• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KUALITAS DAGING PADA DOMBA LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN KUALITAS DAGING PADA DOMBA LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN KUALITAS DAGING PADA DOMBA

LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

(Mutton Quality of Local sheep Kept in the Intensive Management)

MUKH ARIFIN1,TITIK WARSITI2,AGUNG PURNOMOADI1danWAYAN SUKARYA DILAGA1

1Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang

2Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

ABSTRACT

A study on mutton quality from feedlotted local sheep was carried out using 20 heads of the sheep with the average age of 1 years old and the liveweight of 14.1 ± 1.44 kg. During the experimental period, the animals was fed with field grass ad libitum and protein concentrate (15.88% CP) as many as 2.5% of the dry matter intake. Sheep were slaughtered serially within 4 liveweight groups, and the meat quality was measured. The result indicated that increasing live weight from 12 to 20 kg reduced meat quality, especially on coocking loss, water holding capacity, pH and tenderness both of biceps femoris and longissimus dorsi. On the other hand, in term of meat tenderness was not influenced by liveweight. The average value of cocking loss was increased from 36.48 and 36.95% to 42.02 and 42.01%, for biceps femoris and longissimus dorsi, respectively. Water holding capacity of both biceps femoris and longissimus dorsi were decreased from 34.08 and 37.06 into 19.14 and 22.28, respectively. Whereas the tenderness was relatively constant at 15.43 mm/50 g/10 second.

Key words: Sheep, intensive rearing, mutton quality ABSTRAK

Sebuah penelitian untuk mengkaji perkembangan kualitas daging pada domba lokal yang dibudidayakan secara intensif telah dilakukan menggunakan 20 ekor domba lokal jantan berumur 1 tahun dan bobot hidup awal 14,1 ± 1,44 kg. Selama penelitian domba tersebut dipelihara secara intensif selama 3 bulan dengan pemberian pakan berupa rumput lapangan secara ad libitum dan pakan tambahan berupa konsentrat dengan kandungan protein kasar sebesar 15,88% sebanyak 2,5% dari kebutuhan bahan keringnya. Dalam kurun waktu 3 bulan tersebut dilakukan pemotongan ternak secara serial dalam 4 kelompok capaian bobot hidup, kemudian dilakukan uji kualitas (susut daya ikat air, susut masak, pH dan keempukan) terhadap daging biceps femoris dan lingissimus dorsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pembesaran domba lokal secara intensif, peningkatan bobot potong dari 12 hingga 20 kg diikuti oleh penurunan kualitas daging yang dihasilkan. Penurunan kualitas tersebut khususnya dalam hal nilai susut masak dan daya ikat air, sementara dari sisi keempukan relatif tidak mengalami perubahan. Rata-rata nilai susut masak mengalami peningkatan dari 36,48 dan 36,95% menjadi 42,02 dan 42,01%, masing-masing untuk biceps femoris dan longissimus dorsi, sedangkan nilai daya ikat air menurun dari 34,08 dan 37,06% menjadi 19,14 dan 22,28%, masing-masing untuk biceps femoris dan longissimus dorsi. Nilai keempukan dari daging domba tersebut relatif tidak berubah, yaitu 15,43 mm/50 g/10 detik. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas daging domba lokal jantan yang dibesarkan secara intensif dari bobot hidup 12 hingga 20 kg mengalami penurunan, karena nilai susut masak daging tersebut semakin besar, sedangkan nilai keempukan relatif tidak berubah.

Kata kunci: Domba, pemeliharaan intensif, kualitas daging

PENDAHULUAN

Bisnis di bidang budidaya domba untuk menghasilkan daging memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di Indonesia,

sebab didukung oleh banyak faktor yang menguntungkan. Pertama, kebutuhan daging secara nasional sampai dengan saat ini belum dapat dipenuhi oleh produksi lokal, sehingga berapapun daging dapat diproduksi masih

(2)

dapat diserap oleh konsumen lokal dan peluang mengembangkan produksi daging lokal masih terbuka sangat lebar. Data statistik tahun 2003 menyebutkan bahwa nilai konsumsi daging secara nasional tahun 2001 mencapai 1.523.000 ton, sedangkan kemampuan produksi hanya 1.450.700 ton saja, sehingga untuk memenuhi kekurangannya masih mengimpor sebanyak 43.445 ton (DEPARTEMEN PERTANIAN, 2003). Kedua, permintaan daging kambing/domba dari negara-negara tetangga masih cukup besar dan sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh pengusaha lokal, sehingga di samping ditujukan untuk memenuhi kebutuhan nasinal, produk daging dari budidaya domba tersebut juga dapat ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Ketiga, Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat mendukung, seperti: plasma nutfah ternak lokal, lahan yang luas dan sumber pakan yang memadai, sehingga memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi skala bisnis. Prospek bisnis budidaya ternak domba yang sangat bagus ini telah lama menarik minat para pemodal atau peternak untuk membudidayakan domba secara komersial atau intensif, namun kebanyakan tidak yakin akan keberhasilannya. Hal ini dapat dimengerti, karena selama ini domba lokal banyak dibudidayakan secara ekstensif oleh para petani tradisionil.

Penggemukan domba untuk menghasilkan daging yang dilakukan secara intensif menuntut pelakunya melakukan perhitungan secara cermat, setiap input yang dikeluarkan harus diperbandingkan dengan nilai output yang dihasilkan, sehingga diperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Untuk mendukung hal itu para peternak sangat membutuhkan informasi mengenai kualitas produk pemotongan yang dihasilkan dari pemeliharaan secara intensif, sebab berapa keuntungan yang akan diperoleh diantaranya akan sangat tergantung pada kualitas produk daging yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai perkembangan kualitas daging domba selama dibudidayakan secara intensif ini sangat penting untuk dilakukan. Diharapkan informasi yang diperoleh melalui penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pegangan bagi peternak profesional untuk memberikan keberanian dalam terjun dalam bisnis budidaya domba secara intensif.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan materi berupa 20 ekor domba lokal jantan berumur kurang lebih 1 tahun dan rata-rata bobot hidup awal sebesar 14,1 ± 1,44 kg. Selama periode penelitian 3 bulan, domba tersebut dipelihara secara intensif, yaitu dengan cara ditempatkan dalam kandang individual dan diberi pakan dengan jumlah sesuai dengan perhitungan kebutuhan nutrisi ternak. Pakan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari rumput lapangan yang diberikan secara ad

libitum dan pakan tambahan berupa konsentrat

dengan kandungan protein kasar sebesar 15,88% sebanyak 2,5% dari kebutuhan bahan kering dari masing-masing materi penelitian.

Dalam kurun waktu penelitian 3 bulan, dilakukan pemotongan materi penelitian secara serial dalam 4 kelompok kisaran capaian bobot hidup, yaitu 11, 14, 16, 18 dan 20 kg. Setelah proses pelayuan karkas selama 24 jam kemudian diambil sampel daging dari bagian

longissimus dorsi dan biceps femoris untuk

dilakukan uji kualitas yang meliputi: daya ikat air, susut masak, pH ultimat dan keempukannya. Perkembangan kualitas daging yang terjadi selama 3 bulan pemeliharaan secara intensif dilihat dengan analisis regresi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum domba lokal yang dipelihara secara intensif dan dipotong pada bobot hidup 12 sampai dengan 20 kg menghasilkan daging dengan kualitas lebih rendah dan memiliki kekhasan (Tabel 1) dibandingkan dengan standar kualitas ekspor daging PIC Amerika Serikat (2004) maupun beberapa hasil penelitian terhadap domba ras luar negeri seperti: Texel x Dorset dan Romney (PURCHAS

et al., 2002) dan Romney x Coopworth

(GEESINK et al., 2000). Kekhasan kualitas

daging domba lokal ini terletak pada tingginya kemampuan daging dalam mengikat air atau nilai WHC (water holding capacity), namun pada saat dimasak justru kehilangan air lebih banyak (susut masak) jika dibandingkan domba-domba ras luar negeri. Nilai WHC yang relatif tinggi pada daging domba lokal ini sejalan dengan temuan nilai pH pada saat akhir

(3)

pelayuan 24 jam yang dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini dapat dimengerti, sebab dengan rata-rata nilai pH antara 6-7 atau di atas pH titik isoelektris (5,0-5,1), maka solubilitas protein daging semakin tinggi (SOEPARNO, 1994), sehingga daging domba lokal ini memiliki kemampuan mengikat air lebih banyak. Relasi antara tingginya pH dan nilai WHC ini juga didukung oleh SILVERA et al. (1998).

Kelemahan kualitas daging domba lokal yang ditemukan dalam penelitian ini terletak pada tingginya nilai susut masak hingga lebih besar dari 41%. Kehilangan air pada saat dimasak hingga lebih dari 40% ini merupakan problem bagi proses pemasakan (FORREST et

al., 1975). Tingginya nilai susut masak ini

merupakan konsekuensi dari tingginya angka WHC, sebab selama proses pemanasan berlangsung protein daging mengalami denaturasi, sehingga sejumlah besar air yang terperangkap dalam daging akan keluar bersama dengan zat-zat yang terlarut di dalamnya (SOEPARNO, 1994). Oleh karena itu kelemahan daging domba lokal ini terutama akan mengganggu selama prosesing.

Hasil analisis regresi linier terhadap data penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum peningkatan bobot potong dari 10 hingga 20 kg diikuti oleh semakin memburuknya nilai daya ikat air dan susut masak, baik pada potongan biceps femoris maupun longissimus dorsi. Pada biceps

femoris maupun longissimus dorsi,

peningkatan bobot potong terbukti secara sangat nyata (P<0,01) diikuti oleh penurunan variabel daya ikat air dan peningkatan variabel susut masak. Sementara itu, peningkatan bobot potong dari 10 hingga 20 kg ternyata telah terbukti secara sangat nyata (P<0,01) dan nyata (P<0,05) diikuti oleh penurunan nilai keempukan dan pH hanya pada longissimus

dorsi. Pada biceps femoris nilai variabel daya

ikat air dan susut masak teridentifikasi ditentukan oleh bobot potong masing-masing sebesar 67,3 dan 21,0%. Pada longissimus

dorsi nilai variabel daya ikat air, susut masak,

pH dan keempukan teridentifikasi ditentukan oleh variabel bobot potong masing-masing sebesar 68,4; 18,9; 15,38 dan 42,52% (Ilustrasi 1, 2 dan 3).

Tabel 1. Rata-rata nilai variabel kualitas daging dari berbagai bobot potong domba lokal yang dipelihara secara intensif Bobot potong (kg) Indikator kualitas 12 14 16 18 20 Referensi A. Biceps femoris 1. Susut masak (%) 36,48 40,11 39,04 40,66 42,02 35,0* 2. Daya ikat air (%) 37,06 36,46 35,50 28,75 22,28 33,4** 3. “pH ultimate” 7,21 6,36 6.41 6,42 6,52 5,63*** 4. Keempukan (mm/50g/10 detik) 15,43 16,20 15,65 15,23 15,42

B. Longissimus dorsi

1. Susut masak (%) 36,95 39,18 37,62 41,92 42,01 35,0* 2. Daya ikat air (%) 34,08 31,55 30,87 25,13 19,14 22,4**

3. pH ultimate” 7,43 6,03 6,06 6,38 6,27 5,83***

4. Keempukan (mm/50 g/10 detik) 16,45 16,56 16,46 15,52 15,30 *) PURCHAS et al. (2002)

**) DEN HERTOG-MEISCHKE et al. (1997)

(4)

y = -1,7463x + 59,995 R2 = 0,6908 y = 0,4318x + 32,79 R2 = 0,2517 20 25 30 35 40 45 50 9 11 13 15 17 19 21 23 Bobot potong (kg) Persen WHC cooking loss

Ilustrasi 1. Hubungan antara nilai daya ikat air dan susut masak dengan bobot potong pada biceps femoris

y = 0,4766x + 31,953 R2 = 0,2321 y = -1,5697x + 52,947 R2 = 0,7027 10 15 20 25 30 35 40 45 50 9 11 13 15 17 19 21 23 Bobot potong (kg)

Persen WHCCooking Loss

(5)

y = -0,0806x + 7,715 R2 = 0,1538 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 9 11 13 15 17 19 21 23 Bobot potong (kg) Longissimus dorsi

Ilustrasi 3. Hubungan antara nilai ph dengan bobot potong pada longissimus dorsi

y = -0,138x + 18,276 R2 = 0,4252 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 9 11 13 15 17 19 21 23 Bobot potong (kg) m m /50g/10 de tik Keempukan

Ilustrasi 4. Hubungan antara nilai keempukan dengan bobot potong pada longissimus dorsi

KESIMPULAN DAN SARAN

Domba lokal yang dipelihara secara intensif pada kisaran bobot hidup antara 12-20 kg menghasilkan daging dengan kualitas relatif kurang baik, terutama diilihat dari tingginya nilai susut masak, sehingga dapat menimbulkan masalah bagi industri pengolahan pangan. Peningkatan bobot potong dari 12 hingga 20 kg ternyata diikuti dengan

penurunan daya ikat air, peningkatan nilai susut masak dengan laju relatif besar, sedangan pH dan keempukan relatif tidak berubah.

DAFTAR PUSTAKA

DEPARTEMEN PERTANIAN. 2003. Strategi Pengendalian Impor Produk Pertanian. http://agribisnis.deptan.go.id. 17 Desember 2003.

(6)

DEN HERTOG-MEISCHKE,M.J.A.,F.J.M.SMULDERS,

J.G. VAN LOGTESTIJN and F. VAN KNAPEN. 1997. The effect of electrical stimulation on the water holding capacity and protein denaturation of two bovine muscles. J. Anim. Sci. 75: 118−124.

FORREST,J.C.,E.D. ABERLE,H.B. HEDRICK,M.D.

JUDGE andR.A.MERKEL. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Fransisco.

GEESINK G.H.,A.D.BEKHIT andR RICKERSTAFFE.

2000. Rigor temperature and meat quality characteristics of lamb longissimus muscle. J. Anim. Sci. 78: 2842−2848.

PIC-USA. 2003. Meat Quality Industry Measurement and Guidelines. www.pic.com/usa. 6 Mei 2004.

PURCHAS,R.W., A.G.S.SOBRINHO,D.J. GARBRICK

and K.I. LOWE. 2002. Effect of age at slaughter and sire genotype on fatness, muscularity, and the quality of meat from ram lambs borned to Romney ewes. New Zealand J. of Agric. Res. 45: 77−86.

SILVEIRA,F.,N.F.A.SILVEIRA andN.J.BERAQUET.

1998. The influence of stunning techniques on some quality aspect of pig meat. Proceedings of the International Congress of Meat Science and Technology (Barcelona, Spain) 44: 1072−1073.

SOEPARNO. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata nilai variabel kualitas daging dari berbagai bobot potong domba lokal yang dipelihara  secara intensif  Bobot potong (kg)  Indikator kualitas  12 14 16 18 20  Referensi A
Ilustrasi 2. Hubungan nilai daya ikat air dan susut masak dengan bobot potong pada longissimus dorsi
Ilustrasi 3. Hubungan antara nilai ph dengan bobot potong pada longissimus dorsi

Referensi

Dokumen terkait

Kasi Pendidikan

Hoperflasia kelenjar adrenal dan pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi kortek

Dengan memanjatkan puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Komunikasi yang terjalin antara warga yang datang, komunikasi tidak hanya terjalin dengan penduduk sekitar yang hidup bertetangga namun juga terjadi dengan mereka yang hidup lain

Hasil penelitian meliputi 1) prosesi Ritual Ruwat Jagad, 2) struktur kesastraan kidung Ritual Ruwat Jagad yang berupa baris dan bait, rima, diksi, dan gaya bahasa,

Pengaruh konsentrasi pemberian 17α -MT pada pakan larva ikan nilem terhadap persentase kelamin jantan yang diukur maka digunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan

menyatakan bahwa skripsi yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang,

tasi pembelajaran multimedia dalam meningkatkan prestasi belajar IPS siswa di SD Negeri Batursari 6 UPTD Dikpora Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak; (3) Sebagai bahan