UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI
RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR
WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI
OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
BAHAN SKRIPSI
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI
RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR
WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Pengesahan Skripsi
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh
TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
OLEH: PUTRI YANI NIM 071501057
Dipertahankan Di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Agustus 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji
(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.) NIP 195107231982032001 NIP 195301011983031004
(Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.)
Pembimbing II, NIP 195107231982032001
(Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.) (Dra.Aswita Hafni Lubis, M.Si.,Apt.) NIP 195103261978022001 NIP 195304031983032001
(Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.) NIP 195310301980031002
Dekan Fakultas Farmasi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat
kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul ”UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI
RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda
tercinta, Rusli Ahmad dan Wardah, yang tiada pernah hentinya berkorban dengan
tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, dan juga kepada kakakku Lia dan adikku
Riki yang selalu setia memberi doa, dorongan serta semangatnya.
Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama
melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan.
2. Bapak Alm Drs. Ubaidillah, M.Si., Apt dan Drs. Syahrial Yoenoes, SU.,
Apt., sebagai dosen wali yang telah banyak membimbing penulis selama
3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium
Farmakognosi dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt selaku Kepala
Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian.
4. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si.,
Apt., dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang
telah memberi masukan dan saran kepada penulis hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik
penulis selama masa perkuliahan.
6. Sahabat – sahabat terbaikku Nonie, Lia dan Riah yang selalu menyemangati
dan menemani hidup penulis disaat susah dan senang. Rekan – rekan
stambuk 2007, khususnya ”FKK’07”, k’vika, nova, melisa, nurul, karsi,
darma, tonny, dani, ayu, eva dan teman - teman lainnya yang tidak dapat
disebut satu per satu yang juga banyak membantu serta memberi dorongan
dan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh
TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
ABSTRAK
Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah. Natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum sp. diduga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan.
Penelitian meliputi karakterisasi ampas simplisia, isolasi alginat, dan pengujian efek penurun kadar glukosa darah dari natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap tikus yang dibuat diabetes. Sebelum digunakan tikus terlebih dahulu diinduksi dengan aloksan 130 mg/Kg BB secara intraperitoneal. Peningkatan kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3. Selanjutnya tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan diberikan suspensi natrium alginat secara oral dengan dosis 200, 400, 800 mg/kg BB, metformin dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding positif, dan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai pembanding negatif. Pengujian dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9. Data yang diperoleh dianalisis secara analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan metode Duncan.
Hasil pemeriksaan karakterisasi ampas simplisia rumput laut diperoleh kadar air 12,62% (v/b), kadar sari larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu total 9,30% (b/b), kadar abu tidak larut dalam asam 0,39% (b/b). Hasil pengujian statistik (α=0,05) menunjukkan bahwa pada pemberian natrium alginat dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tidak berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB, sedangkan natrium alginat 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB.
TEST OF HYPOGLIKEMIC EFFECT OF SODIUM ALGINATE OF SEAWEED (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ON
ALOXAN INDUCED WISTAR WHITE MALE RATS
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is one of the diseases of public health problems. Diabetes mellitus is caused by a deficiency of the hormone insulin that functions utilize glucose as an energy source and synthesis of fat so that the deficiency of insulin can cause accumulate glucose in the blood. Sodium alginate extracted from brown seaweed species Sargassum sp. thought to be useful for people with diabetes because it can slow the absorption of glucose in the gastrointestinal tract into the bloodstream. The objective of this research is to assess the effect of sodium alginate on rat blood glucose levels which induced aloxan.
The research includes characterization of simplicia dregs, isolation alginate, and the assessment of blood glucose lowering effect of sodium alginate extracted from seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh of rats made diabetic. Before the rats are used, they are induced by 130 mg/kg bw alloxan intraperitoneally. Grouped into 5 groups of rats and then sodium alginate suspension was administered orally at a dosage of 200 mg / kg, 400 mg / kg, 800 mg / kg BW. Metformin dosage of 50 mg / kg BW as a positive control, and the suspension of Na-CMC 0.5% as the negative control. The tests performed on day 6 and 9. Data were analyzed with analysis of variance continued by Duncan.
The result of the characterization of simplicia dregs seaweed showed water content of 12.62% (v/w), water soluble extract content of 5.43%(w/w), total ash content 9.30% (w/w), and ash insoluble in acid 0.39 % (w/w). The result of statistical tests (α=0.05) showed that the administration of sodium alginate 800 mg / kg BW gave a reduction in blood glucose levels did not differ significantly with the provision of metformin suspension dosage 50 mg / kg BW, while sodium alginate 200 and 400 mg / kg BW gave a decrease in blood glucose levels that were significantly different with the provision of metformin suspension 50 mg / kg.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ………... i
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ……….. vi
ABSTRACT ………...…. vii
DAFTAR ISI ………... viii
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR GAMBAR ………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar belakang ………... 1
1.2 Perumusan masalah ………... 3
1.3 Hipotesis ……….... 3
1.4 Tujuan Penelitian ………... 4
1.5 Manfaat Penelitian ………. 4
1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 6
2.2 Alginat ... 7
2.2.2 Sifat – Sifat Alginat ... 8
2.3 Aloksan ... 9
2.3.1 Definisi Aloksan ... 9
2.3.2 Penagruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel β Pankreas ... 9
2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Darah ... 10
2.4.1 Pankreas ... 11
2.4.1.1 Insulin ... 11
2.4.1.2 Glukagon ... 11
2.4.2 Hati ... 12
2.5 Diabetes Mellitus ... 12
2.5.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 13
2.5.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 ... 13
2.5.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 13
2.5.1.3 Diabetes Mellitus Gestasional ... 14
2.5.1.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain ... 14
2.5.2 Manajemen Terapi ... 14
2.5.2.1 Terapi Insulin ... 14
2.5.2.2 Terapi Obat Hipoglikemia ... 15
2.5.3 Diagnosis ... 17
BAB III. METODE PENELITIAN ...………... 18
3.1 Alat dan Bahan ………... 18
3.1.1 Alat ………... 18
3.1.2 Bahan ………... 18
3.2.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan...……….. 19
3.2.2 Identifikasi Bahan Tumbuhan ... 19
3.2.3 Pengeringan Bahan Tumbuhan ... 19
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia …...………. 20
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik ...……… 20
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ...……… 20
3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia ………. 20
3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air ..………... 21
3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol ………. 21
3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total ………. 22
3.3.7 Penetapan Kadar Abu Tidak LarutAsam ...……….. 22
3.4 Isolasi Alginat ...………. 22
3.4.1 Tahap Praekstraksi ...…... 23
3.4.2 Tahap Pemutihan ... 23
3.4.3 Tahap Ekstraksi dan Pemurnian ……… 23
3.4.4 Tahap Pembuatan Natrium Alginat ……….. 23
3.5 Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR ………....……… 24
3.6 Penyiapan Hewan Percobaan ... 24
3.7 Pengujian Farmakologi ... 24
3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan 5% ... 24
3.7.2 Pembuatan suspensi CMC Na 0,5% (b/v) ... 24
3.7.3 Pembuatan Suspensi Natrium Alginat ... 25
3.7.5 Penyiapan Hewan Uji yang Hiperglikemia ... 25
3.7.6 Penentuan Kadar Glukosa Darah (KGD) ... 25
3.7.7 Penggunaan Alat Glukometer ... 26
3.7.8 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah... 26
3.8 Analisis Data ... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 28
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ………. 28
4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ……… 28
4.3 Hasil Pembuatan Natrium Alginat ……… 29
4.4 Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR ……….. 30
4.5 Hasil Uji Farmakologi ………... 30
4.5.1 Pengaruh Induksi Aloksan terhadap KGD Tikus ……… 31
4.5.2 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-4 Setelah Pemberian Sediaan Uji ……… 33
4.5.3 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-7 Setelah Pemberian Sediaan Uji ……… 34
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………. 37
5.1 Kesimpulan ……… 37
5.2 Saran ……….. 38
DAFTAR PUSTAKA ………. 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam ……… 31
Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis
130mg/kg BB ….……… 32
Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian
sediaan uji ……….…. 33
Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada
hari ke- 6 ……….… 34
Tabel 4.5 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian
sediaan uji ………..………. 35
Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ……….. 5
Gambar 2.1 Struktur Natrium Alginat ………..………. 8
Gambar 2.2 Struktur Molekul Aloksan …………...……….. 9
Gambar 2.3 Skema Pengaturan Glukosa Darah ….………... 10
Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah pemberian Na Alginat dan Metformin ……….. 33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan ... 42
Lampiran 2. Gambar Talus Rumput Laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ..………. 43
Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Karakteristik Simplisia ... 47
Lampiran 4. Penetapan Kadar Abu Simplisia ... 52
Lampiran 5. Bagan Pembutan Natrium Alginat ... 53
Lampiran 6. Spektrum Identifikasi Natrium Alginat ... 54
Lampiran 7. Bagan Alur Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah ……… ... 56
Lampiran 8. Bagan Alur Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus ..… 57
Lampiran 9. Data Kadar Glukosa Darah Tikus Selama Penelitian ... 58
Lampiran 10. Hasil SPSS ... 60
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Dosis ... 64
Lampiran 12. Alat Pengukur Kadar Glukosa Darah Tikus ... 67
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK NATRIUM ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh
TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
ABSTRAK
Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak sehingga kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah. Natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum sp. diduga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan.
Penelitian meliputi karakterisasi ampas simplisia, isolasi alginat, dan pengujian efek penurun kadar glukosa darah dari natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap tikus yang dibuat diabetes. Sebelum digunakan tikus terlebih dahulu diinduksi dengan aloksan 130 mg/Kg BB secara intraperitoneal. Peningkatan kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3. Selanjutnya tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan diberikan suspensi natrium alginat secara oral dengan dosis 200, 400, 800 mg/kg BB, metformin dosis 50 mg/kg BB sebagai pembanding positif, dan suspensi Na-CMC 0,5% sebagai pembanding negatif. Pengujian dilakukan pada hari ke-6 dan ke-9. Data yang diperoleh dianalisis secara analisis variansi kemudian dilanjutkan dengan metode Duncan.
Hasil pemeriksaan karakterisasi ampas simplisia rumput laut diperoleh kadar air 12,62% (v/b), kadar sari larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu total 9,30% (b/b), kadar abu tidak larut dalam asam 0,39% (b/b). Hasil pengujian statistik (α=0,05) menunjukkan bahwa pada pemberian natrium alginat dosis 800 mg/kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang tidak berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB, sedangkan natrium alginat 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan penurunan kadar glukosa darah yang berbeda secara nyata dengan pemberian suspensi metformin 50 mg/kg BB.
TEST OF HYPOGLIKEMIC EFFECT OF SODIUM ALGINATE OF SEAWEED (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) ON
ALOXAN INDUCED WISTAR WHITE MALE RATS
ABSTRACT
Diabetes mellitus (DM) is one of the diseases of public health problems. Diabetes mellitus is caused by a deficiency of the hormone insulin that functions utilize glucose as an energy source and synthesis of fat so that the deficiency of insulin can cause accumulate glucose in the blood. Sodium alginate extracted from brown seaweed species Sargassum sp. thought to be useful for people with diabetes because it can slow the absorption of glucose in the gastrointestinal tract into the bloodstream. The objective of this research is to assess the effect of sodium alginate on rat blood glucose levels which induced aloxan.
The research includes characterization of simplicia dregs, isolation alginate, and the assessment of blood glucose lowering effect of sodium alginate extracted from seaweed Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh of rats made diabetic. Before the rats are used, they are induced by 130 mg/kg bw alloxan intraperitoneally. Grouped into 5 groups of rats and then sodium alginate suspension was administered orally at a dosage of 200 mg / kg, 400 mg / kg, 800 mg / kg BW. Metformin dosage of 50 mg / kg BW as a positive control, and the suspension of Na-CMC 0.5% as the negative control. The tests performed on day 6 and 9. Data were analyzed with analysis of variance continued by Duncan.
The result of the characterization of simplicia dregs seaweed showed water content of 12.62% (v/w), water soluble extract content of 5.43%(w/w), total ash content 9.30% (w/w), and ash insoluble in acid 0.39 % (w/w). The result of statistical tests (α=0.05) showed that the administration of sodium alginate 800 mg / kg BW gave a reduction in blood glucose levels did not differ significantly with the provision of metformin suspension dosage 50 mg / kg BW, while sodium alginate 200 and 400 mg / kg BW gave a decrease in blood glucose levels that were significantly different with the provision of metformin suspension 50 mg / kg.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat, dimana pada kondisi ini terjadi gangguan
metabolik tubuh yang dikarakteristikkan dengan kondisi hiperglikemia dan
abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Well, et al,
2009). Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan hormon insulin yang
berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan sintesa lemak.
Kekurangan hormon insulin menyebabkan glukosa meningkat di dalam darah
(hiperglikemia) dan akhirnya disekresikan lewat kemih tanpa digunakan
(glikosuria) (Tjay dan Rahardja, 2007).
Kemudahan hidup akibat tersedianya produk teknologi yang membantu
manusia, mengambil alih sebagian besar tenaga manusia, akibatnya manusia
kurang bergerak atau kurang aktif. Perubahan perilaku hidup termasuk pola
makan memberikan kontribusi besar pada peningkatan prevalensi diabetes
mellitus. Perubahan pola makan kearah makanan cepat saji inilah yang dapat
menimbulkan tingginya kadar glukosa darah. Faktor lain yang menunjang seseorang
terkena diabetes mellitus yaitu faktor keturunan, stress, dan faktor usia. (Amma,
2009).
Sekitar 88% penderita diabetes dilaporkan menggunakan obat antidiabetik
dalam terapinya. Beberapa dasawarsa terakhir di seluruh dunia ada kecenderungan
kesehatan meskipun efektivitas pemanfaatannya masih perlu dibuktikan (Amma,
2009).
Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat pesisir. Potensi produksi rumput laut di Indonesia
cukup melimpah dan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 produksi
rumput laut mencapai 223.080 ton dan pada tahun 2006 terus meningkat hingga
mencapai 1.341.141 ton. Beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar,
alginat dan karagenan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri
(Bawa, dkk, 2007; Erungan, dkk, 2009).
Selama ini telah diketahui bahwa penggunaan natrium alginat sudah cukup
luas dilakukan di berbagai bidang, seperti industri farmasi, makanan, kosmetik,
tekstil, serta makanan dan minuman antara lain sebagai bahan pengemulsi,
pengental, stabilisator, dan penghancur dalam pembuatan tablet (Rasyid, 2003).
Selain itu, natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut coklat jenis Sargassum
sp. juga berguna bagi penderita penyakit diabetes mellitus karena dapat
memperlambat penyerapan glukosa pada saluran cerna ke dalam aliran darah
(Wikanta, 2005).
Oleh karena itulah, peneliti melakukan penelitian mengenai pengaruh
pemberian natrium alginat yang diekstraksi dari ampas rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus
putih jantan. Penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan rumput laut sebagai alternatif obat alami bahari dalam
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah
penelitian adalah:
a. apakah karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C.Agardh dapat diidentifikasi?
b. apakah natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut
Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh ?
c. apakah natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar glukosa darah
tikus yang diinduksi aloksan?
d. apakah ada perbedaan nyata antara efek penurun kadar glukosa darah dari
natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C.Agardh dibandingkan dengan metformin?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut:
a. karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.
Agardh dapat didentifikasi.
b. natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C. Agardh.
c. natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang
d. tidak ada perbedaan nyata dari pemberian natrium alginat yang diekstraksi
dari rumput laut (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh) dibandingkan
dengan metformin.
1.4Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik simplisia rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agardh.
b. untuk memperoleh natrium alginat yang diekstraksi dari ampas rumput
laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh.
c. untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium alginat hasil ekstraksi dari
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh terhadap kadar
glukosa darah tikus yang dibuat diabetes.
d. untuk mengetahui perbandingan efek natrium alginat yang diekstraksi dari
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh sebagai penurun
kadar glukosa darah dibandingkan dengan metformin.
1.5Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai:
a. sumber karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh.
b. sumber informasi ilmiah mengenai khasiat natrium alginat sebagai
sumber untuk mendapatkan dosis yang tepat dari natrium alginat yang memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah optimal.
1.6Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Natrium Alginat
Aloksan
Tikus Wistar
Metformin
Tikus Diabetes
Kadar Glukosa
Darah Tikus (mg/dl) Simplisia
Rumput Laut Karakteristik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Uraian Tumbuhan
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh
melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun
sejati; tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di
alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras
lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain
secara epifitik (Anggadireja., dkk, 2008).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Dalam taksonomi tumbuhan, rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C. Agardh diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh (LIPI, 2011)
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Secara umum, ciri-ciri dari marga Sargassum adalah bentuk talus yang
umumnya silindris dan ada yang gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di
gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter, dimana warna talus umumnya
coklat (Aslan, 1998).
2.1.3 Kandungan Rumput Laut
Sebagai sumber gizi, rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%),
karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu,
rumput laut juga mengandung enzim, asam nukleat, asam amino, vitamin
(A,B,C,D, E dan K) dan makro mineral seperti nitrogen, oksigen, kalsium dan
selenium serta mikro mineral seperti zat besi, magnesium dan natrium.
(Anggadireja, dkk, 2009). Kandungan asam amino, vitamin dan mineral rumput
laut mencapai 10 -20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Sulistyowaty,
2009).
2.2 Alginat
Alginat merupakan salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk
dalam dinding sel rumput laut coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat
kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan
algae (Rasyid, 2003). Alginat dalam rumput laut coklat umumnya bersenyawa
dengan garam natrium, kalium, kalsium, dan magnesium (Yulianto, 2007).
2.2.1 Struktur Alginat
Alginat merupakan suatu kopolimer linear yang terdiri dari dua unit
monomer penyusun alginat, yaitu β-D-Mannopyranosil Uronat dan α-L-Asam
Gulopyranosyl Uronat. Dari kedua jenis monomer tersebut, alginat dapat berupa
homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis, yaitu β-D-Mannopyranosil
berupa senyawa heteropolimer jika monomer penyusunnya adalah gabungan
kedua jenis monomer tersebut (Rasyid, 2003).
Gambar 2.1 Struktur Natrium Alginat 2.2.2 Sifat – Sifat Alginat
Sifat – sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi
dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Asam
alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH < 3,5. Alginat tidak dapat
larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat
paling stabil pada pH antara 4 – 10, tetapi pada pH yang lebih tinggi viskositasnya
sangat kecil akibat adanya degradasi β-eliminatif (Rasyid, 2003; Rowe, et al,
2009), tetapi pH di bawah 4,5 dan di atas 11 viskositasnya akan mudah
2.3 Aloksan
2.3.1 Definisi Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivate
pirimidin sederhana. Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6 - tetraoxypirimidin;
2,4,5,6-primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam
Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan
murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan adalah senyawa
kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik (Yuriska, 2009).
Gambar 2.2 Struktur Molekul Aloksan
2.3.2 Pengaruh Aloksan Terhadap Kerusakan Sel β Pankreas
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi
binatang percobaan untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental
(hiperglikemik) secara cepat. Aloksan dapat diberikan secara intravena,
intraperitoneal, atau subkutan pada binatang percobaan. Tikus hiperglikemik
dapat dihasilkan dengan menginjeksikan 120 - 150 mg/kgBB. Aloksan dapat
menyebabkan Diabetes Melitus tergantung insulin pada binatang tersebut (aloksan
diabetes) dengan karakteristik mirip dengan Diabetes Melitus tipe 1 pada manusia
(Yuriska, 2009). Mekanisme kerja aloksan diawali dengan ambilan aloksan ke
dalam sel-sel β pankreas dan kecepatan ambilan ini akan menentukan sifat
tetapi jaringan tersebut relatif lebih resisten dibanding pada sel-sel β pankreas.
Sifat inilah yang melindungi jaringan terhadap toksisitas aloksan (Amma, 2009).
Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro juga
menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari
mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion
kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang
merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk
dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis,
senyawa, hewan percobaan dan status gizinya (Amma, 2009).
2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Darah
Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ
tertentu yang paling penting adalah pankreas dan hati.
2.4.1 Pankreas
Pankreas sangat berperan dalam memelihara homeostasis glukosa darah.
Organ ini memiliki sel eksokrin dan sel endokrin. Hormon - hormon yang
dihasilkan pada sel endokrin dihasilkan oleh 4 jenis sel, yaitu: Sel α (yang
memproduksi hormon glukagon), Sel β (yang menghasilkan insulin), Sel D ( yang
memproduksi somatostatin), dan Sel PP (yang memproduksi polipeptida
pankreas) (Tjay dan Rahardja, 2003).
2.4.1.1 Insulin
Secara umum insulin memiliki empat fungsi utama yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat
yaitu mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel, merangsang
glikogenesis, menghambat glikogenolisis, serta menurunkan pengeluaran glukosa
oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis (Sulistyowati, 2009). Setelah
mengkonsumsi karbohidrat yang banyak, glukosa yang diabsorpsi ke dalam darah
akan menyebabkan sekresi insulin yang cepat (Guyton, 1990). Sekali insulin
memasuki sirkulasi, maka insulin diikat oleh reseptor khusus yang terdapat pada
membrane sebagian besar jaringan sehingga memudahkan glukosa menembus
membrane sel (Katzung, 2002). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel
selanjutnya akan diubah menjadi energi atau ditimbun sebagai cadangan makanan.
Cadangan ini digunakan bila tubuh kekurangan energi (Tjay dan Rahardja, 2003).
2.4.1.2Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel α pulau langerhans
yang fungsinya berlawanan dengan hormon insulin yaitu meningkatkan
meningkatkan sekresi glukagon, bila kadar glukosa darah turun sampai
70mg/100ml darah, maka pankreas akan mensekresikan glukagon dalam jumlah
banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati (Guyton, 1990).
2.4.2 Hati
Hati merupakan organ utama yang dicapai insulin endogen melalui
sirkulasi portal. Hati bekerja dengan meningkatkan simpanan glukosa sebagai
glikogen dan membalikkan sejumlah mekanisme katabolisme yang berhubungan
dengan keadaan pascaabsorpsi, seperti: glikogenolisis, ketogenesis, dan
glukoneogenesis (Katzung, 2002).
2.5 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme kronik yang ditandai
dengan tingginya konsentrasi glukosa di dalam darah atau disebut juga
hiperglikemia, yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau dikombinasikan
dengan terjadinya resistensi insulin. Hiperglikemia terjadi karena pengeluaran
glukosa dari hati yang tidak terkontrol dan berkurangnya sintesis glikogen (Rang,
et al, 2007). Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan
mengakibatkan diabetes melitus tipe 1, terutama ditandai dengan penurunan berat
badan, gejala 3 p (polifagia, polidipsia, poliuria) dan umumnya ditemukan pada
usia anak-anak hingga remaja. Sedangkan peningkatan resistensi insulin dengan
penurunan kuantitas insulin menyebabkan diabetes tipe 2, yang dicirikan oleh
2.5.1 Klasifikasi Diabetes Mellitus 2.5.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini sering disebut Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) atau juvenil onset diabetes (Tjay dan Rahardja, 2003). Penyebab
utamanya karena kerusakan autoimun dari sel β pancreas. Penanda dari kerusakan
sel β yang ada pada saat dilakukan diagnosis dari 90% individu dan termauk sel
islet antibodi, antibodi terhadap dekarboksilasi asam glutamat, dan antibodi
terhadap insulin (Dipiro., et al, 2008). Pada kondisi ini, insulin di dalam sirkulasi
tidak ada , glukagon plasma meningkat, dan sel β pankreas gagal berespon
terhadap semua rangsangan insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan insulin
eksogen untuk memperbaiki kondisi katabolik, mencegah ketosis, dan mengurangi
hiperglukagonemia serta penngkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).
2.5.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes ini sering disebut Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM), dimana penyakit dikarakteristikkan oleh adanya resistensi insulin atau
kurangnya sekresi insulin. Kurangnya sekresi insulin posprandial disebabkan
gangguan fungsi sel β pankreas dan kurangnya rangsangan untuk mensekresi
insulin dari hormon usus (Dipiro., et al, 2008). Pada kondisi seperti ini, pasien
dapat diobati dengan antidiabetika oral dan kecenderungan terjadinya asidosis
tidak ada. Sekitar 70-80% dari pasien diabetes yang tegolong jenis ini dikarenakan
factor keturunan yang berperan besar. Bilamana terjadi resistensi insulin, hali itu
biasanya diakibatkan makan terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan
2.5.1.3 Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes tipe ini terjadi sebagai akibat intoleransi glukosa yang didapat
selama masa kehamilan. Deteksi klinis diperlukan sebagai terapi untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas janin (Dipiro., et al, 2008). Kebanyakan
wanita penderita gestational diabetes memiliki homeostatis glukosa yang normal
selama paruh pertama (sampai bulan kelima) masa hamil. Pada paruh kedua masa
hamil (antara bulan keempat dan kelima) mengalami defisiensi insulin relatif.
Pada umumnya kadar glukosa darah kembali normal setelah melahirkan (Amma,
2009). Penyebab diabetes gestasional dianggapa berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan energi dan kadar esterogen serta hormon pertumbuhan yang
terus-menerus tinggi selama kehamilan. Hormon pertumbuhan dan esterogen
menstimulasi pelepasan insulin yang berlebihan mengakibatkan penurunann
responsivitas seluler.hormon pertumbuhan juga memiliki beberapa efek anti
insulin, misalnya perangsangan glikogenolisis dan stimulasi jaringan adipose
(Corwin, 2009).
2.5.1.4Diabetes Mellitus Tipe Lain
Tipe ini disebabkan oleh faktor lain, seperti efek genetis pada fungsi sel β
pancreas pada kerja insulin, penyakit pankreas eksokrin, atau akibat penggunaan
obat-obatan (Dipiro., et al, 2008).
2.5.2 Manajemen Terapi 2.5.2.1 Terapi Insulin
Terapi insulin adalah pengobatan utama untuk semua pasien dengan DM
tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diterapi dengan diet maupun agen
diabetes gestasional. Selain itu, insulin berperan dalam pengelolaan diabetes
ketoasidosis, dan memiliki peran penting dalam pengobatan hiperglikemik, koma
nonketosis dan dalam manajemen perioperatif dari DM tipe 1 dan DM tipe 2.
Pada semua kasus, tujuannya tidak hanya untuk menormalkan glukosa darah
tetapi juga semua aspek metabolisme. Pengobatan yang optimal memerlukan
pendekatan yang terkoordinasi untuk diet, olahraga, dan pemberian insulin
(Goodman and Gilman, 2006).
2.5.2.2 Terapi Obat Hipoglikemik
Berdasarkan cara kerjanya ada lima golongan obat antidiabetika oral yang
sering digunakan, yaitu:
1. Sulfonilurea
Mekanisme kerjanya menstimulasi sel β dari pulau langerhans sehingga
sekresi insulin ditingkatkan. Kepekaan sel β untuk kadar glukosa darah
juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa (Tjay
dan Rahardja, 2003). Sulfonilurea juga dapat meningkatkan jumlah insulin
dengan mengurangi clearance hepatik dari hormon, merangsang pelepasan
somatostatin serta menekan sekresi glukagon walau hanya sedikit
(Goodman and Gilman, 2006). Generasi pertama sulfonilurea adalah
asetoheksamid, klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid, sedangkan
generasi keduanya adalah glibenklamid dan glipizida (Dipiro., et al, 2008).
Efek samping dari sulfonilurea jarang, biasanya terjadi pada sekitar 4%
dari pasien yang memakai obat generasi pertama dan mungkin sedikit
kurang sering pada pasien yang menerima obat generasi kedua. Efek yang
dari sulfonilurea termasuk penyakit kuning, mual dan muntah, kolestasis,
agranulositosis, anemia aplastik dan hemolitik, reaksi hipersensitivitas
umum, dan reaksi dermatologis (Goodman and Gilman, 2006).
2. Biguanida
Golongan obat ini bekerja berdasarkan peningkatan kepekaan reseptor
insulin sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat dan
bersifat menekan nafsu makan (Tjay dan Rahardja, 2003). Contoh dari
golongan ini adalah metformin. Metformin tidak memiliki efek yang
signifikan terhadap sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, atau
somatostatin. Metformin mengurangi kadar glukosa terutama oleh
penurunan produksi glukosa hati dan dengan meningkatkan aksi insulin
pada otot dan lemak. Efek samping dari metformin yang terjadi pada
sampai dengan 20% dari pasien diare, antara lain perut tidak nyaman,
mual, dan anoreksia (Goodman and Gilman, 2006).
3. Glukosidase inhibitor
Mekanisme kerja utamanya yaitu untuk menurunkan hiperglikemia
postprandial dengan memperlambat laju karbohidrat yang diabsorpsi dari
saluran pencernaan (Craig and Robert, 1997). Glukosidase inhibitor
menyebabkan malabsorpsi terkait dosis, perut kembung, dan diare
(Goodman and Gilman, 2006).
4. Thiazolidindion
Efek farmakologisnya berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan
jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, lemak, dan hati (Tjay
ke dalam otot dan jaringan adiposa dengan meningkatkan sintesis dan
translokasi bentuk - bentuk khusus dari transporter glukosa.
Thiazolidindion telah dilaporkan dapat menyebabkan anemia, peningkatan
berat badan, edema, dan ekspansi volume plasma (Goodman and Gilman,
2006).
5. Miglitinida
Mekanismenya khusus yaitu dengan mencetuskan pelepasan insulin dari
pankreas segera sesudah makan (Tjay dan Rahardja, 2003). Obat yang
tergolong ke dalam miglitinida antara lain repaglinida dan nateglinida
(Craig and Robert, 1997).
2.5.3 Diagnosis
Pemeriksaan untuk DM tipe 2 harus dilakukan setiap 3 tahun pada setiap
orang dewasa dimulai pada usia 45 tahun. Pemeriksaan harus dipertimbangkan
pada usia yang lebih dini dan pada individu dengan faktor risiko seperti: riwayat
keluarga DM, obesitas, dan adanya tanda-tanda resistensi insulin (Wells, et al,
2009).
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah:
a. glukosa plasma puasa (FPG = fasting plasma glucose). FPG normal adalah
kurang dari 100 mg/dl (5,6 mmol/L).
b. Glukosa puasa terganggu antara 100 sampai 125 mg/dl (5,6 - 6,9 mmol/L).
c. Toleransi glukosa terganggu didiagnosis ketika 2 jam setelah makan. Uji
toleransi glukosa oral adalah antara 140 dan 199 mg/dL (7,8 untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian ini adalah metode eksperimental berdasarkan
rancangan acak lengkap. Penelitian meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi
simplisia, isolasi alginat, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek penurun
kadar glukosa darah pada hewan percobaan. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara. Data hasil penelitian dianalisis secara Anava (analisis variansi)
dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan meggunakan program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 17.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, cawan porselin, desikator, Glucometer dan Glucotest strip (Gluco
Dr), hot plate (Fissons), mikroskop (Olympus), mortir, neraca hewan, lemari
pengering, oral sonde, oven listrik, penangas air, spatula, labu bersumbat, neraca
kasar, neraca listrik (Metler Toledo), seperangkat alat destilasi penetapan kadar
air, spektrofotometri FTIR (Shimadzu), spuilt, stamfer, syringe, dan alat-alat
lainnya yang dibutuhkan.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ampas rumput
berkualitas pro analisa seperti kalsium klorida Merck), asam klorida
(E-Merck), toluene (E-(E-Merck), kecuali dinyatakan lain yaitu: air suling, aloksan,
hidrogen peroksida (Brataco), infus NaCl 0,9%, kalsium hipoklorida (Brataco),
kloroform (CV. Rudang Jaya), natrium karboksi metil selulosa, , pakan tikus, dan
tablet metformin (Bernofarm).
3.2 Penyiapan Simplisia
3.2.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan penelitian adalah
ampas simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh. Talus
diperoleh dari Pantai Ponchan, Sibolga. Gambar tumbuhan segar dapat dilihat
pada Lampiran 2, halaman 43.
3.2.2 Identifikasi Bahan Tumbuhan
Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan oleh Vindy Carolina di Pusat
Penelitian Oseanografi - LIPI. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bahan
tumbuhan yang digunakan adalah rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C.
Agardh. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 42.
3.2.3 Pengeringan Bahan Tumbuhan
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah serbuk ampas simplisia
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh. Bahan dikeringkan di
lemari pengering. Gambar serbuk ampas simplisia rumput laut dapat dilihat pada
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar
abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dan
penetapan kadar sari yang larut dalam air (Ditjen POM, 1995; WHO, 1992).
3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada tumbuhan segar dan simplisia
kering yang meliputi pemeriksaan bentuk, bau, rasa dan warna. Gambar simplisia
dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 44.
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap ampas simplisia dilakukan dengan cara
meneteskan kloralhidrat diatas kaca objek, kemudian di atasnya diletakkan serbuk
ampas simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di bawah
mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2,
halaman 46.
3.3.3 Penetapan Kadar Air Simplisia
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung
dan tabung penerima.
Cara penetapan:
Labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi
selama 2 jam. Setelah itu toluena didinginkan dan volume air pada tabung
penerimaan dibaca. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia
toluena mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang lebih 2 tetes tiap detik,
hingga sebagian besar air tersuling. Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan
hingga 4 tetes tiap detik. Setelah 2 jam didestilasi, kemudian toluen dibiarkan
dingin, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah dijenuhkan.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna,
volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca
sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran
3, halaman 47.
3.3.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling
1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,
dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering
dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen
POM, 1995). Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 48.
3.3.5 Penetapan Kadar Sari yang Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali
dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring.
yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot
tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap
bahan yang telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungannya dapat
dilihat pada Lampiran 3, halaman 49.
3.3.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu total dapat
dilihat pada Lampiran 3, halaman 50.
3.3.7 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan diudara (Ditjen POM, 1995). Perhitungan kadar abu yang tidak larut
dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 51.
3.4 Isolasi Alginat
Proses isolasi alginat dibagi dalam empat tahap, yaitu tahap praekstraksi,
3.4.1 Tahap Praekstraksi
Ampas kering Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agardh, direndam dengan
larutan kalsium klorida 1% pada suhu 40⁰C - 50⁰C selama 2 jam, kemudian
disaring. Ampas dicuci dengan air suling sampai netral, selanjutnya direndam
dengan larutan asam klorida 5% selama 2 jam kemudian disaring, lalu ampas
dicuci dengan air suling sampai netral (Trono dan Fortes, 1988).
3.4.2 Tahap Pemutihan
Ampas yang telah netral diputihkan dengan larutan kalsium hipoklorit 1%
selama 2,5 jam, kemudian disaring dan residu dicuci dengan air suling (Duma,
1994).
3.4.3 Tahap Ekstraksi dan Pemurnian
Ampas yang telah diputihkan selanjutnya diekstraksi menggunakan larutan
natrium karbonat 5% dengan pemanasan 50⁰C - 60⁰C selama 2 jam, selanjutnya
disaring. Larutan natrium alginat yang diperoleh diubah menjadi asam alginat
dengan menambahkan larutan asam klorida 5% sedikit demi sedikit (pH 3). Asam
alginat yang berbentuk gel selanjutnya diputihkan dengan larutan hidrogen
peroksida 1,5% selama 6 jam, kemudian disaring dan dicuci dengan air suling
(Trono dan Fortes, 1988).
3.4.4 Tahap Pembuatan Natrium Alginat
Asam alginat yang berbentuk gel dilarutkan dalam larutan natrium
karbonat 5% (pH 9). Larutan natrium alginat dikeringbekukan untuk
menghasilkan serbuk kering natrium alginat (Trono dan Fortes, 1988). Bagan
3.5 Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektrofotometri FTIR Serbuk natrium alginat dicampur dengan KBr kemudian ditekan hingga
diperoleh pelet, kemudian dimasukkan ke dalam alat spektrofotometri FTIR,
diukur serapannya pada frekuensi 4000-400 cm-1. Spektrum inframerah dapat
dilihat pada lampiran 6, halaman 54.
3.6 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih
jantan galur Wistar dengan berat 150-200 gram berumur 2 - 3 bulan yang
dikondisikan selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan
lingkungannya.
3.7 Pengujian Farmakologi
3.7.1 Pembuatan Larutan Aloksan 5%
Sebanyak 5 g serbuk aloksan dilarutkan dalam larutan100 ml NaCl 0,9%
dengan dosis 130 mg /kg BB secara intraperitoneal (Amma, 2009).
Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 11, halaman 66.
3.7.2 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% (b/v)
Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling
panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga diperoleh
massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml
3.7.3 Pembuatan Suspensi Natrium Alginat 1%
Sebanyak 1 g natrium alginat disuspensikan dalam CMC Na 0,5% sedikit
demi sedikit lalu dicukupkan hingga 100 ml.
3.7.4 Pembuatan Suspensi Metformin Dosis 50mg/Kg BB
Sebanyak 1 g metformin digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan
Suspensi Na-CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil terus digerus hingga
homogen, lalu dicukupkan dengan suspensi Na-CMC 0,5% hingga 100 ml.
3.7.5 Penyiapan Hewan Uji yang Hiperglikemia
Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih jantan galur
wistar yang sehat dan dewasa sebanyak 30 ekor yang terlebih dahulu dikarantina
selama 2 minggu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ditimbang
berat badan dan diukur kadar gula darah puasa masing-masing tikus sebelum
percobaan dilakukan.
3.7.6 Penentuan Kadar Glukosa Darah (KGD)
Sebelum percobaan dilakukan, tikus dipuasakan (tidak makan tetapi tetap
minum) selama 18 jam, lalu ditimbang berat badan tikus masing-masing dan
diberi tanda pada ekor. Kemudian masing-masing tikus diukur kadar glukosa
darah puasa yaitu dengan memasukkan tikus ke dalam restrainer dimana bagian
ekor tetap berada di luar, dicukur bulu ekornya dan dibersihkan dengan alkohol,
lalu diambil darahnya melalui pembuluh darah vena dibagian ekor yang ditusuk
dengan jarum suntik. Darah yang keluar disentuhkan pada test strip yang telah
terpasang pada alat glucometer dan dibiarkan alat mengukur kadar glukosa darah
secara otomatis. Angka yang tampil pada layar alat dicatat sebagai kadar glukosa
3.7.7 Penggunaan Alat Glucometer
Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah
Glucometer Gluko DrTM dengan menggunakan test strip yang bekerja secara enzimatis. Glucometer ini secara otomatis akan hidup ketika test strip dimasukkan
dan akan mati ketika test strip dicabut. Kode nomor yang muncul pada layar
dicocokkan dengan yang ada pada vial Gluko DrTM test strip. Test strip yang dimasukkan pada glucometer maka pada bagian layar akan tertera angka yang
sesuai dengan kode test strip, kemudian pada layar monitor glucometer muncul
tanda akan siap diteteskan darah. Dengan menyentuh setetes darah ke test strip
melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur
kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh selama 11 detik. Gambar alat
glucometer dapat dilihat pada lampiran 12, halaman 67.
3.7.8 Pengujian Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah
Pengujian efek hipoglikemik natrium alginat dilakukan dengan metode
induksi aloksan dengan variasi dosis. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 5
kelompok,yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus, yakni :
Kelompok I : Tikus diabetes (diberi suspensi CMC 0,5% dosis 1% BB)
Kelompok II : Tikus diabetes (diberi suspensi Metformin® dosis 50 mg/kg BB)
Kelompok III : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 200 mg/kg BB)
Kelompok IV : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 400 mg/kg BB)
Kelompok V : Tikus diabetes (diberi suspensi na alginat dosis 800 mg/kg BB)
Tikus yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar
glukosa darah puasa, kemudian masing-masing tikus diberikan suntikan aloksan
hari, selanjutnya disebut tikus diabetes. Tikus yang telah mengalami diabetes
masing-masing diberi sediaan secara oral sebanyak satu kali setiap hari selama 6
hari. Sebelum dan setelah pemberian sediaan uji, darah tikus diambil pada hari
ke-0, 3, 6, dan 9 dari masing-masing kelompok. Bagan alur pengerjaannya dapat
dilihat pada lampiran 7, halaman 56.
3.9 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan metode Anava
(analisis variansi). Analisis statistik ini menggunakan program SPSS (Statistical
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi yang telah dilakukan oleh Vindy Carolina di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI adalah rumput laut jenis
Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh, divisi Phaeophyta, kelas
Phaeophyceae, bangsa Fucales, suku Sargassaceae, marga Sargassum.
4.2 Hasil Karakteristik Simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopis simplisia diperoleh simplisia berupa talus
yang menciut, berwarna coklat kehitaman, sedikit berbau, dan tidak berasa.
Hasil pemeriksaan mikroskopis serbuk ampas Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh terlihat adanya sel – sel parenkim berbentuk poligonal tidak
beraturan yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat pula sel – sel
propagule yang berfungsi untuk menghasilkan cabang pada talus rumput laut
(Dawes, 1981).
Hasil pemeriksaan karakteristik ampas serbuk simplisia diperoleh kadar air
12,62 % (v/b), kadar sari yang larut dalam air 5,43% (b/b), kadar abu 9,30%, (b/b)
dan kadar abu yang tidak larut asam 0,39% (b/b). Hasil pemeriksaan kadar air
yang diperoleh cukup tinggi karena rumput laut memiliki sifat yang higroskopis.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk ampas yang telah
kandungan metabolit sekunder yang terlarut dalam etanol telah tersari sempurna
sehingga kadar sari yang larut dalam etanol menjadi tak terukur.
4.3 Hasil Pembuatan Natrium Alginat
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perendaman
pada suhu 50°C - 60°C yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa
yang diekstraksi dalam waktu yang relatif singkat.
Pada isolasi alginat dilakukan perlakuan praekstraksi dengan asam klorida
untuk menghilangkan garam – garam mineral yang larut sedangkan pada
penambahan kalsium klorida bertujuan untuk memisahkan simplisia dengan
polimer asidik lain seperti laminaran dan furcellaran. Penambahan larutan kalsium
hipoklorit dimaksudkan untuk menghasilkan serbuk yang putih. Penambahan
asam klorida 5% (pH 3) dimaksudkan untuk mengubah garam natrium menjadi
asam alginat yang mengapung di permukaan larutan dan penambahan larutan
hidrogen peroksida ke dalam asam alginat ini bertujuan untuk menghasilkan
serbuk alginat yang lebih putih. Selanjutnya, dengan adanya penambahan larutan
natrium karbonat 5%, asam alginat yang terbentuk diubah kembali menjadi
natrium alginat (pH 9). Menurut Rowe, et al (2009) garam alginat paling stabil
pada pH antara 4 – 10.
Hasil isolasi 210 g ampas simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C. Agardh diperoleh serbuk natrium alginat sebanyak 34,434 g dengan
4.4 Hasil Penetapan Karakterisasi Natrium Alginat Secara Spektofotometri FTIR
Hasil penetapan karakterisasi natrium alginat secara Spektrofotometri
FTIR menunjukkan adanya pita melebar dan spesifik pada bilangan gelombang
3495 cm-1 yang merupakan vibrasi regang untuk gugus OH. Pada bilangan
gelombang 1629 cm-1 terdapat pita yang terkuat dengan lebar medium yang
merupakan regang untuk gugus C=O, dan pita dengan serapan kuat pada bilangan
gelombang 1060 cm-1 untuk regang C-O, sedangkan isomer alginat terletak pada
puncak serapan 1423 cm-1. Berdasarkan puncak- puncak serapan yang diperoleh
dibandingkan dengan baku pembanding ditunjukkan bahwa bahan yang
diekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh adalah
natrium alginat.
4.5 Hasil Uji Farmakologi
Pada pengujian antidiabetes yang digunakan sebagai penginduksi adalah
aloksan karena aloksan dapat merusak sel β-pankreas dengan pemberian
parenteral, intravena, intraperitoneal, dan subkutan sehingga menghasilkan
keadaan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu ciri DM tipe-1.
Tikus yang diinduksi dengan aloksan 75 mg/kg BB hanya menghasilkan tikus
dengan kadar glukosa darah sesaat 150-200 mg/dl tetapi dalam waktu satu minggu
kadar glukosanya kembali normal. Sedangkan pada dosis 125 mg/kg BB dapat
menghasilkan tikus DM sedang dengan kadar glukosa darah 200-450 mg/dl
(Amma, 2009). Namun pada saat orientasi, pemberian dosis aloksan 125 mg/Kg
BB tidak menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah seperti yang diinginkan
peningkatan dosis aloksan menjadi 130 mg/Kg BB secara intraperitonial dan
kondisi hiperglikemia dicapai pada hari ke-3. Hasil pengukuran KGD tikus
setelah puasa selama 18 jam, sebelum tikus diinduksi ditunjukan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil rata-rata KGD tikus setelah puasa selama 18 jam sebelum diinduksi aloksan
Kelompok tikus sebelum diinduksi
aloksan 130 mg/Kg BB Rata-rata KGD puasa (mg/dl) CMC Na 0,5%
Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB
95,8
Hasil analisis stastistik diperoleh F hitung (0,234) < F tabel (2,76) pada α
= 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok, hal ini
menunjukkan bahwa tikus yang digunakan dalam kondisi fisiologis yang
homogen, yakni dalam kadar glukosa normal.
4.5.1 Pengaruh Induksi Aloksan terhadap KGD Tikus
Tikus yang diinduksi dengan aloksan dosis 130 mg/kg BB secara
intraperitoneal setelah 3 hari menyebabkan tikus hiperglikemia. Peningkatan
kadar glukosa darah menjadi sama dengan atau lebih besar 200 mg/dl disebut
hiperglikemia (Suharmiati, 2003). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan
diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan
percobaan dan status gizinya (Amma, 2009). Hasil rata-rata dari peningkatan
Tabel 4.2 Hasil rata-rata KGD tikus setelah diinduksi aloksan dosis 130 mg/kgBB
Kel. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB
Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB
269,3
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pemberian aloksan dosis 130 mg/kg
BB untuk semua hewan percobaan menghasilkan kadar glukosa darah rata-rata
359,3mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan untuk percobaan
berada dalam keadaan hiperglikemia (diabetes).
Tikus diabetes diberi perlakuan yaitu kelompok I diberi suspensi CMC Na
0,5% dosis 1% BB sebagai kontrol negatif. Kelompok II diberi metformin 50
mg/Kg sebagai kontrol positif. Kelompok III sampai V diberi suspensi Na Alginat
berturut – turut dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB. Hasil penurunan KGD tikus
ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok tikus yang sudah berada pada
kondisi diabetes, selanjutnya dianggap sebagai hari pertama pemberian sediaan uji
Gambar 4.1 Grafik yang menunjukkan KGD setelah pemberian Na Alginat dan Metformin pada α = 0,05; n =6
4.5.2. Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-4 Setelah Pemberian Sediaan Uji
Penurunan KGD tikus mulai terlihat pada hari ke-6. Hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil rata-rata KGD tikus hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji
No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB
Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB
Berdasarkan perhitungan statistik pada hari ke-6 diperoleh F hitung
(6,567) > F tabel (2,76), berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar
perlakuan dan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan
dilakukan uji beda rata-rata Duncan. Berdasarkan Tabel 4.4 tampak bahwa
pemberian Na Alginat dosis 200, 400, dan 800 mg/Kg BB tidak memberikan
perbedaan yang bermakna dibandingkan metformin dosis 50 mg/Kg BB terhadap
penurunan KGD tikus. Namun, pemberian Na Alginat untuk semua dosis
memiliki perbedaan yang nyata dengan CMC Na sebagai kontrol negatif.
Tabel 4.4 Hasil uji beda rata-rata duncan terhadap KGD tikus pada hari ke-4 setelah pemberian sediaan uji
Perlakuan
N
α = 0.05
1 2
Duncana Na Alginat 800 mg/Kg BB 6 206.0000
Metformin 50 mg/Kg BB 6 209.8333
Na Alginat 400 mg/Kg BB 6 216.6667
Na Alginat 200 mg/Kg BB 6 230.8333
CMC Na 0,5% 6 347.1667
Sig. .497 1.000
4.5.3 Pengukuran KGD Tikus Diabetes pada Hari ke-7 Setelah Pemberian Sediaan Uji
Perlakuan pada penelitian ini dihentikan pada hari ke-7 karena 2 dari 5
kelompok perlakuan yakni pada kelompok kontrol positif dan pada pemberian Na
Alginat dosis 800mg/Kg BB, KGD tikus sudah berada pada range normal. Hasil
rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji dapat dilihat
Tabel 4.5 Hasil rata-rata KGD tikus pada hari ke-7 setelah pemberian sediaan uji
No. Tikus setelah diinduksi aloksan 130 mg/Kg BB
Metformin 50 mg/Kg BB Natrium Alginat 200 mg/Kg BB Natrium Alginat 400 mg/Kg BB Natrium Alginat 800 mg/Kg BB
269,3
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Na Alginat hasil ekstraksi dari
rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh memilki efek dalam
menurunkan KGD. Mekanisme kerjanya diduga karena Na Alginat merupakan
serat makanan yang dapat mengikat kation sehingga akan mengubah pH
intestinum lewat pengaruh hormon dan enzim. Hal ini akan mempengaruhi proses
pemecahan karbohidrat (disakarida) di dalam intestinum sehingga dapat menahan
laju peningkatan kadar glukosa darah post prandial (Oliviany, 2009).
Berdasarkan analisis statistik diperoleh F hitung (225,889) > F tabel (2,76)
pada α = 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antar perlakuan
pada hari ke-7.
Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa pemberian Na Alginat dosis 800
mg/Kg BB tidak menunjukkan penurunan KGD yang nyata dibandingkan
metformin dosis 50 mg/Kg BB, akan tetapi berbeda nyata dengan Na Alginat
dosis 200, 400 mg/Kg BB, dan CMC Na 0,5%. Sedangkan untuk dosis 400 dan
800 mg/Kg BB tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dosis 200 dan 400
mg/Kg BB juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Walaupun begitu,
dosis Na Alginat 200, 400, dan 800 mg/Kg BB tetap memberikan perbedaan yang
nyata dengan CMC Na 0,5%.
Dosis yang diberikan dapat juga mempengaruhi kemampuan Na Alginat
dalam membentuk gel dalam saluran cerna sehingga dapat menimbulkan
perbedaan kemampuan dan kekuatan dalam pengikatan glukosa oleh gel dalam
saluran cerna. Hal inilah yang akan mempengaruhi perbedaan laju absorpsi
glukosa dari saluran cerna ke pembuluh darah sehingga laju peningkatan kadar
glukosa darah menjadi terpengaruh (Dianitami, 2009).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
a. karakteristik simplisia rumput laut Sargassum ilicifolium (Turner)
C.Agardh secara makroskopis diperoleh hasil berupa talus yang menciut,
berwarna coklat kehitaman, sedikit berbau, dan tidak berasa. Hasil
mikroskopis serbuk Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agardh terlihat
adanya sel – sel parenkim berbentuk poligonal tidak beraturan yang berisi
pigmen berwarna coklat dan terdapat pula sel – sel propagule. Kadar air
yang diperoleh 12,62 % (v/b), kadar sari yang larut dalam air 5,43% (b/b),
kadar abu 9,30% (b/b), dan kadar abu yang tidak larut asam 0,39% (b/b).
b. natrium alginat masih terdapat di dalam ampas rumput laut Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agardh.
c. natrium alginat hasil ekstraksi dari rumput laut Sargassum ilicifolium
(Turner) C.Agardh dapat menurunkan kadar gula darah tikus diabetes yang
diinduksi aloksan.
d. pemberian natrium alginat yang diekstraksi dari rumput laut (Sargassum
ilicifolium (Turner) C.Agardh) dosis 800 mg/Kg BB tidak memberikan
perbedaan yang nyata dibandingkan dengan metformin dosis 50 mg/Kg
BB, sedangkan dosis 200 dan 400 mg/Kg BB memberikan perbedaan yang
nyata dibandingkan metformin dosis 50 mg/Kg BB pada uji beda rata -
5.2 Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh
pemberian natrium alginat terhadap penghambatan penyerapan glukosa dengan