• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Domba garut

Domba garut merupakan domba yang telah lama dikembangkan di daerah Garut dan biasanya berasal dari daerah Garut, Bogor. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal, domba Ekor Gemuk dan domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-tahun di daerah Garut (Balai Informasi Pertanian, 1990). Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba aduan karena memiliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat mencapai mencapai 60-80 kg sedangkan bobot badan domba betina hidup mencpai sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga yang relative kecil dan kokoh, bulu cukup banyak serta domba jantan memiliki tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980). Sedangkan menurut Damayanti et al. (2001), domba garut termasuk bangsa domba yang memiliki jarak beranak pendek dan pada domba jantan memiliki libido tinggi, kemudian bobot hidup jantan dan betina dewasa masing - masing mencapai 40 - 85 kg dan 34 - 59 kg. Ekor berbentuk sedang, kuat, pangkal agak lebar dan meruncing pada ujungnya, kaki cukup kuat, tegap dan bediri tegak.

Domba Ekor Tipis

Domba Ekor Tipis memiliki karakteristik reproduksi yang spesifik karena dipengaruhi oleh gen prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo dan Djajanegara, 1996). Domba Ekor Tipis memiliki tubuh yang kecil dimana jantan dengan umur sekitar 1 -1,5 tahun bobotnya dapat mencapai 25 kg sedangkan domba betina dewasa bobot dapat mencapai 25-35 kg (Ilham, 2008). Domba ini kurang produktif karena karkas yang dihasilkan sangat rendah dan pertumbuhannya lambat. Domba Ekor Tipis memiliki tubuh ramping, bercak hitam pada sekitar mata dan hidung, pola warna tubuh sangat beragam, kualitas wol yang rendah (kasar), serta ekor tipis, pendek, dan tidak tampak timbunan lemak serta domba jantan memiliki tanduk sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Domba Jonggol termasuk domba Ekor Tipis. Domba ini rata-rata mempunyai performa produksi yang lebih baik dibandingkan domba lokal lainnya, seperti domba Donggala, domba Kisar dan domba Rote (Sumantri et al, 2007).

(2)

4

Pemeliharaan Domba

Sistem pemeliharaan yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ternak, salah satunya ternak domba. Sistem pemeliharaan yang umumnya terdapat di masyarakat dibagi menjadi tiga cara, diantaranya sistem pemeliharaan intensif, sistem pemeliharaan semi intensif dan sistem pemeliharaan ekstensif. Menurut Parakkasi (1999), tiga cara sistem pemeliharaan domba tersebut didefinisikan sebagai berikut : (1) Sistem Ekstensif, dimana seluruh aktivitas perkawinannya, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Domba dilepas di padang penggembalaan dengan rumput dan pertumbuhan domba ini sangat tergantung dari kualitas padangnya, (2) Sistem Semi Intensif merupakan perpaduan antara sistem ekstensif dan intensif, dan sering disebut juga dengan sistem pertanian campuran (mixed farming). Ternak pada siang hari dapat diumbar di padang penggembalaan dan pada malam hari ternak dikandangkan dan pakan diberikan di dalam kandang, (3) Sistem Intensif, dimana pemeliharaan dengan sistem ini biasanya ternak dikandangkan terus menerus (sepanjang hari). Pemeliharaan sistem intensif ini biasanya menggunakan ransum yang bernutrisi tinggi (penguat).

Penggemukan Domba

Usaha penggemukkan adalah pembesaran anak domba lepas sapih berumur 6-9 bulan dengan pengaturan lingkungan yang optimal sehigga bakalan domba tersebut dapat tumbuh cepat dan merupakan hasil seleksi bakalan yang ada di peternak rakyat atau pasar hewan (Yamin et al., 2009). Usaha penggemukan domba digemari sebagai usaha ternak komersial karena dinilai lebih ekonomis, relatif cepat, rendah modal, serta lebih praktis. Ternak domba yang digemukan biasanya bakalan domba lepas sapih yang berumur 8-12 bulan (masa tumbuh). Bakalan yang dipilih adalah domba kurus dan sehat. Penggemukan pada umumya terdapat tiga kategori yaitu penggemukan jangka waktu pendek (± 1 bulan), jangka waktu sedang (± 2 bulan) dan jangka waktu panjang (± 3 bulan) (Parakkasi, 1999). Pakan yang digunakan selama penggemukan akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Selain faktor pakan, ada faktor lain yang juga berpengaruh yaitu bangsa dan jenis kelamin domba serta manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Penggemukan umumnya dilakukan lewat pemberian pakan kaya energi,

(3)

5 yaitu karbohidrat dan lemak, seperti biji-bijian dan umumnya dikombinasikan dengan rumput (Ensminger, 2002). Tujuan usaha penggemukan domba antara lain untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif lebih tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot, daging dan lemak, serta menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi (Anggorodi, 1990). Namun, waktu penggemukan yang semakin lama maka akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Walaupun pertambahan bobot badan menurun, tetapi persentase karkas akan meningkat seiring dengan lama penggemukan. Beberapa hasil penelitian penggemukan domba dengan berbagai macam pakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang Berbeda No. Jenis Domba Bobot Badan (kg) PBBH (g/ekor/hari) Perlakuan 1 Domba Ekor Tipis

9,9 123 Pakan 70% rumput dan 30% Indigofera sp. 2 15,23 71,42 Pakan 75% rumput dan 25% ampas tahu 3 34,57 173,78 Seleksi ternak cepat tumbuh dan lambat tumbuh 4

Domba Garut

9,8 138 Pakan 70% rumput dan 30% Indigofera sp. 5 17,5 129 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK 6 40 97 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK 7 Domba

Ekor Gemuk

9-14 145,83 50% Konsentrat + 50% Limbah Tauge 8 17,5 173 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK 9 40 156 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK Sumber : No. 1 dan 4 (Farid, 2012) No. 5, 6, 8 dan 9 (Herman, 1993)

No. 2 (Purnomo, 2006) No. 7 (Wandito, 2011) No. 3 (Yamin et al., 2009)

Pakan Indigofera sp.

Indigofera sp. merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp. dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropa, serta terus berkembang secara luas (Tjelele, 2006). Taksonomi tanaman Indigofera sp. sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

(4)

6 Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Family : Fabaceae Bangsa : Indigofereae Genus : Indigofera

Ciri-ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Kandungan legum Indigofera sp. dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Komposisi Nutrisi Legum Indigofera sp.

No. Nutrisi Komposisi

1 Bahan Kering (BK) 21,97% 2 Protein Kasar (PK) 24,17% 3 Serat Kasar (SK) 15,25% 4 Energi 4.038 kkal/kg 5 Kalsium 0,22% 6 Phosfor 0,18%

Sumber : Tjelele (2006) dan Departemen Pertanian (2012)

Indigofera sp. yang telah dijadikan pelet mengalami nilai sifat fisik yang lebih baik, seperti berat jenis dan nilai kerapatan yang lebih tinggi. Nilai rataan Pellet Durability Index sebesar 94,95% menunjukkan bahwa pellet daun Indigofera sp. memiliki kualitas baik sehingga tidak mudah hancur. Pellet Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet Indigofera sp. dapat disimpan dalam waktu dua bulan (Sholihah, 2011). Kandungan senyawa sekunder berupa total fenol, total tannin dan condense tannin yang dapat menghambat degradasi protein dalam rumen tergolong sangat rendah, jauh di bawah ambang batas 50 g/kg BK yang dapat bersifat anti nutrisi (Min et al., 2005). Pakan Indigofera sp. memiliki kandungan yang baik untuk pengganti pakan ternak kambing. Standar penggunaannya berkisar antar 25 hingga 75% dari total bahan kering (Simanuhuruk dan Sirait, 2009).

(5)

7 Gambar 1.Legum Indigofera sp.

Pertumbuhan Domba

Setiap ternak mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Berg dan Butterfield (1976) mengatakan bahwa kecepatan pertumbuhan setiap ternak dipengaruhi oleh bangsa dan individu ternak, terutama perbedaan ukuran tubuh dewasa. Lebih lanjut dijelaskan Soeparno (2005) bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot saat ternak dewasa. Bangsa tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan banyak mengandung protein, proporsi tulang yang tinggi serta lemak yang lebih rendah dibandingkan bangsa tipe kecil. Domba garut dan domba Ekor Tipis memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan berjalan dalam waktu yang relatif lama dibandingkan domba Eropa. Menurut Gatenby (1991), domba di daerah tropis mencapai umur dewasa kelamin saat 5-6 bulan.

Pertumbuhan domba diawali dengan fase yang cepat hingga mencapai fase pubertas dan akan melambat saat telah tercapai fase kedewasaan (Tillman et al., 1984). Pertumbuhan domba ini akan membentuk kurva sigmoid dimana pertumbuhan bobot karkas segera setelah lahir mengandung proporsi daging yang tinggi, relatif banyak mengandung tulang, dan kadar lemak rendah. Menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertambahan bobot badan menurun sedikit, komponen tulang dari pertambahan bobot badan hampir tidak bertambah, dan proporsi lemak dalam pertambahan bobot badan tinggi dan terus meningkat (Parakkasi, 1999). Kisaran PBBH di Indonesia berkisar antara 20-200 g/ekor/hari (Gatenby, 1991) sedangkan menurut Hasnudi (2004), pertambahan bobot hidup

(6)

8 domba lokal dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi (Herman, 1993).

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati Sumber : Brody, 1945

Keterangan :

Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju pertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran

M = Dewasa tubuh D = Mati P = Pubertas

Pada awal pertumbuhan ternak terjadi penyebaran distribusi otot pada ternak dari arah yang berbeda-beda. Hal ini dijelaskan oleh Berg dan Butterfield (1976) bahwa terdapat dua arah gelombang tumbuh-kembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) di bagian depan tubuh menuju ke belakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity). Tumbuh-kembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Adanya perbedaan pola arah tumbuh-kembang ini kemungkinan mengikuti pola tumbuh-kembang lemak, dimana lemak bersifat masak lambat (late maturity) dan terakhir terdeposisi di daerah pinggang (loin).

(7)

9

Karkas

Karkas merupakan salah satu bagian dari produk ternak yang memiliki nilai ekonomi. Semakin besar bobot karkas yang dihasilkan maka nilai ekonominya akan semakin tinggi. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba atau kambing sehat yang telah disembelih secara halal sesuai CAC/GL. 24-1997, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Berikut ini sifat fisik karkas yang dihasilkan dari bangsa domba garut dan Ekor Tipis:

Tabel 3. Sifat Karkas Domba Garut, Domba Ekor Tipis, dan Kambing

No. Peubah

Bangsa Domba

Kambing*** Garut* Ekor Tipis**

1 Bobot Potong 24,9 25,00 16,85

2 Bobot Karkas 12,160 9,789 7,31

3 Persentase Karkas (%) 48,84 39,04 43,14

Sumber : *Herman (1993), **Rianto et al. (2006) dan *** Musahidin (2006)

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak menurut Davendra dan Mc Leroy (1982) adalah bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Persentase karkas dipengaruhi juga oleh bobot non karkas. Menurut Satriawan (2011), domba Ekor Tipis dengan bobot potong sebesar 18-22 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 8,17 kg dengan persentase karkas sebesar 39,95% serta bobot non karkas sebesar 12,4 kg.

Potongan Komersial Karkas

Pemasaran karkas biasanya dijual dalam bentuk potongan-potongan karkas yang disebut dengan potongan komersial karkas. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), karkas domba dibagi menjadi tujuh potongan komersial yaitu kaki depan, shoulder, rack, loin, leg, shank, breast, flank. Potongan komersial domba dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan satu, dua dan tiga. Potongan komersial

(8)

10 karkas golongan satu terdiri dari potongan tenderloin dan loin, golongan dua terdiri dari potongan leg, shoulder dan rack, sedangkan golongan tiga terdiri dari potongan breast, flank, dan shank. Saparto (1981) menjelaskan bahwa potongan leg mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya paling cepat dibandingkan bagian tubuh lainnya. Menurut Dagong et al. (2012), domba Ekor Tipis memiliki persentase daging tertinggi terdapat pada potongan leg dengan persentase sebesar 66,48% sedangkan tulang pada potongan rack sebesar 28,77% dan lemak pada potongan breast sebesar 17,62%.

Komponen Karkas

Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, dan tulang. Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Perubahan komponen karkas sebanding dengan bertambahnya bobot karkas itu sendiri (Davendra dan Mc Leroy, 1982).

Daging

Komponen utama daging terdiri dari otot, sejumlah jaringan ikat dan pembuluh syaraf. Daging merupakan salah satu komponen dari karkas. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus) (Muzarmis, 1982). Berdasarkan penelitian Herman (1993) dan Verawati (2002), persentase otot domba priangan yang didapat masing-masing sebesar 62,28% dan 69,34%. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pena et al. (2005) bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 54%.

Tulang

Tulang adalah jaringan pembentuk kerangka tubuh, yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Menurut Soeparno (2005), tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini kemudian disusul oleh daging atau otot dan yang paling akhir jaringan lemak. Herman (1993) dan Verawati (2002) menyatakan bahwa persentase tulang dalam

(9)

11 karkas domba garut masing-masing dapat mencapai 17,05% dan 13,59%. Menurut Pena et al. (2005), persentase tulang domba Segurena dapat mencapai 20%.

Lemak

Menurut Parakkasi (1999), pertumbuhan lemak pada awalnya lamban, segera diikuti oleh pertumbuhannya yang cepat bahkan lebih cepat daripada kedua jaringan yang lain (daging dan tulang). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perlemakan pada karkas yaitu komposisi pakan yang diberikan, factor genetik ternak atau keterkaitan antara kedua factor tersebut (Leat, 1976). Ransum tidak terlalu memberikan perubahan pada kandungan lemak ternak ruminansia dan hanya mempengaruhi persentase lemak dalam karkas. Urut-urutan yang lebih lengkap tentang perkembangan kedewasaan lemak depot adalah intermuskular, perirenal atau canel, lemak ginjal, lemak subkutan dan omental atau caul (Soeparno, 2005). Persentase lemak dalam karkas domba garut dapat mencapai 18,67% (Herman, 1993). Menurut Pena et al. (2005), persentase lemak domba Segurena sebesar 16%.

Gambar

Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang      Berbeda  No
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati          Sumber : Brody, 1945

Referensi

Dokumen terkait

Rekapitulasi hasil penelitian pemanfaatan jerami padi fermentasi dengan probiotik Starbio terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan domba jantan lokal

Disimpulkan bahwa pemberian level protein 15% meningkatkan pertambahan bobot badan, panjang badan dan lingkar dada dibandingkan level protein 13%, namun pemberian pakan dengan

Penelitian tentang penggunaan kulit buah biji kakao (Theobroma Cacao L) fermentasi dilakukan terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan domba

Efisiensi dari penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari pertambahan bobot badan dibagi dengan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Domba ekor tipis dengan bobot badan awal 10,01-15,00 kg memiliki kemampuan produksi yang paling baik selama proses penggemukan dengan

Dalam kajian ini konsumsi bahan kering pakan pada ternak domba jantan penggemukan lebih tinggi, bila dibandingkan hasil penelitian Rianto et al... yaitu ternak domba yang diberi

Sistem pemeliharaan secara intensif ini dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian (PBBH) karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan

Sebaliknya, koefisien keragaman bobot badan domba Ekor Gemuk jantan dan betina secara umum berada di atas koefisien ukuran variabel linear permukaan tubuh