• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai Pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai Pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah dan aparatur pemerintah yang menjaga kredibilitas dan

kewibawaannya yang tinggi akan dihormati oleh masyarakat yang dilayaninya.

Aparatur Pemerintah yang memiliki etika dan moralitas yang tinggi dalam

menjalankan tugasnya. Tentu memiliki akuntabilitas dan penghormatan yang tinggi

pula terhadap tuntutan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang dilayani itu. Dalam

pemerintahan yang demikian itu pula iklim keterbukaan, partisipatif dan

pemberdayaan masyarakat akan dapat terwujudkan, sebagai manifestasi dan gagasan

yang dewasa ini mulai dikembangkan, yaitu kepemerintahan yang baik (good

governance).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, pemahaman mengenai etika dan

moralitas dalam pemerintahan merupakan kompetensi dasar yang penting dan

strategis yang harus dimiliki dan dipraktekkan secara konsisten oleh setiap individu

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi

masyarakat dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur

negara adalah abdi negara dan abdi masyarakat. Dengan demikian jelaslah

kedududukan PNS tersebut dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sebagai abdi negara seorang PNS terikat dengan segala aturan hukum dan

perundang-undangan yang berlaku, yang mengatur jalannya pemerintahan dan hubungan antara

Pemerintah dengan PNS yang bersangkutan. Selain itu pada tingkat organisasi,

hubungan antara organisasi dengan PNS sebagai pegawai di lingkungan organisasi

yang bersangkutan juga diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh

pemegang otoritas kelembagaan tersebut. Sedangkan dalam hubungannya dengan

(2)

perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai konvensi lainnya yang disepakati baik oleh

masyarakat maupun pemerintah, dalam hal ini PNS.

Salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan

organisasi dalam mencapai tujuannya adalah faktor sumber daya manusia melalui

kepemimpinan yang mampu menggerakkan semua komponen yang ada dalam

organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pengaruh

kepemimpinan yang paling utama dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya

adalah pemimpin tersebut mampu untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai

dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan sampai pengawasan, sehingga

pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Seorang PNS memiliki etika, disadari atau tidak tertulis atau tidak, selaku abdi

negara dan abdi masyarakat. Berbagai kasus pelanggaran etika terjadi, yang pada

prinsipnya tergambar dari perilaku tidak etis para PNSD, terutama dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya. Ungkapan ”kalau bisa diperlambat,kenapa

dipercepat” atau ”kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah” menjadi sindiran yang

tidak terasa menyengat lagi oleh sebagian PNSD. Artinya, bekerja seenaknya bukan

sesuatu yang tabu. Kondisi PNS masih menjadi sorotan terutama dari aspek perilaku

dan etika moralitas. PNS dianggap sebagai pekerja yang bekerja hanya berangkat

duduk, kemudian pulang dan tinggal menunggu gaji. Sebagian masyarakat masih

menganggapnya demikian. Hal ini wajar karena sebenarnya PNS terlihat masih belum

adanya penataan yang jelas terhadap tupoksi dan kelembagaannya. Apalagi

memasuki era otonomi daerah keberadaan PNS semakin tidak jelas, terutama dengan

buruknya manajemen sistem kepegawaian di daerah. Kondisi ini seringkali tidak

dibarengi dengan peningkatan standar kompetensi PNS. Kenyataan ini

mengakibatkan PNS tidak memiliki standar kerja yang jelas. Jadi tidak heran apabila

masih adanya PNS terlihat sering bermain game ataupun hanya duduk-duduk sambil

”ngerumpi”. Kenyataan ini masih banyak terlihat di beberapa lembaga pemerintahan.

Pengangkatan dan sebagian pemberhentian PNSD dilakukan

oleh Kepala Daerah, maka ”kepatuhan” PNSD kepada Kepala Daerah cukup besar.

Aturan bahwa PNSD golongan III bisa diberhentikan oleh Kepala

(3)

pilkada). Disisi lain, ketiadaan jabatan merupakan ”momok” bagi PNSD yang telah

memiliki ”pangkat tinggi”. Kadangkala, seorang yang sebenarnya tidak memiliki

kompetensi dan kecakapan yang memadai untuk memangku suatu jabatan, namun

karena memiliki golongan kepangkatan yang tinggi (misalnya golongan IVb ke atas),

diangkat oleh Bupati/Walikota menjadi Kepala SKPD. Setidaknya, menjadi staf ahli

Kepala Daerah (yang mendapat fasilitas dan penghasilan setara dengan pejabat eselon

2).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis

tergugah untuk melakukan suatu penelitian kaitannya dengan fenomena hubungan

antara karakteristik kepemimpinan dengan etika pegawai, yang selanjutnya

dituangkan dalam suatu skripsi dengan judul: ”Hubungan Kepemimpinan Camat dengan Etika Kerja Pegawai Pada Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dituangkan dalam latar belakang, maka mengangkat

pokok perumusan sebagai berikut : “Apakah kepemimpinan camat mempunyai hubungan dengan etika kerja pegawai, pada Kecamatan Medan Helvetia Kota

Medan?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kepemimpinan Camat pada Kecamatan Medan Helvetia Kota

Medan.

2. Untuk mengetahui etika kerja pegawai pada Kecamatan Medan Helvetia Kota

Medan.

3. Untuk mengetahui apakah kepemimpinan camat mempunyai hubungan dengan

(4)

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat terhadap Dunia Akademik

Dengan mengetahui hubungan kepemimpinan camat dengan etika kerja

pegawai pada Kantor Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, diharapkan dapat

memperkaya pengetahuan penulis tentang kepemimpinan dan etika kerja pegawai.

b. Manfaat terhadap Dunia Praktis 1). Terhadap Dunia Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature ilmu-ilmu

sosial khususnya dibidang kepemimpinan. Selain itu dapat dijadikan

bahan perbandingan bagi penelitian yang ingin meneliti pada masalah

yang sama atau ingin melakukan penelitian lanjutan.

2). Terhadap Dunia Praktis

Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan oleh Pemerintah

Kecamatan Medan Helvetia sebagai bahan informasi dalam

meningkatkan etika kerja pegawai.

1.5. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan

penjelasan tentang hal – hal yang berhubungan dengan variabel pokok , sub variabel

atau pokok masalah yang ada dalam penelitian ( Arikunto, 2004: 92 ).

Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada ,

perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi

dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas

(5)

1.5.1. Kepemimpinan

1.5.1.1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dipahami dalam dua pengertian yaitu sebagai kekuatan

untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan hanyalah sebuah

alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu

secara sukarela ataupun sukacita. Definisi kepemimpinan secara luas adalah meliputi

proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku

pengikut atau bawahan untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki

kelompok dan budayanya.

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin, yang berarti seseorang yang

memiliki kecakapan atau kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan dalam satu

bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain bersama-sama melakukan

aktivitas demi tercapainya suatu maksud dan beberapa tujuan (Kartono, 2005:76).

Umar (2008 : 38) mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses

pengarahan dan usaha mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para

anggota kelompok.

Menurut Sunarto (2005:53), kepemimpinan adalah proses memberi

inspirasi kepada semua pegawai agar bekerja dengan sebaik-baiknya untuk mencapai

hasil yang diharapkan. Dalam hal ini kepemimpinan merupakan relasi dan pengaruh

antara pimpinan dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang

sebagai hasil dari interaksi antara pimpinan dan individu-individu yang dipimpin.

Dengan begitu tujuan organisasi akan tercapai.

Sedangkan menurut Hasibuan (2003 : 170) “Kepemimpinan adalah cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan

bekerja keras secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”.

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain agar mau

berperan serta dalam rangka memenuhi tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Dimana defenisi kepemimpinan akhirnya dikategorikan menjadi tiga elemen

(6)

1. Kepemimpinan merupakan proses.

2. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (hubungan) antara

pimpinan dan bawahan.

3. Kepemimpinan merupakan ajkan kepada orang lain.

Dari kesimpulan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara

umum pengertian pemimpin adalah suatu kewenangan yang disertai kemampuan

seseorang dalam memberikan pelayanan untuk menggerakkan orang-orang yang

berada dibawah koordinasinya dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan suatu

organisasi.

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada

umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka

mencapai tujuan tertentu. (Slamet, 2002:29)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

mengandung beberapa unsur pokok antara lain :

1. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi

tempat pemimpin dalam melibatkan anggotanya berinteraksi.

2. Di dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi

oleh pemimpin.

3. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.

Jadi dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan

adalah proses mempengaruhi, memotivasi, dan berinterksi antara pimpinan dan

bawahannya untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu kepemimpinan juga

mempengaruhi interpretasi mengenai kegiatan-kegiatan para bawahannya,

pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, perolehan

dukungan, dan memelihara hubungan kerja sama baik dari dalam organisasi maupun

(7)

1.5.1.2. Fungsi Kepemimpinan

Sebagai seorang pimpinan yang kompeten, pemimpin tersebut tidak boleh

sekedar mampu membuat keputusan dan memerintahkan keputusannya, tetapi juga

harus ikut dalam proses pelaksanaannya, namun harus dalam batas tidak menggeser

dan mengganti petugas yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tugas tersebut.

Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan

pelaksana. Menurut Rivai (2004:53) fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan

atau kegunaan dari sesuatu hal atau kerja dari suatu bagian tubuh. Maka keberadaan

pemimpin itu selalu ada ditengah-tengah kelompoknya (bawahannya). Menurut

Kartono (2005:93) fungi kepemimpinan adalah usaha untuk memandu, menuntun,

memimpin, memberi, atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, menjalin jaringan

komunikasi kerja yang baik dalam memberikan pengawasan yang efisien dan

membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan

ketentuan waktu dan perencanaan yang telah ditetapkan.

Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi (2005) terdiri dari dua

dimensi yaitu :

1. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalm

tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang

yang dipimpinnya.

2. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan

orang-orang yang dipimpinnya dalam melaksanakan tugas-tugas pokok

kelompok atau organisasi, yang dijabarkan melalui keputusan-keputusan dan

kebijakan pemimpin.

Berdasarkan dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima

fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah :

a. Fungsi Intruktif

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai pengambil

(8)

bagaimana cara mengerjakan perintah, kapan waktu pelaksanaannya dan dimana

tempat mengerjakan perintah tersebut agar keputusan dapat diwujudkan secara

efektif. Dalam hal ini fungsi bawahan hanyalah sebagai pelaksana perintah.

b. Fungsi Konsultatif

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah, pemimpin kerap kali memerlukan

bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang

dipimpinnya. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan

balik (feed back) berupa gagasan, inspirasi, saran yang kontruktif bagi pengembangan

kepemimpinannya, yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki dan

menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

c. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan

orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam

pelaksanaannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan yang sama untuk

berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok,

sesuai dengan posisi masing-masing. Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dua arah,

tetapi juga perwujudan pelaksanaan hubungan manusia yang efektif antara pimpinan

dengan bawahannya dalam keikutsertaan pengambilan keputusan maupun dalam

melaksanakannya. Sekalipun memiliki kesempatan yang sama bukan berarti setiap

orang bertindak semaunya, tetapi harus dilakukan dan dikerjakan secara terkendali

dan terarah yang merupakan kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil

tugas pokok orang lain.

d. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan limpahan wewenang membuat /

menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari

pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus dapat

mempercayai bawahannya sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila dia member

pelimpihan wewenang. Sedangkan penerima delegasi harus mampu memelihara

(9)

e. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian merupakan funsi control. Fungsi pengendalian

bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas

anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga

memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu

berarti fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan,

pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Dalam kegiatan tersebut pemimpin harus

aktif dan mengikutsertakan anggota/ organisasinya untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan.

Jadi dari kelima fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin harus

berusaha untuk mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir serta

memberikan kesempatan kepada pegawainya untuk mengeluarkan pendapat.

Pemimpin harus mampu menghargai gagasan, saran, dan kritik anggotanya sebagai

wujud dari partisipasinya, pemimpin harus mampu membina anggotanya agar tumbuh

menjadi orang yang mampu menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dengan tidak

terlalu ketergantungan kepada pemimpin atau sesama kerja tim serta

bertanggungjawab terhadap tugas yang diembannya.

1.5.1.3. Tipe Kepemimpinan a. Tipe Otokratik

Kepemimpinan otokratik dideskripsikan sebagai pemimpin yang cenderung

memusatkan kekuasaan kepada dirinya sendiri, membuat keputusan secara sepihak,

dan meminimalisasikan partisipasi karyawan. Seorang pemimpin yang otokratik

adalah sesorang yang sangat egois, otoriter dengan menunjukkan sikap yang

menonjolkan “keangkuhan”, antara lain dalam bentuk :

1. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain

dalam organisasi, seperti mesin, dengan demikian kurang menghargai harkat

dan martabat mereka.

2. Pengabdian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

(10)

b. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang

bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu cirri utama

masyarakat tradisional adalah rasa hormat yang tinggi yang ditunjukkan oleh para

anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin

seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.

c. Tipe Kharismatik

Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada tentang criteria

kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristi yang khas yaitu daya

tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang

jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang

kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para

pengikut tersebut tidak terlalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang

tersebut dikagumi.

d. Tipe Laissez Faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan

lancer dengan sendirinya, karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang

yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi,

sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikm oleh masing-masing

anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

e. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang

pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang

kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi,

dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan didi sendiri

(Rivai, 2006 : 61). Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya

selaku coordinator dan integrator dari berbagai unsure dan komponen organisasi.

Ciri-cirinya :

(11)

2. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung

harkat dan martabat manusia.

3. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

f. Tipe Instruktif

Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi

peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, dimana, bagaimana

sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan

semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para

bawahan. Pelaksanan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin. Ciri-cirinya :

1. Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan.

2. Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan.

3. Pemimpin memberikan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan

bagaiamana bawahan melaksanakan tugasnya.

4. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata

dilakukan oleh pemimpin.

5. Pemecahn masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin,

dan pelaksaannya diawasi secara ketat oleh pemimpinnya.

1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan cirri yang digunakan pimpinan

untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula

dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai

dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.

Pendekatan perilaku, gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari

tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh

bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari

falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya

kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang

keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya gaya

(12)

keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia

mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.

Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe

kepemimpinan. Gaya kepemimpinan mempunyai tiga pola dasar yaitu yang

mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan

yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Ketiga pola tersebut tidak terpisah satu

sama lain, saling mendukung, namun kecenderungan atau titik beratnya berbeda.

Sehingga kombinasi dari ketiga pola dasar tersebut akan menghasilkan tipe utama,

yaitu :

1) Kepemimpinan otokratis menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam

mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah

yang paling diuntungkan dalam organisasi.

2) Kepemimpinan yang demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang

pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang

kooperatif. Di bawah kepemimpina demokratis bawahan cenderung

bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat

mengarahkan diri sendiri.

3) Kepemimpinan kendali bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan,

struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama

pimpinan adalah menyelenggarakan materi pendukung dan berpartisipasi

jika diminta bawahan.

Perlu diketahui bahwa gaya kepemimpinan otokratis dapat menjurus kepada

dictator. Sejarah menunjukkan bahwa Hitler dan Mussolini tampil menuruti kehendak

hatinya saja (impulsive), dan bersifat emosional, perasa, mudah tersinggung dan

akhirnya dapat menjurus kepada tindakan kejam dan sadis.

Pada tahun 1930-an ada yang berpendapat bahwa gaya kepemimpinan

sebagai suatu rangkaian kesatuan yang didasarkan pada derajat pembagian kekuasaan

dan pengaruh antara pimpinan dan bawahan. Dalam rangkaian tersebut dapat

diidentifikasikan empat gaya kepemimpinan dasar yaitu mengatakan, menjual,

(13)

gaya kepemimpinan demokratis bukannlah pendekatan kepemimpinan yang terbaik

dalam semua situasi, mereka lebih menyarankan penggunaan semua gaya, mulai dari

mengatakan sampai bergabung.

Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan

tertentu, maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsure yaitu

diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh.

Pada tahun 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang dinamakan “pola

manajerial”. Kepemimpinan dipengaruhi oleh dua perhatian manajerial yang

mendasar yaitu perhatian yang terhadap produksi/tugas dan perhatian terhadap

manusia. Menurut teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu :

1) Gaya manajemen tugas, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap

produksi, tetapi rendah terhadap manusia.

2) Gaya manjemen country club, pemimpin memperlihatkan perhatian yang

tinggi terhadap manusia, tetapi perhatian rendah terhadap produksi.

3) Gaya manajemen miskin, pemimpin tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik

terhadap produksi maupun manusia.

4) Gaya manajemen tim, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi, baik terhadap

produksi maupun manusia. Menurut teori ini gaya manajemen tim, yang

pada dasarnya sama dengan gaya demokratis merupakan gaya

kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala situasi.

Sementara itu menurut Contingecy Theory Leadership menyatakan bahwa

ada kaitan antara gaya kepemimpinan dengan situasi tertentu yang dipersyaratkan.

Menurut teori ini seorang pemimpin akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai

dengan situasi yang terjadi. Pendekatan ini menyarankan bahwa diperlukan dua

perangkat perilaku untuk kepemimpinan yang efektif yaitu perilaku tugas dan

perilaku hubungan. Dengan kedua perangkat ini maka kemungkinan akan melahirkan

empat gaya kepemimpinan yaitu :

1) Mengarahkan, gaya kepemimpinan ini perilaku tugas tinggi, perilaku

hubungan rendah.

(14)

3) Ikut serta, perilaku tugas rendah sedangkan perilaku hubungan tinggi.

4) Mendelegasikan, baik perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama

rendah.

Sedangkan pakar manajemen modern berpendapat bahwa gaya

kepemimpinan yang tepat adalah suatu gaya yang dapat menyatukan tiga variable

situasional, yaitu hubungan pimpinan dan anggota, struktur tugas, serta posisi

kekuasaan, sehingga dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang terbaik adalah

jika posisi kekuasaan itu moderat.

Path-Goal Model sepaham dengan pendapat diatas, bahwa suksesnya

seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya dalam menyesuaikan gaya

kepemimpinannya dengan lingkungan dan karakteristik individual bawahannya.

Sedangkan pengembangan baru teori ini yang dapat dikatakan sebagai kalangan

moderat, menggambarkan bahwa ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu :

1) Mengarahkan, gaya ini sama dengan gaya otokratis. Jadi bawahan

mengetahui secara persis apa yang diharapkan dari mereka.

2) Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan.

3) Berpartisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan.

4) Berorientasi pada tugas, pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang

menantang untuk bawahannya.

Meskipun demikian diakui bahwa dalam manajemen modern, gaya

kepemimpinan yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan

yang partisipatif atau fasilitatif, serta involvement-oriented style yang terpusat pada

komitmen dan keterlibatan pegawai.

Akhirnya, gaya kepemimpinan dibagi dalam dua dimensi yaitu dimensi

tugas dan dimensi manusia. Dimensi tugas disebut “mengarahkan”, berorientasi pada

produk dan berujung pada gaya kepemimpinan otokratis, sedangkan dimensi

“manusia”, berhubungan dengan istilah “mendukung” berorientasi pada bawahan dan

(15)

1.5.2. Camat

1.5.2.1. Pengertian Camat

Pengertian Camat sesuai UU No.32 Tahun 2004, kecamatan merupakan

perangkat daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang

Camat yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melaui Sekretaris

Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pembanguan dan pembinaan kemasyarakatan dalam wilayah

kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk

dalam tugas perangkat daerah atau instansi lainnya. Berdasarkan pasal 126

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tetntang Pemerintahan Daerah memuat bahwa :

1. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/ kota dengan peraturan daerah

yang berpedoman kepada peraturan pemerintah.

2. Kecamatn dipimpin oleh Camat yang tugasnya memperoleh pelimpahan

sebagai wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagai urusan

otonomi daerah.

3. Camat juga menyelenggarakan pekerjaan umum pemerintahan yang

meliputi :

a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.

b. Mengkoordinasikan upaya menyelenggarakan ketentraman dan

ketertiban umum.

c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan

perundang-undangan.

d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

umum.

e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat

kecamatan.

(16)

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup

tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa

atau kelurahan.

4. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah

kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan

teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

5. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan

dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah

kabupaten/kota.

6. Perangkat kecamatan bertanggungjawab kepada Camat.

7. Pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan peraturan Bupati, Walikota

dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

1.5.2.2. Tugas dan Fungsi Camat

Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, tugas dan fungsi Camat adalah

sebagai berikut :

a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.

b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban umum.

c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan

perundang-undangan.

d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan

umum.

e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat

kecamatan.

(17)

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup

tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa

atau kelurahan.

1.5.3. Etika Kerja Pegawai

1.5.3.1. Pengertian Etika Kerja Pegawai

Etika kerja merupakan gabungan dari dua kata yaitu etika dan kerja.

Disamping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin, norma berarti

penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris norma berarti aturan atau kaidah.

Secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani dari kata “ethos” yang

berarti kebiasaan atau watak. Dari kedua asal kata tersebut antara etika dan norma

dapat kita simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan perilaku manusia, norma

digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga

untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.

Etika kerja dapat diartikan sebagai suatu perilaku seseorang sehubungan

dengan pekerjaannya. Keraf (2002:2) menyatakan bahwa “Etika berkaitan dengan

kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau

masyarakat”. Sedangkan Sinungan (2003:135) menyatakan bahwa “Etika adalah

sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang di dalam membina hubungan

yang serasi, selaras dan seimbang baik di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan

kelompok lain”.

Sedangkan Syafiie (1994:1) menyatakan bahwa “Etika artinya sama dengan

kata Indonesia “kesusilaan” yang terdiri dari bahasa sangsekerta “su” berarti baik dan

sila” berarti norma kehidupan. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti

norma-norma yang baik”.

Menurut Davis (Taufiq, 1994:155), ‘Etika kerja berarti sikap individu atau

kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerjasama dengan orang

lain yang secara maksimal sesuai dengan kepentingan yang paling baik bagi

(18)

sebagai terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam

proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja”.

Menurut (Tasmara,2000 : 14), Etika kerja merupakan sikap, pandangan,

kebiasaan, ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu

golongan atau suatu bangsa.

Menurut Mahmoedin (1994 : 57-58) Etika kerja pegawai memiliki :

1. Kebebasan

Pekerja diharapkan memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya, dalam

batas-batas yang ditentukan oleh kode etiknya.

2. Tanggung Jawab

a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya.

Pekerja diharapkan bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata,

dengan hasil yang sangat baik. Dalam hal ini ia benar-benar yakin, bahwa

karya/prestasi/hasil kerjanya minimal sesuai dengan standar.

b. Terhadap kehidupan orang lain atau masyarakat.

Pekerja diharapkan bertanggung jawab atas dampak tugasnya terhadap

perusahaannya, serikat kerja, sanak keluarganya, masyarakat luas, generasi

yang akan datang. Dalam hal ini yakin bahwa prestasinya sama sekali tidak

memberikan dampak negatif kepada kepada pihak lain.

3. Kejujuran

Jujur adalah sikap setia pada profesinya, mengakui kelemahan yang harus

diperbaiki dan mengembangkan diri untuk mencapai kesempurnaan profesinya.

Hal ini diyakini, karena ketidak jujurannya dalam mengakui kelemahannya, akan

(19)

4. Keadilan

Pekerja tidak boleh melanggar hak pihak lain (orang, masyarakat, lembaga,

organisasi atau negara), dan menghargai pihak lain. Hak pihak lain merupakan

kewajiban bagi dirinya.

Setelah memahami beberapa pengertian etika, kerja dan etika kerja di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa etika kerja adalah bagaimana pegawai harus

bertindak atau bagaimana perilaku pegawai yang seharusnya baik secara individu

maupun secara kelompok dalam kerjasama melakukan sesuatu didalam pelaksanaan

tugasnya. Etika kerja disini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai

norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku pegawai dalam berhubungan dengan

pekerjaannya.

Etika yang baik akan tercapai bilamana pegawai dan pimpinan mempunyai

peranan masing-masing di dalam organisasi dan mereka secara bersama-sama

mempunyai satu tujuan yang ingin diwujudkan dalam bentuk suatu kerjasama.

Efektivitas kepemimpinan dituntut adanya kemahiran dalam membaca

situasi, sehingga dapat berpikir dan bertindak sedemikian rupa dengan melalui

perilaku yang positif dalam memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan

organisasi.

Perlu diketahui etika kerja pegawai tidak bersifat statis tetapi akan berubah

menurut keadaan lingkungan organisasi, dan etika kerja pegawai ini akan tetap baik

apabila pegawai merasa terpuaskan. Dalam hal ini pimpinan harus memperhatikan

kepuasan-kepuasan pegawai dalam bentuk materi dan non materi. Kepuasan dalam

bentuk non materi ini berupa rangsangan, pertumbuhan pribadi, martabat dan

sebagainya. Kecenderungan ini tidak pasti atau tidak universal, tetapi amat urgen

dalam mengantisipasi masa depan hubungan manajemen dengan para pegawai.

Di dalam lingkungan organisasi pemerintahan, dalam usaha peningkatan

etika kerja pegawai perlu diperhatikan kepuasan baik materi maupun non materi.

Dalam bentuk kepuasan materi, pegawai sudah mendapatkan hak mereka sesuai

dengan ketentuan sistem penggajian pegawai, karena itu perlu diperhatikan lebih

lanjut tentang kepuasan non materi yang berupa penghargaan, kesempatan untuk

(20)

mereka pegawai adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan dan kebutuhan

yang harus diperlakukan secara manusiawi.

Secara garis besar pemeliharaan etika kerja yang baik merupakan tanggung

jawab pimpinan yang bersifat konstan. Kemampuan pimpinan dan profesionalisme

akan jauh berkembang apabila etika kerja tetap dipertahankan pada suatu tingkat yang

prima. Oleh karena itu amatlah penting untuk secara kontinu menganalisis kekuatan

yang mempengaruhi etika kerja dan mengambil langkah-langkah yang efektif

sebelum terjadinya dekadensi etika kerja pegawai.

1.5.3.2. Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai

Erat berkaitan dengan etika kerja kepemimpinan ialah etiket yang harus

ditetapkan oleh pemimpin. Etiket ialah ”unggah – unggah” atau aturan – aturan

konvensional mengenai tingkah laku individu dalam masyarakat beradab merupakan

tata cara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai

dengan status sosial masing – masing individu.

Etiket pemimpin itu sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendidikan dan

silvilisasi pribadi pemimpin. Juga dipengaruhi oleh tinggi - rendahnya tingkat

kebudayaan sebagai konteks – sosial yang mewadahi pribadi pemimpin. Khususnya

mutlak pemimpin itu perlu mengenal dan menerapkan etiket terhadap anggota

kelompoknya guna menjamin relasi saling hormat – menghormati dan saling

menghargai.

Maka dari unggah – unggah atau etiket yang ditampakkan seseorang lewat

perbuatan dan caranya dia menghormati sesama manusia , khususnya menghormati

orang – orang yang lebih tua, para wanita dan anak – anak , akan dapat nilai tinggi –

rendahnya akhlak seseorang di tengah kehidupan bersama. (Kartini, 1992:100-101).

Etika kerja pemimpin ialah pembahasan mengenai kewajiban kewajiban

pemimpin, tingkah laku pemimpin yang baik , dan dapat dibedakan dari tingkah laku

yang buruk serta moral pemimpin.

(21)

kebahagiaan – kesejahteraan – keadilan bagi masyarakat luas.Sikap moral pemimpin

adalah sikap yang bertanggung jawab moral, berdasarkan otonomi , yang menuntut

agar dia selalu bersikap kritis dan realistis.

Dengan demikian jelaslah terlihat terdapat hubungan antara Kepemimpinan

Camat dengan Etika Kerja Pegawai dimana Etika kerja kepemimpinan itu

mengandung kriteria sebagai berikut:

1. Pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kelebihan dalam pergaulan ,

keterampilan sosial , kemahiran teknis , serta pengalaman ,

2. Sehingga dia kompeten melakukan kewajiban dan tugas – tugas kepemimpinanya ,

disamping

3. Mampu bersikap susila dan dewasa . Sehingga dia selalu bertanggung jawab secara

etis / susila , mampu membedakan hal – hal yang baik dari yang buruk, dan memiliki

tanggung jawab sosial yang tinggi. (Kartini, 1992:97-98).

1.6. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2005 :70) menyebutkan, Hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena

jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Dengan

kata lain hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, bukan jawaban empirik.

Berdasarkan pada perumusan masalah dan kerangka teori yang telah

dipaparkn di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ”terdapat hubungan

yang positif dan signifikan antara kepemimpinan Camat dengan etika kerja pegawai”.

1.7. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (2005:33) konsep adalah istilah atau defenisi yang

digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau

individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk

memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel

(22)

yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang

akan dipergunakan yaitu :

1. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi,

memberikan wewenang dan mengarahkan para pegawainya untuk

bekerja keras, memiliki semangat yang tinggi, memotivasi, dan

memelihara kerja sama (komunikasi yang baik) guna mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Etika Kerja

Etika kerja adalah terciptanya hubungan yang selaras, serasi, seimbang

antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan

produktivitas kerja.

1.8. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat

diketahui indikator-indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa ke dalam

variabel-variabel tersebut. (Singarimbun, 1989 : 46)

1. Variabel bebas (x) Kepemimpinan dengan indikator :

a. Pengarahan

Pemimpin memberikan pengarahan yang jelas dan dapat dimengerti oleh

pegawai dalam melakukan pekerjaan.

b. Komunikasi

Komunikasi sebagai cara yang dilakukan dalam proses pekerjaan sehingga

(23)

Memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan

keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaannya.

d. Motivasi

Memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan kepada bawahan

dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Variabel terikat (y) Etika Kerja Pegawai dengan indikator :

a. Tanggung jawab

Setiap penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab

terhadap profesi, yang terdiri dari:

• .Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsinya.

• .Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan dari

pelaksana profesi tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi,

organisasinya /perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta

keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat

dan berguna bagi dirinya atau pihak lainnya.

b. Kebebasan

Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa

merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan

bertanggungjawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan

oleh kode etik sebagai standar perilaku professional.

c. Kejujuran

Jujur dan setia serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya,

mengakui kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya

terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang

keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.

d. Keadilan

Dalam menjalankan profesinya, setiap profesional memiliki kewajiban dan

(24)

milik orang lain, lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik

bangsa dan negara.

1.9. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belkang penelitian, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional,

dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,

metode pengumpulan data, teknik pengumpulan skor dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum mengenai lokasi (objek) penelitian berupa

sejarah singkat, visi, dan misi serta struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan penyajian data-data yang diperoleh dari lapangan atau

berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melakukan

(25)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diberikan oleh penulis

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini Tes merupakan alat ukur yang diberikan kepada sampel untuk mendapatkan jawaban yang diharapkan baik perbuatan atau tindakan. Ditinjau dari sasaran

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi kecepatan aliran masuk, maka watercut pada underflow yang dihasilkan akan semakin rendah pada nilai split- ratio yang

Partaganing Pada Musik Organ Tunggal Batak Toba: Studi Kasus Lamsa Sihombing dari Desa Bahal Batu I Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.. Medan :

peranan guru sebagai pendidik dalam pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan linguistik melalui bermain peran, guru mengajarkan anak bahasa yang sopan, jelas dan

3 Pada tahun 2016 dan 2017 telah mengikuti latihan level I dan II kemudian metode Tamyiz di Al-Azhar Asy-Syarif dari hasil wawancara menunjukkan bahwa

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar remaja putri mempunyai pengetahuan tidak baik tentang pre menstrual syndrome sebanyak 15 orang (50%), sedangkan yang

Disebabkan hak kekayaan intelektual merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspersikan dalam berbagai bentuk

It can be concluded that each of feedstuff with its characteristic can be used for complete feed by mixing them with consideration of their in sacco