IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN
NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan
Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
SKRIPSI
O
L
E
H
LEO NANDA SARAGIH
080903036
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTRA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :
Nama : Leo Nanda Saragih
NIM : 080903036
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara oleh :
Nama : Leo Nanda Saragih
NIM : 080903036
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11
Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame
Yang dilaksanakan pada :
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Panitia Penguji
Ketua :
Anggota I :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame”.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses peniliaian untuk menyelesaikan
Program Pendidikan S1 pada Departemen Ilmu Administrasi Negara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan
dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Teristimewa
penulis ucapkan rasa cinta, sayang dan terimakasih sebesar-besarnya kepada
Bapak tersayang (Mangasi Saragih) yang telah berada di Rumah Bapa. Beliau
merupakan “motivator tak terlihat” penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan
juga mamak tercinta (Rustianur Peranginangin S.Pd) yang telah melahirkan
penulis, membiyai kuliah dan memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini
(You are the best mother).
Tak lupa juga seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati,
sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu :
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin NST, M. Si., selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
3. Ibu Dra. Elita Dewi, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak memberikan dukungan
dan juga semangat bagi penulis.
4. Bapak Drs. Kariono ,M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini mempunyai banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasa dan penulisan yang digunakan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan Skripsi ini.Akhir kata penulis berharap Skripsi ini membawa
manfaat dan dapat berguna bagi semua pihak yang membaca.
Medan, Juni 2012 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
ABSTRAKSI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Fokus Masalah ... 7
I.3 Rumusan Masalah ... 8
I.4 Tujuan Penelitian ... 9
I.5 Manfaat Penelitian ... 9
I.6 Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
II.1 Kebijakan Publik ... 12
II.2 Implementasi ... 18
II.2.1 Implementasi Kebijakan ... 20
II.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan ... 22
II.3 Defenisi Konsep ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
III.2 Lokasi Penelitian ... 35
III.3 Informan Penelitian ... 36
III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37
III.5 Validitas Data ... 38
III.6 Teknik Analisa Data ... 40
III.7 Implementasi Metode Penelitian ... 41
BAB IV TEMUAN PENELITIAN ... 43
IV.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 43
IV.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan ... 44
IV.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 48
IV.4 Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 59
IV.5 Sejarah Dinas Pertamanan Kota Medan ... 60
IV.6 Struktur Organisasi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 62
IV.7 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 63
IV.8 Visi dan Misi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 72
IV.9 Gambaran Data Pegawai Dinas Pertamanan Kota Medan ... 73
IV.10 Tata Kerja Dinas Pertamanan Kota Medan ... 75
IV.11 Sejarah Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 76
IV.12 Profil Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 79
IV.13 Visi dan Misi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan .... 83
IV.14 Tugas Pokok dan Fungsi BPPT Kota Medan ... 86
BAB V ANALISIS TEMUAN PENELITIAN ... 97
V.2Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame Dilaksanakan di Dinas Pendapatan,
Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPPT) Kota Medan...115
V.3 Kendala dalam proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame ... 117
BAB VI PENUTUP ... 119
VI.1 Kesimpulan ... 119
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Rekapitulasi Pegawai Dinas Pendapatan Kota Medan ... 57
Tabel 4.2 Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Berdasarkan Golongan ... 59
Tabel 4.3 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Jenis Kelamin... 73
Tabel 4. 4 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Golongan... 74
Tabel 4.5 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Struktur atau Staf ... 74
Tabel 4.6 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Pendidikan ... 75
Tabel 4.7 Profil SDM Aparatur BPPT Kota Medan Tahun 2012 ... 81
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Dinas Pertamanan Kota Medan ... 35
Gambar 3.2 Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 35
Gambar 3.3 Komponen Dalam Analisis Data ... 40
Gambar 3. 4 Struktur Organisasi BPPT Kota Medan ... 85
Gambar 5.1 Mesin Nomor Antrian di BPPT Kota Medan ... 104
Gambar 5.3 Ruang Tunggu Pengurus Pajak Reklame di BPPT Kota Medan ... 105
Gambar 5.3 SOP Dari Ijin Reklame di BPPT Kota Medan ... 105
ABSTRAKSI
Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Salah satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Guna mengatur pengelolaan pajak reklame, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Reklame dan untuk mengatur pelaksanaan teknis PERDA tersebut, dikeluarkanlah
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, kedua untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), dan ketiga, untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci dan informan utama dari penelitian ini berasal dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan.
Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, sehingga yang mengelola pajak reklame Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan. Dikeluarkannya Peraturan Walikota tersebut dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.
Kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, karena masih banyak terdapat kekurangan yakni ketidaksiapan dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam pengimplementasian PERDA tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya non manusia, dan standar dan sasaran dari kebijakan itu. Dan dalam implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame sebaiknya dilakukan di satu lembaga saja.
ABSTRAKSI
Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame
Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Salah satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Guna mengatur pengelolaan pajak reklame, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Reklame dan untuk mengatur pelaksanaan teknis PERDA tersebut, dikeluarkanlah
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, kedua untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), dan ketiga, untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci dan informan utama dari penelitian ini berasal dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan.
Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, sehingga yang mengelola pajak reklame Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan. Dikeluarkannya Peraturan Walikota tersebut dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.
Kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, karena masih banyak terdapat kekurangan yakni ketidaksiapan dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam pengimplementasian PERDA tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya non manusia, dan standar dan sasaran dari kebijakan itu. Dan dalam implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame sebaiknya dilakukan di satu lembaga saja.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ditengah perubahan internal dan eksternal bangsa ini, terdapat isu sentral
yang menjadi wacana publik yaitu perlunya pembagian kekuasaan yang seimbang
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah guna meningkatkan
kemandirian daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri dalam hubungan
yang serasi dengan daerah lainnya, serta tentunya dengan pemerintah pusat. Saat
ini terdapat cara berpikir yang mengharapkan agar kekuasaan atau wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk peraturan perimbangan
dalam menikmati kekayaan Negara yang berasal dari sumber kekayaan alam
daerah, yang selama ini dipandang sebagai monopoli pemerintah pusat harus
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah dimana pemerintah daerah
dapat dengan leluasa melaksanakan pembangunan daerahnya sehingga hasil
pembangunan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, daerah dengan
sendirinya akan mengalami proses pemberdayaan serta kemandiran daerah akan
terbangun.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa dalan rangka
penyelengaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, Pemerintah Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan
keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki
dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. Dengan otonomi daerah yang
luas, nyata, dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk meningkatkan
kemandirian. Salah satu tolok ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan
keuangan suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah atau
pemerintahan sendiri. Sumber keuangan tersebut salah satunya berasal dari
Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah
yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh
dari penerimaan pajak daerah. Hasil pajak daerah perlu diusahakan agar menjadi
pemasukan yang potensial terhadap PAD. Dari penerimaan sektor pajak daerah
menyelenggarakan pembangunan daerah, sehingga akan meningkatkan dan
memeratakan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Upaya
peningkatan PAD dapat dilakukan salah satunya dengan meningkatkan efisiensi
sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektifitas pemungutan
yaitu dengan mengoptimalkan potensi yang ada, serta terus diupayakan menggali
sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan, sehingga dapat
dipungut pajak atau retribusinya sesuai dengan ketentuan yang ada.
Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah
dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali
potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah
daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di
daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD
semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan
yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,
pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar.
Perkembangan politik di Indonesia yang begitu cepat khususnya di
bidang pemerintahan daerah telah melahirkan perubahan yang mendasar pada
sistem pemerintahan daerah ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menggantikan undang-undang nomor 22
tahun 1997 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, yang mengatur tentang
nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber
pendapatan atau keuangan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan yaitu :
1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber
perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi
2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak
3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat
4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah
5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah
Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu
Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Perusahaan daerah
4. Dinas Daerah
5. Pendapatan Daerah lainnya
Salah satu sumber PAD yang mendapat perhatian khusus adalah pajak
daerah. Menurut Yani (2002: 45), pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang –
undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan penting yang
akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Peranan pajak sangatlah penting bagi penerimaan kas
negara oleh karena itu Pemerintah terus berusaha meningkatkan dan menggali
setiap potensi yang ada. Demikian juga potensi yang ada di daerah dimana usaha
tersebut tidak lepas dari peran serta dan kontribusi Pemerintah Daerah yang lebih
mengetahui akan kebutuhan dan kondisi serta potensi yang ada di daerahnya
untuk digali dan dioptimalkan.
Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak daerah
sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota
masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparatur perpajakan sesuai
dengan fungsinya ber-kewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan
pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan
yang telah digariskan dalam Peraturan Perundang–undangan .
Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang mempunyai
kontribusi dan potensi terbesar di Kota Medan adalah pajak daerah. Pajak Daerah
merupakan sumber pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan
peraturan-peraturan pajak yang diterapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan
rumah tangga pemerintah daerah tersebut . Secara umum pajak adalah pungutan
dari masyarakat oleh Negara (Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang
bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan
tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang
dipungut oleh pemerintah Kota Medan diantaranya yaitu pajak reklame, pajak
restoran dan pajak hotel, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak
pengambilan bahan galian golongan C, pajak permanfaatan air bawah tanah dan
air permukaan dan pajak parkir.
Terdapat satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang
difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Bila dilihat dari
kontribusinya bagi Pajak Daerah, Pajak Reklame sebagai salah satu sumber
Pendapatan Daerah yang berpotensi dan dapat dilakukan pemungutan secara
efisien, efektif, dan ekonomis sehingga dapat lebih berperan dalam usaha
peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan. Menurut Marihot P.Siahaan
dan Ahmad Sofyan (2005:45 ), pemasukan dari pajak reklame didapat dari nilai
sewa reklame yang dipasang dengan tarif sewa reklame berdasarkan dari lokasi
pemasangan reklame, lamanya pemasangan reklame, dan jenis ukuran reklame.
Pihak-pihak yang menggunakan jasa reklame dari bidang pendidikan, industri,
perhotelan, hiburan, bank-bank dan lembaga keuangan, transportasi, komunikasi
dan pihak pemerintah.
Dalam mengatur penyelengaraan pajak reklame di Kota Medan, maka
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah. Dalam perkembangan Peraturan
Daerah Kota Medan tentang Pajak Reklame, Perda tersebut telah mengalami dua
kali perubahan yaitu dalam kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2011. Pada
Peraturan Daerah tentang Pajak reklame Nomor 2 tahun 2004, yang megurus
pajak reklame adalah Dinas Pendapatan. Kemudian dalam perkembangannya,
menjadi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011, dimana yang
mengurus pajak reklame adalah Dinas Pendapatan juga. Hal ini menunjukkan
perubahan dari Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2004 menjadi Peraturan Daerah
Nomor 11 tahun 2011 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam
perkembangannya, pengurusan pajak reklame ini, tidak langsung diurus oleh
Dinas Pendapatan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 11 tahun 2011. Adapun pihak yang turut serta dalam pengurusan
pajak reklame ini adalah Dinas Pertamanan dan
Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas maka penulis
merasa tertarik untuk mengambil judul studi tentang “Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame”.
Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPPT). Sehingga ada dua Dinas dan satu Badan yang mengurus pajak
reklame ini. Namun yang turun secara langsung dalam pengurusan pajak reklame
ini adalah Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).
Hal tersebut justru menjadikan masyarakat yang mengurus pajak reklame
mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.
I.2 Fokus Masalah
Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah bagaimana
implementasi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
Pajak Reklame. Dalam hal ini, penulis akan lebih memfokuskan kepada hal yang
menyebabkan adanya dua Dinas dan satu Badan yang mengurus Pajak Reklame,
Tentang Pajak Reklame yang mengurus pajak Reklame adalah satu Dinas yakni
Dinas Pendapatan. Pihak-pihak terkait di dalam Dinas Pendapatan, Dinas
Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) akan dimintai
keterangan terkait implementasi dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11
Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.
I.3 Rumusan Masalah
Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya dan supaya peneliti
dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan,
maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah merupakan bagian
pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan
terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan
penelitian. (Arikunto, 2002:47)
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan
yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun
2011 Tentang Pajak Reklame?
2. Apa yang menjadi penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh
Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPPT)?
3. Apa yang menjadi kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11
Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.
2. Untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh
Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan
Terpadu (BPPT).
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak
Reklame.
I.5 Manfaat Penelitian
1. Secara subyektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk
menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori
dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau
sumbangan pemikiran bagi Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan, dan
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu terkait implementasi Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan
I.6 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN
Bab ini berisikan teori-teori dan referensi lain yang dipakai
selama penelitian dan defenisi konsep. Teori-teori disini tidak
berfungsi untuk membangun kerangka berpikir, tetapi lebih
berfungsi sebagai bekal peneliti untuk memahami situasi sosial
yang diteliti.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan
validitas data
BAB IV : TEMUAN PENELITIAN
Bab ini berisikan profil lokasi penelitian, sejarah singkat, visi dan
misi organisasi, struktur organisasi serta tugas dan fungsinya, dan
BAB V : ANALISIS TEMUAN
Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan
cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap
kredibel
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi
jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 2006:37). Kerangka teori
adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang
hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah
yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000:92). Sebagai landasan berfikir dalam
menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman
teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian.
Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi
peneliti dalam memahami masalah yang di teliti.
II.1 Kebijakan Publik
Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Masing-masing defenisi
tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena
masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.
Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan 2003 berpendapat bahwa
daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana
pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan
masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam
masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas.
Menurut Heglo dalam Abidin (2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan
yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu. Sedangkan
Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu.
Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan (2003:2) kebijakan publik
adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh
sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:
a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi,
pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan
b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini
menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran,
pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang
akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut bahwa
dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni
merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk
memecahkan suatu masalah yang terjadi di masyarakat dengan memanfaatkan
berbagai sumber daya-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Konsep kebijkan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara
beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar defenisi yang
dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu yang ingin dilihat.
Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan
publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa
semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai
kebijakan publik. Parker dalam Wahab (2004:51), menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan
yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya
R.Dye merumuskan kebijakan publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang
dilakukan pemerintah. Dalam hal ini Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu
menyangkut pilihan-pilihan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk
melakukan sesuatu ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.
Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan
perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka melihat
kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan
atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat-akibat yang
diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti apa yang
dikemukakan Nakamura dan Smal Wood dalam Wahab (2004:52), bahwa
kebijakan publik adalah serentetan instruksi/ perintah dari para pembuat kebijakan
yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan
serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun pada hakekatnya, bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa
yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini
dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap
implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang hanya menekankan
pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.
Seperti yang dikemukakan oleh Anderson dalam Tangkilisan (2003:2)
bahwa kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang
atau persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa
implikasi, yakni:
1. Kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan
merupakan perilaku yang dilakukan secara serampangan .
2. Kebijakan publik merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang
tersendiri.
3. Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah,
dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah.
4. Kebijakan pemerintah tersebut didasarkan pada peraturan perundangan
yang bersifat mengikat dan memaksa.
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu
beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.
Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji
Berdasarkan beberapa literatur yang dibaca adapun tahap-tahap kebijakan
publik adalah :
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Pembuatan Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Proses pembuatan suatu kebijakan diawali dengan penyusunan agenda
yang menempatkan berbagai masalah ke dalam sebuah agenda kebijakan yang
selanjutnya akan dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk menghasilkan
alternatif pemecahan masalah yang akan dibahas pada tahap formulasi kebijakan.
Setelah memperoleh alternatif terbaik, maka alternatif tersebut dirumuskan ke
dalam bentuk kebijakan yang selanjutnya akan diimplementasikan oleh para
pelaksana kebijakan. Kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut selanjutnya akan
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
Dari semua proses tersebut, menurut penulis, implementasi kebijakan
merupakan tahap yang paling penting dan krusial sehingga harus mendapat
perhatian lebih dari para pembuat maupun pelaksana suatu kebijakan. Tahap ini
merupakan kunci keberhasilan proses pembuatan suatu kebijakan akan mencapai
tujuannya atau tidak. Jika sebuah kebijakan sudah diformulasikan dan dibuat
secara tepat kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses
implementasi tidak berjalan dengan tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang sangat
brilliant sekalipun jika diimplementasikan dengan buruk, maka kebijakan tersebut
bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya.
II.2 Implementasi
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004:68) yang
dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan
dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk
perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan
badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang
ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini
berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan
tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam
bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan
dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran,
dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil
keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk
melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang
bersangkutan.
Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky (dalam Tangkilisan,
2003:17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan
dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan
cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang
mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang
diinginkan.
Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry (dalam Putra
2003:81) yakni tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta
baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan
sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan.
Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi menurut
Tangkilisan (2003 : 18) adalah :
1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.
3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.
II.2.1 Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada,
yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau
melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
(Riant Nugroho. 2003:158).
Menurut Mazmanian dan Sabatier (Safi’i, 2007:144) mengatakan bahwa
mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan,
yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. Pendapat kedua tokoh ini
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya
terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-badan administratif atau unit
birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran (target group). Namun demikian
hal itu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik,
dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan.
Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun
kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau
implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak
akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut
dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur
rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut
masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperolehapa dari suatu kebijakan
(Wahab, 2004:59). Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi
kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini
menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan
implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan
sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan,
maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya.
Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan oleh Wahab (2004:51),
menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan
jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya
sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak
mampu diimplementasikan.
Dari beberapa pemahaman tersebut maka terlihat dengan jelas bahwa
kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil
sebagaimana yang diharapkan. Membicarakan masalah implementasi berarti
melihat sejauh mana kebijakan berjalan setelah dirumuskan dan diberlakukan.
Dan dapat dirumuskan bahwa fungsi implementasi ialah untuk membentuk suatu
hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan
publik diwujudkan sebgai outcome atau hasil akhir kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Wibawa (1994), implementasi kebijakan merupakan
pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya
tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi
instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya
keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani,
menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara
“menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi
kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat
direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.
II.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program
menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan
tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu
berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi
Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tentang
implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa
model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi
berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.
Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :
1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top
dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn dalam, untuk dapat
mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut (Wahab, 2004:71-78) :
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungki bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.
b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.
pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.
d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.
Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.
e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.
Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.
f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil
Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan Badan-badan/Instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu meleinkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.
Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasab bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat. i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
2. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III
Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang
mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain (Winarno, 2002:125) :
a. Komunikasi
Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi,
yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah
keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil yang
tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut
haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi
adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para
pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif.
b. Sumber-sumber
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas
dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun
cenderung tidak efektif. Adapun sumber-sumber yang penting meliputi :
1. Staf
Jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi
yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh
para pegawai pemerintah ataupun staf, namun di sisi yang lain kekurangan staf
juga akan menimbulkan persoalan yang pelik menyangkut implementasi
pelaksanaan yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para pelaksana
harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.
2. Wewenang
Setiap wewenang mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Jika para
pejabat/badan pelaksana kebijakan mempunyai keterbatasan wewenang untuk
melaksanakan kebijakan maka diperlukan kerjasama dengan pelaksana/badan lain
agar program berhasil.
3. Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan sumber yang penting pula dalam proses
implementasi. Tanpa bangunan sebagai kantor untuk melaksanakan koordinasi,
tanpa perlengkapa, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi
yang direncanakan tidak akan berhasil.
c. Kecenderungan
Yaitu dimana para pelaksana memiliki kecenderungan tidak sepakat
dengan suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak
sesuai pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting
dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki
kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang dapat
dilakukan adalah dengan memberikan insentif.
d. Struktur Birokrasi
Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni
Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan internal terhadap
waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk
keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan
tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi,
seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok kepentingan,
pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi
organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.
3. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai model proses implementasi kebijakan.
Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa
perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat
kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu
pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan
prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan,
kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam
prosedur-prosedur implementasi.
Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam variabel
yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi
misi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
b. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi
bagi keberhasilan suatu program.
d. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, Standard Operating
Procedure (SOP), norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi
dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu
program.
e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit
f. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon
implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap
kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai
yang dimiliki oleh implementor.
Variabel-variabel kebijakan bersangkutan paut dengan tujuan-tujuan
yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada
badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal,
sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan
pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik
dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai
orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan ( Subarsono,
2005:99).
Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan
untuk menganalisis proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor
11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Alasan penulis menggunakan model ini
karena variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van
Horn merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang
kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses
II.3 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, kelompok, atau individu yang
menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37).
1. Implementasi Kebijakan adalah serangkaian proses penerapan ataupun
pelaksanaan suatu kebijakan yang telah dipahami secara mendalam
melalui proses pembahasan bersama yang diinterpretasikan ke dalam
bentuk perintah, program ataupun perundang-undangan.
2. Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun tentang
Pajak Reklame adalah pelaksanaan keputusan mengenai
peraturan-peraturan yang mendasar, yang telah dipahami dan diperoleh berdasarkan
keputusan bersama, guna mencapai suatu tujuan guna kepentingan daerah
dalam bidang reklame. Adapun Implementasi Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 11 Tahun tentang Pajak Reklame diukur dengan lima
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan menurut Van
Meter dan Van Horn, yaitu:
a. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan yang tercakup dalam Implementasi
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun tentang Pajak
Reklame dapat dilihat dari beberapa hal yaitu :
b. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan
sumber daya dana, dan fasilitas yang akan digunakan sangat
mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.
c. Komunikasi
Komunikasi mencakup hubungan antar organisasi pelaksana
implementasi. Komunikasi yang baik meliputi proses penyampaian
informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi
antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi dan
bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal,
vertikal.
d. Karakteristik agen pelaksana
Karakteristik agen pelaksana terdiri dari struktur organisasi,
pembagian tugas dan wewenang serta, ketepatan atau kesesuaian
pelakasanaan Implementasi Peraturan Daerah tersebut dengan berbagai
ketentuan yang telah diatur.
e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Kondisi sosial, ekonomi dan politik merupakan faktor yang
mempengaruhi penerapan implementasi peraturan daerah tersebut.
Sikap masyarakat dalam sebuah implementasi kebijakan dapat dilihat
dari respon masyarakat terhadap keberadaan kebijakan tersebut.
f. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yaitu respon pelaksana
kebijakan terhadap Peraturan Daerah yang akan dipengaruhi
para agen pelaksana terhadap peraturan daerah itu, dan prefensi nilai
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47) penelitian
dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis
dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian
deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan
dengan menguji hipotesis.
Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya. Penelitian dengan topik ini memiliki data dan kajian yang sangat
terbatas sehingga penelitian ini merupakan eksplorasi. Untuk mendapatkan data
mengenai isu yang belum banyak dieksplorasi maka harus dilakukan deskriptif
secara mendalam. Oleh karena itu, maka hanya bisa dilakukan dengan penelitian
III.2 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan
Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) kota Medan yang beralamat
di Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution No. 32 Lt.II&III, Sumatera Utara,dan juga di
Dinas Pertamanan Kota Medan yang beralamat di Jalan Karya Jasa Medan .
Adapun yang menjadi alasan dipilihnya ketiga lokasi tersebut adalah dikarenakan
yang mengurus pajak reklame adalah dinas pendapatan, dinas pertamanan dan
Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.
Gambar 3.1
Dinas Pertamanan Kota Medan
Gambar 3.2
III.3 Informan Penelitian
Sesuai dengan penjelasan di atas, bentuk penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Hendrarso (dalam Usman 2009:50) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian
yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi
informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama
proses penelitian.
Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi
yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi
informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang
mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam
penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang
diteliti. Sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar
pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan.
Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan dua
teknik yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball
sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber
data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar.
penelitian ini adalah Kepala Dinas Pendapatan, Kepala Bidang Reklame Dinas
Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan.
III.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencari
dan mengumpulkan data berupa teknik pengumpulan data primer dan teknik
pengumpulan data sekunder.
1. Teknik Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang
langsung diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data
primer dapat dilakukan dengan cara:
a. Wawancara. Menurut Moleong (2007:186) wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Arikunto (2006:228) berpendapat bahwa peneliti harus mencatat teknik
yang mana kondisi dan situasi yang mendukung penerimaan informasinya
yang paling tepat. Sebaiknya pada waktu uji coba, digunakan tape
recorder.
b. Observasi. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik
penelitian yang sangat penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai
pengamatan, dapat dikatakan bahwa pengamatan terbatas dan tergantung
pada jenis dan variasi pendekatan (Moleong, 2007: 242).
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data
diperoleh melalui bahan kepustakaan untuk mendukung kelengkapan dari data
primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan cara:
a. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari
buku-buku, literatur, internet, dan sumber-sumber lain yang berkompetensi dan
memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian.
b. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada di lokasi penelitian atau
sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian (Bungin. 2007:
116-117).
III.5 Validitas Data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang diperoleh peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Hasil penelitian kualitatif sering
kali diragukan karena dianggap memenuhi syarat validitas dan reabilitas, oleh
sebab itu ada cara-cara memperoleh tingkat kepercayaan yang dapat digunakan
untuk memenuhi kriteria kredibilitas atau validitas internal. Sugiyono (2008:271).
1. Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data
dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.
Sebagai bekal yaitu dengan banyak membaca berbagai referensi maupun
hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi terkait dengan temuan
yang diteliti.
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
Penulis melakukan wawancara dalam waktu yang berbeda yakni, pagi hari
dan siang hari. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan data yang diperoleh dengan perbedaan waktu dalam melakukan
wawancara.
3. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung
untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai
pendukung hasil wawancara, penulis merekam setiap wawancara yang
dilakukan dengan seluruh informan. Selain itu penulis juga melakukan
dokumentasi yang dapat mendukung keakuratan data yang diperoleh di
III.6 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisa data kualitatif. Dimana analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles
and Huberman (dalam Sugiyono, 2008:91) mengemukakan bahwa aktifitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Adapun langkah-langkah
dalam melakukan analisis data menurut Miles dan Huberman yaitu
Periode Pengumpulan
Reduksi Data
Antisipasi Selama Setelah
Display Data ANALISIS
Selama setelah
Kesimpulan/Verifikasi
Selama Setelah
Gambar 3.3
Komponen dalam Analisis Data
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Dengan menyajikan
data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami
tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru
yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap
sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau
interaktif, hipotesis atau teori.
III.7 Implementasi Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
Dalam pelaksanaan penelitian, penerapan dari metode penelitian
mengalami banyak kendala. Hal ini tentunya menjadikan peneliti mengalami
kesulitan dalam pengumpulan data. Ketika saya melakukan pengumpulan data di
tempat penelitian ada beberapa kendala yang saya hadapi, yaitu sulitnya untuk
meminta data-data mengenai pajak reklame dan data kepegawaian, adanya
beberapa pegawai yang tidak ramah di instansi tertentu dan lambatnya proses
adaministrasi. Selain itu, dalam perkembangannya, informan penelitian saya juga
mengalami perubahan,sebagai contoh awalnya informan penelitian saya di Dinas
Pertamanan adalah Kepala Bidang Reklame, namun di lapangan, informan
penelitian saya menjadi Seksi Perencanaan Reklame. Jika diperhatikan, lokasi
penelitian saya yang awalnya di Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan, dan Badan
Pelayanan Terpadu, namun pada saat di lapangan saya melakukan penelitian di
Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Terpadu. Hal ini dikarenakan Dinas
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
IV.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran
rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter
di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan
Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.
Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44°
BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota
Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan
berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu
domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah
hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada
maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21
Kecamatan dan 158 Kelurahan.
Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis.
Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari