• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keterampilan siswa dalam menulis cerpen (PTK di Islamiyah Ciputat Kelas X Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keterampilan siswa dalam menulis cerpen (PTK di Islamiyah Ciputat Kelas X Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN PELAJARAN 2013/2014)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan(S. Pd)

Oleh

RIA SURYANI 1110013000084

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENINGKATAN

I(ETERAMPILAN

SISWA

DALAM

MEi\ruLIS

CERPEN

(PTK

DI MA

ISLAMIYAH

CIPUTAT KELAS

X

SEMESTER GENAP

rArrtm{

PELAJARAN

201312014}

Skripsiini diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

oleh

RIA SURYANI

1110013000084

JURUSAN PENDIDIKAI\{ BAIIASA DAN SASTRA INDONESIA

FAI(ULTAS

ILMU

TARBIYAH DAN KEGURTIAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2A15 Pembimbing

Dra. Mahmudah fi

(3)

Cerpen

GfK

di

MA

Islamiyah Ciputet Kclas

X

Semester Genap Tahun

Pelajaran 2OI.32;W4), diajukan

ke@a

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sasha

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta dan t€lah dinyatakan lulus dalam l-triao Mrmaqasah pada 13

Januari 2015 di hadapan tim penguji. Oleh karrena

ita

penulis beftak memperoleh gelar Smjana Sl

(sld)

dalam bidmg Pendidikan Bahasa dan sastm

Indonesia-lakartq14

Tanggal Ketua Jurusan

Ilra,

Ilindun,lllPd.

NIP. 19701 215 200912 2 001

Sekretaris Jurusan

Ilona Aii Karunia Putra" M-A.

NrP. 19840409 201101 I 015

Penguji

I

Novi Diah Hananti. M. Hum.

Penguji 2

Dra. Hindun.lllPd.

NIP. 19701215 2W912 2 AOt

Mengetahui,

Tarbiyah dan Keguruan

lalrrrfia

,D15

*otb

r5 J

anuari

2.ots

Rifa

(4)

Nama

: Ria Suryani

NIM

: 1110013000084

Jurusan

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Menyatakan dengan sesungguhnva bahwa skripsi yang berjudul

Peningkatan Keterampilan Siswa dalam Menulis Cerpen (PTK

di

MA

Islamiyah Ciputat Kelas X Semester Genap Tahun Pelajaran zAfiDAMl

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dra. Mahmudah FitriyahZA" M. Pd.

NIP : 196402121997$2401

Demikian surat pernyataan ini

saya siap menerima segala konsekutensi

karya sendiri.

saya buat dengan sesungguhnya dan

apabila terbukti skripsi ini bukan hasil

J akarta, 29 Desemb er 201 4

Mahasiswa Ybs.

M,ETERAT

TETPEL iltarhwilKw aws)

9E8D 6ffi_@^w

Ria Suryani

(5)

i

di MA Islamiyah Ciputat Kelas X Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014)”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen dengan menggunakan media gambar dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media pembelajarann visual yaitu media gambar. Penelitian ini dilakukan di MA Islamiyah Ciputat. Permasalahan yang muncul yaitu siswa kesulitan untuk menentukan tema yang akan dikembangkan menjadi sebuah cerpen dan siswa kesulitan dalam membangun unsur-unsur pembangun cerpen, serta kesulitan dalam menghidupkan konflik dalam cerita.

Metode dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelelitian ini yaitu, siswa kelas X sebanyak 28 orang. Berdasarkan analisis data yang diperoleh, peneliti mengadakan 2 siklus dalam tindakan pembelajaran. Pada tindakan pembelajaran 1, menghasilkan nilai rata-rata 66,64 termasuk kategori kurang, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai kategori baik. Oleh karena itu, peneliti mengadakan tindakan pembelajaran siklus ke-2, hasil anlisis siklus ke- mencapai nilai rata-rata 75, 71.

Kesimpulan dari penelitian ini, yaitu penggunaan media gambar dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata siswa di siklus 1 hanya 66, 64, dan pada siklus 2 nilai rata-rata pembelajaran mencapai 75,71. Maka selisih nilai mencapai 9,07.

(6)

ii

Islamiyah Senior High School Ciputat tenth grade school year 2013/2014 )”. An undergraduate

thesis. Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015.

This study aims to improve students' skills in writing stories using media images and to improve student learning outcomes using visual learning media is the media image. This study was conducted in Islamiyah senior high school Ciputat. The problems that arise are the students difficult to determine a theme that will be developed into a short story and students' difficulties in establishing the elements of the builders of short stories, as well as difficulties in reviving the conflict in the story.

The method in this research is a classroom action research method. This study subjects namely, the class X as many as 28 people. Based on analysis of data obtained, the researchers held two cycles in the act of learning. In the first act of learning, resulting in an average value of 66.64 including less category, but there are still some students who get good grades category. Therefore, the researchers held a second cycle of learning actions, the results of the second cycle anlisis reached average values 75, 71.

The conclusion of this study, the use of media images can improve students' skills in writing short stories. This is evidenced by the average score of students in cycle 1 only 66, 64, and the second cycle of the average value of learning reaches 75.71. Then the difference between the value reached 9.07.

(7)

iii

rahmat dan limpahan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (S. Pd.) dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dukungan serta arahan baik moril maupun materil kepada penulis. Untuk itu, sebagai ungkapan rasa hormat dan terima kasih, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dra. Nurlena, MA. Ph. D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Dra. Hj. Iin Kusnaeni, selaku Kepala Sekolah MA Islamiyah Ciputat, Zwesty Faj. Inggriani, S. Pd. selaku guru pamong PPKT yang telah banyak mengajarkan cara menjadi guru yang baik dan memberikan pelajaran pengajaran yang begitu banyak serta banyak membantu penulis mengumpulkan data penelitian pada skripsi ini.

(8)

iv

7. Paman Agus Sulaiman dan istri Supriyatinah yang sudah menjadi orang tua kedua bagiku selama kuliah, terima kasih telah memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, dan do’anya selama ini.

8. Kakakku Sahroni, adikku Andri, Pirdaussalam, Risa, Asmida, Atri, Deni, dan Riski. Terimakasih atas kasih sayang, motivasi dan do’a yang selalu tercurah. 9. Sahabat-sahabatku Siska, Yeni, Weni, Solikah, Ihda, Nurfayerni, Nayla, Fitri,

dan Rini yang telah memberikan canda- tawa, motivasi, dan kasih sayang yang tak pernah henti.

10. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010 yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik bentuk, isi, maupun teknik penyampaiannya, oleh sebab itu kritikan yang membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan tangan terbuka dan sangat diharapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bergerak dalam dunia pendidikan.

Jakarta, 29 Desember 2014

(9)

v

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan ... 8

F. Manfaat ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Menulis ... 10

1. Hakikat Menulis ... 10

2. Fungsi dan Tujuan ... 11

3. Pembelajaran Menulis ... 13

(10)

vi

3. Unsur-Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 20

4. Langkah-Langkah Menulis Cerpen ... 29

C. Media Pembelajaran ... 31

1. Hakikat Media Pembelajaran ... 31

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ... 33

3. Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran ... 37

4. Jenis-Jenis Media Pembelajaran ... 38

5. Foto Sebagai Media Pembelajaran ... 39

D. Tinjauan Pustaka ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Tempat dan waktu Penelitian ... 45

B. Metode dan Desain Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 49

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Instrumen Penelitian ... 51

F. Teknik Analisis Data... 55

G. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 55

H. Hipotesis Statistik ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

(11)

vii

C. Deskripsi Keterampilan Tes Menulis Cerpen Siswa ... 70

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 92

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Simpulan ... 96

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN

(12)

1

A. Latar Belakang

Hakikat pengajaran sastra ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan itu. Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai-nilai akali, nilai-nilai afektif, nilai-nilai keagamaan, dan nilai-nilai sosial, secara sendiri-sendiri, atau gabungan dari keseluruhan itu, sebagaimana tercermin di dalam karya sastra.1 Dalam bentuknya yang paling sederhana pembinaan apresiasi sastra membekali siswa dengan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Porsi dan cara penyampaian bekal tersebut bergantung pada tingkatan pendidikan siswa; tentu saja penyampaian tersebut tetap berpegang pada ketimbalbalikan proses belajar mengajar.

Di jenjang pendidikan, sekolah menengah atas (SMA/MA) salah satu kompetensi pembelajaran sastra yang harus dicapai oleh siswa adalah menulis cerpen. Adapun indikator yang harus dicapai oleh siswa adalah siswa mampu menulis cerpen dengan menggunakan bahasa yang sesuai untuk mengembangkan penokohan, menghidupkan konflik, dan menghadirkan latar dan pendukung. Menulis cerpen merupakan pembinaan apresiasi sastra mengembangkan keterampilan menulis kreatif siswa. Keterampilan menulis kreatif sastra merupakan kegiatan produktif dan ekspresif. Kegiatan produktif artinya dalam pembelajaran tersebut siswa menghasilkan informasi untuk

1

(13)

pembaca dalam bentuk tulisan. Keterampilan menulis kreatif sastra ini juga sebagai bentuk ekspresi sikap dan pendapat terhadap suatu keadaan atau persitiwa dengan tujuan pembaca memahami apa yang diekspresikan dalam bentuk tulisan tersebut. Pembinaan apresiasi sastra dengan membekali siswa keterampilan menulis ini sangatlah penting, karena mempunyai banyak manfaat. Manfaatnya yaitu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa siswa dalam bentuk tulisan dan melatih siswa untuk mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam berbagai bentuk tulisan sastra berupa puisi, cerita pendek, novel, drama, resensi, dan esai.

Pembelajaran keterampilan menulis tidak dapat dilepaskan dari tiga pembelajaran keterampilan berbahasa lainnya yaitu keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Keterampilan menulis sangat erat hubungannya dengan keterampilan membaca, jika dibandingkan dengan dua keterampilan berbahasa lainnya yaitu menyimak dan berbicara. Para ahli mengatakan

bahwa untuk dapat ’menulis’ kita harus banyak ’membaca.’2

Membaca adalah sarana utama menuju ke keterampilan menulis, sehingga semakin banyak seseorang membaca maka akan semakin baik juga kualitas tulisan orang tersebut.

Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang disampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang

2

(14)

menangkap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Oleh karena itu, keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting.

Keterampilan menulis seseorang bukan merupakan bakat, tetapi merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan melalui latihan yang berkesinambungan. Keterampilan menulis memerlukan intensitas pelatihan yang terus menerus hingga menghasilkan sebuah tulisan yang indah dan memiliki nilai estetika. Keterampilan menulis perlu ditumbuhkembangkan dalam dunia pendidikan karena dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi segala sesuatu. Menulis juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah, dan menyusun urutan dari pengalaman. Melatih kaum remaja dalam hal ini siswa dengan kegiatan menulis khususnya cerpen sangat penting. Meskipun pembelajaran menulis cerpen tidak dimaksudkan untuk mencetak sastrawan, pembelajaran menulis cerpen seperti telah disebutkan di awal dapat dipakai siswa untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Selain itu, kegiatan menulis cerpen juga dapat dipakai untuk melatih kreativitas siswa dan melatih kepekaan mereka terhadap seni sastra.

(15)

Salah satu persoalan yang dihadapi oleh siswa di dalam pelajaran mengarang ialah mencari topik atau isi yang akan ditulis. Banyak waktu dicurahkan untuk mencari-cari apa yang akan ditulis, dan ini sebenarnya baru langkah awal. Langkah berikut, yang tidak kalah sulitnya, bahkan barangkali lebih sulit, ialah bagaimana menuliskan atau membahasakan gagasannya itu. Untuk dapat mengalihkan gagasan ke dalam bahasa yang enak diikuti dan mudah dipahami diperlukan banyak sekali latihan, yaitu bagaimana merangkai kata menjadi kalimat, lalu merangkai kalimat menjadi paragraf.3 Masalah yang sering juga terjadi dalam hasil tulisan siswa, khususnya cerpen yaitu siswa mengalami kesulitan dalam membangun unsur-unsur pembentuk cerpen yang meliputi tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Selain itu, hasil cerpen siswa tidak ada konflik, padahal cerpen tanpa konflik tidaklah sempurna ibarat sayur tanpa garam. Siswa kesulitan dalam menghidupkan konflik dalam cerpen yang mereka buat, sehingga cerita mereka hanya datar tanpa ada konflik.

Permasalahan menulis yang dihadapi siswa dalam pembelajaran menulis tersebut, tentu saja disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya disebabkan proses pembelajaran yang terjadi di kelas saat ini masih banyak menggunakan metode konvensional. Sampai saat ini penggunaan media pembelajaran di sekolah masih jarang dilakukan oleh guru. Kegiatan belajar-mengajar didominasi oleh guru, sehingga siswa kurang aktif di dalam kelas. Selanjutnya hal tersebut juga disebabkan pembelajaran keterampilan menulis lebih banyak disajikan dalam bentuk teori-teori. Hal ini menyebabkan kurangnya kebiasaan menulis oleh siswa sehingga mereka sulit menuangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan.

3

(16)

Lemahnya tingkat kemampuan menulis pada siswa ini, menuntut seorang guru agar banyak melatih siswa dengan menekankan lebih banyak pada kegiatan praktik menulis bila dibandingkan dengan hanya membekali siswa dengan teori-teori menulis saja dalam pembelajaran menulis. Dengan begitu siswa akan terbiasa menulis, kemampuan menulis siswa pun semakin baik dan nilai yang diperoleh pun sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu seorang guru Bahasa dan Sastra Indonesia juga harus mampu mengembangkan seni mengajarkan bahasa dan sastra secara tepat dan bervariasi, sehingga pembelajaran memberikan kesenangan, kegairahan, minat, serta kebahagiaan pada siswa. Hal ini akan memberikan dukungan bagi penumbuhan sikap cipta, rasa dan karsa siswa terhadap sastra. Salah satu variasi mengajar yang dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa dan sastra saat ini yaitu menggunakan media pembelajaran yang tepat dan menarik dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran menulis sastra dapat menimbulkan gairah dan motivasi bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis sastra dan tidak lagi dianggap sebagai hal yang membosankan bagi siswa.

Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi pelajaran yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan materi pelajaran dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.4 Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna materi pembelajaran melalui pemanfaatan media pembelajaran yang tepat dan

4

(17)

menarik. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Munadi bahwa media pembelajaran adalah ”segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif”.5

Dengan demikian, pemanfaatan media dalam proses pembelajaran adalah untuk mengefektifkan dan mengefesiensikan proses pembelajaran.

Media pembelajaran sangat beranekaragam, oleh karena itu pemanfaatan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar harus sesuai dengan isi dan tujuan dari indikator yang ingin dicapai dalam sebuah pembelajaran. Oleh sebab itu, tujuan pembelajaran harus dijadikan pangkal acuan untuk penggunakan media dan pemilihan media pembelajaran. Apabila diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Salah satu media yang dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menulis seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, seorang guru dapat memanfaatkan media gambar. Pemanfaatan media gambar dalam proses belajar membantu siswa dapat mengingat-ingat materi pelajaran, mengembangkan kemampuan berbahasa, bercerita, menggambarkan atau melukiksan, berekspresi dalam kegiatan seni. Serta melalui media gambar dalam kegiatan menulis cerpen ini diharapkan dapat melatih dan mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas siswa. Fungsi gambar sebagai media pembelajaran menulis juga diungkapkan oleh Nurgiyantoro yang

5

(18)

menyatakan gambar berfungsi sebagai pemancing kognisi dan imajinasi serta pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan.6

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti pengaruh media gambar terhadap keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X. Pemanfaatkan media gambar ini, diharapkan siswa tidak lagi mengalami kesulitan untuk mencari inspirasi, topik atau isi yang akan mereka tuangkan dalam pembelajaran menulis cerpen dan siswa dapat membangun unsur-unsur pembentuk cerpen yakni, tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa menjadi satu kesatuan yang utuh. Melalui media gambar ini juga diharapkan dapat mendorong dan membangkitkan minat siswa dalam belajar.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Minimnya guru Bahasa Indonesia dalam menggunakan atau memanfaatkan media dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen.

2. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran menulis.

3. Siswa mengalami kesulitan untuk menemukan ide dalam pembelajaran menulis.

4. Dalam pembelajaran menulis guru hanya membekali dengan teori-teori saja.

5. Kurangnya kemampuan siswa dalam menulis cerpen.

6

(19)

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah tidak terlalu luas maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah penelitian yaitu: pengaruh media gambar terhadap keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X MA Islamiyah Ciputat tahun ajaran 2013/2014.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah ini

adalah “Bagaimanakah pengaruh media gambar terhadap keterampilan

menulis cerpen pada siswa kelas X Madrasah Islamiyah Ciputat?”

E. Tujuan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah penggunaan media gambar dapat berpengangaruh terhadap keterampilan menulis cerpen dan menjadikan siswa lebih aktif. Dengan penelitian ini, diharapkan agar guru dapat menggunakan strategi baru dalam proses pembelajaran, karena siswa harus aktif dalam semua kegiatan pembelajaran dan menjadikan siswa yang aktif dan kreatif.

F. Manfaat

[image:19.612.125.529.138.686.2]
(20)
(21)

10

A. Menulis

1. Hakikat Menulis

Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan keterampilan yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Halliday berpendapat bahwa menulis telah berkembang di masyarakat sebagai hasil dari perubahan budaya yaitu menciptakan suatu komunikasi yang tidak dapat dipenuhi oleh bahasa lisan/berbicara.

Tarigan mengungkapkan, “Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dikatakan ekspresif karena ketika menulis, penulis harus terampil memanfaatkan struktur bahasa, kosa kata, dan grafologi.”1 Yunus dan kawan-kawan menyatakan, menulis adalah “suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau mediumnya.”2 Lada dalam Tarigan mendefinisikan “Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan grafik tadi.”3

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis digunakan oleh seseorang (penulis) sebagai komunikasi tidak langsung kepada lawan bicara dengan menggunakan simbol-simbol tulis (bahasa tulis)

1

Henry Guntur Tarigan, Menulis: Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa (Bandung: Angkasa Group, 2008), h. 4.

2

M. Yunus, Menulis 1, (Jakarta: UT, 2009), h. 1.3. 3

(22)

dengan tujuan agar lawan bicara dapat menerima apa yang diutarakan penulis dengan bahasa tulis.

Aktivitas menulis sangat berkaitan erat dengan membaca. Leonhard menyatakakan bahwa anak-anak gemar membaca akan memperoleh rasa kebahasaan tertulis, yang kemudian mengalir ke dalam tulisan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar menulis dapat diawali dengan membaca. Elley dan Mangubhai menyatakan anak-anak yang berpartisipasi dalam program membaca bebas, dapat menulis dengan lebih baik.4 Jadi, semakin banyak seseorang membaca maka akan semakin baik tulisannya.

2. Fungsi dan Tujuan Menulis

Tarigan menyatakan pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para siswa berpikir. Juga dapat menolong kita berpikir secara kritis. Selain itu fungsi menulis juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi seseorang, memecahkan masalah-masalah yang seseorang hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman.

Sehubungan dengan “tujuan” penulisan suatu tulisan, Hugo Hartig merangkumnya sebagai berikut:

a. Assigment purpose (tujuan penugasan)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri. (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku; sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat).

4

(23)

b. Altruistic purpose (tujuan altruistic)

Penulis bertujuan menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. Tujuan altrulistik adalah kunci keterbacaan suatu tulisan.

c. Persuasive purpose (tujuan persuasive)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.

d. Information purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan kepada para pembaca.

e. Self-expressive purpose

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.

f. Creative purpose

(24)

g. Problem-solving purpose

Penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.5

3. Pembelajaran Menulis

Siswa mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi lebih daripada sekadar pengetahuan tentang bahasa. Pembelajaran bahasa, selain meningkatkan keterampilan berbahasa dan bersastra, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam perasaan siswa. siswa tidak hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau langsung, tetapi juga disampaikan secara terselubung atau tidak secara langsung. Siswa diharapkan tidak hanya pandai bernalar, tetapi juga memiliki kecakapan di dalam interaksi sosial, dapat menghargai perbedaan baik di dalam hubungan antarindividu maupun di dalam kehidupan bermasyarakat yang berlatar berbagai budaya dan agama.

Agar siswa mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk membekali siswa dengan keterampilan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, tidak hanya dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa.

Perlu ditandaskan bahwa pelajaran menulis haruslah dipentingkan dan diberi waktu secara cukup dan teratur. Jika tidak demikian, berarti guru tidak

5

(25)

memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih bahasa secara tertulis yang sangat berguna dalam kehidupan siswa kelak.

Mengingat pentingnya menulis, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu lebih diefektifkan. Dengan diajarkan materi menulis tersebut diharapkan siswa mempunyai keterampilan yang lebih baik. Seseorang yang dapat membuat suatu tulisan dengan baik berarti ia telah menguasai tata bahasa, mempunyai perbendaharaan kata dan mempunyai kemampuan menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan. Dengan demikian, tulisan siswa dapat dijadikan salah satu tolok ukur keberhasilan siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia.6

4. Menulis sebagai Proses

Keterampilan berbahasa bukanlah sesuatu yang diajarkan melalui uraian dan penjelasan dari guru semata. Siswa tidak dapat memperoleh keterampilan berbahasa dengan hanya duduk, mendengarkan dan mencatat penjelasan dari guru.

Menyimak, berbicara, membaca, dan menulis memerlukan adanya pembinaan secara bertahap dan terus-menerus dengan memberikan latihan-latihan kepada siswa agar siswa memiliki empat keterampilan berbahasa tersebut. Dengan demikian, kemampuan menulis diperoleh karena latihan. Tanpa latihan, keterampilan menulis tidak akan bisa dimiliki.

6

(26)

Berbagai pendekatan dalam pembelajaran menulis yang dikemukakan Proett dan Gill dalam M. Yunus, yaitu:

a. Pendekatan frekuensi menyatakan bahwa banyaknya latihan menulis atau mengarang, sekalipun tidak dikoreksi akan mempertinggi keterampilan seseorang.

b. Pendekatan gramatikal berpendapat bahwa pengetahuan atau penguasaan seseorang akan struktur bahasa akan mempercepat kemahirannya dalam menulis.

c. Pendekatan koreksi berkeyakinan bahwa banyaknya masukan/koreksi yang diperoleh seseorang akan mempercepat kemampuannya dalam menulis.

d. Pendekatan formal mengungkapkan bahwa peolehan keterampilan menulis terjadi bila pengetahuan bahasa, pengalineaan, pewacanaan, serta konvensi atau aturan penulisan dikuasai dengan baik.7

Kegiatan menulis itu merupakan suatu proses, yaitu proses penulisan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan menulis memerlukan proses yaitu berupa langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seseorang apabila ingin menyelesaikan tulisannya. Bila proses tersebut tidak diikuti maka hasilnya tidak akan memuaskan.

B. Cerita Pendek

1. Hakikat Cerita Pendek

Cerita pendek, atau yang lebih populer dengan akronim cerpen, merupakan bagian dari jenis prosa. Pengertian cerita pendek telah banyak

7

(27)

dibuat dan dikemukakan oleh pakar sastra, sastrawan. Memang membuat definisi cerita pendek itu tidaklah mudah. Walaupun demikian, akan diterangkan beberapa pengertian cerita pendek yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan sastrawan.

Sumardjo mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan bentuk utuh, menunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti.8

Widjoko dan Endang Hidayat mengungkapkan cerita pendek merupakan suatu cerita tentang kejadian apa saja menyangkut persoalan jiwa atau kehidupan manusia. Misalnya sebuah karangan pendek tentang keadaan warung bukanlah sebuah cerpen, tetapi karangan tentang keadaan di warung akan menjadi cerpen jika di dalamnya dijalinkan suatu peristiwa, suatu kejadian menyangkut persoalan jiwa salah seorang atau beberapa orang di warung itu.9

Dalam kamus Istilah Sastra, Sudjiman menuliskan pengertian cerita pendek. Sudjiman mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang daari 10.000 kata) yang dimaksudkan memberikan kesan tunggal yang dominan. Cerita pendek memusatkan diri pada satu tokoh dalam situasi pada suatu ketika. Meskipun persyaratan itu tidak terpenuhi, cerita pendek tetap memperlihatkan kepaduan sebagai patokan. Cerita pendek yang efektif terdiri dari tokoh atau sekelompok tokoh yang ditampilkan pada satu

8

Sukino, Op. Cit., h. 142. 9

(28)

latar atau latar belakang dean lewat lakuan lahir atau batin terlibat dalam satu situasi.10

Dalam memahami kesusastraan, Sumardjo bepengertian bahwa cerita pendek adalah cerita yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fiksi dalam aspeknya terkecil. Kependekan sebuah cerita pendek bukan karena bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel melainkan karena aspek masalahnya yang sangat dibatasi. Dengan pembatasan ini, sebuah masalah akan tergambarkan jauh lebih jelas dan jauh lebih mengesankan bagi pembaca. Kesan yang ditinggalkan oleh sebuah cerita pendek harus tajam dan dalam sehingga sekali membacanya kita tak akan mudah lupa. Kalau sebuah cerita pendek menggambarkan watak pelit seorang tokoh, misalnya pengarang harus menceritakan secara ringkas, cermat memilih adegan yang sangat penting saja, sehingga sifat kepelitan itu muncul dengna jelas, jernih, dan tajam. Sebab itu, sifat seleksi amat penting dalam cerita pendek. Segala sesuatu harus diseleksi secara cermat shingga titik yang dituju cerita pendek menjadi terfokus benar. Menulis cerita pendek merupakan seni yang sulit. Cerita pendek membutuhkan kepekaan penulisnya untuk bersifat ekonomi dan pemilih dalam segala hal. Oleh karena itu, tidak boleh ada unsur yang terbuang percuma dalam cerita pendek.11

Berdasarkan beberapa pengertian cerpen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang memuat peristiwa dan menitikberatkan pada satu permasalah disajikan dengan pendek, padat, dan lengkap.

10

Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, cetakan ke-2, 2010), h. 51

11

(29)

2. Ciri-Ciri Cerita Pendek

Tarigan menyatakan ciri-ciri khas cerita pendek yang dikutip dari beberapa ahli adalah sebagai berikut:

a. Ciri-ciri utama cerita pendek adalah: singkat, padu, dan intensif.

b. Unsur-usur utama cerita pendek adalah: adegan, padu, dan intensif.

c. Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatina.

d. Cerita pendek harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara lansung maupun tidak langsung.

e. Cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai penghidupan, baik secara langsung atau tidak langsung.

f. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu hempasan, suatu kesan dalam pikiran pembaca.

g. Cerita pendek harus menimbulkan suatu perasaan pada pembaca, bahwa pembaca merasa terbawa oleh jalan cerita dan cerita pendek pertama-tama menarik perasaan baru kemudian menarik pikiran.

h. Cerita pendek mengandung rincian dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.

i. Cerita pendek harus mempunyai pelaku utama.

j. Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik.

(30)

l. Cerita pendek memberikan impresi tunggal.

m. Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.

n. Cerita pendek menyajikan satu emosi.

o. Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata (atau kira-kira 33 halaman kuartio spasi rangkap).12

Selanjutnya, Helvy Tiana Rosa dalam kutipan wawancara yag ditulis dalam Buku Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggunggah, menyatakan yang harus ada pada cerita fiksi termasuk salah satunya cerpen adalah:

a. Ada ide/gagasan baru tidak klise,

b. Tema universal yang dekat dengan khidupan,

c. Ada eksplorasi bahasa,

d. Karakter tokoh yang tidak biasa (punya karakter sendiri, dan dia benar-benar hidup),

e. Kejelasan bangunan konflik,

f. Setting mendukung,

g. Alur yang tak mudah diterka,

h. Judul yang unik dan menarik.13

12

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa. Edisi Revisi. 2011), h. 180-181.

13

(31)

3. Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Cerpen memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan suatu karya sastra.14 Selanjutnya, Aminuddin menyatakan Unsur intrinsik adalah elemen-elemen fiksional yang membangun karya fiksi itu sendiri sebagai suatu wacana.15 Sedangkan Soedjijono menyatakan bahwa unsur intrinsik adalah unsur yang berkaitan dengan eksistensi sastra sebagai struktur verbal yang otonom.16

Dari beberapa pengertian mengenai unsur intrinsik di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik adalah unsur yang melekat pada prosa fiksi itu sendiri atau yang dapat diamati atau dianalisis dari karya fiksi itu sendiri. Unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur/plot, latar/seting, gaya bahasa, dan sudut pandang penceritaan. Adapun Suroto berpendapat bahwa cerpen pada dasarnya dibangun atas unsur-unsur tema, amanat, perwatakan, latar, dan pusat pengisahan.17

Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur intrinsik prosa fiksi ada enam, yaitu 1) tema, 2) tokoh dan penokohan, 3) rangkaian peristiwa/ alur dan plot, 4) gaya (style), 5) setting atau latar, 6)

point of view atau sudut pandang. Semua unsur-unsur tersebut saling berkaitan erat membentuk makna baru.

14

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Cetakan Ketiga. 2000), h. 23.

15

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Sastra, (Bandung: Sinar Baru. 1987), h. 65. 16

Priyatni Endah Tri, Membaca Sastra denganAncangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h.109.

17

(32)

a. Tema

Abrams mengungkapkan “Theme is sometimes used interchangeably

with ‘motif’, but the term is more usefully applied to a general concept or

doctrine, whether implicit or asserted, which an imaginative works is

designed to incorporate and make persuasive to reader”.18 Kata tema

seringkali disamakan dengan pengertian topik. Padahal kedua istilah itu mengandung pengertian yang berbeda. Topik berarti pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan suatu gagasan sentral sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam fiksi.19 Sukino mendefinisikan tema sebagai suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik.20

Tema sering juga disebut ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam pikiran pengarang sekaligus tempat utama dalam cerita. Aminuddin dalam „Pengantar Teori Sastra’ menyatakan tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.21

Berdasarkan beberapa pengertian tema di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tema adalah hal yang mendasari suatu cerita yaitu berupa tujuan yang ingin disampaikan kepada penulis. Melalui tema, pesan apa yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca akan tersampaikan. Tema ibarat tulang punggung dalam cerita, dengan adanya tema maka cerpen akan meninggalkan kesan pada pembaca.

18

M. H. Abrams, A Glossary of Literary Terms, (Boston: Thomson Learning), h. 170. 19

Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa. 1988), h. 42. 20

Sukino, Op. Cit., h. 147. 21

(33)

b. Tokoh, watak, dan penokohan

Aminuddin mengungkapkan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga persitiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.22 Tokoh dalam cerita merujuk pada “orang” atau “individu” yang hadir sebagai pelaku dalam sebuah cerita, yaitu orang atau individu yang akan mengaktualisasikan ide-ide penulis.23 Sedangkan Saad, menyatakan tokoh adalah yang melahirkan peristiwa.24 Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu karya oleh sastrawan di sebut perwatakan.25

Masalah penokohan dan perwatakan merupakan salah satu hal yang kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan. Karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita. Untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam sebuah karya fiksi dibedakan ke dalam beberapa jenis berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauannya, yaitu:

1) Berdasarkan segi peranan tokoh

a) Tokoh utama

Yaitu yang diutamakan penceritaannya. Tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga mendominasi sebagian besar cerita.

22

Aminuddin, Op. Cit., h. 85. 23

Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan Sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 59-60.

24

Jabrohim, Sumianto A. Sayuti, dan Chairul Anwar, Cara Menulis Kreatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009), h. 105.

25

(34)

b) Tokoh tambahan

Yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita

2) Berdasarkan fungsi penampilan

a) Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

b) Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengna tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung.

3) Berdasarkan perwatakannya

a) Tokoh Sederhana

Tokoh yang hanya memiliki satu karakter pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja.

b) Tokoh Kompleks atau tokoh bulat

Tokoh yang memilki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.

4) Berdasarkan pencerminan tokoh

a) Tokoh tipikal

(35)

Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukan terhadap orang atau kelompok orang yang terkait dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga yang ada di dunia nyata.

b) Tokoh netral

Tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri dan merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi, dihadirkan semata-mata demi cerita atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita dan yang diceritakan.26

c. Latar cerita

Abrams mengemukakan latar atau yang disebut setting sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.27 Stanton mendefinisikan latar adalah lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa.28 Dalam latar inilah segala peristiwa menyangkut hubungan antartokoh terjadi.

Leo Hamalian dan federick R Karrel menjelaskan bahwa latar certia dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu.29 Kenney mengungkapkan cakupan latar dalam cerita fiksi yang meliputi penggambaran

26

Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 176-193 27

Ibid., h. 216. 28

Heru Kurniawan dan Sutardi, Penulisan sastra Kreatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 66.

29

(36)

lokasi geografis, pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangang pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial dan emosional para tokoh.30

Nurgiyantoro membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut:

a) Latar Tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi kejadian peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.

b) Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu.

c) Latar Sosial

Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkungan cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.31

30

Siswanto, loc. cit.

31

(37)

a. Sudut pandang

Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.32 sudut pandang digunakan pengarang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembacanya. Seorang pengarang dalam memaparkan ceritanya dapat memilih satu atau lebih narator/pencerita yang bertugas memaparkan ide, peristiwa-peristiwa dalam prosa fiksi.

Pembedaan sudut pandang dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang, yaitu:

a) Sudut pandang persona ketiga “Dia”

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata ganti: ia, dia, dan mereka.

Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengna tokoh “dia” jadi bersifat mahatahu. Di pihak lain ia mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia”, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.

32

(38)

b) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Dalam pengisahan cerita mempergunakan sudut pandang persona pertama narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita.

Sudut pandang persona pertama dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si “aku” dalam cerita. Si “aku” mungkin menduduki peran utama, jadi tokoh protagonis. Mungkin hanya menduduki peran tambahan menjadi tokoh tambahan protagonis atau berlaku sebagai saksi.

c) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang dalam sebuah cerita mungkin saja lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Semuanya itu tergantung dari kemauan dan kreativitas pengarang, bagaimana mereka memanfaatkan teknik yang ada demi tercapainya efektivitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari variasi penceritaan agar memberikan kesan lain.33

b. Alur/Plot

Alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalm suatu cerita.34 Sudjiman mengartikann alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Plot atau alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsure fiksi yang lain.

33

Nurgiyantoro, Op. Cit. , h. 256-266 34

(39)

Plot atau alur, kadang-kadang disebut juga jalan cerita, ialah struktur kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Plot dibangun oleh beberapa peristiwa yang biasa disebut alur. Unsure-unsur alur yaitu:

a. Perkenalan

b. Pertikaian

c. Perumitan

d. Klimaks/puncak

e. Peleraian

f. Akhir

unsur-unsur alur ini tidak selalu urutannya bersusun seperti itu, tetapi ada yang dari tengah dulu, lalu kembali ke peristiwa awal, kemudian berakhir. Ada pula yang dari akhir menuju tengah kemudian sampai ke awal. Karena kedudukan unsur intrinsik inilah, maka ada yang disebut alur maju, mundur, dan dan alur maju mundur.

Berdasarkan kualitas hubungan tiap unsur alur, maka ada alur longgar dan alur erat. Yang dimaksud alur longgar adalah jika sebagian peristiwanya kita lepaskan (tidak dibaca) tidak mengganggu keutuhan ceritanya. Sedangkan alur erat, bila sebagian ceritanya kita tinggalkan akan menganggu keutuhan cerita.35

g. Gaya Bahasa

Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu

35

(40)

menuansakan makna dari suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.36 Menurut Gorys Kerap, gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan identitas dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).37

Berhasil atau tidaknya seorang pengarang fiksi, justru tergantung dari kecakapannya mempergunakan gaya yang serasi dalam karyanya. Penggunaan aneka jenis majas seperti metafora, personifikasi, alegori, ironi, simbolisme, sinekdoke, dan lain-lain, bergantung kepada materi, kondisi, dan situasi cerita yang akan digarap. Penggunaan majas ini sedikit banyak tergantung pada usia, pendidikan, pengalaman, tempramen, keterampilan, serta kecakapan para pelaku yang secara tidak langsung menuturkan cerita itu.38 Sudah jelas misalnya lain majas yang dipergunakan oleh orang dewasa dengan majas siswa SMA dalam melukiskan suatu obyek yang sama. Begitu pula majas seorang sarjana akan berbeda dengan majas seorang karyawan kantor dalam melukiskan obyek yang sama.

4. Langkah-Langkah Menulis Cerpen

Menulis cerita pendek langsung jadi, tentunya bukan pekerjaan yang mudah dilakukan, apalagi bagi siswa. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan sebelum menulis cerpen adalah sebagai berikut:

a. Pramenulis

 Menemukan masalah (persoalan yang dapat diangkat dalam cerita)

 Mengumpulkan bahan

 Merumuskan judul

36

Aminuddin, Op. Cit. , h. 71. 37

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 113 38

(41)

b. Penulisan

 Menyusun tulisan kasar (draft)

c. Revisi

Teknik menulis cerpen salah satunya adalah merangkai cerita unik, baru, dan membumbui dengan fantasi atau pengalaman pribadi yang tentu saja tidak sama dengan orang lain.

Kosasih menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menulis cerpen, yaitu sebagai berikut:

a. Membuat Paragraf pertama yang mengesankan

Peragraf pertama dibuat mengesankan agar pembaca merasa tertarik. Paragraf ini hendaknya langsung masuk ke pokok persoalan sehingga tidak menghadirkan kebosanan dan rasa apatis bagi pembacanya.

b. Menggunakan Alur yang tidak mudah ditebak

Sebuah cerpen tidak akan ada artinya bila tidak ada pembacanya. Oleh sebab itu, perlu digunakan teknik-teknik, kiat-kiat atau trik-trik tertentu untuk menarik minat pembaca, seperti menyiasati alur sehingga tidak mudah ditebak.

c. Menggali suasana

(42)

d. Menggunakan kalimat efektif

Penggunaan kalimat efektif akan memudahkan pembaca menangkap maksud dan isi cerita tersebut. Selain menggunakan kalimat efektif, penggunaan kosakata dan gaya bahasa yang bervariasi akan membuat cerpen tersebut tidak kering dan membosankan.

e. Menggerakkan tokoh

Tokoh-tokoh dalam cerpen digerakkan, baik secara fisik maupun psikis sehingga terlukis seperti dalam kehidupan sehari-hari. Ini membuat karya tersebut terasa hidup.

f. Fokus cerita

Sebuah cerpen pada dasarnya mengandung satu persoalan pokok. Fokus cerita yang tajam merupakan salah satu penunjang terciptanya karya sastra yang bagus.

g. Sentakan akhir

Cerpen diakhiri ketika persoalan telah dianggap selesai. Cerpen-cerpen mutakhir umumnya diakhiri dengna sentakan akhir yang membuat pembaca terpana dan penasaran.

C. Media Pembelajaran

1. Hakikat Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti ’tengah’, ’pengantar’ atau ’perantara’. Dalam bahasa Arab, media disebut ’wasail’ bentuk jama dari ’wasilah’ yakni sinonim al- wasth

(43)

mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya.39

Banyak batasan yang diberikan orang tentang media, Rossie dan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, Koran, majalah, dan sebagainya.40 Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Menurut Gerlach media bukan hanya alat perantara seperti tv, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.41

Asosiasi Pendidikan Nasional (Natinoal Education Association/NEA) memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya.42 Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. Apa pun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

39

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta. 2012), h. 6

40

Wina, sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta:Kencana, 2008) h. 204

41

Ibid. 42

(44)

2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Munadi menyatakan fungsi media pembelajaran bisa berdasarkan pada analisis medianya dan berdasarkan penggunaannya. Analisis fungsi media didasarkan pada media terdapat tiga fungsi media pembelajaran, yakni (1) media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar; (2) fungsi semantik, dan (3) fungsi manipulatif. Sedangkan analisis fungsi yang didasarkan pada penggunaannya (anak didik) terdapat dua fungsi, yakni (4) fungsi psikologis dan (5) fungsi sosio-kultural.43

Berikut ini akan dijelaskan fungsi media pembelajaran secara satu persatu:

a) Fungsi Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar

Secara teknis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Dalam kalimat ”sumber belajar” ini tersirat makna keaktifan, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah fungsi utama dari media pembelajaran. Sumber belajar dapat dipahami sebagai segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan (memudahkan) terjadinya proses belajar.

b) Fungsi Semantik

Fungsi semantik yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami anak didik (tidak verbalistik)

43

(45)

c) Fungsi Manipulatif

Fungsi manipulatif media ini memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.

Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengaasi batas-batas ruang dan waktu, yaitu:

1) Kemampuan media menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya.

2) Kemampuan media menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat.

3) Kemampuan media menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi (terutama padda mata pelajaran sejarah).

Kedua, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi keterbatasan inderawi manusia, yaitu:

1) Membantu siswa dalam memahami objek yang sulit diamati karena terlalu kecil.

2) Membantu siswa dalam memahami objek yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat.

3) Membantu siswa dalam memahami objek yang membutuhkan kejelasan suara.

4) Membantu siswa dalam memahami objek terlalu kompleks.

d) Fungsi Psikologis

(46)

1) Fungsi atensi, media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap materi ajar. Media pembelajaran yang tepat guna adalah media pembelajaran yang mampu menarik dan memfokuskan perhatian siswa.

2) Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Dengan adanya media pembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima beban pelajaran, dan perhatiannya akan tertuju kepada pelajaran yang diikutinya.

3) Fungsi kognitif, yaitu fungsi media meliputi persepsi, mengingat dan berpikir.

4) Fungsi motivasi, yakni dengan media pembelajaran siswa akan terdorong terlibat secara aktif melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai

e) Fungsi Sosio-Kultural

Fungsi media dilihat dari kultural, yakni mengatasi hambatan sosio-kultural antarpeserta komunikasi pembelajaran, karena media pembelajaran memiliki kemampuan dalam memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.44

Dale mengemukakan bahwa bahan-bahan audio-visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealsiasi:

44

(47)

a) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas;

b) Membuahkan perubahan signifikan tingkahlaku siswa;

c) Menunjukkah hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatkan motivasi belajar siswa;

d) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa;

e) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa;

f) Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatkan hasil belajar;

g) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari;

h) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan;

i) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat;

j) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.45

45

(48)

3. Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemilihan media, diantaranya :

a) Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap media memiliki karakteristik tertentu yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pemakaiannya.

b) Pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas. Artinya pemilihan media tertentu bukan didasarkan kepada kesenangan guru atau sekedar selingan hiburan, melainkan harus menjadi bagian integral dalam keseluruhan proses pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran siswa.

c) Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa.

d) Pemilihan media harus sesuai dengan gaya belajar siswa serta gaya dan kemampuan guru.

e) Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran. 46

Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada sejumah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya :

a) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b) Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.

46

(49)

c) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa.

d) Media yang digunakan harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi.

e) Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. 47

4. Jenis-jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran dikelompokkan menjadi empat jenis. Keempat jenis tersebut adalah media visual, media audio, media audio visual, dan multimedia.

a. Media visual yaitu jenis media yang mengandalkan indera penglihatan. Dengan media ini, pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat bergantung pada penglihatan. Beberapa jenis media visual antara lain: buku, modul, jurnal, gambar, dan poster.

b. Media audio adalah jenis media yang digunakan dalam proses belajar mangajar dengan melibatkan indera pendengaran. Pesan dan informasi yang diterima peserta didik berupa pesan verbal seperti bahasa lisan, kata-kata, dan lain-lain.

c. Media audio-visual, adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan indera penglihatan dan indera pendengaran. Pesan dan informasi yang disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal. Beberapa contoh media audio visual adalah film, video, program tv, dan lain-lain.

47

(50)

d. Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses pembelajaran. Contoh media multimedia adalah komputer.48

5. Gambar sebagai Media Pembelajaran

Dalam kehidupan sehari-sehari, gambar atau foto tidak asing lagi bagi kita. Setiap hari kita menggunakan foto untuk mengabadikan setiap momen dalam kehidupan kita. Gambar sebagai media pembelajaran tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Gambar merupakan media visual yang dapat memvisualisasikan objek dengan lebih konkret, lebih realistis, dan lebih akurat. Selain itu, foto juga dapat membatasi ruang dan waktu misalnya sesuatu yang teradi di tempat lain dapat terlihat oleh mata yang jauh dari tempat kejadian.

Gambar atau Foto merupakan media visual yang penting dan mudah didapat. Dikatakan penting sebab ia dapat mengganti kata verbal, mengkonkritkan yang abstrak, dan mengatasi pengamatan manusia. Gambar membuat orang dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, lebih jelas daripada diungkapkan oleh kata-kata. Gambar fotografi merupakan salah satu media pengajaran yang amat dikenal di dalam setiap kegiatan pengajaran. Hal itu disebabkan kesederhanaannya, tanpa memerlukan perlengkapan, dan tidak perlu diproyeksikan untuk mengamatinya, serta mudah didapat.

48

[image:50.612.123.529.100.626.2]
(51)

Beberapa kelebihan media gambar foto yang yang diungkapkan oleh Sadiman dan kawan-kawan dalam bukunya, yakni sebagai berikut:

1) Sifatnya konkret; gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

2) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.

3) Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

4) Gambar/foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.

5) Gambar/foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.49

Ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan.

1) Autentik, gambar tesebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat benda sebenarnya.

2) Sederhana, komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar.

3) Ukuran relatif. Gambar/foto dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya.

4) Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi memperlihatkan aktivitas tertentu.

49

(52)

5) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk menacapai tujuan pemebelajaran.

6) Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

7) Memikat perhatian siswa. memikat perhatian anak-anak atau cenderung kepada hal-hal yang diminatinya, yaitu terhadap benda-benda yang akrab dengan kehidupan mereka.50

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini merupakan suatu dasar dalam suatu penelitian. Tujuannya untuk memantapkan dan menguatkan konsep, dan menghindari adanya hasil penelitian yang sama, selain itu untuk melihat seberapa banyak judul penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian penulis. Dalam hal ini beberapa orang sudah melakukan penelitian mengenai Menulis cerpen dan penggunaan media gambar dalam kegiatan pembelajaran menulis lainnya. salah satunya yaitu Euis Subaekah mahasiswa Universitas Negeri Jakarta tahun 2007 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Puisi Naratif Terhadap Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Cibungbulan Bogor”. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan media naratif terhadap kemampuan menulis cerpen pada siswa SMA Negeri 1 Cibungbulan, Bogor kelas X. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan prates dan post test pada kedua kelompok. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Cibungbulan, Bogor yang berjumlah 8 kelas. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara acak untuk mendapatkan satu kelas

50

(53)

eksperimen dan satu kelas kontrol. Setiap kelas diambil sampel sebanyak 30 siswa yang mengikuti seluruh rangakaian kegiatan penelitian mulai dari prates hingga postes. Kelas eksperimen adalah kelas yang menggunakan media naratif, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang tidak menggunakan media puisi naratif. Kedua kelompok diukur untuk memastikan apakah menggunakan media puisi naratif dapat berpengaruh terhadap kemampuan menulis cerpen siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kelas eksperimen mencapai peningkatan Nilai rata-rata yang lebih besar 55,10 pada prates dan 71,60 pada postes dibandingkan kelas kontrol yaitu 50,53 pada prates dan postesnya hanya mencapai 60,90. Ditemukan pula jumlah siswa yang mengalami peningkatan Nilai lebih banyak di kelas eksperimen, yaitu 28 siswa (93,3%) dan kelas kontrol hanya sebanyak 24 siswa (80%). Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang peneleliti lakukan ada pada media pembelajaran yang digunakan, metode penelitan, dan tempat melakukan penelitian. Peneliti kali ini menggunakan media foto. Adapun persamaan skripsi tersebut dengan peneliti yaitu meneliti kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas X dengan menggunakan media pembelajaran dan sama-sama menggunakan metode penelitian eksperimen.

(54)

ini berupa tes dan nontes. Tes yang digunakan adalah pretes dan postes, sedangkan nontes yang digunakan adalah angket. Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah menggunakan media yang sama tetapi diterapkan pada materi pembelajaran keterampilan menulis yang berbeda. Peneliti menerapkan media gambar pada pembelajaran menulis cerpen sedangkan Zubaidah pada pembelajaran keterampilan menulis teks berita.

Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan rata-rata nilai pretes sebesar 54,4 dan hasil rata-rata nilai postes siswa sebesar 73, 3. Dari hasil nilai rata-rata pretes dan postes ini dapat dilihat perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut juga didukung dengan perolehan (8.76) > (2.79). dengan demikian hipotesis alternatif ( ) dalam penelitian diterima, dengan membuktikan bahwa terdapat pengaruh penggunaan media foto terhadap menulis teks berita.

Penelitian relevan yang ketiga dilakukan oleh Siti Wahyuni, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa

Gambar

gambar dapat berpengangaruh terhadap keterampilan menulis cerpen dan
Gambar atau Foto merupakan media visual yang penting dan mudah
gambar pada pembelajaran menulis cerpen sedangkan Wahyuni pada
Aspek Penilaian Menulis Cerpen Berdasarkan Rangsang GambarTabel 3.1 11
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini akan membahas tentang perancangan jaringan Fiber To The Home (FTTH) beserta infrastruktur yang digunakan dan menganalisis performansi jaringan dari Optical Line

Sementara, kepemimpinan pendidikan Islam adalah seseorang yang bukan hanya menjadi pemimpin bagi lembaga Islam, seperti di sekolah, tetapi seorang pemimpin yang bisa menjadi

Sebuah Draft Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mendapat Gelar Magister Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Sekolah

PRINSIP GOOD UNIVERSITY GOVERNANCE PADA STAKPN (SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI).. AMBON Tesis

Tujuan pembelajaran make a match menurut Febriana (2011) yaitu untuk menumbuhkan sikap saling menghormati, menumbuhkan sikap tanggung jawab, meningkatkan percaya diri

Guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana jenjang pendidikan Strata-Satu (S1) pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Elektro

Juniarti dan Agnes Andriyani Sentosa (2009) mengungkapkan bahwa keterbukaan informasi atas laporan keuangan perusahaan merupakan bentuk pertanggungjawaban suatu badan usaha

dimaksud  pada  ayat  (1)  dicantumkan  pada  Rincian  Biaya  Perjalanan  Dinas  sesuai  dengan  format  . _ sebagaimana  tercantum  dalam  Lampiran  II  yang