HUMANOPOLIS
SKRIPSI ALUR PROFESI
(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Arsitektur
Oleh
MUHAMMAD FATAHILLAH
090406041
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUMANOPOLIS
SKRIPSI ALUR PROFESI
(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014
Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Arsitektur
Oleh
MUHAMMAD FATAHILLAH
090406041
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUMANOPOLIS
Oleh
MUHAMMAD FATAHILLAH
090406041
Medan, Oktober 2014
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Achmad Delianur Nasution, ST. MT. IAI
Ketua Departemen Arsitektur
Koordinator Skripsi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan Tugas
Akhir ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur,
Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini adalah sebuah deskripsi dari keseluruhan proses perancangan Studio
Perancangan Arsitektur 6. Setiap kegiatan didalamnya merupakan essay dari proses yang
telah dijalani oleh penulis mulai dari pembahasan kerangka acuan kerja, pengambilan
data, desain skematis dan konseptual, hingga bagaimana proses yang ada dibalik layar
serta opini-opini subjektif penulis dalam merancang bangunan ini.
Selama proses hingga selesainya laporan ini, penulis tidak terlepas dari berbagai
pihak yang turut andil dalam menyukseskannya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
• Bapak Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI sebagai Dosen Pembimbing yang selalu dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan arahan sejak dimulainya
proses desain hingga selesai.
• Bapak Ir. Tavip K. Mustafa, MT, IAI sebagai Konsultan Profesional yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukkan yang sangat positif dan membuka
wawasan yang lebih luas.
• Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Jurusan Arsitektur USU.
• Bapak Ahmad Windhu, ST, MT, IAI selaku penguji dari pihak arsitek profesional yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun.
• Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D selaku Ketua Koordinator Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi
• Orang tua penulis yang tidak ternilai artinya, Ayah dan Mama, Arie F. Batubara dan Sulastri Sukeningsih. Terima kasih atas seluruh dukungannya terutama doa
yang selalu menjadi sumber kekuatan, motivasi dan inspirasi selama proses
pengerjaan ini.
• Adik penulis Muhammad Fahrizal Rizky yang setia menemani dalam keadaan apapun. Now it’s my turn to support you..
• Para saudara Penulis yang tidak akan terlupakan, Kevin Shah Maulana, Qudrah Nooriman, Friza Luthfi, Ade Setya Franata, dan Ahmad Baqir Adrian. Kalian akan
selalu ada di hati Penulis.
• Teman-teman satu kelompok Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi, terima kasih atas kebersamaannya. Semoga sukses selalu menyertai kita
semua.
• Teman-teman Alur Profesi, antusiasme dan kebersamaan yang terjalin selalu memberikan semangat tersendiri disaat Penulis membutuhkannya.
• Teman-teman angkatan 2009, dari NIM 09-001 s/d 09-104 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan yang
tidak terlupakan.
• Adik-adik dari angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang selalu ceria dan optimis dalam serta memberikan warna yang berbeda di kampus Arsitektur USU.
Akhir kata, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan penulisan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.
Medan, Juni 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
ABSTRAK ... viii
PROLOGUE A Humanopolis Design ... 1
Ruang Terbuka Publik ... 2
Humanopolis ... 3
Desain Kawasan Komersil ... 5
BAB 1 Langkah Awal ... 8
Kondisi Tapak ... 10
BAB 2 Ruang Publik, Ruang Untuk Semua ... 14
Transportasi Umum ... 14
Brisbane ... 16
South Bank ... 18
BAB 3 Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi ... 20
Desain yang Manusiawi ... 21
Stakeholder ... 23
Brainstoming ... 24
Riverfront ... 26
Mengakomodasi Kebutuhan ... 27
Ruang Untuk Semua ... 29
BAB 4 Menggubah Rasa Menjadi Massa ... 32
Menjawab Bentuk ... 33
Desain Zona ... 34
Menggubah Rasa ... 36
Proses yang Tidak Linear ... 38
Mengupas Kaidah Humanopolis ... 39
BAB 5 Memulai Kembali, Mencari Benang Merah ... 43
Abraham Maslow ... 45
Interpretasi Dalam Humanopolis ... 47
Evaluasi Tahap 1 ... 50
BAB 6 Sistem atau Desain ... 57
Pemisahan Zona ... 59
Impresi Pertama ... 61
Hasil Desain ... 67
EPILOGUE
DAFTAR GAMBAR
Ilustrasi 1 - Museum of Medieval Stockholm Riverside ... 1
Ilustrasi 2 – Sydney Harbour,Contoh Ruang Terbuka Riverfront ... 2
Ilustrasi 3 – South Bank Brisbane, Pedestrian di Pinggir Sungai Brisbane ... 4
Ilustrasi 4 – Jalur Sepeda, Melbourne ... 6
Ilustrasi 5 – Kondisi Eksisting Tapak, Telah Diratakan ... 9
Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak ... 9
Ilustrasi 7 - Vegetasi Sepanjang Tapak yang Bersebelahan Dengan Sungai ... 10
Ilustrasi 8 – Kondisi Jl. Guru Patimpus pada Sore Hari, pukul 17.00 ... 11
Ilustrasi 9 – Kepadatan Lalu Lintas DKI Jakarta ... 14
Ilustrasi 10 – Dimensi Bus berdasarkan Data Arsitek Neufert ... 15
Ilustrasi 11 – Pemberhentian Bus di Chermside, suburb Brisbane ... 17
Ilustrasi 12 – City Cat, Moda Transportasi Sekaligus Magnet Wisata Brisbane ... 18
Ilustrasi 13 – Festival Sebagai Generator Aktivitas ... 19
Ilustrasi 14 – Sempadan Bangunan yang Dimundurkan, serta Bangunan yang Dibagi Menjadi Beberapa Segmen ... 21
Ilustrasi 15 – Kerangka Berpikir Desain ... 25
Ilustrasi 16 - Gandaria City, Shopping Center di Jakarta, dikembangkan juga oleh Podomoro Group ... 28
Ilustrasi 17 – Indikasi Ruang Publik Ideal, Anak-anak dan Wanita Berkunjung dan Beraktivitas ... 30
Ilustrasi 18 - Pembagian Zona ... 34
Ilustrasi 20 - Permainan Tradisional ... 37
Ilustrasi 21 - Hierarki Kebutuhan Maslow ... 45
Ilustrasi 22 - Gubahan Massa Bangunan ... 47
Ilustrasi 23 - Gubahan Massa Awal, Pembagian Sesuai Zona ... 49
Ilustrasi 24 – Promenade ... 52
Ilustrasi 25 - Siteplan Awal ... 53
Ilustrasi 26 – Promenade ... 54
Ilustrasi 27 - Pembagian Zona, Mall (Kuning), Lobby Kantor (Jingga), dan Kantor (Biru) ... 59
Ilustrasi 28 - Jenis-Jenis Sistem Struktur ... 60
Ilustrasi 29 - Walt Disney Concert Hall ... 63
Ilustrasi 30 - Eksterior Bangunan, Fasade Dengan Secondary Skin ... 64
Ilustrasi 31 – Fitting Kaca Spider ... 65
Ilustrasi 32 - Potongan 3D, Mall (Hijau), Public Space (Kuning), Kantor (Merah) ... 68
Ilustrasi 33 - Groundplan (Kiri) dan Denah Lt. 2 (Kanan) ... 69
Ilustrasi 34 - Denah Lantai 3 (Kiri), dan Lt. 4 (Kanan) ... 71
Ilustrasi 35 - Denah Lt 6-10 (Kiri), Lt. 5 (Kanan) ... 72
Ilustrasi 37 - Denah Lt. 11 (Kiri) & Lt 12-19 (Kanan) ... 73
ABSTRAK
Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan
dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura,
Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan
kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang
revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah
Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan
masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan.
Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis
akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh
berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia
sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk
mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta
mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.
Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.
ABSTRACT
The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other
developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki,
Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy,
slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of
accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design
approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve
it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The
mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly
turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To
that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in
architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to
accommodate human needs.
PROLOGUE
“A Humanopolis Design”
Penataan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal
dibandingkan dengan kota-kota maju di dunia seperti Stockholm, Venice, Miami,
Singapura, Helsinki dan Sydney. Penggunaan kawasan muka sungai di kota-kota tersebut
memberikan contoh bagaimana kawasan muka sungai dapat digunakan sebagai ruang
terbuka publik yang sukses baik secara sosial ataupun komersil. Di dalam konteks ini
kawasan muka sungai dapat didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di
sepanjang sungai.1 Kondisi kawasan muka sungai di kota-kota besar di Indonesia identik
dengan kawasan kumuh, ilegal, tidak tertata, miskin dan memiliki potensi kriminal yang
tinggi. Kondisi ini diperparah lagi dengan pandangan umum bahwa kawasan muka sungai
merupakan bagian belakang bangunan yang harus disembunyikan dalam desain
bangunan.
“a land or property alongside the river”
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/riverfront?q=riverfront
dan digunakan oleh berbagai macam kalangan. Untuk itu, dalam mendesain ruang
terbuka publik yang sukses ada 4 kriteria kunci yang harus terpenuhi yaitu: 1. Access and
Linkage (kemudahan untuk diakses dan dicapai), 2. Comfort and Image (memiliki tempat
yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan
orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi
dimana orang saling bertemu satu sama lain)2. Kriteria diatas merupakan hasil dari
observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project
for Public Spaces (PPS).
transportasi, baik itu pejalan kaki, pengendara sepeda, sepeda motor, mobil, ataupun
kendaraan umum. Dengan banyaknya pilihan untuk mengunjungi sebuah ruang terbuka
publik, maka semakin banyak kalangan yang dapat menjangkau ruang tersebut. Elemen
kunci yang kedua dalam mendesain adalah kenyamanan dan citra, apakah sebuah ruang
terbuka publik nyaman dan mampu merepresentasikan dirinya dengan citra yang baik.
2
Disadur dari jurnal Project for Public Spaces, http://www.pps.org/reference/grplacefeat/
Tingkat kenyamanan dan citra yang baik akan memberikan kesan yang baik di mata
pengguna, kebersihan, keamanan, serta yang tidak kalah penting akan tetapi sering luput
dari desain adalah ketersediaan tempat untuk duduk.
Fungsi dan aktivitas adalah hal yang mendasar dan fundamental dalam
mendesain sebuah ruang publik. Adanya sebuah kegiatan atau tempat yang dituju
memberikan pengguna alasan untuk mengunjungi sebuah ruang publik, dimana kegiatan
tersebut bisa merupakan kegiatan komersil ataupun non-komersil. Semakin banyak
aktivitas yang dapat dilakukan dan pengguna memiliki kesempatan untuk berpartisipasi
bersama, maka semakin baik untuk keberlangsungan dan kehidupan sebuah ruang terbuka
publik. Selain itu keragaman aktivitas juga berarti semakin beragam kalangan yang akan
datang dan menggunakan ruang publik tersebut. Keragaman pengguna merupakan salah
satu tolok ukur keberhasilan ruang terbuka publik, semakin beragam pengguna
(anak-anak, wanita, orang tua juga menggunakannya) maka semakin sukses juga ruang terbuka
publik. Kemudahan untuk bersosialisasi adalah hal yang paling sulit untuk dicapai, karena
hal ini melibatkan banyak faktor seperti misalnya perasaan aman saat bertemu dengan
orang asing. Saat hal ini terpenuhi, maka sebuah ruang terbuka publik akan menjadi
hidup, karena terjadi interaksi antara satu pengguna dengan pengguna lain.
Humanopolis
Jika dielaborasi, maka seluruh faktor yang ada diatas dapat bermuara kepada satu
hal yang paling fundamental, yaitu manusia. Tingkat kesuksesan sebuah bangunan atau
ruang terbuka dapat dinilai secara objektif berdasarkan penggunanya, baik secara kualitas
ataupun kuantitas. Secara kualitas sudah dijelaskan diatas, apakah manusia yang
menggunakannya nyaman, senang dan menikmati bangunan atau fasilitas yang
ruang terbuka publik tersebut. Beranjak dari hal-hal tersebut, maka muncullah sebuah
pikiran yang timbul yaitu bagaimanakah cara merancang desain yang manusiawi terutama
di kawasan komersial yang biasanya serba masif dan tertutup, sehingga manusia merasa
nyaman dan menjadi satu kesatuan terhadap lingkungan binaan.
Konsep diatas sejalan dengan gagasan Peter Hall yaitu perencanaan Humanopolis
seperti disebutkan Budihardjo dan Hardjohubojo (2009) dalam bukunya yaitu sebagai
rancangan kota yang lembut dan manusiawi, dengan menyembuhkan luka-luka yang
diakibatkan oleh perlakuan manusia yang sewenang-wenang terhadap alam dan mengolah
hubungan manusia dengan lingkungan binaannya secara lebih akrab.3 Hal yang ingin
digarisbawahi adalah bagaimana cara menciptakan desain seperti yang disebutkan oleh
Peter Hall? Apakah yang harus dilakukan oleh arsitek? Desain seperti apa yang
manusiawi?
3
Humanopolis, Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan, Eko Budihardjo dan Sudanti Hardjohubojo
Kielgast (2014) dari Gehl Architects menyebutkan bahwa desain kota yang
manusiawi adalah yang dapat dicapai dengan mudah oleh semua orang.4 Banyak kota di
seluruh dunia memiliki masalah dengan kemacetan lalu lintas yang diperparah oleh
kepadatan kota yang semakin meningkat. Dalam hal ini, penggunaan moda transportasi
alternatif seperti sepeda tidak jarang menjadi cara tercepat untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lainnya. Kembali ke konteks kota Medan, dimana belum menjadi
sebuah kebiasaan sebuah bangunan menyediakan lahan parkir untuk sepeda. Sehingga
dalam desain proyek ini, penggunaan moda transportasi alternatif seperti sepeda akan
diberikan dukungan fasilitas parkir serta jalur khusus untuk sepeda.
Desain Kawasan Komersil
Dengan pemaparan yang sudah diberikan diatas, maka pembangunan kawasan
komersil yang akan dilakukan hendaknya memenuhi faktor-faktor tersebut. Selain untuk
memenuhi syarat 30% ruang terbuka hijau dalam desain, ruang terbuka publik dapat
menjadi daya tarik tersendiri dari perencanaan ruang komersil dan hal ini berlaku juga
sebaliknya, kawasan komersil dapat menjadi daya tarik juga bagi ruang terbuka hijau.
Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini adalah sebuah kesempatan untuk
melakukan integrasi antara ruang terbuka hijau, area komersil, dan kawasan muka sungai
yang diharapkan akan menjadi sebuah gaya hidup baru masyarakat koda Medan.
4
Perencanaan
kawasan yang akan
dibangun meliputi
pusat perbelanjaan,
tempat makan, kafe,
pusat kebugaran,
gedung parkir, taman
tematik dan kantor. Seluruh fasilitas yang disebutkan diatas merupakan perwujudan dari
gaya hidup urban di kota Medan, diharapkan kawasan ini menjadi pusat kegiatan baru di
kota Medan. Fungsi kawasan ini dapat melayani berbagai macam kebutuhan dan kegiatan
pengguna, sebagai contoh misalnya pegawai kantoran yang berada di kawasan ataupun
sekitar kawasan. Untuk menghemat waktu perjalanan dan biaya transportasi, sepeda
seperti yang disinggung diatas dapat menjadi moda transportasi alternatif. Karyawan yang
berkantor di sekitar kawasan dapat berangkat dan parkir di kawasan yang akan dibangun.
Untuk pengendara kendaraan bermotor, disediakan gedung parkir berlangganan untuk
menitipkan kendaraannya kemudian berjalan kaki ke tempat kerja masing-masing yang
berada di sekitar tapak atau memilih untuk sarapan dan minum kopi terlebih dahulu di
area makan. Khusus pengendara sepeda, disediakan fasilitas parkir sepeda yang dijamin
keamanannya oleh pengelola dan asuransi sehingga pengguna dapat memarkir sepedanya
dengan aman.
Masalah yang sering dihadapi oleh pengguna sepeda adalah saat mereka tiba di
tempat tujuan, pengguna sepeda terkadang membutuhkan fasilitas untuk membersihkan
badan yang berkeringat. Fasilitas pusat kebugaran disini menyediakan sarana untuk
mandi dan loker untuk menyimpan baju kerja, jadi saat pengendara sepeda berangkat ke
kantor dapat tetap terjaga penampilannya. Integrasi kawasan komersil seperti ini,
merupakan tanggapan dari kehidupan urban yang serba cepat dan dinamis, dimana
pengguna tidak perlu berpindah kawasan untuk mendapatkan kebutuhannya. Konsep ini
merupakan cerminan superblok yang lebih manusiawi dan tidak terbatas untuk kalangan
tertentu saja yang artinya seluruh fasilitas-fasilitas diatas (kecuali kantor yang bersifat
semi publik) dapat juga digunakan untuk umum
Aktivitas lainnya dapat berjalan secara paralel dengan kegiatan diatas, misalnya
di pagi hari orang lanjut usia dan anak-anak dapat menggunakan ruang terbuka publik
sebagai sarana rekreasi. Rangkaian aktivitas yang berlanjut ini sangat penting untuk
memberikan kesinambungan kegiatan di dalam kawasan dan akan menjadikan kawasan
ini tidak terlihat kosong. Dengan berbagai macam aktivitas yang dapat diakomodasi,
diharapkan kedatangan pengunjung untuk beraktivitas di kawasan akan semakin besar.
Dengan berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan diatas, maka pembangunan
kawasan komersil yang manusiawi serta terintegrasi dengan ruang terbuka publik dan
kawasan muka sungai dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah perkotaan
sekaligus menjadi gaya hidup baru yang lebih sehat, modern, dan ramah terhadap
ABSTRAK
Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan
dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura,
Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan
kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang
revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah
Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan
masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan.
Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis
akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh
berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia
sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk
mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta
mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.
Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.
ABSTRACT
The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other
developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki,
Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy,
slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of
accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design
approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve
it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The
mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly
turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To
that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in
architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to
accommodate human needs.
BAB 1
Langkah Awal
Cuaca panas kota Medan di siang hari merupakan tantangan besar untuk
penduduknya, bagaimana tidak dengan rata-rata suhu bisa mencapai 32 derajat celcius5
dapat dibayangkan seberapa panas dan tidak nyamannya melakukan kegiatan di luar
ruangan. Jangankan untuk melakukannya, bagi beberapa orang sekedar
membayangkannya saja bisa membuat lelah, mungkin hal itu yang ada di dalam pikiran
orang-orang kota Medan, setidaknya mungkin itulah yang ada di kepala penulis pada
siang itu. Namun teriknya siang itu tidaklah terlalu mempengaruhi kegiatan yang
berlangsung di Studio Profesi Perancangan Arsitektur 6 USU yang menggunakan
pendingin ruangan, walaupun belakangan perusahaan penyedia listrik negara sering
“memaksa” pelanggan melakukan earth hour tanpa peringatan terlebih dahulu.
Setelah melakukan pembahasan mengenai topik desain yang akan dilakukan,
pada 6 Maret 2014 penulis bersama kelompok perancangan melakukan diskusi dan
briefing dengan arsitek profesional, selaku konsultan dan pembimbing selama proses
pengerjaan desain. Konsultasi pertama ini terfokus kepada pembahasan mengenai
Kerangka Acuan Kerja (KAK) proyek yang akan dilaksanakan dengan sangat detail
menurut penulis. Hampir seluruh aspek yang ada dibahas satu persatu dengan teliti
bersama arsitek profesional, dimulai dari aspek tapak, sosial hingga aspek sejarah.
Diskusi yang dilakukan dengan arsitek profesional ternyata berhasil membuka mata
penulis mengenai banyak hal, banyak sekali wawasan yang diberikan dan dibuka oleh
beliau mengenai bagaimanakah sebuah desain harus dapat memecahkan masalah serta
digunakan oleh penggunanya. Sebenarnya, masih banyak sekali hal-hal yang dibahas
5
Podomoro
dalam briefing tadi, tetapi jika dibahas dalam satu pembahasan penulis merasa tidak akan
cukup waktu untuk mengejar deadline pengumpulan.
Setelah briefing
lahan kosong yang tepat berada di pinggir sungai Deli dan bersebelahan langsung dengan
tapak Deli Plaza Medan. Tapak proyek sudah diratakan oleh pengembang sehingga
kondisinya sudah rata dan tidak terdapat vegetasi di dalam tapak, hanya pada sepanjang
pinggir sungai terdapat vegetasi berupa pepohonan besar dan semak-semak liar. Selain
lokasi hal yang penting untuk menjadi perhatian adalah batas tapak dan kondiri eksisting
dari bangunan. Tapak proyek berbatasan dengan Jl. Guru Patimpus di sisi utara yang
merupakan akses dan jalan utama menuju ke tapak. Pada sisi barat, tapak berbatasan
langsung dengan Sungai Deli yang
Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak
menjadi tema dan fokus utama dalam desain SPA 6 ini, dengan pemandangan keluar
menghadap ke area pemakaman. Bagian selatan tapak berbatasan dengan area residensial
yang memiliki akses tembusan menuju tapak, sedangkan sisi timur tapak berbatasan
dengan tapak Podomoro City (kondisi eksisting Deli Plaza, sedang dalam
pengembangan).
Kondisi Tapak
Suasana tapak
terasa tenang dan sejuk
dikarenakan matahari
sudah lebih condong ke
arah barat sehingga terik
yang terasa sejak tadi
siang perlahan-lahan
mereda. Terlebih lagi
vegetasi sepanjang pinggiran sungai yang telah disebutkan sebelumnya menambah rasa
sejuk saat melakukan pengamatan. Penggunaan vegetasi dapat menurunkan panas yang
ada di suatu wilayah atau bangunan dengan beberapa cara yaitu: menghalangi sinar
matahari langsung, kemudian dengan cara evapotranspiration yaitu sebuah proses dimana
daun mengeluarkan air sisa fotosintesis yang kemudian menguap dan membantu
mendinginkan udara. Vegetasi juga dapat menjaga suhu tanah menjadi lebih dingin
karena meminimalisir turunnya kelembaban tanah.6 Walaupun suasana sejuk hanya terasa
sirkulasi yang satu arah, Jl.Guru Patimpus masih terhitung padat dan macet karena dilalui
merupakan jalur terusan 2 jalan besar lainnya yaitu Jl. Balai Kota dan Jl. Perintis
Kemerdekaan. Kepadatan jalan membuat beberapa pengendara sepeda motor
menggunakan trotoar sebagai jalurnya, sedangkan penulis yang saat itu mengguakan jalur
pejalan kaki hanya bisa mengalah saja saat jalur yang seharusnya digunakan diserobot
oleh para oknum pengendara sepeda motor tersebut. Kondisi trotoar di sekitar tapak juga
terhitung baik dan hanya memerlukan sedikit penataan tanpa perlu melakukan
perombakan besar-besaran. Lebar trotoar yang mencapai 1,5 meter dirasakan sudah
cukup nyaman digunakan untuk berjalan kaki walaupun ada beberapa halangan seperti
vegetasi yang ditanam di trotoar atau penempatan halte bus yang tidak sesuai, sehingga
6
Artikel Bulleen Art & Garden, “Reducing the heat with vegetation” -
http://www.baag.com.au/?p=5985
tetap membutuhkan penataan lebih lanjut. Karena matahari yang semakin condong ke
arah barat dan hari semakin gelap, maka observasi tapak di hari ini juga selesai.
Berdasarkan hasil observasi, maka dimulailah penyusunan data yang digunakan
untuk menganalisis aspek-aspek yang berkaitan dengan desain proyek. Setiap data
didokumentasikan dan disusun berdasarkan jenis datanya. Penulis mencari beberapa data
selain dari observasi langsung, yaitu menggunakan data sekunder dari berbagai sumber
diiantaranya peta kota Medan untuk mengetahui ukuran tapak, Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK) Medan sebagai acuan fungsi bangunan di sekitarnya. Dengan
menggabungkan data primer dan sekunder maka didapatkanlah hasil yang lebih akurat
dari inventarisasi data sebelumnya. Berbagai macam data seperti fungsi bangunan sekitar,
peruntukan lahan, alur sirkulasi kendaraan dan manusia, batas-batas tapak, garis
sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, vegetasi tapak, arah matahari, angin,
fasilitas tapak, utilitas dan lain-lain didokumentasikan secara terperinci.
Pada kesempatan diskusi berikutnya dengan konsultan profesional, kelompok
penulis memberikan data yang telah di pilah-pilah, tetapi ternyata menurut konsultan
profesional, masih banyak sekali kekurangan dalam dokumentasi data kelompok. Beliau
memberikan penjelasan bagaimana sebuah data harus mencantumkan sumbernya apakah
sumberya terpercaya atau tidak serta bagaimana validitas dari sumber tersebut. Selain itu
beliau juga memberi tahu sebelum melakukan inventarisasi data dan observasi langsung
ke lapangan, sebaiknya dilakukan perencanaan dan daftar hal-hal yang akan di amati.
Beliau memberitahu agar pengumpulan data menjadi lebih efisien sehingga kelompok
penulis dan tentunya penulis sendiri tidak membuang-buang waktu dalam pengerjaan
hal-hal seperti ini. Dalam pembuatan rencana observasi ini beliau mengatakan bahwa selain
sudah dibuat, sehingga dalam pengerjaannya terdapat gambaran yang jelas serta penulis
tahu harus pergi kemana dan melakukan apa untuk mendapatkan data tersebut.
Diskusi kali ini juga memberikan sebuah pencerahan bagi penulis, dimana pihak
arsitek profesional membicarakan mengenai sejarah terbentuknya kota Medan yang
dimulai oleh perdagangan. Pembahasan ini berlanjut sampai bagaimana etnis Tionghoa
dan India datang ke kota Medan (Deli), serta transmigrasi besar-besaran dari pulau Jawa
yang merupakan permulaan munculnya orang yang sekarang disebut Jawa Deli (orang
Jawa yang menetap kemudian memiliki keturunan yang lahir di Deli). Selain itu juga
cerita konon Laksamana Cheng Ho pernah berlabuh di kota Medan, dan mendirikan
beberapa kelenteng disini, cerita-cerita tersebut sangatlah menarik bagi penulis karena
selain membuka wawasan juga menginspirasi untuk mencari tahu lebih jauh lagi
mengenai hal tersebut. Dalam pikiran penulis terbesit bahwa diskusi hari ini merupakan
sebuah langkah awal, sebuah perjalanan yang panjang, walaupun sebenarnya tidak
BAB 2
Ruang Publik, Ruang Untuk Semua
Dinginnya udara pagi kota Medan membuat tubuh dan mata terasa berat untuk
meninggalkan kasur yang walaupun tidak mewah, tapi cukup nyaman bagi penulis.
Waktu sudah menunjukan pukul 5.45 pagi, tapi rasa lelah setelah beraktivitas seharian
kemarin agaknya tidak terbayarkan oleh tidur malam ini. Dalam pikiran tiba-tiba penulis
terbayang bagaimana di setiap pagi yang dingin seperti ini masyarakat urban di Jakarta
harus bangun jauh lebih awal daripada penulis sekarang untuk berangkat ke kantor atau
sekolah dan menghindari kemacetan yang pada kenyataannya tetap tidak terhindari juga.
Terlintas di dalam pikiran, jika
kota Medan tidak ditata dengan
baik mungkin dalam 5, 10 atau 15
tahun lagi kondisi serupa dapat
terjadi disini bahkan bisa jadi
situasinya menjadi lebih akut
daripada kemacetan Jakarta.
Transportasi Umum
Situasi di kota-kota besar Indonesia pada pagi hari sangatlah identik antara satu
sama lainnya, dimana jalan “dikuasai” oleh pengguna sepeda motor. Sangatlah jelas dan
nyata jika dilihat dari jumlahnya pada tahun 2012 jumlah mobil penumpang berjumlah
10.432.2597, dan jika dibandingkan dengan jumlah sepeda motor? Angka yang sangat
fantastis muncul yaitu 76.381.183, penulis bisa memastikan bahwa pembaca tidak salah
7
Badan Pusat Statistik “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2012” - http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17¬ab=12
membaca ataupun terdapat kesalahan dalam penulisan, tujuh puluh enam juta sepeda
motor berseliweran di jalanan Indonesia. Kondisi ini akan terlihat lebih buruk jika kita
beranjak ke fakta berikutnya mengenai salah satu moda transportasi umum di Indonesia,
yaitu bus. Jumlah total bus di seluruh Indonesia jika dibandingkan dengan mobil
penumpang terlihat menyedihkan, apalagi jika dibandingkan dengan sepeda motor, yaitu
hanya sejumlah 2.273.821.
Fakta-fakta diatas tentunya sangat menyedihkan jika ditelisik, terlebih lagi jika
dibandingkan dengan kemampuan angkut dan luas jalan yang dibutuhkan per penumpang,
bus memiliki efektifitas yang jauh lebih tinggi daripada mobil atau sepeda motor. Apabila
dihitung, satu mobil dengan lebar rata-rata 1,5 m dan panjang 3-4 m, mampu mengangkut
4-6 orang maka didapatkan luas per mobil di jalan sekitar 6 m2 yang artinya
sehingga luas per penumpangnya adalah 0,5 m2.8 Dapat dibayangkan efisiensi dengan bus
saja mencapai 3x lipat dibandingkan mobil pribadi.
Lamunan penulis teralih sejenak karena tiba-tiba alarm berbunyi, pertanda
penulis harus segera bersiap-siap pergi menuju kampus. Sepanjang jalan penulis tetap
memikirkan lamunan pagi hari tadi, sambil membayangkan betapa nikmatnya jika kota
ini memiliki sarana transportasi yang murah, mudah, nyaman dan aman. Sejujurnya bagi
penulis menggunakan tranportasi umum jauh lebih menyenangkan dan nyaman
8
Dikutip dari bab Mencegah Keambrukan Lalu Lintas “Wawasan Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan” – Eko Budihardjo.
dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi, terlebih lagi jika harus menyetir
sendiri. Karena perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dapat menjadi sangat
melelahkan jika dilakukan pada jam-jam puncak kepadatan lalu lintas. Waktu yang
terbuang pada saat seperti itu tentunya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif
misalnya membaca buku, atau mungkin kegiatan rekreatif seperti mendengar musik dan
bermain video game, yang hanya bisa dilakukan jika kita tidak sedang berkendara.
Brisbane
Tak disangka-sangka lamunan tadi pagi memberikan ide bagaimana proyek
desain Perancangan Arsitektur 6 seharusnya dibuat. Penulis mendapatkan ide bagaimana
sebuah kota dan kawasan haruslah memberikan rasa nyaman dan manusiawi terhadap
penggunanya. Segala aspeknya sebaiknya memperhatikan unsur-unsur manusia dan
tanggapannya terhadap lingkungan sekitar. Penulis memutuskan aspek manusia dan
lingkungan sekitar akan menjadi kerangka serta pondasi dari desain yang akan penulis
buat nantinya. Mengapa? Karena pertanyaan pertama dan yang paling fundamental
setelah sebuah lingkungan binaan dirancang dan dibangun adalah, apakah tempat itu
digunakan oleh penggunanya? Menurut sudut pandang pribadi penulis, dalam konteks ini
apalah guna estetika jika tidak memberikan manfaat bagi penggunanya.
Berangkat dari kerangka tersebut, maka penulis memulai proses menganalisa
aspek-aspek yang akan mempengaruhi desain kawasan dan bangunan. Banyak sekali
aspek yang harus dianalisa sebelum melakukan desain bangunan, mulai dari aspek tapak
sampai ke manusianya itu sendiri. Aspek pertama yang akan dianalis adalah masalah
akses menuju tapak, hal ini membawa penulis ke memori 7 tahun yang lalu saat penulis
mengunjungi salah satu kota di Australia. Pada satu sore disana kebetulan penulis
yaitu sungai yang membelah kota Brisbane menjadi 2 bagian utara dan selatan. Untuk
pergi kesana penulis harus berjalan kaki kira-kira 600 m untuk mencapai pemberhentian
bus terdekat, dan penulis melakukan itu dengan perasaan yang senang tanpa keberatan
sama sekali selain karena jaraknya yang tidak terlalu jauh9 kemudian dapat ditempuh
dengan sangat nyaman dengan lebar pedestrian kurang lebih 2 m serta dipenuhi dengan
vegetasi yang rindang dan udara yang bersih.
Sekitar 3 menit
setelah sampai di halte,
bus tiba sesuai jadwal
yang terpajang di papan
informasi, sangat kontras
jika dibandingkan
pengalaman penulis saat
menunggu Transjakarta beberapa bulan yang lalu, saat itu penulis menunggu bus datang
lebih dari satu jam di dalam kotak besi yang sangat panas. Kembali ke perjalanan ke
Brisbane River, perjalanan memakan kurang lebih 20 menit untuk sampai ke
pemberhentian bus terdekat. Mudahnya akses untuk pergi kesana merupakan salah satu
alasan mengapa tempat ini ramai dikunjungi, walaupun sebenarnya hampir semua daerah
di Brisbane terjangkau dengan transportasi publik dan nyaman dilalui, tetapi sekali lagi
hal ini memberikan gambaran bagaimana pentingnya kemudahan akses terutama pejalan
kaki untuk mencapai suatu tempat.
9
South Bank
Desain dari South Bank- namadaerah ini disebut- memang dengan sengaja dibuat
sebagai tempat berkumpul penduduk Brisbane. Terdapat berbagai macam fasilitas yang
mendukung seperti jogging track, stan makanan toilet umum dan sebagainya. Bahkan
tidak Cuma fasilitas umum, terdapat juga titik-titik yang dapat menjadi generator aktivitas
seperti moda transportasi Citycat, sebuah kapal yang namanya diambil dari catfish (ikan
lele) karena bentuknya yang mirip dengan ikan lele dan digunakan untuk menyeberangi
sungai serta kini
berhasil menjadi
salah satu magnet
wisata yang
menarik bagi turis,
museum seni,
amphiteater,
apartemen, mini market dan lain-lain. Saat itu, penulis tidak menyadari bahwa desain
disepanjang muka sungai itu sangat berhasil mengakomodasi kebutuhan penggunanya,
yang ada dipikiran hanyalah bagaimana suasana saat itu tidak pernah penulis temukan di
Indonesia. Bagaimana penduduk kota Brisbane berbaur dan bercampur di tempat tersebut,
mulai dari turis, warga lokal, kulit hitam, kulit putih, asia semua bercampur disana.
Bayangan tempat nilah yang menjadi acuan bagaimana kegiatan di muka sungai desain
studio perancangan arsitektur 6 seharusnya.
Banyaknya generator aktivitas disana serta dikombinasikan dengan mudahnya
dan nyamannya akses menjadi faktor yang sangat besar bagaimana sebuah tempat bisa
memiliki tingkat okupansi yang tinggi dan tetap nyaman digunakan. Penulis sangat
terkesima bagaimana
banyak sekali orang
menggunakan South
Bank dalam beraktivitas
dan bersosialisasi.
Keragaman ini juga
menunjukan bahwa
ruang terbuka publik tersebut secara desain telah sukses10 dan dapat menjadi acuan untuk
desain ruang terbuka yang baik. Keragaman aktivitas tadi tidak terlepas dari banyaknya
titik-titik aktivitas yang ada disana seperti disebutkan diatas, oleh karena itu penulis
berpikiran bagaimana desain riverfront penulis nanti memiliki keragaman aktivitas yang
dapat dilakukan dan mampu mengakomodasi aktivitas-aktivitas tersebut. Potensi ini
sungguhnya ada, karena secara umum penduduk kota Medan terdiri dari berbagai macam
golongan, suku agama dan alatar belakang yang berbeda-beda. Kemampuan penulis
untuk merangkul pihak-pihak inilah yang nantinya akan menjadi kunci keberhasilan
desainnya.
10
Project for Public Spaces | What Mak es a Successful Place? - http://www.pps.org/reference/grplacefeat/5/6
BAB 3
Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi
Sebuah kota yang ramah dan manusiawi merupakan kota yang mudah untuk
dicapai, sehingga memungkinkan mobilitas untuk semua kalangan.11 Pernyataan diatas
menunjukan bagaimana bentuk rancangan sebuah kota di masa depan yang mudah untuk
dicapai, terbuka untuk semua kalangan, dan ramah terhadap manusia. Selain dari hal yang
sudah disebutkan, masih ada aspek lain yang mempengaruhi keramahan suatu kawasan
dan bangunan, terutama ditinjau dari aspek desain bangunan. Bentukan massa dan desain
fasade sebuah bangunan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi serta
kenyamanan pengguna bangunan tersebut.
Dalam beberapa dekade terakhir, desain bangunan memiliki kecenderungan
bentang yang lebih lebar dan pintu masuk utamanya menjadi lebih minimalis atau
dipindahkan dari depan jalan besar ke area parkir.12 Kecenderungan bangunan dengan
skala yang terlalu besar untuk manusia menyebabkan rasa tidak nyaman, tertekan dan
kurang manusiawi untuk pengguna. Terbentuknya banyak ruang mati pada pedestrian dari
bangunan yang masif menyebabkan jalan untuk manusia terasa sangat sempit, selain itu
bentuk bangunan yang masif juga mengesankan bangunan menjadi monoton dan kurang
variatif. Skala bangunan yang nyaman dapat dicapai dengan mengatur ukuran baik secara
horizontal (bentang bangunan) atau secara vertikal (tinggi bangunan).
11
Louise Kielgast, Gehl Architects – The Cities of The Future are People-Friendly City -
http://denmark .dk /en/green-liv ing/bicy cle-culture/the-cities-of-the-future-are-people-friendly -cities/
12
Pedestrian Friendly Code Directory: Human-Scale Building Facade -
Desain yang manusiawi
Secara horizontal, desain
bangunan yang baik dapat dicapai
dengan cara membagi menjadi
modul-modul yang tidak terlalu lebar,
sehingga terlihat lebih variatif dan
manusiawi. Dalam kasus bangunan
komersil fasade bangunan yang
berukuran masif dapat dipecah menjadi
retail-retail yang lebih kecil sehingga
bangunan yang sebenar nya merupakan
satu kesatuan yang besar menjadi
kumpulan atau deretan retail yang lebih
manusiawi dan ramah terhadap
pengguna. Secara vertikal bangunan yang terlalu tinggi akan menghalangi cahaya
matahari dan membuat pedestrian seakan-akan terhalangi oleh dinding yang sangat tinggi.
Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tersebut ada dua alternatif yang dapat dilakukan,
yang pertama adalah apabila sebuah bangunan dengan tinggi lebih dari 3 lantai, maka
bangunan tersebut sebaiknya lebih dimundurkan dari garis sempadan bangunan (GSB)
depan. Cara berikutnya adalah dengan menyusun bangunan secara bertingkat, sehingga
efek kenaikan dan sudut pandang dari arah pejalan kaki tidak terlalu tinggi.
Pendekatan desain lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pemilihan material serta komponen pembentuk fasade. Pemilihan komponen fasade yang
tepat akan sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keramahan bangunan terhadap
pengguna. Pengolahan fasade bangunan sebaiknya memiliki pola yang terlihat dengan
jelas dan teratur atau dikelompokan sehingga membentuk desain yang padu, kemudian
elemen-elemen arsitektur seperti kolom, balok, kanopi, jendela dan pintu sebaiknya
sejajar dengan bagian fasade yang berdekatan. Memperjelas batasan antara lantai juga
dapat digunakan sebagai salah satu cara pendekatan untuk mencapai bangunan yang
ideal. Membuat banyak bukaan atau membuat fasade lebih transparan di lantai dasar
sehingga pengguna jalan dapat melihat ke dalam bangunan dapat membuat bangunan
menjadi lebih ramah dan memperjelas batasan antara lantai bangunan. Pemilihan material
fasade seperti yang sudah disebutkan diatas, memiliki peran yang tidak kalah penting.
Contohnya adalah penggunaan material seperti batu alam dan bata ekspose, akan
memberikan kesan yang lebih alami serta memiliki skala yang lebih manusiawi
dibandingkan dengan menggunakan aluminium composite panel (ACP). Aplikasi material
yang bertekstur dan bermodul lebih kecil dapat memberikan kesan yang ramah dari
bangunan, karena material yang lebih kecil akan terasa lebih dekat dan memberikan kesan
seakan material tersebut dapat disentuh.
Penerapan Dalam Humanopolis
Berbagai konsep dan model desain diatas memiliki hubungan yang sangat erat
dengan bagaimana menciptakan kota yang manusiawi atau Humanopolis. Penerapan
konsep-konsep diatas secara tidak langsung juga merupakan penerapan konsep dari
Humanopolis yang sangat penting jika mengingat kondisi perkotaan yang serba masif dan
menekan. Konsep Humanopolis yang menekankan pentingnya sebuah kota memiliki
interkoneksi antara satu bangunan ke bangunan lainnya dalam bentuk pedestrian yang
terstruktur serta penggunaan berbagai elemen-elemen penghias citra kota seperti lampu
taman, bangku, rerumputan, patung, air mancur dan sebagainya untuk melembutkan kota
Perancangan bangunan yang lebih ramah terhadap manusia akan mendorong
kenaikan penggunaan ruang publik, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi sosial
antar pengguna semakin tinggi juga. Jika dikaitkan dengan konsep Humanopolis, hal
diatas menurut Budihardjo (2009) mencerminkan salah satu prinsip Humanopolis yaitu
bagaimana runag-ruang perkotaan yang ada saling dihubungkan satu sama lain, sehingga
menjadi satu kesatuan berupa ruang perkotaan yang bersifat sosial.13 Penciptaan
ruang-ruang sosial inilah yang akan memperkaya pengalaman serta interaksi antara manusia
yang terjadi di ruang publik.
Stakeholder
Dalam upaya membangun sebuah kota yang ideal untuk manusia, tentunya
banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya atau disebut juga sebagai
Stakeholder. Seluruh pihak yang terlibat harus berperan aktif tanpa terkecuali agar
pembangunan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Pihak-pihak yang
terlibat dalam merancang sebuah kota atau kawasan yang baik dan manusiawi terdiri dari:
1. Investor, 2. Desainer, 3. Pemerintah, 4. Pengguna, dan 5. Masyarakat sekitar. Investor
sebagai pemegang dana merupakan pihak yang memiliki wewenang tertinggi dalam
sebuah pembangunan yang mana berlanjut atau tidaknya sebuah proyek sangatlah
bergantung kepada keputusan investor. Tujuan utama seorang atau sekelompok investor
dalam pembangunan tentunya mendapatkan keuntungan dari investasinya, sehingga
terkadang investor sering luput dalam penggunaan atau desain yang manusiawi.
Untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, maka peranan desainer disini juga tidak
kalah penting. Selain merancang bangunan/kota/kawasan, seorang desainer juga harus
mampu mengedukasi investor tentang faktor-faktor sosial dan manusia di dalam
13
pembangunan proyek. Komunikasi yang baik antara desainer dan investor dapat
menghasilkan sebuah kolaborasi yang kuat sehingga membantu terciptanya desain yang
ideal. Kemampuan berdiplomasi dan bernegosiasi sangatlah penting sehingga tujuan dari
desain tetap tercapai tanpa masalah dengan pihak owner atau investor. Pemegang
kepentingan lainnya adalah pemerintah, baik itu dalam skala kota, provinsi atau nasional.
Pemerintah memiliki peran sebagai regulator atau penegak peraturan untuk memastikan
sebuah proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara atau wilayah
tersebut. Sebagai regulator, tentunya pemerintah harus memiliki ketegasan dan tidak
pandang bulu dalam menegakkan peraturan, sehingga dengan konsistensi tersebut akan
tercipta iklim yang positif dan disiplin dalam setiap proyek yang ada.
Sebuah perencanaan dapat dikatakan atau dinilai sukses apabila satu hal ini
terpenuhi, yaitu: bangunan berhasil berdiri dan digunakan, serta memberikan rasa nyaman
dalam menggunakannya. Untuk itu, peran pengguna sebagai stakeholder juga sangatlah
krusial. Dapat dibayangkan sebuah bangunan telah selesai dibangun, dengan desain yang
secara visual sangat luar biasa tetapi tidak digunakan oleh penggunanya. Selain itu sebuah
proyek juga harus memperhatikan dampak pembangunan terhadap masyarakat sekitar.
Jika pembangunan sebuah proyek ternyata mengganggu masyarakat sekitar, tentunya hal
ini akan menjadi masalah di kemudian hari. Terjadinya demonstrasi, penuntutan secara
hukum terhadap pemilik, desainer atau regulator dapat terjadi jika sebuah proyek
melewati batas kenyamanan dan privasi masyarakat sekitar yang tentu akan menyebabkan
terhambatnya proses pembangunan tersebut.
Brainstorming
Masih terbayang-bayang di benak penulis bagaimana sebuah kawasan muka
alangkah indahnya jika kota Medan yang sebenarnya memiliki potensi tersebut karena
dilintasi dua sungai besar yaitu sungai Deli dan sungai Babura dapat menyadari serta
memenuhi potensi tersebut. Jauh api dari panggang rasanya untuk mewujudkan kawasan
yang ideal jika melihat kondisi nyata di lapangan bagaimana pengelolaan dan penataan
kawasan muka sungai-sungai diatas, tetapi hal itu juga terasa sangat dekat karena seperti
disebutkan sebelumnya, sebenarnya potensi untuk mewujukannya ada di depan mata kita
semua.
Analisis yang dilakukan oleh penulis satu minggu yang lalu pada intinya telah
sedikit menyerempet mengenai bangunan apa yang akan dibangun dan apa yang menjadi
tema individu dalam desain, darimana penulis mendapatkan inspirasi untuk mewujudkan
Riverfront Urban Lifestyle
Konteks Desain Riverfront
Kebutuhan Masyarakat
Humanopolis
Kawasan Komersil Ruang Terbuka
Publik
Mengakomodasi Ruang Publik & Komersil
hal ini, serta mengapa hal ini sangat penting untuk dilakukan. Untuk dapat menentukan
tema spesifik tentunya, penulis harus merujuk terhadap tema besar yang telah diberikan,
serta tema kelompok penulis sendiri. Tema individu ini haruslah mencerminkan, serta
mengaitkan antara kedua tema tersebut menurutku yang ternyata setelah melakukan
bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, beliau juga memberikan saran yang serupa
terhadap kelompok kami. Dengan bermodalkan pendapat dari dosen pembimbing, penulis
mulai dengan melakukan brainstorming14 yaitu sebuah proses diskusi untuk menghasilan
ide dan pemecahan masalah, serta mind mapping15 yaitu sebuah teknik untuk
memvisualisasikan hubungan antara beberapa ide atau potongan informasi, setiap ide atau
informasi yang ada ditulis dan dihubungkan dengan garis atau kurva untuk menunjukan
tingkat keeratan dan kepentingan hubungan dari ide atau informasi tersebut. Penulis
menganggap proses ini sangat penting untuk dilakukan, karena jika tidak didahulu dengan
melakukan hal tersebut maka akan terjadi kecenderungan pengerjaan yang tidak fokus
dan tidak memiliki tujuan yang jelas.
Riverfront
Maka penulis mengawali proses ini dengan melakukan identifikasi terhadap tema
utama yaitu Riverfront atau kawasan muka sungai. Kawasan muka sungai dapat
didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di sepanjang sungai16. Jika
ditelisik lebih jauh lagi, maka pembahasan kawasan muka sungai akan mencakup
mengenai sungai itu sendiri, garis sempadan sungai dan jalan inspeksi, profil sungai,
kedalaman, lebar sungai, kondisi eksisting, bangunan di sepanjang sungai, ruang terbuka
dan sebagainya. Tema kedua adalah urban lifestyle, secara harfiah jika diartikan adalah
14
Brainstorm Definition - http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/brainstorm 15What is Mind Mapping? http://www.businessdictionary.com/definition/mind-mapping.html 16
“a land or property alongside the river”
gaya hidup perkotaan. Seperti apakah yang dimaksud dengna gaya hidup perkotaan?
Bagaimana gaya hidup perkotaan tersebut berlangsung? Siapa pelakunya?
Tulang punggung dari gaya hidup perkotaan secara umum dipengaruhi oleh
bagaimana masyarakat kota memenuhi kebutuhannya, baik dari sisi ekonomi atau sosial.
Dari hasil diskusi dengan konsultan profesional, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan
yang menjadi roda ekonomi utama di perkotaan adalah kegiatan perdagangan. Sangatlah
logis jika disimpulkan, karena dengan keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal,
melakukan kegiatan produksi tentunya akan mmbutuhkan biaya yang sangat besar dan
tidak efisien. Perdagangan disini juga tidak hanya terbatas pada barang namun termasuk
di dalamnya penyediaan jasa, serta pusat-pusat perkantoran dari berbagai macam
perusahaan. Gaya hidup masyarakat perkotaan juga sangat dipengaruhi terhadap
kebutuhan sosial masyarakat itu sendiri, mulai dari hal apa yang dilakukan oleh
masyarakat kota tersebut untuk bersosialisasi? Kemanakah tempat yang dituju jika ingin
bertemu dengan teman, kolega atau pasangan? Apa yang dilakukan untuk mendapatkan
hiburan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas akan mampu mendefinisikan secara
umum bagaimana kehidupan masyarakat perkotaan di suatu kota.
Mengakomodasi Kebutuhan
Kemampuan memilah-milah, dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan tadi akan
sangat mempengaruhi keberhasilan dari desain yang akan dibuat. Penulis menyadari hal
tersebut menjadi penting karena memang tugas dari seorang arsitek adalah memecahkan
masalah yang ada. Kota Medan seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, memiliki
pusat-pusat perkantoran dan perekonomian yang menjadi simpul dari perputaran ekonomi
kota. Penulis juga merupakan bagian dari hal tersebut, karena setiap pagi harus berangkat
masing-masing. Sebuah kantor dengan jam kerja yang normal beroperasi dari pukul 9
pagi sampai pukul 5 sore, 8 jam, bahkan lebih jika menghitung waktu perjalanan pulang
dan pergi, waktu kita dalam satu hari dihabiskan di tempat kerja. Gambaran ini yang akan
diakomodasi lewat desain, dengan membangun kawasan perkantoran kreatif yang terpadu
dimana pekerja dapat memenuhi kebutuhan seperti sarapan pagi, makan siang atau tempat
untuk bersantai dan mendapatkan hiburan di dalam kawasan perkantorannya tanpa perlu
pergi ke tempat yang lebih jauh.
Sebagai bagian dari
masyarakat kota Medan,
tentunya penulis secara
umum mengetahui bagaimana
kebiasaan masyarakat kota ini
untuk mencari dan
mendapatkan hiburan. Tanpa
perlu menjadi pengamat yang
ahli penulis dapat melihat
sebuah fenomena bagaimana ramainya pusat-pusat perbelanjaan pada setiap akhir pekan,
bahkan pernah dalam satu ketika penulis membutuhkan waktu hampir satu jam untuk
keluar dari salah satu pusat perbelanjaan. Pengalaman penulis menunjukan bahwa
masyarakat kota Medan dan secara lebih luas lagi di kota-kota besar di Indonesia mencari
sumber hiburan di pusat perbelanjaan. Misalnya di kota Jakarta, pertambahan pusat
perbelanjaan sangat fantastis angkanya, dimana 10 tahun yang lalu hanya terdapat kurang
dari 50 pusat perbelanjaan eningkat lebih dari 3 kali lipat pada tahun 2013 menjadi 170
pusat perbelanjaan.17 Kondisi serupa juga ditemui di kota Medan yang mulai membangun
pusat-pusat perbelanjaan baru seperti Medan Focal Point, Center Point Medan, Hermes
Place, dan yang sedang dalam proses pembangunan seperti Deli Podomoro City.
Perkembangan diatas tentunya bukan tanpa latar belakang, sebab hukum ekonomi pasti
berlaku disini, dimana ada permintaan maka disitu akan muncul suplai. Adanya
kebutuhan akan pusat perbelanjaan baru juga mendorong pengembang untuk membangun
pusat-pusat perbelanjaan.
Ruang Untuk Semua
Tetapi pembangunan ini juga memiliki dampak yang negatif karena dapat
menimbulkan segregasi sosial atau ekonomi. Kesenjangan antara si miskin dan si kaya
akan sangat terasa, terutama dengan kesan eksklusif yang ditimbulkan oleh sebuah mall.
Belum lagi sebagai ruang publik, penulis juga melihat kecenderungan mall sebagai
sebuah ruang publik yang sangat artifisial18 karena tidak benar-benar bisa digunakan dan
dinikmati oleh setiap kalangan. Selain itu mall juga tidak memberikan ruang kepada
pedagang-pedagang kecil yang memiliki modal sedikit dan tidak mampu menyewa ruang
di mall tersebut. Kalaupun misalnya dipaksakan, berapa lama pedagang tersebut akan
bertahan disana jika memang kemampuannya tidak mencukupi untuk menyewa tempat
tersebut. Faktor ketiga yang menjadi masalah dalam pembangunan sebuah pusat
perbelanjaan adalah perubahan pandangan terhadap pusat perbelanjaan itu sendiri. Pusat
perbelanjaan kini bukanlah sekedar tempat untuk berbelanja atau mencari hiburan, tetapi
telah menjadi sebuah landmark untuk daerah dimana pusat perbelanjaan tersebut berada.
17
Artikel Info Bisnis Internasional -
http://www.infobisnisinternasional.com/berita/lifestyle/11/april/2013/gempuran-pusat-belanja
18
Masihkah Kota-Kota Indonesia Butuh Mall? -
Untuk menjembatani sebuah ruang terbuka yang inklusif, alami, cair dan
memiliki tingkat sosial yang tinggi, maka penulis berpikiran bagaimana mendesain
sebuah shopping mall dan kantor yang terintegrasi, tetapi juga menyediakan ruang
terbuka yang cukup dan dapat menjadi sarana berekspresi dan bersosialisasi bagi
masyarakat dan penggunanya. Tentunya desain bangunan ini haruslah memberikan
sebuah perasaan yang serupa dengan pengalaman pengunjung pusat perbelanjaan tetapi
memiliki nilai lebih dan tidak artifisial. Penggunaan pusat perbelanjaan sebagai tempat
rekreasi dan kegiatan sosial merupakan wujud yang sangat nyata kebutuhan masyarakat
terhadap ruang publik, dengan landasan inilah maka desain yang yang penulis buat adalah
pusat perbelanjaan yang memiliki sifat terbuka (open), mudah dicapai (accessble), dan
ramah (friendly). Dalam beberapa kesempatan penulis sering mengeluhkan kepada
teman-teman penulis, bahwa kota ini sangat kekurangan ruang publik, walaupun ada
ruang-ruang publik tersebut tetap saja banyak fakotr yang membuat penulis enggan untuk
kesana seperti keamanan, kebersihan, pencapaian tempat yang sulit, tidak adanya fasilitas
umum dan banyak lagi yang lainnya.
Jadi desain yang seperti
apakah yang ideal dalam
mendesain ruang publik? Plaing
tidak ada 4 kriteria kunci yang
harus terpenuhi yaitu: 1. Access
and Linkage (kemudahan untuk
diakses dan dicapai), 2. Comfort
and Image (memiliki tempat
yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan
orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi
dimana orang saling bertemu satu sama lain)19. Kriteria diatas merupakan hasil dari
observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project
for Public Spaces (PPS). Minggu lalu penulis sudah berbagi bagaimana pengalaman
penulis dalam merasakan sebuah ruang publik yang nyaman, tentunya perwujudan seperti
itulah yang ingin dirancang kali ini sehingga diharapkan bangunan ini dapat menjadi
pelopor kecil transisi perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan menjadi lebih
menghargai serta mengubah persepsi mengenai ruang terbuka publik itu sendiri yang jika
diterapkan oleh pengembang-pengembang lain, akan memberikan efek yang sangat besar
dalam kehidupan masyarakat perkotaan kota Medan.
19
BAB 4
Menggubah Rasa Menjadi Massa
Bayangan dari tujuan desain mulai dapat dirasakan dan tervisualisasikan di dalam
pikiran penulis. Sebuah tempat dimana semua semua kalangan dapat merasa aman untuk
berinteraksi, bersosialisasi, melakukan aktivitas di luar ruangan sekaligus
mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan di masa kini. Konsep dari rancangan
bangunan yang akan penulis gunakan tentunya harus mencerminkan dan mengakomodasi
kepentingan-kepentingan seluruh pihak yang memiliki kepentingan di dalam proyek ini.
Secara sadar penulis mengetahui bahwa setiap keputusan dari konsep tentunya harus
berdasarkan analisis dan data yang telah dibuat dan dirancang sebelumnya.
Bagaimanakah desain dari lansekap bangunan? Seperti apakah desain yang Humanopolis
itu? Saat ini pertanyaan-pertanyaan itu sedang berputar di dalam pikiran penulis, terutama
yang sangat menghantui adalah bagaimana cara melakukan desain yang Humanopolis?
Penulis bahkan tidak berhasil menjawab pertanyaan tadi sampai saat asistensi
dengan dosen pembimbing tiba. Penulis tidak berhasil menyelesaikan gambar yang
dibutuhkan untuk asistensi, bahkan jangankan gambar terukur, sketsa mengenai bentuk
bangunan pun tidak berhasil diselesaikan. Hanya diagram mengenai keterkaitan ruang
yang berhasi dibuat walaupun dengan sangat seadanya, zona-zona bangunan yang dibuat
oleh penulis berdasarkan analisis memang terlihat memenuhi kebutuhan, tetapi penulis
tidak mampu mempresentasikannya dengan baik dan lengkap. Ruang yang telah disusun
mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan program tetapi terlihat hanyalah seperti
susunan ruang-ruang tanpa makna apapun. Dosen pembimbing penulis tidak melakukan
penilaian apapun karena menganggap gambar tersebut tidak selesai, beliau hanya
Menjawab Bentuk
Sepanjang asistensi dengan beliau, penulis melihat bagaimana teman-teman satu
kelompok penulis menjelaskan konsep mereka, dengan seksama penulis memperhatikan
bagaimana proses mereka mendesain. Tetapi walaupun penulis begitu, tetap saja ide
bagaimana desain yang seharusnya dibuat tidak mampu diwujudkan. Konsep hebat yang
dibuat teman satu grup seperti ekspresi air, metafora aliran air, dan berbagai macam
konsep lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan, sedangkan
bagaimana dengan konsep penulis? Terlihat jelas bahwa penulis sedang berada di jalan
buntu, tidak bisa mengeluarkan ide, penulis menyadari betul bahwa ada yang salah
dengan apa yang dilakukan. Penulis merasa sangat bingung dengan pendekatan apa yang
harus digunakan untuk mencapai sebuah desain yang Humanopolis.
Pada awalnya penulis menggunakan pendekatan bentuk bangunan mengikuti
fungsi ruang (form follow function)20 karena tentunya kebutuhan dasar ruang harus
terpenuhi terlebih dahulu, dan juga pada awal briefing disebutkan bahwa proyek ini lebih
mendekati proyek nyata sehingga harus lebih hati-hati dalam merancang. Tetapi agaknya
penulis memikirkan hal ini terlalu dalam, sehingga pada akhirnya penulis terjebak pada
hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Desain apapun seharusnya memiliki proses
yang tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah kasus, tempat dan konteksnya saja.
Susunan blok-blok ruang yang telah terbentuk sangatlah jauh dari apa yang penulis
inginkan, pada proses desain yang sebelumnya penulis tidak pernah terjebak hal yang
seperti ini.
Dalam rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, penulis mencoba menyusun dan
mendesain lagi dari awal. Penulis memulai dengan membuat batasan pada tapak sesuai
20
garis sempadan, kemudian menarik garis mengikuti bentukan sungai sebagai referensi
batas serta bentuk bangunan. Penulis menyusun sedemikian rupa sehingga terbentuk
susunan retail mengikuti alur sungai serta dapat membentuk sebuah arcade. Bentukan ini
dimaksudkan agar desain bangunan menjadi lebih dinamis dan tidak monoton, walaupun
penulis sendiri menganggap bahwa bentukan ini masih hampa, tidak memiliki jiwa dan
tidak memeiliki landasan desain yang kuat. Walaupun begitu penulis tetap melanjutkan
desain karena dituntut untuk menyelesaikan gambar saat asistensi berikutnya tiba.
Desain Zona
Dalam program ruang sebelumnya, penulis menyediakan tempat yang ditujukann
kepada pedagang kaki lima serta UMKM untuk berjualan dagangannya, sebagai respon
yang menunjukan bahwa bangunan ini merupakan milik semua lapisan masyarakat dan
bukan untuk kalangan tertentu saja. Penempatan zona UMKM dan pedagang kaki lima
berada pada daerah muka sungai dan dilengkapi dengan taman serta fasilitas umum
sehingga daerah tersebut menjadi lebih hidup dan menjadi generator aktivitas. Susunan
ruang ini diharapkan dapat membentuk sebuah Promenade di dalam tapak, yaitu daerah
yang merupakan ruang terbuka publik, yang pada umumnya berada di pinggiran sungai
yang berguna sebagai tempat rekreasi atau sebagai penghias.21
21
Tentunya penulis tidak melupakan desain dari akses tapak, terlebih lagi hal ini
merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut kemudahan serta kenyamanan
pengguna untuk menuju ke ruang-ruang yang ada di dalam tapak. Akses untuk pejalan
kaki yang nyaman dan tidak bersinggungan dengan kendaraan bermotor secara langsung
merupakan hal yang penting untuk diaplikasikan, terutama karena desain bangunan ini
memiliki orientasi terhadap kebutuhan dan kenyamanan manusia (pengguna). Dalam
desain ini, penulis memisahkan akses antara area menurunkan penumpang dan area
pejalan kaki yang menggunakan kendaraan umum, kemudian untuk mencegah pejalan
kaki dan kendaraan bermotor bersinggungan, maka akses kendaraan bermotor sete lah
menurunkan penumpang segera diturunkan menggunakan ramp langsung menuju ke
basement sehingga membuat persinggungan antara kendaraan dan manusia tidak terjadi
karena berada di ketinggian permukaan tanah yang berbeda. Kemudian akses untuk
pejalan kaki tadi didesain sehingga pengguna dapat menentukan pilihan ke arah manakah
mereka akan menuju, mungkin langsung ke dalam area mall, arcade, atau memilih untuk
mengunjungi ruang publik dan galeri UMKM. Akses tapak juga menyedikan area dari
Podomoro City menuju ke bangunan dan ruang terbuka publik yang disediakan oleh
proyek ini, sehingga pengguna Podomoro City dapat menikmati area terbuka, kafe dan