Pada tahun 2012 didapati 41 pasien, tahun 2013 didapati 29 pasien, dan tahun 2014 didapati 20 pasien.

5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Usia Sampel

(16)

28

adalah 21 tahun dan usia tertua adalah 61 tahun. Pada tahun 2014 dijumpai rerata usia pasien sebesar 35,60  13,68 tahun; dimana usia termuda adalah 22 tahun dan usia tertua adalah 68 tahun.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Usia Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

(17)

29

5.1.2.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel

Didapati jenis kelamin penderita Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik periode 2012-2014 paling banyak adalah perempuan sebanyak 46 orang (51,1%), dan laki-laki sebanyak 44 orang (48,9%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

Tabel 5.2. menjelaskan mengenai jenis kelamin penderita Bell’s Palsy pada tahun 2012 paling banyak adalah laki-laki sebanyak 22 pasien (53,6%); pada tahun 2013 paling banyak adalah perempuan sebanyak 16 pasien (55,1%); pada tahun 2014 paling banyak adalah perempuan sebanyak 11 pasien (55,0%).

5.1.2.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Sampel

(18)

30

Tabel 5.3. menjelaskan mengenai pekerjaan dari penderita Bell’s Palsy. Pada tahun 2012 pekerjaan paling banyak adalah PNS yaitu sebanyak 22 pasien (53,7%) dan paling sedikit adalah wiraswasta yaitu sebanyak 1 pasien (2,4%). Pada tahun 2013 pekerjaan paling banyak adalah PNS yaitu sebanyak 15 pasien (51,7%) dan paling sedikit adalah lain-lain yaitu sebanyak 1 pasien (3,5%). Pada tahun 2014 pekerjaan paling banyak adalah PNS yaitu sebanyak 11 pasien (55,0%) dan paling sedikit adalah wiraswasta yaitu sebanyak 1 pasien (5,0%). Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

5.1.2.5 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa Sampel

(19)

31

Tabel 5.4. menjelaskan mengenai suku bangsa penderita Bell’s Palsy. Pada tahun 2012 suku paling banyak adalah suku Batak yaitu sebanyak 31 pasien (75,6%) dan paling sedikit adalah suku Padang yaitu sebanyak 1 pasien (2,4%). Pada tahun 2013 suku paling banyak adalah suku Batak yaitu sebanyak 19 pasien (65,5%) dan paling sedikit adalah suku Jawa, suku Padang, dan kategori lain-lain yaitu masing-masing sebanyak 2 pasien (6,9%). Pada tahun 2014 suku paling

5.1.3. Distribusi Karakteristik Keluhan Utama Sampel

(20)

32

(31,1%), diikuti keluhan wajah kebas yaitu sebanyak 16 pasien (17,8%), dan yang paling sedikit adalah keluhan tumpah saat minum yaitu sebanyak 6 pasien (6,7%).

Tabel 5.5 menjelaskan mengenai keluhan utama penderita Bell’s Palsy. Pada tahun 2012 keluhan utama paling banyak adalah keluhan mulut mencong yaitu sebanyak 21 pasien (51,2%) dan paling sedikit adalah keluhan tumpah saat minum yaitu sebanyak 4 pasien (9,8%). Pada tahun 2013 keluhan paling banyak adalah keluhan sulit menutup mata yaitu sebanyak 14 pasien (48,3%) dan paling sedikit adalah keluhan tumpah saat minum yaitu sebanyak 1 pasien (3,5%). Pada tahun 2014 keluhan utama paling banyak adalah keluhan wajah kebas yaitu sebanyak 8 pasien (40,0%) dan paling sedikit adalah keluhan tumpah saat minum yaitu sebanyak 1 pasien (5,0%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Utama Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

Keluhan Utama

Frekuensi 2012

n(%)

2013 n(%)

2014 n(%)

Mulut Mencong 21 (51,2%) 12 (41,4%) 7 (35,0%)

Sulit Menutup Mata 10(24,4%) 14 (48,3%) 4 (20,0%)

Tumpah Saat Minum 4 (9,8%) 1 (3,5%) 1 (5,0%)

Wajah Kebas 6 (14,7%) 2 (6,9%) 8 (40,0%)

(21)

33

5.1.4. Distribusi Karakteristik Keluhan TambahanPenderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

Didapati keluhan tambahan penderita Bell’s Palsy paling banyak berupa keluhan nyeri di sekitar telinga yaitu sebanyak 43 orang (47,8%), diikuti keluhan gangguan produksi air mata yaitu sebanyak 25 orang (27,8%), diikuti keluhan gangguan pendengaran yaitu sebanyak 12 orang (13,3%), dan yang paling sedikit adalah keluhan gangguan pengecapan yaitu sebanyak 10 orang (11,1%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Keluhan Tambahan Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014.

(22)

34

5.1.5. Distribusi Frekuensi Lokasi Lesi Sampel

Didapati lokasi lesi pada penderita Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik periode 2012-2014 paling banyak terletak pada sebelah kiri yaitu sebanyak 46 pasien (51,1%), dan sebelah kanan yaitu sebanyak 44 pasien (48,9%).

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Lokasi Lesi Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, tahun 2012 lokasi lesi paling sering dijumpai pada sisi sebelah kiri yaitu sebanyak 21 pasien (51,2%). Pada tahun 2013 lokasi lesi paling sering dijumpai pada sisi sebelah kanan yaitu sebanyak 16 pasien (55,2%). Pada tahun 2014 lokasi lesi paling sering dijumpai pada sisi sebelah kiri yaitu sebanyak 12 pasien (60,0%). 5.1.6. Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Sampel

Didapati faktor resiko penderita Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik periode 2012-2014paling banyak adalah trauma yaitu sebanyak 50 pasien (55,6%), diikuti hipertensi yaitu sebanyak 22 orang (24,4%), diabetes yaitu sebanyak 8 pasien (8,9%), lain-lain yaitu sebanyak 7 pasien (7,8%), dan yang paling sedikit adalah kehamilan yaitu sebanyak 3 pasien (3,3%).

(23)

35

pasien (62,1%) dan paling sedikit adalah kehamilan dan lain-lain yaitu masing-masing sebanyak 1 pasien (3,5%). Pada tahun 2014 faktor resiko paling banyak adalah trauma yaitu sebanyak 11 pasien (55,0%) dan paling sedikit adalah diabetes yaitu sebanyak 1 pasien (5,0%).

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Faktor Resiko pada Penderita Bell’s Palsy tahun 2012, 2013, dan 2014. RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 adalah sebanyak 90 pasien yang diambil dari 90 rekam medis. Pada tahun 2012 didapati 41 pasien, tahun 2013 didapati 29 pasien, dan tahun 2014 didapati 20 pasien. Periode Januari 1975 sampai dengan Desember 1975 ditemukan 39 penderita dengan Bell’s Palsy di

Rumah Sakit Pugeran Bagian Neurologi FK UGM. RS Hasan Sadikin Bandung

(24)

36

5.2.2. Pembahasan Demografi Sampel

Pada penelitian ini didapati usia penderita Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak berada pada kategori usia dewasa awal (>25-35 tahun) sebanyak 43 pasien (47,8%). Berdasarkan penelitian Lyly Susanto (2013) data dari 4 (empat) rumah sakit di Jakarta, kasus Bell’s Palsy paling banyak mengenai usia 21-50 tahun. Pada penelitian Annsilva (2010) menyatakan kejadian Bell’s Palsy terbanyak mengenai usia 21-30 tahun. Pada penelitian ini didapati usia termuda penderita Bell‟s Palsy di RSUP H. Malik Medan periode 2012-2014 adalah 18 tahun dan tertua adalah 68 tahun.Donald (2015) insiden terendah berada pada usia dibawah 10 tahun, meningkat pada usia 10-29 tahun, stabil pada usia 30-69.

Pada penelitian ini didapati jenis kelamin penderita Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak adalah perempuan yaitu sebanyak 46 pasien (51,1%), dan laki-laki sebanyak 44 pasien (48,9%). Berdasarkan penelitian Annsilva (2010) dikatakan samanya peluang antara laki-laki dan perempuan mengalami Bell’s Palsy. Berdasarkan penelitian Gorsche (2003) menyatakan bahwa Bell’s Palsy lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki walaupun perbedaannya tidak signifikan.

Pada penelitian ini didapati pekerjaan penderita Bell’s Palsy pada di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak adalah PNS yaitu sebanyak 48 pasien (53,3%), diikuti oleh ibu rumah tangga sebanyak 31 pasien (34,4%), lain- lain sebanyak 6pasien (6,7%), dan wiraswasta sebanyak 5 pasien (5,6%).

(25)

37

5.2.3. Pembahasan Karakteristik Keluhan Utama Sampel

Pada penelitian ini didapati keluhan utama penderita Bell’s Palsy pada di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak adalah keluhan mulut mencong sebanyak 40 pasien (44,4%), diikuti dengan keluhan sulit menutup mata sebanyak 28 pasien (31,1%), keluhan wajah kebas sebanyak 16 pasien (17,8%), dan yang paling sedikit adalah keluhan tumpah saat minum sebanyak 6 pasien (6,7%). Daniele De Seta et al (2014) menyatakan bahwa 50,5% pasienmengeluhkan nyeri di sekitar telinga (postauricular pain)saat pertama kali datang. Berdasarkan penelitian Annsilva (2010) pasien biasanya menyadari sudut mulut terjatuh saat bercermin atau berkumur.

5.2.4. Pembahasan Karakteristik Keluhan Tambahan Sampel

Pada penelitian ini didapati keluhan tambahan penderita Bell’s Palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak adalah nyeri sekitar telinga sebanyak 43 pasien (47,8%), diikuti dengan gangguan produksi air mata sebanyak 25 pasien (27,8%), keluhan gangguan pendengaran sebanyak 12 pasien (13,3%), dan yang paling sedikit adalah keluhan gangguan pengecapan sebanyak 10 pasien (11,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian Daniele De Seta et al (2014) yang menyatakan keluhan tambahan terbanyak pasien datang adalah nyeri sekitar telinga, diikuti gangguan pengecapan dan gangguan lakrimasi. Adapun gejala pada mata ipsilateral yaitu: sulit atau tidak mampu menutup mata ipsilateral, air mata berkurang, alis mata jatuh, kelopak mata bawah jatuh, sensitif terhadap cahaya berdasarkan penelitian Dewanto, dkk (2009)

5.2.5. Pembahasan Karakteristik Lokasi Lesi Sampel

(26)

38

pasien (48,9%). Berdasarkan penelitian Daniele De Seta et al (2014) tidak ada perbedaan signifikan antara sisi kiri dan sisi kanan. Annsilva (2010) menyatakan di Amerika Serikat 63% insiden Bell’s Palsy mengenai wajah sisi kanan.

5.2.6. Pembahasan Karakteristik Faktor Resiko Sampel

Pada penelitian ini didapati faktor resiko penderita Bell’s Palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 paling banyak adalah trauma sebanyak 50 pasien (55,6%), diikuti dengan hipertensi sebanyak 22 pasien (24,4%), diabetes sebanyak 8 pasien (8,9%), lain-lain sebanyak 7 pasien (7,8%), dan kehamilan sebanyak 3 pasien (3,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian Daniele De Seta et al (2014) yang menyatakan faktor resiko terbanyak adalah trauma dingin, serta kehamilan, hipertensi, dan diabetes, juga menjadi faktor dalam meningkatkan kejadian Bell’s Palsy. Berdasarkan penelitian Annsilva (2010), pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.

(27)

39

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Angka Kejadian penderita Bell’s Palsy pada tahun 2012 didapati 41 pasien, tahun 2013 didapati 29 pasien, dan tahun 2014 didapati 20 pasien.

2. Demografi penderita Bell’s Palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 dijumpai rerata usia 37,25  12,32 tahun. Dimana usia termuda adalah 18 tahun dan usia tertua adalah 68 tahun, dijumpai proporsi perempuan sedikit lebih banyak (51,1%), pekerjaan paling banyakadalah PNS (53,3%), suku bangsa terbanyak adalah suku Batak (70,0%).

3. Keluhan utama terbanyak penderita Bell’s Palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 adalah keluhan mulut mencong (44,4%), sedangkan gambaran keluhan tambahan terbanyak adalah keluhan nyeri sekitar telinga (47,8%).

4. Lokasi lesi terbanyak penderita Bell’s Palsy di RSUP H. Adam Malik Medan periode 2012-2014 adalah sisi sebelah kiri (51,1%).

(28)

40

6.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini, yaitu:

1. Diharapkan masyarakat dapat mengetahui lebih banyak mengenai

Bell’s Palsy dari segi gejala dan ciri-cirinya untuk dapat dilakukan

pengobatan awal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi, serta untuk melakukan pencegahan dini.

2. Diharapkan tenaga kesehatan lebih banyak memberikan informasi mengenai Bell’s Palsy dan melakukan pelayanan sebaik-baiknya kepada penderitanya.

3. Diharapkan untuk bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan agar dapat menyimpan informasi rekam medis pasiendengan lebih baik dan kepada pihak rumah sakit yang menulis rekam medis diharapkan dapat mencatat dengan lengkap dan jelas segala informasi yang penting sehingga dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan kepentingan lainnya juga dapat digunakan sebaik-baiknya untuk penelitian yang akan datang.

(29)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saraf Perifer

Neuron merupakan sel struktural dan fungsional pada sistem saraf. Neuron merespon stimulus saraf dan menyalurkan stimulus di sepanjang sel. Badan sel dan neuron disebut dengan soma (Norton, 2007).

Bagian Neuron (Balaji, 2013):

a. Badan sel saraf: Merupakan masa sitoplasma yang didalamnya terdapat nukleus. Bagian luar dan badan sel saraf dibatasi oleh membran plasma. b. Dendrit : Sel saraf memiliki lima hingga tujuh cabang yang disebut dengan

dendrit yang meluas hingga keluar dan badan sel dan menyebar.

c. Axon : Neuron memiliki serabut axon yang berasal axon hillock dan badan saraf. Axon hillock merupakan bagian yang menebal pada badan saraf. d. Neuron yang bermielin : Diluar sistem saraf pusat, axon dilapisi oleh

selubung mielin.

e. Epineurium : Epineurium merupakan bagian terluar yang melapisi saraf perifer. Epineurium terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang menyuplai darah pada saraf perifer.

f. Serabut saraf

2.2. Nervus Fasialis

(30)

6

Nervus fasialis terdiri dari saraf motoris dan sensoris yang lebih dikenal dengan nama saraf intermedius (Lowis, 2012).

Menurut Norton (2007), nervus fasialis mengandung 4 jenis serabut, yaitu:

a. Serabut somato-sensorik yang menghantarkan rasa nyeri, suhu dan sensasi raba dan sebagian kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.

b. Serabut visero-sensorik yang bertindak sebagai reseptor rasa pada 2/3 anterior lidah.

c. Serabut visero-motorik (parasimpatik) yang berasal dari nukleus salivarius superior. Serabut saraf ini mempersarafi kelenjar lakrimal, rongga hidung, kelenjar submandibula dan kelenjar sublingual.

d. Serabut somato-motorik yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.

(31)

7

Gambar 2.1. Nervus fasialis

Menurut Snell (2006), nervus fasialis terbagi atas lima cabang terminal, yaitu: a. Ramus Temporalis muncul dari pinggir atas glandula dan mempersarafi

muskulus auricularis anterior dan superior, venter frontalis muskulus occipitofrontalis, muskulus orbicularis oculi dan muskulus corrugator supercilii.

b. Ramus Zygomaticus muncul dari pinggir anterior glandula dan mempersarafi muskulus orbicularis oculi.

c. Ramus Buccalis muncul dari pinggir anterior glandula di bawah ductus parotideus dan mempersarafi muskulus buccinator dan otot – otot bibir atas serta nares.

(32)

8

e. Ramus Cervicalis muncul dari pinggir bawah glandula dan berjalan ke depan di leher bagian bawah mandibular untuk mempersarafi muskulus platysma. Saraf ini menyilang pinggir bawah mandibular untuk mempersarafi muskulus depressor anguli otis.

2.3. Bell’s Palsy

2.3.1. Pengertian

Bell’s palsy merupakan bentuk kelumpuhan wajah yang paling umum terjadi yang disebabkan oleh inflamasi pada saraf fasialis. Adanya inflamasi menyebabkan saraf membengkak dan menghambat penghantaran sinyal antara otak dan otot-otot wajah. Bell’s palsy didefinisikan sebagai paralisis nervus fasialis perifer yang bersifat unilateral, akut dan tidak disertai kelainan neurologi lainnya (Marson, 2000).

BeIl’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena gangguan nervus fasialis perifer yang bersifat akut dengan penyebab yang tidak teridentifikasi dan dengan perbaikan fungsi yang terjadi dalam 6 bulan (Berg, 2009).

2.3.2. Etiologi

Penyebab Bell’s palsy masih tidak jelas atau masih menjadi perdebatan. Pada masa lain, paparan dingin secara terus menerus dianggap sebagaI satu-satunya penyebab Bell’s palsy (Victor, 2000; Balaji, 2013; Gerg, 2012).

Secara luas teori yang diyakini sebagai etiologi penyebab Bell’s palsy adalah infeksi virus, iskemik saraf, reaksi autoimun, trauma dan kongenital (Victor, 2000; Balaji, 2013; Gerg, 2012).

(33)

9

Pada tahun 1972 Mc Connick pertama kali mengemukakan bahwa Herpes Simplex Virus (HSV) bertanggungjawab dalam menyebabkan kelumpuhan fasial idiopatik. Teori ini berdasarkan suatu analogi bahwa HSV ditemukan di vesikel-vesikel, kemudian menetap dan bersifat laten di ganglion genikulatum. Sejak saat itu, sering dilakukan autopsi pada pasien Bell‘s palsy dan hasilnya mengarah kepada terdapatnya HSV di ganglion genikulatum pada pasien Bell’s palsy. Diduga HSV berjalan melalui akson sensoris dan menetap di sel ganglion. Sehingga pada saat terjadi stress, virus akan mengalami reaktivasi dan merusak selubung mielin (Balaji, 2013; Gerg, 2012).

Paralisis wajah yang dibawa sejak lahir atau terjadi secara kongenital sangat jarang ditemukan.Penyebab utamanya adalah trauma pada saat kelahiran misalnya pada riwayat persalinan yang sulit (Balaji, 2013).

Menurut Victor (2000) dan Silva (2010), tindakan kedokteran gigi juga dapat menyebabkan Bell„s palsy. Tindakan kedokteran gigi yang diduga menyebabkan

Bell‘s palsy, yaitu:

a. Komplikasi sesudah penyuntikan anestesi lokal pada pencabutan gigi, dimana terjadi paralisis nervus fasialis perifer (Bell‘s palsy) yang umumnya bersifat sementara. Paralisis nervus fasialis dapat terjadi jika jarum telah menembus kapsul kelenjar parotis.

b. Adanya sumber infeksi di daerah mulut seperti radang parotis.

c. Trauma pada saat operasi sendi temporo mandibular, terjadi trauma pada bagian kondilus mandibular akan menyebabkan gangguan pleksus saraf fasialis pada bagian atas.

d. Trauma ketika dilakukan penyingkiran tumor glandula parotis yang menyebabkan terputusnya nervus fasialis dimana terjadi gangguan pada pleksus saraf fasialis bagian bawah.

(34)

10

2.3.3. Epidemiologi

Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasialis yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 75% dari seluruh paralisis fasialis. Insiden bervariasi di berbagai negara di seluruh dunia. Perbedaan insidensi ini tergantung pada kondisi geografis masing-masing negara (Finsterer, 2008).

Insiden tahunan yang telah dilaporkan berkisar 11-40 kasus per 100.000 populasi. Puncak insiden terjadi antara dekade kedua dan keempat (15-45 tahun). Tidak dijumpai perbedaan prevalensi dalam jenis kelamin. Insiden meningkat tiga kali lebih besar pada wanita hamil (45 kasus per 100.000). Sebanyak 5-10% kasus

Bell’s palsy adalah penderita diabetes mellitus (Finsterer, 2008).

Bell’s palsy jarang ditemukan pada anak-anak < 2 tahun. Tidak ada perbedaan pada sisi kanan dan kiri wajah. Kadang-kadang paralisis saraf fasialis bilateral dapat terjadi dengan prevalensi 0,3-2% (Finsterer, 2008).

Resiko terjadinya rekurensi dilaporkan sekitar 8-12% kasus, dengan 36% pada sisi yang sama dan 64% pada sisi yang berlawanan (Tiemstra dkk, 2007; Kanerva 2008). Adanya riwayat keluarga yang positif diperkirakan pada 4-14% kasus Bell’s palsy (Kubik dkk, 2012).

2.3.4. Gambaran Klinis

Bell’s palsy dapat memiliki tanda dan gejala seperti kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba. Rasa nyeri sering dikeluhkan dan dapat terjadi pada daerah telinga, yang menyebar luas pada kepala, leher ataupun mata. Rasa nyeri biasanya muncul setelah beberapa jam dan dapat mengawali terjadinya kelumpuhan hingga 72 jam, tetapi terkadang rasa nyeri muncul setelah beberapa hari terjadi paralisis dan dapat menjadi lebih parah dan menetap (Balaji, 2013).

(35)

11

memutar ke atas (Bell‘s phenomenon), lipatan nasolabial tidak tampak, dan mulut tertarik ke sisi yang sehat. (Gambar 2.2) (Balaji, 2013; Gerg, 2012).

Gejala lain Bell’s palsy adalah rasa kebas pada sisi wajah yang terkena, terutama pada bagian dahi, mastoid area, dan sudut mandibula. Rongga mulut dapat menjadi kering akibat berkurangnya sekresi saliva dan perubahan sensasi rasa pada 2/3 anterior lidah dan hyperaesthesia sebagian pada nervus trigeminal serta hiperakusis (Balaji, 2013; Gerg, 2012).

Gambar 2.2. Gambaran klinis Bell‘sPalsy

Menurut Norton (2007) perbedaan lokasi lesi saraf fasialis dapat menimbulkan gejala yang berbeda. Tanda dan gejala klinis pada Bell’s palsy berdasarkan lokasi lesinya (Gambar 2.3):

1. Lesi di interkranial dan atau meatus akustikus internus:

Tanda dan gejala klinis sama dengan lesi di ganglion genikuli, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulokoklearis.

2. Lesi di ganglion genikuli :

(36)

12

3. Lesi di kanalis fasialis dan mengenai nervus korda timpani :

Tanda dan gejala klinis sama dengan lesi di luar foramen stilomastoideus, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan pada 2/3 bagian anterior lidah. Berkurangnya sekresi saliva akibat terkenanya korda timpani. Terjadi juga hiperaukusis.

4. Lesi dibawah foramen stilomastoideus (tumor kelenjar parotis, trauma): Mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul diantara gigi dan gusi, sensasi pada wajah rnenghilang, tidak ada lipatan dahi dan mata tidak dapat menutuppada sisi yang terkena, atau karena tidak terlindungi maka air mata akan keluar terus menerus.

Gambar 2.3. Lokasi lesi Bell’s Palsy.

(37)

13

grading yang dikembangkan oleh House dan Brackmann (Tabel 2.1). Caranya adalah dengan mengukur gerakan ke atas alis dan gerakan ke samping sudut bibir. Setiap gerakan 0,25 cm diberikan 1 poin dengan maksimal penilaian 1 poin untuk masing-masing bagian. Jadi total nilai maksimalnya adalah 8. (Balaji, 2012; Malamed, 2004).

Tabel 2.1. Tingkat keparahan nervus fasialis menurut House Brackmann System. Grade Deskripsi Karakteristik

I Normal Gerakan wajah normal, tidak ada synkinesis II Ringan Deformitas ringan, synkinesis ringan, dahi

berfungsi normal, sedikit asimetri

III Sedang Kelemahan wajah jelas terlihat, mata menutup dengan baik, asimetri, Bell’s phenomenon muncul

IV Sedang Kelemahan wajah jelas terlihat, terlihat synkinesis, dahi tidak dapat digerakkan

V Berat Kelumpuhan wajah yang sangat jelas, tidak dapat menutup mata

VI Total Kelumpuhan wajah secara keseluruhan, tidak ada gerakan

2.3.5. Diagnosis

Langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis Bell„s palsy adalah anamnesis dan pemeriksaan klinis(Lowis, 2012).

(38)

14

ditanyakan guna membedakan dengan penyakit paralisis saraf lainnya. Bell‘s palsy ditandai dengan kelumpuhan yang sering terjadi unilateral atau hanya pada satu sisi wajah dengan onset mendadak dalam 1-2 jam dan maksimal dalam 3 minggu kurang (Lowis, 2012).

Pemeriksaan fisik yang lengkap dilakukan untuk membedakan dengan penyakit yang serupa dan kemungkinan penyebab lain. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan gerakan dan ekspresi wajah. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan kelemahan pada seluruh wajah sisi yang terkena. Tes yang dilakukan dengan meminta pasien untuk melakukan beberapa hal berikut (Balaji, 2013):

a. Menaikkan alis untuk menguji aktivitas frontalis corrugator

b. Menutup rapat mata untuk menguji fungsi orbicularis oculi sphincter c. Meminta pasien untuk menyeringai untuk menguji kemampuan otot untuk

tertarik pada sudut mulut d. Menguji pengecapan

e. Pasien diminta untuk meniupkan udara, menahan udara didalam mulut dan bersiul

Bila terdapat hiperakusis, saat stetoskop diletakkan pada telinga pasien maka suara akan terdengar lebih jelas pada sisi cabang muskulus stapedius yang paralisis(Norton, 2007).

Tanda klinis yang membedakan Bell’s palsy dengan stroke atau kelainan yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan pemeriksaan saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dalam batas normal, dan pasien tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang terkena (Norton, 2007).

(39)

15

a. Computed TomographyScanning (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI)diindikasikan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan keadaan setelah 1 bulan mengalami paralisis wajah, hilangnya pendengaran, defisit saraf kranial multipel dan tanda-tanda paralisis pada anggota gerak atau gangguan sensorik.

b. Pemeriksaan pendengaran dilakukan jika dicurigai kehilangan pendengaran, maka dilakukan tes audio untuk menyingkirkan neuroma akustikus.

c. Pemeriksaan laboratorium penting jika pasien memiliki gejala keterlibatan penyakit sistemik tanpa perbaikan signifikan setelah lebih dan 4 minggu.

2.3.6. Diagnosis Banding

Terdapat beberapa penyakit yang juga memiliki gejala paralisis fasialis yang menyerupai dengan Bell’s palsy namun juga memiilki gejala yang dapat dijadikan pembeda (Norton, 2007; Delong, 2008; Yonamine, 2014)

Penyakit - penyakit tersebut adalah: a. Lyme disease

Penyakit ini juga dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yang bersifat unilateral ataupun bilateral, namun yang paling sering adalah bilateral.

b. Ramsay Hunt Syndrome

Merupakan komplikasi dari herpes zoster. Pasien dengan penyakit ini memiliki prodromal nyeri. Paralisis pada nervus fasialis yang bersifat unilateral juga ditemukan, namun juga dapat melibatkan nervus vestibulococlearis sehingga menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan.

c. Otitis media

(40)

16

d. Sarcoidosis

Pasien dengan penyakit ini juga mengalami paralisis pada nervus fasialis, namun bersifat bilateral, disertai juga dengan demam, pembesaran kelenjar limfe hilus, parotis dan kadang hiperkalsemia.

2.3.7. Penatalaksanaan

Pada beberapa evaluasi ditemukan bahwa 71% dari pasien yang tidak mendapatkan perawatan mengalami perbaikan secara sempurna dan 84% mengalami perbaikan fungsi yang mendekati normal. Namun 20-30% pasien tidak mengalami kesembuhan sehingga diperlukan perawatan (Gilden, 2004).

Penatalaksanaan Bell’s palsy masih menjadi perdebatan akibat etiologinya yang belum jelas. Secara umum diyakini pengobatan Bell’s palsy dapat dilakukan dengan menggunakan terapi farmakologis, terapi fisik dan pembedahan (Balaji, 2013; Gerg, 2012).

Terapi farmakologis yang digunakan pada pasien Bell’s palsy adalah kortikosteroid dan antivirus. Penggunaan kortikosteroid dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi kemungkinan paralisis permanen dan pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit. Kortikosteroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg/kgBB/hari peroral selama enam hari diikuti empat hari tappering off (Gronseth, 2012).

(41)

17

placebo pada pengobatan Bell’s palsy. Studi lain juga menemukan bahwa tidak ditemukan perbedaan pada tingkat perbaikan klinis dengan prednisolon dan kombinasi prednisolon dan asiklovir (Gronseth, 2012).

Terapi fisik juga disarankan untuk dilakukan dengan menggunakan terapi panas superfisial. Selama 15 menit/sesi untuk otot wajah lebih diutamakan untuk diberikan stimulasi elektrik. Pemijatan yang selama ini juga disarankan pada

Bell’s palsy guna meningkatkan sirkulasi dan dapat mencegah kontraktur. Akupuntur dan terapi magnet juga dilakukan sebagai kombinasi fisioterapi perawatan Bell’s palsy, namun masih perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk melihat efisiensinya (Lowis, 2012).

Bedah dekompresi untuk Bell’s palsy diajukan untuk dilakukan karena hipotesis bahwa adanya kemungkinan nervus fasialis mengalami kompresi patologis akibat oedema pada fallopian canal. Bedah dekompresi diharapkan dapat mengurangi oedema. Prosedur ini biasanya dilakukan melalui pendekatan fossa media dan lebih baik dilakukan dalam 2 minggu, sebelum kerusakan serabut saraf tidak dapat diperbaiki (Balaji, 2013).

Menurut Mehta (2009) penatalaksanaan dengan pembedahan dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen primer dan manajemen sekunder. Manajemen primer terdiri dan perbaikan saraf, nerve graft dan nerve sharing atau transposisi saraf. Sedangkan manajemen sekunder bertujuan untuk mengembalikan fungsi wajah atau perbaikan estetis wajah(Gerg, 2012).

(42)

18

neurorrhaphy adalah great auricular nerve, sural nerve, dan antebrachial cutaneous nerve (Gerg, 2012).

Manajemen sekunder yang memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi wajah dengan melakukan bedah rekonstruksi. Teknik statis pada pembedahan dianggap lebih cocok untuk dilakukan karena lebih mudah dilakukan dan hanya membutuhkan intervensi sebanyak satu kali. Secara umum tujuan dari pembedahan dengan teknik statis adalah melindungi kornea dan mengangkat kembali sudut mulut yang turun(Gerg, 2012).

Selain terapi yang telah diuraikan diatas, perlindungan pada mata dan otot wajah juga perlu dilakukan. Kornea mata memiliki risiko mengering dan terpapar benda asing. Perlindungan dapat dilakukan dengan penggunaan air mata buatan (artificial tears), pelumas pada saat tidur, kacamata, plester mata, penjahitan kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak mata atas dan bawah) (Gerg, 2012).

2.3.8 Prognosis

Sekitar 80-90% pasien Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetris muskulus fasialis presisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren (Lowis, 2012; Taylor, 2014).

Faktor yang mengarah ke prognosis buruk adalah palsy komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan Bell’s palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan kasus yang memiliki hasil CT Scan dengan kontras jelas (Gerg, 2012; Lowis, 2012).

(43)

19

2.3.9. Kualitas Hidup Pasien Bell’s palsy

Kelumpuhan pada wajah yang dialami pasien Bell‘s palsy dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup(Kahn, 2001).

(44)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Bell’s Palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis

perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainanneurologislain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya akan menyembuh, namun meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa kontraktur, sinkinesia atau spasme spontan (Lumbantobing, 2006).

Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari empat rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsysebesar 19.55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-50 tahun, peluang untuk terjadinya pada pria dan wanita sama. Tidak ditemukan perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita ditemukan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan. Biasanya mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang bilateral dan dapat berulang (Silva, 2010).

Di dunia insiden tertinggi ditemukan di Seokori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat insiden

Bell’s Palsy setiap tahunnya terjadi sekitar 23 kasus per 100.000 orang. Enam

(45)

2

Tidak ada perbedaan pada sisi kanan dan kiri wajah. Kadang-kadang paralisis saraf fasialis bilateral dapat terjadi dengan prevalensi 0.3- 2% (Finsterer, 2008). Resiko terjadinya rekurensi dilaporkan sekitar 8-12% kasus, dengan 36% pada sisi yang sama dan 64% pada sisi yang berlawanan (Tiemstra dkk, 2007; Kanerva 2008). Adanya riwayat keluarga positif diperkirakan pada 4-14% kasus

Bell’s palsy (Kubik dkk, 2012).

Keadaan ini tidak memiliki penyebab yang jelas, akan tetapi ada yang menyebutkan bahwa penyebab Bell’s Palsy adalah angin yang masuk ke dalam tengkorak, ini membuat saraf di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan saraf nomor tujuh atau nervus fascialis ini mengakibatkan pasokan darah ke saraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan. Namun, ada beberapa teori yang secara umum diajukan sebagai penyebab Bell’s Palsy, yaitu teori iskemia vaskuler, teori infeksi virus, dan teori herediter. (Sutis, 2010).

Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy biasanya bila dahi di kerutkan lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat di saksikan. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam menjungurkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat serta air mata yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan pengecapan pada dua per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam (Sidharta, 2008).

(46)

3

1.2.Rumusan Masalah

Bagaimana menggambarkan karakteristik dari Bell’s Palsy dan meninjau angka kejadiannya pada periode 2012-2014?

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambarankarakteristik penyakit pada pasien Bell’s Palsy di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dan angka kejadiannya pada periode 2012-2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perbandingan angka kejadian penyakit Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik pada periode 2012-2014.

2. Mengetahui gambaran demografi dari penderita Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik pada periode 2012-2014.

3. Mengetahuikeluhan utama dan keluhan tambahan dari masing-masing pasien penderita Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik pada periode 2012-2014.

4. Mengetahui lokasi wajah yang paling sering terpapar pada pasien penderita Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik pada periode 2012-2014.

5. Mengetahui faktor resiko penyakit Bell’s Palsy di RSUP Haji Adam Malik pada periode 2012-2014.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu untuk : 1. Diharapkan dengan adanya penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat

(47)

4

2. Diharapkan dengan adanya karya tulis ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta diharapkan dapat menyebarluaskan mengenai kasus Bell’s Palsy.

(48)

iii

ABSTRAK

Latar Belakang: Bell’s Palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainanneurologislain.

Tujuan:Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik pada pasien Bell’s Palsy dan angka kejadiannya di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014. Metode:Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain studi retrospektif. Sampel penelitian ini adalah semua pasien Bell’s Palsy yang di rawat inap dan rawat jalan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014 tanpa menderita penyakit lainnya, dengan mengobservasi semua data pada rekam medis dengan cara total sampling yang berjumlah 90.

Hasil:Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2012 didapati sebanyak 41 pasien, tahun 2013 sebanyak 29 pasien, dan tahun 2014 sebanyak 20 pasien. Ddidapati rerata usia 37,25  12,32 tahun. Dimana usia termuda adalah 18 tahun dan usia tertua adalah 68 tahun. Didapati berjenis kelamin perempuan sebanyak 51,1% dan laki-laki sebanyak 48,9%. Datang dengan keluhan utama terbanyak yaitu mulut mencong (44,4%). Datang dengan keluhan tambahan terbanyak yaitu nyeri sekitar telinga (47,8%). Lokasi lesi tersering adalah sebelah kiri (51,1%). Faktor resiko tertinggi adalah trauma (55,6%).

Kesimpulan: Angka Kejadian Bell’s Palsy periode 2012-2014 menurun.Rerata usia 37,25  12,32 tahun.Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, keluhan utama terbanyak yaitu mulut mencong, keluhan tambahan terbanyak yaitu nyeri sekitar telinga, lokasi lesi tersering adalah sebelah kiri, dan faktor resiko tertinggi adalah trauma.

(49)

iv

ABSTRACT

Background: Bell’s Palsy is commonly refered to the acute peripheral paralysis of the cranial nerve VII with unknown causes without other neurological deficits.

Objective: The aim of the study is to known the characteristic of the Bell’s Palsy patient and the prevalence at RSUP H. Adam Malik Medan, January 1st 2012 – December 31st 2014.

Methods:The study is descriptive with retrospective design. The samples of the study is all the in patients and out patients from January 2012 to December 2014 without having other disease, by observing the data from medical records using total sampling numbering 90 patients.

Results: Based on the study we found that the average age is 37,25 12,32 year. Whereas the most prevalent gender is female (51,1%) and male 48,9%. The prevalence of Bell’s Palsy in 2012-2014 are 41 patients in 2012, 29 patients in 2013, and 20 patients in 2014. The patients are 51.1% female and 48,9% male. The most prevalent occupation of the patients is civil servant (53.3%). The most prevalent race is Batak (70.0%). The most main complaint of the patients is skewed mouth (44.4%). The most prevalent other complaint is pain around ear (47.8%). The most prevalent location is on the left side (51.1%). The highest risk factor is trauma (55.6%).

Conclusions:The prevelance of Bell’s Palsy in 2012-2014 decreased. The most prevalent gender is female. The most prevalent occupation of the patients is civil servant, The most prevalent race is Batak, the most main complaint of the patients is skewed mouth, the most prevalent other complaint is pain around ear, the most prevalent location is on the left side (51.1%), and the highest risk factor is trauma (55.6%).

(50)

i

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN ANGKA KEJADIAN

BELL’S PALSY

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE 2012-2014

KARYA TULIS IMIAH

Oleh :

MILLA SHERA

120100377

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(51)
(52)

iii

ABSTRAK

Latar Belakang: Bell’s Palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainanneurologislain.

Tujuan:Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik pada pasien Bell’s Palsy dan angka kejadiannya di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2014. Metode:Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain studi retrospektif. Sampel penelitian ini adalah semua pasien Bell’s Palsy yang di rawat inap dan rawat jalan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014 tanpa menderita penyakit lainnya, dengan mengobservasi semua data pada rekam medis dengan cara total sampling yang berjumlah 90.

Hasil:Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 2012 didapati sebanyak 41 pasien, tahun 2013 sebanyak 29 pasien, dan tahun 2014 sebanyak 20 pasien. Ddidapati rerata usia 37,25  12,32 tahun. Dimana usia termuda adalah 18 tahun dan usia tertua adalah 68 tahun. Didapati berjenis kelamin perempuan sebanyak 51,1% dan laki-laki sebanyak 48,9%. Datang dengan keluhan utama terbanyak yaitu mulut mencong (44,4%). Datang dengan keluhan tambahan terbanyak yaitu nyeri sekitar telinga (47,8%). Lokasi lesi tersering adalah sebelah kiri (51,1%). Faktor resiko tertinggi adalah trauma (55,6%).

Kesimpulan: Angka Kejadian Bell’s Palsy periode 2012-2014 menurun.Rerata usia 37,25  12,32 tahun.Jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, keluhan utama terbanyak yaitu mulut mencong, keluhan tambahan terbanyak yaitu nyeri sekitar telinga, lokasi lesi tersering adalah sebelah kiri, dan faktor resiko tertinggi adalah trauma.

(53)

iv

ABSTRACT

Background: Bell’s Palsy is commonly refered to the acute peripheral paralysis of the cranial nerve VII with unknown causes without other neurological deficits.

Objective: The aim of the study is to known the characteristic of the Bell’s Palsy patient and the prevalence at RSUP H. Adam Malik Medan, January 1st 2012 – December 31st 2014.

Methods:The study is descriptive with retrospective design. The samples of the study is all the in patients and out patients from January 2012 to December 2014 without having other disease, by observing the data from medical records using total sampling numbering 90 patients.

Results: Based on the study we found that the average age is 37,25 12,32 year. Whereas the most prevalent gender is female (51,1%) and male 48,9%. The prevalence of Bell’s Palsy in 2012-2014 are 41 patients in 2012, 29 patients in 2013, and 20 patients in 2014. The patients are 51.1% female and 48,9% male. The most prevalent occupation of the patients is civil servant (53.3%). The most prevalent race is Batak (70.0%). The most main complaint of the patients is skewed mouth (44.4%). The most prevalent other complaint is pain around ear (47.8%). The most prevalent location is on the left side (51.1%). The highest risk factor is trauma (55.6%).

Conclusions:The prevelance of Bell’s Palsy in 2012-2014 decreased. The most prevalent gender is female. The most prevalent occupation of the patients is civil servant, The most prevalent race is Batak, the most main complaint of the patients is skewed mouth, the most prevalent other complaint is pain around ear, the most prevalent location is on the left side (51.1%), and the highest risk factor is trauma (55.6%).

(54)

v

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.

Dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran

Karakteristik dan Angka Kejadian Bell’s Palsy di RSUP. H. Adam Malik Medan Periode 2012-2014” penulis menemukan banyak hambatan. Namun, berkat bantuan dari banyak pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. dr. Kiki Mohammad Iqbal, Sp,S selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing saya menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. dr. Jelita Siregar, Sp,P; dr. Savita Handayani, Sp,P; dan dr. Irina Kemala Nasution, Sp.S selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dalam sidang proposal dan sidang akhir penelitian saya serta telah memberi banyak saran dan masukan untuk karya tulis ilmiah ini.

3. Kepada kedua orang tua saya, Ir. Rasman Perangin-angin dan Marsela Sitepu, S,Th yang tidak pernah putus memberikan kasih sayang, doa, perhatian, serta dukungan kepada saya. Juga saya ucapkan terima kasih kepada saudari saya satu-satunya, Mayang Tari Perangin-Angin, S.H yang telah banyak membagi ilmu, pengalaman serta memberikan doa dan dukungan selama pengerjaan karya tulis ini.

4. Kepada pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang telah membantu dalam pengambilan data untuk karya tulis ilmiah ini.

(55)

vi

6. Kepada Morna Gresella dan Fairuz Syaidia selaku teman satu kelompok pembimbing yang telah berjuang bersama atas dukungan dan kerja sama selama pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

7. Kepada teman-teman yang juga keluarga saya di Medan, yang tidak pernah berhenti membagi banyak ilmu dan bantuannya dalam pembuatan karya ilmiah ini, Abraham Sihotang, Baginda Asyraf Hasibuan, Fiona Yosephine Napitupulu, Febrina Fajria, dan Nurul Akla

8. Kepada teman-teman terkasih saya di Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang selama ini sudah menjadi bagian dalam hidup saya yang telah berjuang bersama dalam pembuatan karya tulis ilmiah, Arafat, Arif, Dimas, Feby, Hansel, Ikhsan, Kiko, Luthfi, Papa, Reza, Nasir, Rama, Ulvi, Mika, Rian, Rijo, Sergio, Fazi, Yovie, Yusuf, Andrea, Farid, dan Umar 9. Kepada sahabat-sahabat terbaik saya di Jakarta atas dukungan moral,

semangat serta doa kepada saya selama pengerjaan karya tulis ilmiah ini, Sekar Dywandari, Nadya Azalia, Putri Yunida, Asha Priliani.

10.Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulisan karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki kesalahan dan juga menambah ilmu pengetahuan yang membangun untuk penulisan karya tulis ilmiah selanjutnya.

Medan, 18 Januari 2016 Penulis,

(56)

vii

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Singkatan ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1. Manfaat bagi Peneliti ... 3

1.4.2. Manfaat bagi Pendidikan... 4

1.4.3. Manfaat bagi Masyarakat ... 4

(57)

viii

2.1. Anatomi Saraf Perifer ... 5

2.2. Nervus Fasialis ... 5

2.3. Bell’s Palsy... 8

2.3.1. Pengertian ... 8

2.3.2. Etiologi ... 8

2.3.3. Epidemiologi ... 10

2.3.4. Gambaran Klinis ... 10

2.3.5. Diagnosis ... 13

2.3.6. Diagnosis Banding ... 15

2.3.7. Penatalaksanaan ... 16

2.3.8. Prognosis. ... 18

2.3.9. Kualitas Hidup ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 20

3.2.1. Variabel Dependen ... 20

3.2.2. Variabel Independen ... 21

3.2.3.Bell’s Palsy... 21

BAB IV METODE PENELITIAN ... 25

(58)

ix

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

4.3. Populasi dan Sampel ... 25

4.3.1. Populasi Penelitian ... 25

4.3.2. Sampel Penelitian ... 25

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 26

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

5.1.2. Deskripsi Demografi Sampel ... 27

5.1.2.1. Angka Kejadian ... 27

5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Usia Sampel ... 27

5.1.2.3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel .. 28

5.1.2.4 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Sampel ... 29

5.1.2.5 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa Sampel ... 29

5.1.3. Distribusi Frekuensi Keluhan Utama Sampel ... 31

5.1.4. Distribusi Frekuensi Keluhan Tambahan Sampel ... 33

5.1.5. Distribusi Frekuensi Lokasi Sampel ... 34

5.1.6. Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Sampel ... 34

5.2. Pembahasan ... 35

(59)

x

5.2.2. Pembahasan Demografi Sampel ... 36

5.2.3. Pembahasan Keluhan Utama Sampel... 37

5.2.4. Pembahasan Keluhan Tambahan Sampel ... 37

5.2.5. Pembahasan Lokasi Sampel ... 37

5.2.6. Pembahasan Faktor Resiko Sampel ... 38

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ………... 40

(60)

xi

DAFTAR TABEL

NOMOR JUDUL HALAMAN

2.1. House Brackmann System... 13

3.1. Tabel Variabel dan Definisi Operasional ... 21

5.1. Tabel Distribusi Frekuensi Usia Pasien Bell’s Palsy ... 28

5.2. Tabel Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Bell’s Palsy ... 29

5.3. Tabel Distribusi Frekuensi Pekerjaan ... 30

5.4. Tabel Distribusi Frekuensi Suku Bangsa ... 31

5.5. Tabel Distribusi Frekuensi Keluhan Utama ... 32

5.6. Tabel Distribusi Frekuensi Keluhan Tambahan ... 33

5.7. Tabel Distribusi Frekuensi Lokasi ... 34

(61)

xii

DAFTAR GAMBAR

NOMOR JUDUL HALAMAN

2.1. Nervus Fasialis... 7

2.2. Gambaran Klinis Bell’s Palsy ... 11

2.3. Lokasi Lesi Bell’s Palsy ... 12

(62)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

CT SCAN Computed Tomography Scanning HSV Herpes Simpleks Virus

(63)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Rincian Biaya Penelitian Lampiran 3 Ethical Clearence

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Tabel 5.1. menjelaskan mengenai kategori usia penderita Bell’s Palsy. Pada  tahun
Tabel 5.2. menjelaskan mengenai jenis kelamin penderita Bell’s Palsy pada tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-1/W1, 2017 ISPRS Hannover Workshop: HRIGI 17 – CMRT 17 – ISA 17

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik 5003. Lainnya

Bina Desa pembuatan hand sanitizer berbahan dasar alami daun sirih, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat dalam hal produk

Banyaknya kasus bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan menyebabkan Kelestarian alam yang terganggu juga membuktikan bahwa pelaksanaan penegakkan

Sebagai perbandingan di Indonesia, hal serupa juga terjadi, di mana universitas Islam di bawah KEMENAG tidak memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya yang

Pada saat konverter frekuensi tersambung ke hantaran listrik AC, motor dapat dimulai dengan saklar eksternal, perintah bus serial, sinyal reference input, atau kondisi masalah

[r]

Susunan perkuliahan ini juga dirancang agar sejak sekarang kebutuhan untuk merespon akreditasi internasional pendidikan arsitektur yang mensyaratkan lama waktu lima (5) tahun