• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCABEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR VAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCABEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR VAS"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCABEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

DENGAN MENGGUNAKAN

ALAT UKUR VAS(VISUAL ANALOGUE SCALE) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

OLEH

Iin Syahputra

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK / SPESIALIS DEPARTEMEN /SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN

2015

(2)
(3)
(4)
(5)

GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCA BEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR VAS

(VISUAL ANALOGUE SCALE) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

Latar Belakang

Nyeri masih merupakan alasan pasien untuk datang menemui para klinisi oleh karena nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri akut pasca operasi orthopaedi terutama trauma muskuloskeletal masih tinggi dan berisiko menimbulkan nyeri kronik.

Metode

Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskritptif untuk mengetahui gambaran derajat nyeri pasien pascaoperasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Seluruh pasien yang telah dilakukan tindakan operasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode bulan September 2015 yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pasien dalam keadaan selesai operasi dan sadar penuh (T0) akan dilakukan penilaian derajat nyeri pasien dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Penilaian nyeri akan dilakukan dalam waktu 24 jam dengan rincian pada jam ke 1 setelah operasi dan sadar penuh (T1), 2 (T2), 3 (T3), 4 (T4), 6 (T6), 9 (T9), 12 (T12), 18 (T18) dan 24 (T24) yang diklasifikasikan menjadi kategori ringan (VAS 0-3), sedang (4-6), dan berat (7-10).

Hasil

Penelitian diikuti oleh sebanyak 15 orang pasien yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 13 orang (86.7%). Pada penelitian ini ditemukan gambaran nyeri pasien sebelum operasi berupa 13.3% mengeluhkan nyeri ringan, 66.7% dengan nyeri sedang, dan 20% dengan nyeri berat. Pada jam T1 hingga jam T24 tidak ditemukan keluhan nyeri berat.

Ditemukan adanya trend penurunan nilai VAS dari sebelum operasi hingga T24 pasca operasi trauma musculoskeletal. Nilai VAS tertinggi ditemukan pada saat sebelum operasi dengan rata-rata nilai 4.93. Sementara nilai VAS T1 hingga T24 pasca operasi menunjukkan nilai VAS <4.

Kesimpulan

Semua pasien hanya mengalami nyeri ringan-sedang selama 24 jam pasca operasi trauma muskuloskeletal dengan trend penurunan skor VAS sebelum operasi hingga 24 jam pasca operasi. Diperlukan perhatian khusus pada 6 jam pasca operasi untuk menilai ulang derajat nyeri dan pemberian analgetik yang adekuat sehingga tidak terjadi perburukan derajat nyeri.

(6)

ASSESSMENT OF PAIN IN MUSCULOSKELETAL TRAUMA POSTOPERATIVELY IN ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

Introduction

Pain is still the main reason to seek medical advice since it is an unpleasant feeling related to tissue damage. Acute pain assessment after orthopedic surgery mainly in musculoskeletal trauma is still high and in chronic pain risk.

Methods

This was a descriptive study describing an assessment of pain in musculoskeletal trauma postoperatively in Adam Malik Hospital Medan. All patients underwent a musculoskeletal trauma-related surgery in September 2015 who had fulfilled the inclusion criteria was included in this study. Visual Analogue Scale (VAS) was the preferred method to assess the pain scale. The pain scale was firstly assessed right after surgery when the patient had been fully alert (T0) followed by the first (T1), 2nd (T2), 3rd (T3), 4th (T4), 6th (T6), 9th (T9), 12th (T12), 18th (T18), and 24th (T24) hour which classified into mild pain (VAS 1-3), moderate pain (VAS 4-6), and severe pain (VAS 7-10)

Results

There were 15 patient included in this study; majority of the patients were male (13 patients, 86.7%). The assessment of preoperative pain scale category was 13.3% mild, 66.7%

moderate, and 20% severe. In T1 until T24, there was no severe pain noted. There were trends of decreasing VAS between preoperative assessment and T24 postoperatively. The highest VAS was noted preoperatively with mean 4.93. All VAS between T1 and T24 was below 4.

Conclusion

All patients only complained of mild-moderate pain for 24 hours post musculoskeletal trauma surgery with trends to gradual decreasing VAS between preoperatively and 24 hours postoperatively. A special precaution is needed within 6 hours postoperatively to reassessed the pain scale and an administration of adequate analgesia for pain control.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Tesis ini yang berjudul “GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCA BEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR VAS (VISUAL ANALOGUE SCALE) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN”.

Tesis penelitian akhir ini merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan selesainya penulisan tesis penelitian akhir ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: kedua orang tua, ayahanda dan ibunda. Mertua ayahanda dan ibunda, terima kasih sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran , kasih saying dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka dan duka mendampingi penulis menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

Kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T. Pasaribu Sp. B, (K) Onk dan sekretaris departemen dr. Erjan Fikri Sp. B,Sp. BA.

Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal Sp. B, Sp. BTKV (K) dan sekretaris Program Studi Ilmu Bedah dr. Asrul Sp. B-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan

(8)

membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan. Kepada Prof. dr. Hafas Hanafiah, Sp. B, Sp.OT (K) FICS selaku pembimbing penulisan tesis penelitian akhir, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian akhir ini. Kepada Prof.

Aznan Lelo, PhD, Sp. FK yang telah membimbing dan membantu dalam Statistik dan Metodologi Penelitian dari tesis akhir ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya: Prof.dr. Bachtiar Surya Sp. B-KBD (K), Prof. dr. Gofar Sastrodiningrat Sp. BS (K), Prof.

dr. Iskandar Japardi Sp. BS (K), Prof. dr. Adril A. Hakim Sp. S, Sp. BS (K), Prof. dr. Nazar Moesbar Sp. B, Sp.OT, Prof. dr. Hafas Hanafiah Sp. B, Sp.OT (K), (Alm) Prof. dr. Usul Sinaga Sp. B, (Alm) Prof. dr. Buchari Kasim Sp. BP, dr. Asmui Yosodihardjo Sp. B, Sp. BA (K), dr.

Syahbuddin Harahap Sp. B, DR. dr. Humala Hutagalung Sp. B (K) Onk, dr. Gerhard Panjaitan Sp. B (K) Onk, dr. Harry Soejatmiko Sp. B. Sp. BTKV, dr. Syah M Warli Sp. U, dr. Mahyono Sp. B, Sp.BA, dr. Frank B.Buchari, Sp. BP dan seluruh guru-guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, di lingkungan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, RSU. Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah mengajarkan keterampilan bedah pada diri penulis.

Para senior dan semua rekan sejawat Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan ini. Terima kasih penulis buat sejawat semua sepanjang waktu kebersamaan kita, tetaplah semangat dalam menghadapi segala situasi dalam pendidikan ini. Para pegawai di lingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU dan para tenaga kesehatan yang berbaur dalam berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang pernah bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

(9)

Permohonan maaf yang sebesar-besarnya penulis sampaikan atas segala kesalahan baik dalam ucapan maupun perbuatan selama penulis menjalani masa pendidikan. Akhir kata hanya Tuha Yang Maha Esa yang dapat membalas segala kebaikan. Semoga semua ilmu yang penulis peroleh selama Program Pendidika Dokter Spesialis Ilmu Bedah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih

Medan, September 2015 Penulis

Iin Syahputra

(10)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN...

DAFTAR ISI...

BAB I...

PENDAHULUAN...

1.1.Latar Belakang Masalah...

1.2. Rumusan Masalah...

1.3. Tujuan Penelitian...

1.3.1. Tujuan Umum...

1.3.2. Tujuan Khusus...

1.4. Manfaat Penelitian...

1.4.1. Manfaat Akademik...

1.4.2. Manfaat Pelayanan...

1.4.3. Pengembangan Penelitian...

BAB II...

TINJAUAN PUSTAKA...

2.1. Defenisi Nyeri...

2.2. Patofisiologi Nyeri...

2.3. Penilaian Nyeri...

2.4. Klasifikasi Nyeri...

2.4.1. Nyeri Akut dan Kronik...

2.4.2. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik...

2.4.3. Nyeri Viseral...

i ii iii

1 1 1 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 5 8 10 10 11 11

(11)

iv

2.4.4. Nyeri Somatik...

2.5 Open Reduction...

2.6. KerangkaTeori...

BAB III...

METODOLOGI PENELITIAN...

3.1. Desain Penelitian...

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...

3.2.1. Tempat...

3.2.2. Waktu Penelitian...

3.3. Populasi dan Sampel...

3.3.1. Populasi...

3.3.2. Sampel...

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...

3.4.1. Kriteria Inklusi...

3.4.2. Kriteria Eksklusi...

3.5. Informed Consent...

3.6.Cara Kerja……...

3.7. AlatdanBahan………..

3.8. Definisi Operasional...

3.9. Masalah Etika...

3.10. Analisis Data...

BAB IV...

HASIL PENELITIAN...

BAB V...

PEMBAHASAN...

12 12 13 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 14 15 15 15 16 16 16 16 17 17 22 22

(12)

v

BAB VI...

SIMPULAN DAN SARAN...

4.1. Kesimpulan……...

4.2. Saran………...

DAFTAR PUSTAKA...

24 24 24 24 25

(13)

GAMBARAN DERAJAT NYERI PASCA BEDAH PADA PASIEN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR VAS

(VISUAL ANALOGUE SCALE) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

Latar Belakang

Nyeri masih merupakan alasan pasien untuk datang menemui para klinisi oleh karena nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri akut pasca operasi orthopaedi terutama trauma muskuloskeletal masih tinggi dan berisiko menimbulkan nyeri kronik.

Metode

Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskritptif untuk mengetahui gambaran derajat nyeri pasien pascaoperasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Seluruh pasien yang telah dilakukan tindakan operasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode bulan September 2015 yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pasien dalam keadaan selesai operasi dan sadar penuh (T0) akan dilakukan penilaian derajat nyeri pasien dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Penilaian nyeri akan dilakukan dalam waktu 24 jam dengan rincian pada jam ke 1 setelah operasi dan sadar penuh (T1), 2 (T2), 3 (T3), 4 (T4), 6 (T6), 9 (T9), 12 (T12), 18 (T18) dan 24 (T24) yang diklasifikasikan menjadi kategori ringan (VAS 0-3), sedang (4-6), dan berat (7-10).

Hasil

Penelitian diikuti oleh sebanyak 15 orang pasien yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 13 orang (86.7%). Pada penelitian ini ditemukan gambaran nyeri pasien sebelum operasi berupa 13.3% mengeluhkan nyeri ringan, 66.7% dengan nyeri sedang, dan 20% dengan nyeri berat. Pada jam T1 hingga jam T24 tidak ditemukan keluhan nyeri berat.

Ditemukan adanya trend penurunan nilai VAS dari sebelum operasi hingga T24 pasca operasi trauma musculoskeletal. Nilai VAS tertinggi ditemukan pada saat sebelum operasi dengan rata-rata nilai 4.93. Sementara nilai VAS T1 hingga T24 pasca operasi menunjukkan nilai VAS <4.

Kesimpulan

Semua pasien hanya mengalami nyeri ringan-sedang selama 24 jam pasca operasi trauma muskuloskeletal dengan trend penurunan skor VAS sebelum operasi hingga 24 jam pasca operasi. Diperlukan perhatian khusus pada 6 jam pasca operasi untuk menilai ulang derajat nyeri dan pemberian analgetik yang adekuat sehingga tidak terjadi perburukan derajat nyeri.

(14)

ASSESSMENT OF PAIN IN MUSCULOSKELETAL TRAUMA POSTOPERATIVELY IN ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN

Introduction

Pain is still the main reason to seek medical advice since it is an unpleasant feeling related to tissue damage. Acute pain assessment after orthopedic surgery mainly in musculoskeletal trauma is still high and in chronic pain risk.

Methods

This was a descriptive study describing an assessment of pain in musculoskeletal trauma postoperatively in Adam Malik Hospital Medan. All patients underwent a musculoskeletal trauma-related surgery in September 2015 who had fulfilled the inclusion criteria was included in this study. Visual Analogue Scale (VAS) was the preferred method to assess the pain scale. The pain scale was firstly assessed right after surgery when the patient had been fully alert (T0) followed by the first (T1), 2nd (T2), 3rd (T3), 4th (T4), 6th (T6), 9th (T9), 12th (T12), 18th (T18), and 24th (T24) hour which classified into mild pain (VAS 1-3), moderate pain (VAS 4-6), and severe pain (VAS 7-10)

Results

There were 15 patient included in this study; majority of the patients were male (13 patients, 86.7%). The assessment of preoperative pain scale category was 13.3% mild, 66.7%

moderate, and 20% severe. In T1 until T24, there was no severe pain noted. There were trends of decreasing VAS between preoperative assessment and T24 postoperatively. The highest VAS was noted preoperatively with mean 4.93. All VAS between T1 and T24 was below 4.

Conclusion

All patients only complained of mild-moderate pain for 24 hours post musculoskeletal trauma surgery with trends to gradual decreasing VAS between preoperatively and 24 hours postoperatively. A special precaution is needed within 6 hours postoperatively to reassessed the pain scale and an administration of adequate analgesia for pain control.

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Nyeri masih merupakan alasan pasien untuk datang menemui para klinisi oleh karena nyeri adalah rasa dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang dikaitkan dengan adanya kerusakan jaringan. Menurut survey di Amerika Serikat hampir 73 juta pasien telah dilakukan operasi setiap tahunnya tetapi nyeri masih ditemukan hampir 75% dari 73 juta tersebut. Tidak mengherankan bahwa hampir 30 tahun penanganan serta pengukuran nyeri pascabedah belum sampai ke tingkat yang memuaskan. Banyak faktor yang melibatkan timbulnya nyeri misalnya umur, jenis kelamin, jenis pembedahan, suku, pengalaman nyeri sebelumnya serta melibatkan faktor psikologi. (Clark C W et al. 2009).

Nyeri diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang nantinya dari kerusakan jaringan ini akan keluar mediator-mediator inflamasi yang akan merangsang reseptor nyeri (nosiseptor), sehingga jenis pembedahan serta luas daerah pembedahan akan mempengaruhi persepsi nyeri pascabedah. Contohnya nyeri pascabedah orthopaedi tergolong nyeri hebat. Nyeri pada tulang berasal dari periosteum dan sumsum tulang “(bone marrow)” yang dapat menghantarkan sinyal nyeri ke otak sehingga menghasilkan rasa nyeri. Jaringan tulang terdiri dari 2 jenis saraf yang bermielin (A beta dan A delta) serta saraf yang tidak bermielin yaitu serabut C. Dengan kombinasi ini mereka dapat menghantarkan dan memunculkan letupan nyeri. Nyeri ini terjadi diawali oleh serabut bermielin yang diikuti sinyal lambat dan bertahan lama yang dimunculkan oleh serabut yang tidak bermielin. (Riley and Boulis.2006).

Penanganan nyeri pascaoperasi harus dilakukan sebaik mungkin. Hal ini untuk mencegah pasien masuk ke dalam nyeri kronik pascaoperasi. Pada tahun 1998 dilakukan survei di Inggris dan ditemukan terdapat sejumlah 5130 pasien mangalami nyeri kronik dan sekitar 40% diakibatkan oleh pembedahan. Jika pasien masuk ke dalam nyeri kronik maka nyeri akan lebih sulit diobati akibatnya

(16)

2

biaya pengobatan meningkat, luka operasi butuh waktu lama sembuh dan khusus pascaoperasi orthopaedi pasien membutuhkan waktu yang lama untuk mobilisasi akibat nyeri aktivitas. (Hassan W et al. 2012)

Sebelum melakukan penangan nyeri maka penilaian nyeri perlu dilakukan terlebih dahulu. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menilai nyeri yaitu menggunakan Metode Nomor (Numeric Rating Scale), Kata-Kata (Verbal Rating Scale), Wajah (Wong-Baker Faces Scale) serta menggunakan VAS (Visual Analogue Scale). Setelah didapati derajat nyeri maka langkah selanjutnya yaitu menentukan pengobatan yang tepat sesuai dengan derajat nyeri pasien atau sesuai dengan WHO step ladder. (SAJA.2009)

Nyeri akut (segera) setelah operasi orthopaedi dijumpai sekitar 16% (248 pasien) dari keseluruhan operasi orthopaedi (1552 pasien). Nyeri pascaoperasi sedang sampai berat dapat mencapai 17% sampai 40% bahkan dapat sampai 60%

sehingga penanganan nyeri dalam waktu 24 jam pertama mutlak untuk dilakukan.

Penanganan nyeri dikatakan baik jika pasien mengeluhkan nyeri ringan atau VAS<

4. Tetapi jika nyeri ini tidak tertangani dengan baik (VAS>4) maka dapat menimbulkan nyeri kronik. Nyeri terutama paling berat terjadi dalam kurun waktu 24 jam pertama pascaoperasi. Jumlah nyeri kronik pada operasi hip prosthesis berjumlah 13 % dan 7% dalam 1 tahun dan 23% dan 3% dalam waktu 2 tahun pascaoperasi. Sebuah penelitian retrospektif (102 bulan) pada 500 pasien yang telah dilakukan operasi hip replacement masih ditemukan nyeri saat duduk 16%

dan nyeri saat berjalan 35%. Sebagian besar kasus operasi orthopaedi biasanya disebabkan oleh trauma muskuloskeletal. ( Reuben SS.2007; Hassan W.2012)

Kalau dilihat dari data yang diatas ini maka terlihat bahwa nyeri akut pasca operasi orthopaedi terutama trauma muskuloskeletal masih tinggi dan berisiko menimbulkan nyeri kronik. Data ini juga mungkin dapat ditemukan jumlah data yang bervariasi bisa lebih tinggi atau lebih rendah jika diteliti dalam populasi yang lain. Data yang diperoleh akan sangat berguna untuk mengevaluasi penanganan nyeri yang selama ini dilakukan. Walaupun data dari dunia internasional telah banyak menunjukan prevalensi nyeri tetapi tetap saja data itu tidak bisa diseragamkan dengan tempat atau populasi yang lain oleh karena

(17)

3

persepsi nyeri seseorang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, budaya, tingkat pendidikan, umur, jenis pembedahan dan lain sebagainya. (Mackintosh C.2007)

Untuk itu peneliti mencoba melakukan penelitian dengan melihat gambaran derajat nyeri pascabedah pasien trauma muskuloskeletal dengan menggunakan VAS (Visual Analogue Scale) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimakah gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma muskuloskeletal menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale).

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Memberikan gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma muskuloskeletal dengan menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien trauma muskuloskeletal yang menjalani operasi di RSUP H. Adam Malik

2. Untuk memberikan gambaran derajat nyeri pasca bedah pada pasien trauma muskuloskeletal menggunakan alat ukur VAS (Visual Analogue Scale).

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademik

1. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Menambah wawasan peneliti mengenai gambaran derajat nyeri pasca operasi trauma muskuloskeletal.

(18)

4 1.4.2. Manfaat Pelayanan

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pascabedah yang lebih baik.

2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak rumah sakit mengenai penanganan nyeri yang baik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan pelayanan manajemen nyeri pascabedah.

1.4.3. Pengembangan Penelitian

1. Dapat dipakai sebagai pedoman penelitian untuk penanganan nyeri pascabedah trauma muskuloskeletal.

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Nyeri

Pada tahun 1968, McCaffery mendefinisikan nyeri sebagai “whatever the experiencing person says it is, existing whenever she says it does”. Definisi ini menegaskan bahwa nyeri itu sangat subjektif dan tidak ada alat ukur objektif terhadap nyeri. Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain7 mendefinisikan nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan.

Nyeri adalah pengalaman, sifatnya subjektif, penilaiannya tergantung apa yang dilaporkan pasien. Sensasi nyeri adalah fenomena neurobiokimia yang melibatkan banyak zat-zat biokimia yang diwujudkan dalam bentuk neurotransmiter nyeri. Neurotransmiter ini teraktivasi akibat rangsangan yang diterima oleh nosiseptor. Nosiseptor adalah reseptor sensorik khusus yang bertanggung jawab untuk rangsangan noxious (tidak menyenangkan) misalnya rasa sakit. ( Clark C W et al.2009; IASP.2011)

2.2. Patofisologi Nyeri

Ada empat proses yang terlibat dalam nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses merubah sinyal nyeri dari mekanik, suhu, kimia menjadi suatu sinyal-sinyal listrik yang akan diterima diujung-ujung saraf. Kerusakan jaringan menyebabkan terlepasnya substansi kimiawi endogen seperti bradikinin, substansi P, serotonin, histamin, ion H, ion K, prostaglandin. Zat kimia ini terlepas ke dalam cairan ekstraseluler yang melingkupi nosiseptor. (Butterworth JF.2006)

Kerusakan membran sel akan melepaskan senyawa fosfolipid yang mengandung asam arakhidonat dan terjadi aktivasi ujung nosiseptif aferen. Asam arakhidonat atas pengaruh prostaglandin (PG) endoperoxide synthaseakan membentuk cyclic endoperoxide (PGG2 dan PGH2) dan akan membentuk mediator inflamasi sekaligus mediator nyeri seperti tromboksan (TXA2), prostaglandin (PGE2, PG2α), prostasiklin (PGI2). Terbentuk pula leukotrien (LT) atas pengaruh 5-lipooksigenase.Setelah kerusakan jaringan, timbul mediator nyeri atau inflamasi berupa substansi P, PGs, LTs dan bradikinin. (Butterworth JF.2006)

Sel mast juga aktif dan akan melepaskan histamin. Kombinasi senyawa ini menimbulkan vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah lokal

(20)

6

sehingga membantu gerakan cairan ekstravasasi ke dalam ruang interstisial jaringan yang rusak. Proses ini mengawali mekanisme respon inflamasi yang merupakan langkah pertama dalam proses pertahanan terhadap cedera jaringan dan reparasi luka. (Setiabudi A. 2005)

Pada akhirnya mediator juga mengaktifkan nosiseptor. PGs dan LTs tidak langsung diaktifkan melainkan mensensitisasi nosiseptor agar dapat dirangsang oleh senyawa lain seperti bradikinin, histamin sehingga terjadi hiperalgesia, yaitu respon stimuli yang meningkat, pada kondisi normal sudah menimbulkan sakit. Pelepasan mediator kimiawi terus menerus dapat menyebabkan stimulasi dan sensitisasi terus menerus pula sehingga terjadi hiperalgesia, allodina dan proses ini berakhir sesudah terjadi proses penyembuhan. (Macrae WA. 2001)

Selanjutnya lekotrien D4 (LTD4) mengaktifkan makrofag dan basofil yang akan menstimulus dan meningkatkan pelepasan eikosanoid, yaitu metabolit yang terlepas akibat terjadinya metabolisme asam arakhidonat. Lekotrien D4 juga melepas substansi P dan secara tidak langsung bekerja pada neuron sensoris dengan menstimulus sel lain untuk melepaskan bahan neuron aktif. Leukosit Poli Morfo Nuklear (PMN) melepaskan leukotrien B4 (LTB4).Keduanya berperan dalam sensitisasi nosiseptor.Pada inflamasi, sistem imun akan melepaskan sitokin proinflamasi: interleukin IL1β, IL6, TNF, IFN. Sitokin ini dengan cepat akan berinteraksi dengan saraf perifer melalui mediator. IL1β berinteraksi dengan neuron sensoris, mengaktifkan eikosanoid dalam sel seperti fibroblas dan menyebabkan terlepasnya prostaglandin. Platelet dan sel mast melepas serotonin yang langsung mengaktifkan atau mensensitisasi nosiseptor dan menimbulkan hiperalgesia. Proses transduksi dapat dihambat oleh obat anti inflamasi non steroid atau non-steroid antiinflamatory drugs (AINS/NSAID).

Transmisi adalah proses berikutnya dari transduksi berupa penyaluran sinyal-sinyal nyeri berupa sinyal listrik. Dalam keadaan hiperalgesia intensitas impuls akan membesar yang kemudian ditransmisi oleh serabut aferen nosiseptif primer lewat radiks posterior menuju kornu posterior medula spinalis. Serabut perifer terdiri dari serabut sensoris, motorik somatik, motorik otonomik. Akson dari neuron primer bermielin atau tidak bermielin, dibungkus neurolema. Terbagi atas serabut A, B, C. Serabut A terbagi menjadi Aα, Aβ, Aγ dan Aδ.

Akson berakhir pada kulit dan bangunan lain sebagai anyaman rapat, dekat ujung akhir saraf, bungkus perineural terbuka dan sel schwan menjadi ireguler. (Setiabudi A.2005)

Serabut aferen primer nosispetif khusus menghantarkan impuls nosispetif, yang terdapat di kulit, periosteum, sendi, ligamen, otot, visera.Serabut yang menyampaikan impuls

(21)

7

nosiseptif hanya Aδ dan C, sehingga serabut tersebut tidak bermielin atau bermielin halus.Stimulus yang dapat direspon adalah mekanik, mekanotermal. Impuls di neuron aferen primer melewati radiks posterior masuk ke medula spinalis pada berbagai tingkat membentuk sel bodi dalam ganglia radiks posterior. Serabut ini membelah dua, mengirim banyak cabang kolateral. Serabut aferen primer berakhir pada lamina I, substansia gelaitnosa (lamina II, III), lamina V, lamina IV. (Setiabudi A.2005)

Impuls ditransmisi ke neuron sekunder dan masuk ke traktus spinotalamikus lateralis.Kornu posterior berfungsi sebagai jalur masuk decendens dari otak untuk melakukan modulasi impuls dari perifer. Impuls selanjutnya disalurkan ke daerah somatosensorik di korteks serebri dan diterjemahkan. Proses transmisi ini dapat dihambat oleh obat anestesi local. (Setiabudi A.2005)

Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsangan nyeri yang terjadi ditingkat medula spinalis. Modifikasi ini dapat terjadi pada sepanjang titik dari sejak transmisi pertama menuju korteks serebri.Modifikasi dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan). Impuls setelah mencapai kornu posterior medula spinalis akan mengalami penyaringan intensitas yang bisa diperbesar atau dihambat. Sistem pengendali modulasi ini adalah sistem gerbang kendali spinal atau the gate control theory of pain. Terdiri dari substansia gelatinosa sebagai penghambat sel transmisi T, serabut aferen diameter besar akan menutup gerbang, diameter kecil akan membuka gerbang. Cabang serabut decendens dari otak ke substansia gelatinosa akan menambah hambatan sel transmisi T. Apabila impuls melebihi ambang sel T maka akan melewati sistem kendali gerbang spinal dan diteruskan ke pusat supraspinal di korteks somatosensoris. Impuls akan dipersepsi sebagai pengalaman nyeri. Substansi yang bekerja sebagai modulator nyeri di medulla spinalis yaitu dinorfin, enkefalin, noradrenalin, dopamin 5 HT2, GABA (Gama Amino Butiric Acid) akan menghambat nyeri. Substansi yang meningkatkan nyeri yaitu substansi P, ATP (Adenosin Triposphat), asam amino eksitatori. (Setiabudi A.2005; Butterworth JF.2006)

Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut mencapai korteks otak sehingga mencapai tingkat kesadaran dan pada akhirnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa tanggapan terhadap nyeri tersebut. Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik. Sel transmisi T didalam sistim gerbang

(22)

8

spinal kendali nyeri menerima impuls sensoris yang datang dari perifer. Apabila impuls melebihi atau sama dengan ambang T, impuls nosiseptif tersebut dapat melewati sistim gerbang kendali dan diteruskan ke pusat-pusat supraspinal yang lebih tinggi di korteks somatosensoris, korteks transisional dan sebagainya. Semua impuls nyeri sensoris perifer serta sinyal kognitif pada korteks afeksi dan kognisi akan berintergrasi dan menimbulkan persepsi yang diterima sebagai pengalaman nyeri. Secara sederhana persepsi adalah hasil integrasi dari apa yang ada pada pusat kognisi, pusat afeksi dan sistem sensoris diskriminatif yang dirasakan oleh individu, serta bagaimana cara individu tersebut menghadapinya. (Riley and Boulis.2006; Setiabudi A. 2005)

2.3. Penilaian nyeri ( SAJA.2009;Butterworth JF.2006)

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri pasca pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri:

1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 1. WongBaker Faces Pain Rating Scale

(23)

9 2. Verbal Rating Scale (VRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 2.Verbal Rating Scale.

3. Numerical Rating Scale (NRS)

Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang sedang sampai hebat.

Gambar 3.Numerical Rating Scale

4. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat.

(24)

10 Gambar 4.Visual Analoge Scale.

Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya mudah hanya menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling baik dalam menilai derajat nyeri. Nilai VAS antara 0 – 4 dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS> 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgetik penyelamat (rescue analgetic).

2.4. Klasifikasi Nyeri

Kejadian nyeri unik pada setiap individual kadang disertai dengan rasa takut, marah, kecemasan, depresi dan kelelahan dan sering mempengaruhi bagaimana nyeri itu dirasakan.

Subjektivitas nyeri membuat sulitnya mengkategorikan nyeri dan mengerti mekanisme nyeri.

Salah satu pendekatan yaitu dengan mengklasifikasi nyeri berdasarkan durasi (akut, kronik), patofisiologi (nosiseptif, nyeri neuropatik) dan etiologi (paska pembedahan, kanker).

2.4.1. Nyeri Akut dan Kronik

Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan durasi yang terbatas. Nyeri akut ini dialami segera setelah pembedahan sampai 7 hari dan diakibatkan langsung adanya kerusakan jaringan misalnya pembedahan. Sedangkan nyeri kronik bisa dikategorikan sebagai malignan atau nonmalignan yang dialami pasien paling tidak 1 – 6 bulan. Nyeri

(25)

11

kronik malignan biasanya disertai kelainan patologis dan indikasi adanya penyakit seperti kanker, end-stage organ dysfunction, infeksi HIV dan lain-lain. Nyeri kronik mungkin mempunyai elemen nosiseptif dan neuropatik. Nyeri kronik nonmalignan (nyeri punggung, migrain, artritis, diabetik neuropati) sering tidak disertai kondisi patologis yang terdeteksi dan perubahan neuroplastik yang terjadi pada lokasi sekitar (dorsal horn pada spinal cord) membuat pengobatan menjadi lebih sulit. Pasien dengan nyeri akut dapat memperlihatkan tanda dan gejala sistem saraf otonom (takikardi, tekanan darah yang meningkat, diaforesis, nafas cepat) pada saat nyeri muncul tetapi nyeri kronik bisa tanpa disertai adanya respon otonom. Nyeri kronik dapat berupa hiperalgesia dan allodinia yang pengobatan untuk nyeri ini sangat sulit sehingga, penanganan untuk nyeri akut harus baik agar dapat mencegah timbulnya nyeri kronik. (Mantyh P, 2002)

2.4.2. Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik

Nyeri organik bisa dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktivasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan jaringan saraf pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer dan biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Dampak dari cedera serabut saraf termasuk perubahan dalam fungsi saraf baik di lokasi cedera dan daerah sekitar cedera. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid. (Mantyh P, 2002)

2.4.3. Nyeri Viseral

Nyeri viseral biasanya menjalar, lokalisasi yang difus dan mengarah ke daerah permukaan tubuh jauh dari tempat nyeri namun berasal dari dermatom yang sama dengan asal nyeri.

Sering kali, nyeri viseral terjadi seperti kontraksi ritmis otot polos. Nyeri viseral seperti keram sering bersamaan dengan gastroenteritis, penyakit kantung empedu, obstruksi ureteral, menstruasi, dan distensi uterus pada tahap pertama persalinan. Nyeri viseral, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan refleks kontraksi otot-otot lurik sekitar, yang membuat dinding perut tegang ketika proses inflamasi terjadi pada peritoneum. Nyeri viseral karena invasi malignan dari organ lunak dan keras sering digambarkan dengan nyeri difus, menggerogoti, atau keram jika organ lunak terkena dan nyeri tajam bila organ padat terkena.

(26)

12

Penyebab nyeri viseral termasuk iskemia, peregangan ligamen, spasme otot polos, peregangan struktur lunak seperti kantung empedu, saluran empedu, atau ureter. Pereganagan pada organ lunak terjadi nyeri karena peregangan jaringan dan mungkin iskemia karena kompresi pembuluh darah karena distensi berlebih dari jaringan. Impuls nyeri yang berasal dari sebagian besar abdomen dan toraks menjalar melalui serat aferen yang berjalan bersamaan dengan sistem saraf simpatis, dimana impuls dari esofagus, trakea dan faring melalui aferen vagus dan glossopharyngeal, impuls dari struktur yang lebih dalam pada pelvis dihantar melalui saraf parasimpatis di sakral. Impuls nyeri dari jantung menjalar dari sistem saraf simpatis ke bagian tengah ganglia cervical, ganglion stellate, dan bagian pertama dari empat dan lima ganglion thorasik dari sistem simpatis. Impuls ini masuk ke korda spinalis melalui nervus torak ke 2, 3, 4 dan 5. Penyebab impuls nyeri yang berasal dari jantung hampir semua berasal dari iskemia miokard. Parenkim otak, hati, dan alveoli paru adalah tanpa reseptor. Adapun, bronkus dan pleura parietal sangat sensitif pada nyeri. ( Butterworth JF.2006; Gunawan R.2011;Mwaka G.2013 )

2.4.4. Nyeri Somatik

Nyeri somatik digambarkan dengan nyeri yang tajam, menusuk, mudah dilokalisasi dan rasa terbakar yang biasanya berasal dari kulit, jaringan subkutan, membran mukosa, otot skeletal, tendon, tulang dan peritoneum. Nyeri insisi bedah, tahap kedua persalinan, atau iritasi peritoneal adalah nyeri somatik.Nyeri somatik biasanya lebih akut, intens, tajam, lokal, dan diperburuk oleh gerakan. (IASP. 2011)

2.5 Open Reduction

Open Reduction Internal Fixation adalah sebuah prosedur bedah medis yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang. Open Reduction adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan fiksasi internal mengacu pada penggunaan kawat, screws, pins, plate, intermedullary rods atau nail untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan. Open Reduction Eksternal Fixation adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal dimana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur. Sekrup atau kawat ditransfiksasikan di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain. (Solomon et al.2001)

(27)

13 2.6. Kerangka Teori

(28)

14 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskritptif untuk mengetahui gambaran derajat nyeri pasien pascaoperasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan September 2015.

3.3. Populasi / Sampel

Seluruh pasien yang telah menjalani operasi trauma muskuloskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sampel diambil dari seluruh pasien yang telah dilakukan tindakan operasi trauma musculoskeletal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada periode bulan September 2015 yang telah memenuhi kriteria inklusi.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1. Kriteria Inklusi

a. Pasien pascaoperasi trauma musculoskeletal b. Pasien sadar penuh (GCS 15)

c. Pasien berumur > 18 tahun

(29)

15 3.4.2. Kriteria Ekslusi

a. Pasien yang menolak mengikuti penelitian.

b. Pasien menolak untuk dilakukan pemeriksaan VAS.

c. Pasien dengan kondisi nyeri akibat penyakit di luar trauma musculoskeletal seperti nyeri kanker dan riwayat nyeri kronik.

d. Pasien yang secara rutin mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit sebelum operasi trauma musculoskeletal.

e. Pasien tuna wicara (bisu) f. Pasien tuna rungu (tuli)

3.5. Informed Consent

Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dijalani serta dimintakan keikutsertaannya secara tertulis dalam lembar informed consent.

3.6. Cara kerja

1. Semua pasien yang menjalani operasi trauma muskuloskeletal di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan bulan September 2015 didata kemudian diberikan penjelasan mengenai prosedur penelitian serta diminta untuk menandatangani surat persetujuan keikutsertaan dalam penelitian.

2. Penelitian dilakukan dengan cara:

1) Pasien diambil data dasar meliputi umur, ras, jenis kelamin, jenis trauma musculoskeletal dan jenis operasi.

2) Pasien dalam keadaan selesai operasi dan sadar penuh (T0) akan dilakukan penilaian derajat nyeri pasien dengan menggunakan VAS. Metode VAS dilakukan dengan cara menjelaskan terlebih dahulu kepada pasien mengenai metode VAS.

Metode ini merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta utuk membuat tanda di garis tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Pada metode ini, skor 0-4 menunjukkan nyeri ringan, 5-7 menunjukkan nyeri sedang dan 8-10 menunjukkan nyeri berat.

(30)

16

3) Penilaian nyeri akan dilakukan dalam waktu 24 jam dengan rincian pada jam ke 1 setelah operasi dan sadar penuh (T1), 2 (T2), 3 (T3), 4 (T4), 6 (T6), 9 (T9), 12 (T12), 18 (T18) dan 24 (T24)

3.7. Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan skala VAS dalam bentuk gambar untuk menilai derajat nyeri pasca operasi trauma muskuloskeletal.

3.8. Definisi Operasional

1. Trauma muskuloskeletal adalah trauma yang melibatkan tulang, otot dan ligament anggota gerak atas dan bawah yang terjadi dalam 24 jam sebelum masuk rumah sakit.

2. Derajat nyeri adalah nilai kuantitas nyeri yang dinilai menggunakan skala VAS pasca operasi trauma muskuloskeletal yang diukur pada saat selesai operasi dan pasien sadar penuh (T0), 1 jam pasca operasi (T1), 2 (T2), 3 (T3), 4 (T4), 6 (T6), 9 (T9), 12 (T12), 18 (T18) dan 24 (T24) yang diklasifikasikan menjadi kategori ringan (VAS 0-3), sedang (4-6), dan berat (7-10).

3.9. Masalah Etika

a. Pasien sebelumnya diberi penjelasan tentang tujuan, manfaat serta risiko dari hal yang akan terkait dengan penelitian. Peneilitian ini justru sangat aman dan baik karena penelitin ini menilai derajat nyeri pasien dalam waktu 24 jam sehingga ketika ditemukan nyeri maka nyeri akan langsung ditangani.

b. Dengan adanya peneltian ini justru pasien diuntungkan karena nyeri pasien dipantau selama 24 jam.

3.10. Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah secara deskriptif menggunakan SPSS 20.0 untuk mengetahui gambaran derajat nyeri pasca bedah trauma muskuloskeletal dan akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan narasi.

(31)

17 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian diikuti oleh sebanyak 15 orang pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi.

Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 13 orang (86.7%) seperti ditunjukkan oleh tabel 4.2 dan gambar 4.1. Adapun rerata umur sampel adalah 66.86 tahun seperti ditunjukkan tabel 4.1. Pendidikan terbanyak adalah SMA yaitu 11/15 (73.3%) sampel.

Hampir 3/4 sampel (73.3%) menjalani anestesi general dan hanya 26.7% yang menjalani anestesi spinal. Hanya sekitar 1/4 sampel (26.7%) yang mengalami fraktur tertutup sisanya 73.3% mengalami fraktur terbuka. Sebanyak 20% pasien dilakukan tindakan ORIF, 40%

dilakukan debridement saja, 26.7% dilakukan debridement + ORIF, dan 13.3% dilakukan debridement + OREF seperti ditunjukkan oleh tabel 4.2 dan gambar 4.2.

Tabel 4.1 Karakteristik umur sampel

Karakteristik Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Umur (tahun) 66.86 6.76 53 78

Tabel 4.2 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, jenis anestesi, jenis diagnosis, dan tindakan

Variabel Jumlah %

Jenis Kelamin:

Laki-laki Perempuan

13 2

86.7%

13.3%

Pendidikan SD SMP SMA

3 1 11

20%

6.7%

73.3%

Jenis Anestesi Spinal General

4 11

26.7%

73.3%

Jenis Diagnosis

Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup

11 4

73.3%

26.7%

Jenis Tindakan ORIF

Debridement

Debridement + ORIF Debridement + OREF

3 6 4 2

20%

40%

26.7%

13.3%

(32)

18

Gambar 4.1 Karakteristik jenis kelamin sampel

Gambar 4.2 Karakteristik pendidikan sampel

Pada penelitian ini ditemukan gambaran nyeri pasien sebelum operasi berupa 13.3%

mengeluhkan nyeri ringan, 66.7% dengan nyeri sedang, dan 20% dengan nyeri berat sesuai ditunjukkan gambar 4.3 dan tabel 4.3. Pada jam ke-1 hingga jam ke-4 mayoritas sampel (60- 80%) hanya mengeluh nyeri ringan sedangkan 20-40% sisanya hanya mengeluhkan nyeri sedang. Tidak terdapat pasien yang mengeluhkan nyeri berat. Pada penilaian jam ke-6 sebanyak 60% pasien mengeluhkan nyeri sedang, sementara 40% sisanya mengelukan nyeri ringan. Tetap tidak ditemukan pasien yang mengeluhkan nyeri berat. Penilaian jam ke-9, 12, 18 dan 24 menemukan hasil serupa dengan penilaian pada jam ke-1 hingga jam ke-4 dimana

(33)

19

mayoritas pasien (66.7-80%) hanya mengeluh nyeri ringan, sementara sisanya (20-33.3%) mengeluh nyeri sedang tanpa ada satupun pasien yang mengeluh nyeri berat. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik Kategori nyeri berdasarkan VAS sebelum operasi serta 1-24 jam pasca operasi

0 2 4 6 8 10 12

VAS praoperasi

VAS T2 VAS T4 VAS T9 VAS T18

Ringan Sedang Berat

VAS T1

VAS T3 VAS T6 VAS T12 VAS T24

(34)

20

Gambar 4.4 Kategori nyeri sebelum operasi trauma muskuloskeletal

Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh bahwa nilai VAS tertinggi ditemukan pada saat sebelum operasi dengan rata-rata nilai 4.93. Sementara nilai VAS jam ke-1 hingga jam ke-24 pasca operasi menunjukkan nilai VAS <4. Dilihat dari grafik pada gambar 4.4 ditemukan adanya trend penurunan nilai VAS dari sebelum operasi hingga jam ke-24 pasca operasi trauma musculoskeletal. Berdasarkan grafik tersebut juga didapatkan bahwa rata-rata nilai VAS dari jam ke-1 hingga jam ke-24 pasca operasi menunjukkan kategori nyeri ringan dengan nilai VAS <4.

Tabel 4.4 Gambaran nilai VAS sebelum dan setelah operasi

Nilai VAS Mean Std. Deviation Minimum Maximum

VAS pra operasi 4.93 1.48 3 8

VAS T1 2.93 0.70 2 4

VAS T2 3.27 0.70 2 4

VAS T3 3.40 0.51 3 4

VAS T4 3.33 0.48 3 4

VAS T6 3.67 0.61 3 5

VAS T9 3.33 0.98 2 6

VAS T12 3.33 0.62 3 5

VAS T18 3.07 0.59 2 4

VAS T24 3.33 0.49 3 4

(35)

21

Gambar 4.5 Grafik rerata nilai VAS sebelum operasi hingga 24 jam pasca operasi trauma muskuloskeletal

(36)

22 BAB V PEMBAHASAN

Mayoritas pasien pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 13 orang (86.7%). Hal ini dikarenakan laki-laki secara umum memiliki aktivitas dan mobilitas yang lebih tinggi, terutama aktivitas di jalan raya, sehingga lebih banyak yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dibandingkan perempuan.

Hanya sekitar 1/4 sampel (26.7%) yang mengalami fraktur tertutup sisanya 73.3%

mengalami fraktur terbuka. Sebanyak 20% pasien dilakukan tindakan ORIF, 40% dilakukan debridement saja, 26.7% dilakukan debridement + ORIF, dan 13.3% dilakukan debridement + OREF. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar tindakan operasi trauma muskuloskeletal di unit gawat darurat disebabkan oleh adanya fraktur baik tertutup maupun terbuka. Tindakan didominasi oleh debridement karena sebagian besar fraktur adalah fraktur terbuka dengan tingkat infeksi yang berat sehingga diperlukan pemebersihan luka di ruang operasi.

Penelitian ini menemukan jam ke-1 hingga jam ke-4 mayoritas sampel (60-80%) hanya mengeluh nyeri ringan sedangkan 20-40% sisanya hanya mengeluhkan nyeri sedang. Pada penilaian jam ke-6 sebanyak 60% pasien mengeluhkan nyeri sedang, sementara 40% sisanya mengelukan nyeri ringan. Penilaian jam ke-9, 12, 18 dan 24 menemukan hasil serupa dengan penilaian pada jam ke-1 hingga jam ke-4 dimana mayoritas pasien (66.7-80%) hanya mengeluh nyeri ringan, sementara sisanya (20-33.3%) mengeluh nyeri sedang. Tidak ada satupun pasien yang mengeluh nyeri berat. Beradasarkan hal tersebut ditemukan perubahan pada jam ke-6 pasca operasi yang memerlukan perhatian khusus karena lebih banyak yang mengalami nyeri sedang dibandingkan nyeri ringan. Banyak faktor yang dapat berperan pada hal tersebut. Akan tetapi temuan ini dapat menjadi panduan untuk memberikan perhatian khusus pada 6 jam pasca operasi sehingga tidak terjadi perburukan derajat nyeri yang lebih lanjut.

Pada penelitian ini ditemukan semua pasien hanya mengeluh nyeri ringan-sedang pada 24 jam pasca operasi berbeda halnya dengan penelitian Beauregard et al (1998) yang menemukan 40% pasien mengeluh nyeri sedang hingga berat pada 24 jam pasca operasi.

Nyeri berkurang seiring waktu namun cukup berat untuk mengganggu aktivitas sehari-hari.19

(37)

23

Temuan ini mengindikasikan bahwa pemberian analgetik pasca operasi trauma musculoskeletal sudah baik dalam hal menekan terjadinya nyeri akut pasca operasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata skor VAS pada 24 jam pasca operasi trauma muskuloskeletal adalah 3.33. Sementara penelitian Lynch et al, menemukan rata-rata nilai VAS pada pasca operasi hari ke-1 adalah 6.3 (nyeri sedang).

Temuan pada penelitian ini sekali lagi menunjukkan bahwa penanganan nyeri pasca operasi muskuloskeletal pada 24 jam pertama sudah baik.

Secara umum pada penelitian ini ditemukan bahwa pasien hanya mengalami nyeri ringan-sedang pada 24 jam pasca operasi, akan tetapi tetap diperlukan perhatian khusus terhadap penatalaksanaan nyeri pasca operasi mengingat tujuan utamanya adalah membuat pasien benar-benar terbebas dari rasa nyeri akut pasca operasi.

(38)

24 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Semua pasien hanya mengalami nyeri ringan-sedang selama 24 jam pasca operasi trauma muskuloskeletal dengan trend penurunan skor VAS sebelum operasi hingga 24 jam pasca operasi. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberian analgetik pascaoperasi trauma muskuloskeletal di RS Adam Malik sudah mampu mengendalikan nyeri akut pasca operasi dengan baik.

6.2 Saran

Adapun saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan perhatian khusus pada 6 jam pasca operasi untuk menilai ulang derajat nyeri dan pemberian analgetik yang adekuat sehingga tidak terjadi perburukan derajat nyeri.

2. Perlunya keterlibatan dan kerjasama dari keluarga dalam hal pemantauan derajat nyeri pasca operasi di ruangan sehingga penanganan nyeri yang diberikan lebih optimal.

(39)

25

DAFTAR PUSTAKA

Apfelbaum JL, Pharm CC, Mehta SS, Gan TJ. Postoperative Pain Experience: Results from a National Survey Suggest Postoperative Pain Continues to Be Undermanaged. Anesth Analg.

2003; 97:534 –40.

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 4th Edition. New york: Mcgraw-hill Companies; 2006.

Clark CW, Chokhavatia SS, Kashani A, Clark BS. Pain Management Secret. 3rd Edition.

Philadelphia: Elseiver Publisher; 2009.

Gunawan R. Perbandingan Efek Parasetamol 1 Gr/6 Jam Intravena dan Ketorolak 30 Mg/6 Jam Intravena Untuk Penanganan Nyeri Pasca Pembedahan Seksio Sesaria Dengan Anestesi Regional Blok Subaraknoid. Repository USU. 2011: 1-63.

Hassan W, Inam M, Satar A, Arif M. Postoperative Analgesia With Tramadol in Orthopedic Surgery : Continuous Infusion Versus Repetitive Bolus Administration. Journal of Surgery Pakistan. 2012; 17(4):1-5

International Association for the Study of Pain. Chronic Pain After Surgery. 2011.1-6.

International Association for the Study of Pain. Classification of Chronic Pain. IASP Task Force on Taxonomy. 2th edition. 2011.

International Association for the Study of Pain. Visceral pain In : Core Curriculum for Professional Education in Pain. IASP Press. 2012; 34:1-2

Mackintosh C. Assessment and Management of Patients with Post-operative Pain. Nursing Standard. 2007; 22(5):49-5

Macrae WA. Chronic Pain After Surgery. British Journal of Anesthesia. 2001; 87:88-9

Mwaka G, Thikra S, Mung'ayi V. The Prevalence of Postoperative Pain in the First 48 Hours Following Day Surgery at a Tertiary Hospital in Nairobi. African Health Sciences. 2013. 1-9 Reuben SS, Buvanendran A. Current Concepts Review Preventing The Development Of Chronic Pain After Orthopaedic Surgery With Preventive Multimodal Analgesic Techniques.

J Bone Joint Surg Am. 2007; 89:1343-58

Riley J, Boulis NM. Molecular Mechanisms of Pain: A Basis for Chronic Pain and Therapeutic Approaches Based on the Cell and the Gene. Clinical Neorusugery. 2006 (53).

Setiabudi A. Perbandingan ekspresi sel T CD4+ di Jaringan Sekitar Luka Dengan dan Tanpa Infiltrasi Levobupivakain pada Nyeri Pasca Insisi: Studi Imuno Histo Kimia Pada Tikus Wistar. UNDIP. 2005:1-75

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. System of Orthopaedics and Fractures. 2001 (9) ; 163.

(40)

26

South African Society of Anaesthesiologist. South African Acute Pain Guidelines. SAJAA.

2009;15(6):1-120

Tennant F. Complications Uncontrolled Persistent Pain. 2004.1-2.

Gambar

Gambar 1. WongBaker Faces Pain Rating Scale
Gambar 3.Numerical Rating Scale
Gambar 4.1 Karakteristik jenis kelamin sampel
Gambar 4.3 Grafik Kategori nyeri berdasarkan VAS sebelum operasi serta 1-24 jam  pasca operasi  024681012 VAS praoperasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Opinnäytetyön tavoitteena oli selvittää perheiden ja työntekijöiden kokemusten pohjalta lastensuojelun avohuollon Alvari-perhetyöhön liittyviä kehitysideoita sekä sitä,

USAID akan mendukung semua tahap ekosistem kewirausahaan melalui kerja sama dengan para mitra untuk memperkuat lingkungan yang mendukung bisnis,.. memperluas kesempatan

Penunjang Pada Proses Penawaran Umum , PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 2.. dibutuhkan karena merupakan persyaratan yang diajukan oleh undang-undang dan yang menjadi tugas

Pilihlah salah satu option dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini yang paling sesuai dengan dirimu, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang Saudara pilih.. Apakah

Dalam bukunya yang berjudul 100 Question &amp; Answer: Kolesterol (Graha, 2010) menuliskan bahwa kalori adalah satuan unit yang digunakan untuk mengukur nilai

Bandar Sribahwono Lampung Timur. Kondisi Pemilik Tidak Punya Uang Untuk Membayar Upah Kepada Pekerja. Kondisi pemilik home industri tidak mempunyai uang pada saat

Minyakdengan densitas tinggi memiliki kemampuan bakar yang rendah, dari tabel 4 dapat diketahui bahwa densitas dari biodieselmdari minyak biji karet degumming H 3 PO 4

Kadar serbuk biji kelor yang digunakan sebagai koagulan pada limbah cair tahu memberikan hasil yang optimum pada 500mg/100ml sampel limbah dan waktu kontak