• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum Terhadap Analisis Usaha Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum Terhadap Analisis Usaha Broiler"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN

RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER

ROI IWAN G. MANURUNG

060306014

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN

RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER

SKRIPSI

Oleh :

ROI IWAN G. MANURUNG

060306014

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN

RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER

SKRIPSI

Oleh :

ROI IWAN G. MANURUNG

060306014/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Skripsi : Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian

iRansum terhadap Analisis Usaha Broiler

Nama : Roi Iwan G. Manurung

NIM : 060306014

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, MSc Ir. Iskandar Sembiring, MM Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 “Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Analisis Usaha Broiler”, di bawah bimbingan Ibu Nurzainah Ginting selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Oktober 2010 sampai awal bulan Desember 2010.

Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan bobot badan akhir dan meningkatkan keuntungan usaha broiler.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler

sampai umur 35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio),

break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dimana tiap perlakuan menggunakan 6 ekor DOC. Perlakuan R0 pemberian makan sesaat DOC dikandangkan, R1

pemberian makan setelah 6 jam, R2 pemberian makan setelah 12 jam, R3

pemberian makan setelah 18 jam, R4 pemberian makan setelah 24 jam, R5

pemberian makan setelah 30 jam, R6 pemberian makan setelah 36 jam, R7

pemberian makan setelah 42 jam dan R8 pemberian makan setelah 48 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pemberian ransum pada perlakuan R0, R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, dan R8 memberikan hasil yang berbeda

terhadap total biaya produksi (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 dan 27.976,05, total hasil produksi (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 dan 34.713,49, laba – rugi (Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 dan 6.737,44,

income overfeed cost (IOFC) (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 dan 15.670,65, B/C ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 dan 1,24, breakeventpoint (BEP) harga produksi (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 dan 16.774,63 dan break event point (BEP) volume Produksi: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 dan 1,40.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum sedini mungkin saat DOC dikandangkan lebih menguntungkan dari perlakuan yang dilakukan pemuasaan sampai 48 jam dan hasil penelitian ini layak diaplikasikan untuk usaha peternakan broiler.

(6)

ABSTRACT

ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 " The Effect of The Different Initial Feeding on Economy Analysis of Broiler", Under advised of Ms. Nurzainah Ginting as chief of counsellor commission and Mr. Iskandar Sembiring as member of counsellor commission.

This research was conducted at Laboratory of Livestock Biology of Animal Science Field Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from October 2010 until December 2010

Delays on giving feed to day old chick (DOC) is assumed as commonplace by breeder. Though with earlier give feeding can quicker the growth of digestion channel which in the end can improve final body wieght and improve profit.

The objective of this research is to know the effect of the different initial feeding on economy analysis of broiler influence from duration difference early give feeding to economy analysis of broiler which can be seen from the sum production cost, the sum of production income, profit and loss, income over feed cost, benefit cost ratio, break event point of price production and break event point of volume production. This research method use the completely randomized disyn (CRD) consisted of 9 treatment and 3 replication and replication consist of 6 DOC. Momentary treatment R0 feeding of DOC penned, R1 feeding after 6

hours, R2 feeding after 12 hours, R3 feeding after 18 hours, R4 feeding after 24

hours, R5 feeding after 30 hours, R6 feeding after 36 hours, R7 feeding after 42

hours and R8 feeding after 48 hours.

The result of this research indicate that early give feeding of treatment R0,

R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, and R8 give the different result to the sum production

cost (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 and 27.976,05 respectively, the sum of production income (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 and 34.713,49 respectively, profit and loss ( Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 and 6.737,44 respectively, income over feed cost (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 and 15.670,65 respectively, benefit cost ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 and 1,24 resrectively, break event point of price production (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 and 16.774,63 respectively and break event point of Volume Production: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 and 1,40 respectively.

The conclusion of this research that the early feeding on DOC penned give more profit the than fasting until 48 hours and the result of this research can be applied on broiler farm.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Hutapadang, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi

Sumatera Utara pada tanggal 26 januari 1987 dari ayah Genes Manurung dan ibu

Bunnaria Sinurat. Penulis merupakan anak kedua belas dari dua belas bersaudara.

Tahun 2000 penulis tamat dari SD 174562 Sibisa, Tahun 2003 tamat dari

SLTP swasta Karya Pembina Pematang Siantar, Tahun 2006 tamat dari SMA N 1

Pematang Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi

Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan ( IMAKRIP)

Pada tanggal 6 Juli 2009 sampai 31 juli 2009 penulis mengikuti Praktek

Kerja Lapangan (PKL) di PT. Mabar Feed Indonesia (Peternakan) Divisi Layer

Farm terletak di Desa Gunung Tinggi, Kecamatan Pacur Batu, Kabupaten Deli

Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Oktober 2010 penulis

melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Efek Perbedaan Jangka Waktu

Awal Pemberian Ransum Terhadap Analisis Usaha Broiler”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,

semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.

Kepada IbuDr. Ir. Nurzainah Ginting, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan

Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM. selaku anggota komisi pembimbing yang

telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua

pihak yang ikut membantu.

Skripsi ini diharapkan dapat membantu dan mendukung bagi peneliti serta

menjadi bahan ilmu pengetahuan untuk usaha bidang peternakan khususnya

peternakan broiler.

Medan, Juli 2011

(9)

DAFTAR ISI

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler... 4

Kebutuhan Nutrisi Broiler. ... 5

Awal Pemberian Ransum. ... 7

Kegunaan Kuning Telur (Yolk) Pada Anak Ayam ... 12

Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ... ... 13

Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Pertambahan Berat Badan ... ... 14

Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Saluran Pencernaan ... ... 16

Pematangan Sistem Pencernaan ... ... 18

(10)

Bahan dan Alat Penelitian ... 25

Pelaksanaan Penelitian... 31

Persiapan Kandang Beserta Peralatannya.... ... 31

Pengacakan DOC (Day Old Chick)... ... 31

Biaya/Upah tenaga kerja... 36

Biaya Perlengkapan Kandang ... 37

Biaya Sewa Kandang ... 38

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1. Persyaratan mutu untuk anak ayam ras pedaging (broiler starter) ... 6

2. Persyaratan mutu untuk ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) .... 6

3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur ... 9

4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan pada umur 4 hari ... 17

5. Rataan bobot badan awal DOC ... 33

6. Biaya pembelian bibit DOC ... 34

7. Jumlah Konsumsi ransum broiler selama penelitian (g/ekor) ... 34

8. Biaya konsumsi ransum broiler selama penelitian (Rp/ekor) ... 35

9. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 36

10. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor) ... 36

11. Biaya perlengkapan untuk tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 37

12. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor) ... 38

13. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 39

14. Total biaya produksi ... 39

15. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 40

16. Ratan bobot badan akhir broiler (g/ekor) ... 40

17. Hasil penjualan broiler (Rp/ekor) ... 41

18. Hasil hasil penjualan kotoran broiler tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 41

19. Total hasil produksi ... 42

(12)

22. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 44

23. B/C ratio tiap perlakuan ... 45

24. BEP harga produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 46

25. BEP volume produksi tiap perlakuan (kg) ... 47

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Efek lanjut stresor pada DOC... 11

2. pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap

isisa kuning telur pada anak ayam... 14

3. pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) i

iterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam... 15

4. Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Bobot badan broiler (g/ekor)……….. 55

2. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor/hari)……….. 56

3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu)………. 57

4. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)………... 58

5. Jenis, jumlah, harga peralatan selama penelitia……….. 59

6. Jenis,jumlah dan harga obat-obatan selama penelitian……….. 59

7. Bahan untuk fumigasi kandang penelitian………... 59

8. Analisis usaha perlakuan R0………. 60

9. Analisis usaha perlakuan R1………. 61

10.Analisis usaha perlakuan R2………. 62

11.Analisis usaha perlakuan R3……….. 63

12.Analisis usaha perlakuan R4... 64

13.Analisis usaha perlakuan R5……….. 65

14.Analisis usaha perlakuan R6……….. 66

15.Analisis usaha perlakuan R7……… 67

16.Analisis usaha perlakuan R8……… 68

17.Grafik total biaya produksi……… 69

(15)

19.Grafik laba/rugi……….. 70

20.Grafik income over feed cost (IOFC) ……… 70

21.Grafik B/C ratio………. 71

22.Grafik BEP harga produksi……… 71

(16)

ABSTRAK

ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 “Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Analisis Usaha Broiler”, di bawah bimbingan Ibu Nurzainah Ginting selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Oktober 2010 sampai awal bulan Desember 2010.

Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan bobot badan akhir dan meningkatkan keuntungan usaha broiler.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler

sampai umur 35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio),

break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dimana tiap perlakuan menggunakan 6 ekor DOC. Perlakuan R0 pemberian makan sesaat DOC dikandangkan, R1

pemberian makan setelah 6 jam, R2 pemberian makan setelah 12 jam, R3

pemberian makan setelah 18 jam, R4 pemberian makan setelah 24 jam, R5

pemberian makan setelah 30 jam, R6 pemberian makan setelah 36 jam, R7

pemberian makan setelah 42 jam dan R8 pemberian makan setelah 48 jam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pemberian ransum pada perlakuan R0, R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, dan R8 memberikan hasil yang berbeda

terhadap total biaya produksi (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 dan 27.976,05, total hasil produksi (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 dan 34.713,49, laba – rugi (Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 dan 6.737,44,

income overfeed cost (IOFC) (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 dan 15.670,65, B/C ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 dan 1,24, breakeventpoint (BEP) harga produksi (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 dan 16.774,63 dan break event point (BEP) volume Produksi: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 dan 1,40.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum sedini mungkin saat DOC dikandangkan lebih menguntungkan dari perlakuan yang dilakukan pemuasaan sampai 48 jam dan hasil penelitian ini layak diaplikasikan untuk usaha peternakan broiler.

(17)

ABSTRACT

ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 " The Effect of The Different Initial Feeding on Economy Analysis of Broiler", Under advised of Ms. Nurzainah Ginting as chief of counsellor commission and Mr. Iskandar Sembiring as member of counsellor commission.

This research was conducted at Laboratory of Livestock Biology of Animal Science Field Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from October 2010 until December 2010

Delays on giving feed to day old chick (DOC) is assumed as commonplace by breeder. Though with earlier give feeding can quicker the growth of digestion channel which in the end can improve final body wieght and improve profit.

The objective of this research is to know the effect of the different initial feeding on economy analysis of broiler influence from duration difference early give feeding to economy analysis of broiler which can be seen from the sum production cost, the sum of production income, profit and loss, income over feed cost, benefit cost ratio, break event point of price production and break event point of volume production. This research method use the completely randomized disyn (CRD) consisted of 9 treatment and 3 replication and replication consist of 6 DOC. Momentary treatment R0 feeding of DOC penned, R1 feeding after 6

hours, R2 feeding after 12 hours, R3 feeding after 18 hours, R4 feeding after 24

hours, R5 feeding after 30 hours, R6 feeding after 36 hours, R7 feeding after 42

hours and R8 feeding after 48 hours.

The result of this research indicate that early give feeding of treatment R0,

R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, and R8 give the different result to the sum production

cost (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 and 27.976,05 respectively, the sum of production income (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 and 34.713,49 respectively, profit and loss ( Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 and 6.737,44 respectively, income over feed cost (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 and 15.670,65 respectively, benefit cost ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 and 1,24 resrectively, break event point of price production (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 and 16.774,63 respectively and break event point of Volume Production: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 and 1,40 respectively.

The conclusion of this research that the early feeding on DOC penned give more profit the than fasting until 48 hours and the result of this research can be applied on broiler farm.

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dunia peternakan khususnya unggas merupakan penyumbang terbesar

dalam upaya pemenuhan protein asal hewani. Pada tahun 2009 total produksi

daging diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau

0,5 juta ton, kambing dan domba 0,1 juta ton, babi 0,2 juta ton, ayam buras 0,3

juta ton, ayam ras pedaging 1,0 juta ton dan ternak lainnya 0,1 juta ton. Dengan

demikian produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging 46,6%,

sapi dan kerbau 20,4%, ayam buras 13,0%, dan babi 10,1%. Kebutuhan protein

hewani semakin lama semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk

dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan

dengan tahun sebelumnya (2008) produksi daging mengalami peningkatan yaitu

8% persen dan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba 15,3%, diikuti

ternak kuda 5,6%, kerbau 5,4%, babi 4,9%, kambing 4,2%, ayam buras 3,4%,

ayam ras petelur 3,1%, sapi 3,1% dan itik 2,9%, (Blue Print, Program

Swasembada Daging Sapi 2014).

Dalam upaya pemenuhan protein hewani dan peningkatan pendapatan

peternak, pemerintah telah berupaya mendayagunakan sebagian besar sumber

komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya adalah broiler. Sebagaimana

diketahui broiler merupakan ternak penghasil daging yang relatif lebih cepat

dibandingkan dengan ternak potong lainnya. Broiler hannya membutuhkan 5 – 6

minggu sampai masa panen. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong

(19)

didukung oleh semakin kuatnya industri hulu seperti perusahaan pembibitan

(Breeding Farm), perusahaan ransum ternak (Feed Mill), perusahaan obat hewan

dan peralatan peternakan (Saragih, 2000).

Keberhasilan peternakan broiler ditentukan oleh tiga hal yaitu : Breeding,

feeding dan manajemen. Program manajemen di sini adalah masalah yang

berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan broiler. Manajemen pemeliharaan

broiler yang dimaksudkan adalah dalam hal waktu pemberian ransum seringkali

diabaikan peternak broiler.

Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old

chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak broiler. Peternak

sering beranggapan, bahwa DOC yang baru tiba di kandang tidak boleh segera

diberi ransum. Pemuasaan ini dianggap akan memberi kesempatan terjadinya

penyerapan sisa kuning telur semaksimal mungkin. Padahal dengan pemberian

ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan

broiler yang baru menetas. Kuning telur ternyata tidak mampu memenuhi

kebutuhan anak ayam (meskipun pada hari pertama kehidupan) terutama untuk

pertumbuhan. Untuk itulah perlu diadakan suatu perbaikan dalam hal waktu

pemberian ransum yang tidak terlalu lama. Dimana peternak broiler juga harus

memperhatikan jarak tempuh DOC dari tempat breeding farm/penetasan sampai

ke kandang. Hal inilah yang sering diabaikan peternak dalam melaksanakan usaha

peternakannya.

Adanya perhatian dari manajemen pemeliharaan ini terutama dalam hal

pemberian ransum yang semakin dini pada DOC dapat berpengaruh terhadap

(20)

hanya meningkatkan proses metabolisme tetapi juga dapat mempercepat

penyerapan kuning telur dan mempercepat pertumbuhan/perkembangan saluran

pencernaan pada DOC dan berdampak pada respon fisik, fisiologis maupun

tingkah laku yang lebih baik. Penampilan yang maksimal dari broiler memberikan

hasil produksi yang maksimal. Untuk melakukan pencataan biaya secara lebih

rinci, baik untuk pengeluaran, biaya pemasukan dan laba/rugi. Sehingga saya

memilih efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis

usaha broiler sebagai parameter penelitian.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari

perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler

sampai umur 35 hari.

Hipotesis Penelitian

Waktu pemberian ransum yang semakin cepat akan berdampak positif

terhadap analisis usaha broiler umur 35 hari.

Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

peneliti, masyarakat, peternakan broiler dan kalangan akademik

tentang pengaruh dari perbedaan waktu awal pemberian ransum

terhadap analisis usaha broiler.

2. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Broiler

Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan

ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi

daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4 - 5 minggu

produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 2003).

Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler adalah ayam yang

muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu,

pertumbuhan yang cepat dan timbunan daging baik serta banyak. Sedangkan

menurut Siregar (2005) broiler adalah ayam muda yang berumur kurang dari 8

minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot hidup berkisar antara

1,5-2,0 kg per ekor.

Broiler di Indonesia adalah ayam ras pedaging jantan atau betina yang

dipotong pada umur 5-6 minggu, dimana ayam tersebut masih muda dan

mempunyai daging yang masih lunak (Hardjosworo danRukmiasih, 2000).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler

Menurut Anggorodi (1990) pertumbuhan pada hewan merupakan suatu

fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut

sampai hewan mencapai dewasannya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari

jaringan seperti berat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan lainnya, diartikan

sebagai pertumbuhan.

Broiler yang berasal dari turunan yang baik akan memberi kemampuan

(22)

mendukung. Namun begitu kemampuan bertumbuh tidak akan lebih dari

kemampuan genetiknya. Pertumbuhan dan produksi dapat dipengaruhi oleh nilai

nutrisi dari bahan ransum yang digunakan (Anonimous, 1982).

Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih

cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini

menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap

cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai

(Anggorodi, 1990).

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi ayam membutuhkan sejumlah

unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan

berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral

(Rasyaf, 1997).

Penggolongan zat-zat nutrisi adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral,

vitamin dan air. Fungsi karbohidrat pada unggas adalah sebagai energi dan panas

serta disimpan sebagai lemak jika berlebihan, sementara karena lemak mudah

tengik, maka sebagian besar ransum mengandung tidak lebih dari sekitar 4-5 %

lemak.

Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh ternak

unggas. Zat tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan produksi

telur serta merupakan bagian semua enzim dalam tubuh. Zat-zat mineral dan

vitamin merupakan nutrisi mikro penting untuk mencegah penyakit defisiensi.

Sementara air mempunyai peranan penting sebagai stabilisator suhu

(23)

Persyaratan mutu ransum untuk anak ayam (broiler starter) berbeda

dengan mutu ransum broiler pada masa akhir (broiler finisher). Perbedaan ini

sesuai dengan kebutuhan nutrisi broiler sesuai dengan fase hidupnya. Perbedaan

ransum tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel. 1. Persyaratan kebutuhan zat makanan broiler pada periode starter

No. Parameter Satuan Persyaratan

1 Kadar air % Maks. 14.00

10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900

11 Asam amino :

Lisin % Min. 1.10

Metionin % Min. 0.40

Metionin + sistin % Min. 0.60

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)

Tabel 2. Persyaratan mutu untuk broiler masa akhir (broiler finisher)

No. Parameter Satuan Persyaratan

1 Kadar air % Maks. 14.00

10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900

11 Asam amino :

Lisin % Min. 0.90

Metionin % Min. 0.30

Metionin + sistin % Min. 0.50

(24)

Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan

nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan

kebutuhan nutrien yang lain disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala

defisien maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat

kandungan energi pakan harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena

protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi.

Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju

pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan

keseimbangan antara tingkat energi dan protein sehingga penggunaan pakan

menjadi efisien (Suprijatna, Umiyatidan Ruhyat, 2005).

Awal Pemberian Ransum

Di peternakan komersil seringkali Day Old Chick (DOC) tidak langsung

diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa

kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang.

Faktanya adalah broiler yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa

kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman

lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).

Pemberian ransum pada broiler seawal mungkin memang berpengaruh terhadap

perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu

seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik.

Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring

dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan

penyerapan ransum yang maksimal, sehingga broiler yang diberi ransum lebih

(25)

Konsumsi broiler yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi

ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada broiler yang diberi ransum hari

ke-2 (Sulistyonigsih, 2004).

Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa

pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan

protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya

peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur

yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan

protein.

Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan

muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal

kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif tersebut antara lain bobot

badan tidak akan mencapai bobot standar.

Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional

dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%),

protein (28%) diantaranya meternal antibodi (7%), dan lipid (20%), dianggap

memenuhi kebutuhan DOC.

Kenyataanya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya cukup untuk

mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama

saja hannya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang

dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru

mulai memberi ransum pada DOC, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya

(26)

(Widjaja, 1999). Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur seperti yang

tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur

Umur

Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan DOC, yaitu : Hiperplasia

(pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh).

Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan

kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu

saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama,

akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu

selanjutnya.

Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah :

a. Sistem pencernaan makanan

Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat

berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin,

sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan

garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk.

b. Sistem imunitas

- Antibodi maternal

Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi

(27)

minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan

menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal,

berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap

serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan

lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).

- Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang

paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan

pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT)

seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas

maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan

menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel

tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun.

- Jaringan limfoid lain (Bursafabricius)

Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil

penelitian menyatakan, bobot bursa DOC yang dipuasakan dan yang segera

diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. DOC yang diberi ransum sedini

mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.

c. Penampilan Broiler

Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan

ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada

beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan

secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan

dengan proses pada broiler (Noy et al., 1996; Unandar 1997). Kita dapat melihat

(28)

Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOC (Unandar, 2002) Stresor

DOC

Stresor Stresor

ACTH

( adenokortikotropil hormone )

Omphalitis

Daya tahan tubuh Kontaminasi

kuman Terlambat

tumbuh Gangguan nutrisional

Absorpsi zat kebal induk Kuning telur yang

persisten

Aktivitas fisiologis tubuh (Absorpsi kuning telur)

Peka terhadap penyakit

(29)

Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada DOC

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu

sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam

tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih

cukup untuk memenuhi kebutuhan DOC selama 48 jam sejak menetas. Sebagian

ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa

DOC masih membutuhkan makanan.

Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari DOC

berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein).

Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan DOC untuk

mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).

Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber

energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan DOC

dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya

masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi DOC

yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk

kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup DOC hingga umur 3 –

4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan

saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan.

Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga

seperti maternal antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna

(30)

besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam

lemak tidak bebas.

Pada saat penetasan DOC, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis

dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke

dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus

halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya

(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur

Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas.

Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh

DOC yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada saat menetas adalah 6,5

gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada DOC yang

diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang

tersisa pada DOC yang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram

setelah 96 jam.

Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning

telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam

saluran usus. Tetapi pada proses penetasan DOC di perunggasan komersial, DOC

akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang

telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan

yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam

kenyataannya, DOC seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang

(31)

Oleh karena setelah penetasan merupakan periode kritis untuk

perkembangan dan kelangsungan hidup bagi DOC (Charoen Pokphand Bulletin

Service, 2006).

Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur pada DOC. (Sumber : Charoen Pokphand iBulletin Service, 2006)

Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Pertambahan Berat Badan

Studi terbaru mengenai day old chick (DOC) broiler menjelaskan bahwa

setelah penetasan, DOC yang mendapatkan ransum lebih cepat akan dicapai berat

(32)

Gambar 3. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan

(0 – 48 jam) terhadap berat badan broiler pada interval 48 jam

Sedangkan pada DOC yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam

tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari

studi lain bahwa broiler yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun

waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan

dengan DOC yang diberi ransum segera setelah menetas.

Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan DOC yang dipuasakan

selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan

perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas

pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan

terlambat di kemudian hari akan menurun.

Pemberian ransum yang lebih cepat pada DOC akan meningkatkan

persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan

DOC yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan

kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih

(33)

Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif

terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum

setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan broiler

lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, broiler yang diberikan ransum

lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat

badan broiler yang terlambat 15 jam diberi ransum (Gambar 4).

Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40

hari. Perbedaan berat badan mencapai 80 g yang mana dapat mengurangi

pendapatan peternak broiler (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Gambar 4. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC. (Sumber : Charoen Pokphand Bulletin iService, 2006)

Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan

Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan DOC belum sempurna

dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan

mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan

tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim

(34)

Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih

cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur

6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak

menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif.

Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili

usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan.

Hal ini dilaporkan bahwa tinggi vili duodenum dan perputaran sel usus secara

signifikan berkurang pada DOC yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa

tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam

menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus.

Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang

lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran

pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih

awal pada DOC setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi

perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).

Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari

Ketiadaan

Sumber : Charoen PokphandiBulletin Service, 2006

Broiler yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan

penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih

(35)

Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun

jika ransum eksogenous tidak ada maka DOC akan berkembang dipacu dengan

mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif

konstan jika DOC mengkonsumsi ransum.

DOC yang mencerna makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan

lipase akan meningkat yang berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat

badan. Pengambilan nutrisi seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 –

30%) segera setelah DOC menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan

menurunkan pengambilan nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting

diberikan di awal periode penetasan.

Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah DOC menetas,

sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan

merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan

dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat

selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus (Charoen

Pokphand Bulletin Service, 2006).

Pematangan Sistem Pencernaan

Disamping kemampuan day old chick (DOC) dalam mengatur temperatur

tubuhnya pematangan yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang

sama penting terhadap performance broiler. Sebelum DOC pipping (mematuk

kerabang telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning

telurnya ke dalam tubuhnya dan pada akhir hari ke-20 di dalam telur, keseluruhan

(36)

Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi

untuk DOC dan selanjutnya merupakan pematangan dari semua organ menjadi

sempurna dan kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).

Analisis Usaha

Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk

mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut

dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan

sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

Setelah mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan

dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai

dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu,

pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian

yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan

(Sirait, 1987).

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu

usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan

berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik

tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat

digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha

atau memperbesar skala usaha.

Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya

dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin

(1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat

(37)

Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang

diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan

kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang

dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun

sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan

( Kartadisastra, 1994).

Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap

dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau

tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai

bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan

biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi

broiler yang dijalankan.

Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total.

Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian

dan lain – lain (Rasyaf,1995).

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh

suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu

hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter)

(38)

(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk

total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak

dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan

hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total

adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga addalah harga pada tingkat

usahatani atau harga jual petani.

Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan

selama periode pembukuan yang sama,, sedangkan pendpatan adalah penerimaan

dengan biaya produksi (Tohir, 1991).

Menurut Gunawan dkk (1993) menyebutkan bahwa dalam analisis

pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan

pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis

pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasialan suatu usaha.

Pane dan Ismed (1986) yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor

yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup

juga harus ekonomis.

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai

berikut :

K = TR - TC

dimana :

K = keuntungan

TR = total penerimaan

(39)

Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang

dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk

memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu

usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk

pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya

dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh

pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar

jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama

(Kasmir dan Jakfar, 2003).

Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu

sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun

sederhana sekalipun diperlukan analisa usaha dengan harapan mendapatkan

keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan

pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah

mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan

masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut

(Karo – karo et all., 1995).

Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga

pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka

(40)

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan

biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini

merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang

merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.

IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan

dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi

peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual

(Prawirokusumo, 1990).

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost

ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya

(input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin

besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan

biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan

total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa

untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu

dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila

B/C Ratio > 1 : Efisien

B/C Ratio = 1 : Impas

(41)

Soekartawi dkk (1995) menyatakan bahwa suatu usaha dapat dikatakan

memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio diatas 1 (> 1). Semakin besar nilai B/C

Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C

Ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

Break Event Point (BEP)

Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total

cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang

pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat

menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya

(Kasmir dan Jakfar, 2005).

Break Event Point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event

point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang

manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang

dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian

(Sigit, 1991).

Menurut Rahardi dkk. (1993) break event point (BEP) dimaksudkan untuk

mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang

diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama

(42)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, JL. Dr. A. Sofyan

No.3 Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 minggu dimulai pada akhir

bulan Oktober 2010 sampai dengan awal bulan Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan

Day Old Chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak

162 ekor strain Cobb -iLH 500. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil

yang diproduksi PT. Charoen Phokpand, dimana ransum untuk broiler ini

dibedakan menjadi dua macam yaitu ransum CP – 511 untuk periode starter

(umur 1 – 2 minggu) dan CP – 512 untuk periode finisher (umur 3 – 5 minggu).

Air minum yang diberikan secara ad libitum, namun pemberian air minum

pertama kali sesaat DOC dikandangkan berupa air gula yang bertujuan untuk

menghilangkan stres DOC selama perjalanan.

Pemberian air minum untuk selanjutnya ditambahkan dengan suplemen

tambahan seperti vitachick sebagai anti stress. Rodalon digunakan sebagai

detergen pada saat mencuci tempat minum. Vaksin yang akan digunakan seperti

(43)

Alat

Kandang yang digunakan sebanyak 27 plot, berukuran 100cm x 100cm x

50 cm dimana setiap plot berisi masing - masing 6 ekor DOC. Timbangan digital

Ohause dengan skala 2 kg dengan ketelitian 2 g. Alat penerangan/pemanas berupa

lampu pijar 40 Watt sebanyak 27 buah.

Kabel sepanjang ± 40 m sebagai bagian instalasi dari alat

penerangan/pemanas. Alat tulis sebagai alat untuk mencatat data, buku data

sebagai tempat data – data yang dicatat. Thermometer sebagai alat untuk mencatat

suhu ruangan. Tempat ransum dan tempat minum masing – masing sebanyak 27

buah.

Metode Penelitian

Rancangan acak lengkap (RAL) merupakan rancangan yang digunakan

dalam penelitian ini. Perbedaan dari masing – masing perlakuan terletak pada

perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum pada DOC sesampainya

(44)

Perbedaan dari masing – masing perlakuan yang diteliti antara lain :

R0 = 0 jam (Sesaat anak ayam dikandangkan langsung diberikan makan)

R1 = 6 jam (6 jam kemudian diberi makan)

R2 = 12 jam (12 jam kemudian diberi makan)

R3 = 18 jam (18 jam kemudian diberi makan)

R4 = 24 jam (24 jam kemudian diberi makan)

R5 = 30 jam (30 jam kemudian diberi makan)

R6 = 36 jam (36 jam kemudian diberi makan)

R7 = 42 jam (42 jam kemudian diberi makan)

R8 = 48 jam (48 jam kemudian diberi makan)

Keterangan : R = Perlakuan

Berdasarkan jumlah perlakuan, maka dapat ditentukan berapa jumlah

ulangan yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

t (n – 1) ≥ 15

9 (n – 1) ≥ 15

9n – 9 ≥ 15

n = 2.67

(45)

Adapun susunan atau denah kandang penelitiannya seperti dibawah ini :

K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9

R01 R83 R52 R11 R63 R81 R21 R53 R62

K10 K11 K12 K13 K14 K15 K16 K17 K18

R72 R41 R03 R33 R51 R42 R32 R71 R43

K19 K20 K21 K22 K23 K24 K25 K26 K27

R13 R22 R61 R82 R02 R23 R73 R12 R31

Keterangan :

K = Kandang

R = Perlakuan

Jumlah brolier = 6 ekor/plot

Model matematik untuk rancangan acak lengkap yang digunakan dalam

penelitian ini adalah

Yij = µ + Ti + €ij

Dimana :

i = 1, 2, 3,…i (perlakuan)

j = 1, 2, 3,…j (ulangan)

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

γi = pengaruh perlakuan ke-i

€ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

(46)

Parameter Penelitian

Total Biaya Produksi

Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang

dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara

menghitung : Biaya bibit, biaya ransum, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja,

biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.

Total Hasil Produksi

Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang

dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga

jual broiler dan harga penjualan kotoran broiler.

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR - TC,

dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total pengeluaran

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih

pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan

merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan

akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum

adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan

ternak.

IOFC = (BB Akhir – BB Awal x Harga Jual Per kg) – (KR x HR)

Dimana : KR = Konsumsi Ransum (kg),

(47)

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan

biaya yang dikeluarkan.

B/C Ratio = Total Hasil Produksi

Total Produksi

Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi

dua, yaitu :

a. BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya

produksi dengan berat ayam (kg). Diperoleh dengan rumus :

BEP Harga Produksi = Total Biaya Produksi Total Produksi

b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi

dengan harga broiler (Rp/kg)

(48)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang Beserta Peralatannya

Kandang dipersiapkan 2 minggu sebelum DOC dikandangkan, dimana

seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang

didesinfekatan dengan rodalon.

Kandang difumigasi dengan formalin dan KMNO4 yang dibiarkan selama

1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari

formalin dan KMNO4 sepenuhnya berada di dalam ruangan yang bertujuan untuk

membasmi jamur dan bakteri yang masih menempel di kandang.

Seminggu setelah fumigasi, tempat ransum dan tempat minum yang telah

dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta

dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC

tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di

dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu DOC.

Pengacakan Day Old Chick (DOC)

Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang sesuai dengan perlakuan,

dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing - masing

DOC kemudian dilakukan pengacakan (random) pada DOC yang bertujuan untuk

memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 6 ekor

(49)

Pemeliharaan Broiler

1. Sesaat DOC dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air

minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick®

dan sejenisnya.

2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat DOC dihidupkan 24 jam

penuh sampai DOC berumur 1 minggu dan setelah DOC berumur 2 minggu

pemanas dihidupkan hanya pada malam hari saja tergantung kondisi cuaca.

3. Pemberian ransum awal sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan setelah

48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad libitum. Untuk pemberian air

minum dilakukan secara ad libitum yakni pada pagi dan sore hari. Dimana

tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan pada broiler.

4. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni dengan vaksin ND Ma

5 Clone® melalui tetes mata dan pada umur 18 hari vaksin yang digunakan

adalah ND Lasota® melalui air minum. Program vaksin ini tidak baku,

tergantung situasi di tempat penelitian.

5. Obat - obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang

seperti Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya

tanda – tanda penyakit pada ayam tersebut.

6. Sisa ekstraksi ayam dibersihan setiap 3 hari sekali disertai dengan

penyemprotan rodalon di sekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan

lalat yang membawa bibit penyakit.

7. Dilakukan pencatatan data setiap harinya untuk konsumsi ransum dan

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Usaha

1. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya

bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan

kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.

1.1. Biaya Pembelian Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old

Chick (DOC) sebanyak 162 ekor dengan harga sebesar Rp. 5000/ekor. Sehingga

didapat harga beli bibit DOC sebesar Rp. 810.000,-. Rataan bobot badan awal

DOC dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot badan awal DOC

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

R0 48.97 43.87 47.70 140.54 46.85

R1 45.36 50.20 46.93 142.49 47.50

R2 48.97 48.24 39.62 136.83 45.61

R3 49.22 50.51 48.07 147.80 49.27

R4 41.33 50.54 46.27 138.14 46.05

R5 44.70 42.87 51.93 139.50 46.50

R6 46.68 49.82 50.86 147.36 49.12

R7 47.72 47.33 45.33 140.38 46.79

R8 47.88 47.99 49.35 145.22 48.41

(51)

Bobot badan awal DOC merupakan acuan utama total hasil produksi yang

diterima (laba/rugi) setelah diperoleh bobot badan akhir dari perlakuan. Biaya

yang dikeluarkan untuk pembelian bibit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya pembelian bibit DOC (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Keterangan: Jumlah DOC sebanyak 6 ekor / perlakuan

1.2. Biaya Pembelian Ransum

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari

perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum

perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama

penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Chahroen

Pokphand dengan harga Rp. 5000/kg. Jumlah ransum yang diberikan selama

penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah ransum broiler selama penelitian (g/ekor/35 hari)

(52)

Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka

dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum

dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi broiler tiap perlakuan

selama penelitian. Dan biaya seluruh konsumsi ransum selama penelitian dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biaya ransum broiler selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3

R0 18,995.15 19,334.15 19,076.20 57,405.50 19,135.17

R1 18,844.96 18,033.83 18,091.93 54,970.72 18,323.57

R2 17,787.62 18,087.94 18,223.71 54,099.27 18,033.09

R3 17,702.57 17,672.88 17,846.73 53,222.18 17,740.73

R4 17,800.74 17,535.91 17,746.51 53,083.17 17,694.39

R5 17,520.44 17,253.98 17,566.47 52,340.89 17,446.96

R6 17,263.31 17,239.85 17,105.39 51,608.55 17,202.85

R7 16,797.76 17,123.77 16,811.27 50,732.80 16,910.93

R8 16,496.44 16,715.01 16,938.60 50,150.04 16,716.68

Keterangan : Jumlah broiler sebanyak 6 ekor/perlakuan

1.3. Biaya Obat – obatan

Biaya obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan

yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah vithachik

sebagai sumber tambahan vitamin yang dicampurkan kedalam air minum, vaksin

ND dan feed milk. Dengan rincian harga vithacik sebanyak 35 bungkus dengan

harga perbungkus Rp 1000, vaksin 2 botol dengan harga perbotol Rp 11.000 dan

feed milk sebanyak 1 bungkus dengan harga Rp 30.000. Pemberian obat – obatan

diharapkan agar daya tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam

jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut. Biaya yang dikeluarkan

(53)

Tabel 9. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Keterangan : Jumlah broiler sebanyak 6 ekor/plot

1.4. Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk

memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari

2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar

Rp. 1.035.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani

5000 ekor boiler . Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 162 ekor broiler

sebesar Rp. 39.123,00 selama 35 hari. Biaya atau upah tenaga kerja dapat dilihat

pada Tabel 10.

Tabel 10. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

(54)

1.5.Biaya Perlengkapan Kandang

Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh

perlengkapan kandang selama penelitian. Biaya perlengkapan kandang diperoleh

dengan cara menjumlahkan seluruh biaya perlengkapan kandang yang digunakan.

Dengan rincian harga bola lampu pijar sebanyak 27 buah dengan harga perbuah

Rp 1.700, bola lampu SL sebanyak 5 buah dengan harga perbuah Rp 12.000,

tempat pakan sebanyak 27 buah dengan harga perbuah Rp 8.000, tempat minum

sebanyak 27 buah dengan harga perbuah Rp 3.500, kabel listrik sepanjang 40

meter dengan harga Rp 1.250 permeter, thermometer sebanyak 4 buah dengan

harga perbuah Rp 15.000, ember besar 2 buah dengan harga perbuah Rp 25.000,

ember sedang sebanyak 2 buah dengan harga perbuah Rp 12.500, fitting

gantungan lampu sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 1000 dan steker

sebanyak 6 buah dengan harga perbuah Rp 1.500. Biaya untuk seluruh

perlengkapan kandang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Biaya perlengkapan kandang untuk tiap perlakuan (Rp/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

Gambar

Tabel. 1. Persyaratan kebutuhan zat makanan broiler pada periode starter
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOC (Unandar, 2002)
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap  isisa kuning telur pada DOC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter (tepung, fine crumble, crumble) dan ransum finisher (coarse

Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu mulai pemberian ransum setelah menetas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap performan ayam broiler, dan waktu mulai pemberian

Penambahan asam fulvat sampai taraf 1,00% pada ransum secara keseluruhan tidak memberikan efek negatif terhadap bobot hidup, karkas, dan organ dalam ayam. Penambahan 0,50% asam

Analisis terhadap data bobot relatif menunjukkan bahwa kandungan protein ransum (15 vs 19%) tidak nyata (P>0,05) berpengaruh terhadap bobot relatif segmen saluran pencernaan anak

Umur itik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, kenaikan bobot dan panjang organ pencernaan, bobot relatif serta pertumbuhan allometrik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa bentuk fisik ransum yang lebih baik untuk performans (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian probiotik dalam ransum terhadap kadar trigliserida darah, berat lemak abdominal, serta bobot dan panjang organ

Skripsi yang berjudul: Pengaruh Perbedaan Lama Waktu Pemberian Spirulina platensis dalam Ransum terhadap Profil Darah Merah Ayam Broiler dan penelitian yang