EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN
RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER
ROI IWAN G. MANURUNG
060306014
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN
RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER
SKRIPSI
Oleh :
ROI IWAN G. MANURUNG
060306014
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN
RANSUM TERHADAP ANALISIS USAHA BROILER
SKRIPSI
Oleh :
ROI IWAN G. MANURUNG
060306014/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian
iRansum terhadap Analisis Usaha Broiler
Nama : Roi Iwan G. Manurung
NIM : 060306014
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurzainah Ginting, MSc Ir. Iskandar Sembiring, MM Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 “Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Analisis Usaha Broiler”, di bawah bimbingan Ibu Nurzainah Ginting selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Oktober 2010 sampai awal bulan Desember 2010.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan bobot badan akhir dan meningkatkan keuntungan usaha broiler.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler
sampai umur 35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio),
break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dimana tiap perlakuan menggunakan 6 ekor DOC. Perlakuan R0 pemberian makan sesaat DOC dikandangkan, R1
pemberian makan setelah 6 jam, R2 pemberian makan setelah 12 jam, R3
pemberian makan setelah 18 jam, R4 pemberian makan setelah 24 jam, R5
pemberian makan setelah 30 jam, R6 pemberian makan setelah 36 jam, R7
pemberian makan setelah 42 jam dan R8 pemberian makan setelah 48 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pemberian ransum pada perlakuan R0, R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, dan R8 memberikan hasil yang berbeda
terhadap total biaya produksi (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 dan 27.976,05, total hasil produksi (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 dan 34.713,49, laba – rugi (Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 dan 6.737,44,
income overfeed cost (IOFC) (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 dan 15.670,65, B/C ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 dan 1,24, breakeventpoint (BEP) harga produksi (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 dan 16.774,63 dan break event point (BEP) volume Produksi: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 dan 1,40.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum sedini mungkin saat DOC dikandangkan lebih menguntungkan dari perlakuan yang dilakukan pemuasaan sampai 48 jam dan hasil penelitian ini layak diaplikasikan untuk usaha peternakan broiler.
ABSTRACT
ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 " The Effect of The Different Initial Feeding on Economy Analysis of Broiler", Under advised of Ms. Nurzainah Ginting as chief of counsellor commission and Mr. Iskandar Sembiring as member of counsellor commission.
This research was conducted at Laboratory of Livestock Biology of Animal Science Field Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from October 2010 until December 2010
Delays on giving feed to day old chick (DOC) is assumed as commonplace by breeder. Though with earlier give feeding can quicker the growth of digestion channel which in the end can improve final body wieght and improve profit.
The objective of this research is to know the effect of the different initial feeding on economy analysis of broiler influence from duration difference early give feeding to economy analysis of broiler which can be seen from the sum production cost, the sum of production income, profit and loss, income over feed cost, benefit cost ratio, break event point of price production and break event point of volume production. This research method use the completely randomized disyn (CRD) consisted of 9 treatment and 3 replication and replication consist of 6 DOC. Momentary treatment R0 feeding of DOC penned, R1 feeding after 6
hours, R2 feeding after 12 hours, R3 feeding after 18 hours, R4 feeding after 24
hours, R5 feeding after 30 hours, R6 feeding after 36 hours, R7 feeding after 42
hours and R8 feeding after 48 hours.
The result of this research indicate that early give feeding of treatment R0,
R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, and R8 give the different result to the sum production
cost (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 and 27.976,05 respectively, the sum of production income (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 and 34.713,49 respectively, profit and loss ( Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 and 6.737,44 respectively, income over feed cost (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 and 15.670,65 respectively, benefit cost ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 and 1,24 resrectively, break event point of price production (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 and 16.774,63 respectively and break event point of Volume Production: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 and 1,40 respectively.
The conclusion of this research that the early feeding on DOC penned give more profit the than fasting until 48 hours and the result of this research can be applied on broiler farm.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hutapadang, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi
Sumatera Utara pada tanggal 26 januari 1987 dari ayah Genes Manurung dan ibu
Bunnaria Sinurat. Penulis merupakan anak kedua belas dari dua belas bersaudara.
Tahun 2000 penulis tamat dari SD 174562 Sibisa, Tahun 2003 tamat dari
SLTP swasta Karya Pembina Pematang Siantar, Tahun 2006 tamat dari SMA N 1
Pematang Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiwa Peternakan (HMD). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan ( IMAKRIP)
Pada tanggal 6 Juli 2009 sampai 31 juli 2009 penulis mengikuti Praktek
Kerja Lapangan (PKL) di PT. Mabar Feed Indonesia (Peternakan) Divisi Layer
Farm terletak di Desa Gunung Tinggi, Kecamatan Pacur Batu, Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pada bulan Oktober 2010 penulis
melaksanakan penelitian di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Efek Perbedaan Jangka Waktu
Awal Pemberian Ransum Terhadap Analisis Usaha Broiler”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Kepada IbuDr. Ir. Nurzainah Ginting, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM. selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua
pihak yang ikut membantu.
Skripsi ini diharapkan dapat membantu dan mendukung bagi peneliti serta
menjadi bahan ilmu pengetahuan untuk usaha bidang peternakan khususnya
peternakan broiler.
Medan, Juli 2011
DAFTAR ISI
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler... 4
Kebutuhan Nutrisi Broiler. ... 5
Awal Pemberian Ransum. ... 7
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) Pada Anak Ayam ... 12
Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ... ... 13
Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Pertambahan Berat Badan ... ... 14
Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Saluran Pencernaan ... ... 16
Pematangan Sistem Pencernaan ... ... 18
Bahan dan Alat Penelitian ... 25
Pelaksanaan Penelitian... 31
Persiapan Kandang Beserta Peralatannya.... ... 31
Pengacakan DOC (Day Old Chick)... ... 31
Biaya/Upah tenaga kerja... 36
Biaya Perlengkapan Kandang ... 37
Biaya Sewa Kandang ... 38
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50
Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Persyaratan mutu untuk anak ayam ras pedaging (broiler starter) ... 6
2. Persyaratan mutu untuk ayam ras pedaging masa akhir (broiler finisher) .... 6
3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur ... 9
4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan pada umur 4 hari ... 17
5. Rataan bobot badan awal DOC ... 33
6. Biaya pembelian bibit DOC ... 34
7. Jumlah Konsumsi ransum broiler selama penelitian (g/ekor) ... 34
8. Biaya konsumsi ransum broiler selama penelitian (Rp/ekor) ... 35
9. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 36
10. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor) ... 36
11. Biaya perlengkapan untuk tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 37
12. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/ekor) ... 38
13. Biaya fumigasi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 39
14. Total biaya produksi ... 39
15. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 40
16. Ratan bobot badan akhir broiler (g/ekor) ... 40
17. Hasil penjualan broiler (Rp/ekor) ... 41
18. Hasil hasil penjualan kotoran broiler tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 41
19. Total hasil produksi ... 42
22. Income Over Feed Cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 44
23. B/C ratio tiap perlakuan ... 45
24. BEP harga produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 46
25. BEP volume produksi tiap perlakuan (kg) ... 47
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Efek lanjut stresor pada DOC... 11
2. pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap
isisa kuning telur pada anak ayam... 14
3. pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) i
iterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam... 15
4. Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bobot badan broiler (g/ekor)……….. 55
2. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor/hari)……….. 56
3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu)………. 57
4. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)………... 58
5. Jenis, jumlah, harga peralatan selama penelitia……….. 59
6. Jenis,jumlah dan harga obat-obatan selama penelitian……….. 59
7. Bahan untuk fumigasi kandang penelitian………... 59
8. Analisis usaha perlakuan R0………. 60
9. Analisis usaha perlakuan R1………. 61
10.Analisis usaha perlakuan R2………. 62
11.Analisis usaha perlakuan R3……….. 63
12.Analisis usaha perlakuan R4... 64
13.Analisis usaha perlakuan R5……….. 65
14.Analisis usaha perlakuan R6……….. 66
15.Analisis usaha perlakuan R7……… 67
16.Analisis usaha perlakuan R8……… 68
17.Grafik total biaya produksi……… 69
19.Grafik laba/rugi……….. 70
20.Grafik income over feed cost (IOFC) ……… 70
21.Grafik B/C ratio………. 71
22.Grafik BEP harga produksi……… 71
ABSTRAK
ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 “Efek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Analisis Usaha Broiler”, di bawah bimbingan Ibu Nurzainah Ginting selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dimulai dari akhir bulan Oktober 2010 sampai awal bulan Desember 2010.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak. Padahal dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat mempercepat perkembangan organ saluran pencernaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan bobot badan akhir dan meningkatkan keuntungan usaha broiler.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler
sampai umur 35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income overfeed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio),
break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dimana tiap perlakuan menggunakan 6 ekor DOC. Perlakuan R0 pemberian makan sesaat DOC dikandangkan, R1
pemberian makan setelah 6 jam, R2 pemberian makan setelah 12 jam, R3
pemberian makan setelah 18 jam, R4 pemberian makan setelah 24 jam, R5
pemberian makan setelah 30 jam, R6 pemberian makan setelah 36 jam, R7
pemberian makan setelah 42 jam dan R8 pemberian makan setelah 48 jam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pemberian ransum pada perlakuan R0, R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, dan R8 memberikan hasil yang berbeda
terhadap total biaya produksi (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 dan 27.976,05, total hasil produksi (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 dan 34.713,49, laba – rugi (Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 dan 6.737,44,
income overfeed cost (IOFC) (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 dan 15.670,65, B/C ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 dan 1,24, breakeventpoint (BEP) harga produksi (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 dan 16.774,63 dan break event point (BEP) volume Produksi: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 dan 1,40.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ransum sedini mungkin saat DOC dikandangkan lebih menguntungkan dari perlakuan yang dilakukan pemuasaan sampai 48 jam dan hasil penelitian ini layak diaplikasikan untuk usaha peternakan broiler.
ABSTRACT
ROI IWAN G. MANURUNG., 2011 " The Effect of The Different Initial Feeding on Economy Analysis of Broiler", Under advised of Ms. Nurzainah Ginting as chief of counsellor commission and Mr. Iskandar Sembiring as member of counsellor commission.
This research was conducted at Laboratory of Livestock Biology of Animal Science Field Agriculture Faculty, North Sumatra University, started from October 2010 until December 2010
Delays on giving feed to day old chick (DOC) is assumed as commonplace by breeder. Though with earlier give feeding can quicker the growth of digestion channel which in the end can improve final body wieght and improve profit.
The objective of this research is to know the effect of the different initial feeding on economy analysis of broiler influence from duration difference early give feeding to economy analysis of broiler which can be seen from the sum production cost, the sum of production income, profit and loss, income over feed cost, benefit cost ratio, break event point of price production and break event point of volume production. This research method use the completely randomized disyn (CRD) consisted of 9 treatment and 3 replication and replication consist of 6 DOC. Momentary treatment R0 feeding of DOC penned, R1 feeding after 6
hours, R2 feeding after 12 hours, R3 feeding after 18 hours, R4 feeding after 24
hours, R5 feeding after 30 hours, R6 feeding after 36 hours, R7 feeding after 42
hours and R8 feeding after 48 hours.
The result of this research indicate that early give feeding of treatment R0,
R1, R2, R3, R4, R5, R6, R7, and R8 give the different result to the sum production
cost (Rp): 30.394,53; 29.582,94; 29.292,46; 29.000,09; 28.953,76; 28.706,33; 28.462,22; 28.170,30 and 27.976,05 respectively, the sum of production income (Rp): 44.284,96; 41.881,23; 40.216,29; 39.479,83; 39.215,83; 37.945,03; 37.113,49; 35.591,23 and 34.713,49 respectively, profit and loss ( Rp): 13.890,43; 12.298,28; 10.923,84; 10.479,73; 10.262,07; 9.238,70; 8.651,27; 7.420,93 and 6.737,44 respectively, income over feed cost (Rp): 22.854,83; 21.249,69; 19.912,98; 19.395,74; 19.141,48; 18.210,04; 17.570,22; 16.386,40 and 15.670,65 respectively, benefit cost ratio: 1,46; 1,42; 137; 1,36; 1,35; 1,32; 1,30; 1,26 and 1,24 resrectively, break event point of price production (Rp/kg): 14.161,27; 14.604,31; 15.076,49; 15.214,84; 15.296,11; 15.693,11; 15.920,61; 16.458,15 and 16.774,63 respectively and break event point of Volume Production: 1,52; 1,48; 1,46; 1,45; 1.45; 1,44; 1,42; 1,41 and 1,40 respectively.
The conclusion of this research that the early feeding on DOC penned give more profit the than fasting until 48 hours and the result of this research can be applied on broiler farm.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia peternakan khususnya unggas merupakan penyumbang terbesar
dalam upaya pemenuhan protein asal hewani. Pada tahun 2009 total produksi
daging diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau
0,5 juta ton, kambing dan domba 0,1 juta ton, babi 0,2 juta ton, ayam buras 0,3
juta ton, ayam ras pedaging 1,0 juta ton dan ternak lainnya 0,1 juta ton. Dengan
demikian produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging 46,6%,
sapi dan kerbau 20,4%, ayam buras 13,0%, dan babi 10,1%. Kebutuhan protein
hewani semakin lama semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk
dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (2008) produksi daging mengalami peningkatan yaitu
8% persen dan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba 15,3%, diikuti
ternak kuda 5,6%, kerbau 5,4%, babi 4,9%, kambing 4,2%, ayam buras 3,4%,
ayam ras petelur 3,1%, sapi 3,1% dan itik 2,9%, (Blue Print, Program
Swasembada Daging Sapi 2014).
Dalam upaya pemenuhan protein hewani dan peningkatan pendapatan
peternak, pemerintah telah berupaya mendayagunakan sebagian besar sumber
komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya adalah broiler. Sebagaimana
diketahui broiler merupakan ternak penghasil daging yang relatif lebih cepat
dibandingkan dengan ternak potong lainnya. Broiler hannya membutuhkan 5 – 6
minggu sampai masa panen. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong
didukung oleh semakin kuatnya industri hulu seperti perusahaan pembibitan
(Breeding Farm), perusahaan ransum ternak (Feed Mill), perusahaan obat hewan
dan peralatan peternakan (Saragih, 2000).
Keberhasilan peternakan broiler ditentukan oleh tiga hal yaitu : Breeding,
feeding dan manajemen. Program manajemen di sini adalah masalah yang
berkaitan dengan tatalaksana pemeliharaan broiler. Manajemen pemeliharaan
broiler yang dimaksudkan adalah dalam hal waktu pemberian ransum seringkali
diabaikan peternak broiler.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old
chick (DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak broiler. Peternak
sering beranggapan, bahwa DOC yang baru tiba di kandang tidak boleh segera
diberi ransum. Pemuasaan ini dianggap akan memberi kesempatan terjadinya
penyerapan sisa kuning telur semaksimal mungkin. Padahal dengan pemberian
ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik terhadap pertumbuhan
broiler yang baru menetas. Kuning telur ternyata tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak ayam (meskipun pada hari pertama kehidupan) terutama untuk
pertumbuhan. Untuk itulah perlu diadakan suatu perbaikan dalam hal waktu
pemberian ransum yang tidak terlalu lama. Dimana peternak broiler juga harus
memperhatikan jarak tempuh DOC dari tempat breeding farm/penetasan sampai
ke kandang. Hal inilah yang sering diabaikan peternak dalam melaksanakan usaha
peternakannya.
Adanya perhatian dari manajemen pemeliharaan ini terutama dalam hal
pemberian ransum yang semakin dini pada DOC dapat berpengaruh terhadap
hanya meningkatkan proses metabolisme tetapi juga dapat mempercepat
penyerapan kuning telur dan mempercepat pertumbuhan/perkembangan saluran
pencernaan pada DOC dan berdampak pada respon fisik, fisiologis maupun
tingkah laku yang lebih baik. Penampilan yang maksimal dari broiler memberikan
hasil produksi yang maksimal. Untuk melakukan pencataan biaya secara lebih
rinci, baik untuk pengeluaran, biaya pemasukan dan laba/rugi. Sehingga saya
memilih efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis
usaha broiler sebagai parameter penelitian.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap analisis usaha broiler
sampai umur 35 hari.
Hipotesis Penelitian
Waktu pemberian ransum yang semakin cepat akan berdampak positif
terhadap analisis usaha broiler umur 35 hari.
Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
peneliti, masyarakat, peternakan broiler dan kalangan akademik
tentang pengaruh dari perbedaan waktu awal pemberian ransum
terhadap analisis usaha broiler.
2. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan
TINJAUAN PUSTAKA
Broiler
Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan
ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi
daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4 - 5 minggu
produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 2003).
Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler adalah ayam yang
muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu,
pertumbuhan yang cepat dan timbunan daging baik serta banyak. Sedangkan
menurut Siregar (2005) broiler adalah ayam muda yang berumur kurang dari 8
minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot hidup berkisar antara
1,5-2,0 kg per ekor.
Broiler di Indonesia adalah ayam ras pedaging jantan atau betina yang
dipotong pada umur 5-6 minggu, dimana ayam tersebut masih muda dan
mempunyai daging yang masih lunak (Hardjosworo danRukmiasih, 2000).
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler
Menurut Anggorodi (1990) pertumbuhan pada hewan merupakan suatu
fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut
sampai hewan mencapai dewasannya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari
jaringan seperti berat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan lainnya, diartikan
sebagai pertumbuhan.
Broiler yang berasal dari turunan yang baik akan memberi kemampuan
mendukung. Namun begitu kemampuan bertumbuh tidak akan lebih dari
kemampuan genetiknya. Pertumbuhan dan produksi dapat dipengaruhi oleh nilai
nutrisi dari bahan ransum yang digunakan (Anonimous, 1982).
Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih
cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini
menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap
cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai
(Anggorodi, 1990).
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi ayam membutuhkan sejumlah
unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan
berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral
(Rasyaf, 1997).
Penggolongan zat-zat nutrisi adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral,
vitamin dan air. Fungsi karbohidrat pada unggas adalah sebagai energi dan panas
serta disimpan sebagai lemak jika berlebihan, sementara karena lemak mudah
tengik, maka sebagian besar ransum mengandung tidak lebih dari sekitar 4-5 %
lemak.
Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh ternak
unggas. Zat tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan produksi
telur serta merupakan bagian semua enzim dalam tubuh. Zat-zat mineral dan
vitamin merupakan nutrisi mikro penting untuk mencegah penyakit defisiensi.
Sementara air mempunyai peranan penting sebagai stabilisator suhu
Persyaratan mutu ransum untuk anak ayam (broiler starter) berbeda
dengan mutu ransum broiler pada masa akhir (broiler finisher). Perbedaan ini
sesuai dengan kebutuhan nutrisi broiler sesuai dengan fase hidupnya. Perbedaan
ransum tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel. 1. Persyaratan kebutuhan zat makanan broiler pada periode starter
No. Parameter Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14.00
10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900
11 Asam amino :
Lisin % Min. 1.10
Metionin % Min. 0.40
Metionin + sistin % Min. 0.60
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)
Tabel 2. Persyaratan mutu untuk broiler masa akhir (broiler finisher)
No. Parameter Satuan Persyaratan
1 Kadar air % Maks. 14.00
10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900
11 Asam amino :
Lisin % Min. 0.90
Metionin % Min. 0.30
Metionin + sistin % Min. 0.50
Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan
nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan
kebutuhan nutrien yang lain disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala
defisien maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat
kandungan energi pakan harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena
protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi.
Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju
pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan
keseimbangan antara tingkat energi dan protein sehingga penggunaan pakan
menjadi efisien (Suprijatna, Umiyatidan Ruhyat, 2005).
Awal Pemberian Ransum
Di peternakan komersil seringkali Day Old Chick (DOC) tidak langsung
diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa
kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang.
Faktanya adalah broiler yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa
kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman
lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).
Pemberian ransum pada broiler seawal mungkin memang berpengaruh terhadap
perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu
seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik.
Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring
dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan
penyerapan ransum yang maksimal, sehingga broiler yang diberi ransum lebih
Konsumsi broiler yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi
ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada broiler yang diberi ransum hari
ke-2 (Sulistyonigsih, 2004).
Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa
pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan
protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya
peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur
yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan
protein.
Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan
muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal
kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif tersebut antara lain bobot
badan tidak akan mencapai bobot standar.
Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional
dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%),
protein (28%) diantaranya meternal antibodi (7%), dan lipid (20%), dianggap
memenuhi kebutuhan DOC.
Kenyataanya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya cukup untuk
mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama
saja hannya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang
dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru
mulai memberi ransum pada DOC, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya
(Widjaja, 1999). Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur seperti yang
tertera dalam Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Umur
Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan DOC, yaitu : Hiperplasia
(pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh).
Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan
kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu
saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama,
akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu
selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah :
a. Sistem pencernaan makanan
Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat
berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin,
sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan
garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk.
b. Sistem imunitas
- Antibodi maternal
Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi
minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan
menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal,
berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap
serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan
lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).
- Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang
paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan
pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT)
seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas
maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan
menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel
tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun.
- Jaringan limfoid lain (Bursafabricius)
Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil
penelitian menyatakan, bobot bursa DOC yang dipuasakan dan yang segera
diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. DOC yang diberi ransum sedini
mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.
c. Penampilan Broiler
Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan
ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada
beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan
secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan
dengan proses pada broiler (Noy et al., 1996; Unandar 1997). Kita dapat melihat
Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOC (Unandar, 2002) Stresor
DOC
Stresor Stresor
ACTH
( adenokortikotropil hormone )
Omphalitis
Daya tahan tubuh Kontaminasi
kuman Terlambat
tumbuh Gangguan nutrisional
Absorpsi zat kebal induk Kuning telur yang
persisten
Aktivitas fisiologis tubuh (Absorpsi kuning telur)
Peka terhadap penyakit
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada DOC
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu
sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam
tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih
cukup untuk memenuhi kebutuhan DOC selama 48 jam sejak menetas. Sebagian
ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa
DOC masih membutuhkan makanan.
Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari DOC
berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein).
Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan DOC untuk
mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).
Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber
energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan DOC
dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya
masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi DOC
yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup DOC hingga umur 3 –
4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan
saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan.
Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga
seperti maternal antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna
besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam
lemak tidak bebas.
Pada saat penetasan DOC, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis
dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke
dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus
halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya
(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur
Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas.
Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh
DOC yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada saat menetas adalah 6,5
gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada DOC yang
diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang
tersisa pada DOC yang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram
setelah 96 jam.
Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning
telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam
saluran usus. Tetapi pada proses penetasan DOC di perunggasan komersial, DOC
akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang
telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan
yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam
kenyataannya, DOC seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang
Oleh karena setelah penetasan merupakan periode kritis untuk
perkembangan dan kelangsungan hidup bagi DOC (Charoen Pokphand Bulletin
Service, 2006).
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur pada DOC. (Sumber : Charoen Pokphand iBulletin Service, 2006)
Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Pertambahan Berat Badan
Studi terbaru mengenai day old chick (DOC) broiler menjelaskan bahwa
setelah penetasan, DOC yang mendapatkan ransum lebih cepat akan dicapai berat
Gambar 3. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan
(0 – 48 jam) terhadap berat badan broiler pada interval 48 jam
Sedangkan pada DOC yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam
tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari
studi lain bahwa broiler yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun
waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan
dengan DOC yang diberi ransum segera setelah menetas.
Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan DOC yang dipuasakan
selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan
perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas
pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan
terlambat di kemudian hari akan menurun.
Pemberian ransum yang lebih cepat pada DOC akan meningkatkan
persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan
DOC yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan
kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih
Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif
terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum
setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan broiler
lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, broiler yang diberikan ransum
lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat
badan broiler yang terlambat 15 jam diberi ransum (Gambar 4).
Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40
hari. Perbedaan berat badan mencapai 80 g yang mana dapat mengurangi
pendapatan peternak broiler (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Gambar 4. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC. (Sumber : Charoen Pokphand Bulletin iService, 2006)
Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan
Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan DOC belum sempurna
dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan
mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan
tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim
Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih
cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur
6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak
menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif.
Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili
usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan.
Hal ini dilaporkan bahwa tinggi vili duodenum dan perputaran sel usus secara
signifikan berkurang pada DOC yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa
tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam
menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus.
Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang
lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran
pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih
awal pada DOC setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi
perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).
Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari
Ketiadaan
Sumber : Charoen PokphandiBulletin Service, 2006
Broiler yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan
penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih
Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun
jika ransum eksogenous tidak ada maka DOC akan berkembang dipacu dengan
mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif
konstan jika DOC mengkonsumsi ransum.
DOC yang mencerna makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan
lipase akan meningkat yang berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat
badan. Pengambilan nutrisi seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 –
30%) segera setelah DOC menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan
menurunkan pengambilan nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting
diberikan di awal periode penetasan.
Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah DOC menetas,
sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan
merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan
dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat
selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus (Charoen
Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pematangan Sistem Pencernaan
Disamping kemampuan day old chick (DOC) dalam mengatur temperatur
tubuhnya pematangan yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang
sama penting terhadap performance broiler. Sebelum DOC pipping (mematuk
kerabang telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning
telurnya ke dalam tubuhnya dan pada akhir hari ke-20 di dalam telur, keseluruhan
Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi
untuk DOC dan selanjutnya merupakan pematangan dari semua organ menjadi
sempurna dan kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).
Analisis Usaha
Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk
mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut
dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan
sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.
Setelah mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan
dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai
dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu,
pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian
yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan
(Sirait, 1987).
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan
berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik
tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat
digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha
atau memperbesar skala usaha.
Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya
dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin
(1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat
Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang
diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan
kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang
dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun
sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan
( Kartadisastra, 1994).
Total Biaya Produksi
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau
tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai
bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan
biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi
broiler yang dijalankan.
Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total.
Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian
dan lain – lain (Rasyaf,1995).
Total Hasil Produksi
Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh
suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu
hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter)
(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk
total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak
dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan
hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total
adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga addalah harga pada tingkat
usahatani atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan
selama periode pembukuan yang sama,, sedangkan pendpatan adalah penerimaan
dengan biaya produksi (Tohir, 1991).
Menurut Gunawan dkk (1993) menyebutkan bahwa dalam analisis
pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis
pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasialan suatu usaha.
Pane dan Ismed (1986) yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup
juga harus ekonomis.
Rugi/Laba
Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
K = TR - TC
dimana :
K = keuntungan
TR = total penerimaan
Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang
dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk
memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu
usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk
pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya
dan pendapatan tersebut harus dicatat.
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh
pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar
jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama
(Kasmir dan Jakfar, 2003).
Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu
sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun
sederhana sekalipun diperlukan analisa usaha dengan harapan mendapatkan
keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan
pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah
mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan
masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut
(Karo – karo et all., 1995).
Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga
pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan
biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang
merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.
IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan
dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi
peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
(Prawirokusumo, 1990).
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost
ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya
(input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin
besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan
total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa
untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu
dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila
B/C Ratio > 1 : Efisien
B/C Ratio = 1 : Impas
Soekartawi dkk (1995) menyatakan bahwa suatu usaha dapat dikatakan
memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio diatas 1 (> 1). Semakin besar nilai B/C
Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C
Ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
Break Event Point (BEP)
Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total
cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang
pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat
menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya
(Kasmir dan Jakfar, 2005).
Break Event Point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan
tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event
point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang
manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang
dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian
(Sigit, 1991).
Menurut Rahardi dkk. (1993) break event point (BEP) dimaksudkan untuk
mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang
diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, JL. Dr. A. Sofyan
No.3 Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 minggu dimulai pada akhir
bulan Oktober 2010 sampai dengan awal bulan Desember 2010.
Bahan dan Alat
Bahan
Day Old Chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak
162 ekor strain Cobb -iLH 500. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil
yang diproduksi PT. Charoen Phokpand, dimana ransum untuk broiler ini
dibedakan menjadi dua macam yaitu ransum CP – 511 untuk periode starter
(umur 1 – 2 minggu) dan CP – 512 untuk periode finisher (umur 3 – 5 minggu).
Air minum yang diberikan secara ad libitum, namun pemberian air minum
pertama kali sesaat DOC dikandangkan berupa air gula yang bertujuan untuk
menghilangkan stres DOC selama perjalanan.
Pemberian air minum untuk selanjutnya ditambahkan dengan suplemen
tambahan seperti vitachick sebagai anti stress. Rodalon digunakan sebagai
detergen pada saat mencuci tempat minum. Vaksin yang akan digunakan seperti
Alat
Kandang yang digunakan sebanyak 27 plot, berukuran 100cm x 100cm x
50 cm dimana setiap plot berisi masing - masing 6 ekor DOC. Timbangan digital
Ohause dengan skala 2 kg dengan ketelitian 2 g. Alat penerangan/pemanas berupa
lampu pijar 40 Watt sebanyak 27 buah.
Kabel sepanjang ± 40 m sebagai bagian instalasi dari alat
penerangan/pemanas. Alat tulis sebagai alat untuk mencatat data, buku data
sebagai tempat data – data yang dicatat. Thermometer sebagai alat untuk mencatat
suhu ruangan. Tempat ransum dan tempat minum masing – masing sebanyak 27
buah.
Metode Penelitian
Rancangan acak lengkap (RAL) merupakan rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini. Perbedaan dari masing – masing perlakuan terletak pada
perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum pada DOC sesampainya
Perbedaan dari masing – masing perlakuan yang diteliti antara lain :
R0 = 0 jam (Sesaat anak ayam dikandangkan langsung diberikan makan)
R1 = 6 jam (6 jam kemudian diberi makan)
R2 = 12 jam (12 jam kemudian diberi makan)
R3 = 18 jam (18 jam kemudian diberi makan)
R4 = 24 jam (24 jam kemudian diberi makan)
R5 = 30 jam (30 jam kemudian diberi makan)
R6 = 36 jam (36 jam kemudian diberi makan)
R7 = 42 jam (42 jam kemudian diberi makan)
R8 = 48 jam (48 jam kemudian diberi makan)
Keterangan : R = Perlakuan
Berdasarkan jumlah perlakuan, maka dapat ditentukan berapa jumlah
ulangan yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
t (n – 1) ≥ 15
9 (n – 1) ≥ 15
9n – 9 ≥ 15
n = 2.67
Adapun susunan atau denah kandang penelitiannya seperti dibawah ini :
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
R01 R83 R52 R11 R63 R81 R21 R53 R62
K10 K11 K12 K13 K14 K15 K16 K17 K18
R72 R41 R03 R33 R51 R42 R32 R71 R43
K19 K20 K21 K22 K23 K24 K25 K26 K27
R13 R22 R61 R82 R02 R23 R73 R12 R31
Keterangan :
K = Kandang
R = Perlakuan
Jumlah brolier = 6 ekor/plot
Model matematik untuk rancangan acak lengkap yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
Yij = µ + Ti + €ij
Dimana :
i = 1, 2, 3,…i (perlakuan)
j = 1, 2, 3,…j (ulangan)
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
γi = pengaruh perlakuan ke-i
€ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Parameter Penelitian
Total Biaya Produksi
Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara
menghitung : Biaya bibit, biaya ransum, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja,
biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang
dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga
jual broiler dan harga penjualan kotoran broiler.
Rugi/Laba
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR - TC,
dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total pengeluaran
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih
pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan
merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan
akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum
adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan
ternak.
IOFC = (BB Akhir – BB Awal x Harga Jual Per kg) – (KR x HR)
Dimana : KR = Konsumsi Ransum (kg),
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan.
B/C Ratio = Total Hasil Produksi
Total Produksi
Break Even Point (BEP)
Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan
tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
a. BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya
produksi dengan berat ayam (kg). Diperoleh dengan rumus :
BEP Harga Produksi = Total Biaya Produksi Total Produksi
b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi
dengan harga broiler (Rp/kg)
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang Beserta Peralatannya
Kandang dipersiapkan 2 minggu sebelum DOC dikandangkan, dimana
seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang
didesinfekatan dengan rodalon.
Kandang difumigasi dengan formalin dan KMNO4 yang dibiarkan selama
1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari
formalin dan KMNO4 sepenuhnya berada di dalam ruangan yang bertujuan untuk
membasmi jamur dan bakteri yang masih menempel di kandang.
Seminggu setelah fumigasi, tempat ransum dan tempat minum yang telah
dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta
dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC
tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di
dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu DOC.
Pengacakan Day Old Chick (DOC)
Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang sesuai dengan perlakuan,
dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing - masing
DOC kemudian dilakukan pengacakan (random) pada DOC yang bertujuan untuk
memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 6 ekor
Pemeliharaan Broiler
1. Sesaat DOC dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air
minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick®
dan sejenisnya.
2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat DOC dihidupkan 24 jam
penuh sampai DOC berumur 1 minggu dan setelah DOC berumur 2 minggu
pemanas dihidupkan hanya pada malam hari saja tergantung kondisi cuaca.
3. Pemberian ransum awal sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan setelah
48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad libitum. Untuk pemberian air
minum dilakukan secara ad libitum yakni pada pagi dan sore hari. Dimana
tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan pada broiler.
4. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni dengan vaksin ND Ma
5 Clone® melalui tetes mata dan pada umur 18 hari vaksin yang digunakan
adalah ND Lasota® melalui air minum. Program vaksin ini tidak baku,
tergantung situasi di tempat penelitian.
5. Obat - obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang
seperti Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya
tanda – tanda penyakit pada ayam tersebut.
6. Sisa ekstraksi ayam dibersihan setiap 3 hari sekali disertai dengan
penyemprotan rodalon di sekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan
lalat yang membawa bibit penyakit.
7. Dilakukan pencatatan data setiap harinya untuk konsumsi ransum dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Usaha
1. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya
bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan
kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.
1.1. Biaya Pembelian Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old
Chick (DOC) sebanyak 162 ekor dengan harga sebesar Rp. 5000/ekor. Sehingga
didapat harga beli bibit DOC sebesar Rp. 810.000,-. Rataan bobot badan awal
DOC dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan bobot badan awal DOC
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
R0 48.97 43.87 47.70 140.54 46.85
R1 45.36 50.20 46.93 142.49 47.50
R2 48.97 48.24 39.62 136.83 45.61
R3 49.22 50.51 48.07 147.80 49.27
R4 41.33 50.54 46.27 138.14 46.05
R5 44.70 42.87 51.93 139.50 46.50
R6 46.68 49.82 50.86 147.36 49.12
R7 47.72 47.33 45.33 140.38 46.79
R8 47.88 47.99 49.35 145.22 48.41
Bobot badan awal DOC merupakan acuan utama total hasil produksi yang
diterima (laba/rugi) setelah diperoleh bobot badan akhir dari perlakuan. Biaya
yang dikeluarkan untuk pembelian bibit dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya pembelian bibit DOC (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Keterangan: Jumlah DOC sebanyak 6 ekor / perlakuan
1.2. Biaya Pembelian Ransum
Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari
perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum
perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama
penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Chahroen
Pokphand dengan harga Rp. 5000/kg. Jumlah ransum yang diberikan selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah ransum broiler selama penelitian (g/ekor/35 hari)
Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka
dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum
dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi broiler tiap perlakuan
selama penelitian. Dan biaya seluruh konsumsi ransum selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya ransum broiler selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan
1 2 3
R0 18,995.15 19,334.15 19,076.20 57,405.50 19,135.17
R1 18,844.96 18,033.83 18,091.93 54,970.72 18,323.57
R2 17,787.62 18,087.94 18,223.71 54,099.27 18,033.09
R3 17,702.57 17,672.88 17,846.73 53,222.18 17,740.73
R4 17,800.74 17,535.91 17,746.51 53,083.17 17,694.39
R5 17,520.44 17,253.98 17,566.47 52,340.89 17,446.96
R6 17,263.31 17,239.85 17,105.39 51,608.55 17,202.85
R7 16,797.76 17,123.77 16,811.27 50,732.80 16,910.93
R8 16,496.44 16,715.01 16,938.60 50,150.04 16,716.68
Keterangan : Jumlah broiler sebanyak 6 ekor/perlakuan
1.3. Biaya Obat – obatan
Biaya obat – obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat – obatan
yang diberikan selama penelitian. Obat – obatan yang diberikan adalah vithachik
sebagai sumber tambahan vitamin yang dicampurkan kedalam air minum, vaksin
ND dan feed milk. Dengan rincian harga vithacik sebanyak 35 bungkus dengan
harga perbungkus Rp 1000, vaksin 2 botol dengan harga perbotol Rp 11.000 dan
feed milk sebanyak 1 bungkus dengan harga Rp 30.000. Pemberian obat – obatan
diharapkan agar daya tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam
jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut. Biaya yang dikeluarkan
Tabel 9. Biaya obat – obatan tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
Keterangan : Jumlah broiler sebanyak 6 ekor/plot
1.4. Biaya/Upah tenaga kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari
2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar
Rp. 1.035.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani
5000 ekor boiler . Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 162 ekor broiler
sebesar Rp. 39.123,00 selama 35 hari. Biaya atau upah tenaga kerja dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya tenaga kerja selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3
1.5.Biaya Perlengkapan Kandang
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh
perlengkapan kandang selama penelitian. Biaya perlengkapan kandang diperoleh
dengan cara menjumlahkan seluruh biaya perlengkapan kandang yang digunakan.
Dengan rincian harga bola lampu pijar sebanyak 27 buah dengan harga perbuah
Rp 1.700, bola lampu SL sebanyak 5 buah dengan harga perbuah Rp 12.000,
tempat pakan sebanyak 27 buah dengan harga perbuah Rp 8.000, tempat minum
sebanyak 27 buah dengan harga perbuah Rp 3.500, kabel listrik sepanjang 40
meter dengan harga Rp 1.250 permeter, thermometer sebanyak 4 buah dengan
harga perbuah Rp 15.000, ember besar 2 buah dengan harga perbuah Rp 25.000,
ember sedang sebanyak 2 buah dengan harga perbuah Rp 12.500, fitting
gantungan lampu sebanyak 33 buah dengan harga perbuah Rp 1000 dan steker
sebanyak 6 buah dengan harga perbuah Rp 1.500. Biaya untuk seluruh
perlengkapan kandang dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Biaya perlengkapan kandang untuk tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
1 2 3