• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN

MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley

(SKRIPSI)

Oleh :

ELIS SRI ALAWIYAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

COMPARISON OF LEVEL II DEGREE BURNS HEALING BETWEEN THE GIVEN TOPICAL HONEY NECTAR COFFEE WITH MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) IN RATS (Rattus norvegicus)

WHITE ADULT MALE Sprague dawley STRAINS

By

ELIS SRI ALAWIYAH

Honey and Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) are widely used by the community as a drug that can cure the burns due to the content contained on these substances can accelerate the process reepitelation, antibacterial and have nutritions needed for healing wounds. The purpose of this research is to know the comparison rate of burns healing that smeared honey with MEBO. Experimental research using post test only controlled group design of 30 rats were divided into three groups. Group 1 was control, group 2 was honey and group 3 was MEBO. Honey and MEBO were given topically twice a day for 14 days. Wound was observed with clinically and histopathology.

On the 14th days, the skin was taken a biopsy to seen histopathology patern. The research shows that honey has speed healing of burns not much different with MEBO due to post-hoc paired wise comparisons test (p>0.05). Then it can be concluded that there is no difference significantly between the healing of honey with MEBO.

(3)

ABSTRAK

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN

MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley

Oleh

ELIS SRI ALAWIYAH

Madu dan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat yang dapat menyembuhkan luka bakar karena kandungan yang terdapat pada zat tersebut dapat mempercepat proses reepitelisasi, antibakteri dan memiliki nutrisi-nutrisi yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar yang diolesi madu dengan MEBO. Penelitian eksperimen ini menggunakan post test only controlled group design terhadap 30 ekor tikus yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1: kontrol, kelompok 2: madu dan kelompok 3: MEBO. Madu maupun MEBO diberikan secara topikal sebanyak 2 kali sehari selama 14 hari. Luka diperhatikan secara klinis maupun histopatologis. Pada hari ke 14 dilakukan pengambilan biopsi kulit untuk dilihat gambaran histopatologisnya. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa madu memiliki kecepatan kesembuhan luka bakar yang tidak jauh berbeda dengan MEBO yang ditunjukkan pada uji post-hoc paired wise comparison (p>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kesembuhan yang bermakna antara madu dengan MEBO.

(4)

PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN

MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley

Oleh :

ELIS SRI ALAWIYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR

DERAJAT II ANTARA YANG DIBERI MADU TOPIKAL NEKTAR KOPI DENGAN MOIST EXPOSED BURN OINTMENT (MEBO) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA JANTAN GALUR Sprague dawley

Nama Mahasiswa : Elis Sri Alawiyah Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011041 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA dr. Iswandi Darwis

NIP. 197012082001121001 NIP. 198606162010121009

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA

Sekretaris : dr. Iswandi Darwis

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Khairunnisa B., M.Kes., AIFO

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M. Biomed

NIP. 195704241987031001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Kuningan Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Oktober 1991, sebagai anak terakhir dari enam bersaudara, dari Bapak H. Abdul Majid (Alm) dan Ibu Hj. Haeriyah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri I Kertaungaran pada tahun 2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sindang Sari pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri II Kuningan pada tahun 2009.

(8)

Bismillahirrohmaanirrohiim

Kupersembahkan karya ini

kepada orang tua,

(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan kita selaku umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul ” Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Derajat II Antara Yang Diberi Madu Topikal Nektar Kopi dengan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dewasa Jantan Galur Sprague dawley ” ini disusun merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :

(10)

2. Dr. Sutyarso, M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibunda (Hj. Haeriyah), Ibu yang selalu mendoakan dan memberi semangat pada anaknya walau jauh disana, love u mom…Semoga Almarhum ayah (H. Abdul Majid) bisa bangga disana melihat anak-anaknya bisa lulus mengejar cita-citanya… Buat teteh dan aa yang juga selalu memberikan dukungan dan doanya untuk keberhasilan adek tercinta… Beserta keluarga besar yang selalu memperhatikan dan membimbing supaya Elis bisa lebih baik kedepannya…

4. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Pembimbing Pertama atas semua bantuan, saran, bimbingan dan pengarahan yang sangat luar biasa ditengah kesibukan beliau, beliau tetap ada untuk membantu dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. Iswandi Darwis selaku Pembimbing Kedua atas semua masukan yang membangun, sigap, cerdas dan setia kapanpun diminta demi perbaikan skripsi ini.

6. dr. Khairunnisa Berawi, M.Kes., AIFO selaku pembahas yang telah memberikan banyak masukan dan nasehat yang konstruktif, easy going

dan welcome terhadap mahasiswa.

(11)

8. dr. Helmi Ismunandar selaku dosen yang ikut membimbing juga dalam proses pembuatan skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu Staff Administrasi Fakultas Kedokteran Unila, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

10.Untuk teman-teman satu team “Honey Mouse” yaitu Vindita Mentari, Angga Nugraha dan Galih Wicaksono, terimakasih atas kesempatan berharga yang kalian berikan untuk menjadi teman sepenelitian, yang selalu membantu, mendukung dan terima kasih atas keakraban yang telah kalian berikan …

11.Terimakasih juga untuk Harli Feryadi, Sulaiman Gayo yang setia membantu penelitian dari awal hingga akhir… juga untuk Al- Husni,

Nora Ramkita dan Nurul Hidayah yang selalu mensupport dalam proses penelitian berlangsung.

12.Sahabat terdekat Friska Dwi Anggraini yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk selalu bersama dalam suka maupun duka…hhe..

Silaturahim harus tetap terjaga ya mba, walau nanti kita sudah lulus dan ditempatkan di tempat yang mungkin berbeda.

13.Sahabat terdekat juga Mega Noviasari, Marlintan Sukma Ambarwati, Aroma Harum (Hestiers) yang selalu meluangkan waktunya menerima curhatan dari si Neng Elis…:D Perjalanan selama kuliah pasti akan

menjadi moment yang tak terlupakan bersama kalian.

(12)

15.Widhi Astuti, Difitasari Cipta P terima kasih atas keakraban yang telah kalian berikan dan dukungan untuk kelancaran skripsi ini.

16.Untuk teman bermain  “ Nabila Putri Astrini, Nirmala Astri Prayogi, Tetra Arya Saputra, Hilman Fachri, Fajar Al-Habibi dan Sandi Falenra” yang selama ini bisa meluangkan waktu untuk kita keluar dan merefresh otak karena jenuh belajar.. 

17. Untuk kelompok tutorial 10 (the last team @tutorial) “ M. Rizki Darmawan M, I putu Artha, Riyan Wahyudo, Fariz Ramadhan, Asticaliana Erwika Safita Putri, Aqsho Ramadhanisa, Hema Melini Junita Perangin-Angin dan Reni Patriana” terimakasih atas keakraban yang kalian berikan.

18.Untuk teman-teman kostan “Chairunnisa, Mbak Sulung, Rachma Patria, Dian Wulandari, Evi, Mbak Yeni, Eli Noviasari, Oktia Wulandari, Tiya Permana Putri dan Mba Endang Ningrum yang selalu ada disaat dibutuhkan, dan selalu memberikan support yang sangat luar biasa.  19.Terimakasih juga untuk Ferina Nur Haqiqi yang selalu bawel dan selalu

ngeluh kalo abis kelar ujian, suatu saat kakak pasti kangen bawelan kamu.. 20.Sahabat-sahabat yang ada di Kuningan, Dini Nurdiani, Norma Dwi Oktaviani, Lizda dan Sri Puji Rizkiwati terima kasih atas dukungan dan do’a yang telah diberikan.

21.Kedokteran Nol Sembilan (DORLAN), teman-teman seperjuangan selama menuntut ilmu di FK Unila..SATU KEDOKTERAN SATU!!

(13)

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Demikianlah, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2013

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Luka bakar menempati urutan ketiga penyebab kematian akibat kecelakaan, setelah kecelakaan kendaraan bermotor dan senjata api (Yayasan Luka Bakar, 2009). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar pun ternyata cukup tinggi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Hasil data dari Rumah Sakit Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung mencatat sebanyak 52 pasien luka bakar setiap tahunnya yang ternyata insidensinya banyak di Bandar lampung ini.

(20)

Salah satu obat luka bakar yang dijadikan standar pengobatan di beberapa rumah sakit yaitu MEBO. MEBO pertama kali diperkenalkan oleh Professor Roxiang pada tahun 1980 (Hindy, 2009). MEBO mulai digemari penggunaannya dalam pengobatan luka bakar karena proses penyembuhan luka bakar yang relatif cepat (Allam dkk., 2007). Menurut penelitian Jewo dkk. (2009), MEBO mampu mengobati 90 % lebih cepat dibanding Silver Sulfadiazin. Penggunaan MEBO ternyata memiliki hambatan berupa harga yang relatif tinggi dibandingkan jenis obat luka bakar lainnya (Allam dkk., 2007).

(21)

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara yang diberi madu topikal nektar kopi dengan MEBO pada tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley.

B. Rumusan Masalah

(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara yang diberi madu topikal nektar kopi dengan MEBO pada tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley

yang diolesi madu.

b. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley

yang diolesi MEBO.

c. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley

(23)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Peneliti

Menambah wawasan tentang terapi madu yang dapat digunakan untuk pengobatan luka bakar.

2. Masyarakat atau pasien

Memberikan informasi tentang manfaat madu untuk penyembuhan luka bakar.

3. Peneliti lain

Menjadi bahan referensi atau pustaka untuk dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.

4. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila)

(24)

E. Kerangka Teori

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi (Moenadjat, 2000). Pada luka terdapat proses penyembuhan yang dapat memperbaiki kembali jaringan yang telah rusak. Penyembuhan luka merupakan serangkaian proses yang kompleks karena merupakan suatu kegiatan bioseluler yang terjadi secara berurutan dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik itu intrinsik maupun ekstrinsik (Price dan Wilson, 2006).

Proses penyembuhan luka terdapat 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada jenis dan derajat luka. Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, fase maturasi atau remodeling

(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Menurut The Chinese Technical Center of Burns Wounds & Surface ulcers

(2000), Salep MEBO menjadi salah satu alternatif pengobatan luka bakar karena memiliki mekanisme kerja dengan pengelupasan jaringan mati, regenerasi dan nutrisi untuk mempercepat kesembuhan luka bakar.

(25)

memasok zat-zat yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka bakar (Susanto, 2007), adapun kerangka teorinya dijelaskan pada gambar 1.

(26)

F. Kerangka Konsep

Penelitian ini menggunakan 10 ekor tikus jantan galur Sprague dawley

yang masing-masing tikus diberi 3 luka bakar berdiameter 2 cm. Masing-masing luka bakar terdiri dari sampel kontrol, sampel MEBO dan sampel madu. Gambaran klinis luka bakar ditinjau setiap 2 hari sekali dan setelah hari ke 14 akan dilakukan biopsi kulit untuk melihat gambaran histopatologinya.

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian Tikus dengan

luka bakar derajat II berdiameter 2 cm

Kontrol

Luka diolesi madu

Luka diolesi MEBO

Menilai gambaran klinis dan histopatologis kulit

(27)

G. Hipotesis

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit

1. Fisiologi Kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit juga sebagai barier infeksi (Gambar 3) dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan (Harien, 2010).

(29)

a. Fungsi proteksi

Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:

1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.

2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh melalui kulit.

3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit.

4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan. 5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang

(30)

b. Fungsi absorpsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida (Djuanda, 2007). Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien, 2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan (Martini, 2006).

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar (Tortora dkk., 2006).

c. Fungsi ekskresi

Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:

1) Kelenjar sebasea

(31)

sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin (Tortora dkk., 2006).

2) Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda, 2007). Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006).

Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.

 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila,

(32)

menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke permukaan luar (Tortora dkk., 2006).

 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah

telapak tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah metabolism (Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8 dan fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik (Djuanda, 2007).

d. Fungsi persepsi

(33)

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler (Djuanda, 2007). Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Harien, 2010).

f. Fungsi pembentukan vitamin D

Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet (Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif. Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortora dkk., 2006).

(34)

darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Djuanda, 2007).

2. Histologi Kulit

Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis (Gambar 4) (Junqueira dan Carneiro, 2007). Epidermis merupakan lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda:

400−600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan

75−150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki,

memiliki rambut) (Tortora dkk., 2006). Selain sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:

a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis (Junqueira dan Carneiro, 2007).

b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang merangsang sel Limfosit T. Sel Langerhans juga mengikat, mengolah, dan merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T (Djuanda, 2007). Dengan demikian, sel Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit (Junqueira dan Carneiro, 2007).

c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus (Tortora dkk., 2006).

(35)

Gambar 4. Histologi kulit (Yahya, 2005).

1) Stratum Korneum, terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng, tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin.

2) Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng.

3) Stratum Granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal

gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.. 4) Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum

saling terikat dengan filamen.

5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid (Junqueira dan Carneiro, 2007).

(36)

a. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).

b. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I) (Harien, 2010).

Selain kedua stratum di atas, dermis juga mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebacea (Djuanda, 2007). Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak yang bervariasi. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus (Junqueira dan Carneiro, 2007).

B. Luka bakar

1. Definisi

(37)

atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi (Moenadjat, 2000).

2. Etiologi

Menurut Guyton dan Hall (2008), etiologi dari luka bakar terdiri dari beberapa macam yaitu:

a) Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) b) Gas

c) Cairan

d) Bahan padat (Solid)

e) Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) f) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) g) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

3. Derajat Luka Bakar

(38)

a) Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak seperti eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Gambar 5. Luka bakar derajat I (Atissalam, 2010).

(39)

Gambar 6. Luka bakar derajat II (Atissalam, 2010).

(40)

Gambar 7. Luka bakar derajat III (Atissalam, 2010).

Di Amerika, luka bakar adalah penyebab ketiga kematian akibat kecelakaan setelah kecelakaan kendaraan bermotor dan senjata api. Setiap tahun kira-kira 1,25 juta orang dengan luka bakar datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sebagian besar menderita luka bakar ringan dan mendapat pertolongan pertama di IGD dan sisanya menderita luka bakar yang luas sehingga perlu mendapat perawatan intensif di rumah sakit (Moenadjat, 2003).

(41)

Beratnya luka bakar ditentukan dengan menilai derajat serta luas luka bakar. Gawat darurat dan penatalaksanaan awal luka bakar merupakan bagian terpenting dari perawatan keseluruhan, terutama bila lukanya luas dan kemungkinan memerlukan pembedahan (Atissalam, 2010).

4. Proses penyembuhan luka a) Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Pada fase awal, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriksi yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan menutup pembuluh darah (Moenadjat, 2003).

(42)

vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis (Sabiston, 1997).

Eksudasi mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka (Moenadjat, 2003). Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

 Sintesa kolagen

 Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan

fibroblast.

 Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi  Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

(43)

b) Fase Proliferasi

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan (Moenadjat, 2003).

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hialuronic acid, fibronektin dan proteoglikan) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya substrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka (Sabiston, 1997).

(44)

fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah:

 Proliferasi  Migrasi

 Deposit jaringan matriks.

 Kontraksi luka (Moenadjat, 2003).

Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan, radiasi atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen (Sabiston, 1997). Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors) (Moenadjat, 2003).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan

(45)

Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis (Atissalam, 2010). Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal (Moenadjat, 2003).

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

c. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut (Sabiston, 1997).

(46)

fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase (Moenadjat, 2003).

Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling), untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

(47)

5. Penilaian derajat luka bakar

Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan tubuh. Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda (Atissalam, 2010).

Gambar 8. Penilaian derajat luka bakar (Atissalam, 2010).

Berat ringannya luka bakar dapat dibagi kedalam 3 bagian : a) Parah−critical

 Derajat II>25% pada dewasa, >20% pada anak.  Derajat III>10%.

(48)

 Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft

tissue yang luas, listrik. b) Luka bakar sedang−moderate

 Derajat II 15−25% pada dewasa, 10−20% pada anak.  Derajat III 5−10%.

c) Ringan−minor

 Derajat II <15% pada dewasa, <10% pada anak.  Derajat III <2% (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

C. Moist Exposed Burn Ointment (MEBO)

Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) Berdasarkan The Chinese Technical Center of Burns Wounds & Surface Ulcers (2000), salep MEBO mengandung minyak wijen (sesame oil) dan lilin lebah (beeswax) serta dikombinasikan dengan berbagai jenis herbal. Kombinasi bahan aktif tersebut akan mempermudah pengelupasan jaringan mati pada luka bakar (liquefaction), memicu proses regenerasi in situ, sekaligus berperan sebagai nutrisi untuk proses penyembuhan luka.

(49)

nutrisi dan membantu mempercepat pembersihan jaringan nekrotik (Hindy, 2009). Kandungan lain juga terdapat beta sitosterol yang membantu dalam meningkatkan reepitelisasi (Ang dkk., 2000). MEBO juga meningkatkan proses penyembuhan, menghambat pertumbuhan bakteri, memiliki efek analgesik dan mencegah terjadinya skar (Allam dkk, 2007).

Radix scutellariae memiliki khasiat mencegah virus yang masuk dalam tubuh dan bermanfaat untuk menghilangkan rasa panas, menetralkan racun, mencegah radang tenggorokan, impetigo herpetifomis, jaundis, infeksi lidah dan mulut terasa kering.Kandungan Radix scutellariae terdiri dari : astragalin, baicalin, favon fosfor, kuprum, zink, dan selenium yang mempunyai spektrum anti bakteri, anti virus, anti kepekaan, anti radang, mengurangi rasa panas, dan mengurangi tekanan darah. Astragalin dapat mengusir radikal bebas hidroksil, selain itu juga sebagai anti oksidan yang baik untuk mencegah bronkhitis, disentri basilari akut dan tekanan darah tinggi (Li dkk., 2011).

(50)

Cortex phellodendri Bermanfaat untuk membunuh bakteri, membunuh protozoa, menjaga limpa dan kanker lambung, menghilangkan rasa panas, menetralkan racun, mencegah radang usus, mencegah keringat berlebih, lidah berwarna merah, mulut kering, demam, sariawan, demam kuning pada bayi, keputihan, dan gatal-gatal (Xian dkk., 2011).

Gambar 10. Cortex phellodendri (Xian dkk., 2011).

(51)

Gambar 11. Rhizoma coptidis (Xian dkk., 2011)

Mebo merupakan obat standar untuk menejemen luka bakar, menghilangkan skar, memiliki efek antibiotik, anti inflamasi, menghilangkan rasa panas dan menetralkan racun. Indikasi Mebo digunakan untuk seluruh derajat luka bakar dan dari beberapa penelitian didapatkan kesembuhan 100% (Zhang dkk., 2005).

1. Mekanisme kerja MEBO

(52)

2. Efek Anti Bakteri

Pencegahan infeksi adalah tujuan utama pengobatan luka bakar sehingga dapat mengoptimalkan regenerasi. MEBO memiliki sifat hiperosmolar yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri, mengubah perilaku biologis bakteri, mengurangi toksisitas bakteri dan kapasitas invasif dan meningkatkan imunitas lokal maupun sistemik (Ioannovich dkk., 2000). Dalam sebuah studi eksperimental, efek antibakteri MEBO diuji terhadap bakteri basil anaerob yang berspora, bakteri basil anaerobi non-spora dan jamur, ternyata menunjukkan hasil bahwa ada perubahan struktur morfologi dan karakteristik dari kultur bakteri (Ang dkk., 2000).

3. Efek Analgesik

Sebuah penelitian terbaru untuk mengetahui efek analgesik dari MEBO dengan sampel 150 pasien luka bakar yang telah diberi salep MEBO mengatakan bahwa MEBO memiliki efek analgesik yang jauh lebih baik. Rasa sakit yang biasa dirasakan menjadi ringan dan jauh lebih nyaman setelah diolesi salep MEBO (Zhang dkk., 2005).

4. Mencegah Evaporasi

(53)

menunjukkan bahwa MEBO menghambat penguapan air dari luka. Ini menyatakan bahwa MEBO menguntungkan untuk mencegah syok pada tahap awal postburn. Penelitian yang dilakukan pada kulit kelinci yang diobati MEBO jauh lebih cepat proses kesembuhannya dibanding dengan menggunakan vaselin biasa (Wing dan Vincy, 2004).

D. Madu

Pada perawatan luka bakar ada yang menggunakan metode tradisional berupa madu. Madu berasal dari nektar bunga yang disimpan oleh lebah dari kantung madu. Oleh lebah nektar tersebut diolah sebelum akhirnya menghasilkan madu dalam sarangnya. Madu dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) termasuk dalam superfamili apoidea. Madu adalah obat alami karena tidak perlu diolah di laboratorium. Madu sudah ada di alam dan tinggal diolah dari sarangnya (Saptorini, 2005).

1. Manfaat Madu

(54)

Madu juga bisa diberikan topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Dan sampai saat ini madu sudah banyak digunakan untuk pengobatan klinis karena khasiat yang dimiliki madu sangatlah banyak dan memang madu baik untuk perawatan luka secara topikal karena meningkatkan jaringan granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara signifikan (Aljady dkk., 2004).

2. Kandungan Madu

National Honey Board (2007), menyatakan bahwa madu mengandung asam sekitar 0,57%, protein sekitar 0,266%, nitrogen sekitar 0,043%, asam amino sekitar 0,1%, mineral sekitar 0,17%, dan beberapa komponen lain, seperti fenol, koloid, dan vitamin, yang semuanya membentuk sekitar 2,1% dari seluruh komposisi madu dan madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi pada luka.

(55)

Yapuca dkk. (2007), menyatakan bahwa waktu penyembuhan luka yang dirawat oleh madu lebih cepat empat kali dibanding waktu penyembuhan luka dengan obat lain. Tidak hanya itu ,madu juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Taormina dkk., 2001). Ada beberapa factor yang menyebabkan madu memiliki aktivitas antibakteri yaitu keasaman tekanan osmotik dan hidrogen peroksida. Tambahan komponen pada madu yaitu asam aromatik dan komponen fenol juga dapat berperan dalam aktifitas antibakteri (Mundo dkk., 2004).

Oleh karena itu, madu dapat digunakan untuk penanganan luka pada kulit. Penanganan luka dengan madu bisa ditangani sendiri apabila luka tersebut ringan, lain hal apabila luka mayor setelah operasi itu harus dibantu oleh tim medis.

3. Proses Pembentukan Madu Oleh Lebah

(56)

kantung lebah pekerja telah terisi penuh, lebah pekerja kembali ke sarang. Nektar kemudian ditransfer ke lebah pekerja lain, kemudian dimasukan ke dalam sel madu jika kadar air telah mencapai 50-60% dan dikipasi oleh lebah sampai kadar air sekitar 20%, hasil akhir proses ini adalah madu (Aljady dkk., 2004).

4. Jenis-Jenis Madu

Menurut sumber nektar, madu dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

a) Madu flora, yaitu madu yang berasal dari nektar bunga. Jika madu berasal dari nektar 1 jenis tanaman/bunga, madu tersebut dinamakan madu monoflora; jika berasal dari bermacam-macam bunga, madu tersebut dinamakan madu poliflora.

b) Madu ekstra flora, yaitu madu yang berasal dari nektar di luar bunga, yaitu dari bagian tanaman yang lain, seperti daun, batang, atau cabang.

c) Madu embun, yaitu madu yang berasal dari cairan ekskresi serangga yang kemudian dihisap dan dikumpulkan lebah madu. Madu ini berwarna gelap dan lengket seperti tetesan embun dengan aroma yang merangsang (Suranto, 2004).

Sedangkan madu berdasarkan proses pengambilannya menurut Sarwono (2003), dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

a) Madu Ekstraksi (Extracted Honey)

(57)

b) Madu Paksa (Strained Honey)

Diperoleh dengan merusak sarang lebah lewat pengepresan, penekanan atau lewat cara lainnya.

Madu digolongkan berdasarkan bunga sumber nektarnya. Madu monoflora merupakan madu yang sumber nektarnya didominasi oleh satu jenis tanaman, contohnya madu kapuk, madu randu, madu kelengkeng, madu karet, madu jeruk, madu kopi dan madu kaliandra. Madu multiflora atau madu poliflora merupakan madu yang sumber nektar dari berbagai jenis tanaman, contohnya madu Nusantara, madu Sumbawa dan madu Kalimantan. Lebah cenderung mengambil nektar dari satu jenis tanaman dan akan mengambil dari tanaman lain bila belum mencukupi (Aljady dkk., 2004).

Pada penelitian ini digunakan madu nektar kopi yang memang banyak terdapat di daerah Sumatera khususnya Lampung. Madu kopi juga memiliki keunggulan yang sangat bagus untuk kesehatan diantaranya: a) Meningkatkan daya tahan tubuh

b) Membuat nyaman saat tidur c) Memperlancar fungsi otak

d) Menyembuhkan luka bakar (Salamah, 2009).

Madu lain juga memiliki khasiat yang hampir sama dengan madu kopi, contohnya madu bunga karet yaitu:

(58)

c) Menyembuhkan gatal-gatal d) Menyembuhkan alergi e) Memperlancar fungsi otak

f) Menyembuhkan luka bakar (Hary, 2011).

Madu bunga klengkeng juga memiliki banyak khasiat, diantaranya: a) Meningkatkan daya tahan tubuh

b) Memperlancar urin c) Memperkuat fungsi ginjal d) Menyembuhkan sakit pinggang e) Memperlancar fungsi otak

f) Menyembuhkan luka bakar (Salamah, 2009).

5. Mekanisme Kerja Madu a. Hiperosmolar

Madu memiliki konsentrasi gula yang tinggi dan kadar air yang rendah menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga keadaan disekitar mikroba menjadi hipertonis yang menyebabkan air yang berada di dalam sel mikroba keluar sehingga terjadi plasmolisis.

b. Higroskopis

(59)

c. Kadar pH rendah

Suatu kondisi lingkungan yang tidak menyokong untuk pertumbuhan mikroba.

d. Inhibin

Inhibin sebagai bahan antimikroba yang bertanggungjawab menghambat pertumbuhan organisme baik gram positif maupun gram negatif.

e. Hidrogen Peroksida

Aktivitas antimikroba dari madu sebagian besar disebabkan oleh adanya hidrogen peroksida yang dihasilkan secara enzimatik pada madu. Kandungan hidrogen peroksida ini menghasilkan radikal bebas hidroksil dengan efek antimikroba.

f. Antimikroba

(60)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang akan menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only controlled group design. Sebanyak 10 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley berumur 3-4 bulan yang masing masing tikus diberi 3 perlakuan yang terdiridari :

1. Sampel kontrol yaitu tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm yang akan dibiarkan sembuh secara normal tanpa pemberian zat aktif.

2. Diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm, selama proses kesembuhan akan dilakukan dressing menggunakan madu nektar kopi dengan nama dagang Madu Asli yang dipasarkan oleh Kedai Pramuka Kwarda Lampung dengan izin DEPKES RI. SP. No.: 074/08.01/92 diberikan secara topikal 2 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril. 3. Diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm dan dilakukan

(61)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Perlakuan hewan coba dilakukan di dua tempat yaitu Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama 2 bulan (Oktober−November 2012).

C. AlatdanBahan

1. Alat penelitian

Kandang tikus, botol minum, kawat, pisau cukur, gunting, plester, handscoon, jas lab, masker, neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01g untuk menimbang berat mencit, kipas angin, arloji, penggaris, solder listrik (electro cauter) yang ujungnya dimodifikasi dengan logam aluminium berdiameter 2cm, kassa steril, mikroskop cahaya, object glas, cover glass, deck glass, oven, histoplast dan parafin dispenser, bengkok, pinset anatomis, spuit dan jarum.

2. Bahan Penelitian

(62)

D. SubyekPenelitian

1. Populasi

Tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley

berumur 3−4 bulan yang diperoleh dari Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

2. Sampel

Dalam menentukan besar sampel, rumus yang digunakan dalam penelitian eksperimental yaitu menurutDahlan (2009):

Keterangan: α = 5 % (zα = 1,96),

β = 20 % (zβ = 0,84),

S = simpanganbaku

( ) = perbedaan selisih rerata skor histopatologi yang diharapkan.

Jumlah minimal sampel yang diharapkan sesuai dengan perhitungan dibawah ini:

[ ]

(63)

Jadi sampel yang dibutuhkan untuk seluruh kelompok berjumlah 18 ekor dan jumlah kelompok yang akan digunakan adalah 3 kelompok sehingga dibutuhkan minimal 6 ekor tikus putih dari populasi yang ada, saat ini tikus yang dijadikan sampel sebanyak 10 ekor untuk masing-masing kelompok dan pada penelitian ini dilakukan penggabungan masing-masing kelompok dimana pemberian 3 luka bakar pada satu ekor tikus.

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Inklusi :

a) Sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak dan aktif).

b) Memiliki berat badan sekitar 150-250 gram. c) Berjenis kelamin jantan.

d) Berusia sekitar 3−4 bulan.

Eksklusi :

a) Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

(64)

E. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent variable) a) Madu

b) MEBO

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Tingkat kesembuhan kulit tikus dengan luka bakar derajat II yaitu : a) Gambaran histopatologi kulit tikus

b) Gambaran klinis kulit tikus

3. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi SkalaUkur

Lama pemberian madu

Madu dioleskan sebanyak 2 kali sehari dengan ketebalan 2 mm, selama 14hari

Numerik

Lama pemberian MEBO

Mebo dioleskan sebanyak 2 kali sehari dengan ketebalan 2 mm, selama 14hari

Numerik

Gambaran klinis kulit tikus

Gambaran klinis didapat dengan menghitung rata-rata diameter penyembuhan luka yang dihitung pada hari pertama dan hari terakhir dan kemudian dihitung persentase dengan rumus

Sediaan histopatologi dilihat dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x dalam 5 lapang pandang dan diamati reepitelisasi, sel radang, pus dan scap pada daerah luka dengan menggunakan scoring Nagaoka dkk. (2000).

(65)

F. Prosedur Penelitian

Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus laboratorium, 10 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley dilakukan adaptasi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung selama 2 minggu. Sesudah masa adaptasi, tikus dipisahkan menjadi satu kandang berisi satu ekor tikus. Setelah itu diberikan luka bakar pada kulit tikus dengan cara:

 Mencuci tangan

 Menggunakan handscoon

 Identifikasi daerah yang akan diberi luka bakar

 Cukur rambut tikus pada daerah yang akan diberi luka bakar  Pasang kain dibawah sebagai alas pemberian luka bakar  Mencuci tangan kembali

 Menggunakan handscoon baru

 Memberikan anestesi local pada kulit dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam

2 cc aquades.

 Panaskan solder listrik (electro cauter) yang ujungnya dimodifikasi

dengan logam aluminium berdiameter 2 cm yang telah disiapkan selama 30 menit.

 Tempelkan solder listrik (electro cauter) yang ujungnya dimodifikasi

(66)

1. Prosedur penanganan Luka Bakar Derajat II

Penanganan luka bakar haruslah berhati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi lainnya maka dari itu harus dilakukan pembersihan dahulu dengan menggunakan aquades sebelum diberikan salep MEBO ataupun madu. Pada pengolesan obat luka bakar bias diberikan sebanyak

2−3 kali sehari (Dewidkk., 2008). Step penanganan luka bakar yaitu:

 Cuci tangan.

 Pasang kain dibawah sebagai alas.  Menggunakan handscoon.

 Siapkan kasa.

 Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan.

 Olesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan Madu

Nektar Kopi setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka.  Olesi bagian luka dengan menggunakan MEBO untuk kelompok

perlakuan dengan MEBO setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka.

 Tutup lukadengan kasa steril

 Untuk kelompok kontrol tanpa balutan dan tidak diberikan obat

(67)

2. Prosedur operasional pembuatan slide

Metode pembuatan preparat histopatologi Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Prosedur pembuatan slide :

 Kulit telah dipotong secara melintang dan telah difiksasi

menggunakan formalin 10% selama 3 jam.  Bilas dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali.  Dehidrasi dengan :

a) Alkohol 70% selama 0,5 jam b) Alkohol 96% selama 0,5 jam c) Alkohol 96% selama 0,5 jam d) Alkohol 96% selama 0,5 jam e) Alkohol absolut selama 1 jam f) Alkohol absolut selama 1 jam g) Alkohol absolut selama 1 jam h) Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam  Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I dan II masing-masing selama 1 jam.

 Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC.  Pembuatan blok parafin:

(68)

bath dengan suhu 60oC. Dilanjutkan dengan pewarnaan hematoksilin eosin.

Prosedur pulasan HE :

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.

 Larutan xylol I selama 5 menit  Larutan xylol II selama 5 menit  Ethanol absolut selama 1 jam

1) Hydrasi dalam:

a) Alkohol 96% selama 2 menit b) Alkohol 70% selama 2 menit c) Air selama 10 menit

2) Pulasan inti dibuat dengan menggunakan : a) Haris hematoksilin selama 15 menit b) Air mengalir

c) Eosin selama maksimal 1 menit

3) Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan a) Alkohol 70% selama 2 menit

b)Alkohol 96% selama 2 menit c) Alkohol absolut 2 menit 4) Penjernihan:

(69)

5) Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass.

Penjelasan prosedur penelitian bias dilihat di gambar 12.

(70)

G. Cara Pengumpulan Data

1. Klinis

Gambaran klinis dinilai dengan cara mengamati setiap 2 hari sekali selama14 hari. Melihat perbandingan antara yang diolesi MEBO dengan madu. Diameter akan semakin mengecil seiring dengan proses penyembuhan luka (Suratmandkk., 1996), untuk mengetahui cara menghitung diameter luka bakar yaitu dengan cara melihat gambar dibawah:

Gambar13.Diameter Luka Bakar.

Keterangan: = Diameter luka harike x

Setelah mengetahui diameter masing- masing luka, maka dapat ditentukan persentasenya yaitu dengan menggunakan rumus:

dx (4)

dx (2)

dx (1)

dx (2)

dx (1)

dx(3)

(71)

Keterangan :

= Persentase penyembuhan hari ke = diameter luka hari pertama

= diameter luka hari ke

2. Histopatologi

(72)

Tabel 2 . Tabel penilaian mikroskopis.

Parameter dan Deskripsi Skor

Derajat pembentukan kolagen

 Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal/lapang

pandang kecil mikroskop

 Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal/lapang

pandang kecil mikroskop

 Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal/lapang

pandang kecil mikroskop

3

2

1

Derajat terjadinya epitelisasi

 Epitelisasi normal/lapang pandang kecil mikroskop

 Epitelisasi sedikit/lapang pandang kecil mikroskop

 Tidak ada epitelisasi/lapang pandang kecil mikroskop

3

2

1

Jumlah pembentukan pembuluh darah baru

 Lebih 2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil

mikroskop

 1-2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil

mikroskop

 Tidak ada pembuluh darah baru/lapang pandang kecil

mikroskop

3

2

1

Jumlah sel inflamasi /lapang pandang

(73)

H. Pengolahan dan Analisis Data

Hasil penelitian lalu dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah

sampel ≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua

atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama (p>0,05) atau tidak. Jika varians data berdistribusi normal dan homogen, akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik repeated ANOVA. Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Jika pada uji ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis

(74)

DAFTAR PUSTAKA Silver Sulvadiazine Cream Both Combined With a Polyethylene Bag.

Annals of Burn and Fire Disasters- Vol. XX- N. 3.

Al-Waili, K. Sallom, A. Ahmad. 2011. Honey for Wound Healing, Ulcer and Burn; Data Supporting Its Use In Clinical Practice. The Scientific World Jurnal. Vol. XI.

Ang, ES., ST. Lee, CS. Gan. 2000. The Role of Alternative Therapy In The Management of Partial Thickness Burn of The Face Experience With The Use of Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) Compare With Silver Sulvadiazine. Ann. Acad. Med. Singapore. 29 : 7.

Atissalam, L. 2010. Luka Bakar. Yogyakarta. PMI Kota Surakarta.

Brown, DL. 2004. Wound. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan

Suddart 8th ed. Jakarta: EGC.

Dahlan, MS. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta:

Salemba Medika.

Dewi, Dina, Sanarto, B. Taqiyah. 2008. Pengaruh Frekuensi Perawatan Luka

Bakar Derajat II Dengan Madu Nectar Flora Terhadap Lama Penyembuhan Luka. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Brawijaya.

(75)

http//www.worldwebwound.com

Guyton, A., J. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hamad, S. 2007. Terapi Madu. Jakarta: Pustaka Iman.

Handian, I. Feriana. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Harianie, Liliek, M. Djamhuri. 2003. Kleoterapi Endoskopi Getah Pohon Pisang

Serta Manfaatnya Dalam Menyembuhkan Luka. Universitas Islam Negeri

Malang.

Harien. 2010. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.

Hary, E. 2011. Madu Karet. Diakses dari www.arbainweb.com

Hindy, A. 2009. Comparative Study Between Sodium Carboxymethyl Cellulose Silver, Moist Exposed Burn Ointment And Saline Soaked Dressing For Treatment of Facial Burn. Annals of Burns and Fire Disasters – Vol. XXII – N. 3.

Ioannovich, J., E. Tsati, D. Tsoutsos, K Frangia. 2000. Moist Exposed Burn Therapy Evaluation of The Epithelial Repair Process an Experimental model. Ann Burns Fire Disaster. 13:3-9.

Jewo, PI., IO. Fadeyibi, OS. Babalola, LC. Saalu, AS. Benebo, MC. Izegbu, OA. Ashiru. 2009. A comparative Study of The Wound Healing Properties of Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) and Silver Sulphadiazine.

Annalsof Burns and Fire Disasters– Vol. XXII – N. 2.

Junqueira, LC., J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC.

Li, C., G. Lin, Z. Zuo. 2011. Pharmacological Effects and Pharmacokinetics properties of Radix Scutellariae and Its Bioactive flavones. John Willey and Sons, Ltd.

(76)

Moenadjat, Y. 2000. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Moenadjat, Y. 2003. Pengetahuan Klinis Praktis Luka Bakar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Molan, PC. 2002. Revival of honey as a medicine. Honeybee Sci. 23: 153-160. Mui, KT., D. Sharifah, MY. Kamaruddin. 2012. The Efficacy of Gelam Honey

Dressing Towards Excisional Wound Healing. Hindawi Publishing Corporation Evidence-Base Complimentary and Alternative Medicine. Vol X.

Mundo, MA, I. Olga, RW. Padilla-Zaqour, Worobo. 2004. Growth Inhibition of Food Pathogent and Food Spoilage Organism by Selected Raw Honeys.

International Jurnal of Microbiology. 97: 1-8.

Nagaoka, T., Y. Kabrugain, Y. Hamaguchi, M. Hasegawa, K. Takehara, D. Steeber. 2000. Delayed Wound Healing in The Absence of Intercellular

Adhesion Molecule−1 or L−selection Expression. AM. JM. Pathol.

Departement of Dermatology, Kanazawa University School of Medicine. Japan.

National Honey Board. Honey, a Reference Guide to Nature’s Sweetener. 2007.

NHB. http://www.honey.com/images/downloads/refguide.pdf.

Price, SA, LM Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Putra, KS. 2005. Analisis Produksi Konsumsi dan Ekspor Komoditi kopi Indonesia. Departement of Agribisnis. Universitas Muhammadiyah Malang.

Rovikoh. 2011. Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) dengan Gelling Agent Hidroksipropil Metil Selulosa dan Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Salamah, U. 2009. Manfaat dan Khasiat Madu. Diakses dari

www.rumahherbalcitra.com

Saptorini. 2005. Analisa Madu dari Segi Kandungannya Berikut Khasiatnya

Masing-Masing. Diakses dari

(77)

Subrahmanyam, M. 1991. Topical application of honey in treatment of burns. Br. J. Surg. 78: 497-498.

Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Suratman, SA. Sumiwi, D. Gozali. 1996. Pengaruh ekstrak antanan dalam bentuk salep, krim dan jelly terhadap penyembuhan luka bakar. Cermin Dunia Kedokteran No. 108.

Susanto, A. 2007. Terapi Madu. Jakarta: EGC.

Syafaka. 2008. Tentang Madu. Diakses dari http://syafaka4wl.multiply.com/journal?&page_start=20 Pada tanggal 27 Februari 2012.

Taormina, PJ., BA. Niemira, R. Larry, Beuchat. 2001. Inhibitory Activity Of Honey Against Foodborne Pathogen as Influenced by The Presence of Hidrogen Peroxide and Level of Antioxidant Power. International Jurnal of Food Microbiologi. 69. 217-225.

The Chinese Technical Center of Burns Wounds and Surface Ulcers. 2000. The Chinese Journal of Burns Wound and Surface Ulcers ; 12(2): 11-15. Tortora, G, B. Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology. USA: John

Willey & Sons Inc.

Triana, E., N. Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian Beras yang Difermentasi oleh Monascus purpureus JMBA Terhadap Darah Tikus Putih (Rattus sp.) Hiperkolesterolemia. Biodiversitas- Vol.7.N.IV: 317-321

White. 1998. Honey (Scientific Report). Office of Complementary Medicine. Wing, L., Sze. Vincy. 2004. Comparison of Moist Exposed Burn Ointment with

Silver Sulafadiazine for The Treatment of Deep Burn injury. Chinese. Hong Kong Baptist University.

Xian, YF, QQ. Mao, Ip SP, ZX. Lin, CT Che. 2011. Comparison on The Anti-Inflamatory effect of Cortex Phellodendri Chinesis and Cortex Phellodendri Amurensis in 12-O-tetradecanoyl-Phorbol-13-Acetat-induced Aer Edema in Mice. Elsevier Ireland. Ltd.

(78)

Issue 2. The Cochrane Database of Systematic Review.

Yayasan Luka Bakar. 2009. Diakses dari http://www.lukabakar.or.id/index.php?option=com_content&view=categ ory&layout=blog&id=46&Itemid=55&lang=in Pada tanggal 13 September 2012.

Gambar

Gambar 1. Kerangka teori (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
Gambar 3. Fisiologi Kulit (Yahya, 2005).
Gambar 4. Histologi kulit (Yahya, 2005).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

The study showed the lecturer had good response to the development of using poetry group investigation in writing a report of poetry class. The lecturer viewed that poetry

Merupakan suatu hal yang sangat fundamental bagi seorang yang mempelajari ilmu arsitektur untuk memahami benar mengenai faktor-faktor eksternal yang dapat

Gambar 2.25 Wortel berkembang biak dengan umbi akar.. Jika umbi akar ditanam, maka akan tumbuh tunas baru dari bagian yang merupakan sisa batang. Contoh tumbuhan yang berkembang

Metode pengambilan sampel menggunakan Random Sampling Methods untuk reaktor tipe fixed-dome diambil sebanyak 5 sampel dan metode sensus untuk reaktor tipe fiber

Hasil dari penelitian ini cukup berbeda dengan apa yang dihasilkan para peneliti lain dimana tidak terdapat hubungan yang nyata antara mata kuliah kewirausahaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dikembangkan dari tiga jenis kesalahan, dapat diketahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dialami siswa dalam menyelesaikan operasi