• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

87

PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI REMAJA PUTUS

SEKOLAH DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) “TARUNA

JAYA” SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

SUMBER DAYA MANUSIA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

ZULFAHMI

105054102090

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

88

PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI

PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) “TARUNA JAYA” SEBAGAI

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: ZULFAHMI NIM. 105054102090

Di Bawah Bimbingan

Lisma Dyawati Fuaida, M.Si

KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

89

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Jakarta, 10 November 2009

(4)

90

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skiripsi yang berjudul “PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR)

“TARUNA JAYA” SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

SUMBER DAYA MANUSIA” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi pada tanggal 04 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Strata 1 (S-1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 04 Desember 2009

Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. H. Mahmud Jalal, MA Ismet Firdaus, M.Si NIP. 19520422 198103 1 002 NIP. 150411196

Anggota:

Penguji I Penguji II

Drs. Helmi Rustandi, M.Ag Wati Nilamsari, M.Si NIP. 19601208 198803 1 005 NIP. 19710520 199903 2 002

Pembimbing

(5)

91

!

!

"

"

#

#

$

$

%

%

#

#

#

#

&

(6)

92

KATA PENGANTAR

Tiada yang pantas penulis ucapkan selain puja dan puji syukur bagi Allah SWT. Tuhan pencipta langit dan bumi beserta isinya. Karena telah memberikan segala curahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan.

Dengan selesainya skripsi yang berjudul “Pelatihan Keterampilan Bagi Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya”

Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, maka penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

Besar harapan penulis kepada semua pihak untuk memberikan kritik dan sarannya kepada penulis yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan penelitian ini. Dan penulis juga sangat berharap penelitian ini berguna bagi semua pihak yang menggeluti pemberian pelatihan program keterampilan pada umumnya dan kepada penulis pada khususnya.

(7)

93

1. Yang terhormat dan tercinta kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda H. Zailani dan Ibunda Hj. Djunaidah semoga Allah SWT selalu mencurahkan karunia nikmat dan kemuliaan sebagai balasan atas cinta kasih dan pengorbanan yang telah diberikan secara tulus dan ikhlas kepada penulis.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta para pembantu Dekan, yang telah membimbing penulis selama melaksanakan studi di Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

3. Bapak Drs.Helmi Rustandi, MAg dan Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, dan juga seluruh Staf Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu penulis dalam memperlancar penulisan skripsi ini. 4. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah meluangkan dan mengorbankan waktunya untuk memberikan perhatian, bimbingan, arahan, kritik dan saran yang bermanfaat serta motivasi yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan dedikasi dan ilmunya selama penulis kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. 6. Kepala Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) ”Taruna Jaya” Tebet

(8)

94

Bapak Jananto, kak Dede, Bapak Toyo dan Ibu Nurima selaku instruktur pelatihan keterampilan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, juga tidak ketinggalan angkatan 79 tahun 2009, semoga Allah SWT. membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

7. Kakak-kakak tercinta; Kak Zulkarnain, BA dan Mbak Desy Herawati, Kak Eny Nurrita dan Mas Haryo Wicaksono, SE, Kak Leni Herawati, S.Sos I, serta keponakanku Maulana Rizky Al Fatih dan Michelia Putri, yang menjadi penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabat Kessos tempat berbagai macam inspirasi dan warna-warni kehidupan. Dony, Neo, Akmal, Kejo, Iman, Riza, Sahri, Izmoel dan Rsyad. Semoga persahabatan tetap abadi. Tidak ketinggalan juga “genk cewek” thanks for all. Juga teman-teman Kessos angkatan 2005 tanpa terkecuali, semoga persaudaraan tetap terjalin selama nafas masih berhembus. Serta Kessos angkatan 2006, 2007 dan 2008 semoga sukses.

9. Sahabat susah senang bersama “the coconut boys”. David “Ucok” Abdul Jabar. A.Md, Chandra “Boegil” Prayoga. S.Sos (calon), Ari “Teple” S.IP. Tidak ketinggalan Dr. Kocak’s. SH.

10. Spesial untuk “cahaya penyemangat hidupku” yang selalu hadir memberi semangat di saat penulis mulai hilang dari fokus mencapai tujuan.

(9)

95

namanya namun telah ikut berpartisipasi membantu dan mendo’akan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

Pada akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan kepada para pembaca pada umunya. Dan juga semoga semua perhatian, motivasi dan bantuan yang telah mereka berikan kepada penulis mendapat imbalan dan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Semoga Allah menuntun ke jalan yang lurus yaitu jalan yang Engkau ridhoi dan bukan jalan yang Engkau murkai. Amin yaa Robbal’alamin.

Jakarta, 10 November 2009

(10)

96

ABSTRAK

ZULFAHMI

Pelatihan Keterampilan Bagi Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial

Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Sebagai Upaya Meningkatkan

Kualitas Sumber Daya Manusia.

Tingginya angka pengangguran dan angka putus sekolah di Jakarta disebabkan oleh berbagai hal yang melatar bekanginya. Hal tersebut mulai dari kehidupan ekonomi masyarakat yang kurang mampu dan juga kehidupan pribadi masyarakat itu sendiri yang terkadang malas untuk bekerja serta menganggap pendidikan tidak begitu penting untuk dilaksanakan. Hal-hal di atas seperti itu mengakibatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya di Jakarta sangat rendah. Karena menurut survey yang dilakukan United Nations Development Program (UNDP) untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bahwa peringkat Indonesia pada tahun 2007/2008 berada pada posisi 107 dari 177 negara. Hal ini berbanding terbalik dengan kuantitas manusianya yang sangat tinggi.

Pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah, yang diakibatkan oleh keterbatasan ekonomi namun mereka masih memiliki kemauan untuk maju, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar menjadi lebih baik. Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Pemerintah DKI Jakarta, merupakan lembaga yang memberikan pelatihan keterampilan selama enam bulan kepada remaja putus sekolah. Di dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan bagaimana proses penelitian yang dilakukan oleh PSBR dan apa yang menjadi dasar PSBR dalam memberikan penilaian kepada para peserta pelatihan.

Dalam penelian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dimana peneliti sendiri menjadi instrument penelitiannya dengan merasakan bagaimana tinggal di asrama bersama dengan para peserta pelatihan yaitu angkatan 79 tahun 2009. Kemudian peneliti juga melakukan observasi serta wawancara kepada peserta angkatan 79 yang sekarang telah menjadi alumni dalam pelatihan tersebut, juga wawancara kepada instruktur dan penyelenggara pelatihan. Peneliti membatasi penelitian ini pada angkatan 79 tahun 2009. Hal ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam mendeskripsikan hasil penelitian ini menjadi suatu karya ilmiah.

(11)

97

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ………. i

ABSTRAK ………..……….. v

DAFTAR ISI ………..……… vi

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR BAGAN ……… ix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 6

D. Metode Penelitian ……… 7

E. Sistematika Penulisan ……….. 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS ………... 15

A. Pelatihan ……….. 15

1. Pengertian Pelatihan ……….. 15

2. Peran Pelatih atau Instruktur ……….. 21

3. Manfaat Pelatihan ……….. 23

B. Pengertian Keterampilan ………. 24

C. Pengertian Remaja ……….. 25

1. Remaja Putus Sekolah ……… 27

2. Ciri-ciri Masa Remaja ……… 30

(12)

98

D. Pengertian Kualitas ………. 33

E. Pengertian Sumber Daya Manusia ……….. 33

1. Tujuan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia ……… 36

F. Nilai ……….. 37

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………. 39

A. Identitas Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” ……… 39

B. Sejarah Singkat dan Perkembangan ……… 39

C. Letak Geografis ………... 42

D. Visi ……….. 42

E. Misi ……….. 42

F. Struktur Organisasi ……….. 43

G. Landasan Hukum ……… 44

H. Kondisi Fasilitas Lembaga ………. 44

I. Tugas Pokok dan Fungsi ………. 46

J.Sasaran Garapan dan Persyaratan menjadi Warga Binaan Sosial di PSBR “Taruna Jaya” Tebet ……….. 47

K. Jumlah Peserta Pelatihan ……… 48

L. Proses Pelayanan ……… 49

M. Sumber Dana ………. 52

BAB IV GAMBARAN PELATIHAN DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA “TARUNA JAYA” DALAM MENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ……….. 53

(13)

99

1. Tahapan Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan …………... 53

a. Masa Penerimaan dan Seleksi Calon Peserta …………... 54

b. Masa Pelatihan ………. 55

c. Masa Terminasi ……… 60

2. Analisis Terhadap Pemberian Pelatihan Keterampilam di PSBR untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia ……. 58

a. Peserta ………. 61

b. Instruktur atau Pelatih ……… 64

c. Lamanya Waktu Pelatihan ………. 67

d. Meode Pelatihan ……… 69

B. Proses Pemberian Penilaian dan Dasar Penilaian bagi PSBR serta Analisis Terhadap Penilaian yang Diberikan ……… 72

1. Proses Pemberian Penilaian ………. 72

2. Dasar pemberian Penilaian kepada Peserta ……….. 73

3. Analisis tentang Penilaian ……… 77

BAB V PENUTUP ……… 79

A. Kesimpulan ……… 79

B. Saran ……….. 82

DAFTAR PUSTAKA ……… 84

(14)

100

DAFTAR TABEL

[image:14.612.114.532.89.556.2]

hal

Tabel 1 : Jumlah WBS di PSBR ……….. 48

Tabel 2 : Jumlah WBS di PSBR ……… 62

Tabel 3 : Jumlah Ketersaluran WBS ……… 63

DAFTAR BAGAN

(15)

101

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi ini tidak saja memberikan dampak positif tetapi juga dampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positif yang kita rasakan adalah berkembangnya sains dan teknologi yang sangat pesat namun sekaligus mengakibatkan berkembang dan meningkatnya kebutuhan-kebutuhan manusia. Salah satu konsekuensi dari pengaruh globalisasi ini adalah meningkatnya kebutuhan pendidikan agar manusia dapat menguasai dan mengendalikan teknologi. Dan pendidikan merupakan salah satu modal dasar bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, pendidikan secara formal diberikan kepada manusia sejak masih anak-anak yaitu usia enam atau tujuh tahun dan tidak pernah dibatasi sampai kapan seseorang harus berhenti dalam menempuh pendidikan.

Hasil survei mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2007/2008 dari United Nations Development Programme (UNDP) melaporkan bahwa peringkat IPM Indonesia tahun 2007 berada di urutan 107 dari 177 negara. Selain semakin jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (30), Malaysia (63), Thailand (78), dan Filipina (90), peringkat Indonesia juga sudah terkejar oleh Vietnam (105) yang pada tahun 2006 berada di peringkat 109.1

1

(16)

102

Mengacu pada data UNDP tersebut, jika setiap anak di Indonesia tidak mendapat pendidikan yang baik maka bisa dipastikan tingkat kualitas sumber daya manusia Indonesia akan semakin jauh tertinggal oleh bangsa lain. Dampak dari krisis global yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia akan dirasakan bertambah parah jika dalam era perdagangan bebas nanti kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih rendah.

Jika pendidikan semakin intensif diberikan kepada manusia sejak usia remaja, dengan asumsi bahwa remaja adalah generasi penerus yang diberikan tanggung jawab untuk melanjutkan pembangunan bangsa dan negara, maka masa depan bangsa ini akan lebih terjamin. Tetapi menyiapkan remaja sebagai generasi yang tangguh dan handal dalam melanjutkan pembangunan tidaklah mudah. Berbagai hambatan baik yang berasal dari faktor internal misalnya kemiskinan atau kelemahan intelektual remaja itu sendiri, maupun eksternal yaitu terbatasnya akses pendidikan yang sesuai atau rendahnya kualitas pendidikan yang diselenggarakan menjadi tantangan dalam mewujudkan generasi muda yang sehat, tangguh dan cerdas.

(17)

103

Berdasarkan penelitian Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 2005, 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia ternyata putus sekolah dan menjadi pekerja anak.2 Sedangkan menurut data Komnas Anak di tahun 2006 terdapat 9,7 juta anak putus sekolah, dan dalam waktu satu tahun (2007) jumlahnya meningkat 20 persen menjadi 11,7 juta jiwa.3 Kemudian menurut data Departemen Pendidikan Nasional, dari 25.982.000 siswa tingkat SD pada tahun ajaran 2005/2006, jumlah siswa yang putus sekolah mencapai 824.684 anak. Sedangkan untuk tingkat SMP, dari 8.073.086 siswa, jumlah anak yang putus sekolah sebanyak 148.890. Begitu banyaknya anak Indonesia yang putus sekolah dan setiap tahun semakin meningkat seharusnya menambah keprihatinan terhadap bangsa ini dan sistem pendidikannya.

Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %. Kalau digabungkan kelompok usia pubertas, yaitu anak usia SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77 %.4 Dapat dibayangkan bagaimana remaja yang masih labil dan mencari identitas diri terpaksa putus sekolah dan terpaksa meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah. Khusus untuk wilayah DKI Jakarta sendiri data Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menyebutkan, hingga kini setidaknya terdapat 6.959 anak yang

2

Yudi Setiawan, “19 Persen Anak Usia Sekolah Putus Sekolah,” artikel diakses pada tangal 1 Agustus 2009 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/06/13/brk, 20050613-62414,id.html

3

Republika Newsroom, “LAZ Portal Infaq Bantu Anak Putus Sekolah,” artikel diakses pada tangal 1 Agustus 2009 dari http://www.republika.co.id/berita/9552/LAZ_Portal_Infaq_Bantu _ Anak_Putus_Sekolah

4

(18)

104

mengalami putus sekolah.5 Jumlah itu terdiri dari Murid SMA, SMK, SMP, maupun SD, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudhi Mulyatno mengatakan, jumlah anak putus sekolah tingkat SMA tahun 2008 mencapai 1.253 orang atau meningkat 0,04 % dibanding tahun 2007 yang hanya mencapai 1.229 orang. Tingkat SMK 3.188 orang atau 1,65 %, dari total jumlah SMA dan SMK 377.198 orang.

Banyak lembaga pendidikan formal di Indonesia yang dinyatakan berkualitas atau memiliki kualifikasi akreditasi “A” (amat baik). Indikator kualifikasi lembaga pendidikan formal berkualitas ini ditandai dengan banyaknya kelulusan murid dan banyaknya murid yang melanjutkan jenjang pendidikan formal di lembaga pendidikan tinggi (PT) terkemuka atau siap dalam menghadapi dunia kerja.

Di satu sisi indikator kualifikasi ini tidak bisa disanggah kebenarannya namun semakin sekolah tersebut mendapat kualifikasi yang bagus maka semakin mahal biaya pendidikan di sekolah tersebut dan hal ini merupakan beban bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas baik. Hal ini mempertegas bahwa komersialisasi pendidikan telah terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Banyak masyarakat yang memiliki paradigma bahwa “kalau miskin tidak usah sekolah”, lalu bagaimana mereka akan meningkatkan taraf hidupnya jika terus menjadi orang yang selalu “di bawah” dengan tidak memiliki pengetahuan dan keahlian.

5

Jurnal Nasional edisi 29 Januari 2009, “Ribuan Anak DKI Putus Sekolah,” artikel diakses pada tanggal 03 November 2009 dari

(19)

105

Sedangkan dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-undang Nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa, “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.” Dan dalam Pasal 48 juga dalam Undang-undang yang sama mengatakan bahwa, “Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.” Kemudian dalam pasal 49 juga mengakatakan bahwa, “Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.”

Begitu banyak ayat dan pasal di dalam undang-undang yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Namun dengan biaya pendidikan yang sangat mahal membuat banyak anak di Jakarta pada khususnya tidak bisa memperoleh pendidikan.

(20)

106

(PSBR) “TARUNA JAYA” SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Panti Sosial Bina Remaja Jakarta Selatan merupakan salah satu panti di bawah naungan Departemen Sosial melalui Dinas Provinsi DKI Jakarta yang memberikan pelatihan keterampilan bagi para remaja putus sekolah. Persoalan kualitas sumber daya manusia yang akan diciptakan oleh panti ini dapat dilihat dari beberapa segi, misalnya dari para alumni yang telah dihasilkan oleh panti ini dapatkah bersaing dengan alumni pendidikan formal. Berdasarkan hal di atas, peneliti membatasi penelitian ini pada persoalan bagaimana cara pemberian pelatihan keterampilan dilakukan sebagai upaya alternatif pendidikan formal di sekolah bagi anak putus sekolah.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan pertanyan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Jakarta Selatan? 2. Apa saja yang menjadi dasar penilaian pelatihan bagi Panti Sosial Bina

(21)

107 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh gambaran tentang pemberian keterampilan bagi remaja di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Jakarta Selatan.

2. Untuk memperoleh gambaran tentang penilaian apa saja yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Jakarta Selatan di dalam pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Peneliti mengharapkan penelitian ini berguna untuk :

1. Manfaat teoritis: Dapat memperkaya khazanah bagaimana pemberian keterampilan bagi remaja dilakukan.

2. Manfaat praktis: Dapat menjadi acuan apakah pemberian keterampilan dapat menjadi alternatif pendidikan bagi anak putus sekolah dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

D. Metode Penelitian

1. Unit analisis

Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian.6 Pencatatan datanya menggunakan sampel yang bertujuan menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dari pelatihan, yaitu tiga orang alumni dari pelatihan tersebut sebagai wakil dari unsur peserta, satu orang instruktur,

6

(22)

108

satu orang pendamping jurusan dan satu orang kepala bimbingan dan pelatihan sebagai unsur dari pelaksana pelatihan.

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, karena penelitinya bermaksud meneliti secara mendalam. Dan Bogdan dan Taylor dalam Syamsir Salam menjelaskan bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.7

Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi-informasi dalam situasi sewajarnya untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.8

Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran tentang cara pemberian pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah untuk meningkatkan sumber daya manusia di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet.

7

Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30. 8

(23)

109 3. Sumber data

a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau sasaran penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah observasi berperan serta dengan penulis merasakan sendiri dan terlibat langsung tinggal bersama para perserta. Dan interview atau wawancara kepada setiap unsur pelatihan.

b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah pada penelitian ini. Seperti brosur tentang profil PSBR dan buku panduan penyelenggaraan panti yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Observasi atau pengamatan adalah pengamatan langsung pada suatu objek yang diteliti, dalam hal ini penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap bagaimana pemberian pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

b. Interview atau wawancara, merupakan suatu alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis data.9 Dan alat yang digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis dan tape recorder. Pada waktu pencatatan data keberadaan peneliti diketahui

9

(24)

110

oleh pihak panti dan peneliti menamakan teknik tersebut dengan wawancara dan pengamatan berperan serta. Dalam hal ini penulis akan melakukan wawancara atau pendekatan dari berbagai narasumber, selain itu wawancara dalam penelitian ini lebih diarahkan kepada bagaimana cara pemberian pelatihan keterampilan.

c. Dokumentasi, hal ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan observasi dan interview, tetapi hanya diperoleh dengan cara melakukan penelusuran data dengan menelaah buku, majalah, surat kabar, jurnal, internet dan sumber lain yang berkaitan dengan apa yang sedang diteliti oleh penulis.

5. Analisis Data

Pada saat menganalis data hasil observasi dan wawancara, peneliti menginterpretasikan data yang ada kemudian menyimpulkannya. Dimana peneliti menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran dan mengklasifikasikan serta menginterpreasikan data yang terkumpul secara apa adanya kemudian disimpulkan.10 Nasir mengemukakan analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisa data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam masalah penelitian.11

Analisis data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dari analisa ini diperoleh berdasarkan fenomena yang

10

UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, h. 34. 11

(25)

111

tampak pada pemberian pelatihan keteranpilan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Tebet Jakarta Selatan.

6. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu :

a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi yaitu memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.12 Misalnya, membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Kemudian juga membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini penulis melakukan perbandingan wawancara dari informan satu ke informan lain dan juga melakukan wawancara terhadap hasil dari obsevasi yang penulis lakukan.

b. Ketekunan/keajegan pengamatan dengan maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci,13 atau dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan masalah saja. Dalam teknik keabsahan ketekunan ini penulis melakukan pengamatan hanya kepada masalah yang sedang diteliti yaitu proses pelatihan keterampilan dan dasar penilaain terhadap para peserta pelatihan yang dilakukan oleh PSBR.

12

Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 330. 13

(26)

112

Pelatihan

Keterampilan

bagi Remaja

Putus Sekolah

Sumber Daya Manusia

yang Berkualitas

Unsur Pelatihan : Peserta Pelatihan Instruktur atau pelatih

Lamanya waktu pelatihan Metode pelatihan

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi, maka peneliti menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang ditertbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2007. 8. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka pada skripsi yang berjudul “Upaya Balai Latihan Kerja Daerah Jakarta Selatan Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Mannusia”, yang disusun oleh Dini Apriani mahasiswi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Penulis melakukan tinjauan pustaka kepada skripsi tersebut, karena penulis tertarik kepada upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia yang dilakukan oleh barbagai macam lembaga, agar bangsa Indonesia tidak tertinggal oleh bangsa lain.

9. Bagan Alur Penelitian

Penilaian yang dilakukan PSBR:

1. Kelompok dasar:

1. Pendidikan Moral Pancasila 2. Pembinaan Keagamaan 3. Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial 4. Etika Sosial

5. Manajemen Kewirausahaan 2. Kelompok inti.

(sesuai jurusan) 3. Karya tulis.

4. Praktek belajar kerja. 5. Kelompok penunjang:

1.Tanggung jawab kerja

(27)

113

2.Disiplin 3.Kerajinan 4.Kejujuran 5.Kerjasama

Bagan 1. Bagan Alur Penelitian

Dalam bagan alur penelitian di atas, penulis dapat menjelaskan dengan singkat bahwa yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemberian keterampilan dilakukan di PSBR untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kemudian dalam proses ini diberikan penilaian kepada para peserta dengan berbagai indikator agar mengetahui bagaimana para peserta setelah mengikuti pelatihan tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teoritis, yang terdiri dari:

Pertama, pelatihan, yang di dalamnya menguraikan tentang pengertian pelatihan, peran pelatih atau instruktur dan manfaat pelatihan.

Kedua, keterampilan, yang menguraikan tentang pengertian keterampilan dan macam-macam keterampilan.

(28)

114

Kelima, merupakan pengertian sumber daya manusia dari beberapa segi serta menguraikan hakekat manusia sebagai individu. Dan menguraikan juga tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Keenam, menjelaskan mengenai nilai.

Ketujuh, menggambarkan tentang bagan alur penelitian dari penelitian pelatihan keterampilan bagi remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” sebagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB III Gambaran umum Panti Sosial Bina Remaja Jakarta Selatan, menguraikan tentang identitas, sejarah singkat dan perkembangannya, letak geografis, visi dan misi, strukrur organisasi, tugas pokok dan fungsi, sasaran garapan dan persyaratan menjadi warga binaan sosial di PSBR “Taruna Jaya” Tebet, proses pelayanan, dan sumber dana.

BAB IV Hasil penelitian, menguraikan tentang cara pemberian pelatihan keterampilan di Panti Sosial Remaja “Taruna Jaya” Jakarta Selatan. Dan analisis dari pelatihan dan keterampilan yang diadakan oleh PSBR “Taruna Jaya” sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

[image:28.612.115.530.122.536.2]
(29)

115

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan memiliki kata dasar “latih” yang mendapatkan awalan pe-

yang berarti pendidikan untuk memperoleh kemahiran atau kecakapan.14 Pelatihan ialah merupakan bagian dari suatu proses yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan psikomotorik meskipun didasari pengetahuan dan sikap.15 Dalam pelatihan peserta pelatihan dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuannya setelah mengikuti suatu pelatihan.

Ife, di dalam Isbandi Rukminto Adi16, menyatakan bahwa pelatihan merupakan peran edukasional yang paling spesifik, karena secara mendasar memfokuskan pada upaya mengajarkan pada komunitas sasara bagaimana untuk melakukan sesuatu.

Pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, supaya efektif biasanya pelatihan harus mencakup pengalaman belajar, aktivitas-aktivitas yang terencana dan didasari sebagai jawaban atas kebutuhan yang berhasil diindetifikasi secara ideal.17

14

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 502. 15

Soekidjo Notoadmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2003), h. 28.

16

Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2002), h. 213.

17

(30)

116

Sejatinya, pelatihan merupakan bagian dari proses pendidikan. Dalam pendidikan terdapat sejumlah filosofi diantaranya filosofi Islam yaitu konsep ayat:

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Asy Syams : 8)

Falsafah ini mempunyai implikasi dalam pendidikan bahwa manusia pada dasarnya disamping memiliki fitrah yang baik juga mempunyai fitrah yang buruk. Agar yang buruk tersebut tidak berkembang, maka dibutuhkan proses pendidikan juga agar fitrah yang baik dapat berkembang dengan baik. Dengan demikian proses pendidikan tersebut harus benar-benar berlandaskan pada tujuan pendidikan yang paling mendasar yaitu pendidikan untuk memanusiakan manusia.18

Dalam melakukan pelatihan terdapat beberapa unsur yang diperlukan, antara lain sebagai berikut19 :

1. Peserta pelatihan

Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan pelatihan yang pada gilirannya menentukan efektivitas pelatihan. Karena itu perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta yang baik berdasarkan kriteria antara lain :

a. Akademik, yaitu jenjang dan keahlian.

18

Ibnu Anshori, Modul Pelatihan Guru Lintas Agama Berbasis HAM (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2007), h. 2.

19

Oemar Hamalik, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Pendekatan Terpadu: Pengembangan SDM (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 35.

(31)

117

b. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu.

c. Pengalaman kerja, pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan. d. Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaannya. e. Pribadi yaitu aspek moral, moril dan sifat-sifat untuk pekerjaan

tertentu.

f. Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan yang dapat diketahui melalui tes seleksi.

2. Pelatih atau instruktur

Pelatih memegang peranan penting dalam setiap pelatihan keterampilan. Karena itu ada beberapa persyaratan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pelatih atau instruktur, yaitu :

a. Telah disiapkan secara khusus sebagai pelatih yang ahli dalam bidang spesialisasi tertentu.

b. Memiliki kepribadian yang baik yang menunjang pekerjaannya sebagai pelatih.

c. Pelatih berasal dalam organisasi atau lembaga sendiri lebih baik dibandingkan dengan yang dari luar.

3. Lamanya pelatihan

Lama tidaknya pelatihan harus didasari pada:

(32)

118

b. Kemampuan belajar peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan. Kelompok peserta yang ternyata kurang mampu belajar memerlukan waktu lebih lama.

c. Media pengajaran yang menjadi alat bantu bagi peserta dan pelatih. Media pengajaran yang serasi dan canggih akan membantu kegiatan pelatihan dan ikut mengurangi lamanya pelatihan tersebut. Dalam strategi pemberian pelatihan, dikenal adanya trilogi latihan kerja, yaitu sebagai berikut20:

a. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan kerja.

b. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses, kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain.

Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat melakukan pelatihan. Metode tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metode ceramah, adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu seperti gambar-gambar. Metode ini pada dasarnya berhubungan dengan interaksi berbicara antara narasumber dan peserta.

20

(33)

119

b. Metode tanya jawab, dalam metode ini narasumber umumnya berusaha menanyakan apakah peserta mengetahui fakta tertentu yang sudah diajarkan, dapat juga dilakukan dengan cara apersepsi, tanya jawab selingan dan tanya jawab di akhir sesi. Hal ini diharapkan terjadi interaksi di dalam kelas yang aktif sehingga peserta mempunyai peran di dalam kelas.

c. Metode demonstrasi, adalah mempraktekkan hal-hal yang terkait dengan materi. Tujuan dari metode ini adalah membuat suasana kelas aktif dan dinamis karena proses pelatihan akan menjemukan apabila hanya dilakukan dengan cara ceramah. Demonstrasi merupakan kegiatan yang melibatkan peserta aktif sehingga partisipasi peserta akan berjalan secara maksimal. d. Metode sosiodrama, adalah bermain peran. Dalam hal ini peserta

memainkan sebuah kasus bersama, kemudian peserta diharapkan dapat mendiskusikan apa saja yang harus dimunculkan, setelah selesai peserta diharapkan dapat merefleksikan permainan drama tersebut dalam materi yang akan disampaikan atau telah disampaikan.

e. Metode diskusi, adalah memusyawarahkan masalah-masalah yang ada di lapangan untuk dicarikan solusinya. Format dari diskusi ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individual.21

Dalam melakukan pelatihan terdapat prinsip-prinsip yang harus diketahui, yaitu sebagai berikut22 :

a. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbol-simbol rumus.

21

Ibnu Anshori, Modul Pelatihan, h. 10-12. 22

(34)

120

Latihan tidak dilakukan terhadap pengertian atau pemahaman, sikap dan penghargaan.

b. Peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya.

c. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh peserta, misalnya fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru dipelajari.

d. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan yang timbul, latihan juga merupakan self-guidance dan mengembangkan pemahaman dan kontrol.

e. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: latihan dilakukan untuk mendapatkan ketepatan, selanjutnya keduanya dicari keseimbangan antara pelatihan dan ketepatan.

f. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya: latihan untuk penguasaan dan latihan untuk mengulang hasil belajar.

g. Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan.

h. Latihan juga dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya secara insidental. Maksudnya latihan dapat dilakukan dengan semaunya dan kapan saja dalam kapasitas lebih kecil untuk mengulang suatu materi. i. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang

tinggi.

(35)

121

Pemahaman mengenai pelatihan dan keterampilan dapat disimak dari penjelasan Henry Minamora yang mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan kinerja individu dan seluruh organisasi.23

2. Peran Pelatih atau Instruktur

Dalam setiap pelatihan, unsur dari setiap pelatih sangat berperan dalam menciptakan baik buruknya hasil dari pelatihan tersebut. Pelatih bukan hanya sebagai pemberi materi bagi peserta tetapi juga harus dapat melakukan bimbingan dengan baik. Dr. Oemar Hamalik menjelaskan peran pelatih adalah sebagai berikut:24

1. Peranan sebagai pengajar, menyampaikan pengetahuan dengan cara menyajikan berbagai informasinya. Diperlukan berupa konsep-konsep, fakta-fakta dan informasi lainnya yang memperkaya wawasan pengetahuan para peserta.

2. Peranan sebagai pemimpin kelas, maka setiap pelatih perlu menyusun perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian selama berlangsungnya proses pembelajaran.

3. Peranan sebagai pembimbing, pelatih perlu memberikan bantuan kepada peserta yang mengalami kesulitan atau masalah khususnya dalam kegiatan belajar, yang pada gilirannya diharapkan peserta lebih aktif membimbing dirinya sendiri.

23

Henry Sinamora, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1994), h. 49.

24

(36)

122

4. Peranan sebagai fasilitator, berperan menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan peserta belajar aktif.

5. Peranan sebagai peserta aktif, pelatih sering melaksanakan diskusi kelompok dan kerja kelompok dalam rangka memecahkan masalah, misalnya: merumuskan masalah, mencari data dan membuat kesimpulan. 6. Peranan sebagai ekpeditor, melakukan pencarian, penjelajahan dan

penyedian mengenai sumber-sumber yang diperlukan oleh kelas atau kelompok peserta.

7. Peranan sebagai pembelajaran, berperan menyusun perencanaan pembelajaran, mulai dari rencana materi pelatihan disusun berdasarkan garis besar pedoman pendidikan pelatihan, perencanaan harian dan perencanaan satuan acara pertemuan.

8. Perananan sebagai pengawas, pelatih harus mengawasi kelas secara terus menerus supaya pembelajaran senantiasa terarah.

9. Peranan sebagai motivator, pelatih perlu terus menggerakkan motivasi beajar para peserta, baik selama berlangsungnya proses pembelajaran maupun di luar kelas pada setiap kesempatan yang ada.

10.Peranan sebagai evaluator, pelatih berkewajiban melakukan penilaian pada awal pelatihan dan selama berlangsungnya proses pelatihan.

11.Peranan sebagai konselor, jika diperlukan dan memungkinkan maka pelatih dapat juga memberikan penyuluhan tentang kesulitan pribadi dan sosial.

(37)

123 3. Manfaat Pelatihan

Banyak hal yang bisa didapat dalam melakukan pelatihan. Baik untuk peserta pelatihan maupun penyelenggara pelatihan. Ada sedikitnya tujuh manfaat yang dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan, yaitu 25:

1. Peningkatan produktifitas kerja organisasi.

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan. 3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat. 4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dan organisasi.

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui paparan gaya manajerial yang partisipatif.

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif. 7. Menyelesaikan konflik secara fungsional.

Sedangkan menurut Dr. Oemar Hamalik, kegiatan pelatihan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan perubahan aspek-aspek kognitif, keterampilan-keterampilan dan sikap.26 Contoh kemampuan tersebut antara lain:

1. Kemampuan membentuk dan membina hubungan antar perorangan dan organisasi.

2. Kemampuan menyesuaikan diri dengan keseluruhan lingkungan kerja. 3. Pengetahuan dan kecakapan untuk melakukan suatu pekerjaan.

4. Kebiasaan, pikiran, dan tindakan serta sikap dalam pekerjaan.

25

Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997), h. 183-184.

26

(38)

124

Dalam hal ini, tujuan pelatihan secara umum adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia yang bersumber dari kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain dari aspek-aspek sebagai berikut:27

1. Meningkatan semangat kerja. 2. Pembinaan budi pekerti.

3. Meningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 4. Meningkatan taraf hidup.

5. Meningkatkan kecerdasan. 6. Meningkatkan keterampilan.

7. Meningkatkan derajat kesejahteraan. 8. Meningkatkan lapangan pekerjaan.

9. Meningkatkan pembangunan dan pendapatan.

B. Pengertian Keterampilan

Keterampilan memiliki kata dasar “terampil” yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Sedangkan keterampilan mempunyai arti kecakapan untuk menyelesaikan tugas.28

Menurut W. Gulo, keterampilan tidak mungkin berkembang kalau tidak didukung oleh sikap, kemauan dan pengetahuan. Manusia merupakan pribadi yang unik, dimana aspek rohaniah, mental intelektual dan fisik merupakan suatu ketautan yang utuh.29

Sudirman A. M. menjelaskan bahwa keterampilan ada 2 macam, yaitu sebagai berikut:

27

Ibid., h.14. 28

Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 935. 29

(39)

125 a. Keterampilan jasmani.

Yaitu keterampilan yang dapat dilihat, diamati sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak atau keterampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.

b. Keterampilan rohani.

Yaitu keterampilan yang menyangkut persoalan-persoalan penghayatan. Keterampilan berfikir serta kreatif untuk menyelesaikan dan merumuskan masalah.

C. Pengertian Remaja

Istilah remaja dalam Islam tidak ada. Di dalam Al Qur’an ada kata

alfityatu, fityatun yang artinya orang muda. Ada pula kata baligh yang menunjukkan seseorang tidak kanak- kanak lagi atau juga bisa berarti penentuan umur awal kewajiban melaksanakan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Golinko yang dikutip oleh Rice, kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun dalam Rice yang mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Sedangkan Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).30

Menurut Hurlock, 1992, istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas

30

(40)

126

lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.31 Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai dewasa.32 Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu identitas.33 Secara psikologis usia remaja merupakan umur yang dianggap “gawat”, oleh karena yang bersangkutan sedang mencari identitasnya.34 Remaja lebih banyak memerlukan pengertian daripada sekedar pengetahuan saja.35 Karena remaja masih bersifat labil dalam keadaan apapun dan memerlukan pendampingan dalam setiap kesempatan.

Menurut Papalia dan Olds sebagaimana dikutip O’Donnell, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Erikson yang dikutip oleh Papalia, Olds & Feldman, mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah

31

Fitri, “Psikologi Remaja,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2009 dari http:// duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/27/pengertian-remaja/

32

Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 739. 33

Tim Penyusun, Intervensi Psikososial (Intervensi Pekerja Sosial Profesional), (Jakarta: Departemen Sosial Direktoral Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, 2006), h.13.

34

Soerjono Sekanto, Sosiologi suatu pengantar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), Cet. Ke-32 h. 495.

35

(41)

127

menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Menurut Adams & Gullota yang dikutip oleh Aaro, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.36

1. Remaja Putus Sekolah

Pengertian putus sekolah adalah seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerina pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.37

Kemudian seseoramg juga bisa dikatakan putus sekolah dan dapat pula diartikan sebagai Drop-Out (DO) yang artinya bahwa seorang anak didik yang karena sesuatu hal, biasa disebabkan karena malu, malas, takut, sekedar ikut-ikutan dengan temannya atau karena alasan lain sehingga mereka putus sekolah di tengah jalan atau keluar dan tidak lagi masuk untuk selama-lamanya.38

Sedangkan menurut penulis, yang dikatakan remaja putus sekolah adalah seorang yang berusia di bawah 18 tahun tidak mampu menyelesaikan

36

“Remaja,” artikel diakses tanggal 29 Agustus 2009 http://rumahbelajarpsikologi. com/index.php/remaja.html

37 Abied, “Faktor Penyebab Putus Sekolah,” artikel diakses tanggal 01 November 2009 dari http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/faktor-penyebab-putus-sekolah/

(42)

128

suatu jenjang pendidikan, dengan kata lain meninggalkan sekolah sebelum menyelesaikan keseluruhan masa belajar yang telah ditetapkan. Karena dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomer 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dikatakan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan masa remaja adalah sebuah fase dimana seorang anak akan menuju masa dewasa, artinya seorang remaja dipastikan belum berumur 18 tahun.

Banyak remaja yang putus sekolah disebabkan oleh tidak mampu memenuhi tuntutan sistem sekolah karena keharusan bekerja. Anak-anak lainnya menjadi pekerja anak karena tidak tersedianya sekolah, karena mereka tidak mampu membayar biaya sekolah, karena pendidikan yang ditawarkan berkualitas rendah atau dipandang tidak relevan atau karena lingkungan sekolah tidak bersahabat.39 Sementara sebagian anak terampas hak atas pendidikannya karena mereka mulai masuk ke pasar kerja terlalu dini, sementara yang lain masuk ke lapangan kerja secara prematur karena hak mereka untuk memperoleh pendidikan tidak secara efektif dijamin.

Sangatlah mungkin bagi seorang anak untuk bekerja dan tetap bersekolah, namun hanya sedikit yang dapat melakukan keduanya itu. Hanya tujuh persen anak yang berusia 5-9 tahun, 10% anak yang berusia 10-14 tahun dan 11 % anak yang berusia 15-17 tahun yang tetap bersekolah sambil bekerja.40

39

Mr. Dan O’Donnell, Perlindungn Anak, Sebuah Panduan Bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (UNICEF, 2006), h.128.

40

(43)

129

Penyebab utama pekerjaan di bawah umur bersifat struktural, dan berkaitan dengan kelemahan dalam sistem pendidikan, sistem sosial dan sistem ekonomi. Program-program penyesuaian sosial, privatisasi dan transisi ke ekonomi pasar telah memberi dampak yang sangat signifikan pada tingkat bersekolah dan pekerjaaan anak di beberapa negara.41 Meskipun demikian, faktor budaya dan hukum juga ikut memainkan peran. Di banyak negara, minimum usia untuk bekerja lebih rendah dibanding usia wajib masuk bangku sekolah, yang menyebabkan keadaan paradoks dimana anak memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan sementara pada saat yang sama secara hukum diwajibkan sekolah.42

Konvensi ILO no. 138 menetapkan tiga batas usia anak dan pekerjaannya43 :

1. 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya,

2. 15 tahun untuk pekerjaan penuh-waktu di lingkungan pekerjaan yang tidak berbahaya,

3. 13 tahun untuk pekerjaan yang tidak menganggu pendidikan anak.

Masing-masing negara harus menetapkan daftar jenis-jenis pekerjaan yang dianggap berbahaya. Negara-negara yang keadaan ekonomi dan sistem pendidikannya kurang baik akan membuat pembagian usia di atas tidak realistis dan mungkin akan menurunkan usia minimum untuk pekerjaan “ringan” ke 12 tahun dan untuk pekerjaan yang tidak berbahaya lainnya ke 14 tahun.44 Konvensi ILO No. 182 tentang Penghapusan Pekerjaan-pekerjaan

41

Ibid., h. 128. 42

Ibid., h. 128 43

Ibid., h. 130 44

(44)

130

yang Terburuk untuk Anak juga melarang mempekerjakan seseorang yang berusia di bawah 18 tahun di jenis pekerjaan yang berbahaya. Konvensi ini tidak membolehkan adanya pengecualian dalam bentuk apapun.45

2. Ciri-ciri Masa Remaja46

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,

45

Ibid., h. 130 46

(45)

131

pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya yang dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa. 5. Kebanyakkan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

3. Tantangan dan Masalah Remaja47

Masalah penting yang dihadapi oleh remaja cukup banyak, diantaranya adalah dengan timbulnya berbagai konflik dalam diri remaja.

47

(46)

132

1. Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dengan kebutuhan untuk bebas dan merdeka. Remaja membutuhkan penerimaan sosial dan penghargaan serta kepercayaan orang lain kepadanya. Di lain pihak dia membutuhkan rasa bebas, karena dia merasa telah besar, dewasa dan tidak kecil lagi. Konflik antar kebutuhan tersebut menyebabkan rusaknya keseimbangan emosi remaja.

2. Konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan ketergantungan terhadap orangtua. Di lain pihak remaja ingin bebas dan mandiri, yang diperlukannya dalam mencapai kematangan fisik, tetapi membutuhkan orangtua untuk memberikan materi guna menunjang studi dan penyesuaian sosialnya. Konflik tersebut menimbulkan kegoncangan kejiwaan pada remaja sehingga mendorongnya mencari pengganti selain orangtuanya biasanya teman, guru ataupun orang dewasa lainnya dari lingkungannya.

3. Konflik antara kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai sosial. Kematangan seks yang terjadi pada remaja menyebabkan terjadinya kebutuhan seks yang mendesak tetapi ajaran agama dan nilai-nilai sosial menghalangi pemuasan kebutuhan tersebut. Konflik tersebut bertambah tajam apabila remaja dihadapkan pada cara ataupun perilaku yang menumbuhkan rangsangan seks seperti film, sandiwara dan gambar.

(47)

133

5. Konflik menghadapi masa depan. Konflik ini disebabkan oleh kebutuhan untuk menentukan masa depan. Banyak remaja yang tidak tahu tentang hari depan dan tidak tahu gambarannya. Biasanya pilihan remaja didasarkan atas pilihan orangtua atau pekerjaan yang populer di masyarakat.

D. Pengertian Kualitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “kualitas” berarti tingkat baik buruknya sesuatu, sedangkan berkualitas adalah mempunyai kualitas, bermutu baik.48 Davis dalam Yamit membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Davis menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan produk yang berkualitas.49

E. Pengertian Sumber Daya Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang kompleks dan unik, dan dicipakan dalam integrasi dua substansi yang tidak dapat berdiri sendiri.

48

Tim Penyusun, Kamus Besar, h. 502. 49

(48)

134

Substansi pertama disebut tubuh (fisik atau jasmani) sebagai unsur materi, sedang substansi kedua adalah jiwa (rohani atau psikis) yang bersifat non materi.50

Sumber daya manusia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah potensi manusia yang dapat dikembangakan untuk proses produksi.51 Sedangkan Ahmad S. Ruky mengatakan bila kualitas yang dimaksud adalah sumber daya manusia, maka pada dasarnya pengertian sumber daya manusia adalah tingkat pengetahuan, kemampuan dan kemauan yang dapat ditunjukkan oleh sumber daya manusia.52

Sumber daya manusia dapat dilihat dari dua aspek yaitu dari segi kualitas dan kuantitas. Di Indonesia sendiri sumber daya manusia sangatlah besar dari segi kuantitas namun masih sangat kurang dari segi kualitas.

Hakekat manusia sebagai individu secara garis besar telah coba dipahami oleh para ahli psikologi. Kelompok psikoanalisis menganggap bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instinktif.53 Pandangan dari kelompok Behavioris yang melihat bahwa manusia sebagai makhluk yang reaktif dan berusaha menyesuaikan dengan lingkungan, sehingga banyak tingkah laku manusia dikontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.54 Sedangkan pandangan yang ketiga adalah dari kelompok Humanistik, yang melihat manusia sebagai makhluk yang rasional dan memiiki dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif.55

50

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk bisnis kompetitif (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005), Cet. ke 6, h. 3.

51

Tim Penyusun, Kamus Besar. h. 95. 52

Ahmad S. Ruky, Sumber Daya Manusia Berkualitas: Menakar Visi Menjadi Realitas (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 56.

53

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2003), h. 30.

54

Ibid., h. 32 55

(49)

135

Menurut Sasongko, dkk, dari ketiga pandangan di atas dapat dilihat bahwa hakekat manusia sangat kompleks dan luas. Tetapi ada beberapa unsur yang dapat dipahami untuk mendapatkan wawasan yang sedikit lebih terpadu mengenai manusia, antara lain56:

a. Manusia pada dasarnya memiliki inner force yang menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Lingkungan merupakan unsur yang dapat menentukan tingkah laku manusia, dan tingkah laku banyak diperoleh berdasarkan hasil belajar. c. Di dalam diri manusia terdapat potensi, namun potensi itu terbatas.

d. Manusia merupakan makhluk yang bersifat rasional (mencoba menggunakan rasionya), dan mencoba bertanggung jawab atas tingkah laku sosialnya.

e. Manusia mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya, dan mampu menentukan nasibnya sendiri.

f. Manusia pada hakekatnya adalah individu yang selalu berkembang terus, dan dalam proses pencarian kea rah “kesempurnaan”.

g. Dalam usaha-usaha untuk mewujudkan dirinya, manusia berusaha membantu orang lain dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih “baik” untuk ditempati.

56

(50)

136

1. Tujuan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Setiap pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan pada semua hal. Menurut Sedarmayanti peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk berbagai keperluan antara lain57:

1. Menyiapkan seseorang agar pada saatnya mampu diserahi tugas yang sesuai.

2. Memperbaiki kondisi seseorang yang sudah diberi tugas dan sedang menghadapi tugas tertentu, sedangkan yang merasa ada kekurangan pada dirinya diharapkan mampu mengemban tugas sebagai mana mestinya. 3. Mempersiapkan seseorang untuk diberi tugas tertentu yang sudah pasti

syaratnya lebih berat dari tugas yang dikerjakan.

4. Melengkapi seseorang dengan hal-hal yang mungkin timbul di sekitar tugasnya, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berpengaruh terhadap pelaksanaan tugasnya.

5. Menyesuaikan seseorang kepada tugas yang mengalami perubahan karena berubahnya syarat untuk mengerjakan tugas untuk pekerjaan secara sebagian atau seluruhnya.

6. Menambah keyakinan dan percaya diri kepada seseorang bahwa dia adalah orang yang sesuai dengan tugas yang sedang diembannya.

7. Meningkatkan wibawa seseorang dari pandangan bawahan maupun orang lain baik teman sejawat maupun para relasinya.

57

(51)

137

Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek, yaitu kualitas fisik dan non fisik yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir dan keterampilan-keterampilan lain.

Tujuan dari peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak luput dari proses pemberdayaan manusia itu sendiri. Menurut Payne yang dikutip oleh Isbandi dalam Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas mengungkapkan bahwa proses pemberdayaan pada intinya membantu klien untuk memperoleh daya dalam mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan dia lakukan antara lain dengan transfer daya dari limgkungannya.58

F. Nilai

Nilai menurut Schwartz dalam artikel nilai pada situs rumahbelajarpsikologi.com adalah suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.59

Sedangkan nilai menurut Rokeach dalam artikel nilai pada situs rumahbelajarpsikologi.com dikatakan bahwa nilai sebagai keyakinan karena nilai memiliki aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai berikut:60

58

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, h. 54. 59

“Nilai,” artikel diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 http://rumahbelajarpsikologi.com /index.php/nilai.html.

(52)

138

1. Nilai meliputi kognitif tentang apa yang diinginkan, menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu tentang apa yang diinginkan.

2. Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu. 3. Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan

variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.

Nilai menurut Kahle dalam Homer & Kahle di dalam artikel nilai pada situs rumahbelajarpsikologi.com mengatakan bahwa di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku dalam situasi tersebut. 61

Jadi, nilai merupakan suatu yang sangat penting bagi setiap individu. Di dalam pelatihan nilai mutlak diberikan kepada setiap peserta karena untuk mengetahui sejauh mana kemampuan perserta tersebut setelah mengikuti pelatihan.

(53)
[image:53.612.110.527.249.516.2]

139

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Identitas Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”

Nama lembaga tempat penelitian ini adalah Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Bertempat di Jalan Tebet Barat Raya nomer 100 Tebet - Jakarta Selatan, PSBR yang didirikan sejak tahun 1962 ini telah menghasilkan 80 angkatan sampai sekarang.

B. Sejarah Singkat dan Perkembangan62

Pada tahun 1960, berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI : HUK-7-5-57 tanggal 2 November 1959 Departemen Sosial bersama-sama dengan UNICEF mengadakan penelitian yang disebut dengan nama “Accesment Planning Community of Indonesian Children Needs Survey” yang disingkat “APS”, ke daerah lokasi, Tebet Jakarta Selatan, yang pada waktu itu merupakan daerah yang padat penduduknya dan tingkat perekonomiannya termasuk rendah.

Dari masyarakat tersebut ditemukan banyak sekali remaja yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi (putus sekolah). Dari hasil penelitian tersebut pada tahun 1962 di daerah Tebet Jakarta Selatan, didirikanlah pusat kursus dengan nama “Pusat Keterampilan Serba Guna” yang memberikan berbagai macam keterampilan seperti montir, menjahit, mengetik, bahasa inggris,

62

(54)

140

dan sebagainya. Karena banyaknya peserta kursus maka dilaksanakan pagi dan sore hari dan bersifat umum tidak terbatas pada remaja putus sekolah saja.

Pada tanggal 20 Mei 1970, Pusat Keterampilan Serba Guna yang disingkat PKS diganti namanya menjadi Karang Taruna dan merupakan Proyek Laboratorium Karang Taruna Departemen Sosial Republik Indonesia. Pada tahun 1974, nama Karang Taruna Tebet diubah menjadi Panti Karya Taruna, yang disingkat PKT, dan merupakan wadah Pelayanan Kesejahteraan Sosial serta memusatkan kegiatan untuk remaja putus sekolah.

Pada tahun 1979, bersama dengan terbitnya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 41/HUK/KEP/XI/1979, tentang Struktur Organisasi dan tata kerja Panti dan Sasana, maka nama Panti Karya Taruna mengalami perubahan menjadi Sasana Penyantunan Anak Tebet. Pada tahun 1980 panti-panti yang pengelolaannya semula berada di bawah Ditjen RPS Departemen Sosial dilimpahkan kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta bersama-sama dengan 10 p

Gambar

Tabel 1 : Jumlah WBS di PSBR ………………………………..
Gambaran umum Panti Sosial Bina Remaja Jakarta Selatan,
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Jumlah WBS di PSBRTabel 1.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan pelatihan tata rias dalam meningkatkan keterampilan pemangkasan rambut bagi remaja putus sekolah di balai

yang membutuhkan pelatihan. Melakukan analisis karyawan penting dengan alasan analisis yang mendalam membantu organisasi untuk menghindari kesalahan dalam menempatkan

Keterbatasan ini juga menyebabkan pada evaluasi tahap 4 tidak dilakukan pengkajian ulang tentang keterampilan kewirausahaan dengan materi yang sama yang digunakan pada penelitian

Dalam pelatihan otomotif bagi remaja putus sekolah, perlu adanya manajemen yang baik, pelatihan secara tepat dan profesional dapat memberikan keterampilan yang dibutuhkan bagi

Dari fenomena tersebut, salain punishment yang telah diberikan, bimbingan dan konseling juga sangat dibutuhkan, di sini peneliti mencoba untuk memberikan nasehat dan

Untuk memudahkan transfer keterampilan dan perilaku baru dari tempat pelatihan ke tempat kerja kita harus memaksimalkan kemiripan antara situasi pelatihan dan situasi

Balai Latihan Kerja adalah suatu badan yang melakukan kegiatan non- formal berupa pelatihan dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan kerja dalam rangka

Tentunya hal ini juga sangat memberikan konstribusi yang baik dan bermanfaat bagi SMP Negeri 3 Malang sebagai sekolah yang menempa siswa sebagai tunas muda bangsa untuk