I3OTENSI
KEBAKilllAN
i
iU'TrlN
BERDASAIIKAN
INDEKS
KIjKEI<INGAN,
I3AI IAN I3AKARDAN
PRAK'fEK
PEMUAKARAN
OLEl-i
MASYAI<AKi\'I'A S R I L 97. I02 1 AGK
I'RQGIIAM PASCA SAWANA INSTI7'1IT I'ERI'AN IAN I30CiOii
ABSTRAK
ASRI t
.
Potensi kebakaran hutan berdasarkan indeks kekcringan, bahan bakar danpraktek pem bakaran nleh masy arakat (dibawah bimbingan I3anicl Murdiyarso
sebagai ketua dan Bambang I-Iero Sahat-jo sebagai anggota).
Kebakaran hutan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun. Sejurnlah
kebakaran besar terjadi pada tahun 1982/83, 1987, 199 t , 1993, 1994 dan 1997
yang b n y a k menimbulkan kerugian. Kebakaran yang terjadi di Sumatera dan
Kaf immtan pada trthun 1 994 dan 1 997 tciah rnenyebabkan kcrusakan I ingkungan di kawasan yang terhakar dan kabut asap yang menyertainya telah rnencernari
udara di kawasan Asia Tenggara, terutama Malaysia dan Singapura. Penclitian
yang dilakukan di Taman NltsionaI Rerbak (TNR), Sumatera, ini k r t u j u a n untuk
rnengetahui potensi tcrjadinya kebakaran liar berdasarkan kondisi kekeringan
cuaca, karakteristik bahan bakar permukaan dan kegiatan pernbakaran oleh
rnasyarakat. Kekcringan cuaca dilihat dari indeks kekeringan Keetch-Byram yang
dihitung menggunakan data suhu udara maksimum dan curah hujan harian.
Pengambilan dan pengukuran sampel bahan bakar menggunakan mctode Hairiah
et ul. (1 999). Intensitas sebuah kebakaran dilihac dari intensitas api yang dihitung
menggunakan persamaan By ram (ChandIer, et al., 19 83). Analisa bahan bakar
dilakukan di laboratoriurn di Bogor, PengamaCan bahan bakar dilakukan pada dua
lokasi, yaitu pada kawasan lindung di dalam TNB dan pada kawasan pcnymgga di
pinggir kawasan TNB.
I Iasil penelitian memperlihatkan bahwa secara umum kondisi kekeringan
~nencapai puncaknya antara buian Mei sampai bulan Oktober. Tingkat kekeringan
bervariasi dari tahun ke tahun dan kekeringan yang sangat tinggi dirnana indcks
Puncak kekeringan paling ringgi terjadi pada uhun 1997 dimana indeks lebih
tinggi dari 1,950 tcrjadi dari tanggal 1 Agustus sampai tanggal 9 Nopernber.
Muatan bahan bakar prmukaan pada kawasan lindung mtncapai 647.4 ton/ha
sedangkan pada kawasan penyangga rnencapai 139,4 tonha. Kadar air bahan
bakar mati pada kawasan lindung relatif lebik tinggi (40 %) dibanding kawasan
peny angga ( 1 7 No). Parfa dua lokzlsi tersebut terdapat bahan b&ar dalam kondisi
yang dapat menyala karena kadar airnya iebih rendah dari kadar air pernbatas,
yaitu batas rnaksimum kadar air yang masih rnernungkinkan bahan bakar tetap
rnenyala (Chandler et a/,, 1983). Rahan bakar pada kawasan lindtrng lebih mudah
terbakar karena rnempunyai kandungan silika yang relatif iebik rendah (4.75 %)
dari kawasan penyangga (6.63 %). Berdasarkan karaktcristik bahan bakw maka
sejum lah Iokasi pada kawasan iindung hrpotensi untuk terbakar dengan intensitas
yang sangat besar. Intensitas api apada kegiatan pembakaran yang dilakukan oleh
rnasyarakat bervariasi dari 90 kW/m pada kebakaran dengan intensitas kecil
sampai 1,994 kW/m pada kebakaran dengan intensitas yang paling bcsar.
Penyebaran kebakaran terjadi pada sejum tah kegiatan pembakaran sehingga dstpat
ASRIL. Forest fire in Sumatra related to drought fuel characteristics and burning
practice (Supervisors: Daniel Murdiyarso and Barnbang I,,Iero Sstharjo).
Forest firc occurs in lndanesia almost every year. Among these 1982183, 1 987, 199 1, 1893, 1 994 and 1997, are considered as big fires which cost billions of dollars. The fires in Sumatra and Kalimantan in 1994 and 1997 have caused
extensive environmental damage including transboundary haze that blanketed the
region, This study is conducted at Berbak National Park, Sumatra and aimed at evaluating fire potential based on weather dryness index, fuel characteristics and burning practices conducted by the local people. Weather dryness index is determined by Keetch-Byram method that e~nploys daily maximum air temperature and 24-hour rainfall as inputs. Biomass measurements to estimate fuef load follow
Hairiah et ul. (1 499). Fire intensity to identify the intensity o f a fire was calculated using Byram's equation (C:handler, es a/., 1983). Fuel samples were analyzed at
11% and CSAR laboratories in Bogor. Fuel load was observed at two areas, representing the protected area inside the Berbak National Park and the buffer zone of the park. The results show that the peaks of drought occur bctween May and October. "The dmught index varies throughout the years and extreme drought when the index was higher than 1,950 occurred in 1 99 1, 1 993, 1 994 and 1 997. The most severe drought where drought index was higher than 1,950 occurred in 1997 from
August 1'' through November 9'". Surface fuel load at protected zone was 647.4 ton/ha and at buffer zone was 1 39.4 conha. Dcad- fuel rnaisturc at protected zone (40 %) was relatively higher than at buffer zone ( 1 7 %). Fuels at both study area
wcrc able to burn (flammable) since their moisture content tower than the moisture of extinct ion, the maximum moisture content that a fuel can have and st ill support
flaming combustion (Chandler, el al., 1983). Fuels at protected zone were more
burnable since they had silica content (4.75 %) lower than at buffer area (6.63 %). Bawd on these fuel characteristics, the protected zone was at higher danger to catch fire. Fire intensity at several burning practices varied bctwcen 90 kWlm at small tire flame and 1,994 kW/m at big fire flame. Fire from several burning
D e n e n ini saya menyatakan bahwa thesis ymg be judul:
POTENSX KEBAKARAN HUTAN
BERDASARKAN
INDEKS KEKERINGAN, B M N BAK;AR DAN
P R A K E K P E M E 3 M N ULEN
MASYARAKAT
addah b n a r rnenrpakm hasiI kafya sendiridan
belum pernah dipublihikan. Sernua sumkr datadan
infumasi yang d i g m a h teiah dinyatakan sexara jelas daxl dapat dipriksa k e k n m y a .A s r i l
A S R I L
97 I92 / AGK
Thesis
sebagai salah saw syarat untuk rnemproleh getar Mrrgister Sains
pa&
Program Pssca Sarjana lnstitut Pertanian Bagor
PROGRAM PASCA SAiUANA
WTITUT PERTANlAN
BOGOR
Judul Penel itian : Patensi Kebakaran Hutan Berdasarkrtn Indeks Kekeringan, Bahan Bakar dan Praktek Pcmbakaran Oleh hksyarakat.
Nornor Pokok : 97. 192
P r o w Studi : AgrokIirna~ologi
(Dr. Ir. Bambann Hero Saharia. M.Am.
1
Penulis dilahirkan di Kab. Sofok, Sumatera Barat pada tangal 08 April 1968. Qrangtua penulis M a h H. Umar f Alm. ) d m H. Nurani.
Penulis lulus dafi SMA Negeri 2 Kodya Padang pda trthun 1986. Pa&
&hun
yang penulis diterima sebstgai maktasiswa Sl di Instituf PertanianBogor melalui jdur Selebi Pentximaan Mahasisw Baru (Sipenmaru). Setahun
kernudian penulis rnengrtmbi1 Program Studi Agrometearologi pa& Jumm
Geofisika
d m
Metmrotogi, Fakultas Matemati ka daxl llmu Pengetahuttn Atam.Sejak tahun 1993 sampai sekamng penulis bekerja di Unit Pelaksana
Telcnis Hujan Buatm, Badan Pengkajian dm Penerapan Teknotwgi di Jakarta
sebagai staf kefompak Eiidrologi dm Lingkungm pada B j h g Pengkajian dm Penempan Teknofogi Pembuatan Hujan. I)a& tzthun 1997 penul is rnengikuti
pendidikan Program Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor pa& program studi
Agroklimatologi atas kasiswa dari Pragam STAID-BPP'F (sampai semester 3). Penulis pmah mendapat kesempam dari ClDA (<irnudiun Inlernurrr>nul Development Agency) untuk mengikuti pelatihan di Kanada tentang Pengetahwn Kebakaran Hutan. Penulis rnendapatkm s e b d piagam dari Program Pasca
UCAPAN TEMMAKASIW
Penulis rnengucapkm puji
d m
syukur kepa& Allah SWT ksuena brkatraJrmatNya pendis &pat rnenyeleshtikan penutisan thesis ini
dan
sekaligus pendidiknn S2 di Program Pasca Sarjana Institut Peftanim Bogor. Dalm rangka penyelesaian stud tersebut penufis telah melltlcukan penelitiandart
menu1 iskannya menjadi thesis yang dibefi judul: Patensi KebEtkaran Hutan & r W k a n Indeks Kekeringan, Bahan B&r dan Praktek Pernbajrarttn Olch ~ a q r ; r a k a t .Penulis rnmgwapkan terirnakasih dan penghargaan ymg setinggi-
tingginya kepda:
I . Bapk Praf. Dr. IT. Daniel Murdiyarso, MSc. (Ketua Kornisi Pembirnbing)
dan
BapkDr.
Ir, Barnbang Hero Sahqo, M.Agr. (Anggota Komisi Pernbirnbing) yyag dengan =bar dan arif memkrikan ti& hanya bimbingan&n
m - s a r a n tetapi juga d u k u n p sehingga penelitiandan
penidisan thesis ilxi dnpt penutis selesaik-stn,
2. Badan Pengkajian
dm
Penerapan Teknologi tempt p u t i s beke j r t ymg teiah memkrikan kesempatan kepada penulis unmk memrnpuh pndirfikan S2,3. GCTE (Globd Change and Terrestrial Ecusysrem) melalui 1C-SEA
(Jmpuct Center fur South EW Asiu) di Bogor, atas duirungm sponsumya
dan
sumt,anw&ta,4.
S W U
SEARCA (South East Asian Ministers of EducationUrganizatiun-SEAMEQ Regloptclf Centre for Gradorate Study (;I&
5 . Xndonexiun Fire Danger Rdiing L~v.s~enz Yrojuc~, BPPT
X
ndonesia-CXDA(Canadiun Xnte~nutionaI Develrjpment Agency) d i Jakarta atas du k ungan
spansomya,
6. Bapak Dr. Ir. Yonny Kaesmaryuno, MS setaku Ketua Program Studi
Agroklimatologi beserta sel uru h Staf Pengaj ar,
7. Mrs. Caren Dymond, Northern hrestxy Centre Canadian Forest Service,
di Edmonton, Alberta-Kanada, yang telah rnembantu rnenyediakan lobjh
dari 75 judul tulisan dari jumal, paper dart publikasi lain yang
berhubungan dengan kebdarrtn hutan,
8. Ternan-temm semisib sepnanggungw di PS AGK dan ternan-ternan lain yang tidak &pat disebutkan satu per srttu.
9. Ir. Velly Asvaliantina, M.Eng.Sc (istri penulis) dan anak-an& pnuiis
yaitu Aziz
d m
Nurif serta selumh keluarga atas dukungan, &'a dan pengertiannya.SejumIah fota Taman Nasional Bebrak h r y a penulis dimuat pa& situs: http:l~ww.ramsar.or~ph~to~~ite~~ind~n~'~ia~~,berbak I . htm dan htzp. .. berbak2. htm
Penulis berharap agar tulisan dan hasil penelirian ini tidak hanya sebagai syrtmt untuk penyelesaian pendidikan tetapi juga da pat krrnanfaa t bagi ~rnbacanya.
Bogar, September 2002
HASIL DAN PEMBAWSAN
. . . I ndeks Krkeringan di herah Pcncl itirtn
Indeks kekeringan tahunan dari u&un
199 1 sampai tahun 2000 . . . ...
Pengelompkan indeks kekeringarr
periode 1991
-
2000 . . . . . .Karakteristik Bahan Bakar
. . .
Muatan bahan bakar Viic/ loud)
Kadwr air bahan bakar . . .
Kandungan si f i ka ...
. . . Kegiatan Pembakaran oleh Masyarakat
Perilaku api . . . . . .
Resiko penyebaran kebakaran
:
KESIMPULAN DAN SARAN
KesirnpuIan . . . , . . . Saran . . . , . . .
1 Jurnlah l~oispot yang terpantau di Propinsi Jarnbi di tahun
1 Pola indeks kekeringan tahunan dl dolerah penclitian
yang dihitung dengan Metode Kcetch-Byram ... . . .
. . . .
,.
70PENDAHULUAN
Latar k b h n g
Kebabran hutrpn merupakan
hal
yang mum terjadi &n teiah rnenjadi bagian dari elmistern a t m &Ism iklim dunk (Wright dm Bailey, 1982; WHO, 1 9981, Pada kebakaran hutan dan lahan &him 1 982/83 tercattxt areal ymg terbakarseluas
3,600,000 ha, pda tahun 1994 xluas 5,110,000 ha h pada tahun 1997198seiuas 10,000,000 ha (Saharja, 1 998).
Pada
t&un 1987 j uga te jadi kebakm@a kawassur hutan seluas 66,000 h a ' h pada tahw 1991 luas tot111 k a w m y m g terhkar menwpai 500,000
ha
(Dennis, 1999). Berdasarkan data tersebutk e b W paling sering dan paling luas &jdi di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimmtan,
Tejadinya kebakaran lahan dan hutan di Indonesia dimulai dari pmbakman yang disengaja dan buican dipicu aleh faktur iklirn. Kenyataannya,
kebakaran hutan
dm
1- yang banyak tejadibcsamaan
d e n w fenomena El NitTo. KondisiiMim
dm cwa yang kering sebgai damp&dari
Et N i b cuXcup b e p r a n& I a n mernmwnkan
beriangsungnya kebakaran hutan yang besarsem
rnenyebamya asap sews horizontal f Murdi yam, 1998).
Faktox pendarong utama terjadnya k e b a h m adalah
A n
ya penixtgkatan kebutulran lahan. Proses tersebut masih terus bdmpung &bat rnenin&atnya jurnlah pnduduk (Heil, 1998). P e m b a k m yang dixngaja adatah penyebabu t m a k e b d hutan di Indonesia ( M u r d i ~ , 1998). Pembakaran dilakukan setiap d u n untuk memkrsihkan lahan dan rnembakar limbah kayu dan sisa-sis
rnasyarakat Iokal juga sering rnenggunakan cam pmbakaran untuk meny iapkan
ishan ptrtuniannya. Karenst i tu, kalvasan hutan yang berdekatan dengan clki ivi tas
rnanusia mernpunyai ptensi untuk terbdm.
h p k tangsung kebakaran hutan &lah hancurrtya sumberdaya aXm balk flora rnaupun fauna dan rnunculnya kabut asap disertai emisi krbagai gas
dan
partiket pencemar ke atmosfec. Kcb&axan yaxlg krjadi selama periode I 997198 telab menghasil kan kabut asap yang pngaruhnya m e l w rnencapi negm-negara terangga se hi ngga menjadi kepdul ian rnssyaraka t dun t st ( M u r d i y m , 1998). Dampak tidstk langsung knrp ganggun kewhrttanmasyarakat, terganggunya aktivitas perekunomian, pencemaran air, prubahan tab sir, kondisi fisik dan kirnia trtnrth, hilang atau berkmngnya suplrtt rnakanan
dan ternpat tinggal bagi jenis satwa tertentu, dan mungkin juga perubahan iklim
global. Kerugian secara ekanami yang ditimbutknn oleh kebakaran hutan j uga c&up ksar. Schindele, er oi., (1989 dc11um Dennis, 1999) rnengfiitung kerugian
&bat terbakamya kayu pada kejadian keb&aran tahun 1982/1983 sbesar US %
9.075 milyar. Pa& tahun 199 1 kerugan mencapai US $86.5 juu dan pada tahun 1994 sebesar US $ t 5.4 juta (Dennis, 1 999). Kefugian total akibat kebakaran hutan serh polusi kabut asap yang d i t i m b u l h y a pads t&un 1997 bemilai leblh
dafi
US
% 9 milyar(ADB,
2001).Propinsi Jnmbi rnenrpkan salah satu daerah ymg banyak mengalami kehkaran hutan dm lahan. B e r k k a n infarmmi satelit, jrrmfah h o t ~ p r di
Propinsi Sambi pa& tahun 1996 sebanyak 2,946 buah, pada tahun 1997 sebanyak
22,392 bush, prtdtt &hun 1998 sebanyak 961 burah {Anderson at a[., t 4991, dm
empat tahun tersebut, jumlah hofspoc paling h y a k terjah pa& periodt: Juli
sampai September. Pada tahun 1997, kebakarm juga terjadi pa& M a n wwa dl
set>elafi tirnur kota Jambi ternas.uk T a m Nasional W a k . Keb&wan yang
melmda kawasan Taman Nasiannl & r h k me&k perhatian k w n a kawasan tersebut rnerupakan h w w n y ang dilindungi b i k nasianal maupun intemasionai.
Perurnusan Masalrih Terjadiayar Kebakarota Huton di hdonesia
Masalah kebakamn hutan di Lndanesia te jadi karena adanyst tiga faktor u&ma yaitu manusia, h u m dan iklim (termas& cuaca) seprti di tunjukkan dalarn Gambar 1. Unsur-wsur ikIim terutama curah hujm menentukan banyaknya
b h n bakar yang tersedia serta lamanya periode kebakaran dan tingkst keparahan kebairaran. Unsur-unsw cuaca m e n e n t u b kadar air
dan
kernudahan terbakar bahan b&ar serta mempengaruhi pt?ayekan kebahran, Hutan secara a l a m ~ nnenghasihn bahan W r b e n a h y a faktor Mirn dm c m a .Martusitt sesuai
&n@n
tuntzltan hidupnya selafu m e m b u t h tambahan lahan bant.Eial
ini ber;tkiM terjadinyatekamn
teahadap sumberdaya hutan oleh kegiatm konversi hutan menjjadi lahnn non hutan.Dalam
p r o w konversi ini dapat te jadi penumpduinbahan
bakar pada kawasan yang baru dibuka tersebut. Pada kegatan wrryiapam l a b ymg akm d i m m i setelah diberakan juga tajadi pembntukm bahm b k di pemukaan Iahan. b e n a itu, manusia dapat menghasifkan bahan b&ar dari kegiatan yang dilakukannya dan kernucfian kondisi bafian bkar tersebut ditentukaxz olch f'aktorcuaca.
Api sering die;unakm oleh manusia sebagai
&ah
satu nlat &lam proscsbanyak biaya. Perencanaan penggunaan api atau pernbakaran yang tidak baik
dapat rnenirnbulkan terjadinya kebakaran yang tidak dikehendaki. Upaya
mengurangi tirnbulnya kebakaran liar dapat dil&ukm dengan mengatur bahan
bakar dan mernbuat sekat bnkar. Selain itu, faktar cuaca khususnya angin dapat rnenjadi FaXrtor yang m g a t rnenentukan bag terjadinya sebunh kebakaran yang
tidak terkendali.
Earnbar 1. Skema perurnusan masalah terjadinya kebakaran hutm di Indonesia
Keb&wan hutan dan Iahan yang terjadi selalu rnenimbulkan kemgian.
Kerugian langsung berasal dari terbakamya vegetasi, sdangkan kerugian tidak
Iangsung dapat rnenjadi sanegat banyak. Meskipurr kebakaran sudah merupakan
bagan dasi ekasistem dunia, namun di Indonesia kebakwan lebih merupnkan
penanggulangm yaitu dexlgan m e r n b h api atau dengan cara pncegahan yairu dengm rnengurangi terjadinya kebak;m. Upaya rne~nidamkan api tergolong suiit
dan
mahal. Upaya mengmmgi terjadinya kebakaran rnetalui pernabman tentang resiko dari pengunam api pa& l&m, keberabn M a n bakar yang potensial terbah dan kandisi cuaca jauh lebih mur& dm ltbih efekti f.Pmelitian ini dilakukan untu k mernplatjaxi tiga f&or yang krguna dalarn upaya penceghan terjadinya kekkaran liar, yaitu cuaca (kserta iklim), b h a n
b k a r dan kegiatan pembakarttn yang d i f & W ddam
ran&
penyiapan l a h .Kondisi kekeringan cuaca dari waktu ke wahu dilihaf melahi indeks kekeringan Keetch-Byam menggunakan data cuacat harim untuk dihubungkan dengan
kwdcteristik bahan b a b r dan potensi terjadinya k e U r a n liar. Karakteristlk bahm bakar dilihat berdasarkan muatan, W a r air
dan
kandungan silika. Kegiatrtn pembtbrm ymg dilakukm oleh masyardat dirtmati untuk meliht bagaimam kegiatan tersebut dapat rnenjadi sumkr api bagi terjadinya suatu kebakaran yangti& terkendali.
'Tujuarr Penelltian
Penelitiart ini bertujuaa untuk:
i mengetahui kondisi kekering n cuaca di daerah peneli tian menggunakan indeh kekeringan ketch-Byram,
2. mengetahui karakteristik bahan bakar pada dua kawasan yang berbeda,
3. melihat potensi terjadinya penyebaran kebakaran alribat kegiatan pernbakaran
TINJAWAN PUSTAKA
Indeks Kekeringita
Pendekatan untuk menyusun slam sistem penilaian bahaya kebakaran sdalah dengan menunjukkm kemungkinan terbakmya M a n bakar untuk kond~si
iklim yang kragam (Dwming, 1995 hiurn Hatiman el ul., 1999). Indeks
kekeringan didefinisikan sebagai biiangan yang menujukkan pngaruh bersi h (net eflecr) dari evapotranspirasi dan presi pitasi yang menghasi l kan kekmngan (defisiensi) kelengsm secara kumulatif pa& fapisan organik
tanah
yang &lammaupun lapisan tanah yang lebih dangkal. Karena itu, indeks kekeringan merupkan suatu jumlah rrtau besaran ymg berhubungan dengan kemudahan terbakar (#hmmubrlicy) bahan organik di
tanah
(Ketch cfan Byram, 1968).Teoi fisik dan rmgka umum wltuk sebuah indeks kekeringan harus rnencakup kondisi-kondisi
iMim
pa& selang ymg t w. Tean dan rangka ttrxbu t didasarkan pstda pernikiran-pemi k i m berikut ini (Ketch dsn Byram. I 968):I . k j u kehilangm kelengasan pa& wea hutan krgmtwg pada kernpatan penurnpan vegetasi di area tersebut. Kernpatan pnutupan vegetasi dan kemudian Irapasiras banspirasinya
adalah
fungidari
ram-rata curah hujm t&unan. Selanjumya, vege-iahw
rnenyesuaikm dirinya untukrnenggunakan sebagian banyak kelengasan yang tersed ia.
2. Hubungm vegetasi dengan curah hujan didekati dengan sebuah kurva
eksponensial dimam taju pelepasan irelengwm &I& sebuah fungsi dari
3. Laju keklangan kelengasm dari
tanah
ditentukan oleh funpi-fungievaptranspirasi.
4. Proses kehifangan kelengasan tanah didekati denen set>& bentuk kuwa ekspanensial dimam keIeng,asan titik layti p m m a
digunakan
sebagai tin&$ keIengasan terendah. Laj u pengumriganke
f engztsan tanah smpa titit layu pmanen, secm iarrpung sebmding dengm jumiahair
terseciia di Iapisan tanah pa& wgktu tertentu.5 . Kec&laman lapism a n a h dimana proses kekeringan berlangsung adalah
ketika tanah mempunyai Irapasitas lapang seksar 200 mrn (8 inchi) &ri air t e r d i a Pemilihan 200 mm addah menrpakaxl suatu kisaran brem
s&u& nilai numerik yang sangat tepat tidaklah d i p r l h n . Kelen- tersedia seksar 200 m m sephnya cukup beraiasan untuk: digmakan dalam pngendalim k e b k m n hutan karena pada heberap k a m jumlah tersebut adaiab jumlah trruzspirasi v e p w i selama m u s h panas,
hdeks kekeringm Keetch-Byrm ini telah d i g u d m secara luas di
Amerika Serikat dan j u p relah ditakukan penyesuaian untuk penggunaan di Australia
dan
hberapa negaralain
yang berikfim trapis (Deeming, 1995). Di Indonesia, JohnE.
Deeming pertama kali memprkenalkm indeks ini patfa t&un1995 untuk mengukur tingkat kebakaran pa& kberapa ternpat di Kalimantan Tirnur (Hoffman er al., 1999),
Faktor-faktor yang Mernpengaru hi Terjadinya Kebakarao W u tan
memakan waiEtu dm kejadian kebakaran hutan dm kabut asap untuk masa y m g
akan
datafig b&al tenrlang kembali (Heil, 1998).Peranan mnusia
Kebalrmn hutan dapat disebabkan aleh faktor alami rnaupun buatan (oleh manusia). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa f&or alarni menyebabkan
kurang dari satu persen k e k h a n di Kalimmtan. Kebakm lainnya sering merupakan &itrat dari tekanaxl sosial (faktor manusia) (Sahrjo dan Hwaeni, 1998). Kebakamn ymg melanda Xndonesia p d a tahun 1997 dan awal I998 kebanyah krawal dari pembakam yang dilakukan dengan sengaja
(Murdiyarso dan Lebel, 1998). Beberapa faktor yang diperkiralian menyebabkan kebaktuan di Indonesia adal&: p e r n b u k . ~ hutan dengan membakar, pcmbakaran
Iimbah kayu oleh eksploitasi hutan (pembalakan) dan tanaman tua perkehunan,
dm karakteristik dari biornas hutan yang mernungkinkan terbakar sendiri (misalnya oleh petir). Narnun, bahan kayu biasanya sangat jarang terbakar sendiri karena rnembutuhkan suhu yang tinggi untuk memicu (Gintings, er dl., 1998).
Kebanydan kebabran yang terjadi di Indonesia krawaf dari pembaka ran
yang dilakukm oleh manusia. Hal ini ditunjuiriian data sebaran trof+s.por pada tahun I997 yang dikemukpkan oleh Saharjo (1998) yaitu: 45.95 % pa& prkebunan, 24.76 % pa& piadangan krpiadafr, 15.49 % pada hutart produksi.
8.5 f % pada hutan tanaman, 4.58 ?4 pada hutan tindung dan taman nasional dan 1.20 % pada areat transmigrasi. Sebanyak 151
b d
perusahan didugs telahmefakulcan pernbakaran tahun tersebut.
Selma p y e k AZIermtives f a Slash and Burn yang dilakukm aleh l C W
digtinah sebagai atat tetapi &lam
hal
lain juga d i g u d a n sebagai senjata, Pembakaran digunakan sebagai strat untuk pertanian tradisional selluna bertahun-tabu karena rnurah dan mudah. PernWaran mun@n juga digunairan sebagar
senjatst untuk menuntut status atas lahan. Hal ini dildcukan oleh masyarakat dan
prrgusaha k a n a status kepmifikan
lahan
ymg tidak jelas (Mwdiymso, f 993). Sejumlah k e b a h a n besar di Amerika Utara disebablian ofch faktor manusia. Banyak yang melakukan pernhkaran tidak dijags dan tidak dikanirolpada saat terjadi kondisi yang rnemungkinkm timbulnya kebakaran besar. Secara m u m , ha1 ini mencermihn ketidaktanggapzrxl pubIik terhdap ketrakaran hutan
yang krlangsung bertahun-tahun
dan
m a i h saja terus a&. Sebanyak 65 D/o kebaCcaran pa& h u m b r a ! di Amerika U t m dixbabkan oleh manusia namun luas k e W m y a hanya 1 5 P/s dari keseIunrh (Stocks, 199 1 dulum Grissum eld., 2000).
DI Amerika Serikat, lebih dari 90 % wnyebab setufirh kebaliaran hutan adalah manusia. Dalam 10 tahun (1 989-1 998) rata-iata te Qadi sekitar 1 00,000 kaXi kebhran dengm luas areal terbakar sehtar 1,335,462
ha
setiap tahunnya (Flannigan et ai., 2000), taamun sejumIah besar (98 %) f uasan areal yang terbakar disebabkm oleh sejumiah kwil ( 1 %) kebhran (Straws et ul., 1989 dulumFlannigan et al., 2000).
Faktor alam
cwca rnengatur kadar air M a n balcar mati, selanjutnya kernudahan terbakar
~unomb~/h'yt), dm (4) cuaca rnempunyai pngamh yang independen terhadap
p y a l a a n dan penyebaran kebakaran hutan (Chandler et d., 1983).
Api &pat ti&k texkendali dan S a r a fiar menyebar khususnya ketika
terjadi kekeringan krkepnjangan. Kebakaran besar di hutan Indonesia selrtlu kiwsosiasi den* kejdian El Niifo (Murciiym, 1998). Selma El NiAo, hujan
dipindahkan ke arah timur Indonesia ke .Pasifik tengah menyebabkan kekeringrtn pnjang dan c w a yang p a s Qi Indonesia, Filipina dan bagian utara Australia.
Suhu
udara yang tin@ selama El Nillo mengefingkan bahan yang berpatensi terbaknr. Banyak spekulasi dan kesalahan konsepsi ytrng dibuat bcrktnanndengan isu kebdaran
dan
Fenomena El NiTLo. Index Osilasi Selatan atau Sourh<nlflscilkation Index, SOI (ungkapan kuantitatif yang + rnenjadi indikator bagi fenornena El Ni Ao) daprtt digali dan digunakan sebagsti indi kator pcncegahail untuk pengelolaan pernbukatul tahan atau pcmbakaran terkendali Murdiyarso, J 998). OsiIasi Sefatan adalah fluktuasi tekanan udara p d a du lokasi sebagai pusat, yaitu satu p w t di sebelah barat lintang trapis &mudera Pasifik sampai sebelah timur sarnudera India dan satu pusat lainnya di sebelah tenggara lintang tropis samudera Pasifik. Osllasi Selaran tersebut berasosiasi dengan penibahan- pnrbahan ksar pada p l a cur& hujan dm angin di lintang tropis sarnudera India dm Pasifik serta berkarelasi dengan perubahan-perubatxan cuaca di betahan lain dunia (Philander, t 990).
yang satlgat sulit dijangkau sehingga mempersdit upaya pernadaman
k e b a h a n f Sithago, 19978).
Kcbanyakan kebabran hutan ksar terjadi selma kandisi cuaca yang
ehtrim dm tidak biasa, dimanrt ha1 ini sesuai dengan p e r k i r m . Kekeringan berkepjangan, disertai suhu udara yang tin@ &n kefembabn xelatif udara yang rendah, memkntuk situasi bagi kebafiyakan kebakaran ksar karma menurunkan kandungan kelengasan bahan bakar hutan mencaplli kondisi rendah
yang ekstrim. Kondisi kebakaran yang hebat biasanya terjadi setma panas di hari-harl yang teri k, kondisl yang kurang bai k kemudian mengikuti. Beberapa kebakaran mencstpi intensim tertinggi pada malam h i dan beberap kebakaran
menyebar sangat cepat bahkan ketiks suhu rnaupun kelernbakn udaw tidak
ekstnm (Davis, 1 959).
Kebabran Butan di Propinsi Jambi
Propimi Jambi rnexupkm sstlah satu b r a h ymg h y a l r mengalami
kebakaran hutan &n lahan setiap tihun. Berdasarkan perkiraan kejadian
kebakaran
den* men-akan infarmmi hotspi, pada talrun 1 996 sampa i I 999terlibt bahwa kejadian kebabran paling h y a k terjadi pada periudt: Jul I sarnpal September (Tabel 1). Pengamam di Istpngan rnenunjukkan bahwa kebakaran
ymg terjadi pa& tahun 1996 dan bertangsung lama disebablcan afeh pmbukaan
I&an
untuk perkebunan terutarna kelapa sawit (Anderson et ul., 1999;Tampublan, 1998). Pada tafrun 1997, lahan rawa di sekfah timur kota Jambi
juga termasuk Taman Nasional Berbak terpengmh oXeh kebakaran liar (Anderson
er al,, 1999). Sebaran daerah bekas terbwkax
dm
hotspol di Prupinsi Jambi seramaH Q T 9POT MSTRIBUT!W AWD FIRE StnFI
IH WRW JAMBI
ta-w-sr h c IB%T
1 1
Garnbar 2. Distri busi lootsput yang di tam pi1 kan (superirnpose~i) dengan daera h bekas tehakar di kawasan T.N. Berbak &in sebagitln Propinsi Jambi,
Periode f 8 Agustm - 3 1 Desember I997 (Sumkr: lmpucr ('t.nt<prjhr
S(crurh I'3tltlr1 Asia, TC-SEA Bogor, 2000)
Tabel I . iumfah h o f s p r yang terpantau di Propinsi Jambi di tahun 1 996- I 999
Tahun
/
JanI
Feb1
Mar/
Apr/
Mri/
Jun1
lul/
AguI
Sep1
Okt/
NopI
Des1
J I i I I I I I I I I 1 J
*
-
data ridak tersediaSumkr: 1996- 1998 = Anderson, el a!., 1999; 1 994=JICA (http://ewds-ffprnp2. hoops.ne.jp/ewdS/>
Bahan Bnkar
k f i n i a i
[image:129.620.128.527.38.330.2]tc:rm~isuk; perakm atau batang kayu yang t e & m sewan atau s e l ~ y a serta kayu yang $el& melap&. Dalarn praktek pengendalitan kebakaran, istilah kebakaran h u h umum digunakm sebapi sinonirn
dari
k e M m l iiu f wildfire) atau kehkam yangti&
dinginkan wtuk krjadi (Davis, 1959). Kebakaran sebagai sdah satu faktor ganggum &lam ekosistern adalrrh katalis alarni terhadapkeragaman yang menumbuhkm kestrtbiIan dafm kebanyakan ekosistem (Vo@, 197 1 J u l ~ m Wright dan Bailey, l982), dimana ha! ini rnerupakan darnpak psitif dari suatu kebakaran.
Bahan W a r hutan (fhresr fiiel) didefinisikan oleh FAO/IUFKO sebagai
scgala sesuatu bafian akiu campuran yang &pat dibakar &n bahm yang &pat menyala (Ford-Robertson, I 97 1 Julum Chandler et oal, , 1983), Bahan bakar bexsarna cuaca dm topgrafi merupakan tiga frtlctor yang umum mempengamhi perilaku kebakam liar. Dari tiga faktor tersebut, bentuk topografi &n kondisi
cuaca addah f&or ymg sedikit sekali &pat dipenpuhi oleh manusia (Hirsch dan Pengelly, 1997). Bahan baka ymg krup biomass hidup
dan
mati per unitIuas merupkm besamya jwnlab energi ymg tenimpan yang rnenentukan karakteristik kebkaran potensial di lapangan ( Whelan, 1 995).
Jeais-jenis bahan bakar
Bahan bakar juga dapat dibedrtkan jenisnya krdasarkan psisinya di h u m . Davis (1959) rnernhgi jenis b a b Mar ke &lam dua bagian, yaitu groundfuel (khan baicaf b a d ) dan uerialfuel ( W n
Mar
atas). B&an M a r bawah adalah setiap bahan hidup atau mati yang dapt terbakar yang berada diajuk:
h u m yrtng lebih tin@ cii atas 2 meter. Pyne et al. (1996 &lam DeBano, eral., 1998)
dan
Anonymous (2000) rnengkagarikan baban bakar menjadi t i p , yaitu p t i n d f i e l (bahan bakar di bawh permuhm W), sujbce fuel (bahan War Qi pemukaana)
dm lrerial abu crownfuel
(Wan Wardi
ataspmukaan bnah). Bahan W a r b a d p e m h adatah bagian dm sisa vegemi yang sedan% melapuk, =perti p e d m m
dan
h y u yang te*m, tanahorganik,
dan
temasuk jugct gambut. Bahan War permukaan adalah sernuabagian maupun sisa vegemi yang berada di, atas tanah sampai ketinggian 2 meter. Tem~uk
Urn
jenis ini misdnya sexasah, remmputarr, tunggd (tong@), pohan turnbang* pohorz kecil, mrtupun cabang atau daundari
p h o n besw yang b e dpada ketinggian kurmg &ri 2 meter. bakw atas p e m u h adalah semw
bagan vegetasi yang b e d di atas keeinggian 2 meter. Tajuk hutan, tegakan mati, maupun vegetasi yang hidup pacia vegetasi lain termauk &lam jenis bahan b&ar ini.
U S . D, A. Forest Service mem buat klasifi kasi kebakaran hutan dalam
kaitannya dengan ketersedinan bahan bakar seba&ai krikut (Davis, 1959):
1. Kebakaran permukaan (surfwe fire) adaIah kebakaran ymg rnernbakar sewah di pemukaan, bagian fain tanaman yang telah melapuk di
lanai hutan, dan vegetasi kecil. K e k h a n pmukaan urnurnoya
sering terjadi pertama kali d a l m suatu kebakaran hutan.
2. Keb,rtkasan bjuk (cruwn fire) addah kebakarw yang rneluas &ri shttu
tajuk
ke
bjuk laimya (pohon atau blukwti) dan (kurang lebih) terlepasdari
kebabran permukaan. K e W n ini &lah k e W m hutanpotensial (potential fuel load) adalah jmlab baha yang dapat terbakar dalm kebakaran yang paling berat yang dapat tejadi pada suatu
a m
tertentu. Jumlrtb ini merupakan nilai maksimal. Muatan W a nM a r
& M a (ovailubie fuel load)aclalah jumlah Wan W a r yang dam terbaxrar dalam kondisi kebakrtran pada
cwea tertentu. Besaran ini adalah pnting
dan
wring d i g w h n ddamprenmaan p e m h k a m terkendali (prescribed burning). b. Ukuran b&w b&r
Ukuran Man baknr memiliki penganth paling bear pa& kekkaran dengm intensitas yang kecil
dan
pada tafiap a w l prrumbuhm kebakaran ksar. Chandler et uul. (2983) mengemukdcan bahwa hhnmbak;ar mati ymg krdiameter Iebih ksru dari 1-2 crn kecil wnganbya terhdap Iaju pcnjataran, m u n m e m p n g m h intensitas konvebidan
realcsi p e m b k m n . Bahan War hidup berdiameter lebih dari 2-5 cm jika tidak t e W w hbis &pat berperrtn sebagaj penyerap panas sehingga mengunin@ laju penjalaran kebakaran. Perhitungm muatanM a n
b a W tersedia sucfab cukup b i k dengm melakukn pernisahanbahan
b&m dalam kategari tajuk, balm berdiamekr h a n g dari 0.5 cm, 0.5-1cm, 1 -2 cm, 2-5 cm, 5- 10 cm
d m
iebihcfari
10 cm. Untuir sejumlrth tertentu balmb&r &lam
luasan
tertentu, Iajju Icebakmmya &an meningkat dengaxx rneni-p I- pemukaan bahan W, karener meningkatnya suplai arcsigen. Den* mzakin kecihya &wan balun War3 d m proses tmisfer panas melalui radirtsi, konveksidan
konduksi chi titik yang sadang terbkarke
bahanyang belum terbakar ciapat bedaxlgsmg bemametan sehingga suhu penyalm =pat
tercapai (Davis, 1959). Istilah
rash
luas pmukaan terhadap volume (sujiPce tos e d i n besar rasio maka berarti semakin kecil ukuran bahan bakar (Anonymous, 2000). Pa& bahan b h r dengan kadm air, ke~apatan d m kandungan kirnia
tertentu, waktu
krtahan
(resilience time), yaitu la~anya mike! balm balcar&pat tetap rnenyala, secara langsung krhubungan dengm &wan partlkcl Mart b&ar tersebut. Suatu bahan bakar berkayu dengasl kadar air 4-10 p r s n &an
mempunyai wahw bertahan (dalam menit) sekitar 3 kdi diameter (&tam sentimeter) bahan bakarnya, rnisalnya sebatang kayu hrdiameter 10 cm akan terns menyala setelah penyalaan sekitar 30 menit (Chandler el #I., 1983).
c. Kadar air batran Itaka
Kadar air merupakan haj yang paling penting dari sekian banyak sifat
balm bakar uxltuk rnengevaluasi kernuddm krtrdm bahm bakar. Variasi b d a r
air dari hari ke hasi atau
dsrrr'
rningguke
minggu menycWkan variasi pads kemudahan terbakarbahan
W a r (Deeming, 1995). Kadar air M a n hkar rnempunyai hubungm-hubwgan yang kompleksdan
berubah dari waktu kewakru. Pad;t W n
trdm
hidup, koldar air tajukdm
rantingranting kecil diatur oteh proses fisialogis. Daiam ha1 ini, besarnya pentbalunkadar
air sangat terkarterst dengan perubahan suhu harian
dibanding
flu)rtu;isi kelembahudara
rnaupwr M a r air W. Selama kekeringan yang berkepjangm,kadar
air tajuk &pat krkurang sangat banyak. Pa& bahan b d m mati, kehilangan air bertangsung rndalui tiga mehisme dengm rnelib&an proses fish yang sangat berbeda. Mekanisme pertsuna adaloth pnguapan (evaparasi) yang merupakan fungsi daris&u
udara,
radiztsi ma-, kelemhbaxl relatifdan
etngin. Mekanisme ini terjadipads kehilmgm air pa& badan p e m h teriuar. Mekanisme
kdua
adalahbahan b&ar ketika W a r air balm Mar
di
am
30-35 persen. Pergemkan ini tertahan hstnya oleh gaya t e p g a n pemukaan. Laju p r p i n d h n ini ditentukanterutama oleh struktur internal Wan Wamya. Mekanisme ketiga adalah prnutusan ikatan hidrugen pub air yang terikat W r a kirniawi (bound wafer) pa& senyawn kayu &lain bentuk ikatan hidrogen. Semakin rendah kadar air, semakin bestir energr' ymg diperlukan untuk melepaskm air terikat ini (Chandler
er al, 1983).
Bahan bakar mati &pat juga menyerap air melatui berbagai mekanisme yang =ling tidak krhubunpn. Air diserap
dari
hujan, embun, butiran k&ut, air dari tan&, dan dari atmosfer sectira lanpung Penyerapan dari hujan dan langsungdari
atmosfer adalah dua proses yang paling banyak diarnati dan diketahui, Meskipun bujm diukur s c a m rutin, namun jumlafx air yang rnencapaibahm bakar mati
di
pemukaan terhadmg oleh adanya intersepsi tajuk dan aliran pada batang (stemflow) (Chandler erat,
1983). Peneliti-penelitl di Amerika setelah rnefakukrtxl pnditian yang panjmg menyimpulkan bahwa untukrnemprediksi WX air Man W a r lebih
baik
bila mengkorelasikannya denganlmanya kejsldian hujan @berg, 1 977 ddam Chandler ef a/, 1983).
berkda. Gambar 3 memperlihath him EMC pda proses kehilangm kelengasan dari beberapa jenis M a n bakar hutan. Pada a w l dekxtde 60-an, Byram membuat konsep jeda wktw (time lag) yaitu lam~tnya waku yang d i b u t u h h b r t h bakw untuk: kehilangm 213 dari air yang krada antara kadw air
EMC dengan kadar air akualnya (Chandler ei a / , 1983). Senc (1990)
rnenggudm istifah berat kering ucjrua untub: menggmbarkan berat kayu padrt
kondisi kacfar air b y u tetah mencapai <kesetimbangan dcngan kclernbttban udara
sekitamya.
$0
50
!
d ZQL
10
Gambar3. K w a
kadar
air setimbang padaproses
kehilangan kelcngisan (desorpfion) pada beberapa jenis bahan h k a r butan yang umum, (a) dam Quercus sleiiata (Blackman, t 97 1 ), (b) pot ongan-potongantrtnamrrn Arisrida sfrictu (Blackman; 197 1 ), f
c )
kay u (Sm itfi, 1 956),(d) daun jarurn Pinus ponderosa (Anderson el a/., 1978) (Sumkr: Chandler e# al., 1 983)
panas dari kebakaraxl digunajran untuk ( I ) menaikkan suhu air dalam b&an bakar,
(2) merepaskan air yang terikat dari bahan bakar, ( 3 ) menguapkan air pada bahnn
bakar, cfan (4) mernanasbn uap air mencapai suhu nyala api. Penggunaan panas
pada (2) dan (3) dianggap sebagai kehilangan panas. Kadar air bahm bakar juga
dapt dihubungkan dengan produksi asap pada kebakaran, dimana pradtlksi asap
d m meningkat bila l u t k air Wan bakar meningkat. ' Hd ~ i x u k m n a efisiensi
pmbakaran menurun. Pa& pembakaran yang tldak sempuma sejurnlab bahan padat akn rnengurnpul tanpa terbakw dan akan tersuspensi sebagai butiran cairan
atau padatan yang sangat kecif di atas api. Sejumlah uap air juga dapat rnengumpul dan rnernberi rona memutih pada asap (Davis, I 959).
Kadar air maksimum yang masih rnernungkiniutn bahan bakar terbakar menyala disebut W r air pembatas (moisture rd'extinction). Kadar air prnbatas ini berg~tntung p d a kimiawi bahan bakar dan kondisi bagaimana ia terpanaskan oleh pmbalcaxan, dan besarannya dicari secara empiris. EIasil p e n p k u m
terhadap hdar air pmbatas brvariasi dari 12 persen untuk rerurnputstn sampai hmpir 200 persen untuk beberapa jenis tumbuhan berdatrn
jarum.
Untuk kebanyakmb
h
bakar mati di hutan, kada air pernbatas antara 25 sampai 40 persendan
untuk,kebanyakan
bahan b&ar hidup antara 1 20 sarnpai 160 prsen.Secara
umum,
kadar air pembatas lebih tinggi pada bahan bakar hidup, padab&an
War ymg febih 't>esar/tebaX, @a komposisi bahan War dimana suplai oksigen optimum, dm pada kebakar~ln yang lebih panas (Chandler et ul., t983).K&
air prnbatas untuk t i p pembakaran rnernbara bervariasi&xi
It0 persen( M c M u n et a/., 1980 daium Chandler el d., 19831% yang kmi kurang Iebih m a dengan kadar air pembatas pa& bahun bakar hid up.
d. Kandungm siiika
Kandugan relatif silika adalah salah satu dari dua karnponen utama bahm b h r dari segi kimiawinya. B d ~ a n silika yang terdapat psda bagian-bagian
hunbuhan tahsn terhadap proses pelapukan (Chandfer el d., 1983). Beberap
studi memperlihatkan bahwa proporsi sili ka krkorelasi negatif &ngm kemudafian krhkar. Kandurrgm silika sebagai salah sat u bahan anorgmik dalm
kornponen bahan baketr clapat m e n a m b a t proses pernhkaran (Mutch, 1970
dalam Saharjo dan Watanabe, 1999). Sebuah penel itiatl pendahuluan diiakukan untuk rnemplajmi k e m u d h n tehakar dari 14 spesies semak klukar dan 8
spesies pobn hrdamh hdungm silika &lam bent& abu s i l b bebas. Hasiltlya menunjukkm bahwa kanclungan sil ika pada daun baik pada jenis semak belulrar mupun pada jenis pohon lebih besax dari kandungan pa& ranting atau babng. Randungan pads daun bemariasi antara 1.7 % sam pai
L
1.4 % sedangkm kandungan pa& ranting atau &tang bervariasi antara 0.4 % sarnpai 7.8 % (Saharjodan
Watansbe, 1999). Hasil penelitirtn deh Philpot (1970 daiam Ssaharjo dan Watanabe, 1999) juga rnenunjukkan bahwa kandungan s ~ l i ka pa& bahan damBA£€AN DAN METODE
h b s i d m Waktu f enefitbn
Penelitian ini dilakukm pada kstwasan Taman Nasionai (T.N.) Bertrak dl Propinsi Jambi. Lokasi T.N. Berbak ini terletak di sebelah 'Timw kota lamb1 m e r n k t a n g sepanjang pantai tirnur Propinsi Jambi, mulai dari muam Sungai Batanghari sampaj ke =lam
dr
perbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan Lukttsi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Rute yang umumdigunakan untuk rnencapai Taman Nasional Berbak adalah dengan meny usuri
Sungai Batanghari &n dilanjutkan perjalanan metal ur iaut Seiat Malaka (pantai
Timur Puf au Sumatera), Penentuan dan pernilitran lokasi lshan tersebut
berdasarkan studi pndahuluan dengan data sekunder ditnana pa& p r i d e tahun
[image:139.618.112.509.367.621.2]1997 terjadi kebakaran yang cuk-up Iuas di kawasan tersebur.
Gambar 4. Lokasi Penelitian di Tarnan Nasional 13crbrtk, t'ropinsi h n b i
Kawasan Berbak merupakan suatu ekosistem la han basah dan karvnsan
sebagai kawasm konservasi lahaxl basah (weilunJ) internasional metal ui Swat Keputusan Presiden
RI
Nomox: 48/I991 padn tanggal ID Oktuber 1991.Kawmn Berbslk ditctapkan sebagai Tarnan Nasional dan dif indungi mmeIa1ui Surat
Keputusan Menteri KehuBnm
KI
Namor: 285Kpts-W1992 pa& tanggal 25Pebxuari 1992. Luas T.N. Berbak rnencrtkup areal seluas 162,700 ha yang
termasuk &lam bebrapa Irahpten, yaitu Tanjungjabung Timuf
d m
Batrrnghari. (Anonymous, 1999).Penpmbilan sampel dilakukstn dari tanggal 28 Agustus sampai 7
September 2000. Sejurnlah desa di sekitar Taman Nasional B e h k juga temasuk
kedalam daerah ywnelitiaxr, yaitu Desa Airhitarnlaut pa& bagian Tirnur serta Desa Rantaurasau dm Sungairambut pada bagian Utara Taman Nasional Berbak.
Analisis sampel-sampet di laboratoriurn berlarrgung dari minggu ke-dua September 2000 sampai rninggu ter&ir Desernber 2000.
Baban dan Alat
Xndeks kekeringan Keetch-Byram yang dihitung
dari data
cuaca hariandiperoleh dari Impu~~t Centre for Sou/h Iyust Asiu di Bogox. Data cuaca yang digunakan aclalah data suhu udara maksimum harian dm curah hujan harian dart tahun 1991 sampai tahun 2000. Bahan d a I m penelitian ini adrtlah bahan bakar
dari
lanai
hutan yang adadi
kawassm T.N. Berbak. Bekmpa parameter cuacaseperti curah hujan, suhu dan kelembaban rclatif udara juga diamrtti. Alstt yang
digunakan rneliputi termokopel tipe
K
dari bahan krornel-alumel (untuk rnengukur.
suhu sampai Iebih dari 1500 "C) dan termohigrometer (pengukw suhu u&ra dandi hbomtoXi.um Junxsan Tanah, Fakultas Pertmian, Imtitut P e d a n Bogor. Anwlisa h d u n g a n abu sitib kasar dilakukan di tabmtarium Pusat Pemlitian Tanah dm Agruklimat di Bogor. Pengmatan angin
dilakuk-an
secam visual dengan mmprhatikan daun pohon dm pergerakan asap mauprm nyala api.TaIrap p e r s i a p pnelitian ini hrupa penetapan lakasi peneIitian, peminjmatr alat dan failitas Iaboratorium ymg d i p e r l h s m proses perizinan dari instsmsi-instansi yang terkait. DaXam tahap ini juga dilakukan pengadaan perrtlatan untuk digunakm di l o h i pengarnbilan sarnpel.
Pelahartan
1. Indeks Kekeringan
Data indeks kekerinpn harian dihitung dari suhu udara maksirnum dan curah bujan Man menggudan metode Keetch-Byram. Data tersebut
merupakan deret data Raxian
dari
bulan April 199 t sampi bulan ksernber 2000. Perhitugan indeks kekeringm dirnulai ketika daialn seIang waktu 7 (tujuh) harikrturut-huut terjadi hujan antara 150-200 mm. Jndeks kekeringan suatu hwi
(Db)
merupakan fungsi dari indeks kekeringan hari seblumnya (Dld.l), cumh hujan bexsi h (net r u ~ n ~ Z l , CHm) dan faktor ke kenngm {cjroughlfucfor) pada hari tersebut {DFd). Curah hujan bersih diperaleh d e n p mengurangi curah hujmterukur dengan 9 m m dan bila curah hujan terukur lebih keci1
dari
5 mrn malca cutah hujan krsifinya adalah 0 (not). Perhitungan yang d i g u d a n untukFalitor kekeringan suaw hari rnerupakan fungsl dari indeks kckeri ngnn harr
sebelumnya
(Dh),
suhu udara rnaksimum (Tw,) dan rata-rata curah hujantahunm f C h ) . Perhitungan yang digunakan untuk menghitung faktor
kekeringan addah (Keetch
dan
warn,
1968, dan Huflmann, er crl., 1 998):Karena perhitunwn yang digunakan dalarn menghit ung indeks kekeringan
d m
falaor kekeringan suatu bari terkait dengan hari sebelurnnyrt, ~nakaperhituxtgan dimulai jika &lam selrang waktu tuj uh hari bcrturut-turut terjadi hujan
yang jwnlahnya mencapax' 200 rnm sehingga indeks kekeringan pada hrui kc-tujuh yang dijadikan sebagai hari seblumnya
(DhmI)
bernilai 0 (nol). Dari perhitungandiatas, & rzilai tertinggi indeb kekexingan yang dihitung dengan prsarnaan Ketch-Byram
adalah
2000tfan
terendah adalah 0 (nol). Berdasaxkan hasit prc~baan ymg d i i a h h oleh proyek FFM di Kwlimmtan Tirnur, maket untuk penerapandi
fapangan b e s m indcks kekeringan dibagi menjadi 4 kelas yaitu"rendah" (0-9991, '"sedmg" ( 2 000- 1.6991, "tinggi" ( 1 500- 3 750) dan "sangat tinggi" (1 75 1-2000) ( H o h n , et a]., 1998). Dalarn penelitian ini intensitas
kekeringan yang t i n e difihat dari indeks yang melebihi nilai 1950 untuk dihubungkan dengan infomasi hotspot yang dipcroleh dari Anderson L>I ti/. ( 1 999)
dan informasi SO1 ymg diperoieh dari Dennis ( I 999).
2. P e n p a t a n kmkteristik bahan bakar
Pengmbilan sampel bahan bakar dilakukan pa& sejurnlah loknsi yang
Be&& dan
kitwasan penyangga yang bmdadi
ping& T.N. Be&&. Pada kelornpok hwasm lindung terdapat empat Iokasi petlgmbifan sampel. Dua lukasi(LI
dan
L2)bmda
pub kawasaq belcasterbakar
ymg rnetsih -gat sedikit diturnbuhi o1eh vegetasi baru. Lokasi Ll reldif lebih banyak: rnemiliki WanWar mati
d m
relatif lebihbanyak
ditumbuhi vegetasi xkunder deui lokasi L2. Jumlafi snag (pohon mati yang mttsih k d i r i ) =gat Lranyak: msebar di kawasanini. Lokasi L3 j uga berada di areal kkas kebhran tafiun 1997, namun s u m tertutup selufuhnya oleh vegetasi baru (tumbuhan sekunder) tenrtarna dari jenis
bukan @on. Jurnlah snug di l o h i ini
ti&
krlafu h y a k . Lukasi pengambi tan sampel keempat (L4) addah h i a n Tamm Nasional Be&& yang tidak pernah terbakar sebelumnya.Pada
keiornpak kawltsan penyangga terdapaf lima l o h i pengmbilan sampel. Tiga lokasi merupdm areal yang bani dibuka &ri hutanyaikr
P1,
P2 dm P3. Dua lokasi lainnya merupakan areal ladang yang diprsiapkan untuk ditanstmi setelah dibemkan yaitu P4dan
P5. FoEo-foto lokasi penmatan ditmpilkan pa& Lampiran 2.B h n balw yang dimstti rtdafah balm b&ar prmukaan (surfuL'r ~ u L ~ P ) yang dibtegarikm rnenjadi bahan balm
bsw
dan
bahaul baka hrtlus. B a l m bakar ksa a d a h batang atau cabnng mati yang berdiameter lebih be=