EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM BROILER
STRAIN COBB – LH 500
SKRIPSI
OLEH : TRI JULY ADHA
060306006
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM BROILER
STRAIN COBB – LH 500
SKRIPSI
OLEH : TRI JULY ADHA
060306006
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK PERBEDAAN JANGKA WAKTU AWAL PEMBERIAN RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM BROILER
STRAIN COBB LH - 500
PROPOSAL
OLEH: TRI JULY ADHA
060306006
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul :iIEfek Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian iiiRansum Terhadap Persentase Karkas Ayam iiiBroiler Strain COBB LH - 500
Nama : Tri July Adha
NIM : 060306006
Program Studi : PETERNAKAN
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Eniza Saleh, MS) (Dr.Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Ristika Handarini, MP) Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
TRI JULI ADHA : Efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB – LH 500. dibimbing oleh ENIZA SALEH dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara JL. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai pada bulan September 2010 hingga Oktober 2010.
Awal pemberian ransum pada broiler merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Ransum yang pertama kali dikonsumsi oleh broiler, akan memacu dinding usus untuk bergerak secara peristaltik yang diikuti dengan mulai berkembangnya usus dan fungsinya secara keseluruhan yang akan memacu pertumbuhan bobot broiler. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler umur 35 hari. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum
sesaat DOC dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT. Charoen Phokpand.
Hasil penelitian menunjukan bahwa efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB – LH 500, menghasilkan rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal tertinggi berturut turut sebesar 1828.70 g, 1355.78 g, 72.87 % dan 2.77 %. Adapun Kesimpulan penelitian ini yaitu semakin cepat waktu pemberian pakan terhadap DOC maka bobot karkas dan persentase karkas semakin besar serta persentase lemak abdominal juga semakin meningkat. Penundaan atau pemuasaan yang dapat ditoleran yaitu selama 18 jam.
ABSTRACT
TRI JULI ADHA:The effects of differences in the initial feeding on carcasses percentage of strain COBB–LH 500, under supervision of ENIZA SALEH and MA’RUF TAFSIN.
The research was conducted in Laboratory of Biology Husbandry, Departement of Husbandry, Faculty of agriculture, North Sumatera University, JL. Dr. A.Sofyan No. 3 Medan. The research was conducted from September 2010 to Oktober 2010.
Initialfeedingon thechicken is important in broiler production.Rationwas firstconsumedby thebroilers, willinitialthe intestinal walltomove in aperistalticwhich was followedby startingthe development ofcolonand its functionas a wholethat willeffectthe growth ofbroiler. This research aims to study the effect of differences in the initial feeding of rationing on broiler carcass percentage at age 35 days. Research design used complete randomized design with nine treatments and three replications. ration R0 treatment at the DOC were caged and the provision of feeding for the subsequent treatment with a difference of six hours of treatment has been given rations. Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage. Rations used were commercially produced rations PT. Charoen Phokpand.
The results showed that the effects of differences in the initial period of rationing as a percentage of the Cobb strain broiler carcasses - LH 500 age 35 days produce a weighted average of R0 treatment of cattle, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage for the highest consecutive 1828.70 g, 1355.78 g, 72.87 % and 2.77%. The conclusion is that the less time feeding DOC on carcass weight and the percentageof carcasses and abdominal fat
percentage gets smaller. Delays of first feeding was suggested not more than 18 hours.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun judul skripsi saya ini adalah “Perbedaan Jangka Waktu Awal Pemberian Ransum terhadap Persentase Karkas Ayam Broiler Strain COBB - LH 500 Umur 35 Hari”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Kepada Ibu Dra. Irawati Bachari dan Ibu Ir. Eniza Saleh, MS. selaku ketua komisi
pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi. selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan
bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang
peternakan khususnya peternakan broiler.
Medan, November 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran pada Tanggal 30 July 1988 dari ayah Dtm.
Manoti Hasan dan ibu Risma Deliana Pasaribu. Penulis merupakan putri ke tiga
dari empat bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 3 Kisaran pada Tahun 2006 dan pada tahun
yang penulis penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Program Studi Peternakan melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan
Mahasiswa Peternakan. Penulis melaksanakn praktek kerja lapangan (PKL) di
Kelompok Tani Harapan di Desa Binjai Timur Km. 18 dari tanggal 12 Desember
DAFTAR ISI
Pertumbuhan dan pertambahan bobot badan Broiler. ... 5
Kebutuhan Nutrisi Broiler ... 6
Kandungan Nutrisi Pada Ransum Komersil. ... 8
Awal Pemberian Ransum . ... 9
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) Pada Anak Ayam ... 13
Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur ... ... 15
Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Pertambahan Berat Badan ... ... 16
Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan ... ... 18
Pematangan Sistem Pencernaan ... 20
Air minum, Obat obatan, Desinfektan dan Vaksin ... 26
Alat ... 27
Pelaksanaan Penelitian ... 27
Persiapan Kandang Beserta Peralatannya.... ... 27
Pengacakan Day Old Chick (DOC)... ... 28
Pemeliharaan Ayam... ... 28
Bobot Potong (g)... ... 31
Bobot Karkas (g)... ... 31
Persentase Karkas (%)... ... 32
Persentase Lemak Abdominal % ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong (g)... ... 33
Bobot Karkas(g)... ... 34
Persentase Karkas (%)... ... 36
Persentase Lemak Abdominal (%)... ... 38
Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
Kesimpulan ... 41
Saran ... 41 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Bobot badan broiler (g/ekor)
2. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor)
3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor)
4. konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)
5. Rataan bobot badan tiap perlakuan selama penelitian (g)
6. Rataan konsumsi ransum tiap perlakuan selama penelitian (g)
7. Bobot potong umur 35 Hari
8. Bobot karkas broiler umur 35 hari
9. Persentase karkas broiler umur 35 hari
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Komposisi nutrisi ransum komersil CP5 - 11 dan CPS - 12G ... 5
2. Persentase karkas dan non karkas broiler ... 7
3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur ... 11
4. Pengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan pakan pada umur 4 hari ... 19
5. Rataan sisa kuning telur……… ... 28
6. Panjang usus broiler umur 4 hari (cm) ... 30
7. Panjang usus broiler umur 35 hari (g) ………. 31
8. Bobot usus broiler umur 4 hari (g) ……….. 32
DAFTAR GAMBAR
No. ... Hal.
1. Efek lanjut stresor pada DOC ... 13
2. Pengaruh pemberian pakan yang awal dan terlambat terhadap sisa kuning telur pada anak ayam ... 16
3. Pengaruh ketiadaan pakan setelah penetasan (0 – 48 jam) terhadap berat badan broiler pada interval 48 jam ... 17
ABSTRAK
TRI JULI ADHA : Efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB – LH 500. dibimbing oleh ENIZA SALEH dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara JL. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan. Penelitian dilaksanakan selama 35 hari dimulai pada bulan September 2010 hingga Oktober 2010.
Awal pemberian ransum pada broiler merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan peternak. Ransum yang pertama kali dikonsumsi oleh broiler, akan memacu dinding usus untuk bergerak secara peristaltik yang diikuti dengan mulai berkembangnya usus dan fungsinya secara keseluruhan yang akan memacu pertumbuhan bobot broiler. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler umur 35 hari. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan R0 diberikan ransum
sesaat DOC dikandangkan dan pemberian ransum untuk perlakuan berikutnya dengan selisih 6 jam dari perlakuan yang telah diberi ransum. Parameter yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT. Charoen Phokpand.
Hasil penelitian menunjukan bahwa efek perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB – LH 500, menghasilkan rataan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal tertinggi berturut turut sebesar 1828.70 g, 1355.78 g, 72.87 % dan 2.77 %. Adapun Kesimpulan penelitian ini yaitu semakin cepat waktu pemberian pakan terhadap DOC maka bobot karkas dan persentase karkas semakin besar serta persentase lemak abdominal juga semakin meningkat. Penundaan atau pemuasaan yang dapat ditoleran yaitu selama 18 jam.
ABSTRACT
TRI JULI ADHA:The effects of differences in the initial feeding on carcasses percentage of strain COBB–LH 500, under supervision of ENIZA SALEH and MA’RUF TAFSIN.
The research was conducted in Laboratory of Biology Husbandry, Departement of Husbandry, Faculty of agriculture, North Sumatera University, JL. Dr. A.Sofyan No. 3 Medan. The research was conducted from September 2010 to Oktober 2010.
Initialfeedingon thechicken is important in broiler production.Rationwas firstconsumedby thebroilers, willinitialthe intestinal walltomove in aperistalticwhich was followedby startingthe development ofcolonand its functionas a wholethat willeffectthe growth ofbroiler. This research aims to study the effect of differences in the initial feeding of rationing on broiler carcass percentage at age 35 days. Research design used complete randomized design with nine treatments and three replications. ration R0 treatment at the DOC were caged and the provision of feeding for the subsequent treatment with a difference of six hours of treatment has been given rations. Variables observed are cutting weight, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage. Rations used were commercially produced rations PT. Charoen Phokpand.
The results showed that the effects of differences in the initial period of rationing as a percentage of the Cobb strain broiler carcasses - LH 500 age 35 days produce a weighted average of R0 treatment of cattle, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage for the highest consecutive 1828.70 g, 1355.78 g, 72.87 % and 2.77%. The conclusion is that the less time feeding DOC on carcass weight and the percentageof carcasses and abdominal fat
percentage gets smaller. Delays of first feeding was suggested not more than 18 hours.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Broiler memiliki kelebihan, dimana kelebihannya adalah dagingnya
empuk, ukuran besar,bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap
ransum cukup tinggi sebagian besar dari ransum diubah menjadi daging dan
pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah
memerlukan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi
penyakit dan sulit beradaptasi(Murtidjo, 1987)
Selain faktor lingkungan dan genetik yang menentukan penampilan atau
performans broiler, ternak akan menampilkan pertumbuhan yang maksimal jika
dipelihara dan didukung dengan manajemen baik. Kondisi lingkungan ditambah
dengan genetik broiler yang baik sekalipun namun tidak didukung dengan
manajemen pemeliharaan yang baik maka tingkat pertumbuhan ternak (broiler)
tidak akan mencapai pada hasil maksimalnya.
Salah satu manajemen pemeliharaan yang sering diabaikan peternak
adalah pemberian ransum pada day old chick (DOC) yang terlalu lama.
Keterlambatan atau lamanya peternak memberikan ransum pada day old chick
(DOC) seringkali dianggap hal yang biasa bagi peternak ayam broiler. Padahal
dengan pemberian ransum yang lebih awal dapat memberikan efek yang baik
terhadap pertumbuhan broiler yang baru menetas.
Pemberian ransum yang lebih awal dapat meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan saluran pencernaan yang pada akhirnya menghasilkan persentase
Kandungan kuning telur (yolk) di dalam tubuh DOC yang berfungsi
sebagai cadangan makanan juga turut berperan dalam perkembangan organ dalam
broiler. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak ayam akan mempercepat
penyerapan kuning telur yang pada akhirnya meningkatkan persentase daging
dada yang dihasilkan hingga 7-9% jika dibandingkan dengan anak ayam yang
dipuasakan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, untuk menghasilkan persentase karkas
yang lebih maksimal maka perlu diperhatikan lebih awal pada anak ayam. Dengan
manajemen pemeliharaan yang baik ini diperoleh kualitas karkas sesuai dengan
keinginan pasar ataupun konsumen.
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh positif dari
perbedaan jangka waktu pemberian ransum awal terhadap persentase karkas
broiler umur 35 hari.
Hipotesis Penelitian
Waktu pemberian ransum yang semakin cepat akan berpengaruh terhadap
persentase karkas broiler umur 35 hari.
Kegunaan penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
broiler, peneliti dan masyarakat tentang manajemen breeding ataupun manajemen
pemeliharaan yang baik dan memberikan informasi tentang pengaruh pemberian
TINJAUAN PUSTAKA Broiler
Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan
ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi
daging dalam waktu yang relatif cepat atau singkat sekitar 4-5 minggu produksi
daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 2003)
Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler (ayam potong)
adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu
dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging baik dan
banyak. Sedangkan menurut Siregar (2005) menyebutkan broiler adalah ayam
muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih
dengan bobot hidup berkisar antara 1,5-2,0 kg/ ekor.
Broiler di Indonesia adalah ayam ras pedaging jantan atau betina yang
dipotong pada umur 5-6 minggu, dimana ayam tersebut masih muda dan
mempunyai daging yang masih lunak (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000)
Ciri-ciri Day Old Chick
Beberapa ciri DOC yang kualitas yang baik berdasarkan penampilan
secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut :
1 Bebas dari penyakit (free disease )terutama penyakit pullorum, omphalitis dan
jamur.
2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman.
3. DOC terlihat aktif, mata cerah dan lincah.
4. DOC memiliki kekebalan dari induk yang tinggi.
5. kaki besar dan basah.
6. bulu cerah, tidak kusam dan penuh.
8. keadaan tubuh ayam normal.
9. berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2000)
Salah satu strain broiler adalah COBB – LH 500 dengan karakteristik
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data biologis COBB – LH 500
Data Biologis Satuan
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler
Menurut Anggorodi (1990) pertumbuhan pada hewan merupakan suatu
fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut
sampai hewan mencapai dewasanya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari
jaringan seperti berat daging, tulang, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai
pertumbuhan.
Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan
berproduksi bagi para peternak dan para ahli. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa
ada bibit ayam yang memang pertambahan berat badannya hebat, tetapi hebat pula
makanannya. Padahal biaya untuk ransum adalah yang terbesar bagi suatu
peternakan ayam. Oleh karena itu, pertambahan berat badan haruslah pula
dikaitkan dengan konsumsi ransumnya (Rasyaf, 1993)
Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih
cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini
peretumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai (Anggorodi,
1990)
Kebutuhan Nutrisi Broiler
Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi ayam membutuhkan
sejumlah unsur yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan
berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral
(Rasyaf, 1997)
Kartadisastra(1994) menyatakan jumlah ransum yang diberikan sangat
bergantung dari jenis ayam yang dipelihara, sistem pemeliharaan dan tujuan
produksi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan
dengan genetik dan lingkungan tempat ternak itu dipelihara.
Penggolongan zat-zat nutrisi adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral,
vitamin dan air. Fungsi karbohidrat pada unggas adalah sebagai energi dan panas
serta disimpan sebagai lemak jika berlebihan, sementara karena lemak mudah
tengik, maka sebagian lemak mudah tengik, maka sebagian besar ransum
mengandung tidak lebih dari sekitar 4-5% lemak. Protein adalah unsur pokok alat
tubuh dan jaringan lunak tubuh ternak unggas. Zat tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan, pengelolaan dan produksi telur serta merupakan bagian semua
enzim dalam tubuh. Zat-zat mineral dan vitamin merupakan nutrisi mikro penting
untuk mencegah penyakit defisiensi. Sementara air mempunyai peranan penting
sebagai stabilisator suhu (Anggorodi, 1990).
Kebutuhan zat makanan broiler pada periode starter sampai finisher
terlihat pada Tabel 2.
Fase awal 21 – 23 2900 – 3200 5 – 8 3 – 5 Fase akhir 19 – 21 2900 – 3200 5 – 8 3 – 5
Sumber : Wahyu (1998)
Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan
nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan
kebutuhan nutrien yang lain disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala
defisiensi maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral.
Tingkat kandungan energi ransum harus disesuaikan dengan kandungan
proteinnya, karena proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan
terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan antara tingkat
energi dan protein sehingga penggunaan ransum menjadi efisien (Suprijatna,
Umiyati dan Ruhyat, 2005).
Kandungan Nutrisi Pada Ransum Komersil
Susunan atau komposisi yang terkandung pada ransum komersil sebagai makanan komplit tepung masa awal anak ayam pedaging umur 1 – 2 minggu.
Komposisi Jumlah
Bahan – bahan yang dipakai yaitu: Jagung, Dedak, Tepung Ikan, Bungkil
Kedalai, bungkil Kelapa, Tepung Daging dan Tulang, Pecahan Gandum, Bungkil
Kacang Tanah, Tepung Daun, Carnola Vitamin, Calcium, Phosphate dan Trace
Susunan atau komposisi yang terkandung pada ransum komersil sebagai makanan komplit tepung masa akhir anak ayam pedaging umur 3 – 5 minggu.
Komposisi Jumlah
Kadar Air 14%
Protein Kasar 21%
Lemak Kasar 8%
Serat Kasar 5%
Abu 7%
Kalsium 1.20%
Posphor 1.00%
Bahan – bahan yang dipakai yaitu: Jagung kuning, Dedak Hapermut,
Dedak Padi, Tepung Ikan, Bungkil Kacang Tanah, Bungkil Kacang Kedelai,
Bungkil Kelapa, Dicalcium Fosfat, Calcium Carbonat, Natrium Chlorida, Vitamin
A, B2, B6, B12, D3, Niacin, Trace Mineral, dan Calcium D- Pantotenate, Cholin
Chlorida dan Antioxidant. (Charoen Pokphand Indonesia)
Awal Pemberian Ransum
Di peternakan komersil seringkali day old chick (DOC) tidak langsung
diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa
kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang.
Faktanya adalah ayam yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning
telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman
lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997).
Pemberian ransum pada ayam seawal mungkin memang berpengaruh
terhadap perkembangan usus. Ville akan berkembang sempurna, peristaltik akan
Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan
makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan
ransum yang maksimal, sehingga ayam yang diberi ransum lebih dini mempunyai
penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004).
Konsumsi ayam yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi
ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada ayam yang diberi ransum hari ke-2
(Sulistyonigsih, 2004). Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang
menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan
43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada.
Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam,
ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi
dan 10% untuk kebutuhan protein.
Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan
muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal
kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif akan tersebut antara lain
bobot badan tidak akan mencapai bobot standar.
Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional
dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%),
protein (28%) diantaranya meternal antibodi (7%) dan lipid (20%), dianggap
memenuhi kebutuhan DOC. Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur,
seperti yang tertera dalam Tabel 3 dibawah ini. Kenyataannya sisa kuning telur ini
sangat terbatas dan hanya cukup untuk mempertahankan kehidupannya bukan
untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama saja hannya 50% dari kebutuhan energi
ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam,
ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi
dan 10% untuk kebutuhan protein (Widjaja, 1999).
Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur dapat
terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur
Umur
Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan anak ayam, yaitu :
Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran
ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada
minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia
lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup
pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal
pada minggu - minggu selanjutnya.
Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah :
a. Sistem pencernaan makanan
Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat
berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin,
sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan
garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk.
- Antibodi maternal
Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi
maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di
minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan
menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal,
berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap
serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi
dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).
- Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang
paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan
pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT)
seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas
maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan
menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel
tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun.
- Jaringan limfoid lain (Bursa fabricius)
Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil
penelitian menyatakan, bobot bursa anak ayam yang dipuasakan dan yang
segera diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. Anak ayam yang diberi
ransum sedini mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.
c. Penampilan ayam
Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan
ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada
secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan
dengan proses pada ayam (Noy et al.,1996; Unandar 1997).
Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada Anak Ayam
Yolk Sac (kantong kuning telur) merupakan membran yang membungkus
kuning telur selama proses perkembangan embrio berlangsung. Yolk sac dan sisa
kuning telur akan diserap dan masuk ke dalam rongga tubuh embrio yang sedang
berkembang, sehari sebelum telur menetas atau pada hari ke-20 pengeramanan.
Bahan ini akan menjadi cadangan makanan bagi anak ayam yang baru menetas
(Austic dan Nesheim, 1990).
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu
sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam
tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih
cukup untuk memenuhi kebutuhan anak ayam selama 48 jam sejak menetas.
Sebagian ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur,
bahwa anak ayam masih membutuhkan makanan. Pendapat ini pun masuk akal,
sebab pertumbuhan pertama dari anak ayam berlangsung sangat cepat, sehingga
banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur
tadi tidak mencukupi kebutuhan anak ayam untuk mendukung pertumbuhan
tubuhnya (Muslim, 1993).
Anak ayam yang baru menetas dapat bertahan tidak makan selama dua
hari sejak ia ditetaskan, karena di dalam perutnya masih ada sisa kuning telur
yang digunakan sebagai sumber energi (Rasyaf, 1989).
Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber
ayam dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang
berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga
abdominal. Bagi anak ayam yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai
energi sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Sisa
kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup anak ayam hingga umur 3 – 4 hari
tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran
pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan. Selanjutnya
kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal
antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai
sumber asam amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian besar berisi
trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam lemak tidak
bebas. Pada saat penetasan anak ayam, kuning telur dimanfaatkan baik oleh
endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang
kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning
telur ke usus halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas
dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur
Sisa kuning telur padaumumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas.
Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh
anak ayam yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada anak ayam broiler
saat menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu
96 jam pada anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2),
48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam. Hal ini disebabkan karena
gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena
dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses
penetasan anak ayam di perunggasan komersial, anak ayam akan ditransfer dari
inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan
proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan
sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, anak
ayam seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan
kelangsungan hidup dan pertumbuhan terlambat. Oleh karena segera setelah
penetasan merupakan periode kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup
bagi anak ayam (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Gambar 2. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan (0 – 48 jam) iiterhadap berat badan broiler pada interval 48 jam
Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Pertambahan Berat Badan
Studi terbaru mengenai day old chick (DOC) broiler menjelaskan bahwa
berat lebih besar dibandingkan dengan anak ayam yang dipuasakan 48 jam(
Gambar 2).
Sedangkan pada anak ayam yang diberi ransum segera dan dipuasakan
24 jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga
dari studi lain bahwa ayam yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun
waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan
dengan anak ayam yang diberi ransum segera setelah menetas. Pada percobaan
lain dilaporkan bahwa pullet dan anak ayam yang dipuasakan selama 48 jam atau
lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus,
menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien
yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di
kemudian hari akan menurun. Pemberian ransum yang lebih cepat pada anak
ayam akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9%
jika dibandingkan dengan anak ayam yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan perkembangan kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan
pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).
Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif
terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum
setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan ayam
lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, ayam yang diberikan ransum lebih
awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan
ayam yang terlambat 15 jam diberi ransum. Pengaruh keterlambatan ini terlihat
yang mana dapat mengurangi pendapatan peternak broiler (Charoen Pokphand
Bulletin Service, 2006).
Gambar 3. Grafik pengaruh berat badaniiterhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC
Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan
Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan anak ayam belum
sempurna dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran
pencernaan mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta
kepadatan dan tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi
pankreas dan enzim pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan
pencernaan dan penyerapan. Segera setelah periode penetasan, berat usus halus
akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga
maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard
(rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam
ukuran yang relatif. Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang
ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi villi duodenum dan
perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada anak ayam yang dipuasakan
24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48
dan 72 jam setelah anak ayam menetas akan mempengaruhi perkembangan vili
usus. Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih
awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan.
Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada
anak ayam setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi
perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4)
Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari
Ayam yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan
penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih
baik. Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun
jika ransum eksogenous tidak ada maka anak ayam akan berkembang dipacu
dengan mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan
relatif konstan jika anak ayam mengkonsumsi ransum. Anak ayam yang mencerna
makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang
berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi
seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 – 30%) segera setelah ayam
nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode
penetasan. Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah anak ayam
menetas, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan
merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan
dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat
selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus (Charoen
Pokphand Bulletin Service, 2006).
Pematangan Sistem Pencernaan
Disamping kemampuan day old chick (DOC) dalam mengatur temperatur
tubuhnya yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang sama penting
terhadap performance broiler. Sebelum anak ayam pipping (mematuk kerabang
telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning telur telah
diserap. Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi
untuk DOC dan selanjutnya merupakan petangan dari semua organ sempurna dan
kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).
Bobot Potong
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbahan
yang baik.
Tujuan utama pemberian ransum adalah untuk menghasilkan pertumbuhan
serta hasil akhir yang memuaskan dalam jangka waktu ekonomis yang pendek
(Blakely and Bade, 1998).
Karkas Broiler
Karkas merupakan daging bersama tulang dari hasil pemotongan setelah
dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi
rongga perut , darah dan bulu (Rasyaf, 1992).
Menurut siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak
kurus, tidak terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang
kurang baik mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga
kelihatan panjang dan kurus. Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas
dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang
dibentuk. Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972). Yang
menyatakan bahwa karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang
maksimum, sedangkan tulangnya minimum dan jumlah lemak yang optimum.
Faktor yang menentukan nilai kakas meliputi berat karkas, jumlah
daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai
karkas dikelompokan berdasarkan jenis kelamin ternak yang menghasilkan
karkas, umur ternak, dan jumlah lemak intramuskular dalam otot. Komposisi
karkas broiler dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bangsa, jenis kelamin,
umur, dan tingkat kepadatan kandang. Pada umur yang relatif muda akan
menghasilkan persentase karkas yang lebih rendah dibandingkan umur yang sudah
dewasa. Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot badan. Selain faktor
bobot badan, bobot karkas juga mempengaruhi genetis atau strain, umur, mutu
berbagai kelas ayam yang dijual, yakni kurang dari 1 kg, 1.0 sampai 1.7 kg dan
lebih dari 1.7 kg. Klasifikasi berat ayam ini telah membudaya karena sudah sejak
lama berbagai lapisan konsumen menurut bermacam – macam berat tubuh ayam
(Suharno, 2000).
Klasifikasi kualitas karkas unggas didasarkan atas tingkat keempukan
dagingnya. Unggas yang dagingnya empuk, yaitu unggas yang daging karkasnya
lunak, lentur, kulitnya bertekstur halus dan kartilago sternalnya fleksibel. Unggas
dengan keempukan daging sedang diidentifikasikan dengan umur yang relatif
lebih tua, kulit yang kasar dan kartilago sternalnya kurang fleksibel (Swatland,
1984 disitasi Soeparno, 1994).
Kelas sedang ini meliputi : (1) Stag, ayam jantan berumur kurang dari 10
bulan dan (2) kalkun betina dan jantan berumur sekitar 1 tahun sampai 15 bulan.
Kelas unggas dewasa meliputi roaster, ayam betina dewasa. Kelas unggas ini
memiliki daging yang alot, kulit kasar dan kartilago sternal keras. Kelas karkas
unggas yang dagingnya empuk dapat dibedakan berdasarkan atas spesies, berat
karkas dan jenis kelamin. Pada prinsipnya, jumlah daging yang dihasilkan adalah
proposional terhadap jumlah lemak karkas. Jadi penilaian karkas dapat didasarkan
atas berat karkas dan tingkat perlemakan. Meskipun demikian, karena lemak tidak
selalu terdistribusi secara merata, maka estimasi nilai-nilai karkas (kualitas hasil)
masih menghadapi problem yang kompleks (Soeparno, 1998).
Untuk mendapatkan bobot karkas yang tinggi dapat dilakukan dengan
memberikan ransum dengan imbangan yang baik antara protein, vitamin, mineral
Sifat daging broiler di antaranya adalah kadar lemak tinggi setelah masa
pertumbuhan. Apabila kadar lemak tinggi maka akan diikuti dengan
meningkatnya kadar air. Kadar air yang tinggi dalam daging merupakan salah satu
faktor yang mendukung perkembangan jamur atau mikroorganisme. Dengan
demikian daging yang berkualitas tinggi mempunyai kadar lemak dan air rendah
tetap persentase karkasnya tinggi (Ketaren, 1989).
Persentase Karkas (%)
Bobot karkas normal adalah 60 -70 % dari berat tubuh. Sedangkan
persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup
dikalikan 100 % (Siregar, 1994).
Persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk menilai produksi
ternak, karena produksi erat hubungannya dengan bobot hidup, dimana semakin
bertambah bobot hidupnya, maka produksi karkasnya semakin meningkat
(Murtidjo, 1987).
Persentase karkas broiler yang normal yang berkisar antara 65 – 67 % dari
bobot hidup (Mc Nitt, 1983). Persentase karkas dipengaruhi oleh bangsa, umur,
jenis kelamin, bobot hidup dan makanan. Persentase ayam jantan lebih besar
dibandingkan persentase ayam betina lebih banyak menghasilkan kulit dan lemak
abdomen dari pada jantan (Morran and Orr, 1970).
Murtidjo (1987) menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor
yang penting untuk menilai produksi ternak, karena produksi erat hubungannya
dengan bobot hidup, dimana semakin bertambah bobot hidupnya maka produksi
karkasnya semakin meningkat. Hal ini ditegaskan lagi oleh oleh Ahmad dan
tubuhnya tinggi menghasilkan persentase karkas yang tinggi, sebaliknya ayam
yang bobot hidupnya rendah akan menghasilkan persentase karkas yang rendah.
Lemak Abdominal (%)
Lemak abdominal merupakan lemak yang terdapat disekitar rongga perut
atau juga disekitar ovarium. Lemak sebagai sumber energi sangat efesien dalam
jumlah atau 2.5 kali lebih tinggi dari kandungan karbohidrat. Namun pemakaian
lemak atau konsumsi unggas hanya dibolehkan sekitar 5 % dari jumlah total
ransum. Hal ini disebabkan kandungan lemak yang tinggi akan menghambat
ovulasi (Triyantini, 1997).
Menurut Haris (1997) yang menyatakan bahwa perlemakan tubuh
diakibatkan dari konsumsi energi yang berlebih yang akan disimpan dalam
jaringan tubuh yaitu pada bagian intramuscular, subcutan dan abdominal.
Ditambahkan lagi oleh Tilman et al. (1986) yang menyatakan bahwa kelebihan
energi pada ayam akan akan menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih
tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan lemak dan karbihidrat yang
disimpan dalam glikogen rendah.
Sembiring (2001) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kualitas karkas
broiler ditentukan dari jumlah lemak abdominal yang terdapat dari broiler
tersebut. Karkas yang baik harus mengandung daging yang banyak, sebagian yang
dimakan harus baik, mengandung kadar lemak yang tidak tinggi.
Salah satu cara mengurangi perlemakan pada broiler adalah dengan jalan
menvariasikan dengan nutrien ransum, terutama enetgi protein. Dengan
abdominalnya akan menurun. Broiler muda sampai umur enam minggu
mengandung lemak kira – kira 4 % lemak badan (Wahyu, 1985).
Soeparno (1994) menyatakan lemak karkas yang tinggi sebagai akibat dari
perlakuan ransum berenergi rendah sehingga terjadi kenaikan persentase lemak
intra muskular dan menurunkan kadar air. Sementara itu Ketaren et al. (1999)
menyatakan bahwa pemberian produk terfermentasi pada broiler meskipun tidak
menyebabkan perubahan yang berarti terhadap persentase karkas, tetapi dapat
menurunkan kadar lemak abdominalnya.
Komot (1989) menyatakan bahwa diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi lemak tubuh, maka faktor ransum adalah yang paling berpengaruh.
Perlemakan tubuh diakibatkan dari konsumsi energi ransum yang berlebih yang
akan disimpan dalam jaringan tubuh yaitu bagian dari intra muscular, subcutan
dan abdominalnya (Haris, 1997).
Mahfud (2000) menyatakan bahwa untuk mencerna serat kasar dibutuhkan
energi yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi yang berlebihan untuk
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, JL. Dr. A. Sofyan
No.3 Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dimulai pada Oktober
2010 sampai dengan Desember 2010.
Bahan dan Alat Penelitian Broiler
Bahan
Day old chick (DOC) yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak
54 ekor strain COBB - LH 500, dengan bobot rataan awal adalah sd ± 53.13 g/
ekor (2 ekor untuk tiap ulangan dalam perlakuan).
Ransum
Ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT.
Charoen Phokpand, dimana ransum yang digunakan dibedakan menjadi dua
macam yaitu ransum untuk periode starter (umur 0 – 2 minggu) dan periode
finisher (umur 3 – 5 minggu).
Air minum, Obat obatan, Desinfektan dan Vaksin
Air minum yang diberikan secara ad libitum, namun pemberian air minum
pertama kali sesaat DOC dikandangkan berupa air gula yang bertujuan untuk
menghilangkan stres DOC selama perjalanan. Pemberian air minum untuk
anti stres. Rodalon digunakan sebagai detergen pada saat mencuci tempat minum.
Vaksin yang akan digunakan seperti ND 5 Ma Clone®, IBD® dan ND Lasota®.
Alat
Kandang yang digunakan sebanyak 27 plot, berukuran 100 cm x 100 cm x
50 cm dimana setiap kandang berisi masing - masing 10 ekor DOC. Timbangan
digital Ohause dengan skala 2 kg dengan ketelitian 2 g. Alat penerangan/ pemanas
berupa lampu pijar 40 Watt sebanyak 27 buah. Kabel sepanjang ± 40 m sebagai
bagian instalasi dari alat penerangan/pemanas. Alat tulis sebagai alat untuk
mencatat data, buku data sebagai tempat data yang dicatat. Thermometer sebagai
alat untuk mencatat suhu ruangan. Jam sebagai alat mengetahui waktu pemberian
ransum untuk tiap masing masing perlakuan. Tempat ransum dan tempat air
minum masing – masing sebanyak 27 buah. Terpal dengan ukuran 3 x 6 m
sebanyak 4 buah sebagai penutup dinding ruangan. Alat – alat lainnya seperti
pisau, dandang, ember, plastik, kompor, yang digunakan pada saat pemotongan.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kandang Beserta Peralatannya
Kandang dipersiapkan 2 minggu sebelum DOC dikandangkan, dimana
seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang
didesinfekatan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan formalin dan KMNO4
yang dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk
memastikan gas dari formalin dan KMNO4 sepenuhnya berada di dalam ruangan
yang bertujuan untuk membasmi jamur dan bakteri yang masih menempel di
telah dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta
dialasi koran dan atal sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC
tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di
dalam ruangan/kandang sesuai dengan suhu DOC.
Pengacakan Day Old Chick (DOC)
Sebelum DOC dimasukkan kedalam kandang sesuai dengan perlakuan,
dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing - masing
DOC kemudian dilakukan pengacakan (random) pada DOC yang bertujuan untuk
memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 10 ekor
DOC.
Pemeliharaan Ayam
1. Sesaat DOC dikandangkan, langsung diberi air gula dan pada pemberian air
minum selanjutnya diberikan air minum yang ditambahkan dengan vitachick®
dan sejenisnya.
2. Pemanas atau induk buatan sebagai penghangat DOC dihidupkan 24 jam
penuh sampai DOC berumur 1 minggu dan setelah DOC berumur 2 minggu
pemanas dihidupkan hanya pada siang hari saja tergantung kondisi cuaca.
3. Pemberian ransum pertama kali sesuai dengan perlakuan yang diberikan dan
setelah 48 jam semua ayam diberikan ransum secara ad libitum. Untuk
pemberian air minum dilakukan secara ad libitum yakni pada pagi dan sore
hari. Dimana tempat minum dicuci terlebih dahulu sebelum diberikan kepada
4. Pemberian vaksin pertama kali pada umur 4 hari, yakni dengan vaksin
ND Ma 5 Clone® melalui tetes mata. Pada umur 14 hari, vaksin yang
digunakan adalah vaksin IBD® melalui air minum dan pada umur 18 hari
vaksin yang digunakan adalah ND Lasota® juga melalui air minum. Program
vaksin ini tidak baku, tergantung situasi di tempat penelitian.
5. Obat - obatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ayam. Obat yang
seperti Doxyfet®, Therapy® dan Vitabro® diberikan setelah terlihat adanya
tanda – tanda penyakit pada ayam tersebut.
6. Sisa feses atau kotoran ayam dibersihan setiap 3 hari sekali disertai dengan
penyemprotan rodalon di sekitar alas kandang untuk menghindari hinggapan
lalat yang membawa bibit penyakit.
7. Dilakukan pencatatan data setiap harinya untuk konsumsi ransum dan
pengambilan data untuk pertambahan bobot badan dilakukan setiap minggu.
Metode Penelitian
Rancangan acak lengkap (RAL) merupakan rancangan yang digunakan
dalam penelitian ini. Perbedaan dari masing – masing perlakuan terletak pada
perbedaan jangka waktu pemberian ransum pada anak ayam sesampainya di
kandang.
Perbedaan dari masing – masing perlakuan yang diteliti antara lain :
R0 = 0 jam (Sesaat anak ayam dikandangkan langsung diberikan makan)
Berdasarkan jumlah, maka ditentukan berapa jumlah ulangan yang akan
digunakan ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
t (n - 1) ≥ 15
9 (n - 1) ≥ 15
9n – 9 ≥ 15
n = 2.67
n ~ 3
Adapun susunan atau denah kandang penelitiannya seperti dibawah ini :
K 1 K 2 K 3 K 4 K 5 K 6 K 7 K 8 K 9
Model matematik untuk rancangan acak lengkap yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Yij = µ + γi + €ij
Dimana :
i = 1, 2, 3,…i (perlakuan)
j = 1, 2, 3,…j (ulangan)
Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
€ij = efek j galat pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
(Hanafiah, 2003).
Parameter Penelitian
Bobot Potong (g)
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
ayam setelah dipuasakan selama 12 jam.
Bobot Karkas (g)
Diperoleh dari hasil penimbangan karkas yaitu hasil penimbangan dari
daging, tulang dan lemak abdominal ayam hasil pemotongan yang telah
dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan kaki sampai batas lutut, isi
rongga perut, darah dan bulu
Persentase Karkas (%)
Diperoleh dari bobot karkas segar dibandingkan dengan bobot potong
dikalikan dengan 100 %.
Persentase Lemak Abdominal (%)
Diperoleh dari hasil penimbangan lemak yang terdapat disekitar rongga
perut dan sekitar ovarium dibandingkan dengan bobot potong dikali dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong (g)
Bobot potong adalah bobot yang didapat dengan cara penimbangan bobot
ayam setelah dipuasakan selama 12 jam. Bobot potong perlu diperhatikan karena
berpengaruh terhadap bobot karkas, oleh karena itu diperhatikan kualitas dan
kuantitas karkas dari ransum yang dikonsumsi, sehingga didapat pertumbahan
yang baik. Hasil penelitian yang telah dilakukan didapat data bobot potong seperti
pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataanbobot potong broiler umur 35 hari (g)
Perlakuan 1 Ulangan 2 3 Rataan
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukan adanya perlakuan yang berbeda nyata
Tabel 5 menunjukkan rataan bobot karkas tertinggi dicapai pada perlakuan
R0 yaitu 1828.70 g/ekor dan rataan yang paling rendah adalah dicapai pada
perlakuan R8 yaitu sebesar 1287.05 g/ekor.Rendahnya bobot potong pada Begitu
perlakuan R8 disebabkan oleh ayam yang tidak diberi ransum dan air minum
dalam kurun waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8%
(Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006). juga dengan R7, R6, R5 dan R4
bahwa anak ayam dipuasakan lebih dari 24 jam maka bobot potongnya juga
menetas. Pada perlakuan R0, R1, R2, dan R3 anak ayam yang dipuasakan masih
dapat ditolerir karena anak ayam yang diberi pakan dibawah kurun waktu 24 jam
setelah menetas akan dengan segera akan menyerap nutrisi dari kuning telur dan
hasil bobot potong yang didapat juga lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
penyataan Sulistyonigsih (2004), konsumsi ayam yang diberi ransum hari ke-1,
ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada ayam yang
diberi ransum hari ke-2, kemudian diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang
menyatakan bahwa pada hari pertama saja 50% dari kebutuhan energi dan 43%
dari kebutuhan protein dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada.
Bobot Karkas (g)
Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan karkas yaitu hasil
penimbangan dari daging, tulang dan lemak abdominal ayam hasil pemotongan
yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan kaki sampai
batas lutut, isi rongga perut, darah dan bulu. Hasil penelitian yang telah dilakukan
didapat bobot karkas seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot karkas broiler umur 35 hari (g).
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3 Total 5939.97 9785.78 9645.09 29345.60 9781.87 Rataan 990.00 1087.31 1071.68 3260.62 1086.87
Tabel 6 menunjukkan rataan bobot karkas tertinggi dicapai pada
perlakuan R0 yaitu 1355.78 g/ekor dan rataan yang paling rendah adalah dicapai
pada perlakuan R8 yaitu sebesar 895.92g/ ekor. Untuk mengetahui perbedaan
waktu awal pemberian ransum terhadap bobot karkas broiler strain COBB - LH
500 umur 35 hari, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada
lampiran 8. Berdasarkan analisis ragam diperoleh bahwa penggunaan ransum
komersil pada broiler memberikan pengaruh yang sangat nyata (P ≥ 0.01 )
terhadap bobot karkas. Hal ini dikarenakan pada ransum komersil penyerapan
bahan makanan lebih banyak terserap, dimana dari hasil penelitian diketahui
bahwa jumlah konsumsi pakan pada perlakuan R0 adalah lebih tinggi di banding
dengan R8. Hal ini sesuai dengan penuturan Rasyaf (1994) yang menyatakan
bahwa bahan makanan memang sumber pertama kebutuhan nutrisi broiler untuk
keperluan hidup pokok dan produksinya. Selain itu juga menurut soeparno (1994),
produksinya karkas erat hubungannya dengan bobot badan, dimana pada
perlakuan R0 sangat nyata dengan perlakuan R1 sampai R8.
Persentase Karkas (%).
Diperoleh dari perbandingan antara bobot karkas dibagi dengan bobot
hidup dikali 100 %. Hasil penelitian menunjukkan persentase karkas seperti pada
Tabel 7. Rataan persentase karkas broiler umur 35 hari (%)
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukan adanya perlakuan yang berbeda nyata
Tabel di atas menunjukkan rataan persentase karkas tertinggi dicapai
pada perlakuan R0 yaitu 72.87 % dan rataan yang paling rendah adalah dicapai
pada perlakuan R8 yaitu sebesar 69.30 %. Untuk mengetahui perbedaan waktu
awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB - LH 500
umur 35 hari, maka dilakukan analisis keragaman yang dapat dilihat pada
lampiran 9. Berdasarkan analisis keragaman pada lampiran 9 menunjukan bahwa
perbedaan waktu awal pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain
COBB - LH 500 umur 35 hari, dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata
(P ≥ 0.01 ) terhadap persentase karkas. Untuk mengetahui perbedaan waktu awal
pemberian ransum terhadap persentase karkas broiler strain COBB - LH 500
umur 35 hari, maka dilakukan Uji Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tiap perlakuan menunjukan perbedaan antara R0 sampai R8 dimana persentase
karkas terendahnya adalah 69,30 %. Pemberian ransum yang lebih cepat pada
anak ayam akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 –
9% jika dibandingkan dengan anak ayam yang dipuasakan. Hal ini berkaitan
dengan pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service,
2006).
Pada perlakuan R0 yang terlebih dahulu diberikan ransum komersil
sehingga penyerapan bahan makanan lebih banyak terserap, dimana dari hasil
penelitian diketahui bahwa jumlah konsumsi pakan pada perlakuan R0 adalah
lebih tinggi di banding R1 sampai dengan R8. Hal ini sesuai dengan Murtidjo
(1987) menyatakan bahwa persentase karkas merupakan faktor terpenting untuk
menilai produksi ternak, karena semakin bertambahnya bobot hidupnya, maka
produksi karkasnya akan semakin meningkat, hal ini ditegaskan lagi oleh Ahmad
dan Herman (1992) disitasi Presdi (2001) menyatakan bahwa ayam yang bobot
tubuhnya tinggi menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula, sebaliknya
ayam yang bobot hidupnya rendah akan menghasilkan persentase karkas yang
rendah.
Persentase Lemak Abdominal (%)
Diperoleh dari hasil penimbanagan lemak yang terdapat disekitar rongga
perut (abdomen) dan disekitar kloaka. Hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil
menunjukkan persentase lemak abdominal seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan persentase lemak abdominal broiler umur 35 hari (%).
Perlakuan Ulangan
Tabel di atas menunjukkan rataan lemak abdominal tertinggi dicapai
pada perlakuan R0 yaitu 2.77 % dan rataan yang paling rendah adalah dicapai
pada perlakuan R8 yaitu sebesar 1,39 %. Untuk mengetahui efek perbedaan
jangka waktu awal pemberian ransum terhadap persentase lemak abdominal
broiler strain COBB - LH 500 umur 35 hari, maka dilakukan analisis keragaman
yang dapat dilihat pada lampiran 10. Berdasarkan analisis keragaman pada
lampiran 10 diketahui bahwa penggunaan ransum komersil pada broiler
memberikan pengaruh yang sangat nyata (P ≥ 0.01) terhadap persentase lemak
abdominal. Untuk mengetahui perbedaan waktu awal pemberian ransum terhadap
persentase lemak abdominal broiler strain COBB - LH 500 umur 35 hari, maka
dilakukan Uji Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 10. Ransum komersil
memiliki nutrisi yang sangat baik bagi pertumbuhan broiler dimana protein yang
berlebihan di dalam tubuh dan tidak terpakai dalam sistem metabolisme akan
membentuk lemak tubuh. Hal ini Sesuai dengan pernyataan Tilman et al. (1986)
yang menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan menghasilkan karkas
yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya konsumsi menyebabkan
lemak dan karbohidrat yang disimpan dalam glikogen rendah. Hasil persentase
lemak abdominal tertinggi diperoleh dari perlakuan R0 yaitu sebesar 2.77 (%) dan
dan hasil lemak terendah diperoleh dari perlakuan R8 yaitu 1.39 (%). Tinggi
rendahnya persentase lemak abdominal yang diperoleh, dikarenakan oleh lebih
banyaknya jumlah ransum yang dikonsumsi dan jumlah energi yang dimiliki oleh
broiler pada perlakuan R0 daripada R8. Hal ini bersesuaian dengan pendapat dari
Haris (1997) yang menyatakan bahwa perlemakan tubuh diakibatkan dari
pada bagian intramuscular, subcutan dan abdominal. Ditambahkan lagi oleh
Tilman et al. (1986) yang menyatakan bahwa kelebihan energi pada ayam akan
menghasilkan karkas yang mengandung lemak lebih tinggi dan rendahnya
konsumsi menyebabkan lemak dan karbihidrat yang disimpan dalam glikogen
rendah.
REKAPITULASI
Tabel 13. Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan Bobot potong (g) Bobot karkas (g) Persentase karkas (%)
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukan adanya perlakuan yang berbeda nyata
Tabel.13 Rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat bahwa dengan
perlakuan yang berbeda menunjukan bahwa pada bobot potong, bobot karkas,
persentase karkas dan lemak abdominal memberikan pengaruh yang sangat nyata
pada perlakuan R0 sampai dengan R8. faktor pengaruhnya dikarenakan jumlah
protein pada ransum komersil sama besar pada setiap perlakuan baik itu ransum
fase starter maupun fase finisher. Selain itu perlakuan pemberian ransum yang
berbeda pada R0 hingga R8 menunjukan hasil yang sangat nyata pada setiap
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perbedaan jangka waktu awal pemberian ransum dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap bobot karkas, persentase karkas dan lemak
abdominal pada broiler strain COBB - LH 500 umur 35 hari. Semakin cepat
waktu pemberian pakan terhadap DOC maka bobot karkas dan persentase karkas
semakin besar serta persentase lemak abdominal semakin kecil. Penundaan atau
pemuasaan yang dapat ditoleran yaitu selama 18 jam pada perlakuan R3.
Saran
Disarankan kepada para peternak sebaiknya memberikan ransum lebih
awal kepada broiler, sehingga dapat menghasilkan persentase karkas yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan pertama. Penerbit Universitas Indonesia.
Berg, R. T. and Butterfield, R. M, 1972. New concepts in Cattle Growth. AGC Sydney, Australia.
Blackely, J.and D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. UGM Press, Yogyakarta.
Charoen Pokphand Bulletin Service. 2006. Fokus Kesehatan pada Poultry dan Pig focus 2006. Ed April 2006, Nomor 76/Tahun VII.
Charoen Pokphand Bulletin Service. 2006. Pemberian Pakan Lebih Awal Meningkatkan Pertumbuhan Saluran Usus. Ed Juli 2006, Nomor 79/TahunVII.
Charoen Phokphand Bulletin Service. 2007. Brooding Manajemen Kunci Sukses Pemeliharaan Broiler di Musim Hujan. Ed. Februari 2007, Nomor 86/Tahun VII.
Fadillah, R. 2000. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Haris, A. 1997. Pengaruh Imbungan Protein – Enargi Dalam Ransum dan Strain
yang Berbeda Terhadap Berat Karkas dan Lemak Abdominal pada Ayam Pedaging. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian USU, Medan.
Hartono, A. H. S. 1999. Beternak Ayam Pedaging Super. Gunung Mas, Pekalongan.
Kartadisastra, A. H. S. 1999. Pengelolaan Pakan Ayam. Kanisius, Yogyakarta.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ketaren, P. P, A. P. Sinurat, D. Zainudin, T. Purwadaria dan I. P. Kompiang, 1999. Bungkil Inti Sawit dan Produk Fermentasinya Sebagai Pakan Ayam Pedaging. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner 4(2);107 – 112.
Lesson , S and J. D. 2000. Pengaruh Penggunaan Ampas Tahu Terhadap Efesiensi Penggunaan Protein Oleh Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah, Semarang. Mc Nitt, J. L,. 1983. Livestock Husbandry Techniques. Granada Publishing.
Morran, E. T. and H. L. Orr. 1970. Influence of Strain on the Carcass. Poult. Sci. 49: 725-729.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius. Yagyakarta. Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Meramu pakan Unggas. Kanisius. Yogyakarta. Muslim, D. A. 1993. Ayam Bangkok. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Noy, Y. 1996. Yolk and Exogenous Feed Utilization in The Posthatch chick.
Poultry Sci. 80 : 1490 – 1945.
Noy, Y., A. Geyra and D. Sklan. 1996. The Effect of Early Feeding on Growth
and Small Intestinal Development in The Posthatch Poult. Poultry Sci.
80:912 – 919.
Presdi, H. 2001. pengaruh Pemberian Tepung Bulu Ayam dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas Ayam Buras Umur !6 Minggu. Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 1989. Memelihara Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta. Rasyaf, M. 1992. Memelihara Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Pedaging. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rukmiasih dan Hardjosworo. 2000. Beternak ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Scott, M. L.,J. M. G. Neshin and R. Young, 1982. Nutrition of Chicken 3th Ed. Publ. By M. L. Scott Association, New York.
Sembiring. P. 2001. Diktat Penuntun Praktikum Produksi Ternak Unggas. USU – Press Medan.
Siregar. A. P. 1980. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Merdie Group. Jakarta.
Siregar, A. P. 1994. Tehnik Beternak ayam Pedaging. Merdie Group. Jakarta. Siregar, A. P. 2005. Tehnik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Merdie
Group. Jakarta.
Suharno, B. 2000. Kiat Sukses Berbisnis Ayam . Penebar Swadaya, Jakarta. Sulistyoningsih, M. 2004. Respon Fisiologi dan Tingkah Laku Ayam Broiler
Periode Starterc Akibat Cekaman Temperatur dan Awal Pemberian Pakan yang Berbeda. Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro.
Suprijatna, E., Umiyati, A. Dan Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman. A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S.Lepdosoekojo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan, UGM-Press, Yogyakarta.
Triyantini, I. A.K, Abubakar Bintang dan T. Antawijaya. 1997. Studi Komparatif Preferensi, Mutu dan Gizi Beberapa Jenis Unggas. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Unandar, T. 1997. Menguak Misteri Ayam Kerdil. Poultry Indonesia. 208 : 12 19.
Unandar, T. 2002. Awal yang Baik. Poultry Indonesia. 261.
Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrien Unggas. Cetakan III. Gadjah Mada University Press. Yagyakarta.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan IV. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Widjaja, H. 1999. Bolehkah Ayam Dipuasakan. Poultry Indonesia. 233 : 33 – 34.
Lampiran 7. Bobot Potong Broiler umur 35 Hari
Perlakuan Ulangan Rataan
1 2 3
R0 1834.40 1823.00 1709.50 1788.97 ± 69.06
R1 1743.50 1750.20 1749.90 1747.87 ± 3.78
R2 1683.50 1607.20 1638.50 1643.07 ± 38.35
R3 1590.60 1530.00 1511.40 1544.00 ± 41.41
R4 1479.30 1452.90 1468.00 1466.73 ± 13.25
R5 1367.40 1367.00 1306.90 1347.10 ± 34.81
R6 1298.30 1205.10 1178.60 1227.33 ± 62.87
R7 1321.60 1428.00 1230.90 1326.83 ± 98.65
R8 1298.40 1275.70 1204.80 1259.63 ± 48.82
Total 13617.00 13439.10 12998.50 13351.53
Rataan 1513.00 1493.23 1444.28 1483.50
Tabel Anova
Sumber
Keragaman db JK KT F Hitung F 0.05 F 0.01
Perlakuan 8 1054468,68 131808,59 46,66 2,51 3,71 Galat 18 50852,03 2825,11
Total 26 1105320,71