HUBUNGAN KEPEMIMPINAN CAMAT DENGAN ETIKA KERJA PEGAWAI
(STUDI PADA KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh :
ANDY SURYA PUTRA 100921028
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2
ABSTRAK
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN CAMAT DENGAN ETIKA
KERJA PEGAWAI
( STUDI pada KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA
MEDAN)
NAMA : ANDY SURYA PUTRA NIM : 100921028
DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra.Elita Dewi, M.SP
Pemahaman mengenai etika dan moralitas dalam pemerintahan merupakan kompetensi dasar yang penting dan strategis yang harus dimiliki dan dipraktekkan secara konsisten oleh setiap individu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara adalah abdi negara dan abdi masyarakat.
Sebagai seorang pimpinan yang kompeten, pemimpin tersebut tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan keputusannya, tetapi juga harus ikut dalam proses pelaksanaannya, namun harus dalam batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas tersebut.
Kerja Pegawai) adalah sebesar 15,05 %, sedangkan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang diluar dari penelitian ini. Apabila nilai t hitung dikonsultasikan dengan nilai t tabel pada taraf signifikan 95% atau alpa 5 % dan n=40 maka diperoleh t hitung sebesar 2,66 dan t tabel 2,04 berarti 2,66>2,04
4
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan, yang mana
telah melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan
Etika Kerja Pegawai Pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”. Skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan perkuliahan pada
Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poitik Universitas
Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar Sarjana. Sekaligus sebagai wahana untuk
melatih diri dalam penulisan ilmiah.
Skripsi ini ditulis berdasarkan riset yang dilakukan pada Kecamatan Medan
Helvetia. Penulis mengetahui bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis dalam penulisan karya ilmiah. Selama berlangsungnya penulisan skripsi ini
hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, serta
masukan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rasa terima kasih yang sangat mendalam saya sampaikan kepada seluruh
keluarga teritismewa penulis sampaikan terimakasih kepada kedua orangtua
tercinta , Ayahanda Mahlil Batubara, SE dan Ibunda Asnah Nasution yang
sangat luar biasa yang penuh cinta selalu memanjatkan doa tak henti untuk ku,
yang senantiasa memberikan semangat. Keluargaku adalah kado terindah
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin,MSi. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. M.Husni Thamrin Nasution, MSi, selaku Ketua jurusan Departemen Ilmu Administrasi Negara.
4. Kepada Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Dosen Pembimbing, yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dra. Betti Nasution, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai pendidikan FISIP USU yang selalu membantu penulis dalam urusan administrasi yang berhubungan
dengan perkuliahan maupun skripsi.
7. Kepada Bapak Arrahman Pane, S.TTP, M.AP selaku Camat Kecamatan
Medan Helvetia yang memberikan saya izin untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Muhammad Ludfi, ST Selaku Kepala Sub.Bagian Umum yang telah banyak memberikan izin masukan dan membantu penulis selama melakukan
penelitian.
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP USU
yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.
10.Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat terbaik penulis M.Imam
Wytarsa, Amir, Andri, Hendra Aceh, Dodi, Mirshal, Reza Novrian atas saran
dan bantuan yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
11.Sahabat terbaik penulis Hariman, Irvan Sakti, Kak Tami, dan Irma Pane,yang
telah memberikan motivasi dan saran yang sangat membantu dalam
menyelesaikan skripsi.
12.Sahabat penulis senasib seperjuangan Fadly, Ade Surya, Izal, Ilut, Indri, Rio,
6
lainnya , penulis tidak akan melupakan kekompakan diantara kita pada saat
perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.
13.Buat seseorang yang telah banyak memberikan dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini.
14.Dan untuk semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya skripsi ini
baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih belum sempurna dan masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran serta kritikan yang
konstruktif dan eduktif guna menyempurnakan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Medan, Juli 2014 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ……… 9
1.2 Perumusan Masalah ………... 11
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 11
1.4 Manfaat Penelitian ………... 12
1.5 Kerangka Teori ………. 12
1.5.1. Kepemimpinan …....……… 13
1.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan ………... 13
1.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan ……… 15
1.5.1.3. Tipe Kepemimpinan …………..………. 17
1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan ……….………... 19
1.5.2. Camat ...………..……… 23
1.5.2.1. Pengertian Camat ...………. 23
1.5.2.2. Tugas dan Fungsi Camat ...……… 24
1.5.3. Etika Kerja Pegawai ... 25
1.5.3.1. Pengertian Etika Kerja Pegawai ... 25
1.5.3.2. Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai ... 28
1.6 Hipotesis ……….. 29
1.7 Defenisi Konsep ……….. 29
1.8 Defenisi Operasional ………... 30
1.9 Sistematika Penulisan ... 32
BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ………... 34
2.2 Lokasi Penelitian ………. 34
8
2.4 Teknik Pengumpulan Data ………. 35
2.5 Teknik Penentuan Skor ……… 35
2.6 Teknik Analisa Data ……… 37
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum ……… 39
3.2 Visi Dan Misi Pembangunan ………... 40
3.2.1 Visi ………... 40
3.2.2 Misi………... 40
3.3 Arah dan Kebijakan Umum Bidang Pembangunan yang Dikelola ... 41
3.4 Potensi Wilayah Kecamatan Medan Helvetia ………... 42
3.4.1 Data Penduduk ……….. 42
BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Deskripsi Identitas Responden……….. 47
4.2 Data Jawaban Responden……….. 50
BAB V ANALISIS DATA 5.1 Klasifikasi Data ………. 60
5.2 Uji Hipotesis...………. 61
5.3 Koefisien Determinan ……… 62
5.4 Uji Signifikansi ………. 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ………. 64
6.2 Saran ……….. 66
ABSTRAK
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN CAMAT DENGAN ETIKA
KERJA PEGAWAI
( STUDI pada KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA
MEDAN)
NAMA : ANDY SURYA PUTRA NIM : 100921028
DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PEMBIMBING : Dra.Elita Dewi, M.SP
Pemahaman mengenai etika dan moralitas dalam pemerintahan merupakan kompetensi dasar yang penting dan strategis yang harus dimiliki dan dipraktekkan secara konsisten oleh setiap individu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara adalah abdi negara dan abdi masyarakat.
Sebagai seorang pimpinan yang kompeten, pemimpin tersebut tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan keputusannya, tetapi juga harus ikut dalam proses pelaksanaannya, namun harus dalam batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas tersebut.
3
Kerja Pegawai) adalah sebesar 15,05 %, sedangkan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain yang diluar dari penelitian ini. Apabila nilai t hitung dikonsultasikan dengan nilai t tabel pada taraf signifikan 95% atau alpa 5 % dan n=40 maka diperoleh t hitung sebesar 2,66 dan t tabel 2,04 berarti 2,66>2,04
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah dan aparatur pemerintah yang menjaga kredibilitas dan kewibawaannya yang tinggi akan dihormati oleh masyarakat yang dilayaninya. Aparatur Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam
menjalankan tugasnya. Tentu memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayani itu. Dalam pemerintahan yang demikian itu pula iklim keterbukaan, partisipatif dan
pemberdayaan masyarakat akan dapat terwujudkan, sebagai manifestasi dan gagasan yang dewasa ini mulai dikembangkan, yaitu kepemerintahan yang baik (good
governance).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pemahaman mengenai etika dan moralitas dalam pemerintahan merupakan kompetensi dasar yang penting dan strategis yang harus dimiliki dan dipraktekkan secara konsisten oleh setiap individu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Dengan demikian jelaslah
perundang-10
undangan yang berlaku, serta berbagai konvensi lainnya yang disepakati baik oleh masyarakat maupun pemerintah, dalam hal ini PNS.
Salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya adalah faktor sumber daya manusia melalui kepemimpinan yang mampu menggerakkan semua komponen yang ada dalam organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pengaruh
kepemimpinan yang paling utama dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah pemimpin tersebut mampu untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan sampai pengawasan, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Seorang PNS memiliki etika, disadari atau tidak tertulis atau tidak, selaku abdi negara dan abdi masyarakat. Berbagai kasus pelanggaran etika terjadi, yang pada prinsipnya tergambar dari perilaku tidak etis para PNSD, terutama dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Ungkapan ”kalau bisa diperlambat,kenapa dipercepat” atau ”kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah” menjadi sindiran yang tidak terasa menyengat lagi oleh sebagian PNSD. Artinya, bekerja seenaknya bukan sesuatu yang tabu. Kondisi PNS masih menjadi sorotan terutama dari aspek perilaku dan etika moralitas. PNS dianggap sebagai pekerja yang bekerja hanya berangkat duduk, kemudian pulang dan tinggal menunggu gaji. Sebagian masyarakat masih menganggapnya demikian. Hal ini wajar karena sebenarnya PNS terlihat masih belum adanya penataan yang jelas terhadap tupoksi dan kelembagaannya. Apalagi
memasuki era otonomi daerah keberadaan PNS semakin tidak jelas, terutama dengan buruknya manajemen sistem kepegawaian di daerah. Kondisi ini seringkali tidak dibarengi dengan peningkatan standar kompetensi PNS. Kenyataan ini
mengakibatkan PNS tidak memiliki standar kerja yang jelas. Jadi tidak heran apabila masih adanya PNS terlihat sering bermain game ataupun hanya duduk-duduk sambil ”ngerumpi”. Kenyataan ini masih banyak terlihat di beberapa lembaga pemerintahan.
Pengangkatan dan sebagian pemberhentian PNSD dilakukan oleh Kepala Daerah, maka ”kepatuhan” PNSD kepada Kepala Daerah cukup besar. Aturan bahwa PNSD golongan III bisa diberhentikan oleh Kepala
pilkada). Disisi lain, ketiadaan jabatan merupakan ”momok” bagi PNSD yang telah memiliki ”pangkat tinggi”. Kadangkala, seorang yang sebenarnya tidak memiliki kompetensi dan kecakapan yang memadai untuk memangku suatu jabatan, namun karena memiliki golongan kepangkatan yang tinggi (misalnya golongan IVb ke atas), diangkat oleh Bupati/Walikota menjadi Kepala SKPD. Setidaknya, menjadi staf ahli Kepala Daerah (yang mendapat fasilitas dan penghasilan setara dengan pejabat eselon 2).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis tergugah untuk melakukan suatu penelitian kaitannya dengan fenomena hubungan antara karakteristik kepemimpinan dengan etika pegawai, yang selanjutnya dituangkan dalam suatu skripsi dengan judul: ”Hubungan Kepemimpinan Camat dengan Etika Kerja Pegawai Pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dituangkan dalam latar belakang, maka mengangkat pokok perumusan sebagai berikut : “Apakah kepemimpinan camat mempunyai
hubungan dengan etika kerja pegawai, pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kepemimpinan Camat pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
2. Untuk mengetahui etika kerja pegawai pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
12 1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat terhadap Dunia Akademik
Dengan mengetahui hubungan kepemimpinan camat dengan etika kerja pegawai pada Kantor Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, diharapkan dapat memperkaya pengetahuan penulis tentang kepemimpinan dan etika kerja pegawai.
b. Manfaat terhadap Dunia Praktis 1). Terhadap Dunia Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature ilmu-ilmu sosial khususnya dibidang kepemimpinan. Selain itu dapat dijadikan bahan perbandingan bagi penelitian yang ingin meneliti pada masalah yang sama atau ingin melakukan penelitian lanjutan.
2). Terhadap Dunia Praktis
Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan oleh Pemerintah Kecamatan Medan Helvetia sebagai bahan informasi dalam meningkatkan etika kerja pegawai.
1.5. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal – hal yang berhubungan dengan variabel pokok , sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian ( Arikunto, 2004: 92 ).
1.5.1. Kepemimpinan
1.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian yaitu sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela ataupun sukacita. Definisi kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut atau bawahan untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti seseorang yang memiliki kecakapan atau kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan dalam satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain bersama-sama melakukan aktivitas demi tercapainya suatu maksud dan beberapa tujuan (Kartono, 2005:76).
Umar (2008 : 38) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Menurut Sunarto (2005:53), kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua pegawai agar bekerja dengan sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini kepemimpinan merupakan relasi dan pengaruh antara pimpinan dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi antara pimpinan dan individu-individu yang dipimpin. Dengan begitu tujuan organisasi akan tercapai.
Sedangkan menurut Hasibuan (2003 : 170) “Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja keras secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”.
14 1. Kepemimpinan merupakan proses.
2. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara pimpinan dan bawahan.
3. Kepemimpinan merupakan ajkan kepada orang lain.
Dari kesimpulan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara umum pengertian pemimpin adalah suatu kewenangan yang disertai kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan untuk menggerakkan orang-orang yang berada dibawah koordinasinya dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan suatu organisasi.
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. (Slamet, 2002:29)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain :
1. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat pemimpin dalam melibatkan anggotanya berinteraksi.
2. Di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi oleh pemimpin.
3. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.
1.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan
Sebagai seorang pimpinan yang kompeten, pemimpin tersebut tidak boleh sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan keputusannya, tetapi juga harus ikut dalam proses pelaksanaannya, namun harus dalam batas tidak menggeser dan mengganti petugas yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas tersebut. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana. Menurut Rivai (2004:53) fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan dari sesuatu hal atau kerja dari suatu bagian tubuh. Maka keberadaan pemimpin itu selalu ada ditengah-tengah kelompoknya (bawahannya). Menurut Kartono (2005:93) fungi kepemimpinan adalah usaha untuk memandu, menuntun, memimpin, memberi, atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, menjalin jaringan komunikasi kerja yang baik dalam memberikan pengawasan yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan yang telah ditetapkan.
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi (2005) terdiri dari dua dimensi yaitu :
1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalm tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpinnya dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.
Berdasarkan dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :
a. Fungsi Intruktif
16
bagaimana cara mengerjakan perintah, kapan waktu pelaksanaannya dan dimana tempat mengerjakan perintah tersebut agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Dalam hal ini fungsi bawahan hanyalah sebagai pelaksana perintah.
b. Fungsi Konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) berupa gagasan, inspirasi, saran yang kontruktif bagi pengembangan kepemimpinannya, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
c. Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing. Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dua arah, tetapi juga perwujudan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif antara pimpinan dengan bawahannya dalam keikutsertaan pengambilan keputusan maupun dalam melaksanakannya. Sekalipun memiliki kesempatan yang sama bukan berarti setiap orang bertindak semaunya, tetapi harus dilakukan dan dikerjakan secara terkendali dan terarah yang merupakan kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
d. Fungsi Delegasi
e. Fungsi Pengendalian
Fungsi pengendalian merupakan funsi control. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus aktif dan mengikutsertakan anggota/ organisasinya untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Jadi dari kelima fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin harus berusaha untuk mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir serta memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk mengeluarkan pendapat. Pemimpin harus mampu menghargai gagasan, saran, dan kritik anggotanya sebagai wujud dari partisipasinya, pemimpin harus mampu membina anggotanya agar tumbuh menjadi orang yang mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dengan tidak terlalu ketergantungan kepada pemimpin atau sesama kerja tim serta bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya.
1.5.1.3. Tipe Kepemimpinan a. Tipe Otokratik
Kepemimpinan otokratik dideskripsikan sebagai pemimpin yang cenderung memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, membuat keputusan secara sepihak, dan meminimalisasikan partisipasi karyawan. Seorang pemimpin yang otokratik adalah sesorang yang sangat egois, otoriter dengan menunjukkan sikap yang menonjolkan “keangkuhan”, antara lain dalam bentuk :
1. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
2. Pengabdian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
18 b. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu cirri utama masyarakat tradisional adalah rasa hormat yang tinggi yang ditunjukkan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.
c. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada tentang criteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristi yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak terlalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
d. Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancer dengan sendirinya, karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikm oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
e. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan didi sendiri (Rivai, 2006 : 61). Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku coordinator dan integrator dari berbagai unsure dan komponen organisasi. Ciri-cirinya :
2. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia.
3. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
f. Tipe Instruktif
Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, dimana, bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para bawahan. Pelaksanan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin. Ciri-cirinya :
1. Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan.
2. Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan.
3. Pemimpin memberikan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan bagaiamana bawahan melaksanakan tugasnya.
4. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.
5. Pemecahn masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin, dan pelaksaannya diawasi secara ketat oleh pemimpinnya.
1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan cirri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
20
keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.
Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan mempunyai tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Ketiga pola tersebut tidak terpisah satu sama lain, saling mendukung, namun kecenderungan atau titik beratnya berbeda. Sehingga kombinasi dari ketiga pola dasar tersebut akan menghasilkan tipe utama, yaitu :
1) Kepemimpinan otokratis menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi.
2) Kepemimpinan yang demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpina demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
3) Kepemimpinan kendali bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan adalah menyelenggarakan materi pendukung dan berpartisipasi jika diminta bawahan.
Perlu diketahui bahwa gaya kepemimpinan otokratis dapat menjurus kepada dictator. Sejarah menunjukkan bahwa Hitler dan Mussolini tampil menuruti kehendak hatinya saja (impulsive), dan bersifat emosional, perasa, mudah tersinggung dan
akhirnya dapat menjurus kepada tindakan kejam dan sadis.
gaya kepemimpinan demokratis bukannlah pendekatan kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi, mereka lebih menyarankan penggunaan semua gaya, mulai dari mengatakan sampai bergabung.
Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan tertentu, maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsure yaitu diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh.
Pada tahun 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang dinamakan “pola manajerial”. Kepemimpinan dipengaruhi oleh dua perhatian manajerial yang mendasar yaitu perhatian yang terhadap produksi/tugas dan perhatian terhadap manusia. Menurut teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu :
1) Gaya manajemen tugas, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap produksi, tetapi rendah terhadap manusia.
2) Gaya manjemen country club, pemimpin memperlihatkan perhatian yang tinggi terhadap manusia, tetapi perhatian rendah terhadap produksi.
3) Gaya manajemen miskin, pemimpin tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik terhadap produksi maupun manusia.
4) Gaya manajemen tim, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi, baik terhadap produksi maupun manusia. Menurut teori ini gaya manajemen tim, yang pada dasarnya sama dengan gaya demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala situasi.
Sementara itu menurut Contingecy Theory Leadership menyatakan bahwa ada kaitan antara gaya kepemimpinan dengan situasi tertentu yang dipersyaratkan. Menurut teori ini seorang pemimpin akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang terjadi. Pendekatan ini menyarankan bahwa diperlukan dua perangkat perilaku untuk kepemimpinan yang efektif yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan. Dengan kedua perangkat ini maka kemungkinan akan melahirkan empat gaya kepemimpinan yaitu :
1) Mengarahkan, gaya kepemimpinan ini perilaku tugas tinggi, perilaku hubungan rendah.
22
3) Ikut serta, perilaku tugas rendah sedangkan perilaku hubungan tinggi.
4) Mendelegasikan, baik perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama rendah.
Sedangkan pakar manajemen modern berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang tepat adalah suatu gaya yang dapat menyatukan tiga variable situasional, yaitu hubungan pimpinan dan anggota, struktur tugas, serta posisi kekuasaan, sehingga dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang terbaik adalah jika posisi kekuasaan itu moderat.
Path-Goal Model sepaham dengan pendapat diatas, bahwa suksesnya seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan lingkungan dan karakteristik individual bawahannya. Sedangkan pengembangan baru teori ini yang dapat dikatakan sebagai kalangan moderat, menggambarkan bahwa ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu :
1) Mengarahkan, gaya ini sama dengan gaya otokratis. Jadi bawahan mengetahui secara persis apa yang diharapkan dari mereka.
2) Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan.
3) Berpartisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan.
4) Berorientasi pada tugas, pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya.
Meskipun demikian diakui bahwa dalam manajemen modern, gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan yang partisipatif atau fasilitatif, serta involvement-oriented style yang terpusat pada komitmen dan keterlibatan pegawai.
1.5.2. Camat
1.5.2.1. Pengertian Camat
Pengertian Camat sesuai UU No.32 Tahun 2004, kecamatan merupakan perangkat daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang Camat yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melaui Sekretaris Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembanguan dan pembinaan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah atau instansi lainnya. Berdasarkan pasal 126 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tetntang Pemerintahan Daerah memuat bahwa :
1. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/ kota dengan peraturan daerah yang berpedoman kepada peraturan pemerintah.
2. Kecamatn dipimpin oleh Camat yang tugasnya memperoleh pelimpahan sebagai wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagai urusan otonomi daerah.
3. Camat juga menyelenggarakan pekerjaan umum pemerintahan yang meliputi :
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum.
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan.
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan.
24
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
4. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
5. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.
6. Perangkat kecamatan bertanggungjawab kepada Camat.
7. Pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan peraturan Bupati, Walikota dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.
1.5.2.2. Tugas dan Fungsi Camat
Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, tugas dan fungsi Camat adalah sebagai berikut :
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan.
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
1.5.3. Etika Kerja Pegawai
1.5.3.1. Pengertian Etika Kerja Pegawai
Etika kerja merupakan gabungan dari dua kata yaitu etika dan kerja. Disamping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris norma berarti aturan atau kaidah. Secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani dari kata “ethos” yang berarti kebiasaan atau watak. Dari kedua asal kata tersebut antara etika dan norma dapat kita simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.
Etika kerja dapat diartikan sebagai suatu perilaku seseorang sehubungan dengan pekerjaannya. Keraf (2002:2) menyatakan bahwa “Etika berkaitan dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat”. Sedangkan Sinungan (2003:135) menyatakan bahwa “Etika adalah sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang di dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang baik di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain”.
Sedangkan Syafiie (1994:1) menyatakan bahwa “Etika artinya sama dengan kata Indonesia “kesusilaan” yang terdiri dari bahasa sangsekerta “su” berarti baik dan “sila” berarti norma kehidupan. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma yang baik”.
Menurut Davis (Taufiq, 1994:155), ‘Etika kerja berarti sikap individu atau kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerjasama dengan orang lain yang secara maksimal sesuai dengan kepentingan yang paling baik bagi
26
sebagai terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja”.
Menurut (Tasmara,2000 : 14), Etika kerja merupakan sikap, pandangan, kebiasaan, ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa.
Menurut Mahmoedin (1994 : 57-58) Etika kerja pegawai memiliki :
1. Kebebasan
Pekerja diharapkan memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya, dalam batas-batas yang ditentukan oleh kode etiknya.
2. Tanggung Jawab
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya.
Pekerja diharapkan bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang sangat baik. Dalam hal ini ia benar-benar yakin, bahwa karya/prestasi/hasil kerjanya minimal sesuai dengan standar.
b. Terhadap kehidupan orang lain atau masyarakat.
Pekerja diharapkan bertanggung jawab atas dampak tugasnya terhadap perusahaannya, serikat kerja, sanak keluarganya, masyarakat luas, generasi yang akan datang. Dalam hal ini yakin bahwa prestasinya sama sekali tidak memberikan dampak negatif kepada kepada pihak lain.
3. Kejujuran
4. Keadilan
Pekerja tidak boleh melanggar hak pihak lain (orang, masyarakat, lembaga, organisasi atau negara), dan menghargai pihak lain. Hak pihak lain merupakan kewajiban bagi dirinya.
Setelah memahami beberapa pengertian etika, kerja dan etika kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika kerja adalah bagaimana pegawai harus bertindak atau bagaimana perilaku pegawai yang seharusnya baik secara individu maupun secara kelompok dalam kerjasama melakukan sesuatu didalam pelaksanaan tugasnya. Etika kerja disini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku pegawai dalam berhubungan dengan pekerjaannya.
Etika yang baik akan tercapai bilamana pegawai dan pimpinan mempunyai peranan masing-masing di dalam organisasi dan mereka secara bersama-sama mempunyai satu tujuan yang ingin diwujudkan dalam bentuk suatu kerjasama.
Efektivitas kepemimpinan dituntut adanya kemahiran dalam membaca situasi, sehingga dapat berpikir dan bertindak sedemikian rupa dengan melalui perilaku yang positif dalam memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Perlu diketahui etika kerja pegawai tidak bersifat statis tetapi akan berubah menurut keadaan lingkungan organisasi, dan etika kerja pegawai ini akan tetap baik apabila pegawai merasa terpuaskan. Dalam hal ini pimpinan harus memperhatikan kepuasan-kepuasan pegawai dalam bentuk materi dan non materi. Kepuasan dalam bentuk non materi ini berupa rangsangan, pertumbuhan pribadi, martabat dan sebagainya. Kecenderungan ini tidak pasti atau tidak universal, tetapi amat urgen dalam mengantisipasi masa depan hubungan manajemen dengan para pegawai.
28
mereka pegawai adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus diperlakukan secara manusiawi.
Secara garis besar pemeliharaan etika kerja yang baik merupakan tanggung jawab pimpinan yang bersifat konstan. Kemampuan pimpinan dan profesionalisme akan jauh berkembang apabila etika kerja tetap dipertahankan pada suatu tingkat yang prima. Oleh karena itu amatlah penting untuk secara kontinu menganalisis kekuatan yang mempengaruhi etika kerja dan mengambil langkah-langkah yang efektif sebelum terjadinya dekadensi etika kerja pegawai.
1.5.3.2. Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai
Erat berkaitan dengan etika kerja kepemimpinan ialah etiket yang harus ditetapkan oleh pemimpin. Etiket ialah ”unggah – unggah” atau aturan – aturan konvensional mengenai tingkah laku individu dalam masyarakat beradab merupakan tata cara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status sosial masing – masing individu.
Etiket pemimpin itu sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendidikan dan silvilisasi pribadi pemimpin. Juga dipengaruhi oleh tinggi - rendahnya tingkat kebudayaan sebagai konteks – sosial yang mewadahi pribadi pemimpin. Khususnya mutlak pemimpin itu perlu mengenal dan menerapkan etiket terhadap anggota kelompoknya guna menjamin relasi saling hormat – menghormati dan saling menghargai.
Maka dari unggah – unggah atau etiket yang ditampakkan seseorang lewat perbuatan dan caranya dia menghormati sesama manusia , khususnya menghormati orang – orang yang lebih tua, para wanita dan anak – anak , akan dapat nilai tinggi – rendahnya akhlak seseorang di tengah kehidupan bersama. (Kartini, 1992:100-101).
Etika kerja pemimpin ialah pembahasan mengenai kewajiban kewajiban pemimpin, tingkah laku pemimpin yang baik , dan dapat dibedakan dari tingkah laku yang buruk serta moral pemimpin.
kebahagiaan – kesejahteraan – keadilan bagi masyarakat luas.Sikap moral pemimpin adalah sikap yang bertanggung jawab moral, berdasarkan otonomi , yang menuntut agar dia selalu bersikap kritis dan realistis.
Dengan demikian jelaslah terlihat terdapat hubungan antara Kepemimpinan Camat dengan Etika Kerja Pegawai dimana Etika kerja kepemimpinan itu mengandung kriteria sebagai berikut:
1. Pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kelebihan dalam pergaulan , keterampilan sosial , kemahiran teknis , serta pengalaman ,
2. Sehingga dia kompeten melakukan kewajiban dan tugas – tugas kepemimpinanya , disamping
3. Mampu bersikap susila dan dewasa . Sehingga dia selalu bertanggung jawab secara etis / susila , mampu membedakan hal – hal yang baik dari yang buruk, dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. (Kartini, 1992:97-98).
1.6. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2005 :70) menyebutkan, Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Dengan kata lain hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan jawaban empirik.
Berdasarkan pada perumusan masalah dan kerangka teori yang telah dipaparkn di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ”terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan Camat dengan etika kerja pegawai”.
1.7. Defenisi Konsep
30
yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang akan dipergunakan yaitu :
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi, memberikan wewenang dan mengarahkan para pegawainya untuk bekerja keras, memiliki semangat yang tinggi, memotivasi, dan memelihara kerja sama (komunikasi yang baik) guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Etika Kerja
Etika kerja adalah terciptanya hubungan yang selaras, serasi, seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan
produktivitas kerja.
1.8. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa ke dalam variabel-variabel tersebut. (Singarimbun, 1989 : 46)
1. Variabel bebas (x) Kepemimpinan dengan indikator :
a. Pengarahan
Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.
b. Komunikasi
Komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.
Memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaannya.
d. Motivasi
Memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan.
2. Variabel terikat (y) Etika Kerja Pegawai dengan indikator :
a. Tanggung jawab
Setiap penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap profesi, yang terdiri dari:
• .Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya.
• .Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan dari
pelaksana profesi tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasinya /perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat dan berguna bagi dirinya atau pihak lainnya.
b. Kebebasan
Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggungjawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan
oleh kode etik sebagai standar perilaku professional.
c. Kejujuran
Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, mengakui kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
d. Keadilan
32
milik orang lain, lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara.
1.9. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belkang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, teknik pengumpulan skor dan teknik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum mengenai lokasi (objek) penelitian berupa sejarah singkat, visi, dan misi serta struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan atau berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis.
BAB V ANALISIS DATA
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
34
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuntitatif, dengan maksud untuk mencari korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat. Melalui metode ini penulis diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang ada.
2.2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah dilakukan pada kantor Camat Medan Helvetia, jalan Beringin X No.2 Medan.
2.3. Populasi dan Sampel 2.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditrik kesimpulannya, (Sugiyono, 2005:90). Berdasarkan penjelasan di atas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang terdapat pada kantor Camat Medan Helvetia yang berjumlah 42 orang pegawai.
2.3.2. Sampel
penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Camat Medan Helvetia yakni yang berjumlah 42 orang pegawai.
2.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dan informasi, keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang diperlukan penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data Primer, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian.
a. Metode Angket (kuesioner), yaitu pemberian daftar pertanyaan secara tertutup kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban.
b. Metode Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengamati, mencatat gejala-gejala yang berkaitan dengan fokus penelitian.
2. Pengumpulan Data Sekunder, yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah sejumlah buku, karya ilmiah, dan dokumen atau arsip yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
a. Penelitian Kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literature yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan yang diteliti.
b. Studi Dokumentasi yaitu dengan cara memperoleh data dan melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan penulis mupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.
2.5.Teknik Penentuan Skor
Melalui penyebaran angket yang berisikan beberapa pertanyaan, maka ditentukan skor dari setiap jawaban sehingga menjadi data yang bersifat kuantitatif. Teknik pengumpulan skor yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
36
Adapun penetuan skor dari setiap pertanyaan dengan alternatif jawaban yang berbeda, yaitu :
1. Untuk alternatif jawaban ”a” diberi skor tertinggi : 5
2. Untuk alternatif jawaba ”b” diberi skor : 4
3. Untuk alternatif jawaba ”c” diberi skor : 3
4. Untuk alternatif jawaba ”d” diberi skor : 2
5. Untuk alternatif jawaba ”e” diberi skor : 1
Kemudian untuk menentukan jawaban responden terhadap masing-masing alternatif apakah tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah, maka
dapat ditentukan kelas intervalnya, dengan cara sebagai berikut : Skor tertinggi – skor terendah
Banyak bilangan
Maka diperoleh:
5 – 1
a. Skor untuk kategori sangat tinggi = 4,21-5,00 = 0,8
5
Dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing responden, yaitu :
b. Skor untuk kategori tinggi = 3,41-4,20
c. Skor untuk kategori sedang = 2,61-3,40
d. Skor untuk kategori rendah = 1,81-2,60
e. Skor untuk kategori sangat rendah = 1,00-1,80
pertanyaan. Dan hasil pembagian tersebut akan dapat diketahui jawaban responden termasuk kategori mana.
2.6.Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisa data kuantitatif, yaitu analisa yang digunakan untuk menguji hubungan variable bebas (x)
dan variable terikat (y), yaitu dengan menggunakan instrument :
1. Koefisien Korelasi Product Moment
Cara ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya dan besar kecilnya hubungan antara variable maka digunakan rumus sebagai berikut :
Rumus :
∑
−
∑
∑
∑ ∑
∑
−
∑
−
=
]
2
)
(
2
][
2
)
(
2
[
)
)(
(
.
y
y
N
x
x
N
y
x
y
x
N
r
XY Keterangan :rxy = Angka indeks korelasi
N = Ukuran Sampel
∑xy = Jumlah hasil pekalian antara skor X dan skor Y
∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y
Untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut, maka dapat dirimuskan sebagai berikut :
a. Nilai r positif menunjukakkan hubungan kedua variabel positif, artinya kenaikan variabel satu diikuti oleh nilai variabel positif lainnya.
38
[image:40.612.105.524.196.364.2]c. Nilai r yang sama dengan nol menunjukkan dua variabel tidak mempunyai hubungan, artinya variabel yang satu tetap meskipun variabel yang lainnya berubah.
Tabel 1
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,19 Sangat Rendah
0,20-0,39 Rendah
0,40-0,59 Sedang
0,60-0,79 Kuat
0,80-1,00 Sangat Kuat
Dengan nilai r yang diperoleh, maka kita dapat melihat secara langsung melalui tabel korelasi untuk menguji apakah nilai r yang kita peroleh memiliki hubungan atau tidak. Tabel mencantumkan batas-batas r yang signifikan tertentu, dalam hal ini signifikan 5% bila nilai r tersebut signifikan, maka hipotesis tersebut dapat diterima.
2. Koefisien Determinan
Koefisien determinan digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan yang ditimbulkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
D =(r²) x 100%
Keterangan :
D = Koefisien Determinan
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum
Kecamatan Medan Helvetia adalah salah satu pemekaran Kecamatan dari 8 ( delapan ) Kecamatan di Kotamadya Medan yang dimekarkan .Kecamatan Medan Helvetia terdiri dari 7 ( tujuh ) Kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Tanjung Gusta 2. Kelurahan Helvetia
3. Kelurahan Helvetia Tengah 4. Kelurahan Helvetia Timur 5. Kelurahan Sei Sikambing C-II 6. Kelurahan Dwikora
7. Kelurahan Cinta Damai
Kecamatan Medan Helvetia memiliki luas sekitar 11,55 km 2 dengan batas – batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Sunggal
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Barat dan Kecamatan Medan Petisah
40
[image:42.612.113.528.137.296.2]Nama Pejabat Definitif Camat Medan Helvetia Sejak Tahun 1974 yang dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2. Nama – nama Camat Di Kecamatan Medan Helvetia dan Masa Bakti
NO NAMA CAMAT MASA BAKTI
1 2 3
1 Nur Hana Siagian BA 6 tahun
2 Drs.Zainal Azhar 4 tahun
3 Drs .Sahid Chaidir 2 tahun
4 Dra.Siti Mahrani Hasibuan 5 tahun
5 H.M. Reza Hanafi,S.STP,MAP 1 tahun s/d sekarang Sumber : Kantor Kecamatan Medan Helvetia
Kecamatan Medan Helvetia yang dipimpin oleh seorang camat, saat ini terdiri dari 7 kelurahan yang terbagi atas 88 lingkungan, 139 RW, 346 RT dan 391 blok sensus.
3.2 Visi dan Misi Pembangunan 3.2.1 Visi
Adapun yang menjadi visi dari Kecamatan Medan Helvetia adalah : “ Menciptakan Kecamatan Medan Helvetia Yang Bersih, Indah, Hijau , Aman Dan Tertib “, melalui Pemberdayaan Kelurahan dengan memberdayakan masyarakat disegala bidang.
3.2.2 Misi
Untuk mendukung visi yang telah ada maka diperlukan misi – misi antara lain: 1. Memberdayakan Kelurahan dengan Memberdayakan Masyarakat
2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia
3. Meningkatkan Pelayanan Prima Kepada Masyarakat 4. Meningkatkan Kebersihan
5. Meningkatkan Penghijauan
3.3 Arah dan Kebijakan Umum Bidang Pembangunan yang Dikelola
Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, pasal 2 Keputusan Walikota Nomor 63 Tahun 2001 bahwa Camat mempunyai kedudukan sebagai Perangkat Daerah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 3 Camat mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan. Disamping itu kedudukan dan tugas pokok , Camat mempunyai fungsi:
1. Melaksanakan pelimpahan sebagian kewenangan Pemerintah Daerah 2. Menyelenggarakan pelayanan Pemerintah Kecamatan.
3. Menyelenggarakan tugas – tugas pemerintahan , pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan
4. Memantau dan mengendalikan program kerja kelurahan
5. Melaksanakan tugas - tugas lain yang diberikan Kepala Daerah.
Dengan demikian untuk mewujudkan kegiatan yang telah di Intruksikan oleh Walikota Medan dengan No 141/1417/Inst Tahun 2001 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Camat dalam membina dan mengawasi langkah – langkah strategis sebagai berikut:
1. Melaksanakan pembinaan secara langsung kelapangan untuk membenahi , menertibkan , kekurangan dan kelemahan yang ada baik kondisi fisik, kebersihan, ketertiban dan keamanan maupun pelayanan masyarakat.
2. Melaksanakan pengawasan ( Cek dan Fisik ) tentang kondisi dan hasil pembinaan yang dihasilkan baik dari segi kualitas dan objektivitas hasil kerja, terutama dibidang:
Pelayanan KK / KTP/ Surat – surat Keterangan penduduk ( waktu penyelesaian
dan biayanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku)
Kehadiran dan keaktifan kerja perangkat kecamatan dan kelurahan ( sesuai dengan
ketentuan yang berlaku )
Kebersihan , ketertiban dan keamanan sesuai dengan Intruksi Walikota Medan
No.141/079/Ins/2001 tanggal 9 Februari 2001. Penyelesaian masalah secara tuntas
42
Instansi terkait untuk menuntaskan permasalahan kebersihan, ketertiban dan
keamanan di kecamatan dan kelurahan
Tim Pembina/ Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan Kelurahan Pemerintahan
Kota Medan Terhadap temuan- temuan bidang kebersihan , ketertiban , keamanan serta pelayanan masyarakat
Muspika dan Tokoh – tokoh masyarakat untuk mendukung pelaksanaan
Pemberdayaan Kelurahan.
4. Melaksanakan evaluasi hasil pembinaan dan pengawasan bidang kebersihan , ketertiban , keamanan , dan pelayanan masyarakat bersama Muspika, Lurah, dan Tokoh masyarakat.
5. Menyampaikan Laporan tertulis yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Walikota Medan dan Dinas – Dinas/ Instansi terkait.
3.4 Potensi Wilayah Kecamatan Medan Helvetia 3.4.1 Data Penduduk
[image:44.612.118.523.479.706.2]Penduduk kecamatan Medan Helvetia sampai dengan 2011 adalah sebanyak 144.257 penduduk terdiri dari 70.705 orang laki – laki serta 73.552 orang perempuan dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. Jumlah Kepala Keluarga ( KK ), Jumlah Penduduk dan Jumlah Lingkungan di Wilayah Kecamatan Medan Helvetia
NO KELURAHAN LUAS
WIL
JLK KK
JUMLAH PENDUDUK
L P L+P
1 CINTA DAMAI 180 Ha 1434 8375 8711 17086 2 SEI KAMBING CII 98 Ha 1829 6071 6288 12359
3 DWI KORA 200 Ha 2782 11318 13014 24332
4 HELVETIA TIMUR 182 Ha 2738 11724 12337 24061 5 HELVETIA TENGAH 150 Ha 3589 12886 13821 26707
6 HELVETIA 125 Ha 3747 5519 5839 11358
7 TANJUNG GUSTA 220 Ha 4856 12281 14055 29336
Tabel 4. Data Penduduk Di Kecamatan Medan Helvetia berdasarkan Suku / Etnis
NO JENIS SUKU / ETNIS JUMLAH
1 JAWA 43.474
2 MELAYU 5.726
3 MANDAILING 11.119
4 BATAK 13.026
5 KARO 4.622
6 MINANG 8.735
7 ACEH 2.401
8 NIAS 2.01
9 INDIA 395
10 CHINA 15.022
11 LAIN LAIN 26.976
TOTAL 133.131
Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
44
Tabel 4. Data Penduduk Di Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan Agama
NO AGAMA JUMLAH
1 ISLAM 57.617
2 KRISTEN 21.921
3 KATHOLIK 10.726
4 HINDU 419
5 BUDHA 2215
TOTAL 92.898
Sumber : Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
[image:46.612.112.527.443.666.2]Dari tabel 5 diatas dapat diketahui persentase agama yang dianut oleh masyarakat di Kecamatan Medan Helvetia dengan variabel sebagai berikut: penduduk yang beragama Islam sebanyak 62,02 %, Kristen sebanyak 23,59 %, Katholik sebanyak 11,54 %, Hindu sebanyak 0,45 % dan yang beragama Budha sebanyak 2,38 %. Dari variabel diatas dapat diketahui , bahwa masyarakat di Kecamatan Medan Helvetia mayoritas beragama Islam.
Tabel 5. Data Penduduk Di Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan Mata Pencaharian
No JENIS PEKERJAAN JUMLAH
1 Pegawai Negeri / ABRI 4.759
2 Pegawai Swasta 8.129
3 Buruh 0
4 Wiraswasta 0
5 Pedagang 2.121
6 Petani 169
7 Lain 39.808
Total 54.986
Sumber :Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
sebanyak 3,85 % , Petani sebanyak 0,3%, dan Lain lain sebanyak 72,39 %. Dari variabel diatas dapat diketahui, bahwa persentase terbesar penduduk di Kecamatan Medan Helvetia bermata Pencaharian sebagai Lain lainnya.
Tabel 6. Data Penduduk Di Kecamatan Medan Helvetia Berdasarkan Pendidikan
No TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH
1 SEKOLAH 15.070 2 TIDAK SEKOLAH 9
TOTAL 15.079
Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
Dari Tabel 6 diatas dapat diketahui persentase tingkat pendidikan masyarakat yang ada di Kecamatan Medan Helvetia dengan variabel sebagai berikut: yang Sekolah sebanyak 99,94 % dan yang tidak sekolah sebanyak 0,05 % Dari variabel diatas dapat diketahui bahwa persentase tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Medan Helvetia terbesar adalah yang Sekolah.
Tabel 8. Sarana Pendidikan Di Kecamatan Medan Helvetia
NO JENIS JUMLAH
1 TK 29
2 SD NEGERI 21
3 SD SWASTA 32
4 SLTP NEGERI 3
5 SLTP SWASTA 26
6 SLTA NEGERI 1
7 SLTA SWASTA 35
8 TSANAWIYAH 0
9 AKADEMI / PERGURUAN TINGGI 1
TOTAL 148
[image:47.612.117.525.475.712.2]46
Tabel 9. Rumah Ibadah Di Kecamatan Medan Helvetia
No JENIS JUMLAH
1 MESJID 46
2 LANGGAR/MUSHOLA 28
3 GEREJA 20
4 KLENTENG/WIHARA 1
TOTAL 95
[image:48.612.115.527.337.464.2]Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
Tabel 10.Sarana Kesehatan Di Kecamatan Medan Helvetia
NO JENIS JUMLAH
1 RUMAH SAKIT 3
2 PUSKESMAS 3
3 KLINIK 7
4 PRAKTEK DOKTER 12
TOTAL 25
Sumber: Profil Kecamatan Medan Helvetia 2013
Tabel 11.Sarana Olahraga Di Kecamatan Medan Timur
NO JENIS JUMLAH
1 GEDUNG OLAHRAGA 0
2 LAPANGAN SEPAK BOLA 5
3 LAPANGAN VOLLEY 18
4 LAPANGAN BULU TANGKIS 8
5 KOLAM RENANG 1
6 LAIN - LAIN ( LAP. SOCCER) 15
TOTAL 47
[image:48.612.114.529.523.697.2]BAB IV
PENYAJIAN DATA
Pada bab ini akan menyajikan data – data yang diperoleh dari hasil penelitian pada Kantor Camat Medan Hevetia, sesuai dengan metode yang digunakan yaitu melalui kuesioner yang disebarkan kepada pegawai dan masyarakat yang pernah berurusan langsung dalam pelayanan publik.
Kuisoner yang disebarkan sebanyak eksemplar sesuai dengan jumlah sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan , telah dikumpulkan sejumlah data yang diperlukan , yang pada dasarnya meliputi data mengenai identitas responden , data mengenai Kepemimpinan Camat sebagai variabel bebas ( X ) dan mengenai Etika Kerja Pegawai sebagai variabel terikat ( Y ). Dan selanjutnya penulis akan menganalisa data tersebut.
Adapun hasil yang diperoleh, sebagai berikut: 4.1 Deskripsi Identitas Responden
1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin pria.Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12. Distribusi Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase ( % )
1 Pria 24 60,00
2 Wanita 16 40,00
Jumlah 40 100
Sumber:Hasil Penelitian 2013
48 2. Identitas Responden Berdasarkan Usia
[image:50.612.111.526.219.351.2]Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 31-40 tahun kemudian didikuti yang berusia 20-30 tahun, berusia 41 – 50 tahun dan berusia 51 – 60 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 13. Distribusi Data Responden Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase ( % )
1 20 - 30 8 20,00
2 31 - 40 12 30,00
3 41 - 50 15 37,50
4 51 - 60 5 12,50
Jumlah 40 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
2. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden berpendidikan SMU, kemudian diikuti berpendidikan sarjana. Dan hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 14. Distribusi Data Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Frekuensi Persentase ( % )
1 SMU 14 35,00
2
Sarjana ( Sarjana Muda,S1 dan
S2 ) 26 65,00
Jumlah 40 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013
[image:50.612.113.525.514.629.2]3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja
[image:51.612.112.527.242.403.2]Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu para pegawai kantor camat memiliki lama bekerja 6 – 10 tahun, diikuti masa kerja 21 – 25 tahun, diikuti masa kerja 16 -20 tahun, diikuti masa kerja 26 tahun keatas dan terendah 11 – 15 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bekerja
No Lama Bekerja Frekuensi Persentase ( % ) 1 6 - 10 tahun 16 40,00 2 11 - 15 tahun 4 10,00 3 16 - 20 tahun 6 15,00 4 21 - 25 tahun 10 25,00 5 26 tahun keatas 4 10,00
Jumlah 40 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa lebih banyak responden pegawai pada Kantor Camat Medan Helvetia memiliki masa kerja 6 – 10 tahun yaitu sebanyak 16 orang ( 40,00 % ) , disusul dengan pegawai yang memiliki masa kerja 21 – 25 tahun sebanyak 10 orang ( 25,00 % ) , kemudian dengan masa kerja 16 – 20 tahun sebanyak 6 orang ( 15,00 % ) dan yang terendah dengan masa kerja 11 – 15 tahun tahun sebanyak 4 orang ( 10,00 % ), masa kerja 26 tahun ke atas 4 orang (10,00 %).
4. Identitas Responden Berdasarkan Pangkat Golongan
50
Tabel 16. Distribusi Data Responden Berdasarkan Pangkat / Golongan
No Pangkat / Golongan Frekuensi
Persentase ( % )
1 Honorer 2 5,00 2 Gol.I 2 5,00 3 Gol.II 12 30,00 4 Gol.III 23 57,50 5 Gol.IV 1 2,50
Jumlah 40 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas , dapat dilihat bahwa responden yaitu pegawai Kantor Camat Medan Helvetia lebih banyak bergolongan III yaitu sebanyak 23 orang ( 57,50 %) , disusul yang bergolongan II sebanyak 12 orang ( 30,00 % ) dan kemudian yang bergolongan Honorer sebanyak 2 orang ( 5,00 %) dan yang bergolongan I sebanyak 2 orang ( 5,00 % ) dan sisanya golongan IV yaitu 1 orang ( 2,50% ).
2 Data Jawaban Responden
1. Data Jawaban Responden terhadap Kepemimpinan Camat
Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden tentang Pemimpin Memberikan Pengarahan yang Jelas dan Dapat Dimengerti Oleh Pegawai Dalam Melakukan Pekerjaan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase ( % )
1 Sangat jelas dan dimengerti 12 30
2 Jelas dan dimengerti 28 70
3 Cukup jelas dan dimengerti - -
4 Tidak jelas dan dimengerti - -
5 Sangat tidak jelas dan dimengerti - -
Jumlah 40 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sangat jelas dan dimengerti 12 orang ( 30 %) dan 28 orang ( 70 %) responden sepakat bahwa Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan sudah terlaksana pada semua tingkat dan lini pemerintahan serta pada semua kegiatan di Kantor Camat Medan Helvetia.
1.2 Tanggapan Responden mengenai Komunikasi sebagai cara yang Dilakukan Dalam Proses Pekerjaan Sehingga Pegawai Mau Bekerjasama
52
Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden tentang Komunikasi sebagai cara yang Dilakukan Dalam Proses Pekerjaan Sehingga Pegawai Mau Bekerjasama
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase ( % )
1 Sangat terlaksana 12 30
2 Terlaksana 25 62,50
3 Cukup terlaksana 3 7,50
4 Tidak terlaksana - -
5 Sangat tidak terlaksana - -
Jumlah 40 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas , mayoritas responden yaitu sebanyak 25 orang ( 62,50 % ) mengatakan bahwa komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama sudah terlaksana. Sedangkan sebanyak 3 orang ( 7,50 % ) menjawab bahwa komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama cukup terlaksana.
1.3 Tanggapan Responden mengenai Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab yang dilakukan Camat dalam Pengambilan Keputusan kepada Pegawai dalam Meyelesaikan Pekerjaan
Tabel 20. Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab yang dilakukan Camat dalam Pengambilan Keputusan kepada Pegawai dalam Meyelesaikan Pekerjaan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase ( % )
1 Sangat sering 10 25
2 Sering 22 55
3 Cukup sering 8 20
4 Tidak pernah - -
5 Sangat tidak sering - -
Jumlah 40 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas , sebanyak 22 orang ( 55 % ) responden menjawab bahwa sering dilakukan Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab yang dilakukan Camat dalam Pengambilan Keputusan kepada Pegawai dalam Meyelesaikan Pekerjaan, sedangkan yang menjawab sangat sering sebanyak 10 orang ( 25 % ) selebihnya 8 orang ( 20 % ).
1.4 Tanggapan Responden mengenai Kepemimpinan Camat selalu Memberikan Bimbingan, Dorongan dan Pengawasan kepada Bawahan dalam Pelaksanaan Pekerjaan
54
Tabel 21. Distribusi Jawaban Responden tentang Kepemimpinan Camat selalu Memberikan Bimbingan, Dorongan dan Pengawasan kepada Bawahan dalam Pelaksanaan Pekerjaan
No Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase ( % )
1 Sangat sering 20 50
2 Sering 25 62,50
3 Cukup sering 5 12,50
4 Tidak pernah - -
5 Sangat tidak sering - -
Jumlah 40 100
Sumber: Hasil Penelitian 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sering 25 orang ( 62,50 % ) , 20 orang ( 50 % ) menyatakan sangat sering dan 5 orang ( 12,50 % ) menyatakan cukup sering Kepemimpinan Camat selalu Memberikan Bimbingan, Dorongan dan Pengawasan kepada Bawahan dalam Pelaksanaan Pekerjaan
2. Data Jawaban Responden terhadap Etika Kerja Pegawai
2.1 Tanggapan Responden mengenai dalam Melaksanakan Kerja Pegawai Memiliki Rasa Tanggung Jawab dalam Melaksanak