• Tidak ada hasil yang ditemukan

Humanopolis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Humanopolis"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

HUMANOPOLIS

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUMANOPOLIS

SKRIPSI ALUR PROFESI

(RTA 4231) SKRIPSI SARJANA

SEMESTER B TAHUN AJARAN 2013/2014

Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Arsitektur

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HUMANOPOLIS

Oleh

MUHAMMAD FATAHILLAH

090406041

Medan, Oktober 2014

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Dr. Achmad Delianur Nasution, ST. MT. IAI

Ketua Departemen Arsitektur

Koordinator Skripsi

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan seluruh proses penyusunan Tugas

Akhir ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur,

Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini adalah sebuah deskripsi dari keseluruhan proses perancangan Studio

Perancangan Arsitektur 6. Setiap kegiatan didalamnya merupakan essay dari proses yang

telah dijalani oleh penulis mulai dari pembahasan kerangka acuan kerja, pengambilan

data, desain skematis dan konseptual, hingga bagaimana proses yang ada dibalik layar

serta opini-opini subjektif penulis dalam merancang bangunan ini.

Selama proses hingga selesainya laporan ini, penulis tidak terlepas dari berbagai

pihak yang turut andil dalam menyukseskannya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini,

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

• Bapak Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI sebagai Dosen Pembimbing yang selalu dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan arahan sejak dimulainya

proses desain hingga selesai.

• Bapak Ir. Tavip K. Mustafa, MT, IAI sebagai Konsultan Profesional yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukkan yang sangat positif dan membuka

wawasan yang lebih luas.

• Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Jurusan Arsitektur USU.

• Bapak Ahmad Windhu, ST, MT, IAI selaku penguji dari pihak arsitek profesional yang telah banyak memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun.

• Bapak Ir. Bauni Hamid, M.Des, Ph.D selaku Ketua Koordinator Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi

(5)

• Orang tua penulis yang tidak ternilai artinya, Ayah dan Mama, Arie F. Batubara dan Sulastri Sukeningsih. Terima kasih atas seluruh dukungannya terutama doa

yang selalu menjadi sumber kekuatan, motivasi dan inspirasi selama proses

pengerjaan ini.

• Adik penulis Muhammad Fahrizal Rizky yang setia menemani dalam keadaan apapun. Now it’s my turn to support you..

• Para saudara Penulis yang tidak akan terlupakan, Kevin Shah Maulana, Qudrah Nooriman, Friza Luthfi, Ade Setya Franata, dan Ahmad Baqir Adrian. Kalian akan

selalu ada di hati Penulis.

• Teman-teman satu kelompok Studio Perancangan Arsitektur 6 dan Skripsi Alur Profesi, terima kasih atas kebersamaannya. Semoga sukses selalu menyertai kita

semua.

• Teman-teman Alur Profesi, antusiasme dan kebersamaan yang terjalin selalu memberikan semangat tersendiri disaat Penulis membutuhkannya.

• Teman-teman angkatan 2009, dari NIM 09-001 s/d 09-104 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan yang

tidak terlupakan.

• Adik-adik dari angkatan 2010, 2011 dan 2012 yang selalu ceria dan optimis dalam serta memberikan warna yang berbeda di kampus Arsitektur USU.

Akhir kata, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan penulisan laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, Juni 2014

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

ABSTRAK ... viii

PROLOGUE A Humanopolis Design ... 1

Ruang Terbuka Publik ... 2

Humanopolis ... 3

Desain Kawasan Komersil ... 5

BAB 1 Langkah Awal ... 8

Kondisi Tapak ... 10

BAB 2 Ruang Publik, Ruang Untuk Semua ... 14

Transportasi Umum ... 14

Brisbane ... 16

South Bank ... 18

BAB 3 Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi ... 20

Desain yang Manusiawi ... 21

(7)

Stakeholder ... 23

Brainstoming ... 24

Riverfront ... 26

Mengakomodasi Kebutuhan ... 27

Ruang Untuk Semua ... 29

BAB 4 Menggubah Rasa Menjadi Massa ... 32

Menjawab Bentuk ... 33

Desain Zona ... 34

Menggubah Rasa ... 36

Proses yang Tidak Linear ... 38

Mengupas Kaidah Humanopolis ... 39

BAB 5 Memulai Kembali, Mencari Benang Merah ... 43

Abraham Maslow ... 45

Interpretasi Dalam Humanopolis ... 47

Evaluasi Tahap 1 ... 50

BAB 6 Sistem atau Desain ... 57

Pemisahan Zona ... 59

Impresi Pertama ... 61

(8)

Hasil Desain ... 67

EPILOGUE

(9)

DAFTAR GAMBAR

Ilustrasi 1 - Museum of Medieval Stockholm Riverside ... 1

Ilustrasi 2 – Sydney Harbour,Contoh Ruang Terbuka Riverfront ... 2

Ilustrasi 3 – South Bank Brisbane, Pedestrian di Pinggir Sungai Brisbane ... 4

Ilustrasi 4 – Jalur Sepeda, Melbourne ... 6

Ilustrasi 5 – Kondisi Eksisting Tapak, Telah Diratakan ... 9

Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak ... 9

Ilustrasi 7 - Vegetasi Sepanjang Tapak yang Bersebelahan Dengan Sungai ... 10

Ilustrasi 8 – Kondisi Jl. Guru Patimpus pada Sore Hari, pukul 17.00 ... 11

Ilustrasi 9 – Kepadatan Lalu Lintas DKI Jakarta ... 14

Ilustrasi 10 – Dimensi Bus berdasarkan Data Arsitek Neufert ... 15

Ilustrasi 11 – Pemberhentian Bus di Chermside, suburb Brisbane ... 17

Ilustrasi 12 – City Cat, Moda Transportasi Sekaligus Magnet Wisata Brisbane ... 18

Ilustrasi 13 – Festival Sebagai Generator Aktivitas ... 19

Ilustrasi 14 – Sempadan Bangunan yang Dimundurkan, serta Bangunan yang Dibagi Menjadi Beberapa Segmen ... 21

Ilustrasi 15 – Kerangka Berpikir Desain ... 25

Ilustrasi 16 - Gandaria City, Shopping Center di Jakarta, dikembangkan juga oleh Podomoro Group ... 28

Ilustrasi 17 – Indikasi Ruang Publik Ideal, Anak-anak dan Wanita Berkunjung dan Beraktivitas ... 30

Ilustrasi 18 - Pembagian Zona ... 34

(10)

Ilustrasi 20 - Permainan Tradisional ... 37

Ilustrasi 21 - Hierarki Kebutuhan Maslow ... 45

Ilustrasi 22 - Gubahan Massa Bangunan ... 47

Ilustrasi 23 - Gubahan Massa Awal, Pembagian Sesuai Zona ... 49

Ilustrasi 24 – Promenade ... 52

Ilustrasi 25 - Siteplan Awal ... 53

Ilustrasi 26 – Promenade ... 54

Ilustrasi 27 - Pembagian Zona, Mall (Kuning), Lobby Kantor (Jingga), dan Kantor (Biru) ... 59

Ilustrasi 28 - Jenis-Jenis Sistem Struktur ... 60

Ilustrasi 29 - Walt Disney Concert Hall ... 63

Ilustrasi 30 - Eksterior Bangunan, Fasade Dengan Secondary Skin ... 64

Ilustrasi 31 – Fitting Kaca Spider ... 65

Ilustrasi 32 - Potongan 3D, Mall (Hijau), Public Space (Kuning), Kantor (Merah) ... 68

Ilustrasi 33 - Groundplan (Kiri) dan Denah Lt. 2 (Kanan) ... 69

Ilustrasi 34 - Denah Lantai 3 (Kiri), dan Lt. 4 (Kanan) ... 71

Ilustrasi 35 - Denah Lt 6-10 (Kiri), Lt. 5 (Kanan) ... 72

Ilustrasi 37 - Denah Lt. 11 (Kiri) & Lt 12-19 (Kanan) ... 73

(11)

ABSTRAK

Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan

dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura,

Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan

kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang

revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan

untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah

Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan

masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan.

Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis

akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh

berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia

sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk

mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta

mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.

ABSTRACT

The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other

developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki,

Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy,

slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of

accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design

approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve

it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The

mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly

turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To

that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in

architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to

accommodate human needs.

(12)

PROLOGUE

“A Humanopolis Design”

Penataan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal

dibandingkan dengan kota-kota maju di dunia seperti Stockholm, Venice, Miami,

Singapura, Helsinki dan Sydney. Penggunaan kawasan muka sungai di kota-kota tersebut

memberikan contoh bagaimana kawasan muka sungai dapat digunakan sebagai ruang

terbuka publik yang sukses baik secara sosial ataupun komersil. Di dalam konteks ini

kawasan muka sungai dapat didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di

sepanjang sungai.1 Kondisi kawasan muka sungai di kota-kota besar di Indonesia identik

dengan kawasan kumuh, ilegal, tidak tertata, miskin dan memiliki potensi kriminal yang

tinggi. Kondisi ini diperparah lagi dengan pandangan umum bahwa kawasan muka sungai

merupakan bagian belakang bangunan yang harus disembunyikan dalam desain

bangunan.

“a land or property alongside the river”

http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/riverfront?q=riverfront

(13)

dan digunakan oleh berbagai macam kalangan. Untuk itu, dalam mendesain ruang

terbuka publik yang sukses ada 4 kriteria kunci yang harus terpenuhi yaitu: 1. Access and

Linkage (kemudahan untuk diakses dan dicapai), 2. Comfort and Image (memiliki tempat

yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan

orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi

dimana orang saling bertemu satu sama lain)2. Kriteria diatas merupakan hasil dari

observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project

for Public Spaces (PPS).

transportasi, baik itu pejalan kaki, pengendara sepeda, sepeda motor, mobil, ataupun

kendaraan umum. Dengan banyaknya pilihan untuk mengunjungi sebuah ruang terbuka

publik, maka semakin banyak kalangan yang dapat menjangkau ruang tersebut. Elemen

kunci yang kedua dalam mendesain adalah kenyamanan dan citra, apakah sebuah ruang

terbuka publik nyaman dan mampu merepresentasikan dirinya dengan citra yang baik.

2

Disadur dari jurnal Project for Public Spaces, http://www.pps.org/reference/grplacefeat/

(14)

Tingkat kenyamanan dan citra yang baik akan memberikan kesan yang baik di mata

pengguna, kebersihan, keamanan, serta yang tidak kalah penting akan tetapi sering luput

dari desain adalah ketersediaan tempat untuk duduk.

Fungsi dan aktivitas adalah hal yang mendasar dan fundamental dalam

mendesain sebuah ruang publik. Adanya sebuah kegiatan atau tempat yang dituju

memberikan pengguna alasan untuk mengunjungi sebuah ruang publik, dimana kegiatan

tersebut bisa merupakan kegiatan komersil ataupun non-komersil. Semakin banyak

aktivitas yang dapat dilakukan dan pengguna memiliki kesempatan untuk berpartisipasi

bersama, maka semakin baik untuk keberlangsungan dan kehidupan sebuah ruang terbuka

publik. Selain itu keragaman aktivitas juga berarti semakin beragam kalangan yang akan

datang dan menggunakan ruang publik tersebut. Keragaman pengguna merupakan salah

satu tolok ukur keberhasilan ruang terbuka publik, semakin beragam pengguna

(anak-anak, wanita, orang tua juga menggunakannya) maka semakin sukses juga ruang terbuka

publik. Kemudahan untuk bersosialisasi adalah hal yang paling sulit untuk dicapai, karena

hal ini melibatkan banyak faktor seperti misalnya perasaan aman saat bertemu dengan

orang asing. Saat hal ini terpenuhi, maka sebuah ruang terbuka publik akan menjadi

hidup, karena terjadi interaksi antara satu pengguna dengan pengguna lain.

Humanopolis

Jika dielaborasi, maka seluruh faktor yang ada diatas dapat bermuara kepada satu

hal yang paling fundamental, yaitu manusia. Tingkat kesuksesan sebuah bangunan atau

ruang terbuka dapat dinilai secara objektif berdasarkan penggunanya, baik secara kualitas

ataupun kuantitas. Secara kualitas sudah dijelaskan diatas, apakah manusia yang

menggunakannya nyaman, senang dan menikmati bangunan atau fasilitas yang

(15)

ruang terbuka publik tersebut. Beranjak dari hal-hal tersebut, maka muncullah sebuah

pikiran yang timbul yaitu bagaimanakah cara merancang desain yang manusiawi terutama

di kawasan komersial yang biasanya serba masif dan tertutup, sehingga manusia merasa

nyaman dan menjadi satu kesatuan terhadap lingkungan binaan.

Konsep diatas sejalan dengan gagasan Peter Hall yaitu perencanaan Humanopolis

seperti disebutkan Budihardjo dan Hardjohubojo (2009) dalam bukunya yaitu sebagai

rancangan kota yang lembut dan manusiawi, dengan menyembuhkan luka-luka yang

diakibatkan oleh perlakuan manusia yang sewenang-wenang terhadap alam dan mengolah

hubungan manusia dengan lingkungan binaannya secara lebih akrab.3 Hal yang ingin

digarisbawahi adalah bagaimana cara menciptakan desain seperti yang disebutkan oleh

Peter Hall? Apakah yang harus dilakukan oleh arsitek? Desain seperti apa yang

manusiawi?

3

Humanopolis, Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan, Eko Budihardjo dan Sudanti Hardjohubojo

(16)

Kielgast (2014) dari Gehl Architects menyebutkan bahwa desain kota yang

manusiawi adalah yang dapat dicapai dengan mudah oleh semua orang.4 Banyak kota di

seluruh dunia memiliki masalah dengan kemacetan lalu lintas yang diperparah oleh

kepadatan kota yang semakin meningkat. Dalam hal ini, penggunaan moda transportasi

alternatif seperti sepeda tidak jarang menjadi cara tercepat untuk berpindah dari satu

tempat ke tempat yang lainnya. Kembali ke konteks kota Medan, dimana belum menjadi

sebuah kebiasaan sebuah bangunan menyediakan lahan parkir untuk sepeda. Sehingga

dalam desain proyek ini, penggunaan moda transportasi alternatif seperti sepeda akan

diberikan dukungan fasilitas parkir serta jalur khusus untuk sepeda.

Desain Kawasan Komersil

Dengan pemaparan yang sudah diberikan diatas, maka pembangunan kawasan

komersil yang akan dilakukan hendaknya memenuhi faktor-faktor tersebut. Selain untuk

memenuhi syarat 30% ruang terbuka hijau dalam desain, ruang terbuka publik dapat

menjadi daya tarik tersendiri dari perencanaan ruang komersil dan hal ini berlaku juga

sebaliknya, kawasan komersil dapat menjadi daya tarik juga bagi ruang terbuka hijau.

Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini adalah sebuah kesempatan untuk

melakukan integrasi antara ruang terbuka hijau, area komersil, dan kawasan muka sungai

yang diharapkan akan menjadi sebuah gaya hidup baru masyarakat koda Medan.

4

(17)

Perencanaan

kawasan yang akan

dibangun meliputi

pusat perbelanjaan,

tempat makan, kafe,

pusat kebugaran,

gedung parkir, taman

tematik dan kantor. Seluruh fasilitas yang disebutkan diatas merupakan perwujudan dari

gaya hidup urban di kota Medan, diharapkan kawasan ini menjadi pusat kegiatan baru di

kota Medan. Fungsi kawasan ini dapat melayani berbagai macam kebutuhan dan kegiatan

pengguna, sebagai contoh misalnya pegawai kantoran yang berada di kawasan ataupun

sekitar kawasan. Untuk menghemat waktu perjalanan dan biaya transportasi, sepeda

seperti yang disinggung diatas dapat menjadi moda transportasi alternatif. Karyawan yang

berkantor di sekitar kawasan dapat berangkat dan parkir di kawasan yang akan dibangun.

Untuk pengendara kendaraan bermotor, disediakan gedung parkir berlangganan untuk

menitipkan kendaraannya kemudian berjalan kaki ke tempat kerja masing-masing yang

berada di sekitar tapak atau memilih untuk sarapan dan minum kopi terlebih dahulu di

area makan. Khusus pengendara sepeda, disediakan fasilitas parkir sepeda yang dijamin

keamanannya oleh pengelola dan asuransi sehingga pengguna dapat memarkir sepedanya

dengan aman.

Masalah yang sering dihadapi oleh pengguna sepeda adalah saat mereka tiba di

tempat tujuan, pengguna sepeda terkadang membutuhkan fasilitas untuk membersihkan

badan yang berkeringat. Fasilitas pusat kebugaran disini menyediakan sarana untuk

mandi dan loker untuk menyimpan baju kerja, jadi saat pengendara sepeda berangkat ke

(18)

kantor dapat tetap terjaga penampilannya. Integrasi kawasan komersil seperti ini,

merupakan tanggapan dari kehidupan urban yang serba cepat dan dinamis, dimana

pengguna tidak perlu berpindah kawasan untuk mendapatkan kebutuhannya. Konsep ini

merupakan cerminan superblok yang lebih manusiawi dan tidak terbatas untuk kalangan

tertentu saja yang artinya seluruh fasilitas-fasilitas diatas (kecuali kantor yang bersifat

semi publik) dapat juga digunakan untuk umum

Aktivitas lainnya dapat berjalan secara paralel dengan kegiatan diatas, misalnya

di pagi hari orang lanjut usia dan anak-anak dapat menggunakan ruang terbuka publik

sebagai sarana rekreasi. Rangkaian aktivitas yang berlanjut ini sangat penting untuk

memberikan kesinambungan kegiatan di dalam kawasan dan akan menjadikan kawasan

ini tidak terlihat kosong. Dengan berbagai macam aktivitas yang dapat diakomodasi,

diharapkan kedatangan pengunjung untuk beraktivitas di kawasan akan semakin besar.

Dengan berbagai pertimbangan yang sudah disebutkan diatas, maka pembangunan

kawasan komersil yang manusiawi serta terintegrasi dengan ruang terbuka publik dan

kawasan muka sungai dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah perkotaan

sekaligus menjadi gaya hidup baru yang lebih sehat, modern, dan ramah terhadap

(19)

ABSTRAK

Pengembangan kawasan muka sungai di Indonesia masih relatif tertinggal dibandingkan

dengan kota-kota maju diseluruh dunia seperti Stockholm, Venice, Miami, Singapura,

Helsink, Sydney dll. Kawasan muka sungai di Indonesia justru identik dengan kawasan

kumuh, ilegal, serta memiliki tingkat ekonomi rendah. Sehingga perubahan yang

revolusioner tetapi mampu merangkul seluruh stakeholder adalah solusi yang dibutuhkan

untuk memecahkan masalah ini. Pendekatan desain yang mengandung kaidah

Humanopolis pada konteks ini adalah salah satu cara yang tepat untuk memecahkan

masalah yang ada, terutama karena melihat fungsi komersil campuran yang direncanakan.

Fungsi komersil campuran berupa pusat perbelanjaan dan kantor sewa secara otomatis

akan membuat bangunan ini menjadi sebuah ruang publik yang harus bisa di akses oleh

berbagai kalangan. Untuk itu pendekatan Humanopolis yang berfokus terhadap manusia

sebagai objek utama dalam perancangan arsitektur, diharapkan akan mampu untuk

mencapai sebuah desain kawasan dan bangunan yang manusiawi, ramah, lembut serta

mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kata Kunci: Manusia, Humanopolis, Fungsi Komersil, Ruang Publik.

ABSTRACT

The development of riverfront areas in Indonesian cities is still way behind other

developed cities around the world such as Stockholm, Venice, Miami, Singapore, Hesinki,

Sydney etc. Riverfront areas in Indonesia are usually associated with low economy,

slums, and illegal activities. Thus, a revolutionary change that is capable of

accommodating all stakeholders is the answer to eliminate this problem. The design

approach that follows the principles of Humanopolis is one of the right solutions to solve

it, due to the fact that the function of the building will be mixed use commercial. The

mixed use commercial function that consists of a shopping mall and offices will instantly

turn this building and its surroundings into public spaces that everyone can access. To

that end, the Humanopolis approach which focuses on people as the main object in

architectural design is expected to achieve a space that is humane, friendly, and able to

accommodate human needs.

(20)

BAB 1

Langkah Awal

Cuaca panas kota Medan di siang hari merupakan tantangan besar untuk

penduduknya, bagaimana tidak dengan rata-rata suhu bisa mencapai 32 derajat celcius5

dapat dibayangkan seberapa panas dan tidak nyamannya melakukan kegiatan di luar

ruangan. Jangankan untuk melakukannya, bagi beberapa orang sekedar

membayangkannya saja bisa membuat lelah, mungkin hal itu yang ada di dalam pikiran

orang-orang kota Medan, setidaknya mungkin itulah yang ada di kepala penulis pada

siang itu. Namun teriknya siang itu tidaklah terlalu mempengaruhi kegiatan yang

berlangsung di Studio Profesi Perancangan Arsitektur 6 USU yang menggunakan

pendingin ruangan, walaupun belakangan perusahaan penyedia listrik negara sering

“memaksa” pelanggan melakukan earth hour tanpa peringatan terlebih dahulu.

Setelah melakukan pembahasan mengenai topik desain yang akan dilakukan,

pada 6 Maret 2014 penulis bersama kelompok perancangan melakukan diskusi dan

briefing dengan arsitek profesional, selaku konsultan dan pembimbing selama proses

pengerjaan desain. Konsultasi pertama ini terfokus kepada pembahasan mengenai

Kerangka Acuan Kerja (KAK) proyek yang akan dilaksanakan dengan sangat detail

menurut penulis. Hampir seluruh aspek yang ada dibahas satu persatu dengan teliti

bersama arsitek profesional, dimulai dari aspek tapak, sosial hingga aspek sejarah.

Diskusi yang dilakukan dengan arsitek profesional ternyata berhasil membuka mata

penulis mengenai banyak hal, banyak sekali wawasan yang diberikan dan dibuka oleh

beliau mengenai bagaimanakah sebuah desain harus dapat memecahkan masalah serta

digunakan oleh penggunanya. Sebenarnya, masih banyak sekali hal-hal yang dibahas

5

(21)

Podomoro

dalam briefing tadi, tetapi jika dibahas dalam satu pembahasan penulis merasa tidak akan

cukup waktu untuk mengejar deadline pengumpulan.

Setelah briefing

lahan kosong yang tepat berada di pinggir sungai Deli dan bersebelahan langsung dengan

tapak Deli Plaza Medan. Tapak proyek sudah diratakan oleh pengembang sehingga

kondisinya sudah rata dan tidak terdapat vegetasi di dalam tapak, hanya pada sepanjang

pinggir sungai terdapat vegetasi berupa pepohonan besar dan semak-semak liar. Selain

lokasi hal yang penting untuk menjadi perhatian adalah batas tapak dan kondiri eksisting

dari bangunan. Tapak proyek berbatasan dengan Jl. Guru Patimpus di sisi utara yang

merupakan akses dan jalan utama menuju ke tapak. Pada sisi barat, tapak berbatasan

langsung dengan Sungai Deli yang

Ilustrasi 6 – Kondisi Sekitar Tapak

(22)

menjadi tema dan fokus utama dalam desain SPA 6 ini, dengan pemandangan keluar

menghadap ke area pemakaman. Bagian selatan tapak berbatasan dengan area residensial

yang memiliki akses tembusan menuju tapak, sedangkan sisi timur tapak berbatasan

dengan tapak Podomoro City (kondisi eksisting Deli Plaza, sedang dalam

pengembangan).

Kondisi Tapak

Suasana tapak

terasa tenang dan sejuk

dikarenakan matahari

sudah lebih condong ke

arah barat sehingga terik

yang terasa sejak tadi

siang perlahan-lahan

mereda. Terlebih lagi

vegetasi sepanjang pinggiran sungai yang telah disebutkan sebelumnya menambah rasa

sejuk saat melakukan pengamatan. Penggunaan vegetasi dapat menurunkan panas yang

ada di suatu wilayah atau bangunan dengan beberapa cara yaitu: menghalangi sinar

matahari langsung, kemudian dengan cara evapotranspiration yaitu sebuah proses dimana

daun mengeluarkan air sisa fotosintesis yang kemudian menguap dan membantu

mendinginkan udara. Vegetasi juga dapat menjaga suhu tanah menjadi lebih dingin

(23)

karena meminimalisir turunnya kelembaban tanah.6 Walaupun suasana sejuk hanya terasa

sirkulasi yang satu arah, Jl.Guru Patimpus masih terhitung padat dan macet karena dilalui

merupakan jalur terusan 2 jalan besar lainnya yaitu Jl. Balai Kota dan Jl. Perintis

Kemerdekaan. Kepadatan jalan membuat beberapa pengendara sepeda motor

menggunakan trotoar sebagai jalurnya, sedangkan penulis yang saat itu mengguakan jalur

pejalan kaki hanya bisa mengalah saja saat jalur yang seharusnya digunakan diserobot

oleh para oknum pengendara sepeda motor tersebut. Kondisi trotoar di sekitar tapak juga

terhitung baik dan hanya memerlukan sedikit penataan tanpa perlu melakukan

perombakan besar-besaran. Lebar trotoar yang mencapai 1,5 meter dirasakan sudah

cukup nyaman digunakan untuk berjalan kaki walaupun ada beberapa halangan seperti

vegetasi yang ditanam di trotoar atau penempatan halte bus yang tidak sesuai, sehingga

6

Artikel Bulleen Art & Garden, “Reducing the heat with vegetation” -

http://www.baag.com.au/?p=5985

(24)

tetap membutuhkan penataan lebih lanjut. Karena matahari yang semakin condong ke

arah barat dan hari semakin gelap, maka observasi tapak di hari ini juga selesai.

Berdasarkan hasil observasi, maka dimulailah penyusunan data yang digunakan

untuk menganalisis aspek-aspek yang berkaitan dengan desain proyek. Setiap data

didokumentasikan dan disusun berdasarkan jenis datanya. Penulis mencari beberapa data

selain dari observasi langsung, yaitu menggunakan data sekunder dari berbagai sumber

diiantaranya peta kota Medan untuk mengetahui ukuran tapak, Rencana Umum Tata

Ruang Kota (RUTRK) Medan sebagai acuan fungsi bangunan di sekitarnya. Dengan

menggabungkan data primer dan sekunder maka didapatkanlah hasil yang lebih akurat

dari inventarisasi data sebelumnya. Berbagai macam data seperti fungsi bangunan sekitar,

peruntukan lahan, alur sirkulasi kendaraan dan manusia, batas-batas tapak, garis

sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, vegetasi tapak, arah matahari, angin,

fasilitas tapak, utilitas dan lain-lain didokumentasikan secara terperinci.

Pada kesempatan diskusi berikutnya dengan konsultan profesional, kelompok

penulis memberikan data yang telah di pilah-pilah, tetapi ternyata menurut konsultan

profesional, masih banyak sekali kekurangan dalam dokumentasi data kelompok. Beliau

memberikan penjelasan bagaimana sebuah data harus mencantumkan sumbernya apakah

sumberya terpercaya atau tidak serta bagaimana validitas dari sumber tersebut. Selain itu

beliau juga memberi tahu sebelum melakukan inventarisasi data dan observasi langsung

ke lapangan, sebaiknya dilakukan perencanaan dan daftar hal-hal yang akan di amati.

Beliau memberitahu agar pengumpulan data menjadi lebih efisien sehingga kelompok

penulis dan tentunya penulis sendiri tidak membuang-buang waktu dalam pengerjaan

hal-hal seperti ini. Dalam pembuatan rencana observasi ini beliau mengatakan bahwa selain

(25)

sudah dibuat, sehingga dalam pengerjaannya terdapat gambaran yang jelas serta penulis

tahu harus pergi kemana dan melakukan apa untuk mendapatkan data tersebut.

Diskusi kali ini juga memberikan sebuah pencerahan bagi penulis, dimana pihak

arsitek profesional membicarakan mengenai sejarah terbentuknya kota Medan yang

dimulai oleh perdagangan. Pembahasan ini berlanjut sampai bagaimana etnis Tionghoa

dan India datang ke kota Medan (Deli), serta transmigrasi besar-besaran dari pulau Jawa

yang merupakan permulaan munculnya orang yang sekarang disebut Jawa Deli (orang

Jawa yang menetap kemudian memiliki keturunan yang lahir di Deli). Selain itu juga

cerita konon Laksamana Cheng Ho pernah berlabuh di kota Medan, dan mendirikan

beberapa kelenteng disini, cerita-cerita tersebut sangatlah menarik bagi penulis karena

selain membuka wawasan juga menginspirasi untuk mencari tahu lebih jauh lagi

mengenai hal tersebut. Dalam pikiran penulis terbesit bahwa diskusi hari ini merupakan

sebuah langkah awal, sebuah perjalanan yang panjang, walaupun sebenarnya tidak

(26)

BAB 2

Ruang Publik, Ruang Untuk Semua

Dinginnya udara pagi kota Medan membuat tubuh dan mata terasa berat untuk

meninggalkan kasur yang walaupun tidak mewah, tapi cukup nyaman bagi penulis.

Waktu sudah menunjukan pukul 5.45 pagi, tapi rasa lelah setelah beraktivitas seharian

kemarin agaknya tidak terbayarkan oleh tidur malam ini. Dalam pikiran tiba-tiba penulis

terbayang bagaimana di setiap pagi yang dingin seperti ini masyarakat urban di Jakarta

harus bangun jauh lebih awal daripada penulis sekarang untuk berangkat ke kantor atau

sekolah dan menghindari kemacetan yang pada kenyataannya tetap tidak terhindari juga.

Terlintas di dalam pikiran, jika

kota Medan tidak ditata dengan

baik mungkin dalam 5, 10 atau 15

tahun lagi kondisi serupa dapat

terjadi disini bahkan bisa jadi

situasinya menjadi lebih akut

daripada kemacetan Jakarta.

Transportasi Umum

Situasi di kota-kota besar Indonesia pada pagi hari sangatlah identik antara satu

sama lainnya, dimana jalan “dikuasai” oleh pengguna sepeda motor. Sangatlah jelas dan

nyata jika dilihat dari jumlahnya pada tahun 2012 jumlah mobil penumpang berjumlah

10.432.2597, dan jika dibandingkan dengan jumlah sepeda motor? Angka yang sangat

fantastis muncul yaitu 76.381.183, penulis bisa memastikan bahwa pembaca tidak salah

7

Badan Pusat Statistik “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2012” - http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=17&notab=12

(27)

membaca ataupun terdapat kesalahan dalam penulisan, tujuh puluh enam juta sepeda

motor berseliweran di jalanan Indonesia. Kondisi ini akan terlihat lebih buruk jika kita

beranjak ke fakta berikutnya mengenai salah satu moda transportasi umum di Indonesia,

yaitu bus. Jumlah total bus di seluruh Indonesia jika dibandingkan dengan mobil

penumpang terlihat menyedihkan, apalagi jika dibandingkan dengan sepeda motor, yaitu

hanya sejumlah 2.273.821.

Fakta-fakta diatas tentunya sangat menyedihkan jika ditelisik, terlebih lagi jika

dibandingkan dengan kemampuan angkut dan luas jalan yang dibutuhkan per penumpang,

bus memiliki efektifitas yang jauh lebih tinggi daripada mobil atau sepeda motor. Apabila

dihitung, satu mobil dengan lebar rata-rata 1,5 m dan panjang 3-4 m, mampu mengangkut

4-6 orang maka didapatkan luas per mobil di jalan sekitar 6 m2 yang artinya

sehingga luas per penumpangnya adalah 0,5 m2.8 Dapat dibayangkan efisiensi dengan bus

saja mencapai 3x lipat dibandingkan mobil pribadi.

Lamunan penulis teralih sejenak karena tiba-tiba alarm berbunyi, pertanda

penulis harus segera bersiap-siap pergi menuju kampus. Sepanjang jalan penulis tetap

memikirkan lamunan pagi hari tadi, sambil membayangkan betapa nikmatnya jika kota

ini memiliki sarana transportasi yang murah, mudah, nyaman dan aman. Sejujurnya bagi

penulis menggunakan tranportasi umum jauh lebih menyenangkan dan nyaman

8

Dikutip dari bab Mencegah Keambrukan Lalu Lintas “Wawasan Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan” – Eko Budihardjo.

(28)

dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi, terlebih lagi jika harus menyetir

sendiri. Karena perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dapat menjadi sangat

melelahkan jika dilakukan pada jam-jam puncak kepadatan lalu lintas. Waktu yang

terbuang pada saat seperti itu tentunya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih produktif

misalnya membaca buku, atau mungkin kegiatan rekreatif seperti mendengar musik dan

bermain video game, yang hanya bisa dilakukan jika kita tidak sedang berkendara.

Brisbane

Tak disangka-sangka lamunan tadi pagi memberikan ide bagaimana proyek

desain Perancangan Arsitektur 6 seharusnya dibuat. Penulis mendapatkan ide bagaimana

sebuah kota dan kawasan haruslah memberikan rasa nyaman dan manusiawi terhadap

penggunanya. Segala aspeknya sebaiknya memperhatikan unsur-unsur manusia dan

tanggapannya terhadap lingkungan sekitar. Penulis memutuskan aspek manusia dan

lingkungan sekitar akan menjadi kerangka serta pondasi dari desain yang akan penulis

buat nantinya. Mengapa? Karena pertanyaan pertama dan yang paling fundamental

setelah sebuah lingkungan binaan dirancang dan dibangun adalah, apakah tempat itu

digunakan oleh penggunanya? Menurut sudut pandang pribadi penulis, dalam konteks ini

apalah guna estetika jika tidak memberikan manfaat bagi penggunanya.

Berangkat dari kerangka tersebut, maka penulis memulai proses menganalisa

aspek-aspek yang akan mempengaruhi desain kawasan dan bangunan. Banyak sekali

aspek yang harus dianalisa sebelum melakukan desain bangunan, mulai dari aspek tapak

sampai ke manusianya itu sendiri. Aspek pertama yang akan dianalis adalah masalah

akses menuju tapak, hal ini membawa penulis ke memori 7 tahun yang lalu saat penulis

mengunjungi salah satu kota di Australia. Pada satu sore disana kebetulan penulis

(29)

yaitu sungai yang membelah kota Brisbane menjadi 2 bagian utara dan selatan. Untuk

pergi kesana penulis harus berjalan kaki kira-kira 600 m untuk mencapai pemberhentian

bus terdekat, dan penulis melakukan itu dengan perasaan yang senang tanpa keberatan

sama sekali selain karena jaraknya yang tidak terlalu jauh9 kemudian dapat ditempuh

dengan sangat nyaman dengan lebar pedestrian kurang lebih 2 m serta dipenuhi dengan

vegetasi yang rindang dan udara yang bersih.

Sekitar 3 menit

setelah sampai di halte,

bus tiba sesuai jadwal

yang terpajang di papan

informasi, sangat kontras

jika dibandingkan

pengalaman penulis saat

menunggu Transjakarta beberapa bulan yang lalu, saat itu penulis menunggu bus datang

lebih dari satu jam di dalam kotak besi yang sangat panas. Kembali ke perjalanan ke

Brisbane River, perjalanan memakan kurang lebih 20 menit untuk sampai ke

pemberhentian bus terdekat. Mudahnya akses untuk pergi kesana merupakan salah satu

alasan mengapa tempat ini ramai dikunjungi, walaupun sebenarnya hampir semua daerah

di Brisbane terjangkau dengan transportasi publik dan nyaman dilalui, tetapi sekali lagi

hal ini memberikan gambaran bagaimana pentingnya kemudahan akses terutama pejalan

kaki untuk mencapai suatu tempat.

9

(30)

South Bank

Desain dari South Bank- namadaerah ini disebut- memang dengan sengaja dibuat

sebagai tempat berkumpul penduduk Brisbane. Terdapat berbagai macam fasilitas yang

mendukung seperti jogging track, stan makanan toilet umum dan sebagainya. Bahkan

tidak Cuma fasilitas umum, terdapat juga titik-titik yang dapat menjadi generator aktivitas

seperti moda transportasi Citycat, sebuah kapal yang namanya diambil dari catfish (ikan

lele) karena bentuknya yang mirip dengan ikan lele dan digunakan untuk menyeberangi

sungai serta kini

berhasil menjadi

salah satu magnet

wisata yang

menarik bagi turis,

museum seni,

amphiteater,

apartemen, mini market dan lain-lain. Saat itu, penulis tidak menyadari bahwa desain

disepanjang muka sungai itu sangat berhasil mengakomodasi kebutuhan penggunanya,

yang ada dipikiran hanyalah bagaimana suasana saat itu tidak pernah penulis temukan di

Indonesia. Bagaimana penduduk kota Brisbane berbaur dan bercampur di tempat tersebut,

mulai dari turis, warga lokal, kulit hitam, kulit putih, asia semua bercampur disana.

Bayangan tempat nilah yang menjadi acuan bagaimana kegiatan di muka sungai desain

studio perancangan arsitektur 6 seharusnya.

Banyaknya generator aktivitas disana serta dikombinasikan dengan mudahnya

dan nyamannya akses menjadi faktor yang sangat besar bagaimana sebuah tempat bisa

memiliki tingkat okupansi yang tinggi dan tetap nyaman digunakan. Penulis sangat

(31)

terkesima bagaimana

banyak sekali orang

menggunakan South

Bank dalam beraktivitas

dan bersosialisasi.

Keragaman ini juga

menunjukan bahwa

ruang terbuka publik tersebut secara desain telah sukses10 dan dapat menjadi acuan untuk

desain ruang terbuka yang baik. Keragaman aktivitas tadi tidak terlepas dari banyaknya

titik-titik aktivitas yang ada disana seperti disebutkan diatas, oleh karena itu penulis

berpikiran bagaimana desain riverfront penulis nanti memiliki keragaman aktivitas yang

dapat dilakukan dan mampu mengakomodasi aktivitas-aktivitas tersebut. Potensi ini

sungguhnya ada, karena secara umum penduduk kota Medan terdiri dari berbagai macam

golongan, suku agama dan alatar belakang yang berbeda-beda. Kemampuan penulis

untuk merangkul pihak-pihak inilah yang nantinya akan menjadi kunci keberhasilan

desainnya.

10

Project for Public Spaces | What Mak es a Successful Place? - http://www.pps.org/reference/grplacefeat/5/6

(32)

BAB 3

Membangun Ruang Terbuka yang Manusiawi

Sebuah kota yang ramah dan manusiawi merupakan kota yang mudah untuk

dicapai, sehingga memungkinkan mobilitas untuk semua kalangan.11 Pernyataan diatas

menunjukan bagaimana bentuk rancangan sebuah kota di masa depan yang mudah untuk

dicapai, terbuka untuk semua kalangan, dan ramah terhadap manusia. Selain dari hal yang

sudah disebutkan, masih ada aspek lain yang mempengaruhi keramahan suatu kawasan

dan bangunan, terutama ditinjau dari aspek desain bangunan. Bentukan massa dan desain

fasade sebuah bangunan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi serta

kenyamanan pengguna bangunan tersebut.

Dalam beberapa dekade terakhir, desain bangunan memiliki kecenderungan

bentang yang lebih lebar dan pintu masuk utamanya menjadi lebih minimalis atau

dipindahkan dari depan jalan besar ke area parkir.12 Kecenderungan bangunan dengan

skala yang terlalu besar untuk manusia menyebabkan rasa tidak nyaman, tertekan dan

kurang manusiawi untuk pengguna. Terbentuknya banyak ruang mati pada pedestrian dari

bangunan yang masif menyebabkan jalan untuk manusia terasa sangat sempit, selain itu

bentuk bangunan yang masif juga mengesankan bangunan menjadi monoton dan kurang

variatif. Skala bangunan yang nyaman dapat dicapai dengan mengatur ukuran baik secara

horizontal (bentang bangunan) atau secara vertikal (tinggi bangunan).

11

Louise Kielgast, Gehl Architects – The Cities of The Future are People-Friendly City -

http://denmark .dk /en/green-liv ing/bicy cle-culture/the-cities-of-the-future-are-people-friendly -cities/

12

Pedestrian Friendly Code Directory: Human-Scale Building Facade -

(33)

Desain yang manusiawi

Secara horizontal, desain

bangunan yang baik dapat dicapai

dengan cara membagi menjadi

modul-modul yang tidak terlalu lebar,

sehingga terlihat lebih variatif dan

manusiawi. Dalam kasus bangunan

komersil fasade bangunan yang

berukuran masif dapat dipecah menjadi

retail-retail yang lebih kecil sehingga

bangunan yang sebenar nya merupakan

satu kesatuan yang besar menjadi

kumpulan atau deretan retail yang lebih

manusiawi dan ramah terhadap

pengguna. Secara vertikal bangunan yang terlalu tinggi akan menghalangi cahaya

matahari dan membuat pedestrian seakan-akan terhalangi oleh dinding yang sangat tinggi.

Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tersebut ada dua alternatif yang dapat dilakukan,

yang pertama adalah apabila sebuah bangunan dengan tinggi lebih dari 3 lantai, maka

bangunan tersebut sebaiknya lebih dimundurkan dari garis sempadan bangunan (GSB)

depan. Cara berikutnya adalah dengan menyusun bangunan secara bertingkat, sehingga

efek kenaikan dan sudut pandang dari arah pejalan kaki tidak terlalu tinggi.

Pendekatan desain lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

pemilihan material serta komponen pembentuk fasade. Pemilihan komponen fasade yang

tepat akan sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keramahan bangunan terhadap

(34)

pengguna. Pengolahan fasade bangunan sebaiknya memiliki pola yang terlihat dengan

jelas dan teratur atau dikelompokan sehingga membentuk desain yang padu, kemudian

elemen-elemen arsitektur seperti kolom, balok, kanopi, jendela dan pintu sebaiknya

sejajar dengan bagian fasade yang berdekatan. Memperjelas batasan antara lantai juga

dapat digunakan sebagai salah satu cara pendekatan untuk mencapai bangunan yang

ideal. Membuat banyak bukaan atau membuat fasade lebih transparan di lantai dasar

sehingga pengguna jalan dapat melihat ke dalam bangunan dapat membuat bangunan

menjadi lebih ramah dan memperjelas batasan antara lantai bangunan. Pemilihan material

fasade seperti yang sudah disebutkan diatas, memiliki peran yang tidak kalah penting.

Contohnya adalah penggunaan material seperti batu alam dan bata ekspose, akan

memberikan kesan yang lebih alami serta memiliki skala yang lebih manusiawi

dibandingkan dengan menggunakan aluminium composite panel (ACP). Aplikasi material

yang bertekstur dan bermodul lebih kecil dapat memberikan kesan yang ramah dari

bangunan, karena material yang lebih kecil akan terasa lebih dekat dan memberikan kesan

seakan material tersebut dapat disentuh.

Penerapan Dalam Humanopolis

Berbagai konsep dan model desain diatas memiliki hubungan yang sangat erat

dengan bagaimana menciptakan kota yang manusiawi atau Humanopolis. Penerapan

konsep-konsep diatas secara tidak langsung juga merupakan penerapan konsep dari

Humanopolis yang sangat penting jika mengingat kondisi perkotaan yang serba masif dan

menekan. Konsep Humanopolis yang menekankan pentingnya sebuah kota memiliki

interkoneksi antara satu bangunan ke bangunan lainnya dalam bentuk pedestrian yang

terstruktur serta penggunaan berbagai elemen-elemen penghias citra kota seperti lampu

taman, bangku, rerumputan, patung, air mancur dan sebagainya untuk melembutkan kota

(35)

Perancangan bangunan yang lebih ramah terhadap manusia akan mendorong

kenaikan penggunaan ruang publik, sehingga kemungkinan terjadinya interaksi sosial

antar pengguna semakin tinggi juga. Jika dikaitkan dengan konsep Humanopolis, hal

diatas menurut Budihardjo (2009) mencerminkan salah satu prinsip Humanopolis yaitu

bagaimana runag-ruang perkotaan yang ada saling dihubungkan satu sama lain, sehingga

menjadi satu kesatuan berupa ruang perkotaan yang bersifat sosial.13 Penciptaan

ruang-ruang sosial inilah yang akan memperkaya pengalaman serta interaksi antara manusia

yang terjadi di ruang publik.

Stakeholder

Dalam upaya membangun sebuah kota yang ideal untuk manusia, tentunya

banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya atau disebut juga sebagai

Stakeholder. Seluruh pihak yang terlibat harus berperan aktif tanpa terkecuali agar

pembangunan yang telah direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Pihak-pihak yang

terlibat dalam merancang sebuah kota atau kawasan yang baik dan manusiawi terdiri dari:

1. Investor, 2. Desainer, 3. Pemerintah, 4. Pengguna, dan 5. Masyarakat sekitar. Investor

sebagai pemegang dana merupakan pihak yang memiliki wewenang tertinggi dalam

sebuah pembangunan yang mana berlanjut atau tidaknya sebuah proyek sangatlah

bergantung kepada keputusan investor. Tujuan utama seorang atau sekelompok investor

dalam pembangunan tentunya mendapatkan keuntungan dari investasinya, sehingga

terkadang investor sering luput dalam penggunaan atau desain yang manusiawi.

Untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi, maka peranan desainer disini juga tidak

kalah penting. Selain merancang bangunan/kota/kawasan, seorang desainer juga harus

mampu mengedukasi investor tentang faktor-faktor sosial dan manusia di dalam

13

(36)

pembangunan proyek. Komunikasi yang baik antara desainer dan investor dapat

menghasilkan sebuah kolaborasi yang kuat sehingga membantu terciptanya desain yang

ideal. Kemampuan berdiplomasi dan bernegosiasi sangatlah penting sehingga tujuan dari

desain tetap tercapai tanpa masalah dengan pihak owner atau investor. Pemegang

kepentingan lainnya adalah pemerintah, baik itu dalam skala kota, provinsi atau nasional.

Pemerintah memiliki peran sebagai regulator atau penegak peraturan untuk memastikan

sebuah proyek berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara atau wilayah

tersebut. Sebagai regulator, tentunya pemerintah harus memiliki ketegasan dan tidak

pandang bulu dalam menegakkan peraturan, sehingga dengan konsistensi tersebut akan

tercipta iklim yang positif dan disiplin dalam setiap proyek yang ada.

Sebuah perencanaan dapat dikatakan atau dinilai sukses apabila satu hal ini

terpenuhi, yaitu: bangunan berhasil berdiri dan digunakan, serta memberikan rasa nyaman

dalam menggunakannya. Untuk itu, peran pengguna sebagai stakeholder juga sangatlah

krusial. Dapat dibayangkan sebuah bangunan telah selesai dibangun, dengan desain yang

secara visual sangat luar biasa tetapi tidak digunakan oleh penggunanya. Selain itu sebuah

proyek juga harus memperhatikan dampak pembangunan terhadap masyarakat sekitar.

Jika pembangunan sebuah proyek ternyata mengganggu masyarakat sekitar, tentunya hal

ini akan menjadi masalah di kemudian hari. Terjadinya demonstrasi, penuntutan secara

hukum terhadap pemilik, desainer atau regulator dapat terjadi jika sebuah proyek

melewati batas kenyamanan dan privasi masyarakat sekitar yang tentu akan menyebabkan

terhambatnya proses pembangunan tersebut.

Brainstorming

Masih terbayang-bayang di benak penulis bagaimana sebuah kawasan muka

(37)

alangkah indahnya jika kota Medan yang sebenarnya memiliki potensi tersebut karena

dilintasi dua sungai besar yaitu sungai Deli dan sungai Babura dapat menyadari serta

memenuhi potensi tersebut. Jauh api dari panggang rasanya untuk mewujudkan kawasan

yang ideal jika melihat kondisi nyata di lapangan bagaimana pengelolaan dan penataan

kawasan muka sungai-sungai diatas, tetapi hal itu juga terasa sangat dekat karena seperti

disebutkan sebelumnya, sebenarnya potensi untuk mewujukannya ada di depan mata kita

semua.

Analisis yang dilakukan oleh penulis satu minggu yang lalu pada intinya telah

sedikit menyerempet mengenai bangunan apa yang akan dibangun dan apa yang menjadi

tema individu dalam desain, darimana penulis mendapatkan inspirasi untuk mewujudkan

Riverfront Urban Lifestyle

Konteks Desain Riverfront

Kebutuhan Masyarakat

Humanopolis

Kawasan Komersil Ruang Terbuka

Publik

Mengakomodasi Ruang Publik & Komersil

(38)

hal ini, serta mengapa hal ini sangat penting untuk dilakukan. Untuk dapat menentukan

tema spesifik tentunya, penulis harus merujuk terhadap tema besar yang telah diberikan,

serta tema kelompok penulis sendiri. Tema individu ini haruslah mencerminkan, serta

mengaitkan antara kedua tema tersebut menurutku yang ternyata setelah melakukan

bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, beliau juga memberikan saran yang serupa

terhadap kelompok kami. Dengan bermodalkan pendapat dari dosen pembimbing, penulis

mulai dengan melakukan brainstorming14 yaitu sebuah proses diskusi untuk menghasilan

ide dan pemecahan masalah, serta mind mapping15 yaitu sebuah teknik untuk

memvisualisasikan hubungan antara beberapa ide atau potongan informasi, setiap ide atau

informasi yang ada ditulis dan dihubungkan dengan garis atau kurva untuk menunjukan

tingkat keeratan dan kepentingan hubungan dari ide atau informasi tersebut. Penulis

menganggap proses ini sangat penting untuk dilakukan, karena jika tidak didahulu dengan

melakukan hal tersebut maka akan terjadi kecenderungan pengerjaan yang tidak fokus

dan tidak memiliki tujuan yang jelas.

Riverfront

Maka penulis mengawali proses ini dengan melakukan identifikasi terhadap tema

utama yaitu Riverfront atau kawasan muka sungai. Kawasan muka sungai dapat

didefinisikan sebagai tanah atau bangunan yang berada di sepanjang sungai16. Jika

ditelisik lebih jauh lagi, maka pembahasan kawasan muka sungai akan mencakup

mengenai sungai itu sendiri, garis sempadan sungai dan jalan inspeksi, profil sungai,

kedalaman, lebar sungai, kondisi eksisting, bangunan di sepanjang sungai, ruang terbuka

dan sebagainya. Tema kedua adalah urban lifestyle, secara harfiah jika diartikan adalah

14

Brainstorm Definition - http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/brainstorm 15What is Mind Mapping? http://www.businessdictionary.com/definition/mind-mapping.html 16

“a land or property alongside the river”

(39)

gaya hidup perkotaan. Seperti apakah yang dimaksud dengna gaya hidup perkotaan?

Bagaimana gaya hidup perkotaan tersebut berlangsung? Siapa pelakunya?

Tulang punggung dari gaya hidup perkotaan secara umum dipengaruhi oleh

bagaimana masyarakat kota memenuhi kebutuhannya, baik dari sisi ekonomi atau sosial.

Dari hasil diskusi dengan konsultan profesional, penulis menyimpulkan bahwa kegiatan

yang menjadi roda ekonomi utama di perkotaan adalah kegiatan perdagangan. Sangatlah

logis jika disimpulkan, karena dengan keterbatasan lahan dan harga lahan yang mahal,

melakukan kegiatan produksi tentunya akan mmbutuhkan biaya yang sangat besar dan

tidak efisien. Perdagangan disini juga tidak hanya terbatas pada barang namun termasuk

di dalamnya penyediaan jasa, serta pusat-pusat perkantoran dari berbagai macam

perusahaan. Gaya hidup masyarakat perkotaan juga sangat dipengaruhi terhadap

kebutuhan sosial masyarakat itu sendiri, mulai dari hal apa yang dilakukan oleh

masyarakat kota tersebut untuk bersosialisasi? Kemanakah tempat yang dituju jika ingin

bertemu dengan teman, kolega atau pasangan? Apa yang dilakukan untuk mendapatkan

hiburan? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan diatas akan mampu mendefinisikan secara

umum bagaimana kehidupan masyarakat perkotaan di suatu kota.

Mengakomodasi Kebutuhan

Kemampuan memilah-milah, dan mengakomodir kebutuhan-kebutuhan tadi akan

sangat mempengaruhi keberhasilan dari desain yang akan dibuat. Penulis menyadari hal

tersebut menjadi penting karena memang tugas dari seorang arsitek adalah memecahkan

masalah yang ada. Kota Medan seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia, memiliki

pusat-pusat perkantoran dan perekonomian yang menjadi simpul dari perputaran ekonomi

kota. Penulis juga merupakan bagian dari hal tersebut, karena setiap pagi harus berangkat

(40)

masing-masing. Sebuah kantor dengan jam kerja yang normal beroperasi dari pukul 9

pagi sampai pukul 5 sore, 8 jam, bahkan lebih jika menghitung waktu perjalanan pulang

dan pergi, waktu kita dalam satu hari dihabiskan di tempat kerja. Gambaran ini yang akan

diakomodasi lewat desain, dengan membangun kawasan perkantoran kreatif yang terpadu

dimana pekerja dapat memenuhi kebutuhan seperti sarapan pagi, makan siang atau tempat

untuk bersantai dan mendapatkan hiburan di dalam kawasan perkantorannya tanpa perlu

pergi ke tempat yang lebih jauh.

Sebagai bagian dari

masyarakat kota Medan,

tentunya penulis secara

umum mengetahui bagaimana

kebiasaan masyarakat kota ini

untuk mencari dan

mendapatkan hiburan. Tanpa

perlu menjadi pengamat yang

ahli penulis dapat melihat

sebuah fenomena bagaimana ramainya pusat-pusat perbelanjaan pada setiap akhir pekan,

bahkan pernah dalam satu ketika penulis membutuhkan waktu hampir satu jam untuk

keluar dari salah satu pusat perbelanjaan. Pengalaman penulis menunjukan bahwa

masyarakat kota Medan dan secara lebih luas lagi di kota-kota besar di Indonesia mencari

sumber hiburan di pusat perbelanjaan. Misalnya di kota Jakarta, pertambahan pusat

perbelanjaan sangat fantastis angkanya, dimana 10 tahun yang lalu hanya terdapat kurang

dari 50 pusat perbelanjaan eningkat lebih dari 3 kali lipat pada tahun 2013 menjadi 170

(41)

pusat perbelanjaan.17 Kondisi serupa juga ditemui di kota Medan yang mulai membangun

pusat-pusat perbelanjaan baru seperti Medan Focal Point, Center Point Medan, Hermes

Place, dan yang sedang dalam proses pembangunan seperti Deli Podomoro City.

Perkembangan diatas tentunya bukan tanpa latar belakang, sebab hukum ekonomi pasti

berlaku disini, dimana ada permintaan maka disitu akan muncul suplai. Adanya

kebutuhan akan pusat perbelanjaan baru juga mendorong pengembang untuk membangun

pusat-pusat perbelanjaan.

Ruang Untuk Semua

Tetapi pembangunan ini juga memiliki dampak yang negatif karena dapat

menimbulkan segregasi sosial atau ekonomi. Kesenjangan antara si miskin dan si kaya

akan sangat terasa, terutama dengan kesan eksklusif yang ditimbulkan oleh sebuah mall.

Belum lagi sebagai ruang publik, penulis juga melihat kecenderungan mall sebagai

sebuah ruang publik yang sangat artifisial18 karena tidak benar-benar bisa digunakan dan

dinikmati oleh setiap kalangan. Selain itu mall juga tidak memberikan ruang kepada

pedagang-pedagang kecil yang memiliki modal sedikit dan tidak mampu menyewa ruang

di mall tersebut. Kalaupun misalnya dipaksakan, berapa lama pedagang tersebut akan

bertahan disana jika memang kemampuannya tidak mencukupi untuk menyewa tempat

tersebut. Faktor ketiga yang menjadi masalah dalam pembangunan sebuah pusat

perbelanjaan adalah perubahan pandangan terhadap pusat perbelanjaan itu sendiri. Pusat

perbelanjaan kini bukanlah sekedar tempat untuk berbelanja atau mencari hiburan, tetapi

telah menjadi sebuah landmark untuk daerah dimana pusat perbelanjaan tersebut berada.

17

Artikel Info Bisnis Internasional -

http://www.infobisnisinternasional.com/berita/lifestyle/11/april/2013/gempuran-pusat-belanja

18

Masihkah Kota-Kota Indonesia Butuh Mall? -

(42)

Untuk menjembatani sebuah ruang terbuka yang inklusif, alami, cair dan

memiliki tingkat sosial yang tinggi, maka penulis berpikiran bagaimana mendesain

sebuah shopping mall dan kantor yang terintegrasi, tetapi juga menyediakan ruang

terbuka yang cukup dan dapat menjadi sarana berekspresi dan bersosialisasi bagi

masyarakat dan penggunanya. Tentunya desain bangunan ini haruslah memberikan

sebuah perasaan yang serupa dengan pengalaman pengunjung pusat perbelanjaan tetapi

memiliki nilai lebih dan tidak artifisial. Penggunaan pusat perbelanjaan sebagai tempat

rekreasi dan kegiatan sosial merupakan wujud yang sangat nyata kebutuhan masyarakat

terhadap ruang publik, dengan landasan inilah maka desain yang yang penulis buat adalah

pusat perbelanjaan yang memiliki sifat terbuka (open), mudah dicapai (accessble), dan

ramah (friendly). Dalam beberapa kesempatan penulis sering mengeluhkan kepada

teman-teman penulis, bahwa kota ini sangat kekurangan ruang publik, walaupun ada

ruang-ruang publik tersebut tetap saja banyak fakotr yang membuat penulis enggan untuk

kesana seperti keamanan, kebersihan, pencapaian tempat yang sulit, tidak adanya fasilitas

umum dan banyak lagi yang lainnya.

Jadi desain yang seperti

apakah yang ideal dalam

mendesain ruang publik? Plaing

tidak ada 4 kriteria kunci yang

harus terpenuhi yaitu: 1. Access

and Linkage (kemudahan untuk

diakses dan dicapai), 2. Comfort

and Image (memiliki tempat

yang nyaman serta memiliki citra yang baik), 3. Uses and Activity (terdapat kegiatan dan

(43)

orang-orang melakukan aktivitas di dalamnya), 4. Sociability (kemudahan bersosialisasi

dimana orang saling bertemu satu sama lain)19. Kriteria diatas merupakan hasil dari

observasi dan evaluasi ribuan ruang terbuka di seluruh dunia yang dilakukan oleh Project

for Public Spaces (PPS). Minggu lalu penulis sudah berbagi bagaimana pengalaman

penulis dalam merasakan sebuah ruang publik yang nyaman, tentunya perwujudan seperti

itulah yang ingin dirancang kali ini sehingga diharapkan bangunan ini dapat menjadi

pelopor kecil transisi perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan menjadi lebih

menghargai serta mengubah persepsi mengenai ruang terbuka publik itu sendiri yang jika

diterapkan oleh pengembang-pengembang lain, akan memberikan efek yang sangat besar

dalam kehidupan masyarakat perkotaan kota Medan.

19

(44)

BAB 4

Menggubah Rasa Menjadi Massa

Bayangan dari tujuan desain mulai dapat dirasakan dan tervisualisasikan di dalam

pikiran penulis. Sebuah tempat dimana semua semua kalangan dapat merasa aman untuk

berinteraksi, bersosialisasi, melakukan aktivitas di luar ruangan sekaligus

mengakomodasi kebutuhan masyarakat perkotaan di masa kini. Konsep dari rancangan

bangunan yang akan penulis gunakan tentunya harus mencerminkan dan mengakomodasi

kepentingan-kepentingan seluruh pihak yang memiliki kepentingan di dalam proyek ini.

Secara sadar penulis mengetahui bahwa setiap keputusan dari konsep tentunya harus

berdasarkan analisis dan data yang telah dibuat dan dirancang sebelumnya.

Bagaimanakah desain dari lansekap bangunan? Seperti apakah desain yang Humanopolis

itu? Saat ini pertanyaan-pertanyaan itu sedang berputar di dalam pikiran penulis, terutama

yang sangat menghantui adalah bagaimana cara melakukan desain yang Humanopolis?

Penulis bahkan tidak berhasil menjawab pertanyaan tadi sampai saat asistensi

dengan dosen pembimbing tiba. Penulis tidak berhasil menyelesaikan gambar yang

dibutuhkan untuk asistensi, bahkan jangankan gambar terukur, sketsa mengenai bentuk

bangunan pun tidak berhasil diselesaikan. Hanya diagram mengenai keterkaitan ruang

yang berhasi dibuat walaupun dengan sangat seadanya, zona-zona bangunan yang dibuat

oleh penulis berdasarkan analisis memang terlihat memenuhi kebutuhan, tetapi penulis

tidak mampu mempresentasikannya dengan baik dan lengkap. Ruang yang telah disusun

mampu memenuhi kebutuhan berdasarkan program tetapi terlihat hanyalah seperti

susunan ruang-ruang tanpa makna apapun. Dosen pembimbing penulis tidak melakukan

penilaian apapun karena menganggap gambar tersebut tidak selesai, beliau hanya

(45)

Menjawab Bentuk

Sepanjang asistensi dengan beliau, penulis melihat bagaimana teman-teman satu

kelompok penulis menjelaskan konsep mereka, dengan seksama penulis memperhatikan

bagaimana proses mereka mendesain. Tetapi walaupun penulis begitu, tetap saja ide

bagaimana desain yang seharusnya dibuat tidak mampu diwujudkan. Konsep hebat yang

dibuat teman satu grup seperti ekspresi air, metafora aliran air, dan berbagai macam

konsep lainnya dibuat sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan, sedangkan

bagaimana dengan konsep penulis? Terlihat jelas bahwa penulis sedang berada di jalan

buntu, tidak bisa mengeluarkan ide, penulis menyadari betul bahwa ada yang salah

dengan apa yang dilakukan. Penulis merasa sangat bingung dengan pendekatan apa yang

harus digunakan untuk mencapai sebuah desain yang Humanopolis.

Pada awalnya penulis menggunakan pendekatan bentuk bangunan mengikuti

fungsi ruang (form follow function)20 karena tentunya kebutuhan dasar ruang harus

terpenuhi terlebih dahulu, dan juga pada awal briefing disebutkan bahwa proyek ini lebih

mendekati proyek nyata sehingga harus lebih hati-hati dalam merancang. Tetapi agaknya

penulis memikirkan hal ini terlalu dalam, sehingga pada akhirnya penulis terjebak pada

hal-hal yang seharusnya tidak dipikirkan. Desain apapun seharusnya memiliki proses

yang tidak jauh berbeda, yang membedakan hanyalah kasus, tempat dan konteksnya saja.

Susunan blok-blok ruang yang telah terbentuk sangatlah jauh dari apa yang penulis

inginkan, pada proses desain yang sebelumnya penulis tidak pernah terjebak hal yang

seperti ini.

Dalam rasa kecewa terhadap dirinya sendiri, penulis mencoba menyusun dan

mendesain lagi dari awal. Penulis memulai dengan membuat batasan pada tapak sesuai

20

(46)

garis sempadan, kemudian menarik garis mengikuti bentukan sungai sebagai referensi

batas serta bentuk bangunan. Penulis menyusun sedemikian rupa sehingga terbentuk

susunan retail mengikuti alur sungai serta dapat membentuk sebuah arcade. Bentukan ini

dimaksudkan agar desain bangunan menjadi lebih dinamis dan tidak monoton, walaupun

penulis sendiri menganggap bahwa bentukan ini masih hampa, tidak memiliki jiwa dan

tidak memeiliki landasan desain yang kuat. Walaupun begitu penulis tetap melanjutkan

desain karena dituntut untuk menyelesaikan gambar saat asistensi berikutnya tiba.

Desain Zona

Dalam program ruang sebelumnya, penulis menyediakan tempat yang ditujukann

kepada pedagang kaki lima serta UMKM untuk berjualan dagangannya, sebagai respon

yang menunjukan bahwa bangunan ini merupakan milik semua lapisan masyarakat dan

bukan untuk kalangan tertentu saja. Penempatan zona UMKM dan pedagang kaki lima

berada pada daerah muka sungai dan dilengkapi dengan taman serta fasilitas umum

sehingga daerah tersebut menjadi lebih hidup dan menjadi generator aktivitas. Susunan

ruang ini diharapkan dapat membentuk sebuah Promenade di dalam tapak, yaitu daerah

yang merupakan ruang terbuka publik, yang pada umumnya berada di pinggiran sungai

yang berguna sebagai tempat rekreasi atau sebagai penghias.21

21

(47)

Tentunya penulis tidak melupakan desain dari akses tapak, terlebih lagi hal ini

merupakan aspek yang sangat penting karena menyangkut kemudahan serta kenyamanan

pengguna untuk menuju ke ruang-ruang yang ada di dalam tapak. Akses untuk pejalan

kaki yang nyaman dan tidak bersinggungan dengan kendaraan bermotor secara langsung

merupakan hal yang penting untuk diaplikasikan, terutama karena desain bangunan ini

memiliki orientasi terhadap kebutuhan dan kenyamanan manusia (pengguna). Dalam

desain ini, penulis memisahkan akses antara area menurunkan penumpang dan area

pejalan kaki yang menggunakan kendaraan umum, kemudian untuk mencegah pejalan

kaki dan kendaraan bermotor bersinggungan, maka akses kendaraan bermotor sete lah

menurunkan penumpang segera diturunkan menggunakan ramp langsung menuju ke

basement sehingga membuat persinggungan antara kendaraan dan manusia tidak terjadi

karena berada di ketinggian permukaan tanah yang berbeda. Kemudian akses untuk

pejalan kaki tadi didesain sehingga pengguna dapat menentukan pilihan ke arah manakah

mereka akan menuju, mungkin langsung ke dalam area mall, arcade, atau memilih untuk

mengunjungi ruang publik dan galeri UMKM. Akses tapak juga menyedikan area dari

Podomoro City menuju ke bangunan dan ruang terbuka publik yang disediakan oleh

proyek ini, sehingga pengguna Podomoro City dapat menikmati area terbuka, kafe dan

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan masyarakat terutama dibidang peningkatan ekonomi melalui kegiatan koperasi simpat pinjam, usaha kecil dan menengah (UKM) Perencanaan dan penerapan sistem

Berdasarkan hasil plot tersebut yang di overlay dengan type curve Ganesh Thakur, maka dapat dilihat bahwa hasil plot berhimpitan dengan type curve nomor 2,

Ingat yang dihafal bukan ceritanya tetapi alur cerita nama-nama surah Al-Qur’an (dalam terjemah) yang tertulis dengan huruf tebal dan kapital1. Seperti; PEMBUKAAN, SAPI BETINA

Oleh karena itu penulis memilih judul tersebut untuk mengetahui sejauh mana Peran Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam mencapai kesuksesan program

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prioritas Nasional Tahun 2019- 2024, ditetapkan 6 (enam) Sasaran Strategik Kementerian Dalam Negeri. Adapun tujuan dan Sasaran

Berdasarkan hasil klarifikasi dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta selaku wakil Pemerintah Pusat di Daerah dengan Keputusan Gubernur Nomor 55/KEP/2009 tentang

Perangkat tersebut adalah Citra Acuan (CA) yang merupakan area objek yang dipilih pada foto kiri sebagai acuan, Citra Pencarian (CP) yang merupakan area objek

Namun penulis ingin menganalisa dan menghitung perpindahan panas yang terjadi dalam ketel uap pipa air (water tube boiler) dengan data kapasitas uap boiler yang