• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Pasca Persalinan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Pasca Persalinan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU PASCA PERSALINAN NORMAL DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS JEUMPA, GANDAPURA DAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh NURDAHLIANA

117032198/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU PASCA PERSALINAN NORMAL DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS JEUMPA, GANDAPURA, DAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh Nurdahliana

117032198

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU PASCA PERSALINAN NORMAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JEUMPA, GANDAPURA, DAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN NamaMahasiswa : Nurdahliana

NomorIndukMahasiswa : 117032198

Program Studi : S2 IlmuKesehatanMasyarakat MinatStudi : KesehatanReproduksi

Menyetujui KomisiPembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (dr. YusniwartiYusad, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(5)

PERNYATAAN

FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU PASCA PERSALINAN NORMAL DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS JEUMPA, GANDAPURA, DAN KUTA BLANG KABUPATEN BIREUEN

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2013

(6)

ABSTRAK

Luka perineum didefinisikan adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2011, terdapat ibu nifas sebanyak 7.466 orang, dan taksiran yang mengalami robekan perineum sebanyak 1.864 orang.

Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh faktor umur, kebersihan, budaya, dan dukungan keluarga terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan normal. Jenis penelitian explanatory survey, desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu pasca persalinan normal 10-14 hari di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen, dan sampel berjumlah 44 orang.Analisa data secara univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan kebersihan nilai Exp (B)=27,741, maka ibu nifas yang mengalami luka perineum dengan kebersihan baik mempunyai peluang sembuh lukanya 27,741 kali lebih baik, bila dibandingkan dengan ibu nifas yang kebersihan kurang baik; dan dukungan keluarga nilai Exp (B)=31,212, maka ibu nifas yang mengalami luka perineum dengan dukungan baik mempunyai peluang sembuh lukanya 31,212 kali lebih baik,bila dibandingkan dengan ibu nifas yang dukungan keluarga kurang baik.

Bidan diharapkan lebih aktif memberi penyuluhan pada ibu-ibu post partum tentang pentingnya menjaga kebersihan luka pada jalan lahir, dan mengajurkan keikutsertaan suami/keluarga membantu ibu nifas dalam proses penyembuhan luka perineum.

(7)

ABSTRACT

Perineal injuries defined as a rupture in the birth canal or because of episiotomi in delevery process. The Health Profile Bireuendistrict in 2011, there were 7,466 puerperal women, which estimated 1,864 perineal rupture .

The aim of the research was to determine the influenced factors; age, hygien , culture, and family support to heal of perineal injury in mother normal postpartum. The kind of the research was explanatory survey with cross-sectional design. The population was normal mothers in postpartum (10-14 days) location at the primary

health center Jeumpa, Gandapura, and Kuta Blang in Bireuen district, and the Samples are 44 mothers. Analysis data using univariate, bivariate, and

multivariate.

The results of the study showed that hygiene with the value Exp (B) = 27.741, then postpartum mother perineal injuries with good hygiene opportunities have healed the injury 27.741 more good times, when compared with postpartum mother who are poor hygiene, and poor family support with value Exp (B) = 31.212, then postpartum mothers perineal injuries with good support opportunities have healed the injury 31.212 more good times, when compared with postpartum mother who are poor family support.

Midwives should provide education more actively for mothers in postpartum about the importance of keeping injury in the birth canal, and the participation of her husband and family to help new mothers in the injury healing process.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Pasca Persalinan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Darma, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr.Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing, dan dr. Yusniwarti Yusad, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

(9)

5. Dosen beserta Staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen beserta seluruh jajarannya.

7. Kepala Puskesmas Jeumpa, Kuta Blang, dan Gandapuradi wilayah Kabupaten Bireuen.

8. Petugas Kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta BlangKabupaten Bireuen.

9. Seluruh keluarga tercinta, terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, suami dan ananda tersayang(Cut Salsabila Aisyah dan Cut Ulfi Muzani) yang telah memberi semangat, doronganserta dukungan baik moril maupun materil yang tak terbatas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

10.Teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Medan, Agustus 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nurdahliana, lahir pada tanggal 7 September 1969 di Banda Aceh Provinsi Aceh, beragama Islam, tempat tinggal di Desa Payaroh, kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar, anak ke satu dari enam bersaudara dari pasangan H. M. Dahlan Usman dan Hj. Nurbaidah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 38 pada tahun 1976dan diselesaikan pada tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Banda Aceh pada tahun 1982dan diselesaikan pada tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 pada tahun 1985dan diselesaikan pada tahun 1988, Akademi Keperawatan Departemen Kesehatan di Banda Aceh pada tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1991, Program Pendidikan Bidan – B di Wijaya Kusuma Jakarta pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1995, Penyetaraan Bidan Diploma III di AKBID Cipto Mangunkusumo Jakarta III pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2004, Strata Satu (S-1) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah pada tahun 2007dan diselesaikan pada tahun 2009, Strata Dua (S-2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada tahun 2011dan diselesaikan pada tahun 2013.

(11)
(12)

DAFTAR ISI

2.1. Penyembuhan Luka Perineum... 10

2.1.1. Perineum ... 10

2.1.2. Luka Perineum ... 11

2.1.3. Klasifikasi Luka (Ruptur) Perineum ... 11

2.2. Penyembuhan Luka ... 13

2.3. Perawatan Luka Perineum... 19

2.3.1. DefinisiPerawatan Luka Perineum ... 19

2.3.2. TujuanPerawatan Luka Perineum ... 20

2.3.3. PelaksanaanPerawatan Perineum ... 20

2.4. KonsepDasarMasaNifas ... 21

2.4.1. DefinisiMasaNifas ... 21

2.4.2. TahapanMasaNifas ... 22

2.4.3. PerubahanFisiologiMasaNifas ... 23

2.4.4. Program danKebijakanTeknisdalamMasaNifas ... 23

2.5. Faktor yang DapatMemengaruhiPenyembuhan Luka ... 25

(13)

2.7.KerangkaKonsep ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. JenisPenelitian ... 38

3.2. Lokasi dan WaktuPenelitian ... 38

3.3. PopulasidanSampel ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. MetodePengumpulan Data ... 40

3.4.1 Data Primer ... 40

3.4.2 Data Sekunder ... 41

3.4.3 UjiValiditasdanReliabilitas ... 41

3.5. Metode Pengukuran... 42

3.5.1 VariabelPenelitian ... 42

3.5.2 DefinisiOperasional ... 42

3.6. MetodeAnalisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.1.1. Geografis dan Demografis Kabupaten Bireuen ... 46

4.1.2. GambarandanGeografisPuskesmasJeumpa ... 47

4.1.3. Gambaran dan Geografis Puskesmas Kuta Blang ... 48

4.1.4. GambarandanGeografisPuskesmasGandapura ... 49

4.2. Identitas Responden ... 50

4.3. Umur... 54

4.4. Kebersihan ... 55

4.5. Budaya ………. ... 56

4.6. DukunganKeluarga ... 57

4.7.Penyembuhan Luka Perineum ... 59

4.8. AnalisisBivariat ... 59

4.8.1. Pengaruh JenisRobekandenganPenyembuhan Luka Perineum ... 59

4.8.2. PengaruhUmurdenganPenyembuhan Luka Perineum ... 60

4.8.3. PengaruhKebersihandenganPenyembuhan Luka Perineum ... 61

4.8.4. PengaruhBudayadenganPenyembuhan Luka Perineum .. 61

4.8.5. PengaruhDukunganKeluargadenganPenyembuhan Luka Perineum ... 62

4.9. Penyembuhan Luka Perineum denganRobekanSpontan ... 63

4.9.1. PengaruhUmurterhadapPenyembuhan Luka Perineum denganRobekanSpontan ... 63

(14)

4.9.3. PengaruhBudayaterhadapPenyembuhan Luka Perineum

denganRobekanSpontan ... 64

4.9.4. PengaruhDukunganKeluargaterhadapPenyembuhan Luka Perineum denganRobekanSpontan ... 65

4.10. Penyembuhan Luka Perineum denganEpisiotomi... 66

4.10.1. PengaruhUmurterhadapPenyembuhanLuka PerineumdenganEpisiotomi ... 66

4.10.2. PengaruhKebersihan dengan Penyembuhan Luka PerineumdenganEpisiotomi ... 66

4.10.3. PengaruhBudaya dengan Penyembuhan Luka PerineumdenganEpsiotomi ... 67

4.10.4. PengaruhDukungan Keluarga dengan Penyembuhan LukaPerineum ... 68

4.11. Analisa Multivariat ... 69

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1. PengaruhUmur terhadap Penyembuhan Luka Perineum ... 73

5.2. Pengaruh Kebersihan terhadap Penyembuhan Luka Perineum .. 74

5.3. PengaruhBudaya terhadap Penyembuhan Luka ... 76

5.4. PengaruhDukungan Keluarga terhadap Penyembuhan Luka Perineum ... 79

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpulan... 81

6.2. Saran ... 82

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. AsuhanKunjungan MasaNifas Normal ... 24 4.1. Distribusi Kecamatan di wilayah kerja Kabupaten Bireuen Tahun2012 .. 46 4.2. Identitas Responden di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura,

dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 54 4.3. Umur Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa,

Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 54 4.4. Jawaban Ibu tentang KebersihanPadaIbu dengan Luka Perineum Pasca

Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 55

4.4. Lanjutan………. 56

4.5. Kebersihan Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmasJeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 56 4.6. Jawaban Responden tentang Budaya Ibu dengan Luka Perineum Pasca

Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Puskesmas Gandapura, dan Puskesmas Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 57 4.7. BudayaIbu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas

Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 57 4.8. Jawaban Respondententang Dukungan Keluarga Ibu dengan Luka

Perineum Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 58 4.9. Dukungan KeluargaIbu Pasca Persalinan Normal di wilayah

(16)

4.10. Penyembuhan Luka Perineum padaIbu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 59 4.11. PengaruhJenisRobekanterhadap Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu

Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa,

Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen………... ... 60 4.12. PengaruhUmur terhadap Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu Pasca

Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 60 4.13. PengaruhKebersihan terhadap Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu

Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 61 4.14. PengaruhBudaya terhadap Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu

Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen ... 62 4.15. PengaruhDukungan Keluarga terhadap Penyembuhan Luka Perineum

pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerjaPuskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen ... 62 4.16. PengaruhUmur terhadap Penyembuhan Luka Perineum dengan

Robekan Spontan pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen ... 63 4.17. PengaruhKebersihan terhadap Penyembuhan Luka Perineum dengan

Robekan Spontan pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 64 4.18. PengaruhBudaya terhadap Penyembuhan Luka Perineum dengan

Robekan Spontan pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja PuskesmasJeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 65 4.19. PengaruhDukungan Keluarga terhadap Penyembuhan Luka Perineum

(17)

4.20. PengaruhUmur terhadap Penyembuhan Luka Perineum Perineum dengan Episiotomi pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 66 4.21. PengaruhKebersihan terhadap Penyembuhan Luka Perineum dengan

Episiotomi pada Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 67 4.22. PengaruhBudaya terhadap Penyembuhan Luka dengan Episiotomi pada

Ibu Pasca Persalinan Normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen ... 68 4.23. PengaruhDukungan Keluarga terhadap Penyembuhan Luka dengan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 87

2. Surat Keterangan SelesaiPenelitian ... 88

3. Kuesioner Penelitian ... 90

4. Output Uji Instrumen ... 94

5. Master Tabel ... 95

6. Output Frekuensi ... 96

7. Output Bivariat ... 98

8. Output Multivariat ... 106

(19)

ABSTRAK

Luka perineum didefinisikan adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2011, terdapat ibu nifas sebanyak 7.466 orang, dan taksiran yang mengalami robekan perineum sebanyak 1.864 orang.

Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh faktor umur, kebersihan, budaya, dan dukungan keluarga terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan normal. Jenis penelitian explanatory survey, desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu pasca persalinan normal 10-14 hari di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kuta Blang Kabupaten Bireuen, dan sampel berjumlah 44 orang.Analisa data secara univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan kebersihan nilai Exp (B)=27,741, maka ibu nifas yang mengalami luka perineum dengan kebersihan baik mempunyai peluang sembuh lukanya 27,741 kali lebih baik, bila dibandingkan dengan ibu nifas yang kebersihan kurang baik; dan dukungan keluarga nilai Exp (B)=31,212, maka ibu nifas yang mengalami luka perineum dengan dukungan baik mempunyai peluang sembuh lukanya 31,212 kali lebih baik,bila dibandingkan dengan ibu nifas yang dukungan keluarga kurang baik.

Bidan diharapkan lebih aktif memberi penyuluhan pada ibu-ibu post partum tentang pentingnya menjaga kebersihan luka pada jalan lahir, dan mengajurkan keikutsertaan suami/keluarga membantu ibu nifas dalam proses penyembuhan luka perineum.

(20)

ABSTRACT

Perineal injuries defined as a rupture in the birth canal or because of episiotomi in delevery process. The Health Profile Bireuendistrict in 2011, there were 7,466 puerperal women, which estimated 1,864 perineal rupture .

The aim of the research was to determine the influenced factors; age, hygien , culture, and family support to heal of perineal injury in mother normal postpartum. The kind of the research was explanatory survey with cross-sectional design. The population was normal mothers in postpartum (10-14 days) location at the primary

health center Jeumpa, Gandapura, and Kuta Blang in Bireuen district, and the Samples are 44 mothers. Analysis data using univariate, bivariate, and

multivariate.

The results of the study showed that hygiene with the value Exp (B) = 27.741, then postpartum mother perineal injuries with good hygiene opportunities have healed the injury 27.741 more good times, when compared with postpartum mother who are poor hygiene, and poor family support with value Exp (B) = 31.212, then postpartum mothers perineal injuries with good support opportunities have healed the injury 31.212 more good times, when compared with postpartum mother who are poor family support.

Midwives should provide education more actively for mothers in postpartum about the importance of keeping injury in the birth canal, and the participation of her husband and family to help new mothers in the injury healing process.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yang terletak antara vulva dan anus. Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta

diafragma pelvis (Wiknjosastro, 2007).

Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus robekan (ruptur) perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020, seiring dengan bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik dan kurang pengetahuan ibu tentang perawatan mandiri ibu di rumah (Hilmi dalam Bascom, 2010). Di Amerika dari 26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami rupturperineum (Heimburger dalam Bascom, 2011). Di Asia masalah robekan perineum cukup banyak dalam masyarakat, 50% dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami robekan perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24%, dan pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62% (Campion dalam Bascom, 2011).

(22)

terjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam, akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 2009). Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009-2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia dengan proporsi 21,74% (Siswono dalam Bascom, 2011 ).

Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2009), menunjukkan bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat bagi ibu dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di Inggris, tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan Belizan dalam Boyle, 2009). Garcia et al dalam Boyle (2009), menemukan bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan.

(23)

terjadi robekan minimal pada perineum.Masalah ini didukung dengan SK 786/Menkes/SK/VII/1999, tentang Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal (APN) (JNPK-KR, 2012). Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan pada persalinan pervaginam pada penyulit (sunsang, distosia bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan perlindungan kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin, 2004).

Dampak dari terjadinya ruptur perineum pada ibu antara lain infeksi pada luka jahitan, dan dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir sehingga dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu postpartum mengingat kondisi ibu

postpartum masih lemah (Manuaba, 2007).

(24)

mencegah kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin, 2005)

Smeltzer (2002), menyatakan bahwa penyembuhan luka perineum dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat, posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, edema, defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi, overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres luka. Pernyataan yang serupa oleh Johnson & Taylor, (2005),bahwa faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum diantaranya status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas, diabetes mellitus (DM), kortikosteroid, obat-obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, dan stress luka.

Berdasarkan penyataan Morison (2004), bahwa ada dua macam penyembuhan luka yaitu Intensi Primer dan Intensi Sekunder. Secara Intensi Primer yaitu jaringan granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit. Dalam waktu 10-14 hari re-epitelialisasi

secara normal sudah sempurna, dan biasanya hanya menyisakan jaringan parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari warna merah muda menjadi putih. Sedangkan secara Intensi Sekunder terjadi pada luka-luka terbuka, dan terdapat kehilangan jaringan yang signifikan.

Umur merupakan faktor resiko terjadi penyakit dan masalah kesehatan yang tidak dapat diubah (Rajab, 2009). Penambahan usia akan berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan

koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblas

(25)

hubungan yang signifikan faktor umur, penyakit yang diderita, status obstetri, kondisi luka jahitan, lingkar lengan atas, besar luka jenis luka dan lama hari rawat dengan penyembuhan luka perineum.

Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri (personal hygiene) sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. Saat ibu mandi bersihkan seluruh tubuh sampai ke perineum dengan memakai sabun. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus (Saleha, 2009).

Hasil penelitian Kurnianingtyas (2009) menyatakan bahwa tingkat penyembuhan luka perineum sedang yaitu 92,8% sembuh di hari ke 6., dan ada hubungan yang signifikan antara perilaku responden melakukan vulva hygiene

dengan tingkat penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Mariyatul (2006), bahwa kecepatan penyembuhan luka perineum dapat di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu nifas.

(26)

beberapa ibu-ibu yang bersuku Minang, perawatan ibu postpartum menurut budaya Minang meliputi: penguapan dari bahan rempah-rempah (betangeh), pemanasan batu bata (duduk di atas batu bata), meletakkan bahan-bahan alami di atas perut ibu (tapal), minum jamu dari bahan rempah-rempah, membersihkan alat kelamin dengan air rebusan daun sirih (Nurazizah, 2010)

Di daerah Aceh berdasarkan sumber informasi dari orangtua setempat bahwa ibu-ibu dalam masa nifas tidak boleh keluar rumah selama 40 hari, pantang makan antara lain telur, ayam, daging, ikan besar seperti tuna (lebih sering diberikan teri kering di goreng), nenas, pepaya, pisang, mangga, kangkung, sawi, terong, mie, dan sayuran lebih sering direbus, jika duduk ibu harus dengan posisi bersimpuh, dan dilarang banyak jalan karena akan mengakibatkan perut jatuh, tidak boleh makan pedas dan bersantan, dilarang banyak makan dan minum, juga harus banyak istrahat dan tidur.

Berdasarkan penelitian Mas’adah (2009), terdapat hubungan antara kebiasaan berpantang makanan tertentu dengan penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. yaitu mengalami penyembuhan luka perineumnya buruk 50%. Data tersebut sesuai dengan teori bahwa semakin baik konsumsi nutrisi semakin baik penyembuhan luka perineum karena makanan yang memenuhi syarat gizi dapat mempercepat penyembuhan luka (Manuaba, 2007).

(27)

biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik. Sesungguhnya budaya pantang makan sangat merugikan ibu, karena masa nifas merupakan masa pemulihan kesehatan ibu. Bila kekurangan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh maka kemungkinan ibu akan kekurangan gizi, akibatnya dapat terkjadi penyembuhan luka lambat, anemia, ASI kurang dan sebagainya

Dukungan keluarga merupakan bagian dari seseorang untuk untuk dapat berbuat kearah negatif atau positif, hal ini sesuai dengan pernyataan Green dalam Notoadmojo (2010) tentang faktor reinforcing (penguat) yaitu faktor yang pendorong atau memperkuat seseorang melakukan tindakan antaranya dukungan keluarga, dan dukungan petugas. Menurut Cohen & Syme dalam Prasetyamati (2011), menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu, diperoleh dari oranga lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya. Pernyataan ini didukung oleh Friedman (2010), dukungan keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam keluarga.

(28)

Berdasarkan survey awal di 3 Puskesmas wilayah kota Bireuen dari bulan Oktober-Desember 2012 diketahui bahwa jumlah ibu bersalin sebanyak 447 orang, dan terdapat luka pada perineum karena episiotomi dan robekan spontan sebanyak 98 orang. Menurut petugas kesehatan untuk angka kejadian infeksi puerperium (infeksi masa nifas) tidak ada catatan tertulis, tetapi dari jumlah ibu nifas tersebut ada terdapat 9 orang mengalami penyembuhan luka diatas 10 hari yaitu luka belum tertutup (belum kering). Apabila ada kejadian tersebut bidan desa segera merujuk ke Puskesmas.

Dari uraian diatas sebagai latar belakang maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang faktor yang memengaruhi penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan normaldi wilayah kerja puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen.

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan di wilayah kerja puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen.

1.3 Tujuan Penelitian

(29)

1.4Hipotesis

Ada pengaruh faktorumur, kebersihan, budaya, dan dukungan keluarga terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan normal.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, supaya dapat lebih memperhatikan tentang pentingnya pelayanan pada ibu nifas di rumah, serta untuk masukan dalam menentukan kebijakan operasional dan strategi yang efisien sebagai upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu pasca persalinan.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyembuhan Luka Perineum 2.1.1 Perineum

Perineummerupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus. Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta

diafragma pelvis(Wiknjosastro, 2006). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 2008). Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini.

Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan

posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius. Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan

simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna

(Cunningham, 2005).

(31)

membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perineum, sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium

yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna (Cunningham, 2005). 2.1.2 Luka Perineum

Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan rahim maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi secara spontan maupun robekan melalui tindakan episiotomi. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya (Wiknjosastro, 2006). Mansjoer (2002) mendefinisikan luka sebagai keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan.

Menurut Wiknjosastro (2006), pada proses persalinan sering terjadi rupturperineum yang disebabkan antara lain: kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, riwayat jahitan perineum, pada persalinan dengan distosia bahu. Berdasarkan pernyataan Mochtar (2005), bahwa penyebab terjadinya robekan jalan lahir adalah kepala janin besar, presentasi defleksi,

primipara, letak sunsang, pimpinan persalinan yang salah, dan pada tindakan

ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi. 2.1.3 Klasifikasi Luka (Ruptur) Perineum

(32)

1. Ruptur perineum spontan

Ruptur perineum spontan luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

2. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)

Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi) adalah luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau perobekan pada perineum. Episiotomi

adalah torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.

Wiknjosastro (2006), menyebutkan bahwa robekan perineum dapat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu:

1. Tingkat I: Robekan hanya terjadi pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.

2. Tingkat II: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai

sfingter ani.

3. Tingkat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau IV.

4. Tingkat IV:Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa rectum tanpa robekan

(33)

Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2009), menunjukkan bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat bagi ibu dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di Inggris, tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan Belizan dalam Boyle, 2009). Garcia et al dalam Boyle (2009), menemukan bahwa dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suatu robekan akan sembuh lebih baik dari pada episiotomi.

Episiotomirutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan : meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma, sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi, meningkatnya nyeri pasca persalinan, dan meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2012). Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan pada persalinan pevaginam pada penyulit (sunsang, distosia bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan perlindungan kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin, 2004)

2.2. Penyembuhan Luka

(34)

penyembuhan luka adalah panjang waktu proses pemulihan pada kulit karena adanya kerusakan atau disintegritas jaringan kulit.

2.2.1. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka

Ada beberapa bentuk dari penyembuhan luka menurut Boyle (2009), adalah : 1. Primary Intention (Proses Utama)

Luka dapat sembuh melalui proses utama yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan menjahitnya. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Oleh karena itu dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal dan kontraksi sedikit berperan. Epitelium akan bermigrasi di sepanjang garis jahitan, dan penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan penghubung.

2. Secondary Intention (Proses Skunder)

Penyembuhan melalui proses skunder membutuhkan pembentukan jaringan ganulasi dan kontraksi luka. Hal ini dapat terjadi dengan meningkatnya jumlah densitas (perapatan), jaringan parut fibrosa, dan penyembuhan ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Luka jahitan yang rusak tepian lukanya dibiarkan terbuka dan penyembuhan terjadi dari bawah melalui jaringan granulasi dan kontraksi luka.

3. Third Intention (Proses Primer Terlambat)

(35)

terjadi peningkatan pertumbuhan daerah baru di tepian luka. Setelah beberapa hari, tampon dibuka dan luka dijahit.

Adapun dalam Smeltzer (2002) menyebutkan bentuk-bentuk dari penyembuhan luka ada tiga tahapan yaitu:

1. Intensi Primer (Penyatuan Pertama)

Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutupan dengan baik, seperti dengan suture (jahit), sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak, luka bersih, dalam garis lurus, semua tepi luka merapat dengan baik. Biasanya penyembuhan cepat dengan pembentukan jaringan parut minimal.

2. Intensi Sekunder (Granulasi)

Pada luka terjadi pembentukan nanah/pus (supurasi) atau terdapat tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikan kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama. Luka jadi besar dengan kehilangan jaringan yang banyak. Sel-sel sekitar kapiler mengubah bentuk bulat menjadi panjang, tipis dan saling menindih satu sama lain untuk membentuk jaringan parut atau sikatrik. Penyembuhan membutuhkan waktu lebih lama dan mengakibatkan pembentukan jaringan parut lebih banyak.

3. IntensiTersier (Suture Sakunder)

(36)

disambungkan. Granulasi lebuh besar, resiko infeksi lebih besar, reaksi inflamasi lebih besar dibanding intensi primer. Penjahitan lama dan lebih banyak terbentuk jaringan parut.

Morison (2004), menyebutkan bahwa ada dua jenis tingkatan penyembuhan luka yaitu:

1. Secara Intensi Primer yaitu dengan menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan. Jaringan granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit. Dalam waktu 10-14 hari re-epitelialisasi secara normal sudah sempurna, dan biasanya hanya menyisakan jaringan parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari warna merah muda menjadi putih.

2. Secara Intensi Sekunder terjadi pada luka-luka terbuka, dimana terdapat kehilangan jaringan yang signifikan. Jaringan granulasi, yang terdiri atas kapiler-kapiler darah baru yang disokong oleh jaringan ikat, terbentuk didasar luka dan sel-sel epitel melakukan migrasi ke pusat permukaaan luka. Daerah permukaan luka menjadi lebih kecil akibat suatu proses yang dikenal sebagai kontraksi dan jaringan ikat disusun kembali sehingga membentuk jaringan yang bertambah kuat sejalan dengan bertambahnya waktu.

2.2.2. Fase-fase Penyembuhan Luka

Menurut Sjamsuhidajat (2004), bahwa penyembuhan luka dapat terjadi dalam beberapa fase yaitu:

(37)

Setelah terjadi trauma, pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), reaksi hemostasis serta terjadi reaksi inflamasi (peradangan). Respon peradangan adalah suatu reaksi normal yang merupakan hal penting untuk memastikan penyembuhan luka. Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang rusak dan mengurangi penyebaran infeksi. 2. Fase Proliferasi (3–5 hari)

Fase proliferasi adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cidera dan akan mencapai puncaknya pada hari ke 5 sampai hari ke 7, kemudian akan berkurang secara perlahan-lahan. Kolagen disekresi oleh fibroblas sebagai tropokolagen imatur

yang mengalami hidroksilasi (tergantung vitamin C) untuk menghasilkan polimer

yang stabil. Proses fibroplasia yaitu penggantian parenkrim yang tidak dapat beregenerasi dengan jaringan ikat. Pada fase proliferasi, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut, sehingga menyebabkan tarikan pada tepi luka. Fibroblast

dan sel endotel vaskular mulai berproliferasi dengan waktu 3-5 hari terbentuk jaringan granulasi yang merupakan tanda dari penyembuhan. Jaringan granulasi

berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus. Bentuk akhir dari jaringan granulasi adalah suatu parut yang terdiri dari fibroblast berbentuk

(38)

3. Fase Maturasi (5 hari sampai berbulan-bulan)

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan Kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah hilang dan bisa berlangsung berbulan-bulan. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Oedema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada.

Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan yang maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal (Sjamsuhidajat, 2004).

Pada dasarnya, kekuatan luka terutama tergantung pada jahitan; ketika jahitannya dilepas, kekuatan luka hanya sekitar 10% dari keadaan normal. Kekuatan menghadapi regangan akhirnya mencapai kestabilan pada 70% sampai 80% dari keadaan normal dalam wakktu 3 bulan. Keadaan ini disertai dengan peningkatan sintesis kolagen yang melampaui penguraian kolagen dan kemudian diikuti oleh pengikatan silang serta peningkatan ukuran serat kolagen (Mitchell dkk, 2005).

(39)

medikasi, overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres luka. Menurut Johnson & Taylor (2005), bahwa status nutrisi, merokok, usia, obesitas, diabetes mellitus, kortikosteroid, obat-obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, dan stress luka dapat memengaruhi proses penyembuhan luka. Dari Boyle (2009), menyatakan bahwa penyembuhan luka dipengaruhi oleh malnutrisi, merokok, kurang tidur, stres, kondisi medis dan terapi, asuhan kurang optimal, infeksi, dan apusan luka.

2.3 Perawatan Luka Perineum

2.3.1 Definisi Perawatan Luka Perineum

Perawatan luka perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ membran seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Menurut Ismail, 2002 dalam Suparyanto (2009), bahwa perawatan luka merupakan suatu usaha untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

Luka perineum yang bengkak, merah dan mengeluarkan pus (nanah) dapat disebabkan karena faktor ketidaktahuan dalam perawatan perineum, juga kecerobohan tindakan episiotomi dapat mengakibatkan infeksi dan berakibat besar meningkatkan angka kematian ibu (Saifuddin, 2005).

(40)

penyakit lanjut, dan tahap akhir penyakit. Menurut Prasetyawati (2011) menyebutkan bahwa penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan maka timbullah gangguan pada fungsi atau struktur dari bagian organisasi atau sistem dari tubuh.

2.3.2 Tujuan Perawatan Luka Perineum

Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton, 2002 dalam Suparyanto (2009), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.

Menurut Ismail,2002 dalam Suparyanto (2009) menyebutkan tujuan perawatan luka adalah :

1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa

2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan

3. Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan 4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris

5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat

2.3.3 Pelaksanaan Perawatan Perineum

Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui

(41)

Menurut Rajab (2009), seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping. Perilaku sakit (illness behavior) merupakan perilaku orang sakit yang meliputi cara seseorang memantau tubuhnya, mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami, melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Pada masa nifas asuhan kebidanan lebih ditujukan kepada upaya pencegahan (preventif) terhadap infeksi, karena pada akhir hari kedua nifas kuman-kuman di vagina dapat mengadakan kontaminasi, tetapi tidak semua wanita mengalami infeksi oleh karena adanya lapisan pertahanan leukosit dan kuman-kuman relatif tidak

virulen serta penderita mempunyai kekebalan terhadap infeksi (Prawirohardjo, 2008). Salah satu upaya preventif untuk menurunkan angka kejadian infeksi pada ibu nifas dengan melakukan perawatan luka perineum. Perawatan perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mencegah kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin, 2007).

2.4 Konsep Dasar Masa Nifas 2.4.1 Definisi Masa Nifas

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta

(42)

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati, 2010).

2.4.2 Tahapan Masa Nifas

Ada beberapa tahapan masa nifas menurut Prawirohardjo (2008) yaitu: 1. Puerperium Dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri danberjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2. Puerperium Intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. 3. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bilaselama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

Menurut Saleha (2009), bahwa ada beberapa priode dalam masa nifas yaitu: 1. Periode Immediate Postpartum

(43)

2. Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.

3. Periode Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.

2.4.3 Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Perubahan-perubahan yang dapat terjadi (Prawirohardjo, 2008) dalam masa nifas adalah sebagai berikut: perubahan fisik, involusi uterus dan pengeluaran lokhia, perubahan sistem tubuh lainnya, dan perubahan psikis.

2.4.4 Program dan Kebijakan Teknis dalam Masa Nifas

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas (pasca partum) dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL, untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masa nifas (Saifuddin, 2005).

(44)

Tabel 2.1Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal

Kunjungan Waktu Asuhan

I 6-8 jam Postpartum

1. Mencegah perdarahan masa nifas karenaatonia uteri

2. Pemantauan keadaan umum ibu

3. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu (Bonding Attachment)

4. ASI eksklusif II 6 hari

postpartum

1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal. 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,

dan perdarahan abnormal

3. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup 4. Memastikan ibu mendapat makanan yang

bergizi

5. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit III 2 minggu

postpartum

1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal. 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,

dan perdarahan abnormal

3. Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup 4. Memastikan ibu mendapat makanan yang

bergizi

5. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit IV 6 minggu

Postpartum

1. Menanyakan pada ibu tentang penyulitpenyulit yang ia alami

2. Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi

(45)

2.5Faktor-faktor yang Dapat Memengaruhi Penyembuhan Luka 2.5.1 Umur

Umur merupakan faktor resiko untuk terjangkit penyakit dan masalah kesehatan yang tidak dapat diubah (Rajab, 2009). Penambahan usia akan berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblas (Johnson & Taylor, 2005).

Morison (2004), meyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan di dalam struktur dan karakteristik kulit sepanjang rentang kehidupan yang disertai dengan perubahan fisiologis normal berkaitan dengan usia yang terjadi pada sistem tubuh lainnya, yang dapat mempengaruhi predisposisi terhadap cedera dan efisiensi mekanisme penyembuhan luka. Kulit utuh pada orang dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitu juga dengan efisiensi sistem imun yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat. Sistem tubuh yang berbeda tumbuh dengan kecepatan yang berbeda pula, tetapi lebih dari usia 30 tahun mulai terjadi penurunan yang signifikan dalam beberapa fungsinya seperti penurunan efisiensi jantung, kapasitas vital, dan juga penurunan efisiensi sistem imun, masing-masing masalah tersebut ikut mendukung terjadinya kelambatan penyembuhan seiring dengan bertambahnya usia.

(46)

Madya (36-45 tahun), 3. Dewasa Akhir (di atas 45 tahun). Dewasa Dini disebut juga periode usia produktif (masa reproduksi sehata), yaitu suatu periode seseorang mulai menjadi calon orangtua. Saat berusia 20-30 tahun sebagian dewasa dini telah menikah, dan menjadi orangtua muda (Lumongga dan Pieter, 2010). Kutipan ini didukung oleh Prasetyawati, 2011; menyatakan bahwa pengelompokan umur berdasarkan usia produktif yaitu Pasangan Usia Subur (PUS) dengan umur 20-35 tahun.

2.5.2 Kebersihan

Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).

Tujuan dari perawatan diri adalah meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene (kebersihan diri) yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang, menciptakan kenyamanan dan keindahan (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

(47)

timbulnya infeksi perineum, sehingga perlu dilakukan vulva hygiene (bersihkan vulva dan sekitarnya). Kebersihan perineum pada masa nifas terutama pada ibu dengan luka perineum penting untuk dilakukan, karena hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka (Kurnianingtyas dkk, 2009).

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri ibu post partum adalah sebagai berikut:

a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.

b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva

terlebih dahulu, dari depan ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehati ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil atau besar.

c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 3-4 kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.

d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluannya.

e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut (Saleha, 2009).

Menurut JNPK-KR (2012), dalam pelatihan klinik Asuhan Persalinan Normal menyatakan bahwa perawatan luka perineum meliputi hal-hal seperti:

(48)

b. Menghindari pemberian obat trandisional

c. Mencuci luka dan perineum dengan air dan sabun 3-4 kali sehari

d. Kontrol ulang maksimal seminggu setelah persalinan untuk pemeriksaan penyembuhan luka. Ibu harus kembali lebih awal jika mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya, dan bila luka terasa lebih nyeri.

2.5.3 Budaya

Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan. Budaya memiliki nilai-nilai tersendiri tergantung dengan budaya yang dianut oleh seseorang dan dianggapnya benar secara turun temurun atau secara agama yang bisa diterima dikalangan masyarakat (Rachmah, 2010)

(49)

Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Saleha, 2009).

Adapun jenis-jenis makanan yang dipantang (Swasono, 2004 dalam Suparyanto, 2011) adalah bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi sakit. Ibu melahirkan pantang makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang dianjurkan adalah tahu, tempe dan sebagainya. Buah-buahan seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air, karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan cepat hamil kembali. Semua jenis buah-buahan yang bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut seperti orang hamil.

(50)

dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat reproduksi cepat kembali pulih. Ibu nifas minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan supaya ASI banyak. Hal ini tidak benar karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya (Swasono, 2004 dalam Suparyanto, 2011).

Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makan disebabkan oleh beberapa faktor menurut Paath dalam Supariyanto (2011) yaitu:

a. Faktor predisposisi yang meliputi: 1) Pengetahuan

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang hanya setengah justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali, kendati demikian ketidaktahuan bukan berarti tidak berbahaya.

2) Pendidikan

(51)

3) Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan tindakan sesorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu nifas yang dahulunya mengalami masalah, baik pada dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka ibu nifas tidak akan melakukan pantang makanan kembali pada masa nifas berikutnya.

4) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan ibu yang bekerja menyebabkan ibu mempunyai kesempatan untuk bertukar informasi dengan rekan kerja tentang pantang makanan.

5) Ekonomi

(52)

6) Budaya

Budaya adalah menjalankan ritual yang menyatakan tentang hubungan, kekuatan, dan keyakinan. Lingkungan sangat mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang masih melekatnya budaya tarak dari nenek moyang, dan sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa nifas. Adapun keadaan keluarga yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya dengan budaya tarak yang memang sudah turun temurun dari nenek moyang.

b. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban.

(53)

2.5.4 Dukungan Keluarga 2.5.4.1 Definisi

\ Menurut Whall (dalam Friedman,2010), pengertian Keluarga adalah sebagai kelompok yang mengidentifikasi diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih, asosiasinya di cirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hu bungan darah atau hukum, tapi berfungsi sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga.

Dukungan keluarga merupakan bagian dari seseorang untuk dapat berbuat kearah negatif atau positif, hal ini sesuai dengan pernyataan Green dalam Notoadmojo (2010) tentang faktor reinforcing (penguat) yaitu faktor yang pendorong atau memperkuat seseorang melakukan tindakan antaranya dukungan keluarga, dukungan petugas.

(54)

Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam keluarga.

2.5.4.2 Fungsi Pokok Keluarga

Fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga. Adapun fungsi keluarga tersebut adalah (Friedman, 2010) :

1. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

2. Fungsi sosialisasi dan fungsi penempatan sosial : proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan.

3. Fungsi reproduktif : untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomis : untuk memenuhi kebutuhan keluarga,seperti sandang, pangan, dan papan.

5. Fungsi perawatan kesehatan : untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan

2.6 Landasan Teori

(55)

re-epitelialisasisecara normal sudah sempurna, dan biasanya hanya menyisakan jaringan parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari warna merah muda menjadi putih. Sedangkan secara Intensi Sekunder terjadi pada luka-luka terbuka, dan terdapat kehilangan jaringan yang signifikan.

Umur merupakan faktor resiko untuk terjangkit penyakit dan masalah kesehatan yang tidak dapat diubah (Rajab, 2009). Penambahan usia akan berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas

fibroblas (Johnson & Taylor, 2005).

Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi (Saleha, 2009).Tujuan dari perawatan diri adalah meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki personal hygiene (kebersihan diri) yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri seseorang, menciptakan kenyamanan dan keindahan (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

(56)

Menurut Friedman (2010), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Untuk lebih jelas digambarkan kerangka teori penelitian, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penyembuhan Luka Johnson & Taylor ( 2005):

status nutrisi, merokok, usia, obesitas, DM, kortikosteroid, obat-obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, dan stres luka.

Smeltzer (2002):

nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat, posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, medikasi, edema, tehnik pembalutan, defisit oksigen, penumpukan

(57)

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat berdasarkan latar belakang dan landasan teori, yaitu sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Umur

Kebersihan

Budaya

Dukungan Keluarga

(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis explanatory survey dengan pendekatan cross sectional yaitu dimana cara pengambilan data variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan (Arikunto, 2010).

Penelitian dilakukan pada ibu pasca persalinan normal dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui tentang faktor yang memengaruhi penyembuhan luka perineum pada ibu pasca persalinan normal di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen dan waktu penelitian di mulai dari survey awal pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Agustus 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(59)

kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Jeumpa, Gandapura, dan Kutablang Kabupaten Bireuen.

3.3.2 Sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1997) :

Po : Proporsi penyembuhan luka perineum sebesar 0,25

Nilai distribusi baku normal pada β = 20 % sebesar 0,842

Pa : Proporsi penyembuhan luka perineum yang diharapkan 0,45

Pa–Po : Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi= 0,20 Perhitungan besarnya sampel adalah:

(60)

Jadi jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 44 orang.

Tehnik pengambilan sampel secara purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti. Pelaksanaan pengambilan sampel sebagai berikut; Kabupaten Bireuen terdiri dari 17 Puskesmas, dan dari 17 Puskesmas tersebut peneliti menetapkan 3 Puskesmas dengan pertimbangan karena dalam tahun ini di ketiga wilayah tersebut angka persalinan tinggi dan luka perineum pada ibu post partum juga tinggi, dengan rincian sebagai berikut: wilayah Puskesmas Jeumpa terdapat 83 orang, wilayah Puskesmas Gandapura terdapat 68, dan wilayah Puskesmas Kuta Blang terdapat 93 orang. Adapun pertimbangan lain peneliti mengambil 3 wilayah kerja Puskesmas karena khawatir tidak cukup jumlah responden/sampel karena untuk mendapatkan jumlah pasti ibu post partum dengan kejadian luka perineum sulit.

Sampel diambil dalam penelitian dengan memenuhi kriteria inklusi yang peneliti tetapkan yaitu 1. Ibu bersedia jadi responden, 2. Ibu dengan luka perineum, 3. Ibu dapat bekerjasama.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

(61)

menggunakan ceklist. Data primer pada penelitian ini adalah umur, kebersihan, budaya, dukungan keluarga dan penyembuhan luka.

Pada waktu pengumpulan data peneliti bekerja sama dengan petugas kesehatan yang berada di wilayah kerja puskesmas. Peneliti juga menggunakan 3 orang tenaga enumerator yaitu bidan lulusan DIII Kebidanan yang berstatus bidan desa yang berada di wilayah penelitian tersebut.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah jumlah AKI di Aceh serta penyebabnya, data diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan profil Kabupaten Bireuen tahun 2010-2011, juga literatur lain berupa bahan bacaan yang relevan dengan tujuan penelitian. 3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau skor yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan skor item correct correlation pada analisis reliability statictics.

Uji yang dipakai pada uji validitas ini dengan menggunakan Pearson Product Moment (r). Jika skor r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan jika skor r hitung < r tabel, maka dinyatakan tidak valid (Riduwan, 2005).

(62)

menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika skor r alpha> r tabel, maka dinyatakan reliabel dan jika skor r alpha< r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2005).

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan sebanyak 15 orang, pada wilayah kerja Puskesmas Jangka Kabupaten Bireuen. Hasil analisis reliabilitas dengan Cronbach Alpha diperoleh nilai 0,534.

3.5 Metode Pengukuran

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel bebas meliputi umur, kebersihan, budaya, dan dukungan keluarga, sedangkan variabel terikat adalah penyembuhan luka perineum.

3.5.2 Definisi Operasional 1. Data Responden

Data identitas responden yang digunakan pada penelitian ini adalah nama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal melahirkan, dan jenis robekan jalan lahir. 2. Umur

(63)

a. Dewasa dini; jika umur 20-35 tahun b. Dewasa madya; jika 36 - 45 tahun 3. Kebersihan

Kebersihan adalah upaya membersihkan seluruh tubuh dan bagian-bagian tubuh supaya tidak terdapat kotoran yang mengganggu penyembuhan luka dan kenyamanan. Dalam kuesioner untuk kebersihan diberikan 8 pertanyaan dengan alternatif jawaban “ada” (skor 2) dan “tidak” (skor 1). Pada soal ke 5 dan 6 merupakan bentuk soal negatif, dengan alternatif jawaban “ada” (skor 1) dan “tidak” (skor 2). Skala ukur ordinal, dengan kategori hasil ukur untuk variabel kebersihan yaitu:

a. Baik; jika responden memperoleh skor 12-16 b. Kurang baik; jika responden memperoleh skor 8-11 4. Budaya

Budaya adalah suatu kebiasaan keluarga yang mempengaruhi perilaku seseorang seperti tarak (pantang) sudah turun temurun dari nenek moyang. Dalam kuesioner untuk budaya diberikan 4 pertanyaan dengan alternatif jawaban “ya” (skor 2) dan “tidak” (skor 1). Pada soal ke 3 merupakan bentuk soal negatif, dengan alternatif jawaban “ya” (skor 1) dan “tidak” (skor 2). Skala ukur ordinal, dengan kategori hasil ukur budaya yaitu:

a. Baik; jika responden memperoleh skor 6 - 8

(64)

5. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga yaitu upaya keluarga (suami, orangtua, saudara dan lain-lain) untuk membantu atau memenuhi kebutuhan ibu nifas. Dalam kuesioner untuk dukungan keluarga diberikan 3 pertanyaan dengan alternatif jawaban “ya” (skor 2) dan “tidak” (skor 1), dengan skala ukur ordinal. Kategori hasil ukur dukungan keluarga yaitu:

a. Baik; jika responden memperoleh skor 5 - 6

b. Kurang baik; jika responden memperoleh skor 3 - 4 6. Penyembuhan Luka Perineum

Penyembuhan luka perineum adalahmulaimembaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yangmenutupi luka perineum dalam jangka waktu 10-14 hari pasca persalinan. Pada variabel penyembuhan luka perineum ada 2 pernyataan dan peneliti didampingi oleh bidan melihat dan menilai penyembuhan luka perineum, dengan skala ukur ordinal. Kategori hasil ukur penyembuhan luka adalah sebagai berikut :

a. Baik ; jika penyembuhan luka 10-14 hari (intensi primer), dengan tanda luka tertutup dan kering.

b. Kurang baik ; jika penyembuhan luka lebih dari 14 hari (intensi sekunder), dengan tanda luka terbuka dan belum kering.

3.6Metode Analisis Data

(65)

kuesioner yang belum terisi, 2. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor, 3. Entry, setelah diberi kode data dimasukkan ke computer, 4. Cleaning, sebelum dilakukan analisa data, maka dilakukan pengecekan dan perbaikan. Kemudian data dianalisis secara :

a. Analisis Univariat yaitu analisa dilakukan untuk mendapatkan gambarantentang masing-masing variabel independen dan dependen dalam bentukdistribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik chi-square

dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% (α<0,05). Hipotesis diterima

bila p <0,05 dan hipotesis ditolak bila p>0.05.

Gambar

Tabel 2.1Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal
Gambar  2.2.  Kerangka Teori Penyembuhan Luka
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi Kecamatan di  Wilayah Kabupaten Bireuen Tahun2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik tesis ini yang

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis penelitian

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis penelitian