• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Saepul Bahri 107011000646

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Keluarga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga, konsep pendidikan tauhid ini meliputi tentang dasar dan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga, fungsi, materi dan metodenya, konsep ini bertujuan untuk Sebagai informasi bagi setiap orang tua dalam keluarga bagaimana memberikan pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.

Skripsi ini dilakukan melalui pendekatan library research dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca dan menganalisis buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian.

Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa, Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat dilihat dari materi dan metodenya. Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan menetapi fitrah. Maka kedua orang tuanya lah yang menyebabkan dia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi. Materi ketauhidan terbagi menjadi dua bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah

Metode Pendidikan Tauhid dalam keluarga adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga. Metode-metode yang digunakan untuk pendidikan tauhid dalam keluarga antara lain: kalimat tauhid, keteladanan.,pembiasaan,nasehat, pengawasan. Pendidikan tauhid dalam keluarga membuat anak mampu memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar, sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau

(7)

ii

Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya,

zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik

jagad semesta alam, Zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun

yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi

Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang

terlena maupun terjaga atas sunnahnya.

Alhamdulillahirrabbil„aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga”Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh di Jurusan

Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati,

penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan

dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan

serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Nurlena Rifai, MA, Ph. D. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, yang telah memberikan kemudahan bagi mahasiswanya dalam

menyelesaikan studi di Fakultas ini.

2. Bapak Dr. Abdul Majid Khan, M. Ag sebagai Kepala Jurusan PAI, yang juga

selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan

(8)

iii

4. Dr. Akhmad Shodik M.ag., juga selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak

pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan

memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK),

terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan

motivasi dan kontribusi, selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Pimpinan dan seluruh Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK,

yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis yaitu, Ibunda ( Hj. Halimah) dan Ayahanda (H.

Sohandi) tercinta, kakak-kakakku, yang tercinta, beserta seluruh keluarga

besar yang selalu setia memberikan dukungkan kepada penulis baik secara

moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar.

8. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam angkatan 2007

khususnya seluruh anggota kelas C yang selalu memberi dukungan kepada

penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kawan-kawan seperjuangan; Ujang Wahyudin, Abdul Azis (Aconk), Ahmad

Fauzi, Asip, Dadan, Dede Badrutamam (Wisma), Lutfi Kamil Maulana (Igo),

Agus Salim, Ahmad Syauqi, Abdul Haris, Ridwanullah, Ardi Barikli,

Muhammad Rahman, Muhammad Bahrul dan banyak lagi kawan-kawan yang

tidak bisa penulis sebutkan, terimakasih selalu memberi dukungan kepada

penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan

kepada penulis baik secara moral maupun material, penulis ucapkan terima

(9)

iv

apabila didalamnya terdapat suatu kesalahan, maka itu kekhilafan diri penulis

sebagai seorang hamba Allah yang dhaif, mudah-mudahan maksud dan tujuan

penulis dapat tercapai dengan apa yang penulis harapkan dan cita-citakan.

Amin.

Jakarta,20 Juli 2014

(10)

v

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB: I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah. ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ... 8

BAB: II KAJIAN TEORI A. Pendidikan ... 10

1. Pengertian Pendidikan . ... 10

2. Faktor Pendidikan . ... 11

3. Tujuan Pendidikan . ... 13

B. Tauhid ... 13

1. Pengertian Tauhid. ... 13

2. Tujuan Ilmu Tauhid... 15

3. Hukum Dan HIkmah Mempelajari Tauhid. ... 16

C. Keluarga ... 16

1. Pengertian Keluarga ... 16

2. Fungsi Keluarga. ... 18

3. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan. ... 20

(11)

vi

BAB: III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian ... 25

B. Metode Penulisan ... 25

C. Fokus Penelitian ... 26

D. Prosedur Penelitian... 26

BAB: IV KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA A. Pendidikan Tauhid dalam Keluarga. ... 28

B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid dalam Keluarga. ... 38

C. Fungsi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga. ... 41

D. Materi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga. ... 42

E. Metode Pendidikan Tauhid dalam Keluarga. ... 67

BAB: V PENUTUP A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA... ... 88

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia kepada

ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang posisinya

hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. Agama Islam disepakati oleh para

ulama, sarjana, dan pemeluknya sendiri, bahwa agama Islam adalah agama

tauhid. Dan yang membedakan Islam dengan agama-agama lain adalah

monoteisme atau tauhid yang murni, clear, yang tidak dapat dicampuri dengan

segala nacam bentuk non-tauhid atau syirik. Dan inilah kelebihan agama Islam

dari agama-agama lain.1

Ketauhidan membawa manusia kepada kebebasan sejati terhadap apa pun

yang ada, menuju kepada ketundukan terhadap Allah SWT. Penanaman tauhid

ini dilakukan selama 13 tahun oleh Rasulullah SAW, waktu yang cukup

panjang, namun hanya 40 orang saja yang mampu melepaskan budaya nenek

moyangnya, berani mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang terang

“tauhid Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama yakni

tauhid bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Budaya tersebut kini mulai hilang, namun masyarakat mulai disuguhi

informasi-informasi yang kembali membawa budaya animisme-dinamisme,

Informasi-informasi yang seharusnya diluruskan kembali agar sesuai dengan

ajaran Islam. Media cetak contohnya banyak mencekoki masyarakat dengan

1

(13)

cerita-cerita yang bertentangan dengan ketauhidan, seperti majalah Mistis,

tabloid Posmo, koran Merapi, majalah Liberty. Ditambah lagi

tayangan-tayangan televisi dan layar lebar, meskipun diniatkan hanya sebagai hiburan,

tapi tidak sedikit yang menjadi takut akan gelap, pohon yang dikatakan angker

harus diruwat, diberi sesaji, serta tidak sedikit yang lebih percaya kepada

dukun atau paranormal ketimbang keyakinannya akan kekuatan dan

kekuasaan Allah SWT. Meskipun tidak semua tayangan dan pemberitaan

tersebut negatif.

Sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh bangsa Arab ketika itu,

sebenarnya mereka masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang

menciptakan dan memelihara alam ini, akan tetapi mereka berdalih bahwa

dewa, berhala yang mereka sembah hanyalah sebagai jalan untuk

menyampaikan doa dan harapan mereka kepada Allah, Tuhan Yang Maha

Tinggi. Akankah kita kembali menggunakan alasan kaum Arab Jahiliyah?.

Sebagai contoh, ada film yang membuat gempar di Eropa, yaitu The Last

Temptation of Christ (Godaan Terakhir Sang Kristus). Dalam film

digambarkan bagaimana seorang Kristus mengalami kebingungan tentang

dirinya, who am I ?, ini dikarenakan Kristus yang separoh manusia, dan yang

separoh lagi Tuhan. Jadi suatu figure yang setengah ilahiyah dan yang

setengah insaniyah memang menimbulkan suatu konflik yang tidak

terpecahkan. Kondisi ini kemudian menimbulkan suatu persepsi yang penuh

distorsi.2

Sebenarnya terasa tidak berlebihan, bila kita menyebut film Jelangkung

adalah awal dari fenomena baru tayangan-tayangan misteri saat ini. Bahkan

banyak perusahaan film di Indonesia cenderung berlomba-lomba menggarap

tayangan-tayangan bertema misteri atau horor. Sebut saja film Kafir (satanic)

yang diharapkan mengikuti kesuksesan Jelangkung, atau Titik Hitam yang

mencoba menyiasati sisi lain sebuah tema misteri kegaiban.

2

(14)

Barangkali, munculnya tayangan film seperti itu baru mengikuti trend

yang berkembang di masyarakat. Animo luar biasa terhadap tontonan yang

berbau mistis saat ini lebih terasa bila dibandingkan tiga atau empat tahun lalu.

Tayangan-tayangan yang mengangkat hal-hal di luar jangkauan indrawi

merebak di semua stasiun televisi, dari yang menggunakan trik kamera sampai

yang minus rekayasa. Rasa ketakutan tapi disukai penonton dan sesuai rumus

dagang, iklan pun berdatangan. Namun, orang tua yang jadi korban.

Munculnya fenomena tayangan mistis di layar kaca, menurut pengamat

televisi Garin Nugroho, tak lain karena ketatnya persaingan di antara TV-TV

swasta untuk mendapatkan pesanan iklan.

Masalah-masalah gaib kini menjadi topik dalam beberapa tayangan

televisi seperti jin, hantu, pohon angker dan pesugihan. Meskipun tayangan

tersebut memberikan informasi bagi para penontonnya, namun hal ini

membuat penulis tertarik ingin mengangkat masalah ketauhidan, masalah

klasik namun harus tetap dan wajib bagi seorang muslim.

Dalam keadaan krisis, manusia sangat membutuhkan pertolongan. Oleh

karena itu, mereka mendatangi siapa saja yang mereka anggap mampu

menolong mereka seperti, orang-orang suci, para nabi, imam, para syuhada,

bahkan meminta pertolongan kepada malaikat dan peri. Dengan bersumpah

kepada para penolong itu, mereka memohon pertolongan yang mereka harap,

dengan memohon agar yang mereka datangi itu bisa memenuhi keinginan

mereka. Kadang ada juga yang menawarkan sesuatu persembahan yang

istimewa kepada para penolong itu, sehingga (menurut pikiran mereka) akan

lebih memperbesar kemungkinan akan terkabulnya semua keinginan mereka.

Penduduk makkah misalnya pada jaman Rasulallah "percaya" akan

adanya Allah, namun mereka tidak "mempercayai" Allah itu. Sebaliknya

mereka lebih "mempercayai" berhala-berhala mereka,sehingga kepada

berhala-berhala mereka meminta pertolongan.3 Namun, meski mereka

melakukan dosa-dosa seperti di atas, mereka tetap mengaku masih sebagai

3

(15)

orang Islam yang merasa perbuatan itu tidak mengurangi kualitas

keislamannya.

Sungguh benar firman Allah :













˝Dan sebahagian besar dari mereka yang tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)˝.(Q.S. Yusuf: 106).4

Lebih jauh lagi kita diperingatkan, bahwa siapa pun yang berdoa kepada

seseorang sebagai perantaranya, juga tergolong musyrik sebagaimana firman

Allah:







































































Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”. (Q.S. az-Zumar:3)5

Kepribadian muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang

muslim haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Namun

alangkah baiknya jika orang tua juga mengerti materi-materi ketauhidan,

sehingga orang tua dapat membekali anak-anaknya dengan keilmuan yang

4 Departemen Agama RI, al-Qur΄an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Pustaka Agung Harapan,2002), h. 334.

(16)

didukung dengan ketauladanan tauhid sehingga terbentuk kepribadian seorang

muslim yang sejati.

Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar

akhlak, watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam sebagai

pedoman dan pegangan hidupnya. Oleh karena itu, pentingnya menanamkan

akidah ke dalam jiwa, karena itu merupakan cara yang paling tepat untuk

mewujudkan unsur-unsur yang baik, yang dapat melaksanakan perannya

secara sempurna dalam kehidupan, dan dapat memberikan andil yang sangat

besar dalam membekeli jiwa dengan hal-hal yang lebih bermanfaat dan benar.6

Islam dan al-Quran menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau

ketaatan hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa hanya berharap

kepada-Nya, haruslah bersifat langsung tanpa perantara seperti yang dilakukan kaum

musyrikin.

























Katakanlah : “Dialah Allah , Yang Maha Esa, Allah adalah tuhan Yang

bergantung kepadanya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula

diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia” (Q.S.

al-Ikhlas:1-4).7

Pemurnian tauhid menolak segala bentuk kemusyrikan bahwa tidak ada

satu kekuatan pun yang menyamai Allah SWT. Tetapi sayangnya bahwa

akidah itu telah dicampuri secara keseluruhan oleh pemikiran-pemikiran yang

diada-adakan oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan

pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang benar. Oleh sebab itu, lalu

tidak dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat mengarahkan

kepada sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak dapat

memberi pertolongan untuk dijadikan pendorong guna menempuh jalan yang

6

Sayid Sabiq, Aqidah Islamiyah , (Jakarta: Robani Press,2006), h. 8.

7

(17)

suci, yang mencerminkan kemurnian peri kemanusiaan serta keluhuran

ruhaniah.

























Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka “(Q.S. at-Tahrim: 6).8

Lembaga pendidikan merupakan salah satu institusi harapan masyarakat,

begitu pula keluarga. Keluarga merupakan pencetak dan pembentuk

generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang handal dan

moral atau etika yang berkualitas. Secara ideal, pendidikan Islam berupaya

untuk mengembangkan semua aspek kehidupan manusia dalam mencapai

kesempurnaan hidup, baik yang berhubungan dengan manusia, terlebih lagi

dengan Sang Pencipta.

Keluarga adalah lingkungan pertama bagi pembentukan ketauhidan anak.

Orang tua adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga, sehingga

setiap orang wajib memiliki tauhid yang baik, sehingga dapat membekali

anak-anaknya dengan ketauhidan dan materi-materi yang mendukungnya.

Disamping itu, anak dapat melihat orang tuanya sebagai tauladan yang

memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman, dan pengarahan.

Jika latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan orang

tua atau dilakukan dengan kaku dan tidak sesuai, maka setelah dewasa ia akan

cenderung kepada atheis bahkan kurang peduli dan kurang membutuhkan

agama, karena ia tidak dapat merasakan fungsi agama dalam hidupnya.

Namun sebaliknya, jika pendidikan tentang Tuhan diperkenalkan sejak kecil,

maka setelah dewasa akan semakin dirasakan kebutuhannya terhadap agama.9

Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu

yang dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai

pertanggung jawaban. Firman Allah:

8

Ibid., h.820.

9

(18)











































“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah

dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui”.(Q.S. al-Anfal: 27)10

Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, sehingga secara

kodrati tanggung jawab pendidikan tauhid berada di tangan orang tua.

Kecenderungan anak kepada orang tua sangat tinggi, Apa yang ia lihat, dan ia

dengar dari orang tuanya akan menjadi informasi belajar baginya.

Sehingga hanya dengan keluarga-keluarga yang memegang prinsip akidah

ketauhidan, dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam sejati,

yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala aktivitas

lahir dan batin bagi kehidupannya.

Berdasarkan kepada fenomena dan permasalahan yang telah dipaparkan di

atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat dan menulis skripsi dengan

judul “Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, penulis menngidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Kurangnya pemahaman pendidikan tauhid yang diajarkan dan

dibentuk sejak dini kepada anak oleh orang tua di dalam keluarga.

2. Belum adanya kesadaran bagi orang tua bahwa pentingnya pendidikan

tauhid dalam keluarga.

3. Kurangnya pengawasan orang tua terhadap informasi yang didapatkan

anak melalui media.

10

(19)

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari luasnya pembahasan penelitian ini, maka

penulis hanya membatasi penelitian pada

1. Pendidikan tauhid yang dimaksud adalah proses bimbingan yang dapat

dilakukan oleh orang tua terhadap perkembangan ketauhidan

anak-anaknya dengan bahan-bahan ketauhidan menurut perkembangan dan

kemampuan anak.

2. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga dengan ayah, ibu dan anak.

D. Rumusan Masalah

Dari latar Belakang masalah yang telah diuraikan, penulis ingin

mengetahui, bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk, mengetahui konsep pendidikan tauhid

dalam keluarga

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :

1. Diharapkan memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan

pemikiran tentang pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di

lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sebagai informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan

pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.

3. Pola dalam membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk

membangun bangsa, serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang

(20)

4. Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid,

(21)

10

BABII

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, "kata pendidikan berasal dari

kata didik. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan

memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan

kecerdasan pikiran".1Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan

tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai berikut:

a. Menurut M. Arifin bahwa "Pendidikan adalah usaha orang dewasa

secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan

1

(22)

kepribadiannya serta kemampuan dasar anak didik, baik dalam

pendidikan formal maupun non formal".2

b. Chalidjah Hasan bahwa "Pendidikan adalah usaha sistematis

membimbing anak manusia yang berlandaskan pada proses

induvidualisasi dan sosialisasi".3

c. Alisub Sabri bahwa " Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang

dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan

perkembangan anak/peserta didik secara teratur dan sistematis ke

arah kedewasaan".4

d. Dr. Hj. Zurinal bahwa "pendididkan adalah usaha manusia untukk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan,

baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai nilai yang

ada di dalam masyarakat dan kebudayaan".5

Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di

atas, dapat disimpulkan pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk

menanamkan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat serta

mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam

kehidupan yang merupakan suatu proses pendidikan untuk melestarikan

hidupnya.

2. Faktor-faktor Pendidikan

Para ahli pendidikan membagi membagi faktor-faktor pendidikan

mejadi lima faktor antara lain:

a. Faktor Pendidik

Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap

pendidikan atau kedewasaan seorang anak. "Yang termasuk

2

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet Ke-4, h. 14

3

Chalidjah Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan, ( Surabaya: al-Ikhlas, 1995), Cet. Ke. 1, h. 15

4

Alisub Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet ke-1, h. 7

5

(23)

pendidik adalah (1) orang tua (2) orang dewasa lain yang

bertanggung jawab terhadap kedewasaan seorang anak, misalnya

guru, dan wakil wakil orang tua yang diserahi mengasuh atau

mendidik anak."6

Orang tua yaitu ibu dan bapak, sebagai pendidik utama, karena

orang tualah yang mempunyai kesadaran dan cinta kasih yang

mendalam untuk mengasuh / mendidik anak dengan penuh

tanggung jawab dan kesabaran. Lagipula kesempatan untuk

mendidik / memperoleh pendidikan bagi si anak lebih banyak dari

orang tua, mengingat sebagian besar waktu hidup anak banyak di

rumah bersama sama dengan orang tuanya.

b. Faktor Anak Didik

Sabutan anak didik dalam ilmu pendidikan tidak terlepas

kaitannya dengan sikap ketergantungan seorang anak terhadap

pendidik tertentu. Seorang anak, disebut anak didik apabila

menjadi tanggung jawab pendidik tertentu. Dengan kata lain, tidak

setiap anak dapat disebut anak didik sebab sebutan anak didik

harus dikaitkan dengan seorang pendidik tertentu. Dan pendidik

yang dimaksud disini adalah seorang yang bertanggung jawab

terhadap pendidikan anak. Jadi anak didik adalah anak atau orang

yang belum dewasa atau belum memperoleh kedewasaan atau

seseorang yang masih menjadi tanggung jawab seorang pendidik

tertentu.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang

penting peranannya dalam pendidikan, karena dapat mempengaruhi

perkembangan anak. Pengaruh lingkungan berbeda dengan

pengaruh pendidik terhadap anak, yaitu pengaruh pendidik sifatnya

bertanggung jawab, sedangkan pengaruh lingkungan tidak

bertanggung jawab. Pengaruh lingkungan sekitar dapat bersifat

6

(24)

positf dan dapat pula negatif. Karena itu sangat beruntunglah

seorang anak yang tinggal di lingkingan alam sekitar yang

memberikan pengaruh positif. Mengingat faktor ini penting," maka

sudah menjadi tugas kewajiban para pendidik / orang tua untuk

mengantisipasi dan menghindarkan pengaruh-pengaruh negatif dari

lingkungan serta berupaya menyediakan pengaruh lingkungan yang

positif yang dapat menunjang perkembangan kepribadian si

anak".7

3. Tujuan Pendidikan

Pembahasan Tujuan Pendidikan merupakan suatu yang

penting, mengingat perjalan setiap institusi yang memiliki visi yang

jelas selalu dimulai dari tujuan, demikian pula pendidikan, yang kini

menjadi harapan mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik

hendaknya selalu berangkat dari tujuan yang akan dicapai. Menurut

Plato tujuan pendidikan sesungguhnya adalah penyadaran terhadap apa

yang diketahuinya, kemudian pengetahuan tersebut harus

direalisasikan sendiri dan selanjutnya mengadakan penelitian serta

mengetahui hubungan kausal, yaitu alasan dan alur pikirnya,

Menurut Dewey, tujuan pendidikan ialah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga dapat berfungsi secara individual dan berfungsi sebagai anggota masyarakat melalui penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang bersifat aktif, ilmiah, dan masyarakat serta berdasarkan kehidupan nyata, yang dapat mengembangkan jiwa, pengetahuan, rasa tanggung jawab, keterampilan, kemauan, dan kehalusan budi pekerti.8

B. Tauhid

1. Pengertian Tauhid

Tauhid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid

merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan

bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab,

7

Ibid, h. 19.

8

(25)

masdar dari kata wahhada )

دحو(

yuwahhidu )

دحوي(

.Secara etimologis,

tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah

Esa;Tunggal;satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang

digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah;mengeesakan Allah”. Jubaran Mas‟ud menulis bahwa tauhid bermakna “beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga sering disamakan dengan

ها اا اددلاا

“tiada Tuhan Selain Allah”. Fuad Iframi Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”. Jadi

tauhid berasal dari kata “wahhada” (

دحو

) “yuwahhidu” (

دحوي

) “tauhidan”

(

ا يحوت

), yang berarti mengesakan Allah SWT.9

Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah,

sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan

kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan

pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan

kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada

mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.

Menurut Zainuddin, "tauhid berasal dari kata “wahid” ) دحاو( yang

artinya “satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut

argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu

disebut dengan Ilmu Tauhid".10

Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama dengan

tauhid, yakni :

a. Iman.

Menurut Asy „ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati.

Senada dengan ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah

9

Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas 1983), h. 54.

10

(26)

„itiqad. Sedangkan amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman.

Ulama Salaf di antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi‟i, iman adalah

“Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan

lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”.11

b. Aqidah.

Menurut bahasa "ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam

hati, mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut raqidah

ialah beberapa hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga

dapat mendatangkan ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur

dengan keragu-raguan."12

2. Tujuan Ilmu Tauhid

Ilmu tauhid adalah ilmu yang memberikan bekal pengertian

tentang pedoman keyakinan hidup manusia, secara kodrati manusia

diciptakan Allah di dunia ini, berkekuatan berbeda antara manusia satu

dengan yang lain, Tidak sedikit manusia didalam mengarungi samudra

hidup yang luas itu, kehilangan arah dan pedoman sehingga ia menjadi

sesat. Di situlah "ilmu tauhid berperan untuk memberikan arah dan

pedoman agar manusia selalu tetap sadar akan kewajibannya. Karena itu

tujuan ilmu tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut:"13

a. Agar memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan hidup

di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicita-citakan. Kalau hanya

mengandalkan kemampuan akal saja, maka tidak akan ada yang pernah

berhasil mencapai kepuasan dan kebahagiaan.

b. Mengetahui sifat Allah dan rasulnya.

c. Agar terhindar dari pengaruh akidah akidah yang menyesatkan.

d. Agar terhindar dari pengaruh faham-faham yang dasarnya hanya teori

kebendaan (materi) saja.

11

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, , (Yogyakarta: LPPI 2004) h.4.

12

Ibid, h. 1.

13

(27)

3. Hukum Dan Hikmah Mempelajari Ilmu Tauhid

Mempelajari ilmu tauhid sebagai ilmu yang mempelajari

pokok-pokok agama yang sangat pentingnya itu hukumnya wajib. Sebab

dengan mempelajari ilmu tauhid akan mengetahui yang baik atau yang

buruk. Maka yang baik itu harus dijadikan pedoman dalam keyakinan,

dan yang buruk untuk ditinggalkan.yang baik itu ialah tauhid yang

menjadi ajaran pokok dalam agama islam. Sadangkan Menurut

Zaenudin hikmah nya antara lain:

a. Kesungguhan orang yang mukmin itu tetap di jalan Allah.

b. Kegemaran orang mukmin itu menghasilkan kemanfaatan untuk umum.

c. Kegemaran orang mukmin membelanjakan hartanya dijalan Allah.

C. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu

kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan

bapak dengan anak-anaknya.14

Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga diantara mereka di sebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak yang menyebabkan si anak terlahir di dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.15

Salah satu Tujuan Syariat Islam adalah memelihara kelangsungan

keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh

undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat.

Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga

yang dilandasi nilai-nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga

terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam

14

Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamu Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta : Balai Pustaka, 1991), Cet. Ke-3, h. 471.

15

(28)

masa yang cukup lama, sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam

bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah,

ibu, dan anak.16

Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21













“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. ar-Rum: 21)17

Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga

psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan

sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama

dan masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi

saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan

diri. Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup

yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang

dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling

menyempurnakan diri. Menurut Ali Turkamani keluarga adalah “unit

dasar dan unsur fundamental masyarakat, yang dengan itu

kekuatan-kekuatan yang tertip dalam komunitas sosial dirancang dalam

masyarakat”.18

Dalam keluarga orang tua yaitu ibu dan bapak sebagai pendidik dan

anak sebagai terdidik yang mempunyai hubungan darah, maka

16

Fuaduddin TM, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta:Lembaga kajian Agama dan Jender, 1999) h. 4-5.

17

Departemen Agama RI, Op..cit, h. 644.

18

(29)

kewenangan pendidikannya pun bersifat kodrati. Pendidikan dalam

keluarga merupakan pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak. Dan

pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi

perkembangan berikutnya.

2. Fungsi Keluarga

Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban,

perasaan dan keinginan adalah hak yang komplek Pengetahuan dan

kecakapan yang diperoleh dari keluarga sangat mendukung

pertumbuhan dan perkembangan diri seseorang, dan akan binasalah

pergaulan seseorang bila orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai

pendidik.

Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi

untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia

dan sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai

lembaga sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim dalam

Masyarakat Moderen, dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan

budaya keluarga sekurangnya mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi

biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif dan

ekonomis.19

a. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar

memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat

manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis

inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang.

b. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua

anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting

untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani dalam

dimensi kognisi, afektif maupun skill, dengan tujuan untuk

mengembangkan aspek mental, spiritual, moral, intelektual, dan

profesioanl.

19

(30)

c. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral

agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam

kehidupan sehari-hari sehingga mencipta iklim keagamaan

didalamnya dengan demikian keluarga merupakan awal mula

seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya.

d. Fungsi protektif, adalah dimana keluarga menjadi tempat yang aman

dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk

menangkal segala pengaruh negatif yang masuk didalamnya.

Gangguan internal dapat terjadi dalam kaitannya dengan keragaman

kepribadian anggota keluarga, perbedaan pendapat dan kepentingan,

dapat menjadi pemicu lahirnya konflik bahkan juga kekerasan.

Adapun gangguan eksternal keluarga biasanya lebih mudah dikenali

oleh masyarakat karena berada pada wilayah publik.

e. Fungsi sosialisasi, adalah mempersiapkan anak menjadi anggota

masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan

secara universal baik interrelasi dalam keluarga itu sendiri maupun

dalam menyikapi masyarakat yang pluralistic lintas suku, bangsa, ras,

golongan, agama, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya.

f. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat

memberikan kesejukan dan melepas lelah dari seluruh aktifitas

masing-masing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat

mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling

menghargai, menghormati, dan menghibur masing-masing anggota

keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang

dan setiap anggota keluarga merasa “rumahku adalah surgaku”.

g. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis

dimana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha,

perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan

sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistibusikan secara adil

dan proporsional, serta dapat mempertanggung jawabkan kakayaan

(31)

Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan

bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan

agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi

seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di

lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan

tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang

kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia

3. Kedudukan Keluarga dalam Pendidikan

Sejak seorang anak manusia dilahirkan ke dunia, secara kodrati ia

masuk ke dalam lingkungan sebuah keluarga. Keluarga tersebut secara

kodrati juga mengambankan tugas mendidik dan memelihara anak,

dengan memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani anak

tersebut. Orang tua secara secara direncanakan maupun tidak

direncanakan akan menanamkan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan

yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama

dalam sikap atau perilaku serta keperibadiannya. Selanjutnya dengan

disadari maupun tidak disadari, anak membawa nilai-nilai atau

kebiasaan-kebiasaan keluarga itu dalam berintraksi sosial di lingkungan

luar.

Dalam konsepsi Islam, keluarga "adalah penanggungjawab utama

terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian

penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak-anak lebih disebabkan oleh

ketidakwaspadaan orangtua atau pendidik terhadap perkembangan

anak".20

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, karena

antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik terdapat

hubungan darah. Karena itu kewenangannya pun bersifat kodrati pula.

Sifat yang demikian, membawa hubungan antara pendidik dan terdidik

20

Abdurahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(32)

menjadi sangat erat. Kedudukan keluarga terhadap pendidikan, antara

lain yaitu:

a. Merupakan pengalaman pertama pada masa kanak-kanak, lembaga

pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang

merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak.

b. Di dalam keluarga menjamin kehidupan emosi anak, kehidupan

emosional ini merupakan salah satu faktor yang penting di dalam

membentuk pribadi sesorang.

c. Menanamkan dasar pendidikan moral, di dalam keluarga juga

merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang

biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai

teladan yang dapat dicontohi anak.

d. Memberikan dasar pendidikan sosial, di dalam kehidupan keluarga,

merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar

pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan

lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak.

e. Peletak dasar-dasar keagamaan, masa kanak-kanak "adalah masa

yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama.

Anak-anak dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk

menjalankan ibadah, mendengar ceramah keagamaan kegiatan

seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap keperibadian anak."21

D. Hasil Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah

skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam keluarga belum

penulis temukan secara khusus, namun ada beberapa skripsi yang menulis

tentang pendidikan keimanan. Namun yang menggunakan istilah

pendidikan tauhid hanya ada sebuah skripsi saudari Hartani ( 1999),

21

(33)

Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), yang berjudul

“Pendidikan Tauhid Pada Usia Remaja” ,saudari Hartani hanya sedikit

menjelaskan tentang pendidikan tauhid bagi anak remaja dalam keluarga.

Dijelaskan bahwa perkembangan keberagamaan diusia remaja menuntut

orang tua harus mampu menjadi teman bagi anak-anak mereka, karena

pada usia tersebut remaja memerlukan teman – sahabat yang bisa ia ajak bicara, maka jika orang tua tidak mampu menjadi sosok seorang

teman-sahabat bagi anaknya diusia remaja, sangat sulit untuk membimbing, juga

memberikan informasi tentang “ketauhidan”.

Skripsi saudara Hunainin (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan

Agama Islam, yang berjudul “ Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut

Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al

Islam (Tujuan , Materi, Dan Metode)”. Dia menjelaskan bahwa

pendidikan keimanan bagi anak bertujuan untuk membentuk anak yang

bertanggungjawab, jujur, dan terhindar dari sifat-sifat kebinatangan.

Tanggugjawab ini dipikul oleh orang tua, sebagai pendidik pertama dan

utama bagi anak-anaknya.

Selanjutnya skripsi saudara Silahuddin (1998) Fakultas Tarbiyah,

jurusan Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pendidikan Keimanan

Pada Usia Anak (Tinjauan Psikologis)”. Dia menyimpulkan bahwa

pendidikan keimanan pada usia anak yakni usia 0-12 tahun, metode yang

paling baik adalah dengan metode keteladanan. Hal ini disebabakan oleh

pertumbuhan psikomotor anak dan perkembangan anak. Dia menekankan

kepada asma-asma Allah sebagai materinya, dengan harapan anak dapat

meresapi dan mengamalkannya di kehidupannya di masa yang akan

datang.

Selain itu ada beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan anak

dalam keluarga salah satunya skripsi milik saudari Anik Suryani Latifah

(2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam, berjudul

“Pendidikan Keluarga Membentuk Anak Shaleh Yang Cerdas Dan

(34)

dalam keluarga bagi anak.Keteladanan nampak ditonjolkan sebagai

metode orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Skripsi saudari Bahisatul Badiyah (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan

PAI, menulis “Mendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Pendidikan

Islam”, dijelaskan dalam skripsinya bahwa agama seseorang ditentukan

oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada

masa kecil;sehingga orang tua harus menanamkan dasar keimanan yang

bersih dan membiasakan dengan ibadah. Dimulai dengan menanamkan

kalimat La Ilaha illa Allah, sebagai kalimat tauhid yang pertama sekali

didengar anak melalui adzan yang diucapkan sang ayahnya.Berpijak pada

QS. Luqman ayat 13 bahwa tugas awal adalah menanamkan pendidikan

tauhid keimanan kepada Allah SWT.

Selanjutnya ada skripsi saudari Umi Sa‟adah (1998) “Pendidikan Islam

Dalam Keluarga : Telaah kitab Sahih Bukhari” Fakultas Tarbiyah,

jurusan PAI, mengungkapkan bahwa keluarga adalah pendidikan

pendahuluan dan memparsiapkan anak untuk lembaga sekolah dan

masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kualitas keluarga yakni

dalam memilih calon isteri maupun suami menjadikan agama sebagai

prioritas utama. Begitu juga dalam mengisi pertumbuhan awal anak

diprioritaskan kepada pendidikan agama, salah satu pokoknya ialah

pendidikan iman atau aqidah.

Kemudian skripsi berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga : Studi

atas pemikiran KH. Abdurrahman Ar-Roisi” yang ditulis oleh Umar Faruq

(2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam sedikit

menyinggung tentang keluarga idaman disebutkan bahwa tujuan

pendidikan Islam dalam keluarga adalah menciptakan keluarga idaman

yakni bahagia lahir-batin, dunia dan akhirat. Sebagai langkah awalnya

ialah pendidikan pembentukan keyakinan kepada Allah yang dapat

diharapkan melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian anak.

Skripsi saudara Setiyo Budiono (1999) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,

(35)

Menjadikan anak sebagai pusat pembahasannya (children centereted),

dibahas sekilas tentang pendidikan tauhid karena salah satu fungsi

keluarga sebagai lembaga pendidikan (education).

Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan

skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada konsep pendidikan tauhid

dalam keluarga untuk anak. yang akan membahas tentang urgensi, metode

(36)

25

BAB III

METODEOGI PENELITIAN

A. Waktu Penelitian

Penelitian yang berjudul ״Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga״

ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu

sebagai berikut : bulan oktober 2013 sampai dengan bulan juli 2014

digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumber - sumber tertulis yang

ddiperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang

mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan pendidikan tauhid

anak dalam keluarga, metode dan materi dari sumber sebagai sumber primer.

B. Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan content analisis. Dalam

pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan

(library reseach). Untuk mendapatkan data-data penelitian, penulis

mengumpulkan bahan kepustakaan, dengan cara membaca, menelaah

buku-buku, surat kabar, majalah, dan bahan –bahan informasi lainnya terutama yang

berkaitan dengan pendidikan tauhid dalam keluarga dan beberapa sumber

diantaranya sebagai berikut:

Sumber primer : dalil-dalil al-Qur΄an dan hadis Nabi SAW tentang

pendidikan tauhid bagi anak , ״Islam Dalam Berbagai Dimensi״, karangan Dr.

Daud Rasyid, MA. Kemudian ״kuliah akidah islam״ karangan Drs. Yunahar

(37)

Sedangkan data sekunder merupakan buku-buku penunjang ataupun

pembanding terhadap judul yang akan diteliti.

C. Fokus Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pendidikan tauhid dalam keluarga. Sedangkan

objek dari penelitian ini adalah materi dan metode pendidikan tauhid pada

anak dalam keluarga.

Cara penyajiannya bersifat deskriptif analitik. Penyajian deskriptif adalah

menjelaskan tentang pengertian, maksud, tujuan, materi, metode, dari

sumber-sumber yang berkaitan sebagai penunjang, dan pembanding terhadap

judul yang akan di teliti.

D. Prosedur Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode

penulisan deskriptif analisis, metode yang dilakukan adalah :

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelusuri,

menelaah dan mengkritisi buku-buku atau tulisan lain yang menjadi

rujukan utama serta buku-buku dan tulisan lain yang mendukung

pendalaman dan ketajaman analisis.

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis

lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan

mengklasifikasi data-data yang relevan yang mendukung pokok

bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu

pembahasan yang utuh.

3. Analisis Data

Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul,

penulis menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu teknik analisa

data yang menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan

(38)

melalui langkah mengumpulkan data, menganalisa data, dan

menginterpretasi data dengan metode berfikir :

Deduktif merupakan teknik berfikir yang berangkat dari

pengetahuan yang sifatnya umum, lalu menyimpulkan sebagai hal

yang sifatnya khusus.

4. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini berpedoman pada Pedoman Penulisan skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif

(39)

28

BAB IV

Konsep Pendididkan Tauhid Dalam Keluarga

A. Pendidikan Tauhid dalam Keluarga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan dapat diartikan

sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan;proses, perbuatan, cara mendidik.

Mnurut Ki Hajar Dewantoro mendidik ialah menuntun segala kekuatan

kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai

anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang

setinggi-tingginya.

Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua

untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara

mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan

sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan untuk mewariskan

nilai, norma hidup dan kehidupan generasi penerus.

Hal ini ditegaskan oleh imam Gojali, menurutnya, "pendidikan yang benar

merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah AWT. Pendidikan

juga mengantarkan manusia untuk menggapai kehidupan kebahagiaan di dunia

maupun akhirat". 1

1

(40)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "tauhid merupakan kata

benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu.

Kata tauhid berasal dari wahhada, yuhawwidu, tauhidan. Kata wahhada

memiliki makna, kesendirian sesuatu dengan dzatnya, sifat atau perbuatannya

dan tidak adanya sesuatu yang menyerupainya dan menyertainya dalam hal

kesendiriannya".2 Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang

digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah.

Menurut Sayyid Quthb, "Tauhid berarti meng-Esakan Allah, artinya, ke

Esaan Allah adalah sedemikian rupa sehingga tiada realitas dan eksistensi

yang sejati dan permanen kecuali yang dimilikiNy, Inilah keyakinan yang

harus dikukuhkan dalam diri kita".3

Menurut Muhammad F Nurul Huda, "tauhid adalah ilmu yang

membicarakan tentang penanaman akidah agama dengan dalil-dalil aqli atau

naqli, yang dapat menghilangkan semua keraguan. Dengan ilmu ini jiwa

menjadi tenang dan hati menjadi tentram dengan iman. Dinamakanilmu

tauhid, karena pokok pembahasannya mengenai Allah".4

Setelah menguraikan kata pendidikan dan tauhid penulis perlu

memberikan batasan dan ruang lingkup. Pendidikan tauhid dalam penulisan ini

difokuskan kepada usaha yang dilakukan orang tua untuk menumbuhkan

kekuatan kodrat anak, agar mereka menjadi manusia muslim yang meyakini

keesaan Allah , serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia miliki dalam

rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, melalui pengajaran,

latihan, dan metode tertentu untuk menyampaikan materi-materi ketauhidan,

yakni ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam‟iyyat.

2

Muhammad AW al Aqli. Manhaj Aqidah Imama Assafii, (Bogor: Pustaka Imam Syafii, 2002) h. 227

3

Sayyid Quthbi dalam Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern Jilid 5, (Bandung: Mijan, 1995), h. 359

4

(41)

"Sedangkan keluarga ini dimaksudkan untuk ibu bapak beserta

anak-anaknya."5 keluarga merupakan satu kesatuan sosial terkecil dalam masyarakat

yang telah diikat oleh tali perkawinan yang sah atau resmi. Keluarga dalam

penulisan ini adalah keluarga muslim. Keluarga muslim adalah keluarga

dengan ayah dan ibu yang memegang teguh ajaran Allah SWT dan Sunnah

Rasul, karena itu keluarga muslim merupakan intisari dan paling prinsipil

dalam usaha membentuk, dan mewujudkan masyarakat muslim.

Dari penegasan istilah tersebut penulis dalam skripsi ini meneliti dan

membahas proses bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap

perkembangan ketauhidan anak-anaknya dengan bahan-bahan materi

ketauhidan yang meliputi keilahiyatan, kenubuwatan, keruhaniyatan, dan

kesam‟iyatan tertentu dalam jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu yang diarahkan terciptanya pribadi yang berkepribadian bertauhid sesuai

dengan ajaran Islam dalam sejumlah rancangan ide, gagasan, atau pengertian

tentang pendidikan tauhid yang difokuskan pada masalah materi dan

metodenya. Materi dalam penulisan ini bagaimana disampaikan secara

bertahap sesuai dengan metode yang digunakan menurut perkembangan dan

kemampuan anak-anak.

Dalam hal ini orang tua mempunyai tanggung jawab kepada anaknya agar

bisa menjaga dan memberikan pendidikan terhadap anaknya,

Firman Allah SWT :







...

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu

dari api neraka”. (Q.S. at-Tahrim: 6)"6

Oleh karena itu imam gojali dalam bukunya Ayyuhal Walad menetapkan

makna tarbiyah adalah bagaikan seorang petani yang tengah mencabut duri

5

Ibid, h. 536. 6

(42)

dan membuang tanaman asing yang mengganggu diantara tumbuhan yang ia

tanam, agar tanaman tersebut tumbuh dan berkembang dengan baik7

Ibnu al-Qayim al-Jauziyah menegaskan peran dan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak dengan keterangannya yang jelas. Beliau berkata, ״sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa Allah SWT, pada hari kiamat nanti akan meminta pertanggung jawaban setiap orang tua tentang apa yang telah mereka lakukan terhadap anaknya, sebelum meminta pertanggung jawaban anak terhadap orang tuanya. Karna sesungguhnya sebagaimana orang tua memiliki hak dari anaknya, demikian pula sebaliknya seorang anak memiliki hak dari orang tuanya.8

Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan

pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang

utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan

membahagiakan diri serta keluarga.

Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa

api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi

kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik

anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari

itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang harus

dilaksanakan. Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan

terutama penanaman ketauhidan kepada putra putrinya.

Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya

berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada

tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur lebur.

Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi,

menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.



...

Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa”. (Q.S. al-Anbiya: 22)9

7

al-Gojali dalam Muhammad Nur Abdul Hafidz,Mendidik Anak Bersama Rasulallah

(Bandun: Bayan,1988),h. 38. 8

al-Qayyim Ibid, h. 38. 9

(43)



...

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Q.S. Adz-dzariyat: 56)10

Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya dengan yang lain.













Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzolimi diri sendiri, serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena tempat bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam (QS.

al Ma’idah : 72).11

Menurut Zaenudin, tauhid terbagi menjadi 3 yakni : tauhid Rububiyah dan tauhid Ubudiyah tauhid uluhiyah.12 Sedangkan menurut Isma‟il Raji al-Faruqi tauhid terdiri dari tiga kriteria yang talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Hakimiyah.13Ruang lingkup aqidah oleh

Referensi

Dokumen terkait

TAP MPR yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bisa djabarkan melalui

Proses finising ini ketika ada bagian lambung terluar mengalami kerusakan yang diakibatkan pada saat melepaskan hasil kapal fiber dari cetak atau mall, yang harus

Dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan infrastruktur dihadapkan pada tantangan untuk mewujudkan suatu keterpaduan antara kebijakan nasional (top down policy)

Metode penelitian dan pengembangan juga didesain sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk

maksud dari peneliti materi yang diberikan kepada siswa tersebut. 43 Berbeda dengan proses mengartikan yang mengharuskan para siswa. untuk juga memahami materi yang

gambut) dapat dilakukan dengan proses adsorpsi, karena asam humus mempunyai. kandungan senyawa

Metode survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

Proses Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alcohol rantai pendek seperti methanol atau ethanol (pada saat