• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA EKOR GEMUK

(DEG) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

(Body Weight Gain of Fat Tail Sheep in Intensive Rearing)

F.F.MUNIER1,D.BULO1,SAIDAH1,SYAFRUDDIN1,RUSLAN BOY1,FEMMI N.F.1danS.HUSAIN1

1BPTP Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso No. 62, Biromaru, Palu, Sulwesi Tengah

2Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako, Kampus Bumi Tadulako, Tondo, Palu, Sulawesi Tengah

ABSTRACT

Improving of rearing system for Fat Tail Sheep (FTS) from semi intensive to intensive hoped could increase finisher body weight of FTS. Aim of the assessment was to observe the effect of feed supplement on body weight gain of FTS in intensive rearing (in pen). Assessment was conducted in Kawatuna village, South Palu sub district, Palu city, Central Sulawesi from August–December 2003 thirty two head of fat tail ewes with 1,0–1,5 years old were used. Fat tail ewes were divided one group as farmer pattern (control) and three groups for feed supplement treatment. Every treatment group had eight of fat tail ewes. P0 = 1,5 kg grass

(without feed supplement), P1 = 1,5 kg grass + 0,5 kg Gliricidia sepium + 0,2 kg rice bran, P2 = 1,5 kg grass +

0,5 kg by-product of ground peanut (Arachis hypogaea) + 0,2 kg rice bran, P3 = 1,5 kg grass + 0,5 kg

Desmanthus virgatus + 0,2 kg rice bran. Feed was given two times, half of feed portion were given in the

morning and another half portion in the afternoon. Weighing of sheep was carried out every two weeks in the morning before feeding. The statistical analysis used Quadratic Regression by STATS VERSI 2.6 Program. Result showed significant different (P<0,01) in daily of body weight gain of fat tail ewes. Result of Quadratic Regression test for daily of body weight gain of fat tail ewes between P0 and P1 was significantly different

(P<0,01), P0 and P2 was not significantly different (P>0,05), P0 and P3 was significantly different (P<0,05).

The average of finisher body weight of fat tail ewes for P0 (17,94 kg), P1 (23,75), P2 (21,38) and P3 (22,50)

kg/head, respectively.

Key words: Body weight gain, FTS, intensive

ABSTRAK

Perbaikan sistem pemeliharaan domba ekor gemuk (DEG) dari sistem semi intensif menjadi intensif diharapkan dapat meningkatkan bobot badan akhir DEG. Pengkajian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian pakan tambahan terhadap pertambahan bobot badan DEG yang dipelihara secara intensif (dikandangkan). Pengkajian dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah dari bulan Agustus–Desember 2003 dengan menggunakan 32 (tiga puluh dua) ekor DEG betina berumur 1,0−1,5 tahun. DEG betina ini dibagi menjadi satu kelompok pola peternak (kontrol) dan tiga kelompok diberikan pakan tambahan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 8 (delapan) ekor DEG betina. P0

= 1,5 kg rumput alam (tanpa pemberian pakan tambahan), P1 = 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg gamal (Gliricidia

sepium) + 0,2 kg dedak padi, P2 = 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea)

+ 0,2 kg dedak padi, P3 = 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg desmanthus (Desmanthus virgatus) + 0,2 kg dedak

padi. Porsi pakan ini untuk seekor DEG/hari, pemberian pakan dilakukan setengah bagian pagi hari dan setengah bagian sore hari. Penimbangan DEG dilakukan setiap dua minggu sekali pagi hari sebelum diberikan pakan. Analisis data menggunakan Regresi Kuadratik dari Program STATS VERSI 2.6. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) DEG betina. Hasil uji Regresi Kuadratik untuk PBBH DEG betina antara P0 dan P1 berbeda sangat nyata (P<0,01), P0 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), P0 dan P3 berbeda

nyata (P<0,05). P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), P1 dan P3 berbeda nyata (P<0,05), P2 dan P3 berbeda

nyata (P<0,05). Rataan bobot badan akhir DEG betina untuk P0, P1, P2 dan P3 masing-masing 17,94 kg/ekor,

23,75 kg/ekor, 21,38 kg/ekor dan 22,50 kg/ekor. Kata kunci: Pertambahan bobot badan, DEG, intensif

(2)

PENDAHULUAN

Permintaan daging di Sulawesi Tengah ada kecenderungan naik setiap tahunnya, hal ini didasari oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi daging sebagai sumber protein hewani. Kebutuhan konsumsi daging untuk standar nasional 10,40 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi daging untuk Sulawesi Tengah baru mencapai 5,95 kg/kapita/tahun (DISTANBUNNAK SULTENG,

2003). Hal ini masih ada kesenjangan kebutuhan akan konsumsi daging di propinsi Sulawesi Tengah sebesar 4,45 kg/kapita/tahun. Khusus kebutuhan domba di Sulawesi Tengah setiap tahunnya sebanyak 1.181 ekor (DISTANBUNNAK SULTENG, 2003).

Pemenuhan kebutuhan konsumsi daging asal domba ini harus ditunjang oleh bobot badan akhir domba (finisher) yang tinggi. Namun rataan bobot badan domba di Sulawesi Tengah masih rendah hanya mencapai 14–18 kg/ekor untuk betina dan 18–22 kg/ekor untuk jantan dengan sistem pemeliharaan digembalakan di padang penggembalaan rumput alam. Hal ini perlu diupayakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan harian dengan perbaikan sistem pemeliharaan menjadi intensif. Peningkatan PBBH pada domba ini akan diikuti oleh kenaikkan bobot badan akhir (finisher).

Sistem pemeliharaan secara intensif ini dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian (PBBH) karena pemberian pakan dasar dan pakan tambahan cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Disamping itu dengan pemeliharaan secara intensif ini ternak domba dikandangkan penuh sehingga ternak domba dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging. Secara alamiah domba mengkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhannya (MATHIUS et al.,

1998), dengan pemberian pakan tambahan leguminosa dapat memenuhi kebutuhan protein domba untuk hidup pokok dan produksi. Hal ini cukup beralasan karena leguminosa yang tersedia dilapangan seperti brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinngi. Penambahan dedak padi pada ransum domba dapat menunjang ketersediaan protein kasar dan karbohidrat. Pengkajian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pemberian pakan

tambahan berupa leguminosa dan dedak padi terhadap pertambahan bobot badan DEG yang dipelihara secara intensif (dikandangkan).

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah dari bulan Agustus- Desember 2003 dengan menggunakan tiga puluh dua ekor domba ekor gemuk (DEG) betina berumur 1,0−1,5 tahun. DEG betina ini dibagi menjadi satu kelompok pola peternak (kontrol) dan tiga kelompok diberikan pakan tambahan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari delapan ekor DEG betina. Susunan ransum pada pengkajian ini yaitu: P0 = tanpa pakan tambahan (pola peternak), P1 = 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg gamal (Gliricidia sepium) + 0,2 kg dedak padi, P2 = 1,5 kg rumput alam + 0,5 kg brangkasan kacang tanah (Arachis

hypogaea) + 0,2 kg dedak padi dan P3 = 1,5 kg

rumput alam + 0,5 kg desmanthus (Desmanthus virgatus) + 0,2 kg dedak padi. Rumpat alam yang diberikan pada DEG sudah dilayukan, untuk pemberian rumput alam pagi hari, rumput sudah dipotongkan sore hari sebelumnya. Brangkasan kacang tanah diberikan dalam bentuk kering, sedangkan gamal dan desmanthus diberikan dalam bentuk dilayukan. Porsi pakan ini untuk seekor DEG per hari, pemberian pakan dilakukan setengah bagian pagi hari dan setengah bagian sore hari. Penambahan porsi pakan setiap perlakuan ditingkatkan berdasarkan kenaikkan bobot badan.

Penimbangan DEG dilakukan setiap dua minggu sekali pada pagi hari sebelum ternak diberikan pakan. Penimbangan ini dilakukan selama empat bulan atau delapan kali penimbangan pada semua betina DEG.

PBBH DEG dihitung dengan menggunakan rumus:

PBBH = B − A L

dimana:

B : bobot badan akhir A : bobot badan awal L : lama pemeliharaan

(3)

Data dianalisis dengan menggunakan Regresi Kuadratik dari Program STATS VERSI 2.6 (SANTOSO et al., 1991) dengan rumus:

Yij = b0 + b1X1 + b21X12 + Eij

dimana:

X1 :waktu pengamatan

b0 : intersep (titik potong awal bobot badan) b1 : koefisien regresi untuk X1

b2 : koefisien regresi untuk X12 Eij : error galat

Yij : hasil pengamatan bobot badan perlakuan ke i dan ulangan ke j

i : 1,2,3 ……… (t) j : 1,2,3 ……… (r)

Apabila hasil analisis data untuk pemberian pakan tambahan memberikan pengaruh nyata terhadap PBBH DEG maka akan diuji dengan menggunakan uji Regresi Kuadratik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan harian

Pakan dasar (basal feed) DEG di Lembah Palu umumnya adalah rumput alam dimana kandungan protein kasarnya sangat rendah. WINKS et al. dalam GOLDING (1985) melaporkan bahwa kandungan protein kasar pada rumput alam saat musim kering hanya 6,9%. Hal ini mengakibatkan DEG yang mengkonsumsi rumput alam saja tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Apabila DEG hanya mengkonsumsi rumput alam maka ternak tersebut membutuhkan pakan tambahan berupa leguminosa dan dedak padi untuk memenuhi kekurangan unsur nutrisi seperti protein kasar. Hasil survei MUNIER et al. (2002) melaporkan

bahwa beberapa jenis leguminosa yang tersedia di wilayah Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu adalah lamtoro, gamal dan desmanthus, sedangkan limbah pertanian berupa jerami padi, brangkasan kacang tanah dan brangkasan jagung.

Pada pengkajian ini, P0 tidak diberikan pakan tambahan leguminosa dan dedak padi sehingga rumput alam yang diberikan sesuai porsi kebutuhan yakni 1,5 kg/ekor/hari dapat dihabiskan oleh DEG. P1, P2 dan P3 diberikan

pakan dasar masing-masing 1,5 kg/ekor/hari serta pemberian pakan tambahan masing-masing 0,5 kg/ekor/hari brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus sebagai sumber protein kasar. Sumber karbohidrat (energi) dan protein tambahan berasal dari dedak padi yang diberikan setiap perlakuan 0,2 g/ekor/hari. Berdasarkan hasil pengamatan pada pengkajian ini, semua perlakuan kombinasi pakan dapat dihabiskan oleh DEG.

Pertambahan bobot badan

Pemberian pakan tambahan pada DEG selama pengkajian memperlihatkan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pertambahan bobot badan harian dan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan (Tabel 1), yang menunjukkan bahwa bobot badan DEG secara umum cenderung meningkat yang diberikan pakan tambahan, sedangkan tanpa diberikan pakan tambahan (pola peternak) mengalami penurunan bobot badan. Pada awal pengkajian rataan bobot badan awal DEG dalam kisaran 19,4−20,5 kg, rataan masing-masing P0 19,4 kg/ekor, P1 20,5 kg/ekor, P2 18,0 kg/ekor dan P3 19,6 kg/ekor. Pada minggu ke empat setelah pengkajian terjadi penurunan bobot badan pada semua perlakuan. Hal ini disebabkan pada awal pengkajian hingga minggu keempat (September) setelah pengkajian tidak turun hujan dan disertai panas terik sehingga terjadi kekeringan pada hijauan pakan (rumput alam dan leguminosa), terbatas ketersediaanya dan mengakibatkan penurunan kualitas kualitas hijauan pakan. Kekeringan ini terjadi secara umum di Lembah Palu sehingga sulit untuk mendapatkan hijauan pakan yang berkulitas. Disisi lain untuk mendapatkan hijauan pakan dari tempat lain cukup jauh. Kondisi ini pula mengakibatkan DEG yang diberikan pakan didalam kandang tidak sesuai dengan porsi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama pada minggu keenam (Oktober) setelah pengkajian terjadi kenaikan yang berarti terutama kelompok DEG yang diberikan pakan tambahan (P1, P2 dan P3), karena menurut SOEPARNO (1994) bahwa ternak yang semula kekurangan pakan akan

(4)

melambat pertumbuhannnya dan setelah mendapatkan pakan yang cukup akan tumbuh kembali dengan cepat. Kelompok tanpa pemberian pakan tambahan (P0) mengalami penurunan bobot badan hingga akhir pengkajian (Gambar 1).

Persamaan regresi grafik diatas untuk P0 yaitu:

Y = 18,2 + 0,380 X1 – 0,0483 X12 P1 Y = 19,6 – 0,370 X1 + 0,0685 X12

P2 Y = 22,9 – 2,10 X1 + 0,207 X12 P3 Y = 36,7 – 7,52 X1 + 0,677 X12

Berdasarkan hasil pengamatan selama pengkajian menunjukkan bahwa PBBH lebih tinggi pada DEG yang diberikan pakan tambahan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap PBBH DEG betina (Tabel 2).

Tabel 1. Rataan bobot badan awal dan pertambahan bobot badan domba ekor gemuk selama periode pengkajian (September−Desember 2003)

Bobot badan (kg)

Penimbangan (minggu setelah perlakuan)

September Oktober November Desember

Perlakuan Bobot awal (kg) 2 4 6 8 10 12 14 16 P0 P1 P2 P3 19,4 20,5 18,0 19,6 19,6 21,8 19,3 19,6 18,2 21,6 18,8 18,4 19,1 21,6 17,4 19,0 18,3 20,7 18,5 19,6 19,1 20,9 17,1 20,7 19,0 21,5 18,9 20,8 18,4 21,3 18,1 19,5 17,9 23,8 21,4 22,5

Gambar 1. Grafik bobot badan DEG selama pengkajian (September−Desember 2003) Tabel 2. Rataan bobot badan awal, bobot badan akhir dan PBBH

Perlakuan Bobot badan awal (kg) Bobot badan akhir (kg) PBBH (g/ekor) P0 P1 P2 P3 19,4 20,5 18,0 19,6 17,9a 23,8c 21,4ac 22,5b -12,0 28,2 23,9 27,3 Angka yang diikuti huruf berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,01) dan sangat nyata (P<0,05)

0 5 10 15 20 25 2 4 6 8 10 12 14 16

Minggu Setelah Perlakuan

(5)

Hasil uji Regresi Kuadratik terhadap terhadap bobot badan antara P0 dan P1 berbeda sangat nyata (P<0,01), P0 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), P0 dan P3 berbeda nyata (P<0,05). P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), P1 dan P3 berbeda nyata (P<0,05), P2 dan P3 berbeda nyata (P<0,05). Rataan PBBH untuk P1, P2, dan P3 masing-masing 28,2 g/ekor, 23,9 g/ekor dan 27,3 g/ekor. PBBH DEG ini lebih rendah dari hasil penelitian MUNIER et al. (2003) dimana PBBH DEG betina yang digembalakan dan diberikan pakan tambahan dalam bentuk bahan kering yakni gamal 500 g/ekor/hari + dedak padi 200 g/ekor/hari, brangkasan kacang tanah 500 g/ekor/hari + dedak padi 200 g/ekor/hari dan desmanthus 500 g/ekor/hari + dedak padi 200 g/ekor/hari masing-masing 51,6 g/ekor, 35,9 g/ekor dan 49,5 g/ekor. Tingginya PBBH DEG yang digembalakan dan diberikan pakan tambahan dibandingkan dengan pengkajian ini karena pada pemeliharaan yang digembalakan, DEG dapat merumput secukupnya sesuai dengan kebutuhannya untuk hidup pokok dan produksi. Disamping itu cukup tersedianya leguminosa seperti desmanthus yang sudah berkembang di padang penggembalaan. HANSUM dan AMAR (2001) melaporkan bahwa beberapa jenis leguminosa yang tumbuh di padang penggembalaan di Kelurahan Kawatuna adalah Tephrosia sp., Desmodium triflorum dan Alysicarpus sp. Sementara itu, pada pengkajian ini DEG dikandangkan penuh dengan pemberian rumput alam sebagai pakan dasar tetapi jumlah yang diberikan oleh peternak belum sesuai dengan kebutuhan DEG. Hal ini disebabkan terbatasnya rumput alam yang tersedia disekitar lokasi pengkajian karena rendahnya curah hujan. Disamping itu umumnya lahan disekitar lokasi pengkajian ditanami tanaman pangan, sayuran dan palawija sehingga terbatas lahan untuk menyabit rumput. Pemberian leguminosa juga kadang-kadang tidak sesuai dengan porsi kebutuhan DEG karena ketersediaan terbatas dan kualitasnya rendah.

Perbedaan PBBH DEG antara perlakuan disebabkan adanya perbedaan kandungan unsur-unsur nutrisi pada setiap perlakuan. PBBH DEG tertinggi pada P1 diikuti P3 dan terendah P2. Kandungan protein kasar gamal gamal tertinggi yakni 23,5% (SUPRIYATI et al.,

1995), kandungan protein kasar desmathus

22,4% (NAS, 1984), kandungan protein kasar brangkasan kacang tanah 16,6% (BAKRIE, 1996), sedangkan kandungan protein kasar dedak padi 7,0−13,0% (THAHAR dan

MAHYUDIN, 1996). Kandungan protein kasar

ini sudah memenuhi standar kebutuhan berdasarkan rekomendasi, menurut KEARL

(1982) bahwa kebutuhan protein kasar untuk induk domba 15%.

Pemeliharaan DEG dikandangkan penuh (intensif) seharusnya menunjukkan rataan PBBH yang lebih tinggi, namun pada pengkajian ini lebih rendah dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. YUSRAN et al. (2001) melaporkan bahwa anak DEG prasapih yang diberikan 5 kg/ekor/hari rumput lapangan dan 500 kg konsentrat dengan PBBH 130 g/ekor/hari. SUPRIYATI et al. (1995)

melaporkan bahwa DEG betina muda yang dikandangkan dengan pemberian rumput raja 75% + gamal 25% jumlah pakan diberikan 2,5-3,0% (bahan kering) dari bobot badan dengan PBBH 73,8 g/ekor. Selanjutnya YULISTIANI et al. (2002) melaporkan domba yang diberikan rumput ad libitum, dedak padi 400 g/ekor/hari dan gamal diberikan 50% (BK) dari konsumsi rumput dengan PBBH 68,9 g/ekor/hari. Adanya perbedaan PBBH hasil pengkajian ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya disebabkan oleh perbedaan jumlah pakan yang diberikan, meskipun porsi hijauan pakan yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan DEG tetapi peternak tidak dapat memberikan sesuai porsi anjuran karena keterbatasan ketersediaan hijauan pakan.

P0 (pola peternak) terjadi penurunan bobot badan harian yaitu -12 g/ekor. Penurunan ini terjadi diakibatkan oleh kurangnya porsi rumput alam yang dikonsumsi oleh DEG didalam kandang. Disamping itu kualitas rumput alam sangat rendah dengan kandungan protein kasar rendah. Menurut AMAR (2000) bahwa kandungan protein kasar rumput alam di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan hanya 5,1%. Hal ini mengakibatkan DEG tersebut mengalami kekurangan unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi.

Rataan bobot badan akhir pada P1, P2 dan P3 masing-masing 23,8 kg/ekor, 21,4 kg/ekor dan 22,5 kg/ekor, ini menunjukkan kenaikkan bobot badan selama empat bulan masing-masing 3,4 kg/ekor, 2,9 kg/ekor dan 3,3

(6)

kg/ekor. P0 terjadi penurunan bobot badan 1,4 kg/ekor selama emapat bulan. Bobot badan pada ketiga perlakuan ini sudah memenuhi syarat untuk bobot badan ideal karena menurut HARYANTO et al. (1997) bahwa bobot domba

dewasa umumnya berkisar 20−30 kg/ekor, sedangkan bobot badan P0 belum mencapai bobot badan domba dewasa yang ideal.

KESIMPULAN

Pemberian pakan tambahan leguminosa dan dedak pada DEG dapat meningkatkan PBBH dan bobot akhir. Rataan PBBH untuk P1, P2, dan P3 masing-masing 28,2 g/ekor, 23,9 g/ekor dan 27,3 g/ekor dan rataan bobot badan akhir masing-masing 23,8 kg/ekor, 21,4 kg/ekor dan 22,5 kg/ekor.

DAFTAR PUSTAKA

AMAR, A L. 2000. Evaluasi penggembalaan umum

lahah kering di Kelurahan Kawatuna Lembah Palu, Sulawesai Tengah. J. Peternakan dan

Lingkungan. 6(3): 57−65.

BAKRIE, B. 1996. Feeding management of ruminant

livestock in Indonesia. In: Ruminant nutrition and production in the tropic and subtropics. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra. pp. 193−202.

DISTANBUNAK SULAWESI TENGAH. 2003. Kebijakan pengembangan agribisnis sapi potong di kota dan di kabupaten se Sulawesi Tengah. Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya Pengembangan Agribisnis Sapi Potong Sulawesi Tengah, di Auditorium Universitas Tadulako, Palu tanggal 15−16 Desember 2003. GOLDING, E.J. 1985. Providing energy-protein

supplementation during the dry season. In:

Nutrition of grazing ruminants in warm climates. Academic press, Inc., London. pp.

130-158.

HANSUM, M. dan A. L. AMAR. 2001. An overview on rangeland productions at two locations of communal grazing for the low income farmers in Palu Valley, Central Sulawesi. J. Ilmu-Ilmu

Pertanian, Agroland 8(2). pp 193−202.

HAYANTO,B.,I. INOUNU dan I-K. SUTAMA. 1997.

Ketersediaan dan kebutuhan teknologi kambing dan domba. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 7-8 Januari 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 112-131.

KEARL, L.C. 1982. Nutrient requirements of

ruminants in developing countries. Int’l

Feedstuff Inst. Utah Agric. Exp. Sta. USU. Logan Utah, USA.

MATHIUS,I-W., B.SUDARYANTO dan A. WILSON. 1998. Studi strategi kebutuhan energi-protein untuk domba local: 2 tingkat energi-protein ransum, atas jumlah foetus. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 1-2 Desember 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 461-470.

MUNIER,F.F.,D.BULO dan A. N. KAIRUPAN. 2002.

Karakteristik pemeliharaan ternak domba ekor gemuk (DEG) di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Pros. Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian, “Memacu pembangunan agribisnis melalui optimalisasi sumber daya lahan dan penerapan teknologi spesifik daerah”, Ujung Pandang 22-23 Oktober 2002. Buku II, Puslitbangtanak, Bogor. hlm. 441-448.

MUNIER,F.F.,D.BULO,SYAFRUDDIN dan FEMMI N.

F. 2003. Pertambahan bobot badan domba ekor gemuk (DEG) yang dipelihara secara semi intensif. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 29-30 September 2003.

NATIONAL ACADEMY OF SCIENCE. 1984. Tropical

legumes: Resources for the future. 4th Printing.

NAS., Washington D.C.

SANTOSO,R.D.,H.HASANUDDIN dan A. JAMARO. 1999. Program stats versi 2.6.

SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SUPRIYATI,IGM.BUDIARSANA,Y.SAEFUDIN dan I-K.

SUTAMA. 1995. Pengaruh pemberian glirisidia terhadap kinerja reproduksi dan produksi domba ekor gemuk. JITV. 1(1):16-20.

(7)

THAHAR, A. dan P. MAHYUDDIN. 1996. Feed

resources. In: Draught animal systems and

management: An Indonesian study. ACIAR,

Canberra, Australia. pp. 41-54.

YULISTIANI,D.,I-W.MATHIUS,M.MARTAWIDJAJA,

W. PUASTUTI dan SUBANDRIYO. 2002. Uji genotipa terhadap pakan pada domba komposit Sumatera dan persilangan Barbados. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Ciawi-Bogor 30 September–1 Oktober 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 178– 181.

YUSRAN,M.A.,L.AFFANDHY,ARYOGI,D.HARDINI

dan E. YOGAWATI. 2001. Pengkajian paket teknologi pemeliharaan domba ekor gemuk induk pascaberanak pada kondisi ternak domba rakyat di Jawa Timur. Pros. seminar dan ekspose teknologi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang 11-12 September 2001. Puslitbang Sosial Ekonomi dan Pertanian.

DISKUSI Pertanyaan

1. Bagaimana nilai nutrisi dari bahan yang digunakan dalam perlakuan?

2. Pada penelitian terdapat 3 perbedaan perlakuan pakan, mengapa perbedaan PBB belum ada?

3. Bagaimana karakateristik domba ekor gemuk?

4. Apakah domba tersebut mempunyai tipe wool atau hair?

Jawaban

1. Kadar protein gamal: 22-24%, kacang tanah: 15-16%, dan desmanthus: 20-22% dan kadar protein ransum mencapai 15%.

2. Pada penelitian ini jika ternak dipelihara secara intensif akan besar pertambahan berat badannya, namun mengingat pakan ditempat tersebut sangat terbatas maka PBB agak rendah, pakan diberikan sebanyak 28,2 g/hari (gamal); 27,3 g/hari (desmanthus) dan 23,9 g/hari (kacang tanah).

3. Karakteristik domba ekor gemuk pada penelitian ini sangat spesifik karena lingkungan hidup kering sehingga dapat menyesuaikan diri dengan merontokkan bulunya. Ekor domba gemuk tetap berkembang dengan lebar 20 cm, panjang 15 cm dengan bagian hulu mengecil.

Gambar

Tabel 2. Rataan bobot badan awal, bobot badan akhir dan PBBH

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung yaitu metoda pengumpulan data dengan cara menjelajah dan mengidentifikasi lokasi penelitian melalui pengamatan langsung

Dari hasil analisis GC-MS ketiga jenis minyak atsiri dari tiga jenis tumbuhan Rutaceae yang dilaporkan di atas, jelas terlihat bahwa ketiganya memiliki komponen kimiayangjauh

Gambar 5 adalah grafik Sum Square Error (SSE) proses learning Jaringan saraf tiruan (JST) yang digunakan pada sistem ini menggunakan jenis multi layer perceptron.. Lapisan

Umur simpan sari buah diduga dengan menghitung selisih skor awal produk dan skor pada saat produk tidak disukai dibagi dengan laju penurunan mutu (k) pada suhu

Tahap awal dari penelitian ini adalah identifikasi dan penetapan kadar tanin yang terdapat dalam daun jambu biji, karena senyawa tanin ini yang akan berfungsi

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif yang signifikan antara Kelas Eksperimen

Deskripsi : Ular berukuran sedang dengan bentuk tubuh yang ramping, tubuhnya berwarna merah atau merah kecoklatan dengan bintik-bintik hitam pada bagian dorsal, kepala

tasi pembelajaran multimedia dalam meningkatkan prestasi belajar IPS siswa di SD Negeri Batursari 6 UPTD Dikpora Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak; (3) Sebagai bahan