• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anaisis Problematika Pasca Panen Jeruk Di Kabupaten Karo Dan Teknologi Alternatif Pengolahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Anaisis Problematika Pasca Panen Jeruk Di Kabupaten Karo Dan Teknologi Alternatif Pengolahannya"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHANNYA

SKRIPSI

Oleh

HERBERT ALEXANDER NAPITUPULU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANAISIS PROBLEMATIKA PASCA PANEN JERUK DI

KABUPATEN KARO DAN TEKNOLOGI ALTERNATIF

PENGOLAHANNYA

Oleh

HERBERT ALEXANDER NAPITUPULU 060308032/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

(Achwil Putra Munir, STP, M.Si) (Ainun Rohanah, STP, M.Si

Ketua Anggota

)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Jeruk di Kabupaten Karo dan Teknologi Alternatif Pengolahannya, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan AINUN ROHANAH

Kabupaten Karo, salah satu kabupaten penghasil jeruk terbesar di Indonesia. Sekalipun demikian, petani belum mendapat manfaat yang besar atas hal tersebut. Produksi jeruk yang berlimpah tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima oleh petani. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui problematika pasca panen yang dihadapi oleh stakeholder, dan juga untuk mengetahui teknologi alternatif yang dapat diterapkan bagi produksi jeruk, agar produksi jeruk yang berlimpah dapat termanfaatkan dan harga jeruk lebih stabil. Kata kunci : analisis, jeruk, problematika, teknologi alternatif

ABSTRACT

HERBERT ALEXANDER NAPITUPULU: Analysis of Orange Post-Harvest Problems in Karo District and its Alternative Processing Technology, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and AINUN ROHANAH

Karo regency is one of the biggerst citrus-producing district in Indonesia. However, farmers have not received a great benefit for them. The abundant of citrus production is not comparable with the income received by farmers. This research was conducted to determine the post-harvest problems faced by stakeholders, and also to find alternative technologies that can be applied to citrus production, so that the bulky production of citrus could be benefit to farmers and citrus prices will be more stable.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Herbert Alexander Napitupulu, dilahirkan di Sungai Putih pada tanggal 14 Maret 1988 dari Ayah bernama A.P. Napitupulu dan Ibu bernama T. M. br Siagian. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Padang Sidempuan pada tahun 2006 dan Pada tahun 2006 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahaswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) periode 2009/2010.

(5)

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul Analisis Problematika Pasca Panen Jeruk di Kabupaten Karo dan Teknologi Alternatif Pengolahannya yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Desember 2010

(6)

DAFTAR ISI

Teknologi Pengolahan Pangan ... 16

Sistem ... 17

Topografi Kabupaten Karo ... 29

Perumusan Masalah... 30

Tujuan Sistem ... 31

Aspek Sosial ... 31

Pengolahan lahan di Kabupaten Karo ... 33

Jeruk di Kabupaten Karo ... 34

Tanggapan Petani Terhadap Problematika-Problematika yang Mempengaruhi Pasca Panen Jeruk ... 38

Infrastruktur ... 37

Teknologi Alternatif Pengolahan Jeruk ... 46

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

Hal. 1. Uraian pengertian komponen kotak gelap suatu sistem ... 26 2. Perkembangan luas areal tanam, panen, produksi dan

(9)

iv

1. Diagram alir tahapan pengolahan buah jeruk ... 12

2. Modul sistem ... 19

3. Diagram kotak hitam ... 24

4. Model black box ... 25

5. Frekuensi pendidikan petani di Kabupaten Karo ... 32

6. Frekuensi usia petani di Kabupaten Karo ... 33

7. Frekuensi metode pengolahan lahan di Kabupaten Karo ... 34

8. Frekuensi bantuan yang diharapkan petani di Kabupaten Karo ... 36

9. Frekuensi tanggapan petani terhadap infrastruktur ... 38

10. Frekuensi tanggapan petani terhadap transportasi ... 39

11. Frekuensi tanggapan petani terhadap persaingan harga ... 40

12. Frekuensi tanggapan petani terhadap mutu ... 41

13. Frekuensi tanggapan petani terhadap biaya panen ... 42

14. Frekuensi tanggapan petani mengenai faktor lain ... 44

15. Frekuensi tanggapan petani Kabupaten Karo terhadap masalah-masalah yang dihadapi pada pasca panen ... 45

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Perkembangan luas areal tanam, panen, produksi dan produktivitas

(11)

Jeruk di Kabupaten Karo dan Teknologi Alternatif Pengolahannya, dibimbing oleh ACHWIL PUTRA MUNIR dan AINUN ROHANAH

Kabupaten Karo, salah satu kabupaten penghasil jeruk terbesar di Indonesia. Sekalipun demikian, petani belum mendapat manfaat yang besar atas hal tersebut. Produksi jeruk yang berlimpah tidak sebanding dengan pendapatan yang diterima oleh petani. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui problematika pasca panen yang dihadapi oleh stakeholder, dan juga untuk mengetahui teknologi alternatif yang dapat diterapkan bagi produksi jeruk, agar produksi jeruk yang berlimpah dapat termanfaatkan dan harga jeruk lebih stabil. Kata kunci : analisis, jeruk, problematika, teknologi alternatif

ABSTRACT

HERBERT ALEXANDER NAPITUPULU: Analysis of Orange Post-Harvest Problems in Karo District and its Alternative Processing Technology, supervised by ACHWIL PUTRA MUNIR and AINUN ROHANAH

Karo regency is one of the biggerst citrus-producing district in Indonesia. However, farmers have not received a great benefit for them. The abundant of citrus production is not comparable with the income received by farmers. This research was conducted to determine the post-harvest problems faced by stakeholders, and also to find alternative technologies that can be applied to citrus production, so that the bulky production of citrus could be benefit to farmers and citrus prices will be more stable.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peluang berkebun buah selalu berangkat dari adanya peluang pasar. Setelah peluang pasar diperoleh, baru beranjak ke ketersediaan modal. Dua hal pokok inilah yang paling menentukan sebuah agroindustri perbuahan. Keterampilan (skill), lahan, tenaga kerja, serta sarana/prasarana bisa dengan mudah diperoleh jika dua hal tersebut telah berada di tangan. Untuk kondisi saat ini, pasar buah jeruk, apel, anggur, durian, dan pisang masih terbuka cukup longgar, baik untuk pasar lokal, nasional, regional, maupun global. Yang menjadi kendala adalah ketersediaan modal. Bank dan lembaga keuangan lainnya belum mengenal agroindustri buah-buahan. Sementara para investor selama ini lebih tertarik menanamkan modalnya di sektor perkebunan, peternakan, dan perikanan (Rahardi, 2004).

Buah-buahan adalah suatu bagian dari tanaman yang berbentuk buah dan dikonsumsi dalam bentuk segar, sebagai buah meja atau bahan terolah (processed) dan tidak dapat disimpan lama. Hal ini berarti bahwa mutu dari buah-buahan adalah tidak dapat diperbaiki tetapi hanya dapat dipertahankan (Samson, 1996).

Sifat produk tanaman buah adalah :

Mudah rusak (perishable), buah merupakan produk tanaman holtikultura yang dikenal mudah rusak, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk mempertahankan mutu buah

(13)

Misalnya perubahan cuaca, adanya serangan hama atau penyakit tertentu akan mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas

Musiman, tanaman buah umumnya tanaman berumur panjang (prenial), sehingga berbuah adalah musiman yang berakibat tidak tersedia setiap saat. Pada musim berbuah umumnya produk melimpah, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk dapat menampung produk tersebut

Bulky, buah umumnya mempunyai kandungan air tinggi sehingga

memerlukan ruang besar atau perlakuan khusus didalam transportasi maupun di penyimpanan. Hal tersebut akan menyebabkan biaya tinggi • Spesialisasi geografi, tanaman buah membutuhkan agroklimat tertentu

untuk menghasilkan buah dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Misalnya: salak bali, jeruk siam madu karo, duku Palembang, rambutan binjai, dan sebagainya (Arief, 1990).

Buah-buahan merupakan sumber bahan pangan yang penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam memperoleh manfaatnya sebagai sumber vitamin, mineral dan serat kasar (dietery fiber). Buah-buahan yang dikonsumsi dalam bentuk segar banyak mengandung vitamin C yang sangat dibutuhkan bagi tubuh manusia. Buah-buahan juga banyak yang dapat digunakan sebagai bahan obat untuk menyembuhkan berbagai jenis gangguan tubuh atau dalam bentuk obat luar sebagai lulur.

(14)

3

internasional pada saat ini adalah pisang, nenas, jeruk, mangga, alpukat, rambutan, markisa, sirsak, jambu biji, belimbing, dan manggis. Pada umumnya buah-buah tersebut diekspor dalam keadaan segar, jus ataupun beku. Pada umumnya pasar menghendaki hasil buah-buahan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Bermutu tinggi sesuai dengan standar mutu dan bebas residu pepstisida. 2. Volume buah bermutu tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan pasar

(konsumen).

3. Buah-buahan tersebut harus tiba tepat pada waktu diperlukan oleh pelanggan.

4. Buah-buahan tersebut harus kontinu, terus-menerus tersedia bagi konsumen (pelangan)

(Sunarjono, 2000).

Jeruk termasuk salah satu buah yang banyak diproduksi dan memiliki nilai jual di Indonesia. Buah jeruk bukan hanya dinikmati rasanya yang segar saja, melainkan juga sebagai pelepas dahaga dan sebagai buah pencuci mulut. Ternyata buah jeruk memiliki khasiat ganda, yaitu disamping dapat diolah menjadi minuman atau makanan juga dapat dimanfaatkan untuk obat. Sehubungan dengan tingginya kadar vitamin C pada buah jeruk, maka buah jeruk dapat diolah menjadi tablet-tablet vitamin C atau dimakan langsung untuk menyembuhkan penyakit ging givatis (gusi berdarah) dan penyakit influenza (AAK, 2005).

(15)

memprihatinkan bagi petani jeruk, khususnya petani jeruk di Kabupaten Karo, salah satu kabupaten penghasil jeruk terbesar di Indonesia. Pada awalnya tanaman jeruk menjadi salah satu tanaman primadona di kabupaten ini, tetapi dikarenakan pemasaran yang kurang menyakinkan belakangan ini terkadang jeruk yang telah matang dibiarkan membusuk pada pohonnya.

Kabupaten Karo merupakan dataran tinggi Karo dengan ibukota

Kabanjahe yang terletak 77 km dari kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera

Utara. Luas daerah Kabupaten Karo sekitar 2.127,25 kilometer persegi yang

terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 120-1600 mdpl. Karena berada di

ketinggian tersebut Kabupaten Karo Simalem mempunyai iklim yang sejuk

dengan suhu berkisar antara 16-170C. Di Dataran Tinggi Karo inilah bisa kita

temukan indahnya nuansa alam pegunungan dengan udara yang sejuk dengan ciri

khas daerah buah dan sayur.

(16)

5

tinggi. Hal ini menunjukkan potensi pertanian dalam menyangga ekonomi wilayah masih cukup besar, namun demikian, kondisi wilayah yang masih termasuk daerah tertinggal mengindikasikan potensi tersebut belum mensejahterakan masyarakatnya maupun pemerataan kesempatan memperoleh manfaatnya, padahal potensi tersebut seharusnya dapat menjadi penggerak pembangunan wilayah yang merata.

Banyak hal yang telah diupayakan oleh petani jeruk di Kabupaten Karo untuk menangani masalah ini, salah satunya adalah sistem penjualan jeruk yang mempersilahkan konsumennya untuk memetik sendiri jeruk dari pohonnya. Tetapi ternyata usaha ini juga tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Tidak hanya upaya ini, penurunan harga secara drastis juga telah dilakukan, tetapi tetap saja hal ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Tujuan Penelitian

Mengetahui problematika pasca panen jeruk di Kabupaten Karo dan teknologi alternatif pengolahannya.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(17)

Batasan Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk

Jeruk manis berasal dari India Timur Laut, Cina Selatan, Birma Utara, dan Cochin Cina (daerah sekitar Vietnam). Konon, yang membudidayakan pertama kali adalah orang Cina bagian Selatan. Di Eropa tanaman jeruk mulai dibudidayakan akhir abad ke-15. Akan tetapi, Tolkowsky dalam Pracaya (2003) mengatakan, bahwa jeruk manis telah dikenal di Eropa pada abad 3 sampai ke-4. Pada tahun 1520, orang Portugis membawa bibit unggul dari Cina ke Eropa. Perjalanan yang kedua tahun 1493, Colombus membawa bibit jeruk manis ke Haiti kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya (kepulauan Hindia Barat). Jeruk manis sampai di Mexico pada tahun 1518, di Florida pada tahun 1565, kemudian meluas ke California, Texas, Arizona yang terletak antara 280-350 LU. Pada waktu ini jeruk manis sudah banyak ditanam di daerah tropis maupun subtropis (Pracaya, 2003).

Tanaman jeruk rata-rata berbunga sepanjang tahun, karena bunganya tidak mengenal musim, maka buahnya tersedia setiap saat. Umur tanaman jeruk yang dibudidayakan dengan baik, maksimal dapat mencapi umur 10-15 tahun. Setelah mencapai umur tersebut dapat dilakukan peremajaan kembali. Tanaman jeruk dapat juga dipelihara terus hingga mencapai puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun, terutama jika pohon jeruk tersebut tumbuh dalam suatu lingkungan yang cocok dan tidak terserang oleh penyakit atau hama (Rismunandar, 1986).

(19)

Jeruk manis ini termasuk di dalam klasifikasi berikut ini: Subgenus : Eucitrus

Genus : Citrus

Subtribe : Citrinae

Tribe : Citreae

Subfamili : Aurantioideae Famili : Rutaceae

Ordo : Rutales

Klas : Dicotyledoneae

Subfilum : Angiospermae (biji di dalam buah) Filum : Spermatophyta (tanaman berbiji)

Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-400 LU dan 20-400 LS. Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di sekitar khatulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2.000 m dpl. Temperatur optimal pertumbuhannya antara 25-300C (Samson, 1986).

Jeruk manis termasuk klas dicotyledoneae (berkeping dua), mempunyai ciri-ciri :

• Dapat hidup bertahun-tahun • Perakarannya dalam

• Mempunyai akar tunggang dan akar serabut

• Dapat dikembangbiakkan secara vegetatif (cangkok) maupun generatif (dengan biji)

• Mahkota daun bulat

(20)

9

Komposisi buah jeruk manis terdiri dari bermacam-macam, di antaranya adalah air 70-92% (tergantung kualitas buah), gula, asam organik, asam amino, vitamin, zat warna, mineral, dan lain-lain.

• Kandungan buah

Tanaman jeruk yang ditanam di daerah yang cukup air, daging buah dan kulitnya akan lebih banyak mengandung air dan mineral bila dibandingkan dengan yang ditanam di daerah kering. Kandungan air di dalam kulit buah 70-83%, sedangkan pada daging buah 85-90%. Pada waktu kurang air, daun jeruk bisa diberi air dari buah, terutama dari kulit buah, sehingga kandungan air dari buah menjadi berkurang.

• Kandungan gula

Buah jeruk yang sudah semakin tua, kandungan gulanya semakin bertambah, tetapi kandungan asamnya makin berkurang. Buah jeruk manis yang langsung terkena sinar matahari akan mengandung gula lebih banyak, demikian juga kandungan vitamin C nya.

• Asam amino

Asam amino adalah persenyawaan yang dapat menjadi struktur protein. Selama perkembangan buah, kandungan asam amino berubah-ubah secara kuantitatif dan kualitatif. Buah jeruk manis Valencia dan Washinton, semakin tua kandungan prolinenya makin tinggi.

• Asam organik

(21)

• Vitamin dan faktor pertumbuhan

Pada umumnya, buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Sari buah jeruk mengandung 40-70 mgram vitamin C per 100 cc, tergantung pada jenisnya. Makin tua buah jeruk, biasanya makin berkurang kandungan vitamin C nya. Vitamin C terdapat dalam sari buah, daging, dan kulit, terutama terdapat pada bagian flavedo atau exocarp (lapisan terluar kulit buah) (Pracaya, 2003).

Usaha pengembangan dan pembudidayaan tanaman jeruk memang membutuhkan studi kelayakan yang tidak mudah. Sebab, usaha tersebut harus direncanakan secara matang. Jenis jeruk yang akan dibudidayakan pun perlu dipertimbangkan, mana yang kiranya paling menguntungkan. Jenis-jenis jeruk yang ada di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut :

Jenis jeruk manis (Citrus Aurantium)

Jenis jeruk keprok (Citrus Reticula Balnco atau Citrus Nobilis) Jenis jeruk besar (Citrus Maxima Merr, Citrus Grandis Osbeck) Jenis jeruk lemon (Citrus Limon Linn)

Jenis jeruk lime (Citrus Aurantifolia Swingle) Jenis jeruk sitrun (Citrus Medica Limnaeus)

Jenis jeruk grape fruit (Citrus Paradisi Mactadijen) • Jenis jeruk hibrid

(AAK, 2005).

Pascapanen

(22)

11

pasca panen masih dengan cara sederhana (tradisional) dan tidak efisien. Salah satu bentuk kerusakan yang terjadi selama transportasi dan distribusi biasanya adalah kerusakan fisik dan mekanis yang terjadi pada tahap-tahap pengangkutan, grading dan pengemasan sebelum produk diangkut (Gunarto, 1996).

Mutu yang baik diperoleh apabila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buahan yang belum masak dipanen akan menghasilkan buah yang bermutu jelek, hal ini juga terjadi apabila terjadi penundaan pemanenan (Barus dan Syukri, 2008).

Pasca panen merupakan puncak dari segala usaha yang telah dilakukan petani. Perlakuan pasca panen berperan penting dalam kualitas produksi panen. Penanganan pasca panen yang kurang baik terhadap produk buah-buahan segar akan menyebabkan kerusakan dan kehilangan, baik kehilangan dalam jumlah, mutu, kesegaran maupun nilai gizinya. Pada akhirnya bisa menjadi kendala bagi petani maupun pedagang bahkan eksportirnya (Gunarto, 1996).

Penanganan pasca panen sangat besar artinya dalam mempertahankan kualitas hasil dan mengurangi besarnya kehilangan hasil. Penanganan pasca panen dengan teknologi yang tepat juga berperan dalam membantu pemanfaatan bagian-bagian yang selama ini belum dimanfaatkan, serta meningkatkan daya guna dan nilai guna komoditas pertanian (Mulyono, 1996).

(23)

menarik. Beberapa gangguan fisiologi merupakan akibat penanganan yang kasar. Luka-luka pada kulit merupakan pintu masuk jasad-jasad renik dan mengakibatkan cukup banyak buah-buahan dan sayur-sayuran yang menjadi mubazir (Pantastico, 1986).

Apabila syarat-syarat penanaman yang baik dilaksanakan, pada umumnya jeruk sudah bisa dipanen dalam jangka waktu 3 tahun walaupun hasilnya masih sedikit. Dalam waktu 5 tahun, buah telah cukup banyak. Selain dengan tangan, pemetikan buah pada saat panen dapat dilakukan dengan gunting. Pada saat memotong, diusahakan tidak sampai mengenai kulit buah jeruk, paling tidak masih ada sisa tangkai sepanjang 2 mm. supaya kualitas baik, pemetikan dilakukan bila buah telah cukup masak. Buah yang telah masak mengandung cairan cukup banyak, tetapi bila pemetikan dilakukan setelah melampaui tingkat masak yang optimum, cairan buah akan berkurang. Kualitas yang baik bila kandungan gula dan asam dalam cairan buah (sari buah) seimbang. Komposisi kandungan gula 10-16 bagian dengan 1 bagian asam (gula : asam = 10:1 sampai 16:1) merupakan komposisi yang cukup manis, tetapi masih ada rasa asam sedikit sebagai penyegar. Bila buah terlalu masak, perbandingan 20:1 atau lebih, rasa jeruk menjadi tidak segar lagi (Pracaya, 2003). Menurut Hadiwiyoto dan Soehardi (1981) penanganan buah jeruk, seperti halnya buah yang lain, melewati tahap-tahap seperti pada Gambar 1.

(24)

13

merenggut/memetik atau memotong dari pohon. Pemetikan berlangsung lebih cepat dan kurang memacu terjadinya pembusukan ujung batang. Buah diputar sampai sudut tertentu dan direnggut ke bawah untuk melepaskannya. Untuk pohon pohon tinggi mesin pemanen dapat digunakan. Mesin pemanen berpindah-pindah di antara baris-baris pohon jeruk dan mendukung suatu anjungan pemetikan. Para pemetik mengambil buah-buah dari separuh lingkaran tajuk pohon sampai ketinggian 13 sampai 14 kaki (Pantastico, 1986).

Gambar 1. Diagram alir tahapan penanganan buah jeruk

Sesudah pemetikan buah selanjutnya dilakukan seleksi buah, dan dalam hal ini dapat dilakukan berdasarkan keseragaman dalam bentuk, besar, kemasakan, dan warna kulit. Perlakuan buah setelah panen dan seleksi dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

• Buah segera dicuci dengan air sabun 0,5-1,0% dan 2% soda atau dengan 0,5-1,0% natrium ortho phenyl phenate. Buah direndam selama lima menit kemudian di lap dengan kain halus atau sedikit halus

• Buah dikeringkan dengan lap lunak dan bersih Pemanenan

Pembersihan/Sortasi

Pengangkutan Pengepakan/Sortasi

(25)

Untuk mendapatkan warna kulit buah seragam diberi gas ethylene selama 24 jam

• Pengepakan dengan memasukan buah kedalam peti yang terbuat dari karton dengan ukuran16 kg, 19 kg, 21 kg, 27 kg, 31 kg, dan 34 kg

• Dapat langsung dijual atau dikirim ke daerah lain (Barus dan Syukri, 2008)

Tujuan penanganan atau pengelolaan yaitu :

• Agar buah/hasil tanaman yang telah dipungut tetap dalam keadaan baik mutunya atau tetap segar seperti waktu diambil

• Agar hasil tanaman menjadi lebih menarik dalam sifat-sifatnya (warna, rasa atau aroma)

• Agar hasil tanaman dapat memenuhi standar perdagangan menarik para konsumen individu atau industri

• Agar hasil tanaman selalu dalam keadaan siap dengan mutu yang terjamin untuk dijadikan bahan baku bagi para konsumen industri yang memerlukannya

• Agar hasil tanaman dapat dicegah dari kerusakan dan atau dapat diawetkan lebih lanjut dengan baik untuk sewaktu-waktu digunakan atau dilempar ke pasaran dengan kualitas yang tetap terjamin (Kartasapoetra, 1994).

(26)

15

sebelum dan sesudah panen sangat erat hubungannya. Masalah pengendalian mutu ini antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Pemeliharaan tanaman dari serangan hama

• Pencegahan penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat hasil pertanian

• Pertimbangan tentang derajat kematangan atau kemasakan hasil-hasil pertanian pada saat dipanen. Ini sering menyebabkan hasil panen sering kurang cukup umur atau lewat masak dengan akibat mutu hasil yang kurang baik

• Pengendalian hama gudang. Hal ini penting sekali sebab hama dapat menyerang setiap saat dan sering tidak terlihat karena menyerang bagian dalam hasil pertanian

(Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Agribisnis sebagai Sistem

(27)

menghasilkan luaran (output). Masukan tersebut lebih jauh dapat dibedakan atas masukan terkendali dan masukan tak terkendali. Komponen masukan biaya terdiri dari sumber daya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM), infrastruktur, dan teknologi. Ada masukan lain yang tidak ikut langsung dalam proses tetapi mengkondisikan pelaksanaan dari proses itu sendiri. Masukan ini disebut dengan masukan lingkungan (externalities), masukan lingkungan ini biasanya berupa berbagai aturan dan kebijakan, baik internasional maupun nasional. Dipihak lain luaran juga dapat dikelompokkan menjadi luaran yang diinginkan dan luaran tak diinginkan. Salah satu contoh luaran yang diinginkan adalah stabilitas harga produk pertanian, sedangkan yang tidak diinginkan adalah harga yang berfluktuasi dan cenderung menurun. Dalam mekanisme kesisteman, luaran yang tidak diinginkan tersebut haruslah merupakan umpan balik (feedback) bagi pemegang manajemen pembangunan agribisnis untuk dapat melakukan pembinaan terhadap masukan (terutama masukan yang terkendali) dan proses. Mekanisme ini berlangsung terus sehingga pada akhirnya semua luaran sesuai dengan yang diinginkan, atau paling tidak luaran yang tidak diinginkan bisa dikurangi. (Subiyanto, 1996).

Teknologi Pengolahan Pangan

(28)

17

makanan, sedangkan pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut (Winarno, dkk).

Ilmu teknologi makanan tidak mengajarkan cara-cara merubah bahan makan yang busuk menjadi baik, melainkan mempertahankan yang baik (bentuk kekerasan, warna, rasa, dan sebagainya) agar tetap baik. Teknologi makanan adalah ilmu memperlakukan bahan makanan menjadi makanan yang harus memenuhi kepuasan mata (warna, ukuran, keseragaman, konsisten), kepuasan hidung (bau, aroma), kepuasan tangan (keras, empuk, liat, butir, tepung dan sebagainya), kepuasan lidah (cita rasa), kepuasan gizi (keras, empuk, list dan sebagainya) disamping memperbaiki gizi untuk pencukupan kebutuhan pertumbuhan badan yang sehat, kuat dan cerdas serta pengamanan dan penyelamatan modal.

Pengawetan makanan sudah dikenal sejak berabad-abad lamanya. Mula-mula pengawetan hanya dikerjakan agar bahan makan dapat disimpan hingga waktu paceklik atau apabila produksi sangat melimpah.

Secara garis besar, pengolahan makanan dapat menjadi tiga golongan. 1. Pengawetan secara fisika

a. Cara Pendinginan b. Cara Pengeringan

Cara pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan matahari/penjemuran dan pengeringan buatan

c. Pengalengan atau pembotolan 2. Pengawetan secara kimia

(29)

b. Pengawetan dengan asam

c. Pengawetan dengan karbon dioksida

d. Pengawetan dengan antibiotika atau bahan pengawet lainnya e. Pengawet dengan gula

3. Pengawetan secara mikrobiologi

(Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta, 1997).

Sistem

Definisi sistem sebagai suatu entitas merupakan serangkaian dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan membentuk suatu bagian-bagian yang kompleks tetapi utuh (Tunas, 2007).

Suatu sistem mepunyai karakteristik. Karekteristik sistem adalah sebagai berikut :

1. Suatu sistem mempunyai komponen-komponen sistem (components) atau subsistem-subsistem

2. Suatu sistem mempunyai batas sistem (boundary) 3. Suatu sistem mempunyai lingkungan luar (environment) 4. Suatu sistem mempunyai penghubung (interface)

5. Suatu sistem mempunyai tujuan (goal) (Jogianto, 2003)

(30)

19

mengelola persediaan dan menjaga jumlah persediaan minimal berada di atas level stok yang aman melayani permintaan. Sistem persediaan misalnya berfungsi untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sistem produksi ataupun kelancaran pelayanan permintaan para pelanggan (Napitupulu H.L, 2009).

Untuk tujuan pemakaian sistem dalam sistem informasi manajemen (SIM), modul sistem pada gambar berikut adalah contoh yang jelas mengenai hubungan dari elemen-elemen yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang disebut sistem.

Gambar 2. Modul sistem Modul sistem terdiri dari empat elemen subsistem yaitu :

1. Masukan 2. Pengolahan 3. Keluaran

4. Umpan balik/control (Amsyah, 1997).

Analisis Sistem

Analisis sistem adalah proses menyederhanakan sebuah masalah yang kompleks ke dalam bagian-bagiannya, menguji bagian-bagian tersebut dan merekonstruksi bagian-bagian tersebut kebentuk yang lebih efektif dan efisien. Banyak sistem organisasi yang mengerjakan pengolahan data. Pengolahan dapat

Masukan Pengolahan Keluaran

(31)

ditampilkan sebagai reaksi organisasi terhadap rangsangan-rangsangan data. Tugas seorang analis adalah untuk mengidentifikasikan rangsangan-rangsangan data tersebut, mengikuti pengolahan yang dipengaruhi oleh rangsangan-rangsangan tersebut, dan mengidentifikasikan hasil-hasil dan tahapan-tahapan pengolahan. Seorang analis juga harus menjelaskan masalah-masalah yang ada dalam masing-masing tahapan pengolahan dan jika memungkinkan juga menjelaskan bagaimana membuat tahapan-tahapan pengolahan tersebut menjadi lebih efisien dan efektif (Modell, 1988).

Mengamati sistem bukan hanya mendefinisikan komponen-komponen pendukung sistem, tetapi lebih dari itu harus pula mengetahui perilaku dan variabel-variabel yang ada di dalamnya. Paling tidak analisis terhadap sistem harus dapat membuat konsepsi tentang sistem itu atau menjawab beberapa pertanyaan berikut :

1. Apa sajakah unsur sistem itu? 2. Apa tujuan sistem?

3. Apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan sistem tersebut? 4. Apa sajakah yang diproses oleh sistem tersebut?

5. Apa yang dihasilkan?

6. Apa ukuran dari keberhasilan proses? (Nasution dan Imam, 2007)

(32)

21

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem adalah pendekatan sistematis untuk pemecahan masalah. Pendekatan sistem (system approach) untuk menyelesaikan masalah menggunakan orientasi sistem untuk merumuskan masalah dengan peluang dan mengembangkan solusi. Menganalisis masalah dan memformulasikan solusi melibatkan aktivitas yang saling berhubungan, antara lain:

1. Kenali dan rumuskan masalah atau peluang dengan menggunakan pemikiran sistem

2. Kembangkan dan evaluasi alternatif solusi sistem 3. Pilih solusi sistem yang memenuhi persyaratan anda 4. Desain solusi sistem yang dipilih

5. Implementasikan dan evaluasi kesuksesan sistem yang telah didesain (Humdiana dan Evi, 2006).

Pendekatan sistem juga dapat diartikan sebagai suatu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Untuk dapat bekerja secara efektif suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi :

1. Metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan 2. Suatu tim yang multidisipliner

3. Pengorganisasian

4. Disiplin untuk bidang yang non-kuantitatif 5. Teknik model matematik

(33)

7. Teknik optimisasi 8. Aplikasi komputer (Eriyatno, 2003).

Pendekatan sistem juga dikenal sebagai suatu cara untuk memahami sistem dengan jalan :

1. Memahami gambaran global/menyeluruh dari fenomena(gejala) yang akan membangun sistem

2. Mengkaji kaitan antar komponen/elemen yang membentuk sistem tersebut (Humdiana dan Evi, 2006).

Kotak Hitam/Black Box

(34)

23

karena tidak adanya teknik-teknik yang diperlukan guna mengupas struktur intern tersebut (Winardi, 1989).

Model Black Box merupakan model yang paling mudah untuk mengidentifikasikan dalam suatu sistem di alam. Caranya yaitu mencari ciri-ciri yang universal dari semua penyusunan sistem yang dipelajari. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah sebagai berikut:

1. Keluaran merupakan ukuran performance dari suatu sistem sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Keluaran akan merupakan masukan dari sistem atau subsistem lainnya. Keluaran dapat digolongkan keluaran yang dikehendaki (desired output) yakni yang merupakan respon dari tujuan sistem dan keluaran yang tidak dikehendaki (undesired output) yang merupakan hasil sampingan berupa dampak negatif dari proses sistem pembangunan yang dilaksanakan.

2. Masukan merupakan variabel yang diperlukan agar sistem dapat menjalankan fungsinya. Sebagaimana halnya keluaran, maka masukan ada yang terkontrol dan ada yang tidak. Masukan lingkungan akan mempengaruhi sistem, tetapi hanya sedikit sekali dipengaruhi oleh sistem. Masukan yang demikian merupakan masukan yang tidak terkontrol atau uncontrolled input

(35)

sukar paling tidak harus dapat diidentifikasikan dalam daerah tempat sistem tersebut bekerja.

4. Kontrol atau manajemen yaitu suatu komponen dalam sistem yang diusahakan pada kondisi operasional yang spesifik agar tujuan dapat dipenuhi. Kontrol ini selain mendapat informasi umpan balik dari keluaran juga akan dapat mengarah ke desired keluaran dari sistem operasional 5. Dalam umpan balik (feedback) variabel suatu sistem dihubungkan dalam

suatu “loop” dan menyebabkan perubahan pada variabel yang sama untuk waktu yang akan datang. Umpan balik dapat dirancang sedemikian rupa sehingga dia dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada

(Fandeli, 2001).

Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu :

1. Peubah input 2. Peubah output

3. Parameter-parameter yang membatasi struktur sistem Berikut adalah gambaran diagram kotak hitam

Gambar 3. Diagram kotak hitam (Eriyatno, 2003) INPUT LINGKUNGAN

SISTEM

MANAJEMEN PENGENDALIAN Input tidak terkontrol

Input terkontrol

Output yang dikehendaki Output yang tidak

(36)

25

Disini terdapat adanya suatu relasi transformasi antara input dan output, yang seakan-akan dialihkan melalui elemen-elemen sistim yang tidak dikenal dan relasi-relasi mereka yang tidak dikenal. Jadi, orang hanya memperhatikan input dan output sistem tersebut dan bukan apa yang berlangsung di dalam sistem yang bersangkutan. Maka oleh karenanya orang menggunakan istilah Black Box.

Gambar 4. Model black box (Winardi, 1989).

Input yang diinformasikan dalam kotak hitam terdiri dari dua golongan yaitu yang berasal dari luar (eksogen) atau input lingkungan dan overt input yang berasal dari sistem. Overt input adalah peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input yang terkontrol dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan prilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana halnya overt input yang tidak terkontrol, perwujudan input dapat meliputi manusia, barang, tenaga, modal dan informasi. Output terdiri dari dua golongan yaitu output yang dikehendaki (desireable output) dan yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki biasanya dihasilkan dari adanya pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada waktu analisa kebutuhan. Sedangkan output yang tidak dikehendaki adalah merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan, misalnya berupa buangan bahan (waste) yang mungkin membahayakan kesehatan dan menyebabkan polusi. Berikut akan dijelaskan lebih rinci uraian pengertian komponen kotak gelap suatu sistem.

(37)

Tabel 1. Uraian pengertian komponen kotak gelap suatu sistem

No KOMPONEN URAIAN

A INPUT SISTEM

A.1 Input lingkungan (eksogenus) a) Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem

b) Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah A.2 Input yang endogen (yang

terkendali dan tidak terkendali

a) Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki

b) Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya

A.2.1 Input yang terkendali a) Dapat bervariasi selama pengoperasiaan sistem untuk menghasilkan output yang dikehendaki

b) Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasiaanya c) Dapat meliputi aspek : manusia, bahan,

energi, modal dan informasi

A.2.2 Input yang tak terkendali a) Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem

b) Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi

c) Bukan merupakan input lingkungan (eksogenus), karena disiapkan oleh perancang

B OUTPUT SISTEM

B.1 Output yang dikehendaki a) Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analisis kebutuhan)

b) Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasikan

B.2 Output yang tidak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

b) Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji

c) Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki

C MANAJEMEN

PENGENDALI

Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki

(38)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kabupaten Karo pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan adalah : alat tulis, komputer dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil wawancara, observasi, dan hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang. Dan data sekunder yang diperoleh dari pihak Dinas Pertanian Kabupaten Karo, antara lain : data hasil produksi jeruk dan pedoman dasar dan instruksi kerja tanaman jeruk.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan secara sistematis yakni mencari informasi dan pengetahuan dari berbagai benda (bibliografi) dan juga dari para stakeholder. Disamping itu penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang merupakan sebuah studi untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah data dengan cara:

1. Literatur

(39)

2. Pengamatan (Observasi)

Tahap observasi merupakan tahan yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai obyek penelitian.

3. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab dengan stakeholder yang terkait. Metode ini dilakukan untuk mendukung akurasi data.

4. Diskusi

Diskusi dilakukan dengan petani jeruk pada lokasi penelitian serta badan penyuluhan setempat.

Prosedur Penelitian

1. Menentukan stakeholder-stakeholder yang berkaitan dengan budidaya jeruk khususnya dalam hal penanganan pasca panen.

2. Menganalisis kebutuhan terhadap sesama stakeholder budidaya jeruk. 3. Menganalisis masalah-masalah yang terjadi selama pasca panen.

4. Menentukan ruang lingkup permasalahan yang terjadi pada sistem budidaya jeruk.

5. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting di dalam sistem identifikasi sistem yaitu aspek sumber daya, aspek sossial dan aspek teknis.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Karo

Kabupaten Karo merupakan dataran tinggi Karo dengan ibukota Kabanjahe yang terletak 77 km dari kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Luas daerah Kabupaten Karo sekitar 2.127,25 km2 yang terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 120-1600 mdpl. Wilayah Kabupaten Karo adalah 2,97 % dari luas Daerah Tingkat I Sumatera Utara, memiliki 351.368 orang jumlah penduduk yang tersebar di 17 Kecamatan dan 248 desa. Secara geografis terletak di antara 2o50‘ Lintang Utara sampai 3o19‘ Lintang Utara dan 97o55’ Bujur Timur sampai dengan 98o38’ Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Karo adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Danau Toba

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)

Topografi Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120-1600 mdpl dengan perbandingan luas sebagai berikut :

(41)

Perumusan Masalah

Modell (1988) menyatakan analisis sistem adalah proses menyederhanakan sebuah masalah yang kompleks ke dalam bagian-bagiannya, menguji bagian-bagian tersebut dan merekonstruksi bagian-bagian tersebut kebentuk yang lebih efektif dan efisien.

Kabupaten Karo, salah satu kabupaten yang terletak di Sumatera Utara, telah menjadi salah satu daerah sentra produksi buah dan sayuran, khususnya jeruk. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Pertanian Kabupaten Karo (Tabel 2), produksi jeruk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 terus meningkat setiap tahunnya. Tetapi produksi yang cukup berlimpah ini sering tidak cukup memberikan kesejahteraan bagi petani. Tetapi pada tahun 2008 dan 2009, produksi jeruk turun drastis. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa terdapat suatu masalah yang mengakibatkan produksi jeruk ini menurun.

Tabel 2. Perkembangan luas areal tanam, panen, produksi dan produktivitas komoditi jeruk Kabupaten Karo Tahun 2005 s/d 2009

2005 2006 2007 2008 2009

Tanam (Ha) 14.298,17 14.304,45 13.850,22 12.160,57 12.123,90 Panen (Ha) 10.021,43 10.036,69 11.405,91 9.725,00 9.846,37 Produksi

(Kw) 542.237,0 588.706,00 653.622,75 408.912,00 413.958,66 Pruduktivitas

(Kw/Ha) 541,08 586,55 573,07 420,46 420,42

(42)

31

1. Lama konsumsi dari bahan

2. Variabilitas bahan untuk diolah dari satu produk ke produk yang lain 3. Cara penyimpanan dan penyajian

4. Kesesuaian dengan standar yang ditetapkan

5. Penampakan produk dalam rangka menarik minat konsumen 6. Aspek lingkungan pemasaran

Tujuan Sistem

Banyak dari petani yang belum menyadari jika harga yang mereka terima tidak cukup sebanding dengan segala input yang telah mereka lakukan untuk kebun mereka. Harga yang tidak cukup sebanding ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan akan penanganan ataupun pengolahan produk mereka. Tidak hanya itu, sikap acuh stakeholders terhadap masalah-masalah yang terjadi pada pasca panen produk mereka juga merupakan salah satu penyebab ketidakwajaran harga yang mereka terima.

Sistem ini bertujuan untuk memberikan informasi bagi stakeholder dan semua instansi terkait masalah yang dihadapi petani. Keberhasilan sistem sangat tergantung pada respon dari stakeholder dan semua instansi terkait. Output dari sistem diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak terkait sehingga output yang tidak dikehendaki dapat berkurang pada setiap perputaran sistem.

Aspek Sosial

(43)

dan juga penanganan pasca panen jeruk itu sendiri. Berdasarkan penyebaran kuisioner, pendidikan petani Kabupaten Karo dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proporsi pendidikan petani di Kabupaten Karo

Hasil kuisioner terhadap tingkat pendidikan petani menunjukkan bahwa seluruh petani telah mengenyam pendidikan, walaupun dalam tingkat pendidikan yang berbeda. Proporsi pendidikan paling banyak yang telah dienyam petani ialah SMA sederajat, yaitu 40%. Petani yang mengenyam bangku pendidikan SD/SR sebanyak 35%, SMP adalah 20%, petani sampel, S1 sebanyak 3% dan D3 sebanyak 2% dari petani sampel. Hal ini tentu saja dapat menjadi suatu modal bagi petani untuk mengembangkan budidaya dari kebun jeruk mereka, karena dengan pendidikan yang mereka terima petani tidak hanya mengerti membaca dan menulis tetapi juga diharapkan dapat mengembangkan ide-ide untuk memodifikasi ataupun mengolah produk mereka.

Dalam hal usia, kebanyakan petani yang mengolah kebun mereka masih berumur produktif. Tetapi tidak sedikit dari petani sampel yang sudah tidak produktif lagi. Terdapat 15% dari petani sampel yang berumur 51-60 tahun dan

SD/SR 35%

SMP 20% SMA

40%

D3 2%

S1 3%

(44)

33

10% petani sampel yang berumur diatas 60 tahun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proporsi usia petani di Kabupaten Karo

Pengolahan lahan di Kabupaten Karo

Tidak semua lahan di Kabupaten Karo bertopografi datar. Banyak juga lahan-lahan perkebunan yang bertopogr afi berbukit-bukit, sehingga terkadang menyulitkan petani dalam pembukaan maupun pengolahan lahan. Dalam berkebun jeruk pengolahan tanah pada umumnya dilakukan pada saat memulai penanaman dan pada saat penanaman ulang/peremajaan. Di Kabupaten Karo pembukaan lahan pada umumnya telah menggunakan teknologi, yaitu traktor. Mengenai data pengolahan lahan di Kabupaten Karo dapat dilihat pada Gambar 7.

21-30 10%

31-40 30%

41-50 35% 51-60

15% >60 10%

(45)

Gambar 7. Proporsi metode pengolahan lahan di Kabupaten Karo

Petani di Kabupaten Karo telah cukup banyak yang menggunakan traktor. Sebanyak 88% petani sampel telah menggunakan traktor dalam pengolahan lahannya. Sedangkan 12% petani sampel masih menggunakan buruh harian untuk pengolahan lahannya. Penggunaan traktor biasanya digunakan pada lahan-lahan yang baru dibuka, sedangkan lahan yang telah lama dibuka menggunakan buruh harian pada masanya, hal ini dapat saja dikarenakan belum adanya traktor ataupun karena kebiasaan para petani yang lebih mengutamakan buruh tani dibandingkan traktor. Akan tetapi pembukaan lahan yang telah mengalami sentuhan teknologi ini tidak sama halnya dengan pengolahan pasca panen, yang tentunya bila mendapatkan sentuhan teknologi dapat lebih menstabilkan harga dan produksinya.

Jeruk di Kabupaten Karo

Karo yang terbentang di dataran tinggi dengan ketinggian 120-1600 meter di atas permukaan laut tentunya menjadi faktor yang sangat mendukung bagi budidaya jeruk, hal ini sesuai dengan literatur Samson (1986) yang menyatakan tanaman jeruk di daerah subtropis ditanam di dataran rendah sampai ketinggian

Traktor 88% Buruh

Harian 12%

(46)

35

650 m dpl, sedangkan di sekitar khatulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2.000 m dpl.

Tanaman jeruk di Kabupaten Karo pada umumnya dapat bertahan 10 hingga 25 tahun, tetapi terdapat juga kebun jeruk yang tanamannya jeruknya telah berumur puluhan tahun. Perawatan dan kondisi iklim yang mendukung dapat memperpanjang umur tanam tanaman jeruk. Sesuai dengan literatur Rismunandar (1986) yang menyatakan tanaman jeruk dapat juga dipelihara terus hingga mencapai puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun, terutama jika pohon jeruk tersebut tumbuh dalam suatu lingkungan yang cocok dan tidak terserang oleh penyakit atau hama. Pada umumnya petani jeruk di Kabupaten Karo menaman jeruk dengan jarak tanam 5x5m. sehingga dalam 1 Ha biasanya terdapat ± 400 pohon.

Petani pada umumnya memberikan pupuk dengan intensitas 3-4 kali setahun. Harga pupuk yang cenderung cukup mahal menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pemberian pupuk. Pemberian pupuk yang kontiniu dan tepat tentunya dapat meningkatkan produksi. Tidak hanya pemberian pupuk, pengendalian hama dan penyakit tanaman juga tentunya berpengaruh pada produksi dan mutu buah tersebut. Petani karo biasanya melakukan penyemprotan dalam 4 kali sebulan, tetapi ada juga petani yang melakukan penyemprotan dalam 10 hari sekali. Kendala yang dihadapi dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman biasanya adalah cuaca.

(47)

petani. Pemanenan jeruk pada umumnya tidak dapat dilakukan bila sedang hujan, karena jika buah dipetik dalam keadaan basah maka buah tersebut dapat rusak. Sesuai literatur Pantastico (1986) yang menyatakan buah jeruk mudah menjadi rusak dalam penanganan bila dipetik dalam keadaan basah. Kulitnya mungkin membengkak sewaktu basah dan mudah menjadi memar atau tergores, lonyoh karena sinar matahari, dan menujukkan sel-sel berminyak (oleocellosis).

Pemasaran jeruk di Karo hanya terpatok pada agen/distributor. Hal ini mengakibatkan petani tidak memiliki kuasa dalam penetapan harga. Bahkan apabila harga dari agen/distributor tidak sesuai petani rela menjual jerih payahnya tersebut. Terkadang ada juga petani yang rela membiarkan kebunnya tidak dipanen. Hal ini mungkin saja diakibatkan dari budaya atau gaya hidup dari petani di daerah tersebut.

Mengenai bentuk bantuan yang diharapkan petani dalam usaha mengembangkan usaha taninya dapat dilihat pada Gambar 8.

(48)

37

Terdapat cukup banyak dari petani Karo yang sama sekali tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah, 22% dari petani di Kabupaten Karo tidak mengharapkan bantuan walaupun kondisi dari petani tersebut memerlukan bantuan. Hal ini dikarenakan kurangnya interaksi dari pemerintah daerah tersebut dengan petani. Tetapi disamping itu banyak juga petani yang masih mengharapkan bantuan dari pemerintah, 29% diantaranya adalah subsidi pupuk, 20% dari petani sampel mengharapkan bantuan modal, 15% dari petani berharap bantuan lain (pengawasan terhadap pupuk palsu, teknologi pasca panen (misalnya pembangunan pabrik, alat dan mesin pertanian guna memberi nilai tambah atau menstabilkan harga jeruk, pembentukan kelompok tani, kestabilan harga) dan 14% petani mengharapkan penyuluhan.

Problematika Pasca Panen Jeruk

Tidak stabilnya harga jeruk di Kabupaten Karo tentunya diakibatkan oleh berbagai permasalahan pada pasca panennya. Penanganan pada masalah-masalah yang timbul diharapkan dapat memperbaiki ketidakstabilan harga jeruk tersebut. Berikut tanggapan petani jeruk/stakeholder di Kabupaten Karo mengenai masalah-masalah yang dihadapi dalam pasca panen.

Infrastruktur

(49)

cukup rendah pada petani untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan masalah-masalah tersebut.

Dari hasil penyebaran kuisioner pada petani sampel mengenai faktor infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Proporsi tanggapan petani terhadap infrastruktur

Sebagian besar petani beranggapan infrasturktur merupakan salah satu faktor paling dominan/berpengaruh dalam pasca panen. 32% dari petani sampel yang berada di Kecamatan Tiga Panah beranggapan masalah infrastruktur dapat menjadi kendala yang cukup serius bagi pasca panen jeruk, 27% petani Kecamatan Merek juga beranggapan sama, pada Kecamatan Simpang empat ada 23% petani yang beranggapan infrastruktur merupakan salah satu kendala yang cukup berpengaruh pada pasca panen jeruk, sedangkan pada Kecamatan Barus Jahe hanya 18%.

Transportasi

Demikian halnya dengan infrastruktur, kemacetan pada lalu lintas mengakibatkan alat transport mengalami keterlambatan pengangkutan jeruk ke daerah tujuan. Sehingga hal ini juga dapat mengakibatkan buah rusak/busuk

Merek 27%

Barus Jahe 18% Tiga Panah

32% Simpang Empat

23%

(50)

39

selama pengangkutan. Resiko ini juga tentunya mengakibatkan agen/distributor sekali lagi harus memberikan harga yang cukup rendah pada petani untuk menghindari kerugian pada pihak mereka. Pengantisipasian resiko tentu saja sangat wajar dalam pemasaran, tetapi antisipasi yang dilakukan agen pada petani tidak cukup wajar. Dari hasil penyebaran kuisioner pada petani sampel mengenai faktor transportasi dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Proporsi tanggapan petani terhadap transportasi

Pada Kecamatan Simpang empat dan Kecamatan Tiga Panah jumlah petani sampel yang beranggapan transport merupakan salah satu kendala yang cukup berpengaruh terhadap pasca panen jeruk cukup besar, yaitu sebanyak 32%. Pada kecamatan Merek terdapat 23% petani yang beranggapan sama, dan sisanya, 13% dari petani sampel pada Kecamatan Barus Jahe.

Persaingan harga

Persaingan harga yang terjadi bukanlah persaingan harga antar produsen, karena secara tidak langsung petani diposisikan pada posisi dimana petani yang bertindak sebagai produsen tidak memiliki kesempatan untuk memberikan harga.

Merek 23%

Barus Jahe 13%

Tiga Panah 32% Simpang Empat

32%

(51)

semaksimal mungkin agar dapat membeli jeruk dengan harga seminimal mungkin dan menjualnya kembali dengan harga semaksimal mungkin. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan, bisa dikatakan petani yang menabur, agen yang menuai. Karena dalam hal ini pihak yang sangat diuntungkan adalah agen.

Gambar 11. Proporsi tanggapan petani terhadap persaingan harga

Dalam hal persaingan harga, petani sampel terbesar yang beranggapan kendala ini berpengaruh pada pasca panen jeruk terdapat pada Kecamatan Merek, yaitu 36%. Pada Kecamatan Simpang Empat terdapat 29% petani sampel yang beranggapan sama, dan pada Kecamatan Tiga Panah terdapat 21% petani sampel, dan 14% petani sampel pada Kecamatan Barus Jahe dengan pendapat sama.

Mutu

Sebagian besar petani di Kabupaten Karo belum terlalu memberi perhatian khusus pada mutu produksi mereka. Karena produksi dari kebun mereka dijual secara borongan tanpa dilakukan gradding ataupun penanganan pengendalian mutu lainnya. Proses pengelompokan biasanya dilakukan bila buah telah sampai di tangan agen. Berikut data yang diperoleh dari penyebaran kuisioner pada petani sampel:

Merek 36%

Barus Jahe 14% Tiga Panah

21% Simpang Empat

29%

(52)

41

Gambar 12. Proporsi tanggapan petani terhadap mutu

Belum terpusatnya perhatian petani pada permasalahan mutu, dapat terlihat dari banyak petani yang beranggapan mutu tidak menjadi kendala bagi pasca panen produk mereka, yaitu sebanyak 93% dari petani sampel. Hanya sebagian kecil dari petani sampel yang beranggapan mutu menjadi salah satu kendala bagi pasca panen produk mereka, yaitu 7%, 5% pada Kecamatan Tiga Panah dan 2% pada Kecamatan Simpang Empat.

Biaya panen

Biaya panen di Kabupaten Karo pada umumnya dikelompokkan dalam dua cara perhitungan. Pertama biaya panen dihargai per kg dari hasil panen. Cara kedua, dengan menyewa buruh untuk memanen kebun mereka. Biaya buruh di Kabupaten Karo tergantung pada wilayahnya dan tergantung juga pada musim panen. Biasanya jika musim panen raya tiba, tentunya biaya buruh juga akan naik. Hal ini tentunya dikarenakan banyaknya lahan pertanian yang akan dipanen dan tentunya para petani tersebut harus menyewa mereka. Tetapi ada kalanya petani tidak harus mengeluarkan biaya panen. Petani diberi harga bersih dari produknya

Kendala 7%

Bukan kendala 93%

(53)

oleh agen. Pihak agen sendiri yang langsung turun tangan dalam memanen kebun tersebut.

Pada umumnya petani yang mengeluh biaya panen adalah petani yang memiliki lahan yang tidak cukup luas, sehingga biaya yang dikeluarkan petani tersebut dirasakan cukup besar bagi petani jika dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.

Gambar 13. Proporsi tanggapan petani terhadap biaya panen

Sama halnya seperti permasalahan mutu, banyak petani sampel yang beranggapan biaya panen tidak menjadi kendala bagi pasca panen produk mereka, hal ini dapat dilihat dari besar proporsi petani sampel yang beranggapan masalah ini tidak menjadi kendala bagi produk mereka, yaitu 95%. Sedangkan petani yang beranggapan biaya panen menjadi masalah bagi pasca panen produk mereka adalah 5%, 3% pada Kecamatan Simpang Empat dan 2% pada Kecamatan Barus Jahe.

Faktor lainnya

Kendala 5%

Bukan kendala 95%

(54)

43

Banyak juga petani yang berpendapat lain mengenai kendala yang dihadapi dalam pasca panen. Misalnya faktor pengetahuan dan pendidikan petani. Masih banyak petani yang mengharapkan penyuluhan tentang budidaya jeruk dan pemeliharaanya. Ada juga petani yang berpendapat salah satu kendalanya ialah pengaruh musim buah kayu/pohon (misalnya mangga, durian, rambutan dan lain-lain) lainnya. Dengan adanya buah pohon tersebut, minat terhadap buah jeruk bisa saja menurun karena terdapatnya pilihan lain, terutama daerah Medan dan sekitarnya, tentu saja tidak sedikit masyarakat yang lebih mengutamakan buah-buah pohon tersebut karena buah-buah jeruk dapat setiap saat dicari karena letak Medan yang tidak jauh dari daerah pusat produksinya.

(55)

Gambar 14. Proporsi tanggapan petani mengenai faktor lain

Untuk Kecamatan Merek dan Barus Jahe proporsi petani sampel yang beranggapan terdapat faktor lain yang menjadi kendala bagi pasca panen produk mereka sama besar, yaitu 30%. Demikian halnya dengan Kecamatan Simpang Empat dan Tiga Panah, proporsi petani sampel yang beranggapan sama juga memiliki proporsi yang sama besar, yaitu 20%.

Dari data di atas maka dapat dirangkumkan masalah-masalah atau kendala yang berpengaruh terhadap pasca panen jeruk pada Gambar 15. Gambar ini menyajikan data yang didapat dari hasil penyebaran kuisioner dalam skala kabupaten.

Merek 30%

Barus Jahe 30% Tiga Panah

20%

Simpang Empat 20%

(56)

45

Gambar 15. Proporsi tanggapan petani Kabupaten Karo terhadap masalah-masalah yang dihadapi pada pasca panen

Hasil identifikasi atas hal ini menunjukkan bahwa kendala yang sangat berpengaruh pada pasca panen jeruk di Kabupaten Karo adalah masalah transportasi dan infrastruktur. Sebanyak 26% dari petani sampel beranggapan bahwa transportasi menjadi kendala yang cukup berpengaruh pada pasca panen produk mereka, demikian halnya dengan infrastruktur, 24% petani sampel beranggapan terdapat faktor lainnya yang menjadi kendala bagi pasca panen produk mereka, 17% dari petani sampel beranggapan persaingan harga dapat menimbulkan masalah bagi pasca panen produk mereka, untuk masalah mutu terdapat 4% petani sampel yang menganggap masalah tersebut menjadi suatu kendala bagi pasca panen produk mereka, 2% dari petani sampel beranggapan biaya panen menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada pasca panen. Tetapi tidak semua petani beranggapan terdapat masalah pada pasca panen produk mereka, terdapat 1% dari petani sampel yang beranggapan bahwa tidak terdapat masalah setelah mereka memanen produk mereka.

(57)

Banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menunjang semangat petani yang telah menurun untuk membudidayakan jeruk. Bahkan tidak sedikit petani yang beralih untuk membudidayakan tanaman lain. Beberapa cara tersebut ialah promosi ekspor dan eksistensi kelembagaan kemitraan usaha. Promosi ekspor dapat memberikan semangat tersendiri bagi petani untuk pengembangan komoditi tersebut. Jika saja pemerintah bisa menjamin pasar yang layak dan tentunya dengan harga yang layak, tentu saja petani tidak hanya akan meningkatkan produksinya saja, tetapi juga akan berlomba untuk meningkatkan kualitas jeruk dari masing-masing petani tersebut. Dengan adanya suatu lembaga yang dapat menjadi mitra usaha bagi para petani tentunya akan memudahkan dan meringankan petani dalam mengatasi segala masalah petani, baik dalam bantuan modal ataupun pengetahuan dan pendidikan bagi budidaya tanaman jeruk itu sendiri, dan yang paling penting lembaga mitra usaha tersebut dapat menyatukan suara petani untuk memberikan harga bagi produk mereka, jadi agen tidak lagi mempunyai kuasa untuk memberikan harga. Selain itu mitra usaha juga dapat menjadi penyalur bagi produk itu sendiri. Banyak sekali keuntungan yang dapat diperoleh petani jika saja suatu lembaga mitra usaha dapat dibentuk di daerah tersebut.

Teknologi Alternatif Pengolahan Jeruk

(58)

47

mekanisasi dalam perlakuan dan pengolahan untuk mengamankan dan mempertinggi daya guna makanan berdasarkan pada ilmu kimia, fisika, biologi dan mekanisasi.

Penerapan teknologi pada makanan tidak hanya untuk memberi nilai tambah ataupun mempertahankan nilai gizi dari produk tersebut. Penerapan teknologi dalam pangan juga dapat mengatasi produksi berlebih dari produk tersebut. Seperti halnya dalam masalah ini. Penerapan teknologi dalam pasca panen jeruk ini diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pasca panen jeruk itu sendiri. Berikut ini beberapa teknologi alternatif pengolahan jeruk yang dapat dilakukan dalam industri rumah tangga sampai industri menengah, yaitu:

1. Yoghurt jeruk 2. Selai jeruk

3. Penyimpanan jus dalam botol 4. Jeli jeruk

5. Pemampatan jeruk (bentuk serbuk) 6. Sirup jeruk

(59)

bentuk lain dengan menggunakan teknologi pangan. Sehingga semua produk dapat termanfaatkan.

Interpretasi Model Diagram Kotak Hitam

Setelah identifikasi dilakukan, hal selanjutnya adalah menginterpretasikan faktor-faktor dominan yang diperoleh kedalam sebuah model. Model dapat mewakili suatu abstraksi dari dunia nyata yang disederhanakan sehingga hanya parameter-parameter dan variabel-variabel penting saja yang muncul dalam bentuknya.

Model diagram kotak hitam (black box diagram) ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada kenyataannya, premis dasar dari sebagian besar berpikir kesisteman berlandaskan hubungan proses masukan-keluaran (input-output process) sehingga pada model ini faktor-faktor dominan yang digambarkan hanya berupa masukan (input) dan keluaran (output), sedangkan bagaimana sistem tersebut memprosesnya tidak digambarkan.

Eriyatno (2003) menyatakan dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak hitam perlu diketahui macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu:

1. peubah input 2. peubah output

3. parameter-parameter yang membatasi struktur sistem

(60)

49

pihak tertentu (menjadi suatu lapangan kerja). Peubah input ini sendiri terdiri dari tiga jenis, yaitu input terkendali, input tidak terkendali dan input lingkungan.

Input terkendali adalah peubah yang sangat penting untuk mengubah kinerja suatu sistem selama pengoperasian guna menghasilkan hasil yang dikehendaki. Sesuai dengan literatur dari Eriyatno (2003), yang menyatakan input yang terkontrol dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan prilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan. Dalam sistem ini input terkendalinya yaitu alsintan yang dapat meningkatkan nilai jual, penetapan harga standar jual, pemberian pupuk dan obat-obatan secara tepat, pembasmian lalat buah dan grading produksi.

Input tidak terkendali adalah input yang tidak terlalu penting peranannya dalam kinerja sistem tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi secara keseluruhan dan pada umumnya ini telah direncanakan oleh perancang. Sesuai namanya, input ini tidak bisa dikendalikan oleh perancang, ada pihak atau instansi terkait yang dapat menanganinya. Misalnya dalam sistem ini, salah satu input tidak terkendalinya ialah perbaikan infrastruktur dan transportasi, untuk dapat memperbaiki input ini maka perancang tidak dapat menanganinya, pemerintah daerahlah yang dapat menanganinya. Input tidak terkendali pada sistem ini adalah perbaikan infrastruktur dan transportasi, pemberian penyuluhan bagi petani tentang tanaman jeruk, pemberian subsidi pupuk, pembentukan koperasi dan pengawasan pada pupuk palsu.

(61)

sistem yang ditelaah. Adapun input lingkungan pada sistem ini adalah keadaan iklim di daerah itu sendiri.

Variabel penting selanjutnya dalam model diagram kotak hitam adalah variabel output. Sama halnya dengan variabel input, variabel ini juga dibedakan atas dua jenis yaitu output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Menurut Eriyatno (2003) output yang terkendali biasanya dihasilkan dari adanya pemenuhan kebutuhan yang ditentukan secara spesifik pada tahapan analisa kebutuhan. Sedangkan output yang tidak dikehendaki adalah merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan output yang diharapkan.

Output yang dikehendaki pada sistem ini terdiri dari stabilnya harga jeruk, jeruk hasil produksi telah dikelompokkan, pertanian jeruk dapat meningkatkan taraf hidup petani, dapat menembus pasar internasional, mutu produk terjamin, masyarakat setempat maupun nasional lebih memilih jeruk dalam negeri dan produk terbebas dari lalat buah.

Adapun output yang tidak dikehendaki pada sistem ini ialah banyak ladang jeruk yang diabaikan, pengalihan tanaman dari jeruk ketanaman lain, menghasilkan jeruk yang tidak bermutu, jeruk yang tidak dikelompokkan/grading, harga jeruk masih tergantung pada penetapan tengkulak/agen (harga tidak stabil, taraf hidup petani tidak berkembang dan berkurangnya produksi jeruk.

(62)

51

apabila variabel input tidak dirubah. Eriyatno (2003) menyatakan bahwa dalam perindustrian variabel-variabel ini dapat berupa proses, bahan baku serta peralatan.

(63)

Pemerintah Kabupaten Karo

PASCAPANEN JERUK Input Terkendali:

- Alsintan yang dapat meningkatkan nilai jual - Penetapan harga standar jual

- Pemberian pupuk dan obat-obatan secara tepat - Pembasmian lalat buah

- Grading produksi

Input Tidak Terkendali:

- Perbaikan infrastruktur dan transportasi - Pemberian penyuluhan bagi petani tentang

tanaman jeruk

- Pemberian subsidi pupuk - Pembentukan koperasi

- Pengawasan terhadap pupuk palsu

Input Lingkungan:

- Keadaan iklim

Parameter:

- Taraf hidup petani - Harga jeruk

- Stabilnya harga jeruk - Jeruk hasil produksi telah

dikelompokkan

- Pertanian jeruk dapat meningkatkan taraf hidup petani

- Dapat menembus pasar internasional - Mutu produk terjamin

- Masyarakat setempat maupun nasional lebih memilih jeruk dalam negeri - Produk terbebas dari lalat buah

Output yang tidak dikehendaki:

- Banyak ladang jeruk yang diabaikan - Pengalihan tanaman dari jeruk

ketanaman lain

- Berkurangnya produksi jeruk

- Menghasilkan jeruk yang tidak bermutu - Jeruk yang tidak

dikelompokkan/grading

- Harga jeruk masih tergantung pada penetapan tengkulak/agen(harga tidak stabil

- Taraf hidup petani tidak berkembang

(64)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Berdasarkan pendapat petani di Kabupaten Karo, masalah yang paling berpengaruh pada pasca panen produk mereka adalah masalah transportasi, infrastruktur, persaingan harga, dan beberapa faktor lainnya yang menjadi kendala bagi pasca panen produk mereka seperti faktor pengetahuan dan pendidikan petani, pengaruh musim buah kayu/pohon, cuaca/iklim yang terkadang tak terduga (kencang ataupun hujan es).

2. Masalah mutu dan biaya panen tidak menjadi kendala yang cukup berpengaruh pada pasca panen produk petani.

3. Jeruk dapat dimodifikasi dengan bantuan teknologi; seperti yoghurt jeruk, selai jeruk, jeli jeruk, sirup jeruk, pemampatan jeruk (bentuk serbuk), penyimpanan jus kedalam botol; agar produksi yang cukup berlimpah tidak terbuang sia-sia, memiliki nilai tambah dan agar harga dari produk tersebut lebih stabil.

4. Umur produktif jeruk di Kabupaten Karo pada umumnya 10 hingga 25 tahun, namun dengan kondisi iklim yang mendukung dan perawatan yang baik dapat mencapai puluhan tahun.

5. Input terkendali pada sistem ini adalah alsintan yang dapat meningkatkan nilai jual, penetapan harga standart jual, pemberian pupuk dan obat-obatan secara tepat, pembasmian lalat buah dan grading produksi.

(65)

7. Adapun output yang dikehendaki dalam rancangan sistem ini terdiri dari stabilnya harga jeruk, jeruk hasil produksi telah dikelompokkan, pertanian jeruk dapat meningkatkan taraf hidup petani, dapat menembus pasar internasional, mutu produk terjamin, masyarakat setempat maupun nasional lebih memilih jeruk dalam negeri dan produk terbebas dari lalat buah.

Saran

1. Perlunya pembangunan pabrik pangan ataupun alsintan yang berbahan baku/menggunakan jeruk agar produksi jeruk dapat dimanfaatkan, sehingga harga dari produk tersebut dapat stabil dan kesejahteraan petani meningkat.

2. Perlu adanya kebijakan pemerintah setempat yang dapat mendukung petani secara berkala, seperti pemberian bantuan modal, subsidi pupuk, penyuluhan, promosi produk (jeruk) keluar daerah bahkan ke luar negeri dan pengawasan pupuk.

(66)

DAFTAR PUSTAKA

AAk. 2005. Budidaya Tanaman Jeruk. Penerbit kanisius. Yogyakarta

Amsyah, Z. 1997. Manajemen Sistem Informasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Arief, A. 1990. Hortikultura. Andi Offset. Yogyakarta

Barus, A dan Syukri. 2008. Agroteknologi Tanaman Buah-buahan. USU Press. Medan

Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid satu. IPB Press. Bogor

Fandeli, C.2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Pemapanannya dalam Pembangunan. Liberty. Yogyakarta

Gunarto, A. 1996. Peranan kemasan transpor buah-buahan segar dalam mendukung kekuatan agribisnis di Indonesia. Analisis Sistem 7 : 164-173 Hadiwiyoto, S dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Depdikbud,

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta

Humdiana dan Evi.I. 2006. Sistem Informasi Manajemen. Obsesi Mengoptimalkan Informasi dalam Bisnis. Graha Ilmu. Jakarta

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian DKI Jakarta. 1997. Aneka Pengolahan Lahan Produk Pertanian. Jakarta

Jogianto. 2003. Sistem Teknologi Informasi. Pendekatan Terintegrasi. Konsep Dasar, Teknologi Aplikasi, Pengembangan dan Pengelolaan. Penerbit Andi. Yogyakarta

Kadir, A. 2002. Pengenalan Sistem Informasi. Penerbit Andi. Yogyakarta

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Pengamatan Pasca Panen. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta

Modell, M.E. 1988. A Profesional’s Guide to System Analisys. McGraw. Hill Book Company. New York. USA

Mulyono. 1996. Peran penanganan pasca panen dalam industri pengolahan hasil pertanian di Sulawesi Tenggara. Analisis Sistem 7 : 203-210

Gambar

Tabel 1. Uraian pengertian komponen kotak gelap suatu sistem No KOMPONEN URAIAN
Tabel 2. Perkembangan luas areal tanam, panen, produksi dan produktivitas komoditi jeruk Kabupaten Karo Tahun 2005 s/d 2009
Gambar 5. Proporsi pendidikan petani di Kabupaten Karo
Gambar 6. Usia (Tahun)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Piutang plasma juga nilainya mengalami kenaikan secara signifikan karena memang perusahaan pada waktu itu sedang melakukan peningkatan pada sektor plasma, sedangkan biaya

Selanjutnya, dari 24 responden dalam penelitian ini diperoleh data sebanyak 19 responden (79%) termasuk kedalam kategori sangat berperan, karena dengan minat yang

Untuk mengetahui deskripsi kualitas pelayanan dan tingkat kepuasan anggota di Baitul Mal Wa Tamwil Ki Ageng Pandanaran Semarang, dapat diperoleh dari hasil angket yang

Dengan melihat banyaknya hal positif yang diperoleh dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan, maka diharapkan bagi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi

Makalah ini membahas tentang rancangan kondensor kompak yang diawali dengan perhitungan untuk menentukan ketebalan minimum pada dinding pipa yang akan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performans sapi Bali pada periode awal pertumbuhan yang dipelihara oleh peternak di kecamatan Padang Ratu

tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Sikka, dengan kegiatan sebagai berikut :.

• Bila karya ini dipergelarkan dalam sebuah Festival atau kegiatan yang serupa maka penilaian dilakukan oleh suatu tim juri/pengamat yang berkompeten sesuai dengan tingkatannya