• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

v

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugrah-Nya yang tak terkira sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabat, sebagai suri tauladan yang mencontohkan kesempurnaan islam sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai aspek.

Penulis menyedari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan dengan melibatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Achmad Zaki, Sp.OT M.Epid selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr.Mukhtar Ikhsan, Sp.P (K) MARS sebagai dosesn pembimbing I dan dr.Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dan memberikan banyak waktunya dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian di angkatan 2012. 5. dr. Riva Auda, Sp.A selaku dosen pembimbing akademik yang

memberikan masukan dan saran terbaik dalam akademik.

6. dr. Tutik selaku penanggung jawab pengelolaan program TB Nasional di Puskesmas Ciputat yang sangat membantu dalam pengambilan data di Puskesmas Ciputat.

(6)

vi

8. Keluarga dan adik-adik penulis Muhammad Dzakwan Falih, Zakiah Afifah dan Nur Alimah yang selalu memberikan keceriaan di saat berkumpul bersama dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

9. Teman-teman seperjuangan kelompok riset Nurprima Arum Mawani, Siti Fadhilah dan M.Abdel Al-Anweiri yang menjadi teman diskusi dan saling memotivasi untuk menyelesaikan penelitian.

10. Miftahul Jannah Salwah Ummah, Kak Niken Kusuma Wardani, Kak Nadhia Elsa, sahabat berbincang yang menyenangkan, yang selalu mengingatkan dan mendukung dalam do’a dan kebaikan.

11. Teman-teman PSPD 2012 yang luar biasa dan telah mendukung penyelesaian tugas penelitian ini.

12. Adik-adik kelas yang selalu memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan tugas ini. Terimakasih untuk Zahara Irwan, Raissa, Nadia, Putri Rahma Ajizah, Zaima Dzatul Ilma, Safitri Nenik Agustin dan Nurul Fatimah

Akhir kata, semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi penelitian yang lebih baik. Semoga semangat dan keinginan untuk terus meneliti juga dapat dilanjutkan sehingga bisa memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 13 Oktober 2015

(7)

vii

Mahdiah Maimunah. Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015.

Latar Belakang: Tuberkulosis masih menjadi penyakit dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat salah satu unsur dari program DOTS yang dikeluarkan WHO. Unsur tersebut adalah pengawasan saat minum obat oleh pengawas menelan obat (PMO). Keberadaan PMO diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan keteraturan. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan keberadaan pengawas menelan obat (PMO) dengan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015. Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional dan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling. Selanjutnya dilakukan analisis dengan uji Chi Square dan uji Fisher sebagai uji alternatif. Hasil: Hasil dari uji fisher adalah p= 0,211 yang menunjukkan tidak adanya kemaknaan.Kesimpulan:Tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

Kata kunci:TB paru, pengawas menelan obat, keteraturan berobat

Mahdiah Maimunah. The Relation between existance Tuberculosis Treament Supporter with Regularity Treatment in New Cases Pulmonary Tuberculosis Patient at Ciputat Primary Health Care 2015.

Background: Tuberculosis remains a disease with the highest prevalence in Indonesia. To solve this problem, there is one element of the DOTS program that is released by WHO. The element is supervision while medication by a tuberculosis treatment supporter . The existence of the tuberculosis treatment supporter is expected to be a solution to increase the treatment. Aim: To know the relation between existence tuberculosis treatment supporter with regularity treatmet in new cases pulmonary tuberculosis patient at Ciputat Primary Health Care in 2015. Method: This study design using cross sectional and the sampling technique with purposive sampling . Then, researcher analyzed data with Chi square test and Fisher's exact test as an alternative test. Result: The results of Fisher’s test showed that no significance (p=0,211). Conclusion: There is no significant association between the presence of tuberculosis treatment supporter and the regularity of treatment of new cases of pulmonary TB patients in the Ciputat Primary Health Care in 2015.

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...x

DATAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Rumusan Masalah ...3

1.3. Hipotesis...3

1.4.Tujuan Penelitian ...3

1.4.1. Tujuan Umum ...3

1.4.1. Tujuan Khusus ...3

1.5. Manfaat Penelitian ...3

1.5.1. Bagi Peneliti ...3

1.5.2. Bagi Universitas ...3

1.5.3. Bagi Institusi...4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1.Tuberkulosis...5

2.1.1. Definisi ...5

2.1.2. Etiopatogenesis ...5

2.1.3. Tanda dan Gejala ...6

2.1.4. Klasifikasi ...6

2.1.5. Diagnosis ...8

2.1.6. Pengobatan...9

2.1.7. Hasil Pengobatan dan Pemantauan...10

2.2.Directly Observed Treatment Strategy(DOTS) ...11

2.3. Pengawas Menelan Obat (PMO) ...12

2.4. Keteraturan Berobat ...12

2.5. Kerangka Teori...15

2.6. Kerangka Konsep ...16

2.7. Definisi Operasional...17

BAB III : METODE PENELITIAN ...18

(9)

ix

3.3.2. Sampel ...18

3.4. Kriteria Inklusi ...19

3.5. Kriteria Eksklusi...20

3.6. Teknik Sampling ...20

3.6. Cara Kerja Penelitian ...21

3.7. Manajemen Data ...22

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ...24

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...24

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...25

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ...26

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...27

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...28

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO ...29

4.7. Perilaku Keteraturan Responden...31

4.7.1.Perilaku Keteraturan Minum Obat Responden ...31

4.7.2. Perilaku Keteraturan Pengambilan Obat ...32

4.8. Hubungan Keberadaan PMO dengan Keteraturan Berobat ...33

4.9. Kelemahan Penelitian...35

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...36

5.1. Kesimpulan ...36

5.2. Saran ...36

DAFTAR PUSTAKA ...37

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Golongan dan Jenis Obat ...10

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...24

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...25

[image:10.595.132.505.180.535.2]

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ...26

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...27

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...28

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO ...29

(11)
[image:11.595.117.509.114.546.2]

xi

Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ...24

Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...25

Grafik 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan...26

Grafik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ...27

Grafik 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ...28

Grafik 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO ...29

Grafik 4.6.1. Alasan Responden Tidak Memiliki PMO ...30

Grafik 4.6.2. Fungsi Pengawasan PMO Saat Menelan Obat ...31

Grafik 4.7. Perilaku Keteraturan Responden ...32

Grafik 4.7.1. Perilaku Keteraturan Minum Obat...32

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

xiii PMO : Pengawas Menelan Obat

TB : Tuberkulosis

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. BerdasarkanGlobal Report WHO tahun 2014 TB adalah penyebab kedua kematian karena infeksi setelah HIV. Diperkirakan terdapat 9 juta kasus baru TB pada tahun 2013 dan diperkirakan 1,5 juta pasien TB meninggal dunia, termasuk 1,1 juta di dalamnya yang mengalami ko-infeksi TB.1

Indonesia masuk dalam lingkup lima negara terbanyak penderita TB.1 Provinsi Banten merupakan salah satu dari 5 provinsi di Indonesia, dengan angka tertinggi kejadian TB di samping Jawa Barat, Papua Barat, DKI Jakarta, Gorontalo, dan Papua.2

Pasien TB bisa mengalami kegagalan pengobatan, kekambuhan atau menjadi resisten terhadap terapi karena menjalani pengobatan yang tidak teratur. Lamanya masa pengobatan menjadi salah satu hal yang menyebabkan pasien tidak teratur menjalani pengobatan.3

Pendidikan dan pengetahuan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien TB dalam menyelesaikan pengobatan.4 Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh pekerjaan dan efek samping obat.5

Beberapa studi menyebutkan pasien seringkali menghentikan pengobatan karena merasa lebih baik, menganggap dirinya sudah sembuh atau gejalanya berkurang. Sebagiannya lagi menghentikan pengobatan karena merasa kondisinya semakin buruk atau tidak ada perbaikan setelah pengobatan.27

(15)

DOTS (Directly Observe Treatment Short-Course) merupakan program yang mengawasi langsung pasien TB dalam jangka pendek untuk melakukan terapi hingga selesai. Pengawasan dalam hal ini adalah Pengawas Menelan Obat (PMO).3 Program DOTS menurut World Bank merupakan bentuk yang efektif secara ekonomi sebagai bentuk intervensi terhadap pengendalian penyakit TB.20

Sebuah studi deskriptif spasial yang menggambarkan sebaran angka kejadian TB di daerah Tangerang Selatan selama 5 tahun yaitu tahun 2009-2013 oleh menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan kasus baru TB. Sementara itu kasus default terus mengalami peningkatan di tahun 2009-2012.28

Dalam sebuah studi yang dilakukan di Distrik Rawalpindi Pakistan menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pasien yang memiliki PMO terhadap suksesnya pengobatan TB. Dari 404 responden dengan PMO, 85,1 % (384 responden) berhasil menyelesaikan pengobatan.18

Di Indonesia, terdapat penelitian serupa yang dilakukan di RS Moewardi Surakarta yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara kinerja PMO dan keteraturan berobat pasien TB paru.6

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan keberadaan pengawas minum obat dengan keteraturan berobat pada pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

(16)

3

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara keberadaan PMO dengan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015?

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara keberadaan PMO dengan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan keberadaan PMO dengan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

1.4.2. Tujuan Khusus

Mengetahui fakor-faktor yang mempengaruhi keteraturan berobat pasien.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

Penelitan ini memberkan manfaat bagi peneliti berupa pengalaman dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian yang baik. Peneliti juga mendapatkan pengetahuan megenai hubungan keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru.

1.5.2. Bagi Universitas

(17)

1.5.3. Bagi Institusi Penelitian

(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.8Menurut WHO, tuberkulosis paru merupakan penyakit tuberkulosis yang mengenai parenkim paru, termasuk yang melibatkan trakea. Jika yang terlibat merupakan organ selainnya meskipun terletak di rongga dada digolongkan sebagai tuberkulosis ekstra paru. Penggolongan penyakit tuberkulosis menjadi tuberkulosis paru dan ekstra paru penting untuk mengetahui apakah pengobatan sudah dilakukan pada pasien tuberkulosis paru karena sifatnya yang sangat infeksius dan mudah menyebar pada komunitas.9

2.1.2. Etiopatogenesis

Penyebab dari penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis hominis. Jenis lainnya adalah Mycobacterium bovis yang ditemukan pada susu sapi perah yang tercemar atau susu yang tidak dipasteurisasi. Kejadian oleh Mycobacterium tuberculosis bovis sudah mulai jarang. Penyebaran bakteri terjadi secara inhalasi melalui droplet pasien tuberkulosis kepada calon penderita. Misalnya saat bersin dan batuk. Bakteri tuberkulosis bersifat aerob obligat, sehingga akan terhambat pertumbuhannya pada lingkungan anaerob.8

(19)

setelah berhasil melewati pertahanan di saluran napas atas. Di dalam paru sebagian besar bakteri akan menetap di lapangan atas paru yang berdekatan dengan pleura karena memiliki udara yang baik.10 Mekanisme terjadinya TB merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4.

2.1.3. Tanda dan Gejala

TB mempunyai gejala klasik yaitu batuk kronik, disertai dahak, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, demam, keringat malam dan batuk berdarah.11

2.1.4. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi12:

• Tuberkulosis paru. Penyakit tuberkulosis yang terjadi di paru, tidak termasuk selaput paru.

• Tuberkulosis ekstra paru. Terjadi di luar jaringan paru, misalnya pleura, kulit, tulang dan sebagainya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak12:

• BTA + . Termasuk kategori positif apabila pasien memiliki salah satu dari kriteria berikut:

 BTA + pada 2 dari 3 spesimen

 BTA + pada satu spesimen disertai gambaran TB aktif pada pemeriksaan radiologi

 BTA + pada satu spesimen disertai biakan kultur positif • BTA negatif (-).

[image:19.612.127.527.96.662.2]

• BTA – pada tiga specimen yang diperiksa meskipun gejala klinik dan gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif.

(20)

7

Berdasarkan tipe penderita12:

• Kasus baru. Penderita belum pernah mendapat OAT atau bila sudah mendapatkan pengobatan, pemakaiannya kurang 30 hari.

• Kasus kambuh (relaps). Penderita sudah tuntas pengobatan OAT. Kembali lagi dengan diagnosis TB paru BTA positif dan mendapatkan pengobatan.

• Kasus pindahan (transfer). Penderita sudah berobat di kabupaten sebelumnya kemudian pindah, sehingga harus membawa surat rujukan.

• Kasus lalai berobat. Penderita sudah pernah menggunakan obat minimal satu bulan kemudian berhenti dua minggu atau lebih dan kemudian datang kembali untuk berobat.

• Kasus gagal pengobatan. Penderita BTA masih positif atau kembali positif pada bulan ke lima (satu bulan sebelum pengobatan berakhir). Termasuk dalam kriteria gagal pengobatan jika sebelumnya penderita BTA negatif dan hasil gambaran radiologi positif, kemudian BTA menjadi positif dan atau disertai pemeriksaan radiologik yang memberikan gambaran perburukan.

• Kasus kronik. Penderita setelah menyelesaikan pengobatan kategori dua masih menunjukkan hasil BTA yang positif.

(21)

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis pada pasien terdiri dari gejala klinis respiratorik dan gejala klinis sistemik. Gejala klinik respiratorik terdiri dari batuk kronik lebih dari dua minggu, berdahak, batuk berdarah, sesak dan nyeri dada. Adapun gejala klinik yang sifatnya sistemik yaitu anoreksia (tidak nafsu makan), demam, keringat malam, malaise dan berat badan menurun.12

Saat dilakukan pemeriksaan fisik, hasil yang ditemui berupa suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.12

Diagnosis pasien dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskopik berupa pemeriksaan BTA, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan mikrobiologik pewarnaan BTA merupakan baku standar penegakan diagnosis TB paru.13 Pada pemeriksaan mikroskopik, dilakukan pemeriksaan dari specimen pasien selama tiga hari berturut-turut. Jika ditemukan minimal 2 dari 3 spesimen pemeriksaan positif berdasarkan interpretasi Bronkhorst atau IUATLD, maka pasien dinyatakan TB dengan BTA positif. Pasien juga dapat dapat didiagnosis BTA positif jika setelah pemeriksaan pertama hanya 1 spesimen negatif kemudian pada pemeriksaan kedua kalinya minimal 2 dari 3 specimen ditemukan positif.12

(22)

9

pleura. Pada lesi yang nonaktif, cendrung terlihat gambaran fibrotik, terutama bagian apeks dan atau posterior lobus superior.12

Pemeriksaan penunjang dengan PCR(polymerase chain reaction),uji serologi, BACTEC, pemeriksaan cairan pleura, histopatologi jaringan, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan tuberkulin juga dapat membantu untuk diagnosis penyakit tuberculosis.12

Uji tuberkulin dapat dilakukan untuk deteksi infeksi tuberkulosis di daerah yang memiliki prevalensi rendah.12 Uji tuberkulin ditemukan oleh Robert Koch dengan mengambil konsentrat steril dari biakan cair yang sudah mati. Uji ini untuk mengetahui apakah seseorang memiliki kekebalan terhadap bakteri TB dengan prinsip delayed-hypersensitivity atau hipersensitivitas tipe IV. Teknik penyuntikan dilakukan secara intradermal.14Hasilujiakan postif bila ditemukan edema atau infiltrat lokal pada lokasi bekas suntikan setelah 48-72 jam pasca penyuntikan. Diagnosis ini cukup efektif dilakukan pada penderita yang terinfeksi laten di negara dengan pendapatan yang rendah karena harganya yang tidak terlalu mahal.15

2.1.6. Pengobatan

Pasien tuberkulosis diberikan regimen terapi berupa obat anti tuberkulosis (OAT). Tujuan terapi dengan OAT menurut WHO adalah meningkatkan kualitas hidup pasien, mencegah relaps, mencegah kematian, dan mencegah perkembangan resisten obat. Manfaat lainnya tidak hanya bermanfaat bagi pasien sendiri, namun juga bermanfaat untuk orang-orang yang berada di sekitar pasien karena OAT bisa mengurangi transmisi tuberculosis.17

(23)
[image:23.612.139.510.160.470.2]

resistensi obat dan dapat mengurangi transmisi setelah pemakaian dua minggu berturut-turut. Fase lanjutan untuk membunuh kuman persisten agar tidak kambuh.16

Tabel 2.1. Golongan dan Jenis Obat

Golongan dan Jenis Obat Obat Golongan-1 Obat Lini Pertama Isoniazid (H) Ethambutol (E) Pyrazinamide (Z) Rimapicin (R) Streptomycin (S) Golongan-2/ Obat

Suntik/ Obat Lini kedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am) Capreomycin (Cm) Golongan-3/ Golongan Floroquinolone Ofloxacin (Ofx) Lefofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx) Golongan-4/ Obat bakteriostatik lini kedua Ethionamide (Eto) Prothionamide (Pto) Cycloserine (Cs)

Para amino salisilat (PAS)

Terizidone (Trd) Golongan-5/ Obat

yang belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh WHO Clofazimine (Cls) Linezolid (Lzd) Amoxilin-Clavulanat (Amx-Clv) Thioacitazone (Thz) Imipenem (Ipm)

Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011

Pengobatan kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3 kepada pasien dengan kriteria pasien baru TB paru BTA positif, pasien baru BTA negatif foto toraks positif dan pasien TB ekstraparu. Pasien yang sudah berobat sebelumnya kemudian mengalami kekambuhan, gagal pengobatan atau putus obat diberikan pengobatan kategori 2 yaitu 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.16

2.1.7. Hasil Pengobatan dan Pemantauan

Hasil pengobatan pasien bervariasi yaitu16:

(24)

11

• Pasien dengan pengobatan lengkap. Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan satu pemeriksaan sebelumnya.

• Pasien meninggal.Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan oleh sebab apa pun.

• Pasien putus berobat (default). Pasien yang tidak berobat 2 bulan atau lebih berturut-turut sebelum masa pengobatannya selesai.

• Pasien gagal.Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

• Pasien pindah (transfer). Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

• Pasien dengan keberhasilan pengobatan. Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA + atau biakan positif.

2.2. Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS)

Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) merupakan strategi pengendalian TB yang dikeluarkan oleh WHO sejak tahun 1995. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu:

• Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan • Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya

• Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien • Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif

(25)

2.3. Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengawas menelan obat adalah seseorang yang mengawasi pasien TB dalam menelan obat.20 Pengawas menelan obat adalah poin ketiga dari DOTS yaitu pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

Persyaratan menjadi seorang PMO adalah sebagai berikut16:

• Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati pasien

• Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien • Bersedia membantu pasien dengan sukarela

• Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

PMO memiliki beberapa tugas, yaitu16:

• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan

• Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

• Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan

• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2.4. Keteraturan Berobat

(26)

13

Keteraturan berobat pasien TB paru dipengaruhi oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor internal berasal dari pasien itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh obat yang diminum, strategi DOTS yang diterapkan pemerintah, dan faktor- faktor yang berasal dari pengawas menelan obat sebagai salah satu program DOTS.

Faktor internal yang dapat memberikan pengaruh terhadap keteraturan berobat pasien TB paru meliputi:

- pendidikan dan pengetahuan4 - penyuluhan32

Obat-obatan yang diminum oleh pasien TB paru dapat memberikan pengaruh terhadap keteraturan berobat pasien. Pengaruh obat terhadap keteraturan berobat pasien berupa waktu yang lama, terapi obat yang tidak efektif, terapi obat tidak aman, mengalami efek samping obat, interaksi obat.

(27)

DOTS telah diterapkan di Indonesia sejak 1995. Oleh karena itu keteraturan berobat pada pasien TB juga ditentukan oleh faktor DOTS yang terdiri dari lima komponen yang sudah dijalankan oleh pemerintah:

• Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan • Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya

• Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien • Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif

• Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.20

Keberhasilan DOTS yang diterapkan di suatu fasilitas layanan kesehatan dapat dinilai melalui sepuluh indikator, beberapa di antaranya adalah angka keberhasilan pengobatan dan angka konversi pasien TB. Angka keberhasilan pengobatan yang diharapkan adalah sebesar 85% dan angka konversi sebesar 80%.30

Poin keempat dari DOTS yaitu pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien melalui peran PMO. Beberapa penelitian beberapa faktor dari PMO yang mempengaruhi keteraturan berobat dan keberhasilan pengobatan TB Paru yaitu:

- wawasan dan pengetahuan PMO29 - penyuluhan kepada PMO29

- kinerja PMO31

(28)

15

2.5. Kerangka Teori

Faktor PMO: -Pendidikan dan wawasan PMO -Penyuluhan -Kinerja Ketersediaan OAT Komitmen politis Pencatatan dan pelaporan Deteksi Kasus Strategi DOTS Pemerintah Faktor internal: -Pendidikan -Pengetahuan -Penyuluhan pasien -Efek samping OAT -Mutu obat -Efek perbaikan -Ketersediaan -Efektivitas -Interaksi obat

Pasien TB Paru

Penularan secara inhalasi

Orang dengan gejala TB

Hasil pemeriksaan positif

Pasien TB Paru kasus baru

Terapi OAT

Lama 6 bulan

Masa yang lama

Tujuan OAT tercapai Rentan putus obat

Pengawasan oleh PMO Kontrol dan pengambilan

OAT terjadwal

Keteraturan berobat

(29)

2.6. Kerangka Konsep

Pasien TB Paru

Strategi DOTS

Pengobatan dengan supervisi (PMO)

- Komitmen Politis - Deteksi Kasus - Ketersediaan

OAT

- Pencatatan dan pelaporan

Keteraturan pengobatan

(30)

17

2.7. Definisi Operasional

N o Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Pengukur an Hasil Pengukuran Skala Pengukura n 1 Keberad aan PMO Pasien memiliki seseorang yang mengawasi selama menjalani fase pengobatan OAT.20

(31)

18

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif kategorik tidak berpasangan dengan desain penelitiancross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan dari bulan Juni 2015 sampai bulan Oktober 2015. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Agustus hingga September 2015 di Puskesmas Ciputat.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien TB paru dengan BTA + yang terdaftar di Puskesmas Ciputat tahun 2015 dan telah berobat lebh dari 2 bulan..

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita yang dapat mewakili populasi dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi:25

:

1 α2 2P(1 P) + Z1 β P1(1 P1) + P2(1 P2) (P1 P2)

Keterangan:

n = Besar sampel

P = Rata-rata proporsi pada populasi P=1/2 (P1+P2)

(32)

19

P1 = Proporsi penderita yang memiliki PMO dan sembuh pada penelitian sebelumnya 60% (0.6)

P2 = Proporsi penderita yang memiliki PMO dan tidak sembuh pada penelitian sebelumnya 6.7% (0.67)

Z2 1-α/2=Derajat kemaknaan α pada ujidua sisi (two tail),α=5% (1.96)

Z1-β= Kekuatan uji 80%

Berdasarkan rumus di atas, maka sampel yang dibutuhkan adalah sebesar:

: 1.96 2x 0.3(1 0.3) + 0.84 0.6(1 0.6) + 0.06(1 0.06) (0.6 0.06)

n: 11

n: 11 X 2 = 22

n: 22 + (10% X 22) = 22 + 2,2 = 24,2≈ 25 sampel

Untuk menunjukkan pasien yang teratur dan tidak teratur, maka sampel dikalikan dua sehingga 11 X 2 = 22. Selanjutnya untuk mengantisipasi drop out atau missing dalam pengisian data maka dikalikan 10%. Sehingga totalnya berjumlah 25 sampel.

3.4. Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

• Pasien TB paru kasus baru dengan BTA (+) dengan lama pengobatan kategori 1 lebih dari 2 bulan

• Usia 19-75

(33)

3.5. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi meliputi:

• Data kuesioner yang tidak lengkap

3.6. Teknik Sampling

(34)

21

3.7. Cara Kerja Penelitian

Wawancara kepada pasien dilakukan di Puskesmas Ciputat saat pasien melakukan kunjungan rutin pengambilan obat.

Populasi: Pasien TB Paru di Puskesmas Ciputat

Pasien TB Paru strategi DOTS yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi

Inform consent

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

Pengumpulan dan pengolahan data dengan program pengolah

data

Ada PMO Tidak ada PMO

Tidak Teratur

Teratur Teratur Tidak teratur

Consecutive Sampling

(35)

3.8. Managemen Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

• Memeriksa data (editing). Peneliti memeriksa data yang telah dikumpulkan dari kuesioner dan dari pencatatan rekam medis, baik dari jumlah dan kelengkapan data yang masuk dan melakukan koreksi terhadap data yang salah dan kurang jelas.

• Memberi kode (coding). Peneliti memberikan kode terhadap variable kategorik.

• Menyusun data (tabulating).Peneliti melakukan pengorganisasian data yang sudah masuk sehingga memudahkan dalam melakukan perhitungan, analisis dan penyajian data.

Setelah dilakukan pengolahan data, peneliti melakukan analisis data. Pada penelitian ini digunakan uji statistikchi-squaredengan menggunakan SPSS 16,00 for windows. Penentuan uji statistik chi-square dengan pertimbangan bahwa penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif kategorik tidak berpasangan.24

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dapat dilakukan uji Chi Square yaitu nilaiexpected countdari semua sel boleh di bawah 5 dengan syarat tidak melebihi 20% dari total sel.24

Variabel 2 Total

+

-Variabel 1 + A B Y 1

- C D Y 2

(36)

23

Nilaiexpected countmasing-masing sel dapat dihitung dengan cara:

Expected count= Total baris X total kolom Total sampel

(37)

Total 20 100

[image:37.595.120.492.180.704.2]

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

(38)

Setelah dilakuka karakteristik responde 15-45 tahun. Klasifika Munawar Hussain Soom (<15 tahun), usia produkt tidak melibatkan pasi tahun. Penelitian ya menunjukkan bahwa dibandingkan kelompok dilakukan oleh Elisa daerah Noongan, tidak paru.19

[image:38.595.118.514.147.690.2]

4.2. Distribusi resp

Tabel 4.2. D

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

Grafik Berdasarkan j responden lebih bany

akukan pengolahan data, maka berdasarkan sponden lebih banyak yang berada pada usia produkt

sifikasi tersebut merujuk pada penelitian yang Soomro yang membagi kategori umur menjadi produktif (15-54 tahun) dan usia tua (>54 tahun) pasien anak, sehingga tidak digunakan klasif

yang dilakukan oleh Munawar Hussain Soom hwa pasien TB didominasi oleh usia produkt

pok tua (25.1%) dan anak (3.1%) .18Menurut isa S.Korua (2014) yang dilakukan di Ruma

dak ditemukan adanya hubungan antara umur da

responden berdasarkan jenis kelamin

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kela

in n %

12 8

60 40

20 100

ik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin n jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan banyak laki-laki yaitu 60% dibandingkan pasie

25

kan kriteria umur produktif yaitu usia ng dilakukan oleh njadi kategori anak hun). Penelitian ini asifikasi usia <15 oomro sendiri juga produktif 71.8 % nurut penelitian yang umah Sakit Umum ur dan kejadian TB

elamin

0 0 00

in

ukkan bahwa jumlah sien perempuan .

(39)

Dalam penelitian Soom laki-laki yaitu sebesar S.Korua (2014) meny kelamin dan kejadian satunya dapat berhubun penurunan fungsimuc saluran napas lebih m mudah terkena TB.

[image:39.595.134.513.265.645.2]

4.3. Distribusi Resp

Tabel 4.3. D

Lama Pengobata 3 bulan

4 bulan 5 bulan

≥ 6 bulan

Total

Grafik 4. Peneliti melakuka pengobatan 3 bulan. pengobatan ≥6 bulan pengambilan data, pen

0 1 2 3 4 5 6 7 3 bula F re k u en si

oomro (2012) ditemukan pasien TB lebih bany sar 53.1% dan 46.9% pada perempuan.18 Pene enyatakan adanya hubungan bermakna antara dian TB Paru.19 Banyaknya jumlah pasien TB hubungan dengan kebiasaan merokok. Pada pe

uco ciliar clearancelebih besar sehingga kum h mudah masuk dan menginfeksi pasien sehin

Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Peng

atan n %

6 3 4 7 30 15 20 35 20 100

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobata lakukan penelitian ini pada pasien TB dengan an. Responden lebih banyak pada kelompok bulan (35%) dan lama pengobatan 3 bulan

peneliti dapat menemukan responden dengan la

ulan 4 bulan 5 bulan ≥ 6

Lama Pengobatan

banyak terjadi pada nelitian oleh Elisa ara kejadian jenis TB laki-laki salah da perokok, terjadi kuman yang melalui hingga dapat lebih

an ngobatan % 30 15 20 35 100 atan

gan lama minimal pok dengan lama n (30%). Selama n lama pengobatan

(40)

bervariasi karena ban Ciputat. Berdasarkan insidensi TB paru pada yang tercatat sampai bul

[image:40.595.133.495.205.542.2]

4.4. Distribusi Resp

Tabel 4.4 Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi Total Grafi Dari total 20 r pendidikan terakhir ad (2010) terdapat hubunga tinggi dengan keteratur yang semakin tinggi m dan meningkatkan ke keteraturan berobat. D latar belakang pendidi

4.5. Distribusi Resp

0 2 4 6 8 10 12 Tid sek

banyaknya jumlah pasien TB yang berkunjung kan data rekam medik Puskesmas Ciputat,

pada tahun 2014 dan di tahun 2015, insidensi pai bulan Agustus adalah sebanyak 58 kasus.

Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidika

n % ggi 2 3 4 11 0 10 15 20 55 0 20 10

afik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pen 20 responden, didapatkan hasil lebih banyak responde

r adalah SMA. Menurut Mukhsin (2006) dalam hubungan yang bermakna antara tingkat pendidika aturan berobat pada pasien.23Pasien dengan tin i mempunyai pengetahuan lebih banyak menge n kesadaran untuk sembuh sehingga bisa meni t. Di dalam penelitian ini hanya ditemukan 1 ndidikan SMA yang tidak teratur dalam pengobat

Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tidak ekolah

SD SMP SMA

27

ung ke Puskesmas t, ada 96 angka nsi pasien TB Paru

an didikan % 10 15 20 55 0 100 endidikan responden dengan am Naili Fauziyah dikan yang semakin n tingkat pendidikan genai penyakitnya ningkatkan angka n 1 pasien dengan obatan.

(41)

Tabel 4.5. D Pekerjaan Tidak bekerja PNS/pensiunan ABRI/pensiunan Mahasiswa/siswa Karyawan swasta Buruh Dagang

[image:41.595.130.505.112.513.2]

Ibu rumah tangga Total

Grafik 4.5. D Responden m terbanyak adalah kary

[image:41.595.201.425.692.753.2]

4.6. Distribusi Resp

Tabel 4.6. D

Ad -P -K 0 1 2 3 4 5 6 7

5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Peke

n % n a sta gga 3 2 0 0 7 3 1 4 1 1 3 1 2 20 1

k 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerja memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-be aryawan swasta yaitu sebesar 35 %.

Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan P

Ada PMO (n/%) Tidak ada

PMO (n/%) -Petugas Kesehatan (0)

-Keluarga (10/50) Suami/istri (6/30) 10/50 ekerjaan % 15 10 0 0 35 15 5 20 100 kerjaan

da-beda. Pekerjaan

daan PMO Tidak bekerja PNS/pensiunan ABRI/pensiunan Mahasiswa/siswa Karyawan swasta Buruh Dagang

(42)

Saudara (0)

Orang tua/paman/bibi (2/10) Anak (2/10)

Total (20/100%)

50%

30% 0%

10% 10%

(43)

0 2 4 6 8 10

A

la

sa

n

tid

ak

p

u

n orang

Tidak merasa perlu karena niat mau sembuh

Malu penyakit diketahui orang lain

(44)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

PMO mengawasi menelan obat

(45)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

F

re

k

u

en

si

(46)

Keteraturan berobat

p

Ya Tidak

n % n %

PMO Ya Tidak

10 7

50 35

0 3

0

15 0.211

Total 17 85 3 15

18.4 18.6 18.8 19 19.2 19.4 19.6 19.8 20 20.2

Fase Intensif Fase lanjutan

(47)

Fisher’s. Hasil kemaknaan yang didapatkan pada uji Fisher’s adalah p=0.211 yang berarti hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variable keberadaan PMO dan variable keteraturan berobat pasien TB paru.

Dari 20 responden, 10 responden memiliki PMO dan teratur dalam berobat, 7 orang tidak memiliki PMO dan teratur berobat serta 3 orang yang tidak memiliki PMO dan tidak teratur berobat. Tidak terdapat responden dengan PMO yang tidak teratur dalam pengobatan. Responden yang memiliki sikap tidak teratur tidak minum obat sesuai jadwal karena lupa dan karena telat mengambil obat sementara persediaan obat sudah habis.

Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian yang dilakukan sebelumnya di lokasi yang sama, yaitu di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang menunjukkan adanya hubungan bermakna (p<0.05) antara keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2010.22 Penelitian Naili Fauziyah juga menjelaskan adanya kemaknaan antara keberadaan PMO dan kasusdrop out(p=0,019).23

Penelitian dalam jumlah yang lebih besar dilakukan di provinsi Gauteng Afrika Selatan tahun 2007 dengan melibatkan sejumlah 216 sampel. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan terhadap keberhasilan pengobatan dengan ada atau tidaknya ‘treatment supporter’. Responden yang memiliki PMO dan hasil akhir pengobatan yang sukses terutama pada pasien yang memiliki PMO kurang dari 10, pasien yang tinggal dengan orang lain di rumah, pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, pasien laki-laki, dan pasien dengan pendidikan di tingkat sekunder dan tersier.26

(48)

35

Pengawas menelan obat semestinya benar-benar mengawasi pasien saat menelan obat. Penelitian yang menggunakan 760 sampel menyatakan bahwa 84,5 % respondennya menyatakan tidak perlunya keberadaan PMO dikarenakan fungsi PMO yang belum efektif tersebut. Dalam penelitian yang serupa tersebut dikatakan bahwa sebanyak 69,9% responden tidak didampingi PMO dan 66,6% tidak ada yang mengingatkan untuk minum obat TBC paru.34

Di samping itu bisa terjadi karena faktor-faktor lain di luar keberadaan PMO dalam strategi DOTS yang memiliki pengaruh lebih besar dalam mempengaruhi keteraturan berobat pasien TB paru.

4.9. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan dalam hal keterbatasan sampel. Oleh karena itu, penelitian ini belum bisa menggambarkan dengan baik hubungan antara keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien. Adanya keterbatasan sampel ini dikarenakan keterbatasan waktu dalam melakukan pengambilan data.

Di samping itu penelitian ini juga memiliki kelemahan dari keragaman lamanya pengobatan yang dilakukan, meskipun semua pasien sudah mengalami fase intensif dan fase lanjutan. Dikhawatirkan pada pasien yang belum tuntas enam bulan pengobatan, titik jenuh dalam mengonsumsi obat belum terjadi pada pertengahan pengobatan namun menjelang akhir pengobatan.

(49)

36

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara keberadaan pengawas menelan obat dan keteraturan berobat pasien Tb paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengadaan sampel yang lebih banyak dalam waktu yang lebih lama.

2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan teknik random sehingga dapat disimpulkan secara general.

3. Penelitian mungkin bisa dkembangkan terhadap faktor-faktor lain di samping PMO yang dapat mempengaruhi keteraturan berobat pasien TB paru kasus baru.

4. Penelitian selanjutnya bisa membandingkan kinerja PMO yang diangkat secara formal dan tidak formal.

5. Penelitian selanjutnya bisa menilai kinerja PMO yang baik dan dapat menjadi solusi untuk mengurangi angka kejadian TB yang tinggi dan mengatasi angka default yang tinggi di Kota Tangerang Selatan sehingga bisa disarankan adanya regulasi terkait PMO dalam menanggulangi TB. 6. Puskesmas dapat memaksimalkan PMO bagi pasien TB dengan basis

(50)

37

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Report WHO 2014.Geneva; 2014: [2 p]. 2. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2013.Jakarta: Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013: p.69.

3. World Health Organization. (2002). An expanded DOTS framework for effective tuberculosis control. Geneva: World Health Organization; 2002: [2p].

4. Priska.P.H Kondoy,dkk. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas di Kota Manado.Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2014 Februari; vol.2: p.6. 5. Bagiada I M, Primasari N L P. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketidakpatuhan penderita tuberkulosis dalam berobat di poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam. 2010 September 3. Vol.11; p.161.

6. Hapsari J R. Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan keteraturan berobat pasien TB paru strategi DOTS di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Surakarta; 2010: [6p].

7. Puri N A. Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan kesembuhan pasien TB Paru kasus baru strategi DOTS. 2010: [5p].

8. Cotran R, Kumar V, Robbins S L. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2.Ed.7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007; p.544-550.

9. Hoffman, Christopher J; Churchyard, Gavin C. Clinical Presentation of Tuberkulosis. Elsevier.[2p].

10. Medlar EM. The pathogenesis of minimal pulmonary tuberculosis: a study of 1225 necropsies in case of sudden and unexpected death. Am Rev Tuberc 1948;p.583,p.611.

11. Lawn SD, Zumla AI. Tuberkulosis.Lancet; 2011: 378: p.57-72.

12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. Jakarta; 2006: p.11-15.

13. Wijaya A A. Merokok dan tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012 Maret Vol.8(4); p.18-22.

(51)

15. McNerney R, Maeurer M, Abubakar I, et al. Tuberculosis diagnostics and biomarkers: needs, challenges, recent advances, and opportunities. J Infect Dis 2012;205:Suppl 2: p.S147-S58.

16. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: [uknown publisher]; 2011; p.21-26, p.35

17. WHO. Treatment of tuberculosis guidline.Ed.4. Jenewa: WHO; 2010; p.29-33.

18. Soomro M H, Khan M A, Qadeer E, Odd M. Treatment supporters and their impact on treatment outcomes in routine tuberculosis program conditions in Rawalpindi district, Pakistan. National Research of Tuberculosis and Lung Disease. 2012 Juli 26. Vol.11 (3); p.15-22.

19. Korua E S, Kapantow N H, Kawatu P T A. Hubungan antara umur, jenis kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan. Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Samratulangi. 2014; [4p].

20. Departemen Kesehatan. Riset operasional intensifikasi pemberantasan penyakit menular tahun 1998/ 1999-2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. 2004; [1p].

21. Purwanta. Ciri-ciri pengawas minum obat (PMO) yang diharapkan oleh penderita tuberkulosis paru di daerah urban dan rural di Yogyakarta; 2005; p.143-147.

22. Kintan R A. Hubungan keberadaan pmo dengan keteratuan berobat pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2010. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2010; p.31,p.34.

23. Fauziyah, Naili. Faktor-faktor yang berhubungan dengan drop out pengobatan pada penderita tb paru di balai pengobatan penyakit paru-paru (BP4) Salatiga. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Semarang; 2010; p.48,p.52.

24. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika;2012; p.19.

(52)

39

26. Oduor, Peter A. Do tuberculosi treatment supporters influence patients treatment outcome?.Johannesburg: Faculty of Health Sciences, University of Witwatersrand; 2007; p.10-16.

27. Munro, Salla.A, Lewin, Simon.A, Smith, Helen.J, Engel, Mark.E, Fretheim, Atle, Volmink, Jimmy. Patience adherence to tuberculosis treatment: a systematic review of qualitative research. Plos Medicine.2007 Juli 24. Vol.4 (7); p.1230-1233, p.1236-1237.

28. Nida, Sofwatun. Epidemiologi spasial kejadian tuberculosis (TB) di Kota Tangerang Selatan tahun 2009-2013. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2014; p.47.

29. Rohmana O, Suhartini, Suhenda A. Faktor-faktor pada PMO yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kota Cirebon. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014 Maret; vol.1:p.937.

30. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2011; vol.2; p.1-62.

31. Jumaelah N. Hubungan kinerja pengawas menelan obat terhadap keberhasilan pengobatan TB Paru dengan DOTS di RS.Kariadi Semarang. Medica Hospitalia. November 2013; vol.2 (1): p.56.

32. Maesaroh S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keterturan berobat penderita tuberkulosis paru di Klinik PPTI/JRC tahun 2009. 2009; p.69. 33. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical care untuk

penyakit tuberkulosis. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005; p.24-60, p.61-71.

(53)

Kuesioner

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

(INFORM CONSENT)

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran, saya Mahdiah Maimunah mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan melakukan penelitian yang berjudul "Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015"

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015.

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jenis Responden :

Umur :

HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KETERATURAN BEROBAT PASIEN TB PARU KASUS BARU DI PUSKESMAS

CIPUTAT TAHUN 2015

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apa pun berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak mengundurkan diri.

Jakarta, 2015

Peneliti Peserta

(54)

42

(lanjutan)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN OBAT DENGAN KETERATURAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS

CIPUTAT TAHUN 2015

I. KETERANGAN WAWANCARA

1. No.Urut Kuesioner : ………..

2. Nama Pewawancara : ………..

3. Tanggal Wawancara : ………

II. IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK PENDERITA

1. Nama : ……….

2. Umur :………tahun

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Alamat : ………

5. Lama Pengobatan : ………..bulan, dari tanggal/bulan ……. s/d …….

6. Pendidikan :

1) Tidak sekolah 2) SD

3) SMP 4) SMA 5) PT

7. Pekerjaan :

1) Tidak bekerja 2) PNS/pensiunan 3) ABRI/Pensiunan 4) Mahasiswa/siswa 5) Karyawan swasta 6) Buruh

7) Dagang

(55)

(lanjutan)

III. PERILAKU TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT TB PARU

8. Apakah selama 2 bulan pertama minum obat (fase awal) saudara tidak minum obat lebih dari 3 hari tiap minggu?

1) Ya (berapa kali…….) 2) Tidak

9. Apakah saudara selama minum obat yang 3 kali seminggu (fase lanjutan) tidak minum obat lebih dari seminggu?

1) Ya (berapa kali……) 2) Tidak (langsung ke no 11)

10. Apa alasan saudara tidak minum obat? (jawaban boleh lebih dari satu) 1) Merasa sembuh

2) Merasa tidak ada kemauan

3) Merasa penyakit bertambah parah 4) Ada efek samping yang mengganggu

5) Belum sempat mengambil obat, sementara obat sudah habis 6) Lainnya, sebutkan………

11. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama 2 bulan pertama? 1) 3 hari sekali

2) 2 minggu sekali 3) 10 hari sekali 4) 2 minggu sekali

5) Lainnya, sebutkan……

12. Selama 2 bulan pertama (minum obat setiap hari) apakah saudara pernah terlambat mengambil obat?

1) Ya 2) Tidak

13. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama 4 bulan terakhir? 1) 1 minggu sekali

2) 10 hari sekali 3) 2 minggu sekali 4) 1 bulan sekali

5) Lainnya, sebutkan…..

14. Selama 4 bulan berikutnya (makan obat 3 kali seminggu) apakah saudara pernah terlambat mengambil obat?

(56)

44

(lanjutan)

IV. PENGAWAS MENELAN MINUM OBAT

15. Selama minum obat TB Paru, apakah ada yang mengawasi saudara minum obat?

1) Ada

2) Tidak (langsung ke no.19)

16. Siapa yang mengawasi saudara minum obat? 1) Petugas kesehatan

2) Keluarga

3) Lainnya, sebutkan ……. 17. Apa hubungan PMO dengan saudara

1) Suami/istri 2) Saudara

3) Orang tua/paman/bibi 4) Anak

5) Lainnya, sebutkan……..

18. Apakah PMO selalu mengawasi saudara waktu menelan obat? 1) Ya

2) Tidak

19. Bila tidak ada PMO apa alasan saudara? 1) Tidak tahu harus punya PMO 2) Malu penyakit diketahui orang lain

3) Tidak merasa perlu karena niat mau sembuh 4) Takut penyakit menular pada orang

(57)

RIWAYAT PENULIS

Nama : Mahdiah Maimunah

Tempat, tanggal lahir : Bengkulu, 22 Februari 1994

Email : mahdiahm22@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1) TKIT Rabbani Kota Bengkulu 2) SDIT IQRA’ 1 Kota Bengkulu 3) SMP IT IQRA’ Kota Bengkulu 4) SMA N 5 Kota Bengkulu

Gambar

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.......................27
Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ..........................................24
gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif.
Tabel 2.1. Golongan dan Jenis Obat
+6

Referensi

Dokumen terkait

Disini Penulis mencoba memberikan salah satu contoh penggunaan aplikasi multimedia dalam menyampaikan beberapa informasi tentang budi daya ikan lou han yang banyak diminati

Eksperimen dilakukan dengan melakukan percobaan pada berbagai pilihan layout terhadap arah pencahayaan buatan dalam ruang dan bagaimana perubahan arah pencahayaan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan sistem pengendalian intern berdasarkan lima unsur pengendalian

Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005: 55) keluarga merupakan tempat dimana anak diasuh dan dibesarkan. Keluarga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Rasio NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur resiko kegagalan dari pembiayaan, dimana NPF adalah rasio antara pembiayaan bermasalah (yang masuk dalam

For the analysis of cluster structures in a multidimensional data volume it is proposed to use elastic maps technologies, which are methods for mapping points of the

[r]

Kualitas dari aspek medis harus adekuat (tidak lebih dan tidak kurang) Sementara peran swasta for profit ada kecenderungan untuk memberi layanan berlebihan (untuk