DAFTAR PUSTAKA
Bambang, Kesit Prakoso. 2003. Pendapatan Dan Retribusi Daerah. Yogyakarta:
Ull Press.
Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.
Henratno, Edie Toet. 2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi & Federalisasi.
Jakarta: Graha Ilmu.
Nawawi, Hadari. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-Negara Berkembang
(Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Said, Mas’ud. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Siahaan, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai, Edisi
Revisi. Jakarta: LP3ES.
Subarsono, A.G.. 2005. Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Kencana Prenada Media
Group.
Tangkisan, Hessel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:
Lukman Offset YPAPI.
Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo
Winarno, Budi. 2004. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Sumber PerUndang-Undangan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan
Undang-UndangNomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Sumber Internet
18:34
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran
rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter
di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan
Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.
Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44°
BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota
Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara
berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan
berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu
domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah
hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada
maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21
Kecamatan dan 158 Kelurahan.
Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis.
Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari
wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku-
suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir
penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa,
Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah
bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini
dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba,
Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai.
Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu
suku dengan yang lain.
3.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan
Pada mulanya Dinas Pendapatan Kota Medan adalah suatu sub bagian
pada bagian keuangan yang mengelola bidang penerimaan dan pendapatan daerah.
Pada sub bagian ini belum terdapat Sub Seksi, karena pada saat itu wajib
pajak/wajib retribusi yang berdomisili di daerah Kota Medan belum begitu
banyak.
Dengan memepertimbangkan perkembangan pembangunan dan laju
pertumbuhan penduduk di Kota Medan melalui peraturan daerah sub bagian
keuangan tersebut dirubah menjadi bagian pendapatan. Pada bagian pendapatan
dibentuklah beberapa seksi yang mengelola penerima pajak dan retribusi daerah
yang merupakan kewajiban para wajib pajak/wajib retribusi di dalam daerah Kota
Medan, yang terdiri dari 21 kecamatan diantaranya kecamatan Medan Tuntungan,
Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Tembung, Medan Timur,
Medan Kota, Medan Area, Medan Baru, Medan Polonia, Medan Maimun, Medan
Sehubungan dengan instruksi Menteri Dalam Negeri KUPD No. 7/12/41 –
10 tentang Penyeragaman Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah no. 12
Tahun 1978 menyesuaikan dan membentuk struktur organisasi Dinas Pendapatan
yang baru. Di dalam struktur organisasi Dinas Pendapatan yang baru ini
dibentuklah seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan, juga dibentuk Bagian Tata
Usaha yang membawahi 2 (tiga) Kepala Sub Bagian yaitu sub sektor perpajakan,
retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya yang merupakan kontribusi yang
cukup pentinga bagi pemerintah daerah dalam mendukung serta memelihara
pembangunan dan di dalam peningkatan penerimaan pendapatan daerah.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000
tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka Pemerintah Kota Medan
melakukan Penataan Organisasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan, salah satu
diantaranya adalah Dinas Pendapatan Kota Medan.
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan
1. Dinas
Dinas merupakan Unsur Pelaksana pemerintah daerah, yang dipimpin oleh
Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui sekretaris Daerah. Dinas mempunyai tugas dan pokok
melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah di bidang pendapatan daerah
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,
Dinas Pendapatan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
pendapatan
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
2. Sekretariat
Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris, yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup kesekretariatan melalui pengelolaan
administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.
Dalam melaksanakan tugas pokok sekretariat menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan kesekretariatan
b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas
c. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan asministrasi kesekretariatan
Dinas yang meliputi administrasi umum, keuangan, kepegawaian dan
kerumatanggaan Dinas
d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan
organisasi dan ketatalaksanaan
e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Dinas
g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kesekretariatan
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Kesekretariatan terdiri dari:
1) Sub Bagian Umum, menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusun rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Umum
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum
c) Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah
dinas, penataan kearsipan, perlengkapan dan penyelenggaraan
kerumahtanggaan Dinas
d) Pengelolaan administrasi kepegawaian
e) Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan
ketatalaksanaan dan kepegawaian
f) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai tugas dan
fungsinya.
2) Sub Bagian Keuangan, menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusunan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Keuangan
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi keuangan
c) Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi keuangan
kegiatan penyusunan rencana, penyusunan bahan. Pemrosesan, pengusulan
d) Penyiapan bahan/pelaksanaan koordinasi pengelolaan administrasi
keuangan
e) Penyusunan laporan keuangan Dinas
f) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
h) Pelakasnaan tugas laing yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan
tugas dan fungsinya
3) Sub Bagian Penyusunan Program, menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusunan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan
Program
b) Pengumpulan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan rencana dan
program Dinas
c) Penyiapan bahan penyususnan rencana dan program Dinas
d) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas
dan fungsinya
3. Bidang Pendataan dan Penetapan
Bidang Pendataan dan Penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian tugas Dinas lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapatan
dan pengelolaan data dan informasi.
Dalam melaksanakan tugas pokok seksi Pendataan dan Penetapan
a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Pendataan dan Penetapan
b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pendataan, pendaftaran, pemerinksaan
penetapan dan pengolahan data dan informasi
c. Melaksanakan pendafataran dan pendataan seluruh wajib pajak, wajiba
retribusi dan pendataan daerah lainnya
d. Pelaksanaan pengolajan dan informasi baik dari Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD), Surata Pemberitahuan Retribusi Daerah (SPTRD), hasil
pemeriksaan dan informasi dari instansi yang terkait.pelaksanaan proses
penetapan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya
e. Perencanaan dan penatausahaan hasil pemeriksaan terhadap wajib pajak dan
wajiba retribusi
f. Pelaksanaan monitorig, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang pendataan dan
penetapan
g. Pelaksanaan tugas laing yang diberikan ileh Kepala Dinas sesuai dengab
tugas dan fungsinya
Bidang Pendataan dan Penetapan terdiri dari:
1) Seksi Pendataan dan Pendaftaran menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pendataan dan
Pendaftaran
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pendataan dan pendaftaran
c. Pelaksanaan pendataan objek pajak daerah/retribusi daerah dan pendapatan
daerah lainnya melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dan
d. Pelaksanaan pendaftaran wajiba pajak/wajib retribusi daerah melalui
formulir pendaftaran
e. Penyimpanan, pendistribusian, pemeberian Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah/Wajiba Retribusi Daerah serta penyimpanan surat perpajakan
lainnya yang berkaitan dengan pendatafran dan pendataan
f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai denga
tugas dan fungsinya
2) Seksi Pemeriksaan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan seksi pemeriksaan
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pemeriksaan
c. Penyusunan laporan hasil pemeriksaan dan unit pemeriksa/tim pemeriksa
d. Penatausahaan hasul pemeriksaan lapangan atas objek dan subjek pajak
e. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya.
3) Seksi Penetepan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan seksi penetapan
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penetapan
c. Penyiapan bahan dan data perhitungan penetapan pokok pajak
daerah/pokok retribusi daerah
d. Penyiapan penertiban, pendistribusian serta penyimpanan arsip surat
e. Pelaksanaan perhitungan jumlah angsuran pembayaran/penyetoran atas
permohonan wajib pajak
f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya.
4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan rencana, program dan kegiatan seksi data dan informasi
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pendataan dan informasi
c. Pengumpulan dan pengolahan data objek pajak daerah/retribusi daerah
d. Penuangan hasil pengolahan data dan informasi data ke dalam kartu data
e. Pengiriman kartu data kepada Seksi Penetapan
f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya.
4. Bidang Penagihan
Bidang penagihan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang penagihan mempunyai
tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup pembukuan, verifikasi,
penagihan, perhitungan, pertimbangan dan restitusi.
Dalam melaksanakan tugas pokok bidang penagihan menyelenggarakan
fungsi:
b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pembukuan, verifikasi, penagihan,
perhitungan, pertimbangan dan restitusi
c. Pelaksanaan pembukuan dan verifikasi atas pajak daerah, retribusi daerah
dan pendapatan daerah lainnya
d. Pelaksanaan penagihan atas tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan
pendapatan daerah lainnya
e. Pelaksanaan perhitungan restitusi dan atau pemindahbukuan atas pajak
daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya
f. Pelaksanaan telaahan dan saran pertimbangan terhaddapa kebertan wajib
pajak atas permohonan wajib pajak
g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang penagihan
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai tugas dan
fungsinya.
Bidang Penagihan terdiri dari:
a. Seksi Pembukuan dan Verifikasi, yang menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pembukuan dan
Verifikasi
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pembukuan dan verifikasi
c) Pelaksanan pembukuan dan verifikasi tentang penetapan dan penerimaan
pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daeraha lainnya
d) Pelaksanaan pembukuan dan verifikasi penerimaan dan pengeluaran benda
berharga serta pencatatan uang dari hasil pungutan benda berharga ke
e) Penyiapan bahan dan data laporan tentang realisasi penerimaan dan
tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya
f) Penyiapan bahan dan data laporan realisasi penerimaan, pengeluaran dan
sisa persediaan benda berharga secara berkala
g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya.
b. Seksi Penagihan dan Perhitungan menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Penagihan dan
Perhitungan
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penagihan dan perhitungan
c) Penyiapan bahan dan data pelaksanaan penagihan atas tunggakan
pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya
d) Penyiapan bahan dan data penerbitan dan pendistribusian dan
penyimpanan arsip surat perpajakan daerah/distribusi daerah yang
berkaitan dengan penagihan
e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
tugas
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
tugas dan fungsinya.
c. Seksi Pertimbangan dan Restitusi menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pertimbangan dan restitusi
b) Penerimaan permohonan restitusi dan pemindahbukuan dari wajib
c) Penelitian kelebihan pembayaran pajak daerah/retribusi daerah yang
dapat diberikan restitusi dan atau pemindahbukuan
d) Penyiapan syrat keputusan Kepala Dinas tentang pemberian restitusi
dan atau pemindahbukuan
e) Penerimaan surat keberatan dari wajib pajak/retribusi
f) Penelitian surat keberatan dari wajib pajak/reribusi
g) Pembuatan pertimbangan atas surat keberatan wajib pajak/retribusi
h) Penyiapan bahan dan data penerbtan surat keputusan Kepala Dinas
tentang persetujuan atau penolakan atas keberatan
g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
tugas
i) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai
tugas dan fungsinya
5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan
Bidang Bagi Hasil Pendapatan dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidanga Bagi Hasil
Pendapatan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup
bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil dan
perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Bagi Hasil Pendapatan
menyelenggarakan fungsi:
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak,
penatausahaan bagi hasil perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan
c. Pelaksanaan penatausahaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, DAU, DAK dan
lain-lain pendapatan yang sah
d. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi pemebri dari dana bagia hasil
pajak/bukan pajaka provinsi dan dana bagi ahasil pajak/bukan pajak pusat,
DAU, DAK dan lain-lain pendapatan yang sah
e. Pelaksanaan perhitungan penerimaan dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak
provinsi dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak pusat, DAU, DAK dan lain-lain
pendapatan yang sah
f. Pelaksanaan pengkajian pelaksanaan peraturan perUndang-Undangan dan
pengkajian hasil pendapatan daerah di bidang dan aperimbangan dan lain-lain
pendapatan yang sah
g. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan
fungsinya
Bidang Bagi Hasil Pendapatan terdiri dari:
a. Seksi Bagi Hasil Pendapatan menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Bagi Hasil Pajak
b) Penyususnan bahan petunjuk teknis dan kegian Seksi Bagi Hasil Pajak
c) Penerimaan dan pendistribusian Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT) dan Daftar Himpunan Pokok Pajak (DHPP)/ Daftar Himpunan
d) Pelaksanaan perhitungan penerimaan bagi hasil pajak lainnya, membantu
menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Pajak Bumi dan
Bangunan kepada wajib pajak, penerimaan kembali hasil pengisisan SPOP
dan mengirimkannya kepada Kantor Pelayanan PBB
e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya
b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bagai hasil bukan pajak
c) Pelaksanaan perhitungan dan penerimaan dan hasil pajak provinsi, dana
bagi hasil bukan pajak pusat, DAU, DAK dan lain-lain pendapatan yang
sah
d) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya
c. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Penatausahaan Bagi Hasil
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penatausahaan bagi hasil
c) Pelaksanaan panatausahaan surat-surat ketetapan Pajak Bumi dan
Bangunan
d) Pelaksanaan penatausahaan bagi hasil pajak san bukan pajak DAU, Dak
dan lain-lain pendapatan yang sah
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya
d. Seksi Peraturan PerUndang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan
menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Peraturan
PerUndang-Undangan
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup peraturan
perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan
c) Penyiapan bahan dan data pelaksanaan koordinasi dengan unit terkait
tentang pelaksanaan peraturan perUndang-Undangan dan pengkajian atas
penerimaan pendapatan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah
d) Penyiapan bahan monitoring dan evaluasi pelaksanaan peraturan
perUndang-Undangan di bidang dana perimbangan
e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya
6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah
Bidang Pengembangan Pendaoatan Daearh dipimpin oleh Kepala Bidang,
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang
Pengembangan Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian tugas Dinas Lingkup pengembangan pajak, retribusi dan pendapatan
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Pengembangan Pendapatan
Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Pengembangan
Pendapatan Daerah
b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan pajak, retribusi
dan pendapatan lain-lain
c. Pelaksanaan pengkajian potensi pajak daerah, retribusi dan pendapatan
lainnya
d. Perhitungan potensi pajak dan retribusi daerah
e. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang
pengembangan pendapatan daerah
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan
fungsinya.
Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari:
a. Seksi Pengembangan Daearah terdiri dari:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan pajak
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan pajak
c) Penyiapan bahan dan data penyusunan rencana potensi pendapatan
daerah di bidang pajak daerah
d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengembangan potensi pajak
daerah
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas
dan fungsinya
b. Seksi Pengembangan Retribusi menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan Retribusi
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan retribusi
c) Penyiapan bahan dan data penyusunan rencana potensi pendapatan daerah
di bidanga retribusi daerah
d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengembangan potensi retribusi
daerah
e) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang
pengembangan pendapatan daerah
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan
fungsinya
c. Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-Lain menyelenggarakan fungsi:
a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan
Pendapatan Lain-Lain
b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup Pengembangan Pendapatan
Lain-Lain
c) Penyiapan bahan dan data penyususunan rencana potensi pendapatan
daerah di bidang pendapatan lain-lain
d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengemebnagan potensi
3.4 Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Medan
1. Visi : “Mewujudkan Masyarakat Kota Medan Taat Pajak dan Retribusi"
2. Misi :
a. Meningkatkan pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Medan.
b. Memberdayakan SDM Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota
Medan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan diluar Dinas
aktif meningkatkan kebersihan Kota Medan.
c. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat/Wajib Pajak
Daerah dan Wajib Retribusi Daerah.
d. Mengintensifkan Pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
e. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja pengelola
PAD lainnya.
f. Mencari terobosan dalam menggali sumber-sumber PAD yang baru di
luar PAD yang sudah ada.
3.5 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Kota Medan
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2009 khusus untuk Dinas
Pendapatan Kota Medan telah ditetapkan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas
Pendapatan Kota Medan beserta Struktur Organisasi melalui Surat Keputusan
Walikota No. 1 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan
Daerah Kota Medan.
Adapun struktur organisasi Dinas Pendapatan Kota Medan adalah sebagai
berikut:
2. Sekretariat terdiri dari:
a. Sub Bagian Umum
b. Sub Bagian Keuangan
c. Sub Bagian Penyusunan Program
3. Bidang Pendataan dan Penetapan terdiri dari:
a. Seksi Pendataan dan Pendaftaran
b. Seksi Pemeriksaan
c. Seksi Penetapan
d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
4. Bidang Penagihan terdiri dari:
a. Seksi Pembukuan dan Verifikasi
b. Seksi Penagihan dan Perhitungan
c. Seksi Pertimbangan dan Restitusi
5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan terdiri dari:
a. Seksi Bagi Hasil Pajak
b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak
c. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil
d. Seksi Peraturan PerUndang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan
6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari:
a. Seksi Pengembangan Pajak
b. Seksi Pengembangan Retribusi
c. Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-Lain
7. Unit Pelaksana Teknis (UPT)
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini penulis akan menyajikan data-data hasil penelitian yang
diperoleh melalui wawancara dan dianalisis sesuai dengan kelompok masalah
yang dikaji peneliti dari indikator-indikator yang digunakan. Dari hasil temuan
peneliti di lapangan, maka peneliti akan menyajikan analisis data yang sudah
terkumpul. Penelitian memerlukan analisis adalah untuk mengatur, mengurutkan
dan mengelompokkan data-data atau informasi yang telah didapatkan selama
penelitian di lapangan sehingga diperoleh temuan, baik temuan formal maupun
temuan substansif yang dapat menjawab fokus atau masalah penelitian. Sehingga
nantinya akan menghasilkan kesimpulan tentang Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan.
4.1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak
Parkir di Kota Medan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan merupakan
kebijakan yang memiliki pola top downer karena pada hakekatnya Peraturan
Daerah ini merupakan Kebijakan yang berpola pada pelaksanaan yang dilakukan
oleh pemerintah untuk rakyat atau publik dan partisipasi yang ada berbentuk
mobilisasi. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak
Parkir di Kota Medan ini dapat dilihat dari model implementasi Van Meter Dan
4.1.1 Standar Dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan merupakan sesuatu yang harus diterapkan
dalam setiap proses implementasi sebuah kebijakan. Standar dan sasaran
kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Standar dan
sasaran kebijakan tersebut juga harus dipahami dengan baik oleh para pelaksana
kebijakan (implementors), sebab kejelasan standar dan sasaran kebijakan publik
dapat pula memberikan kejelasan bagi agen pelaksana dalam proses pelaksanaan
kebijakan publik. Untuk itu, perlu pemahaman yang baik tentang maksud umum
atas ukuran dan tujuan kebijakan oleh para implementor kebijakan agar tidak
terjadi kesalahan interpretasi yang menimbulkan kegagalan.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kejelasan standar
dan sasaran dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di
Kota Medan sama dengan Peraturan Daerah lainnya yang berkenaan dengan Pajak
Daerah. Dalam hal ini tujuan serta sasaran Pajak Daerah tersebut sudah tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dinyatakan
bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan
daerah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pembangunan Kota dan
meningkatkan kemandirian daerah. Dengan demikian, Pajak Parkir, sebagai salah
satu bagian dari Pajak Daerah, juga memiliki tujuan dan sasaran membiayai
pemerintahan daerah yang dalam hal ini adalah pemerintahan Kota Medan,
Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir ini juga bertujuan untuk memenuhi
Anggaran Daerah melalui pemungutan pajak parkir di Kota Medan.
Dalam hal ini, Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan mewujudkan
sasaran tersebut dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Medan melalui peningkatan target penerimaan pajak parkir. Dinas Pendapatan
Kota Medan berupaya meningkatkan pendaftaran oleh para pihak penyelenggara
parkir, yang nantinya akan mempengaruhi tingkat pemasukan pajak parkir
dengan sanksi tidak memberi izin mendirikan usaha melalui Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu (BPPT) jika tidak mendaftar. Hal ini menyababkan wajib pajak
sebagai pemilik usaha harus mendaftar terlebih dahulu jika ingin membuka usaha.
Namun, dikarenakan sistem perhitungan pajak yang self assessment, kesadaran
wajib pajak untuk membayar pajaknya, sangatlah mempengaruhi terjadinya
peningkatan penerimaan pajak parkir ini.
Pada target dan realisasi penerimaan pajak parkir dari tahun 2008 sampai
2014, target penerimaan pajak parkir selalu ditingkatkan di tiap tahunnya, namun
pada realisasinya mengalami penurunan tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa, target atau sasaran dari kebijakan pajak parkir tersebut belum dapat
diwujudkan, sebab tidak terjadi peningkatan penerimaan pajak parkir ditiap
tahunnya dan masih banyak wajib pajak yang melakukan penunggakan
pembayaran pajak parkir.
Selain Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, informan juga
menambahkan bahwa ada Peraturan Walikota Nomor 57 Tahun 2011 tentang
Pajak Parkir. Melalui Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perda Nomor 10 Tahun 2011
tersebut, Dispenda yang dalam hal ini bagian Penagihan dan Perhitungan
memiliki kejelasan dalam melaksanakan Perda Nomor 10 Tahun 2011 tersebut.
4.1.2 Sumber Daya
Disamping standar dan sasaran implementasi peraturan daerah, yang perlu
mendapat perhatian dalam proses implementasi adalah masalah sumber daya.
Karena sumber daya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan
merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Tak terkecuali dengan dana yang
dibutuhkan, peralatan yang akan digunakan selama proses implemetasi hingga
sumber daya manusia yang tergolong mampu dan cakap dalam melaksanakan
tugas serta tanggungjawabnya.
Ketersediaan sumber daya manusia dalam pengimplementasian Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan merupakan
hal yang sangat penting. Meskipun demikian perlu juga diketahui bahwa jumlah
manusia (pegawai) tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi suatu
kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah pegawai yang banyak tidak secara
otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Ini juga dipengaruhi oleh
kemampuan yang dimiliki oleh pegawai, namun di sisi lain kurangnya pegawai
juga akan menimbulkan persoalan menyangkut implementasi kebijakan yang
efektif. Artinya kebutuhan akan sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu
kebijakan harus terpenuhi secara kualitas dan kuantitasnya.
Melalui hasil wawancara, Kepala Pengembangan yang membawahi
parkir sudah cukup memadai. Jika dilihat dari segi kualitas, juga sudah cukup
memdai, sebab tidak terlihat kesulitan dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Namun, Dispenda masih berupaya meningkatkan kemampuan pegawai dengan
melakukan pelatihan pemeriksaan pajak yang dipandu oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan saat ini sedang mengajukan
permohonan ke DPRD untuk melakukan pelatihan ke Surabaya. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam pengimplementasian kebijakan pajak parkir ini,
Bidang Penagihan tidak mengalami kesulitan baik dari segi jumlah maupun
kualitas.
Sama halnya dengan sumber daya manusianya, sumber daya non
manusianya yaitu berupa sarana dan prasarananya juga sudah cukup memadai,
terlihat dari fasilitas komputer yang sudah merata, kendaraan juga tersedia untuk
melakukan penagihan tunggakan, pemeriksaan dan aktifitas lainnya yang
membutuhkan perjalanan ke lapangan langsung. Hanya saja, sistem pajak parkir
saat ini di Kota Medan masih manual, untuk itulah Dispenda mengajukan izin
pelatihan ke Surabaya, untuk studi banding tentang sistemnya yang sudah online.
Dan untuk sumber dana sendiri sudah jelas, sebab berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam menjalankan Perda Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 ini,
informan dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan menyatakan
telah memiliki sumber daya yang cukup dan tepat. Menurut informan, jumlah
pegawai sudah memadai dan cukup untuk menjalankan Perda ini, serta pegawai
yang ditempatkan pada Bagian Penagihan sudah sesuai dengan keahlian dan
Dispenda melaksanakan pelatihan pemeriksaan pajak yang dipandu oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari segi fasilitas, yaitu
sarana dan prasana dalam menjalankan Perda ini, menurut informan juga sudah
memadai sebab tidak menyulitkan para pegawai dalam pemungutan pajak parkir
atau kegiatan lainnya, seperti salah satunya adalah kendaraan yang digunakan
untuk melakukan penagihan tunggakan, pemerikasaan dan aktifitas lain ke
lapangan. Selain itu, disediakan juga Tim Pemeriksaan dan Tunggakan serta Tim
Terpadu untuk melakukan pemeriksaan langsung. Dan untuk sumber dana
pelaksanaan Perda Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 ini, diambil dari Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD), seperti yang ditetapkan dalam Peraturan
Walikota N0. 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.
4.1.3 Komunikasi
Van Meter dan Van Horn mengatakan bahwa komunikasi yang baik pada
setiap implementor dalam pelaksanaan sebuah kebijakan publik sangat
berpengaruh terhadap hasil pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Para
implementor kebijakan harus memperoleh informasi melalui pengkomunikasian
secara konsisten dan seragam. Hal ini bertujuan untuk memberi pemahaman bagi
para implementor tentang tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebelum sebuah kebijakan diimplementasikan, pelaksanaan kebijakan
harus menyadari bahwa suatu keputusan yang telah dibuat dan perintah untuk
wewenang masing-masing. Komunikasi merupakan proses penyampaian
informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi yang telah
dilakukan apakah koordinasi horizontal, vertikal.
Melalui wawancara, penulis mendapati bahwa komunikasi dan koordinasi
internal yang terjalin di Dinas Pendapatan Daerah Medan khususnya pada Bagian
Penagihan sudah berjalan baik. Hal ini terlihat dari adanya pembagian tugas yaitu
pembagian Tim yang jelas, seperti Tim Verifikasi dan Tim Tunggakan, sehingga
setiap pegawai tentunya sudah mengetahui arah komunikasi dan koordinasi yang
seharusnya untuk melaksanakan tugas dalam hal menjalankan Perda tersebut.
Selanjutnya, untuk komunikasi pihak Dispenda, yang dalam hal ini Bagian
Penagihan, dengan pihak eksternal atau instansi terkait lainnya berjalan seperti
standar dan prosedur yang berlaku. Misalnya saja dengan pihak penyelenggara
parkir, komunikasi terjadi ketika sosialisasi tentang Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 ini dengan memberikan pengarahan tentang perhitungan pajak parkir,
memberikan majalah atau cendramata untuk kegiatan sosialisasinya. Bentuk lain
komunikasi dengan pihak penyelenggara parkir atau wajib pajak adalah dengan
melakukan pemeriksaan dan pengawasan perhitungan pajak parkir oleh Tim yang
tersedia. Hal ini dikarenakan perhitungan pajak parkir menggunakan sistem self
assessment, yaitu wajib pajak sendirilah yang menghitung dan melaporkan
pajaknya, untuk itu dilakukan pemeriksaan untuk melihat kesuaian perhitungan
yang dilakukan wajib pajak dengan yang sebenarnya. Jika ditemukan
ketidaksesuaian maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administratif. Adapun
proses pemerikasaan itu adalah proses pemeriksaan yang terdiri dari Pemeriksaan
kenyataannya, dan Pengawasan Menghitung Potensi yaitu potensi pajak parkir
dilihat dari jenis usaha yang dilakukan oleh pihak penyelenggara parkir.
Kemudian Tim yang tersedia adalah seperti Tim Verfikasi yang kadang kala
melakukan kerjasama dengan BPKP, dan Tim Tunggakan Pajak Daerah yang
diturunkan sekali dalam satu tahun.
Salah satu komunikasi yang baik antara pelaksana dengan pihak yang
terkait dengan pelaksanaan Perda ini adalah dengan sosialisasi yang baik pula
mengenai Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini. Hal ini bertujuan agar
pihak yang terkait, yaitu pihak penyelenggara jasa parkir mengetahui dan
memahami peraturan tersebut, sehingga dapat dilaksanakan dilapangan sesuai
dengan peraturan yang ada. Dalam hal ini, Dinas Pendapatan Kota Medan juga
melakukan sosialisasi tersebut dengan mengikutsertakan para penyelenggara
parkir dalam rapat yang dilaksanakan pada Maret 2013 lalu di Sun Plaza, serta
juga turut memberikan pengarahan tentang prosedur pemabayaran pajak parkir.
4.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana
Karakteristik Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma,
dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut
akan mempengaruhi proses perumusan suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn
menyatakan bahwa selain kejelasan standar dan tujuan kebijakan, kesiapan
sumber daya dan komunikasi yang baik antara para agen pelaksana kebijakan,
karakteristik agen pelaksana juga menjadi hal yang sangat berperan dalam
menentukan berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan publik. Untuk
para agen pelaksana kebijakan tersebut. Karakteristik tersebut mencakup struktur
birokrasi, norma-norma dan SOP (Standard Operating Procedures).
Struktur organisasi Bidang Penagihan tidak dijelaskan secara rinci ketika
wawancara berlangsung dengan Kepala Seksi Bidang Penagihan dan Perhitungan,
sementara pembagian tugas dan wewenang, informan menyatakan bahwa sudah
ditetapkan dalam Peraturan Walikota Nomor 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir. Selanjutnya, nilai-nilai yang diterapkan oleh pelaksana adalah dengan
selalu mengikuti peraturan, pembagian tugas serta prosedur yang ada, tidak ada
nilai-nilai khusus dalam melaksanakan tugas. Proses pelaksanaan pemungutan
pajak sendiri tidak mengalami gangguan dari pihak internal, sebab Bidang
Penagihan hanya menerima dari wajib pajak langsung untuk pembayaran pajak,
hanya saja wajib pajak yang sering tidak taat dalam membayar pajak.
4.1.5 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi perumusan kebijakan,
karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat
opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung
perumusan kebijakan. Sama halnya dengan keberhasilan atau kegagalan
implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir di Medan dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi dan politik Kota
Melalui wawancara, peneliti mendapati bahwa keadaan sosial ekonomi
masyarakat kota Medan cukup mempengaruhi proses implementasi kebijakan ini.
Hal ini dikarena Kota Medan yang memiliki pusat-pusat perbelanjaan dan
perhotelan sebagai tujuan pemberhentian masyarakat, sehingga masyarakat yang
memiliki kendaraan akan menggunakan jasa parkir yang tersedia dan aktifitas
parkir pun terjadi. Kondisi tersebut mempengaruhi jumlah pajak parkir yang akan
disetor oleh penyelenggara parkir ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.
Selain itu, para penyelenggara parkir sebagai wajib pajak juga memiliki pengaruh
pada implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini, yaitu kondisi
usaha yang dijalankan oleh pihak penyelenggara parkir tersebut yang akan banyak
mempengaruhi jumlah pajak parkir itu sendiri, sebab besarnya keuntungan wajib
pajak dalam usahanya dapat mempengaruhi jumlah pajak parkir yang disetor. Hal
ini selaras dengan penyataan informan, yang menyatakan bahwa salah satu
restoran yang bangkrut dan tidak mampu membayarkan pajak parkirnya, yaitu
Restoran Papa Ron’s yang mengalami kerugian hingga bangkrut. Keadaan
perekonomian wajib pajak seperti ini tentu mempengaruhi penerimaan pajak
parkir dan pencapaian sasaran atau target kebijakan pajak parkir.
Kesadaran dan kemauan wajib pajak membayar pajak juga merupakan
kondisi yang penting dalam melaksanakan Perda tersebut. Namun, berdasarkan
wawancara, peneliti mendapati bahwa banyaknya wajib pajak yang tidak lagi
menggunakan ketentuan tarif parkir yang berlaku dalam Peraturan Daerah Nomor
10 Tahun 2011. Wajib pajak menentukan tarif parkir di lapangan dengan
ketentuan mereka sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya penolakan wajib pajak
penyelenggara parkir terlalu kecil dan memberatkan wajib pajak untuk melakukan
penyetoran. Penolakan tersebut ditanggapi oleh Dispenda dengan mengajukan
peninjauan kembali terhadap tarif parkir kepada DPRD Kota Medan, agar
ditingkatkan dan disesuaikan dengan yang sudah dijalankan di lapangan oleh
penyelenggara parkir.
4.1.6 Disposisi Implementor
Disposisi merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki oleh
pelaksana kebijakan. Kecenderungan yang dimaksud disini adalah watak dan
karakteristik implementor seperti kejujuran, keikhlasan, komitmen, tanggung
jawab, netral atau tidak pilih kasih dan demokratis. Selain itu disposisi
implementor juga meliputi pemahaman para pelaksana kebijakan terhadap
kebijakan yang mereka jalankan. Kecenderungan-kecenderungan implementor
bisa menjadi penghambat, tetapi apabila implementor memiliki disposisi yang
baik, maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan.
Kecakapan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) ini saja tidak mencukupi,
diperlukan kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan Peraturan Daerah
tersebut. Respon dari para agen pelaksana terhadap Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir cenderung positif dan menerima
diterapkannya Perda tersebut, dengan alasan guna meningkatkan penerimaan
pajak parkir. Sebagai pelaksana Perda ini, Bidang Penagihan sebagai pelaksana
sudah memahami isi dari kebijakan tersebut. Hal ini diakui oleh Kepala Bidang
sudah tertuang dalam tugas yang diberikan terhadap bagiannya masing-masing,
serta penjelasan tentang pajak parkir, wajib pajak/pihak ketiga/penyelenggara
parkir, subjek pajak parkir, tarif parkir, tata cara pemungutan dan lainnya yang
terkait dengan proses pembayaran pajak yang dijelaskan didalam Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tersebut sudah merupakan tugas sehari-hari yang
dijalankan oleh pegawai di Bidang Penagihan, sehingga setiap pegawai (sebagai
pelaksana Perda) sudah tentu memahami Perda tersebut, dan lebih lengkapnya
lagi ditulisakan dalam Perwal Nomor 57 Tahun 2011 sebagai petunjuk teknisnya.
Kemauan menjalankan kebijakan ini juga ditunjukkan pelaksana dengan upaya
mencapai target penerimaan pajak parkir tiap tahunnya dengan meningkatkan
pendaftaran wajib pajak. Hanya saja, dengan menilhat respon wajib pajak
terhadap Peraturan Daerah ini terutama dari tarif parkirnya, Perda ini perlu
ditinjau kembali oleh DPRD agar sesuai dengan tarif yang berlaku di lapangan.
Sehingga sasaran atau tujuan dari pajak parkir ini sendiri dapat tercapai.
4.3 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011
Implementasi sebuah kebijakan tentu memiliki faktor pendukung dan
penghambat yang mempengaruhi proses implementasi itu sendiri baik secara
langsung maupun tidak langsung. Begitu juga dengan implementasi Pertauran
Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yang memiliki kendala atau
hambatan serta faktor-faktor yang mendukung terlaksananya kebijakan ini.
Melalui hasil wawanacara, peneliti menganalisis bahwa Dispenda sebagai
pelaksana Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini tidak memiliki kendala
daya manusianya tidak menjadi penghambat terlanksananya kebijakan ini. Salah
satu yang perlu ditingkatkan, namun tidak menjadi kendala adalah sistem yang
masih manual, agar dijadikan online, sehingga kecil kemungkinan terjadi
kesalahan dalam perhitungan.
Faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 ini, cenderung terjadi dari eksternal pelaksana kebijakan ini. Hal ini
dapat dilihat dari minimnya kesadaran serta kemauan wajib pajak untuk
membayar pajak, serta kesalahan yang sering terjadi dalam perhitungan pajak
parkir yang tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Namun, kondisi tersebut
terjadi akibat terlalu rendahnya tarif parkir yang berlaku di Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir, sehingga wajib pajak mengalami
BAB V PENUTUP
1.1Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Dinas Pendapatan
Kota Medan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak
Parkir di Kota Medan di Dinas Pendapatan Kota Medan masih
memerlukan sumber daya non manusia yang lebih baik, komunikasi serta
sosialisasi yang baik dengan pihak ketiga, karakteristik agen pelaksana
yang baik, kondisi sosial,ekonomi dan politik yang mendukung, dan
respon yang positif dari para implementor.
2. Ketentuan tarif parkir yang berlaku pada Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Pajak Parkir masih belum sesuai dengan tarif yang
ada di lapangan.
3. Terdapat kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yaitu wajib pajak yang masih sering
menunggak pembayaran pajak serta belum adanya kesadaran wajib pajak
untuk mendaftarkan usaha parkirnya.
1.2Saran
Saran yang diberi peneliti atas Implementasi Peraturan Daerah
1. Diperlukan sosialisasi atau komunikasi yang lebih intens lagi dengan
wajib pajak agar wajib pajak lebih mengetahui Peraturan Daerah Nomor
10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir ini, serta lebih memiliki kesadaran
dalam pembayaran pajak parkir.
2. Perlunya menyesuaikan ketentuan tarif parkir dengan yang ada
dilapangan, untuk itu, diperlukan pemeriksaan dan sanksi yang ketat untuk
peningkatan tarif parkir sendiri oleh wajib pajak.
3. Sanksi berat untuk penunggakan seperti denda tinggi, tidak hanya sekedar
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap
masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitan dilakukan atau
bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang
diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan rasional yang akurat.39
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membahas generalisasi dari
hasil penelitiannya.Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya
populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang
akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan.
Berdasarkan pemahaman tersebut, penelitian ini menggambarkan
fakta-fakta dan menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan pajak parkir sebagai
sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Medan.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Kota Medan yang terletak
di Jalan Jenderal Abdul Haris Nasution No. 32 Medan.
2.3 Informan Penelitian
40
Dalam informasi ini, penulis menggunakan informan kunci (key informan)
dan informan utama. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, sedangkan
informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang
sedang diteliti.41
1. Informan kunci adalah Kepala Bidang Pengembangan Dinas Pendapatan
Kota Medan.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menggunakan informan penelitian
sebagai berikut:
2. Informan utama adalah Kepala Seksi Penagihan dan Perhitungan Dinas
Pendapatan Kota Medan.
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data atau keterangan yang diperlukan, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Metode pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan metode wawancara. Metode wawancara
merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau
keterangan lisan dari responden melalui suatu peercakapan yang sistematis
dan terorganisasi. Karena itu, wawancara merupakan percakapan yang
berlangsung secara sistematis dan teorganisasi yang dilakukan oleh
peneliti sebagai pewawancara dengan sejumlah orang sebagai responden
untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.42
2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu pengumpulan data yang
dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk
mendukung data-data primer, yang dilakukan dengan instrumen:
a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan atau foto-foto dan rekaman video yang ada di lokasi penelitian
serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
b. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah dan lainnya
yang berkenaan dengan penelitian ini.
2.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh
dilapangan dari para informan kunci (key informan). Teknik analisis data ini
didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan
informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan
muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan
kemudian dapat menarik kesimpulan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman,
tertib, sejahtera dan berkeadilan. Intinya adalah kesejahteraan masyarakat
Indonesia secara keseluruhan dengan merata dan tidak hanya terealisasi di
sebagian daerah saja. Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa itu, Pemerintah
menjalankan fungsi pemerintahan, sehingga proses menuju tujuan NKRI tersebut
berjalan. Namun, mewujudkan masyarakat adil dan makmur di Indonesia sebagai
salah satu negara yang besar, luas serta memiliki penduduk yang besar,
merupakan sebuah tantangan bangsa ini sehingga kesejahteraan yang adil tersebut
benar-benar terjadi.
Salah satu jawaban untuk mencapai keadilan masayarakat Indonesia dalam
hal kemakmuran adalah otonomi daerah. Otonomi daerah dalam Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, Indonesia menerapkan sistem sentralisasi yang membuat segala
urusan pusat dan daerah diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah dalam
mengurus daerahnya masih harus bergantung dari pemerintah pusat untuk semua
dan makmur. Sebab, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar, dengan
masyarakat yang juga dengan jumlah besar dan heterogen (dengan budaya dan
adat istiadat yang berbeda-beda). Pemerintah pusat tentu sulit mengatur setiap
provinsi, kota/kabupaten bahkan sampai ke desa-desa. Sehingga tidak semua
masyarakat dapat terjangkau dan tidak semua daerah menerima pembangunan.
Selain itu, kebutuhan setiap daerah berbeda-beda, sehingga dalam hal ini
pemerintah daerahlah yang akan lebih mengetahui kebutuhan masyarakat di
daerah tersebut. Oleh sebab itu, otonomi daerah merupakan salah satu solusi yang
tepat untuk menciptakan pemerataan pembangunan daerah serta mewujudkan
keadilan sosial.
Lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menyebabkan perubahan
mendasar dalam pengaturan hubungan pusat dan daerah khususnya dalam bidang
administrasi pemerintah maupun dalam hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini merupakan wujud nyata dari langkah
pengalokasian kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan
serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin
keselarasan pembangunan antar daerah tanpa mengurangi kewenangan yang
diberikan.
Penerapan Otonomi Daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah
daerah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya demi pembangunan daerahnya
masing-masing. Otonomi Daerah juga diharapkan mampu mendorong perbaikan
wewenang kepada daerah otonom, menyebabkan daerah tidak dapat sepenuhnya
menggantungkan diri pada pasokan dana dari pemerintah pusat, sebaliknya daerah
di dorong untuk lebih mandiri dalam membiayai pembangunannya. Otonomi
daerah juga diharapkan mampu mendorong pemerintahan daerah untuk
meningkatkan daya saing daerah dalam meningkatkan pembangunan
perekonomian di daerah. Dengan diberikannya kewenangan yang lebih besar
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah dapat
lebih mendekatkan pelayanannya kepada masyarakat, serta memudahkan
masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan
yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi.
Sejalan dengan kewenangan melalui otonomi daerah tersebut, Pemerintah
Daerah diharapkan mampu menggali dan mengelolah sumber-sumber pendapatan
daerah khususnya untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah,
kesejahteraan masyarakat di daerah dan pembangunan di daerahnya dengan lebih
mengoptimalkan potensi-potensi daerah yang dimiliki, termasuk melalui
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 antara lain : a) pajak daerah; b)
retribusi daerah; c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain PAD yang sah. Sumber pendapatan tersebut merupakan potensi yang
benar-benar berasal dari daerah masing-masing dan digunakan untuk keberlangsungan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah tersebut. Selain Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah
sumbernya yang beragam tergantung potensi yang ada di setiap daerahnya
masing-masing. Semakin banyak potensi daerah yang dapat dimanfaatkan atau
dikelola sebagai sumber pendapatan daerah itu, maka semakin besar pula
pemasukan daerahnya sehingga pembangunan daerah pun meningkat. Namun,
dari sekian banyak sumber pemasukan PAD, terbukti hingga saat ini sebagian
besar masih berasal dari sektor pajak dan retribusi daerah. Sehingga optimalisasi
pengelolahan pajak dan retribusi haruslah ditingkatkan.
Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), perlu diakui
bahwa pajak cukup penting dan berpengaruh terhadap PAD itu sendiri, selain
retribusi daerah. Pendapatan malalui pajak yang merupakan salah satu sumber
pemasukan yang besar ini, bukan saja berdampak di daerah namun juga untuk
pendapatan nasional sendiri. Pemerintah daerah dalam hal ini, memanfaatkan
potensi alam daerahnya atau potensi lain untuk dijadikan sumber pajak melalui
pengguna jasa potensi daerah tersebut, sehingga dapat memberikan peningkatan
hasil PAD daerah tersebut. Dalam Undang-UndangNomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah ditetapkan bahwa sumber pajak
kabupaten/kota terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar
kendaraan bermotor, pajak aor permukaan, pajak rokok, pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral
bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet,
pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas
tanah dan bangunan.
Salah satu perolehan PAD yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah
badan jalan oleh orang pribadi atau badan. Berbeda dengan Retribusi Parkir yang
dikenakan kepada pemakai jika memanfaatkan sebagian dari badan jalan yang
merupakan fasilitas milik Negara, Pajak Parkir dikenakan terhadap pemilik
perorangan atau badan swasta yang memiliki lahan parkir diluar tanah milik
Negara. Meskipun pendapatan melalui pajak parkir tidaklah sebesar pajak reklame
dan pajak kendaraan bermotor, namun pajak parkir tetap memiliki kontribusi pada
PAD yang sebenarnya perlu dipertimbangkan.
Pajak parkir di Kota Medan sendiri tidak menjadi sumber terbesar untuk
Pendapatan Asli Daerah Kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu kota
metropolitan yang terbesar di Pulau Sumatera dengan luas 26.510 hektar atau
setara dengan 265,10 km² serta jumlah penduduk sebesar 2.121.053 jiwa pada
tahun 2009.1
Dalam rangka penertiban dan peningkatan pendapatan daerah kota Medan
terutama dari pajak daerah, maka kepala daerah dalam hal ini Walikota bersama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Medan menetapkan Medan memiliki tempat yang strategis sebab berada pada jalur
pelayaran Selat Malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang
kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui Selat Malaka. Selain
itu, Medan juga berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan juga beberapa
daerah kaya sumber daya alam, mempengaruhi kemampuan Medan dalam hal
ekonomi sehingga memiliki hubungan kerjasama yang saling memperkuat dengan
daerah sekitarnya. Dengan kondisi seperti itu, banyak kegiatan ekonomi yang
berlangsung dan masyarakat dari daerah lain yang datang untuk berdagang dan
bekerja di Kota Medan, hal ini didukung dengan banyaknya pusat-pusat
perbelanjaan, perhotelan dan restoran di Kota Medan.
Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun
2011. Peraturan daerah tersebut sudah barang tentu tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan
perUndang-Undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini Perda Nomor 10 Tahun 2011 merujuk
pada Undang-UndnagNomor 28 Tahun 2009. Namun, dalam pelaksanaan Perda
ini tersbut terdapat permasalahan seperti masih adanya pusat perbelanjaan dan
perhotelan yang belum menjalankan Perda pajak parkir tersebut, serta penolakan
terhadap diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini.2
1.2Perumusan Masalah
Ketidaksesuaian yang terjadi antara Perda ini dengan yang terjadi di
lapangan menimbulkan ketertarikan penulis dalam memilih penelitian terkait
pajak parkir dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun
2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan”.
Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini
memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan
diteliti. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah: “Bagaimana
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan?”
1.3Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan
merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian, serta menunjukkan kualitas
dari penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas,
maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi
dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang
Pajak Parkir di Kota Medan.
1.4Manfaat Penelitian
Suatu penelitian tentunya diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Subjektif
Sebagai suatu proses untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya
tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang diperoleh dari Ilmu
Administrasi Negara.
2. Manfaat Praktis
Sebagai upaya untuk memperkaya hasil penelitian tentang dunia pajak
khususnya yang berhubungan dengan kontribusi pajak parkir terhadap
pendapatan daerah di Kota Medan, sehingga di harapkan penelitian ini
sebagai masukan bagi Pemerintah daerah setempat tertutama dalam
pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang guna meningkatkan
pendapatan daerah melalui pajak parkir dan sebagai tolak ukur dalam
menilai peran pajak parkir dalam menunjang pendapatan daerah.
3. Manfaat Akademis
Sebagai refrensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara
dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik di dalam bidang ini.
1.5Kerangka Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau
memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat
membantu.Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok
pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Menurut
Kerlinger (dalam Singarimbun), teori merupakan serangkaian asumsi, konsep,
konstrak, defenisi, dan proporsisi unutk menerangkan suatu fenomena sosial
secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.3
1.5.1 Kebijakan Publik
Adapun yang
menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:
1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani
“polis” berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi
“politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie”
yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah atau administrasi
pemerintahan.4
Ada banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti dari
kebijakan. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Definisi kebijakan
publik dari Thomas R. Dye ini mengandung makna bahwa: a) kebijakan publik
tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; b) kebijakan
publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan
pemerintah.
Artinya kebijakan (policy) tersebut dilakukan untuk
menyelesaikan masalah yang ada atau menjadi solusi dari suatu masalah.
5
James E. Anderson (1975) memberikan definisi kebijakan publik sebagai
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah 1) kebijakan publik selalu
mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi
pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3)
kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah,
jadi bukan merupakan apa yang dimaksudkan untuk dilakukan; kebijakan publik
yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah
mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti Kebijakan menurut Dye tersebut mengandung makna yang luas,
sebab Dye juga mengartikan bahwa pemerintah yang memilih tidak melakukan
sesuatu adalah merupakan kebijakan pemerintah. Sehingga, ketika ada
permasalahan yang tidak mendapat solusi atau keputusan untuk
menyelesaikannya, juga sudah diartikan sebagai suatu kebijakan.
merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan
pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan
perUndang-Undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.6 Definisi dari
Anderson ini memiliki kemiripan dengan Dye, namun Anderson menambahkan
bahwa pilihan pemerintah tersebut memiliki tujuan. Hal ini juga didukung oleh
Hugh Helgo yang menyebutkan bahwa kebijakan sebagai suatu tindakan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu.7
1. Goals atau tujuan yang diinginkan
Defenisi Helgo ini selanjutnya diuraikan oleh Charles O. Jones (1977)
dalam kaitannya dengan beberapa isi kebijakan publik yang terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:
2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai
tujuan
3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan
4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk
menentukan tujuan , membuat rencana, melaksanakan dan
mengevaluasi program
5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak,
primer atau skunder).8
Hogwood dan Gunn menjelaskan definisi kebijakan dengan sepuluh istilah
kebijakan dalam pengertian modern yaitu:
1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktifitas
2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas negara yang diharapkan
6 Hessel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi.Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI, hal. 2 7 Said Zainal Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah., hal 21