Pemeriksaan Fisik Osteoporosis
Syarifah Jannatin Aliyah (1106013593)
Osteoporosis merupakan suatu kondisi yang dikarakteristikkan dengan adanya kerusakan mikroarsitektural jaringan tulang yang menyebabkan penurunan massa tulang dan kerapuhan tulang. Osteoporosis bersifat multifaktorial, dapat disebabkan oleh defisiensi hormon, asupan nutrisi yang tidak adekuat, kurangnya beraktivitas fisik, dan lain-lain. Osteoporosis mendapat julukan sebagai silent thief karena pada umumnya osteoporosis tidak terlihat secara klinis hingga fraktur terjadi.1
Banyak penyakit metabolik tulang seperti hiperparatiroidism dan osteomalacia yang berasosiasi dengan nilai BMD yang rendah, sebab itulah anamnesis dan pemeriksaan fisik menjadi sangat penting untuk penegakan diagnosis. Anamnesis yang lengkap sebaiknya dilakukan dengan penekanan pada faktor risiko termasuk keluarga dan riwayat medikasi. Namun demikian, anamnesis dan pemeriksaan fisikpun pada dasarnya tidak terlalu sensitif untuk mendiagnosis osteoporosis primer, keduanya sangat penting pada pemeriksaan osteoporosis sekunder dan dalam proses evaluasi. Riwayat penyakit dapat memberikan clue berharga yang dapat mengarahkan pada penyebab terjadinya penurunan densitas tulang.2
Bagan I. Algoritma Penanganan Osteoporosis1
1. Pengukuran tinggi badan dengan sebuah stadiometer. Penurunan tinggi badan sekitar 2 cm atau lebih dibandingkan dengan tinggi sebelumnya menandakan adanya fraktur pada tulang vertebrae.
2. Pemeriksaan berat badan. Seseorang dengan osteoporosis biasanya memiliki berat badan yang rendah (BMI<19 kg/m2) atau mengalami penurunan berat badan 5% atau lebih.
3. Pemeriksaan kurvatura, perhatikan ada atau tidaknya skoliosis atau lordosis
4. Pemeriksaan range of motion secara aktif dan pasif. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mengetahui apakah terdapat keadaan patologis pada oseos atau tidak.
5. Pemeriksaa neurologis untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pada spinal cord atau sistem saraf perifer.
6.
Tes Timed Up and Go
5Penelitian menyatakan bahwa risiko fraktur nonvertebrae dan fraktur pada pinggul lebih besar secara signifikan pada orang yang melakukan TUG test dengan lambat. Hasil ini menunjukkan bahwa TUG test merupakan faktor risiko independen pada kejadian fraktur nonvertebrae. Tes ini disenangi karena selain tidak mahal, hasilnya dapat digunakan sebagai skrining awal pasien dengan risiko fraktur.
7. Pemeriksaan fraktur
Seseorang dengan fraktur kompresi tulang vertebrae akan mengalami thoracic kyphosis dengan cervical lordosis yang berlebihan (dowager hump). Hal ini diikuti dengan hilangnya lumbar lordosis. Setelah kejadian fraktur kompresi dan kifosis yang progresif, pasien tersebut biasanya akan mengalami penurunan tinggi badan sekitar 2-3 cm.
Timed Up and Go (TUG) Test
1. Equipment: arm chair, tape measure, tape, stop watch.
2. Begin the test with the subject sitting correctly in a chair with arms, the subject’s back should resting on the back of the chair. The chair should be stableand positioned such that it will not move when the subject moves from sitting to standing.
3. Place a piece of tape or other marker on the floor 3 meters away from the chair so that it is easily seen by the subject.
4. Instructions : “On the word GO you will stand up, walk to the line on the floor, turn around and walk back to the chair and sit down. Walk at your regular pace.
5. Start timing on the word “GO” and stop timing when the subject is seated again correctly in the chair with their back resting on the back of the chair.
6. The subject wears their regular footwear, may use any gait aid that they normally use during ambulation, but may not be assisted by another person. There is no time limit. They may stop and rest (but not sit down) if they need to.
7. Normal healthy elderly usually complete the task in ten seconds or less. Very frail or weak elderly with poor mobility may take 2 minutes or more.
8. The subject should be given a practice trial that is not timed before testing.
9. Results correlate with gait speed, balance, functional level,the ability to go out, and can follow change over time.
10. Interpretation < 10 seconds = normal
< 20 seconds = good mobility, can go out alone, mobile without a gait aid.
Bila dilakukan perkusi di sekitar tulang vertebrae yang patah, punggung pasien akan terasa lebih empuk. Pasien dengan fraktur pada pubis dan sakrum ditandai dengan adanya nyeri yang hebat saat menggerakkan sendi sakroiliakanya. Fraktur pada bagian tubuh yang lain termasuk distal radius dan humerus biasa ditandai dengan rasa nyeri dan mengakibatkan pembatasan ROM pada sendi yang bersangkutan.
8. Pemeriksaan defek kolagen
Seseorang dengan osteoporosis akan mengalami defek kolagen yang ditandai dengan pemendekan jari-jari, penurunan fungsi pendengaran, hyperlaxity, dan sebagainya.
9. Kesulitan menahan keseimbangan & abnormalitas pada siklus Gait dan postur tubuh
Seseorang dengan osteoporosis juga biasanya mengalami kesulitan dalam berdiri pada satu kaki dikarenakan perubahan pusat gravitasi tubuh akibat adanya fraktur kompresi.
Referensi
1. Jeannette. Osteoporosis: Part I. Evaluation and Assessment. Am Fam Physician. 2001 Mar 1;63(5):897-905.
2. Lane. Epidemiology, etiology, and diagnosis of osteoporosis. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2006) 194, S3–11.
3. Kosmin, et al. Physical Examination. [internet 2012] cited 19 December 2012. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/330598-clinical#aw2aab6b3b2
4. Lewiecki. Chapter 12 – Osteoporosis: Clinical Evaluation. [internet 2010] cited 19 December 2012. Available from:
http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid12/parathyroid12.htm 5. Timed Up and Go (TUG) Test. Available from:
http://www.saskatoonhealthregion.ca/pdf/03_Timed%20Up%20and%20Go %20procedure.pdf
Lampiran
2Focused physical examination in patient with osteoporosis.
Tabel berikut menyediakan informasi mengenai pemeriksaan fisik yang dapat bermanfaat pada evaluasi kesehatan sistem skeletal.
physical exam
skeletal importance
for skeletal health
Vital signs
Low body weight or body mass
index
Anorexia nervosa
Loss of height
Vertebral fracture
Loss of weight
Malignancy, malabsorption
Skin
Urticaria pigmentosa
Systemic mastocytosis
Striae, acne
Cushing's syndrome,
exogenous glucocorticoids
Head
Cranial dysostosis
Hypophosphatasia
Eyes
Blue sclera
Osteogenesis imperfecta
Ears
Hearing loss
Osteogenesis imperfecta,
sclerosteosis
Nose
Anosmia
Kallmann syndrome
Throat
Poor dentition
Increased risk of osteonecrosis
of the jaw
Neck
Thyromegaly
Thyrotoxicosis
Lungs
Decreased breath sounds
Chronic obstructive pulmonary
disease
Heart
Aortic insufficiency
Marfan's syndrome
Musculoskeletal
Kyphosis
Vertebral fractures
Spinous process tenderness
Acute vertebral fracture
Decreased space between lower
ribs and pelvis
Vertebral fractures
Tender bones
Osteomalacia
Inflammatory joint disease
Rheumatoid arthritis
Hypermobility of joints
Ehlers-Danlos syndrome
Muscle weakness
Vitamin D deficiency,
osteomalacia
Abdomen
Hepatomegaly
Chronic liver disease
Surgical scars
Bariatric surgery, gastrectomy
Genitalia
Testicular atrophy
Hypogonadism
Neurological
Poor balance
High fall risk, vitamin D
deficiency
Dementia
Poor adherence to therapy, high